Studi Agronomi, Morfo-Anatomi dan Fisiologi Kedelai (Glycine max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Intensitas Cahaya Rendah.

(1)

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN

KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI

CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Oleh

Baiq Wida Anggraeni A34103024

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(2)

RINGKASAN

BAIQ WIDA ANGGRAENI. Studi Agronomi, Morfo-Anatomi dan Fisiologi

Kedelai (Glycine max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Intensitas Cahaya

Rendah. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr dan Ibu Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh Intensitas Cahaya Rendah (naungan 50 %) dan genotipe terhadap karakter agronomi, morfo-anatomi dan pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Departemen Agronomi dan Hortikultura FAPERTA IPB. Pembuatan preparat paraffin tebal daun dan kerapatan stomata dilakukan di laboratorium Ekofisiologi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, FAPERTA IPB.

Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari mempunyai peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman, metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya matahari menentukan tingkat produksi tanaman. Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Chozin et al., (1998) melaporkan bahwa intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur dua dan tiga tahun setara dengan intensitas cahaya di bawah paranet 25% dan 50%, sedangkan pada tegakan karet berumur 4 tahun sudah melebihi intensitas cahaya dalam paranet 75%.

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) menggunakan tiga ulangan dengan anak petak tersarang pada petak utama digambarkan sesuai denah. Terdapat dua faktor, faktor pertama adalah tingkat intensitas cahaya dan faktor kedua adalah empat genotipe kedelai yaitu Ceneng, CG 30-10, CG 76-10 dan Godek. Untuk mengetahui pengaruh nyata akibat intensitas cahaya rendah, genotipe kedelai dan interaksi antara keduanya, data dianalisa dengan uji F. Uji lanjut dilakukan bila pengaruh perlakuan tunggal atau interaksinya berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur dengan uji DMRT dengan taraf 5 %.

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi; karakter pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun trifoliate, jumlah buku), karakter


(3)

morfo-anatomi (tebal daun, kerapatan stomata, kerapatan trikoma, luas daun spesifik, kandungan klorofil a, kandungan klorofil b, rasio klorofil a/b), karakter panen (jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, bobot 100 butir, bobot kering tajuk, bobot kering akar, indeks panen.

Berdasarkan data dari stasiun klimatologi, curah hujan rata-rata 219.48 mm/bulan, intensitas cahaya rata-rata selama penelitian sebesar 294.88 kal/cm2/hari, suhu minimum rata-rata selama penelitian adalah 21.86oC dan suhu maksimum rata-rata selama penelitian sekitar 32.06oC, sedangkan kelembaban udara (RH) rata-rata selama penelitian berlangsung yaitu 80.2%. Hal ini memungkinkan mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit. Kedelai genotipe Godek tidak memenuhi jumlah populasi sehingga dilakukan penanaman ulang pada tanggal 7 Juli 2007. Hal ini disebabkan kedelai genotipe Godek merupakan kedelai yang paling mudah terserang penyakit dan hama benih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi cekaman intensitas cahaya rendah mempengaruhi pertumbuhan dan karakter morfo-anatomi tanaman kedelai. Intensitas cahaya 50 % meningkatkan tinggi tanaman, luas daun spesifik, klorofil a dan klorofil b pada 6 dan 9 MST, bobot 100 butir. Akan tetapi, menurunkan jumlah daun, jumlah buku, tebal daun, rasio klorofil, kerapatan stomata, kerapatan trikoma, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, bobot kering tajuk, bobot kering akar, serta indeks panen.

Genotipe Godek merupakan genotipe yang sangat peka terhadap kondisi cekaman intensitas cahaya rendah di masa pertumbuhan melalui penurunan jumlah daun dan buku yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain, peningkatan luas daun spesifik yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain, penurunan tebal daun paling rendah, tingkat penurunan kandungan klorofil a dan b lebih tinggi dari genotipe lain, tingkat penurunan kerapatan stomata dan trikoma yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain.

Dalam karakter panen, genotipe ceneng merupakan genotipe yang paling toleran terhadap intensitas cahaya rendah dibandingkan genotipe CG 30-10 dan CG 76-10. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah polong isi, bobot kering tajuk dan indeks panen yang lebih rendah, tingkat peningkatan bobot 100 butir yang lebih tinggi.


(4)

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN

KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI

CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Oleh

Baiq Wida Anggraeni A34103024

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, pada tanggal 5 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Lalu Muhammad Asian dan Ani Suparni.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1991 di SD Negeri 19 Pagi Kebayoran Lama, Jakarta. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 19 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 74 Jakarta dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Morfo-Anatomi dan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Intensitas Cahaya Rendah. Penelitian ini merupakan pengembangan kedelai yang adaptif untuk pola tumpangsari di bawah tegakan tanaman perkebunan yang telah dimulai oleh tim IPB (Sopandie et al.,2005) melalui penelitian fisiologi dan pemuliaan tanaman yang didanai oleh hibah bersaing tahun 2002-2003 dan Hibah Pascasarjana tahun 2004-2006.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr dan Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si selaku dosen pembimbing pembimbing skripsi serta dosen penguji atas saran, kritik dan bimbingannya baik selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Is Hidayat Utomo, MAgr selaku pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis menjalani studi, serta semua pihak yang telah membantu selama penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Bapak, Mama dan adik-adikku tersayang serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, bantuan dan semangatnya. Sahabatku Isti, Izza, Elizabeth, Rina, Charolina dan penolongku disaat menjelang sidang Fitri, Peni, Didik, Ucup, Toni serta semua teman-temanku yang tidak bisa disebutkan satu per satu untuk doa, kasih sayang, kesabaran, perhatian serta bantuannya.

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Morfologi Tanaman Kedelai ... 4

Lingkungan Tumbuh ... 5

Intensitas Cahaya Rendah ... 6

Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah... 8

Karakter Morfo-Anatomi dan Kandungan Klorofil ... 9

BAHAN DAN METODE ... 12

Waktu dan tempat ... 12

Bahan dan alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Kondisi Umum ... 17

Pertumbuhan Tanaman ... 20

Tinggi Tanaman ... 20

Jumlah Daun Trifoliat ... 22

Jumlah Buku ... 24

Luas Daun Spesifik ... 27

Karakter Morfo-Anatomi ... 29

Tebal Daun ... 29

Kerapatan Stomata ... 31

Kerapatan Trikoma ... 32

Karakter Fisiologi ... 33

Klorofil A ... 33

Klorofil B ... 36


(8)

Halaman

Karakter Panen ... 41

Jumlah Polong Isi ... 41

Jumlah Polong Hampa ... 42

Jumlah Polong Total ... 43

Bobot 100 Butir ... 44

Bobot Kering Tajuk ... 45

Bobot Kering Akar ... 46

Indeks Panen ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

Kesimpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Data Iklim Lokasi Cikabayan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor selama Penelitian Berlangsung ... 17 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Intensitas Cahaya, Genotipe dan

Interaksinya terhadap Karakter Agronomi dan Fisiologi Tanaman Kedelai ... 19 3. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Tinggi

Tanaman Kedelai pada Umur 5 MST ... 21 4. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Daun Trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST... 24 5. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Buku Kedelai pada Umur 9 MST ... 26 6. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Luas

Daun Spesifik Kedelai pada Umur 9 MST ... 27 7. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Tebal

Daun Trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST ... 30 8. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Kerapatan Stomata Empat Genotipe Kedelai pada Umur 9 MST ... 31 9. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Daun Trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST... 33 10. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Kandungan Klorofil a Kedelai pada Umur 6 MST ... 35 11. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Kandungan Klorofil b Empat

Genotipe pada Umur 6 dan 9 MST ... 36 12. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Rasio Klorofil a/b Empat

Genotipe pada Umur 6 dan 9 MST ... 39 13. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Polong Isi Tiga Genotipe Kedelai ... 41 14. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap


(10)

Nomor Halaman Teks

15. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Jumlah Polong Total Tiga Genotipe Kedelai ... 43 16. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Bobot

100 Butir Tiga Genotipe Kedelai ... 44 17. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Bobot

Kering Tajuk Tiga Genotipe Kedelai ... 45 18. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Bobot

Kering Akar Tiga Genotipe Kedelai ... 46 19. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Indeks

Panen Tiga Genotipe Kedelai ... 47 Lampiran

1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 61 2. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Trifoliet pada Tingkatan

Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 62 3. Analisis Ragam Peubah Jumlah Buku pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 63 4. Analisis Ragam Peubah Luas Daun Spesifik pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 64 5. Analisis Ragam Peubah Tebal Daun pada Tingkatan Intensitas Cahaya

50% dan 100% dan Genotipe Kedelai pada 9 MST... 64 6. Analisis Ragam Peubah Kerapatan Stomata pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 64 7. Analisis Ragam Peubah Kerapatan Trikoma pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 65 8. Analisis Ragam Peubah Kandungan Klorofil a pada Tingkatan

Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 65 9. Analisis Ragam Peubah Kandungan Klorofil b pada Tingkatan


(11)

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN

KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI

CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Oleh

Baiq Wida Anggraeni A34103024

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(12)

RINGKASAN

BAIQ WIDA ANGGRAENI. Studi Agronomi, Morfo-Anatomi dan Fisiologi

Kedelai (Glycine max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Intensitas Cahaya

Rendah. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr dan Ibu Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh Intensitas Cahaya Rendah (naungan 50 %) dan genotipe terhadap karakter agronomi, morfo-anatomi dan pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Departemen Agronomi dan Hortikultura FAPERTA IPB. Pembuatan preparat paraffin tebal daun dan kerapatan stomata dilakukan di laboratorium Ekofisiologi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, FAPERTA IPB.

Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari mempunyai peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman, metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya matahari menentukan tingkat produksi tanaman. Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Chozin et al., (1998) melaporkan bahwa intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur dua dan tiga tahun setara dengan intensitas cahaya di bawah paranet 25% dan 50%, sedangkan pada tegakan karet berumur 4 tahun sudah melebihi intensitas cahaya dalam paranet 75%.

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) menggunakan tiga ulangan dengan anak petak tersarang pada petak utama digambarkan sesuai denah. Terdapat dua faktor, faktor pertama adalah tingkat intensitas cahaya dan faktor kedua adalah empat genotipe kedelai yaitu Ceneng, CG 30-10, CG 76-10 dan Godek. Untuk mengetahui pengaruh nyata akibat intensitas cahaya rendah, genotipe kedelai dan interaksi antara keduanya, data dianalisa dengan uji F. Uji lanjut dilakukan bila pengaruh perlakuan tunggal atau interaksinya berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur dengan uji DMRT dengan taraf 5 %.

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi; karakter pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun trifoliate, jumlah buku), karakter


(13)

morfo-anatomi (tebal daun, kerapatan stomata, kerapatan trikoma, luas daun spesifik, kandungan klorofil a, kandungan klorofil b, rasio klorofil a/b), karakter panen (jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, bobot 100 butir, bobot kering tajuk, bobot kering akar, indeks panen.

Berdasarkan data dari stasiun klimatologi, curah hujan rata-rata 219.48 mm/bulan, intensitas cahaya rata-rata selama penelitian sebesar 294.88 kal/cm2/hari, suhu minimum rata-rata selama penelitian adalah 21.86oC dan suhu maksimum rata-rata selama penelitian sekitar 32.06oC, sedangkan kelembaban udara (RH) rata-rata selama penelitian berlangsung yaitu 80.2%. Hal ini memungkinkan mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit. Kedelai genotipe Godek tidak memenuhi jumlah populasi sehingga dilakukan penanaman ulang pada tanggal 7 Juli 2007. Hal ini disebabkan kedelai genotipe Godek merupakan kedelai yang paling mudah terserang penyakit dan hama benih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi cekaman intensitas cahaya rendah mempengaruhi pertumbuhan dan karakter morfo-anatomi tanaman kedelai. Intensitas cahaya 50 % meningkatkan tinggi tanaman, luas daun spesifik, klorofil a dan klorofil b pada 6 dan 9 MST, bobot 100 butir. Akan tetapi, menurunkan jumlah daun, jumlah buku, tebal daun, rasio klorofil, kerapatan stomata, kerapatan trikoma, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, bobot kering tajuk, bobot kering akar, serta indeks panen.

Genotipe Godek merupakan genotipe yang sangat peka terhadap kondisi cekaman intensitas cahaya rendah di masa pertumbuhan melalui penurunan jumlah daun dan buku yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain, peningkatan luas daun spesifik yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain, penurunan tebal daun paling rendah, tingkat penurunan kandungan klorofil a dan b lebih tinggi dari genotipe lain, tingkat penurunan kerapatan stomata dan trikoma yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain.

Dalam karakter panen, genotipe ceneng merupakan genotipe yang paling toleran terhadap intensitas cahaya rendah dibandingkan genotipe CG 30-10 dan CG 76-10. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah polong isi, bobot kering tajuk dan indeks panen yang lebih rendah, tingkat peningkatan bobot 100 butir yang lebih tinggi.


(14)

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN

KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI

CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Oleh

Baiq Wida Anggraeni A34103024

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, pada tanggal 5 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Lalu Muhammad Asian dan Ani Suparni.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1991 di SD Negeri 19 Pagi Kebayoran Lama, Jakarta. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 19 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 74 Jakarta dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).


(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Morfo-Anatomi dan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Intensitas Cahaya Rendah. Penelitian ini merupakan pengembangan kedelai yang adaptif untuk pola tumpangsari di bawah tegakan tanaman perkebunan yang telah dimulai oleh tim IPB (Sopandie et al.,2005) melalui penelitian fisiologi dan pemuliaan tanaman yang didanai oleh hibah bersaing tahun 2002-2003 dan Hibah Pascasarjana tahun 2004-2006.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr dan Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si selaku dosen pembimbing pembimbing skripsi serta dosen penguji atas saran, kritik dan bimbingannya baik selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Is Hidayat Utomo, MAgr selaku pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis menjalani studi, serta semua pihak yang telah membantu selama penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Bapak, Mama dan adik-adikku tersayang serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, bantuan dan semangatnya. Sahabatku Isti, Izza, Elizabeth, Rina, Charolina dan penolongku disaat menjelang sidang Fitri, Peni, Didik, Ucup, Toni serta semua teman-temanku yang tidak bisa disebutkan satu per satu untuk doa, kasih sayang, kesabaran, perhatian serta bantuannya.

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2010


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Morfologi Tanaman Kedelai ... 4

Lingkungan Tumbuh ... 5

Intensitas Cahaya Rendah ... 6

Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah... 8

Karakter Morfo-Anatomi dan Kandungan Klorofil ... 9

BAHAN DAN METODE ... 12

Waktu dan tempat ... 12

Bahan dan alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Kondisi Umum ... 17

Pertumbuhan Tanaman ... 20

Tinggi Tanaman ... 20

Jumlah Daun Trifoliat ... 22

Jumlah Buku ... 24

Luas Daun Spesifik ... 27

Karakter Morfo-Anatomi ... 29

Tebal Daun ... 29

Kerapatan Stomata ... 31

Kerapatan Trikoma ... 32

Karakter Fisiologi ... 33

Klorofil A ... 33

Klorofil B ... 36


(18)

Halaman

Karakter Panen ... 41

Jumlah Polong Isi ... 41

Jumlah Polong Hampa ... 42

Jumlah Polong Total ... 43

Bobot 100 Butir ... 44

Bobot Kering Tajuk ... 45

Bobot Kering Akar ... 46

Indeks Panen ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

Kesimpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Data Iklim Lokasi Cikabayan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor selama Penelitian Berlangsung ... 17 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Intensitas Cahaya, Genotipe dan

Interaksinya terhadap Karakter Agronomi dan Fisiologi Tanaman Kedelai ... 19 3. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Tinggi

Tanaman Kedelai pada Umur 5 MST ... 21 4. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Daun Trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST... 24 5. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Buku Kedelai pada Umur 9 MST ... 26 6. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Luas

Daun Spesifik Kedelai pada Umur 9 MST ... 27 7. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Tebal

Daun Trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST ... 30 8. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Kerapatan Stomata Empat Genotipe Kedelai pada Umur 9 MST ... 31 9. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Daun Trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST... 33 10. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Kandungan Klorofil a Kedelai pada Umur 6 MST ... 35 11. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Kandungan Klorofil b Empat

Genotipe pada Umur 6 dan 9 MST ... 36 12. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Rasio Klorofil a/b Empat

Genotipe pada Umur 6 dan 9 MST ... 39 13. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap

Jumlah Polong Isi Tiga Genotipe Kedelai ... 41 14. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap


(20)

Nomor Halaman Teks

15. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Jumlah Polong Total Tiga Genotipe Kedelai ... 43 16. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Bobot

100 Butir Tiga Genotipe Kedelai ... 44 17. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Bobot

Kering Tajuk Tiga Genotipe Kedelai ... 45 18. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Bobot

Kering Akar Tiga Genotipe Kedelai ... 46 19. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Indeks

Panen Tiga Genotipe Kedelai ... 47 Lampiran

1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 61 2. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Trifoliet pada Tingkatan

Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 62 3. Analisis Ragam Peubah Jumlah Buku pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 63 4. Analisis Ragam Peubah Luas Daun Spesifik pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 64 5. Analisis Ragam Peubah Tebal Daun pada Tingkatan Intensitas Cahaya

50% dan 100% dan Genotipe Kedelai pada 9 MST... 64 6. Analisis Ragam Peubah Kerapatan Stomata pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 64 7. Analisis Ragam Peubah Kerapatan Trikoma pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 65 8. Analisis Ragam Peubah Kandungan Klorofil a pada Tingkatan

Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 65 9. Analisis Ragam Peubah Kandungan Klorofil b pada Tingkatan


(21)

Nomor Halaman Lampiran

10. Analisis Ragam Peubah Rasio Klorofil a/b pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 66 11. Analisis Ragam Peubah Jumlah Polong Isi pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 66 12. Analisis Ragam Peubah Jumlah Polong Hampa pada Tingkatan

Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 66 13. Analisis Ragam Peubah Jumlah Polong Total pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 66 14. Analisis Ragam Peubah Bobot 100 Butir pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 67 15. Analisis Ragam Peubah Bobot Kering Akar pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 67 16. Analisis Ragam Peubah Bobot Kering Akar pada Tingkatan Intensitas

Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai ... 67 17. Analisis Ragam Peubah Indeks Panen pada Tingkatan Intensitas


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman (Yahya, 2007) ... 7 2. Adaptasi tanaman naungan yang berperan penting dalam avoidance

terhadap devisit cahaya (Levitt, 1980) ... 8 3. Pengamatan daun untuk berbagai analisis daun dalam penelitian ... 15 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Empat Genotipe Kedelai pada Intensitas

Cahaya 100% (0) dan Intensitas Cahaya 50% (1) selama percobaan ... 22 5. Pertumbuhan Jumlah Daun Empat Genotipe Kedelai pada Intensitas

Cahaya 100% (0) dan Intensitas Cahaya 50% (1) selama percobaan ... 23 6. Rataan Jumlah Buku Empat Genotipe Kedelai pada kondisi Intensitas

Cahaya 100% (0) dan Intensitas Cahaya 50% (1) selama percobaan ... 25 7. Rataan Luas Daun Spesifik (LDS) empat genotipe kedelai pada kondisi

kontrol (intensitas cahaya 100%) dan naungan 55% (intensitas cahaya 50%) pada 6 dan 9 MST ... 28 8. Rataan kandungan klorofil a empat genotipe kedelai pada kondisi

kontrol (intensitas cahaya 100%) dan naungan 55 % (intensitas cahaya 50%) pada 6 MST (A) dan 9 MST (B) ... 34 9. Rataan kandungan Klorofil b Empat Genotipe Kedelai pada Kondisi

Kontrol (intensitas cahaya 100%) dan Naungan 55 % (intensitas cahaya 50%) pada 6 MST (A) dan 9 MST (B) ... 38 10. Rataan rasio klorofil a/b empat genotipe kedelai pada kondisi kontrol

(intensitas cahaya 100%) dan naungan 55 % (intensitas cahaya 50%) pada 6 MST (A) dan 9 MST (B) ... 40

Lampiran

1. Denah Percobaan dengan tiga Ulangan (U) dan empat Genotipe Ceneng (G1), CG30-10 (G2), Cg 76-10 (G3), Godek (G4) ... 56 2. Alat yang digunakan dalam penelitian; Mikroskop (1), Timbangan (2),


(23)

Nomor Halaman Lampiran

3. Benih keempat Genotipe : Ceneng (G1), CG30-10 (G2), Cg 76-10 (G3), Godek (G4) ... 56 4. Kondisi umum percobaan pada 2 MST dengan Intensitas Cahaya 100%

(N0) dan Intensitas Cahaya 50 % (N1) ... 57 5. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai Genotipe : Ceneng (G1),

CG30-10 (G2), Cg 76-CG30-10 (G3), Godek (G4) pada 6 MST dengan Intensitas Cahaya 100% (N0) dan Intensitas Cahaya 50 % (N1) ... 57 6. Kerapatan Stomata pada Genotipe : Ceneng (G1), CG30-10 (G2),

CG76-10 (G3), Godek (G4) pada 6 MST dengan Intensitas Cahaya 100% (N0) dan Intensitas Cahaya 50 % (N1) ... 58 7. Kerapatan Trikoma pada Genotipe : Ceneng (G1), CG30-10 (G2), Cg

76-10 (G3), Godek (G4) pada 6 MST dengan Intensitas Cahaya 100% (N0) dan Intensitas Cahaya 50 % (N1) ... 59 8. Tebal Daun pada Genotipe : Ceneng (G1), CG30-10 (G2), Cg 76-10

(G3), Godek (G4) pada 6 MST dengan Intensitas Cahaya 100% (N0) dan Intensitas Cahaya 50 % (N1) ... 60


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Metode Analisis Kandungan Klorofil a dan b serta Rasio klorofil a/b ... 68 2. Metode Pengukuran Kerapatan Stomata ... 69 3. Metode Pengukuran Kerapatan Trikoma ... 70


(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L) Merr.) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi. Industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat, beragam makanan hasil komoditi ini sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan konsumsi kedelai untuk bahan pangan masyarakat Indonesia dan pakan ternak meningkat tiap tahunnya. Produksi kedelai di tahun 2008 sebesar 775.710 ton, sedangkan produksi kedelai Indonesia pada tahun 2009 meningkat sebesar 966.469 ton (Badan Pusat Statistik, 2009), akan tetapi masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi Indonesia. Dari 2,2 juta ton per tahun kebutuhan kedelai di Indonesia, baru 20-30 persennya berasal dari hasil produksi dalam negeri. Kurang lebih 70-80 persen dari kebutuhan kacang kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor. Oleh karenanya, strategi pengembangannya diarahkan pada upaya pengendalian impor yang sekaligus diikuti dengan program promosi yang intensif dalam upaya mencapai swasembada. Isu inilah yang menjadi perjuangan utama Indonesia di forum perdagangan dunia WTO sampai saat ini (Sutaryo, 2009).

Dalam rangka revitalisasi pertanian yang bertujuan agar tercipta swasembada kedelai pada tahun 2015 perlu adanya peningkatan produksi dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Kondisi ini mendorong perlunya pengembangan untuk menekan laju impor. Mengingat potensi lahan di Indonesia cukup luas dan jumlah penduduk cukup besar maka perlu dilakukannya peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, peningkatan kualitas produk, serta upaya-upaya lain yang mendukung berbagai pengembangan kedelai Indonesia.

Prioritas agroekosistem sasaran pengembangan kedelai perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kendala produksi yang minimal, peluang keberhasilan yang cukup tinggi, prasarana pendukung yang cukup baik dan ketersediaan SDM (petani) yang terampil. Perluasan area tanam yang merupakan bagian dari ekstensifikasi pertanian dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan gawangan untuk tanaman perkebunan pada masa TBM (Tanaman Belum


(26)

Menghasilkan) atau melalui tumpangsari di bawah tegakan tanaman perkebunan pada umur kurang dari empat tahun atau HTI. Oleh karena itu, pada masa tersebut disarankan ditanam tanaman yang tahan naungan tetapi memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Dephut, 1992). Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan untuk ditanam di bawah naungan adalah tanaman kedelai.

Saat ini telah banyak penelitian tentang galur kedelai yang toleran terhadap naungan. Salah satu upaya untuk meningkatkan areal tanam dan areal panen kedelai adalah mengembangkan budi daya tumpangsari kedelai dengan tanaman semusim atau tanaman tahunan, seperti tanaman karet dan sawit muda (sekitar tiga tahun pertama). Balitkabi merupakan salah satu lembaga yang melakukan penelitian tersebut. Balitkabi melakukan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas kedelai toleran naungan, yang sesuai dengan budi daya tumpangsari (Balitkabi, 2010).

Tanaman kedelai yang dinaungi mengalami etiolasi sehingga tanaman menjadi pucat dan rentan terhadap hama dan penyakit. Cekaman intensitas cahaya rendah juga mengakibatkan adanya perubahan karakter agronomi, anatomi, fisiologi, molukuler dan biokimia (klorofil, karoten, karbohidrat dan enzim rubisko) yang terkait dengan efisiensi fotosintesis (Sopandie et al., 2002). Perlakuan naungan menyebabkan tanaman kedelai tumbuh lebih tinggi, percabangan dan jumlah buku lebih sedikit (Elfarisna,2000;Putisari,2001).

Naungan 60% sejak perkecambahan mengakibatkan penurunan jumlah buku, jumlah cabang, diameter batang, jumlah polong dan hasil biji (Baharsjah, Suardi dan Las, 1985). Pemberian naungan 33% menurunkan hasil biji 28 galur kedelai yang diuji sebesar 2-45% dibandingkan tanpa naungan (Asadi et al.,1997). Kelompok toleran memiliki jumlah polong dan hasil biji per tanaman (34,35g/tanaman) tertinggi dibandingkan kelompok tanaman peka (Elfarisna, 2000).

Pengembangan kedelai yang adaptif untuk pola tumpangsari di bawah tegakan tanaman perkebunan telah dimulai oleh tim IPB (Sopandie et al.,2005) melalui penelitian fisiologi dan pemuliaan tanaman yang didanai oleh hibah bersaing tahun 2002-2003 dan Hibah Pascasarjana tahun 2004-2006. Kajian aspek agronomi mengenai karakter morfologi dan fisiologi penting dilakukan. Oleh


(27)

karena itu, penelitian tentang mekanisme fisiologi adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya 50% perlu dilakukan untuk menambah kajian-kajian pada berbagai penelitian sebelumnya. Sehingga kajian-kajian yang didapat akan bermanfaat dalam mendukung upaya pembentukan varietas unggul yang toleran terhadap naungan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh intensitas cahaya rendah dan genotipe terhadap karakter agronomi, morfo-anatomi dan pertumbuhan tanaman kedelai.

Hipotesis

1. Intensitas cahaya rendah berpengaruh terhadap karakter morfo-anatomi dan pertumbuhan tanaman kedelai.

2. Terdapat perbedaan pengaruh interaksi antara intensitas cahaya dan genotipe kedelai.

3. Terdapat perbedaan morfo-anatomi dan pertumbuhan yang berkaitan dengan mekanisme adaptasi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Kedelai

Menurut Hidajat (1985) tanaman kedelai merupakan tanaman semusim berupa semak rendah, tumbuh tegak, dengan berbagai morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10 sampai 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan tumbuhnya. Klasifikasi kedelai berdasarkan tatanama tumbuhan adalah ordo Rosales, famili Leguminosae, subfamili Papilionaceae, genus Glycine dan spesies Glycine max (Tjitrosoepomo,2000). Tanaman kedelai merupakan tanaman cash crop yang dibudidayakan di lahan sawah (± 60%) dan di lahan kering (± 40%) (Marwoto et al.,2005).

Daun pertama yang keluar dari buku di sebelah atas kotiledon, beberapa daun tunggal terbentuk sederhana dan letaknya berseberangan (Hidajat,1985). Menurut Shanmugasundaram dan Sumarno (1993) daun yang terbentuk kemudian beranak daun tiga, berselang-seling, licin atau berbulu. Anak daun berbentuk bundar telur dan lanset.

Sumarno dan Hartono (1983) menyatakan bahwa kedelai memiliki jenis bunga sempurna dengan penyerbukan bersifat menyerbuk sendiri. Hidajat (1985) menyatakan bahwa bunga kedelai terbentuk secara berkelompok pada ketiak daun, beragam tergantung kultivar dan lingkungan, berwarna putih atau ungu. Masa berbunga kedelai cukup panjang, berkisar antara 3-5 minggu untuk kultivar daerah iklim dingin, sedangkan untuk daerah tropik lebih singkat. Menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996) kedelai berbunga pada umur 30-50 hari setelah tanam (HST), dengan 60% bunga akan rontok sebelum membentuk polong.

Pembentukan polong membutuhkan waktu sekitar 21 hari. Polong terbentuk 10-14 hari setelah bunga pertama muncul. Tiap polong berisi 2-4 biji, ukuran dan berat biji tergantung varietas (Hidajat,1985). Warna polong beragam antara kuning hingga kuning kelabu, coklat dan hitam. Pemanenan dapat dilakukan kira-kira satu minggu setelah tanaman matang jika 90 % telah masak (Sumarno dan Hartono,1983)

Batang dan daun ditumbuhi bulu berwarna abu-abu atau coklat, tetapi ada juga varietas kedelai tidak berbulu. Pertumbuhan batang dapat dibedakan atas tiga


(29)

tipe, yaitu determinat, semideterminat dan interdeterminat. Jumlah buku dan ruas yang terbentuk pada batang utama tergantung dari reaksi genotipe terhadap panjang hari dan tipe tumbuh (Hidajat,1985). Pembentukan buku pada tanaman selesai pada umur 35 HST, yaitu setelah daun trifoliat kelima sudah berkembang dengan jumlah buku pada batang kira-kira 19 buah (Lersten dan Carlson, 1987).

Menurut Hidajat (1985) biji kedelai mempunyai bentuk yang berbeda tergantung kultivar, dapat berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur, namun sebagian besar kultivar bentuk bijinya bulat telur. Kulit biji dapat berwarna kuning, hijau, coklat, hitam atau campuran dari warna yang disebabkan oleh pigmen antosianin dalam sel, klorofil dalam plastida dan berbagai kombinasi dari uraian pigmen-pigmen dalam lapisan palisade dari epidermis. Biji kedelai berkecambah secara optimal pada suhu tanah 27-30oC.

Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah ada akar rambut pada akar utama atau akar cabang. Bintil akar terbentuk Rhizobium javonicum (Hidajat, 1985). Adanya bintil akar sebagai organ simbiosis memungkinkan kedelai untuk memfiksasi nitrogen dari udara. Akar kedelai termasuk akar tunggang. Akar tunggangnya bercabang-cabang mencapai 2 m, akar-akar sampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m pada kedalaman 10-15cm (Shanmugansundaram dan Sumarno, 1993).

Lingkungan Tumbuh Kedelai

Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Kedelai dibudidayakan pada daerah khatulistiwa, mulai letak lintang 55o U atau 55o S, dan pada ketinggian ± 2000 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu yang paling cocok bagi tanaman kedelai adalah daerah-daerah yang mempunyai suhu antara 10-30o C dan pada suhu 30o C perkecambahan terjadi (Shanmugasundaram dan Sumarno, 1993). Kondisi iklim Indonesia yang paling sesuai sebagai sentra produksi adalah daerah-daerah yang memiliki kondisi suhu antara 25-27o C, kelembaban udara (RH) rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam/hari dan curah hujan optimum 100-200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).


(30)

Rukmana dan Yuniarsih (1996) menyatakan bahwa kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan drainase dan aerasi yang baik. Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang mempunyai pH 5,8-7,0. Kedelai cocok ditanam pada tanah jenis Aluvial, Regosol, Grumusol dan Latosol.

Selama musim hujan penyinaran relatif singkat sehingga memberikan lingkungan yang baik bagi pathogen penyebab penyakit karat (Baharsjah et al.,1985). Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan bagi tanaman kedelai, CH rata-rata untuk kedelai adalah 1000 – 1500 mm/tahun (Arsyad dan Syam,1998). Peranan unsur iklim terutama sinar matahari menentukan tingkat produksi kedelai.

Intensitas Cahaya Rendah

Cahaya sangat besar pengaruhnya terhadap proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangannya, penutupan dan pembukaan stomata, berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz dan Zeiger, 1991; Salisbury dan Ross, 1995). Kedelai termasuk tanaman C3 yang

mempunyai tingkat fotorespirasi tinggi yang mengakibatkan hasil bersih fotosintesis lebih rendah dibandingkan tanaman C4. Radiasi matahari hanya akan

mempengaruhi proses fotosintesis tanaman C3 hingga tingkat tertentu.Pada

tanaman kedelai, radiasi matahari optimum untuk fotosintesis maksimal sebesar 0,3-0,8 kal/cm2/menit.

Intensitas cahaya dan lama penaungan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Penurunan intensitas cahaya menjadi 40 % sejak perkecambahan mengakibatkan pengurangan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong dan hasil biji (Baharsjah, Suardi dan Las, 1985). Menurut Elfarisna (2000), tinggi tanaman dipengaruhi sangat nyata oleh naungan, semakin tinggi taraf naungan, maka semakin tinggi tanaman. Jumlah cabang utama juga dipengaruhi nyata oleh naungan, semakin tinggi tanaman jumlah cabang semakin berkurang.

Cahaya matahari memancarkan spektrum cahaya tertentu yang dapat diserap dan dipantulkan. Tanaman dapat tumbuh pada spektrum cahaya dengan panjang gelombang 400-700 nm, yang biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR). Energi cahaya dikonversi ke molekul berenergi tinggi (ATP)


(31)

dan NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tanaman meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid termasuk xantofil menyerap PAR terbaik pada panjang gelombang tertentu. Kandungan pigmen-pigmen tersebut pada daun dapat menentukan warna daun (Gambar 1). Klorofil a menyerap cahaya tertinggi pada kisaran panjang gelombang 420nm dan 660nm. Klorofil b menyerap cahaya paling efektif pada panjang gelombang 440nm dan 640nm, sedangkan karotenoid termasuk xantofil mengabsobsi cahaya pada panjang gelombang 425nm dan 470nm (Yahya, 2007).

Gambar 1. Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman (Yahya, 2007)

Fotosintesis yang terjadi dalam keadaan ternaungi sangat bergantung pada intensitas cahaya yang ada. Menurut Prawiranata et al., (1995) fotosintesis tidak terjadi dalam keadaan gelap, tetapi dengan meningkatnya intensitas radiasi, laju fotosintesis meningkat. Hale dan Orchutt (1987) menyatakan bahwa reaksi tanaman akan berbeda bila dipindahkan pada intensitas cahaya yang berbeda. Tanaman dapat beradaptasi dengan dua cara, yaitu meningkatkan luas daun untuk mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi kerapatan respirasi agar dapat mempertahankan keseimbangan karbon dan titik kompensasi (kerapatan pengaliran untuk mencapai keseimbangan karbon).


(32)

Komponen utama radiasi surya yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Intensitas cahaya merupakan jumlah radiasi per satuan luas per satuan waktu. Menurut Boer et al., (1994) Intensitas Radiasi Surya (IRS) optimum untuk pertumbuhan dan hasil tanaman diperoleh pada kisaran 275-340 kal/cm2/hari. Wilayah yang memiliki rata-rata IRS selama musim pertumbuhan kurang dari 275 kal/cm2/hari disarankan untuk menanam kedelai dengan jarak tanam jarang agar diperoleh indeks luas daun (ILD) maksimum 3-3,5 dan sebaliknya untuk daerah dengan IRS rata-rata lebih dari 340 kal/cm2/hari disarankan menggunakan jarak tanam lebih rapat agar indeks luas daun lebih dari 4. Tanaman kedelai toleran terhadap tingkat radiasi rendah (sampai 223 kal/cm2/hari) apabila ILD maksimumnya 3 - 3,5.

Gambar 2. Adaptasi tanaman dalam naungan yang berperan penting dalam avoidance terhadap devisit cahaya (Levitt, 1980)

Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah

Fahmi (2003) menyatakan bahwa naungan akan mempengaruhi morfologi, anatomi dan fisiologi tanaman sebagai akibat adanya adaptasi tanaman terhadap


(33)

kondisi cekaman cahaya rendah. Mekanisme adaptasi tersebut sebagai upaya tanaman untuk dapat melakukan fotosintesa pada kondisi cahaya rendah sehingga dapat terus melangsungkan hidupnya.

Levitt (1980) menyatakan bahwa dalam mekanisme adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah, terdapat dua cara yaitu meningkatkan total intersepsi cahaya melalui peningkatan luas daun dan meningkatkan persentase cahaya yang digunakan dalam fotosíntesis melalui penurunan jumlah cahaya yang direfleksikan dan yang ditransmisikan. Penghindaran intensitas cahaya rendah dilakukan dengan tidak mengembangkan kutikula, lilin, dan bulu-bulu rambut pada permukaan daun serta meniadakan pigmen antosianin (Gambar 2).

Salisbury dan Ross (1995) menyimpulkan bahwa spesies toleran naungan memiliki ciri khas : (1) laju fotosíntesis yang jauh lebih rendah daripada cahaya penuh, (2) laju fotosíntesis mencapai jenuh pada tingkat radiasi yang jauh lebih rendah, (3) pada tingkat cahaya yang sangat rendah mampu berfotosintesis dengan laju yang lebih tinggi, dan (4) titik kompensasi cahaya sangat rendah.

Karakter Morfo-Anatomi dan Kandungan Klorofil

Menurut Salisbury dan Ross (1995) lapisan palisade pada daun yang ternaungi akan berkurang jumlahnya jika dibandingkan dengan palisade yang terdapat pada daun yang tidak ternaungi. Cara adaptasi tanaman menurut Fitter dan Hay (1989) adalah dengan meningkatkan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya dan luas daun. Oleh karena itu biasanya daun-daun yang ternaungi menjadi lebih tipis dan lebar karena terdapat perubahan di dalam lapisan mesofil dan palisade.

Daun tanaman budidaya kebanyakan mempunyai (a) permukaan luar rata dan luas, (b) lapisan pelindung atas dan bawah, (c) beberapa stomata per satuan luas, (d) ruang udara saling berhubungan didalamnya, (e) sejumlah banyak kloroplas, dan (f) saluran pembuluh. Daun yang ideal untuk fotosintesis ialah daun yang bertebal satu sel untuk memaksimumkan intersepsi cahaya per unit volume dan meminimkan jarak yang harus dilalui untuk pertukaran gas (Gardner et al.,1990).


(34)

Daun juga perlu perlindungan terhadap lingkungan maka daun perlu beberapa lapis sel dan lapisan permukaan pelindung, lapisan kutikula, dan lilin yang bersifat transparan dan dapat dilalui cahaya, tetapi tidak dapat dilalui CO2.

Karena itu daun mempunyai jendela pada permukaannya berupa stomata (Gardner et al.,1990). Kerapatan stomata daun berbeda-beda. Pada kedelai yang pernah diteliti kerapatan stomata antara 130-316 per mm2. Banyaknya stomata bisa berkurang bila kedelai ditanam di tempat yang cahayanya kurang (Leirsten dan Carlson,1987).

Penelitian Sopandie et al., (2002) menunjukkan bahwa naungan 50% menyebabkan penurunan kerapatan stomata. Dalam hal ini kelompok genotipe toleran mengalami persentase penurunan lebih sedikit dibanding genotipe peka, yaitu masing-masing 12% dan 32%. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa tumbuhan bisa mengatur letak kloroplas dan mengorientasikan daun sesuai dengan arah dan intensitas cahaya. Dalam situasi ternaungi kloroplas mengumpul ke dekat lapisan epidermis sehingga daun tampak lebih hijau.

Pemberian naungan menyebabkan terjadinya perubahan kandungan klorofil daun. Genotipe toleran memiliki kandungan klorofil a yang lebih tinggi dan rasio klorofil a/b yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe yang peka. Naungan meningkatkan kandungan klorofil a sebanyak 20%. Peningkatan kandungan klorofil a dan klorofil b ditunjukkan oleh tanaman yang beradaptasi pada defisit cahaya dengan tujuan memaksimalkan absorsi foton. Pada kondisi naungan 50 % kandungan klorofil pada genotipe peka lebih tinggi namun klorofil b lebih tinggi pada genotipe toleran (Sopandie et al.,2002).

Pembentukan klorofil a dipengaruhi oleh adanya cahaya yang mereduksi chlorophylide menjadi klorofil a, yang kemudian dioksidasi menjadi klorofil b. Terbentuknya klorofil b yang lebih banyak pada keadaan ternaungi diduga karena adanya ketidakseimbangan pembentukan klorofil a akibat pengurangan intensitas radiasi. Sementara konversi menjadi klorofil b relatif tidak dipengaruhi oleh intensitas secara langsung, sedangkan pembentukan klorofil a sangat dipengaruhi cahaya (Lawlor, 1987). Klorofil b merupakan bentuk spesial dari klorofil a yang dalam reaksinya membutuhkan O2 dan NADPH2. Klorofil menyusun sekitar 4%


(35)

bobot kering kloroplas, dan klorofil b berjumlah 1/3 dari klorofil a (Hall dan Rao, 1999).

Menurut Elfarisna (2000) peningkatan kandungan klorofil a, klorofil b dan penurunan rasio klorofil a/b merupakan salah satu mekanisme adaptasi tanaman yang mengalami cekaman naungan. Sopandie et al. (2002) menyatakan bahwa genotipe toleran memiliki kandungan klorofil a dan rasio klorofil a/b yang lebih tinggi dibandingkan genotipe peka. Naungan meningkatkan kandungan klorofil a sebanyak 20 % dan 40 – 50 % klorofil b. Peningkatan klorofil a dan b ditunjukkan oleh tanaman yang beradaptasi pada defisit cahaya dengan tujuan memaksimalkan absorbsi foton. Hidema et al. (1992) menyatakan Penurunan rasio klorofil a/b disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah klorofil b. Penurunan rasio tersebut merupakan upaya untuk memperluas ukuran antena fotosistem II.

Lawlor (1987) mengemukakan bahwa antena atau fotosistem menyerupai corong dengan susunan dari pigmen terluar adalah karotenoid, klorofil a dan klorofil b. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa pigmen yang menyerap cahaya terdapat pada membran tilakoid yang kemudian disusun ke dalam suatu rangkaian yang dinamakan fitosistem. Fotosistem yang berfungsi menyerap cahaya dengan panjang gelombang 400 – 700 nm mengandung 200 – 300 molekul klorofil dan 50 molekul karotenoid. Semua pigmen atau molekul yang terdapat pada fotosistem dinamakan antena.


(36)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Departemen Agronomi dan Hortikultura FAPERTA IPB. Pembuatan preparat paraffin tebal daun dan kerapatan stomata dilakukan di laboratorium Ekofisiologi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, FAPERTA IPB.

Bahan dan alat

Bahan tanaman yang digunakan meliputi empat genotipe, yang terdiri dari genotipe toleran (Ceneng) dan genotipe sensitif (Godek) serta genotipe CG 30-10 dan CG 76-10. Dosis pupuk yang diberikan adalah 30 kg N/ha, 100 kg K2O/ha

dan 100 kg P2O5/ha. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan

menggunakan pestisida yang sesuai kebutuhan.

Bahan kimia yang digunakan meliputi aseton 80 % untuk analisis klorofil, alcohol xylol, alcian blue, safranin, formalin dan asam asetat untuk analisis tebal daun serta glyserin dan cat kuku bening untuk pengukuran stomata.

Peralatan yang digunakan adalah alat ukur (meteran), timbangan, polybag, paranet 50 % dan alat budidaya. Peralatan lain yang digunakan meliputi Spektrofotometer (UV-1201, UV-VIS SHIM ADZU) (Gambar Lampiran 2), gelas ukur, mortal, eppendorf, mikroskop, micrometer dan preparat untuk analisis tebal daun serta jumlah daun.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) menggunakan tiga ulangan dengan anak petak tersarang pada petak utama digambarkan sesuai denah (Gambar Lampiran 1). Terdapat dua faktor, faktor pertama adalah tingkat intensitas cahaya (Gambar Lampiran 4) dan faktor kedua adalah empat genotipe kedelai yaitu Ceneng, CG 30-10, CG 76-10 dan Godek (Gambar Lampiran 3).


(37)

Model aditif linear yang digunakan adalah

Yijk = µ + αi + δik + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan:

i = 0,1 (intensitas cahaya) j = 1,2,3 & 4 (genotipe kedelai) k = 1,2 & 3 (ulangan)

Yijk = nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf dari faktor

naungan ke-i dan taraf ke-j dari faktor genotipe kedelai µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh aditif dari taraf naungan ke-i δik = pengaruh ulangan ke-k dalam naungan ke-i βj = pengaruh aditif dari taraf genotipe kedelai ke-j

(αβ)ij = pengaruh aditif dari interaksi faktor taraf ke-i dan faktor taraf ke -j εijk = Galat percobaan

Data dianalisa dengan uji F, untuk mengetahui pengaruh nyata akibat naungan, genotipe kedelai dan interaksi antara keduanya. Uji lanjut dilakukan bila pengaruh perlakuan tunggal atau interaksinya berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

Pupuk kandang ditambahkan ke dalam tanah dengan dosis 20 ton/ha, kemudian tanah dimasukkan ke dalam polybag ukuran sedang. Pembuatan naungan dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimum. Naungan dibuat dengan menggunakan paranet 55 %.

Benih kedelai ditanam dalam polybag dengan tiga benih per lubang tanam, jarak antar polybag 30 cm x 30 cm. Pemupukan dilakukan pada 2 MST mengelilingi tanaman dengan jarak 7-9 cm.

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara kimiawi dan manual. Sebelum dilakukan penanaman untuk membersihkan lahan dari gulma dilakukan penyemprotan gramoxon dengan dosis 0.5 cc/liter kemudian dilakukan pengendalian gulma secara manual tiap minggu sekali. Pengendalian hama dan


(38)

penyakit dilakukan secara kimiawi yaitu penyemprotan Dursban dengan dosis 2cc/liter dan Decis dengan dosis 0.5cc/liter. Penyiraman dilakukan sesuai kondisi lapang, jika tidak hujan maka dilakukan penyiraman satu kali sehari.

Pemanenan dilakukan saat 90 % dari populasi polong per tanaman contoh sudah matang, yang dicirikan dengan warna polong kuning kecoklatan dan daun gugur. Waktu panen berbeda-beda, tergantung pada genotipe masing-masing dan intensitas cahaya yang diterima.

Pengamatan

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi :

Pertumbuhan Tanaman

1. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan seminggu sekali mulai 2-9 MST. Tinggi tanaman diukur dari kotiledon sampai titik tumbuh yang terletak di ujung batang.

2. Jumlah daun trifoliat

Jumlah daun dihitung mulai daun trifoliat pertama sampai daun yang sudah terbuka penuh dan dilakukan seminggu sekali mulai 2-9 MST. 3. Jumlah Buku

Jumlah buku dihitung mulai buku yang berada pada ujung tajuk hingga akhir mendekati akar. Pengamatan dilakukan setiap minggu 2-9 MST.

Karakter Morfo-Anatomi

1. Tebal daun

Dilakukan satu kali pada 9 MST. Daun yang diamati merupakan daun kanan (Gambar 3) dari daun trifoliat ketiga dari pucuk dengan pembuatan preparat parafin. Metode pengukuran tebal daun disajikan pada Gambar Lampiran 1 dan 2.

2. Kerapatan Stomata

Dilakukan sesuai prosedur pengukuran kerapatan stomata pada 6 dan 9 MST. Daun yang diamati merupakan daun kiri (Gambar 3) dari daun trifoliat ketiga dari pucuk batang utama. Metode pengukuran kerapatan stomata disajikan pada Lampiran 1.


(39)

3. Kerapatan Trikoma

Dilakukan sesuai prosedur pengukuran kerapatan Trikoma pada 6 dan 9 MST. Daun yang diamati merupakan daun kiri (Gambar 3) dari daun trifoliat ketiga dari pucuk batang utama. Metode pengukuran kerapatan stomata disajikan pada Lampiran 2.

Gambar 3. Pengamatan daun untuk berbagai analisis daun dalam penelitian. 4. Luas daun spesifik

Diukur sekali pada saat vegetatif aktif (6 MST). 5. Kandungan klorofil a

6. Kandungan klorofil b 7. Rasio klorofil a/b

Karakter fisiologi (Kandungan Klorofil) yang diamati dilakukan dua kali pada 6 dan 9 MST, daun yang diamati adalah daun tengah (Gambar 3) dari daun trifoliet ketiga dari pucuk batang utama. Sampel daun diekstrak dengan menggunakan Dimethyl sulfoxide (DMSO) dan dikuantifikasi menggunakan metode metode Arnon (1949). Metode analisis klorofil disajikan pada Lampiran 3.

Karakter Panen

Pengamatan karakter panen dilakukan hanya pada tiga genotipe yaitu Ceneng, CG 76-10 dan CG 30-10. Hal ini disebabkan pada saat satu hingga tiga


(40)

MST jumlah tanaman genotipe Godek tidak memenuhi ketentuan pada penelitian ini. Genotipe godek mengalami gangguan pertumbuhan karena terserang hama dan penyakit sehingga penanaman kembali dilakukan satu bulan setelah penanaman genotipe lainnya. Hilangnya data panen pada genotipe Godek diakibatkan terjadi musibah disaat pemanenan, juga menjadi penyebab pengamatan karakter panen dilakukan hanya pada tiga genotipe.

1. Jumlah Polong Isi

Perhitungan satu kali, yaitu saat panen dengan menghitung jumlah polong isi.

2. Jumlah Polong Hampa

Dilakukan pada saat panen dengan menghitung jumlah polong hampa. 3. Jumlah Polong Total

Dilakukan pada saat panen dengan menghitung jumlah seluruh polong dari polong isi dan polong hampa.

4. Bobot 100 butir (gram)

Dilakukan dengan menimbang 100 butir biji kering pada tiap perlakuan. 5. Bobot Kering Tajuk (gram)

Dilakukan saat panen dengan menimbang tajuk yang sudah dikeringkan. 6. Bobot Kering Akar (gram)

Dilakukan saat panen dengan menimbang akar yang sudah dikeringkan. 7. Indeks Panen (IP)

Dihitung dengan rumus :


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007, dengan curah hujan rata-rata 219.48 mm/bulan (Tabel 1), sedangkan curah hujan paling optimum menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996) yaitu antara 100 - 200 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Juni 2007 ketika benih baru ditanam. Curah hujan terendah terdapat pada bulan Juli 2007 ketika tanaman kedelai sedang berbunga. Jumlah total hari hujan selama penelitian adalah 78 hari hujan.

Tabel 1. Data Iklim Lokasi Cikabayan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor selama Penelitian Berlangsung

Bulan Curah Hujan (mm/bulan)

Intensitas Cahaya (kal/cm2/hari)

Suhu Minimum

(oC)

Suhu Maksimum

(oC)

Juni 274 253 31.4 22.3

Juli 134 272 31.7 21.8

Agustus 248 317 31.9 21.3

September 205.9 322.7 32.6 21.6

Oktober 235.5 309.7 32.7 22.3

Rata-rata 219.48 294.88 32.06 21.86

Sumber : Stasiun Klimatologi, Darmaga (2007)

Berdasarkan data dari stasiun klimatologi, intensitas cahaya rata-rata selama penelitian sebesar 294.88 kal/cm2/hari (Tabel 1), sedangkan menurut Baharsjah et al. (1985) intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis pada kedelai antara 432 – 1152 kal/cm2/hari. Suhu minimum rata-rata selama penelitian adalah 21.86oC dan suhu maksimum rata-rata selama penelitian sekitar 32.06oC (Tabel 1). Shanmugasundaram dan Sumarno (1993) menyatakan bahwa suhu yang paling cocok bagi tanaman kedelai 10-30 oC.

Menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996) kelembaban udara (RH) rata-rata yang baik bagi pertumbuhan tanaman kedelai adalah 65%, sedangkan kelembaban udara (RH) rata-rata selama penelitian berlangsung yaitu 80.2%. Hal ini


(42)

memungkinkan mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit. Daya kecambah benih keempat genotipe kurang dari 80%, penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 HST dan 6 HST untuk mempertahankan populasi. Kedelai genotipe Godek tidak memenuhi jumlah populasi sehingga dilakukan penanaman ulang pada tanggal 7 Juli 2007. Hal ini disebabkan kedelai genotipe Godek merupakan kedelai yang paling mudah terserang penyakit dan hama benih. Hama dan penyakit yang ditemui selama penelitian berlangsung yaitu lalat bibit, belalang (Oxya sinensis), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat perangkai daun (Lamposema indica), kepik hijau (Nezara viridula), kutu daun (Aphis glycine), penghisap polong (Riptortus linearis), penyakit karat dan sapu setan.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada tanggal 23 Juni 2007, 10 Juli 2007 dan 16 September 2007 dengan penyemprotan Dursban dan Decis. Dosis yang digunakan 2 cc/liter Dursban dan 0.5 cc/liter Decis. Hama dan penyakit lebih banyak dijumpai pada tanaman kontrol dibandingkan dengan tanaman naungan.

Gulma yang ditemui di lapang adalah Boreria laevis, Axonopus compresus, Ageratum conyzoides, Cleome rutidospermae, Mimosa pudica, serta Phyllantus niruri. Pengendalian gulma dilakukan secara manual seminggu sekali. Tanaman yang dinaungi memiliki kondisi fisik; batang lebih tinggi, jumlah daun dan buku lebih sedikit, daun lebih lebar dan tipis dibandingkan dengan tanaman kontrol. Pengajiran dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST (Minggu Setelah Tanam). Hal ini dikarenakan tanaman yang ditanam di dalam paranet 55% dengan intensitas cahaya 50% mengalami pertumbuhan yang kurang baik dan kurang kokoh sehingga batang dapat rebah saat angin bertiup.

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh intensitas cahaya, genotipe dan interaksinya terhadap karakter agronomi dan fisiologi tanaman kedelai disajikan pada Tabel 2. Secara umum, tanaman kedelai yang ditumbuhkan di bawah paranet 55% dengan intensitas cahaya 50% menunjukkan gejala etiolasi, hal ini terlihat dari panjang internode selama masa pertumbuhan. Selain itu daun kedelai di bawah naungan memiliki ketebalan daun lebih tipis dan luas daun yang lebih lebar dibandingkan tanaman kontrol. Dilihat dari karakter panen yang diamati, hasil


(43)

panen tanaman dengan perlakuan intensitas cahaya 100% lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan intensitas cahaya 50%.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Intensitas Cahaya, Genotipe dan Interaksinya terhadap Karakter Agronomi dan Fisiologi Tanaman Kedelai

Peubah Tanaman Umur (MST)

Intensitas Cahaya

(IC)

Genotipe

(G) IC x G KK

A. Pertumbuhan Tanaman :

Tinggi Tanaman 2 ** tn * 21.19

3 ** tn tn 22.97

4 ** tn tn 23.51

5 ** tn tn 25.91

6 ** tn tn 24.97

7 ** tn tn 19.83

8 ** tn tn 18.69

9 ** tn tn 19.62

Jumlah Daun Trifoliat 2 ** * tn 22.64

3 tn * tn 15.71

4 tn * tn 20.01

5 tn * tn 25.38

6 tn * tn 5.50a)

7 tn ** tn 22.47

8 tn * tn 25.85

9 * ** * 18.76

Jumlah Buku 2 ** tn tn 12.54

3 ** * * 15.23

4 * ** tn 18.85

5 tn * tn 26.69

6 tn * tn 5.65a)

7 tn ** ** 18.00

8 tn ** tn 24.89

9 ** ** tn 19.57

Luas Daun Spesifik 6 tn * * 11.98

9 ** * tn 19.44

B. Karakter Morfo-Anatomi :

Tebal Daun 9 ** ** ** 4.49

Kerapatan Stomata 6 ** ** tn 16.29

9 ** ** tn 11.72

Kerapatan Trikoma 6 tn tn tn 26.90

9 ** * tn 16.16

Keterangan: KK : Koefisien Keragaman

a) : Hasil transformasi √x ** : Berbeda Nyata pada α = 1% tn : tidak berbeda nyata


(44)

Lanjutan Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Intensitas Cahaya, Genotipe dan Interaksinya terhadap Karakter Agronomi dan Fisiologi Tanaman Kedelai

Peubah Tanaman Umur (MST)

Intensitas Cahaya

(IC)

Genotipe

(G) IC x G KK

C. Karakter Fisiologi :

Klorofil A 6 * ** tn 16.34

9 tn * tn 22.47

Klorofil B 6 ** * tn 13.41

9 tn tn tn 27.36

Rasio Klorofil 6 tn ** tn 7.54

9 tn tn tn 2.17 a)

D. Karakter Panen :

Jumlah Polong Isi ** tn tn 25.03

Jumlah Polong Hampa ** tn tn 5.91 a)

Jumlah Polong Total ** tn tn 18.16

Bobot 100 Butir tn ** * 9.40

Bobot Kering Tajuk ** tn tn 19.35

Bobot Kering Akar ** tn tn 18.39

Indeks Panen ** tn tn 10.75

Keterangan: KK : Koefisien Keragaman * : Berbeda Nyata pada α = 5%

a)

: Hasil transformasi √x ** : Berbeda Nyata pada α = 1% tn :tidak berbeda nyata

A. Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tanaman

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 sampai 9 MST, genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 sampai 9 MST, sedangkan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata pada 2 MST. Analisis ragam peubah tinggi tanaman ditampilkan pada Tabel Lampiran 1. Grafik Pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 2.

Board (2000) menyatakan bahwa pada pertumbuhan fase vegetatif tanaman kedelai, faktor kualitas dan kuantitas cahaya dapat mempengaruhi ukuran panjang, diameter batang dan kepadatan batang. Tanpa meninjau pengaruhnya


(45)

terhadap fotosintesis, kedua faktor tersebut mempengaruhi perkembangan dan morfologi tanaman yang disebut dengan istilah fotomorfogenesis. Sebagai contoh, pada satu kapasitas fotosintesa yang sama, bagian batang yang menerima cahaya lebih banyak akan mengalami pertumbuhan pemanjangan yang lebih pendek. Kualitas cahaya lebih banyak ditentukan oleh rasio antara cahaya merah (R) dengan merah jauh (FR) dan radiasi cahaya biru yang dalam hal ini juga mempengaruhi proses pemanjangan batang.

Tabel 3. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Tinggi Tanaman Kedelai pada Umur 5 MST

Genotipe Intensitas Cahaya % Kontrol Rata-Rata

100% 50%

...cm ...

Ceneng 19.05 d 51.89 ab 272.39 35.47 g

CG 30-10 19.67 d 47.22 ab 240.06 33.45 g

CG 76-10 17.56 d 55.46 a 315.83 36.51 g

Godek 28.86 cd 38.89 bc 134.75 33.88 g

Rata-Rata 21.29 k 48.36 j

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom intensitas cahaya dan rata-rata serta baris rata-rata-rata-rata tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5 %.

Genotipe CG 76-10 pada saat tanaman kedelai berumur 5 MST memiliki tinggi tanaman tertinggi dan berbeda nyata dengan ketiga genotipe lainnya, yaitu 55.46 cm. Rataan peningkatan tinggi yang terjadi akibat naungan sebesar 127.21 %, yaitu dari 21.29 cm menjadi 48.36 cm (Tabel 3). Tanaman yang mengalami cekaman intensitas cahaya rendah akan meningkatkan tinggi tanaman untuk meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya.

Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) auksin yang tertimbun di sisi batang dengan penangkapan cahaya yang rendah dapat mengakibatkan pemanjangan yang lebih cepat sehingga terjadi etiolasi dalam naungan. Salisbury dan Ross (1995) mengemukakan hal yang serupa. Hal yang sejalan dikemukakan oleh Agusta dan Santosa (2005) kondisi ternaungi membuat tanaman kedelai tumbuh lebih memanjang dibandingkan dengan pada keadaan terbuka. Pemberian naungan pada suatu penambahan kontinu di lapang tidaklah dapat memperbaiki keadaan pertumbuhan tanaman, membuat tanaman menjadi lebih tinggi. Tanaman


(46)

yang tumbuh lebih dari 1 m tampak rebah dan tumbuh merayap yang tidak menguntungkan pada penanaman kedelai.

Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Empat Genotipe Kedelai pada Intensitas Cahaya 100% (0) dan Intensitas Cahaya 50% (1) selama percobaan G1: Ceneng, G2 : CG 30-10, G3 : CG 76-10, G4 : Godeg

Tanaman yang ditumbuhkan di bawah naungan paranet 55% lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol (cahaya 100%) untuk semua genotipe. Hal ini terlihat pada Gambar 4. Perubahan tinggi terbesar terlihat pada umur tanaman 4 hingga 6 MST. Sedangkan di umur 8 MST pertumbuhan tanaman kontrol dan genotipe Godek yang ternaungi sudah mulai terhenti, namun pada tanaman lain yang dinaungi masih mengalami pertambahan tinggi. Walaupun pertambahan tinggi pada tanaman-tanaman tersebut sangat kecil. Hal tersebut diakibatkan adanya proses etiolasi yang terjadi pada saat proses pemanjangan batang. Diduga proses etiolasi yang terus terjadi pada tanaman yang ternaungi, adalah suatu cara agar tanaman dapat menangkap cahaya lebih efisien.

Jumlah Daun Trifoliet

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata pada 2 MST dan berpengaruh nyata pada 9 MST, genotipe berpengaruh sangat nyata pada 7 dan 9 MST serta berpengaruh nyata pada 2-6 dan 8 MST, sedangkan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata


(47)

pada 9 MST terhadap jumlah daun trifoliet. Analisis ragam peubah jumlah daun trifoliet ditampilkan pada Tabel Lampiran 2. Grafik pertumbuhan jumlah daun disajikan pada Gambar 5. Kenaikan jumlah daun terjadi saat umur 2 MST dengan persentase peningkatan terbesar yaitu 39.01%, peningkatan jumlah daun kedelai terjadi dari 1.14 daun pada perlakuan kontrol menjadi 1.58 daun pada perlakuan naungan. Sedangkan jumlah daun pada umur 7, 8 dan 9 mengalami persentase penurunan rata-rata jumlah daun sebesar 2.327%, 18.161% dan 42.015 %.

Gambar 5. Pertumbuhan Jumlah Daun Empat Genotipe Kedelai pada Intensitas Cahaya 100% (0) dan Intensitas Cahaya 50% (1) selama percobaan G1: Ceneng, G2 : CG 30-10, G3 : CG 76-10, G4 : Godeg

Penurunan jumlah daun akibat intensitas cahaya rendah pada tiap genotipe berbeda diduga akibat adanya serangan hama dan penyakit. Tanaman kontrol sangat peka terserang hama dan penyakit sehingga mudah terserang hama dan penyakit. Selain itu, genotipe Ceneng, CG 30-10 dan CG 76-10 merupakan genotipe yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah sehingga tahan terhadap efek yang ditimbulkan akibat adanya cekaman intensitas cahaya rendah.

Penelitian Mulyana (2006), Muhuria (2007) dan Kisman (2007) menunjukkan bahwa naungan paranet 55 % menurunkan jumlah daun trifoliat pada tanaman kedelai. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa persentase penurunan jumlah daun rata-rata terbesar 42.02 % terjadi pada umur 9 MST dari 40.73 daun pada perlakuan kontrol menjadi 28.68 daun pada tanaman yang dinaungi. Genotipe godeg mengalami persentase penurunan rata-rata terbesar


(48)

(43.44 %), sedangkan genotipe ceneng mengalami persentase penurunan rata-rata terkecil (9.07%).

Tabel 4. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Jumlah daun trifoliat Kedelai pada Umur 9 MST

Genotipe Intensitas Cahaya % Kontrol Rata-Rata

100% 50%

Ceneng 27.56bcd 25.06cd 9.07 26.31k

CG 30-10 30.00bcd 22.56d 24.80 26.28k

CG 76-10 40.33b 30.33bcd 24.80 35.33jk

Godek 65.03a 36.78bc 43.44 50.91i

Rata-Rata 40.73ij 28.68k

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom intensitas cahaya dan rata-rata serta baris rata-rata-rata-rata tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5 %.

Cahaya sangat besar pengaruhnya terhadap proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangannya, penutupan dan pembukaan stomata, berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz dan Zeiger, 2002). Salah satu ciri tanaman yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan adalah bertambahnya jumlah daun. Jumlah daun tanaman yang dinaungi lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanaman kontrol, hal tersebut merupakan efek dari cekaman intensitas cahaya rendah.

Genotipe Godek merupakan tanaman yang peka terhadap intensitas cahaya rendah sehingga pada naungan paranet 55% tanaman ini memiliki jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5). Hal ini disebabkan karena proses penuaan berupa penguningan daun bagian bawah pada masa pertumbuhannya lebih cepat daripada tanaman kontrol sehingga daun lebih cepat gugur.

Jumlah Buku

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) dapat diketahui bahwa intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata pada 2, 3 dan 9 MST serta berpengaruh nyata pada 4 MST, genotipe berpengaruh sangat nyata pada 4, 8 dan 9 MST serta berpengaruh nyata pada 3, 5 dan 6 MST, sedangkan interaksi antara keduanya berpengaruh sangat nyata pada 7 MST serta berpengaruh nyata pada 3


(49)

MST terhadap jumlah buku tanaman kedelai. Analisis ragam peubah jumlah buku ditampilkan pada Tabel Lampiran 3.

Gambar 6. Rataan Jumlah Buku Empat Genotipe Kedelai pada Kondisi Kontrol (0) dan Naungan 50 % (1) selama Percobaan

G1: Ceneng, G2 : CG 30-10, G3 : CG 76-10, G4 : Godeg

Pertambahan jumlah buku berbanding lurus dengan pertambahan jumlah daun. Pada percobaan ini terlihat jumlah buku pada semua perlakuan berbanding lurus dengan jumlah daun pada perlakuan yang sama (Gambar 5 dan Gambar 6). Menurut Sundari et al., (2005) hubungan antara Intensitas Cahaya Rendah (ICR) dengan jumlah daun bersifat linear positif, artinya peningkatan ICR diikuti peningkatan jumlah daun. Peningkatan jumlah daun sebanding dengan peningkatan jumlah buku.

Pada Gambar 6 terlihat tanaman kedelai umur 3 MST yang ditanam pada intensitas cahaya 100% rata-rata memiliki jumlah buku lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman pada intensitas cahaya 50 %. Persentase kenaikan jumlah buku tersebut sebesar 38.34 % yaitu dari 3.51 buku pada tanaman kontrol menjadi 4.86 buku pada tanaman yang dinaungi. Sedangkan pada genotipe yang peka terhadap intensitas cahaya rendah (Godek) mengalami penurunan jumlah buku dari 5.33 buku pada tanaman kontrol menjadi 5.167 buku pada tanaman yang dinaungi paranet 55%.

Pada umur 2, 3, 4, dan 6 MST jumlah buku perlakuan intensitas cahaya 50% lebih banyak jika dibandingkan tanaman pada perlakuan intensitas cahaya


(50)

100%, sedangkan pada umur 5, 7, 8, dan 9 MST jumlah buku perlakuan intensitas cahaya 50% lebih sedikit jika dibandingkan tanaman pada perlakuan intensitas cahaya 100% (Gambar 6). Kenaikan jumlah buku pada tanaman ternaungi disebabkan adanya pengaruh reaksi pertumbuhan tiap genotipe berbeda-beda. Genotipe Ceneng, CG 30-10 dan CG 76-10 merupakan genotipe yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah sehingga tahan terhadap efek yang ditimbulkan akibat adanya cekaman intensitas cahaya rendah. Gejala etiolasi sebagai efek cekaman intensitas rendah pada ketiga genotipe tersebut baru terlihat ketika umur 5 MST. Genotipe Godek merupakan genotipe yang peka terhadap intensitas cahaya rendah sehingga sejak umur 2 MST sudah menunjukkan gejala etiolasi. Tabel 5. Pengaruh Genotipe, Intensitas Cahaya dan Interaksinya terhadap Jumlah

Buku Tanaman Kedelai pada Umur 9 MST

Genotipe Intensitas Cahaya % Kontrol Rata-Rata 100% 50%

Ceneng 37.92bc 29.00c 23.52 33.46j CG 30-10 34.33bc 26.11c 23.94 30.22j CG 76-10 44.78b 35.83bc 19.99 40.31i Godek 62.67a 44.64b 28.77 53.66i

Rata-Rata 44.93i 33.90j

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom intensitas cahaya dan rata-rata serta baris rata-rata-rata-rata tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5 %.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa penurunan persentase rata-rata jumlah buku tanaman saat umur 9 MST sebesar 24.55% dari 44.93 buku pada tanaman kontrol menjadi 33.90 buku pada tanaman yang dinaungi. Persentase penurunan jumlah buku akibat intensitas cahaya 50% yang terendah (19.99%) terjadi pada genotipe CG 76-30, sedangkan persentase penurunan jumlah buku tertinggi (28.77%) terjadi pada genotipe godek sehingga dapat disimpulkan tanaman CG 76-30 memiliki daya adaptasi paling tinggi dibandingkan genotipe lainnya, sedangkan genotipe godek merupakan genotipe paling peka terhadap intensitas cahaya 50%.

Baharsjah et al. (1985) menyatakan bahwa penurunan intensitas cahaya menjadi 40 % sejak perkecambahan mengakibatkan pengurangan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong dan hasil biji. Penurunan jumlah buku menyebabkan jumlah daun tanaman ternaungi lebih sedikit dibandingkan dengan


(1)

Tabel 7. Analisis Ragam Peubah Kerapatan Trikoma pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Umur

tanaman(MST) Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 1273.133 0.0519 tn 26.904

6 Galat a 4 153.582 0.6949

Genotipe (G) 3 617.847 0.1338 tn Interaksi I*G 3 27.580 0.9580 tn

Galat b 12 273.392

Total 23

Intensitas Cahaya (I) 1 2637.119 0.0004** 16.160

9 Galat a 4 183.015 0.2209

Genotipe (G) 3 502.192 0.0232 * Interaksi I*G 3 100.460 0.4619 tn

Galat b 12 109.537

Total 23

Tabel 8. Analisis Ragam Peubah Kandungan Klorofil a pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Umur

tanaman(MST) Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 0.268 0.0180* 16.337

6 Galat a 4 0.110 0.0588

Genotipe (G) 3 0.645 <.0001** Interaksi I*G 3 0.109 0.0700 tn

Galat b 12 0.036

Total 23

Intensitas Cahaya (I) 1 0.004 0.7345 tn 22.474

9 Galat a 4 0.014 0.8215

Genotipe (G) 3 0.291 0.0035*

Interaksi I*G 3 0.012 0.8149 tn

Galat b 12 0.037

Total 23

Tabel 9. Analisis Ragam Peubah Kandungan Klorofil b pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Umur

tanaman(MST) Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 0.048 0.0057 ** 13.408

6 Galat a 4 0.021 0.0136

Genotipe (G) 3 0.017 0.0316 *

Interaksi I*G 3 0.017 0.0347 tn

Galat b 12 0.004

Total 23

Intensitas Cahaya (I) 1 0.019 0.3507 tn 27.360

9 Galat a 4 0.008 0.8022

Genotipe (G) 3 0.001 0.9834 tn

Interaksi I*G 3 0.013 0.5955 tn

Galat b 12 0.020


(2)

Tabel 10. Analisis Ragam Peubah Rasio Klorofil a/b pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Umur

tanaman(MST) Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 0.031 0.3439 tn 7.537

6 Galat a 4 0.035 0.4065

Genotipe (G) 3 1.831 <.0001** Interaksi I*G 3 0.016 0.6817 tn

Galat b 12 0.032

Total 23

Intensitas Cahaya (I) 1 0.753 0.2039 tn 2.166a)

9 Galat a 4 0.252 0.8735

Genotipe (G) 3 0.922 0.1248 tn

Interaksi I*G 3 0.240 0.6376 tn

Galat b 12 0.397

Total 23

Tabel 11. Analisis Ragam Peubah Jumlah Polong Isi pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 7704.501 0.0004** 25.03

Galat a 4 655.844 0.0897

Genotipe (G) 2 692.840 0.0994 tn

Interaksi I*G 2 379.687 0.2405tn

Galat b 8 221.790

Total 17

Tabel 12. Analisis Ragam Peubah Jumlah Polong Hampa pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 0.623 0.0051** 5.912a)

Galat a 4 0.069 0.2626

Genotipe (G) 2 0.081 0.2130tn

Interaksi I*G 2 0.118 0.1232tn

Galat b 8 0.043

Total 17

Tabel 13. Analisis Ragam Peubah Jumlah Polong Total pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 12974.779 <.0001** 18.158

Galat a 4 1060.631 0.0327

Genotipe (G) 2 619.228 0.1302 tn

Interaksi I*G 2 91.769 0.6867 tn

Galat b 8 232.827


(3)

Tabel 14. Analisis Ragam Peubah Bobot 100 Butir pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 0.124 0.6714 tn 9.404

Galat a 4 0.768 0.3813

Genotipe (G) 2 6.643 0.0060**

Interaksi I*G 2 3.077 0.0425*

Galat b 8 0.640

Total 17

Tabel 15. Analisis Ragam Peubah Bobot Kering Tajuk pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 295.634 0.0038** 19.353

Galat a 4 69.338 0.0516

Genotipe (G) 2 1.433 0.9254 tn

Interaksi I*G 2 30.515 0.2482 tn

Galat b 8 18.306

Total 17

Tabel 16. Analisis Ragam Peubah Bobot Kering Akar pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 2.269 0.0035 ** 18.388

Galat a 4 0.671 0.0268

Genotipe (G) 2 0.130 0.4239 tn

Interaksi I*G 2 0.060 0.6569 tn

Galat b 8 0.136

Total 17

Tabel 17. Analisis Ragam Peubah Indeks Panen pada Tingkatan Intensitas Cahaya 50% dan 100% dan Genotipe Kedelai

Sumber Keragaman DB KT Pr > F KK

Intensitas Cahaya (I) 1 0.17840 <.0001** 10.754

Galat a 4 0.00097 0.6278

Genotipe (G) 2 0.00002 0.9875 tn

Interaksi I*G 2 0.00088 0.5653 tn

Galat b 8 0.00143

Total 17

Ket = DB : Derajat Bebas KT : Kuadrat Tengah

KK : Koefisien Keragaman a) : Hasil transformasi √x

tn : tidak berbeda nyata * : Berbeda Nyata pada α = 5% ** : Berbeda Nyata pada α = 1%


(4)

Lampiran 1. Metode Analisis Kandungan Klorofil a dan b serta Rasio klorofil a/b Bahan : Sampel Daun Kedelai, aseton 80 %

Alat : Mortal, mikrotube 2 ml, tabung reaksi 10 ml, Sentrifuge, dan Spektofotometer

Metode :

a. Haluskan 50 mg daun tanaman sampel menggunakan mortal. b. Daun yang sudah dihaluskan diberi aseton 80 % sebanyak 2 ml.

c. Masukkan sampel daun yang sudah dihaluskan ke dalam mikrotube 2 ml. d. Mikrotube disentrifuge sampai membentuk endapan dan cairan lalu tuang

cairan ke dalam tabung reaksi 10 ml. Sentrifuge dilakukan sekitar 3-4 kali sampai cairan yang dihasilkan tidak membentuk warna.

e. Hasil ekstraksi daun yang sudah dihaluskan tersebut ditera 10 ml menggunakan aseton 80 %.

f. Kemudian ekstrak daun diukur absorbannya dengan menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 645 nm dan 663 nm.

Cara perhitungan :

1. Klorofil a = ((12.7x A 663 nm) - (2.69xA 645 nm)) x 0.01 Bobot contoh (mg)

2. Klorofil b = ((22.9x A 645 nm) - (4.68xA 663 nm)) x 0.01 Bobot contoh (mg)

3. Rasio klorofil a/b = Klorofil a Klorofil b Keterangan :


(5)

Lampiran 2. Metode Pengukuran Kerapatan Stomata

Bahan : Sampel Daun Kedelai, glycerin, aquades, safranin dan cat kuku bening. Alat : Kaca Objek, selotif, dan mikroskop.

Metode :

a. Daun kedelai bagian bawah diolesi cat kuku bening secara rata dan tipis. b. Lapisan cat kuku bening yang telah kering dikelupas menggunakan selotif. c. Potongan selotif yang mengandung lapisan cat kuku bening (epidermis

daun) diletakkan pada kaca objek.

d. Preparat tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x 10 e. Jumlah stomata yang terlihat dalam bidang hitung, sehingga didapat

jumlah stomata per luas bidang pandang tersebut.

f. Diameter bidang pandang pada perbesaran 100 x 10 diukur menggunakan mikrometer untuk menghitung luas bidang pandang tersebut.

g.

Luas bidang pandang dihitung dengan rumus : A = π r2 Keterangan : A = Luas bidang pandang

π = tetapan (3.14)

r = diameter bidang pandang : 2


(6)

Lampiran 3. Metode Pengukuran Kerapatan Trikoma

Bahan : Sampel Daun Kedelai, glycerin, aquades, safranin dan cat kuku bening. Alat : Kaca Objek, selotif, dan mikroskop.

Metode :

a. Daun kedelai bagian atas diolesi cat kuku bening secara rata dan tipis. b. Lapisan cat kuku bening yang telah kering dikelupas menggunakan selotif. c. Potongan selotif yang mengandung lapisan cat kuku bening (epidermis

daun) diletakkan pada kaca objek.

d. Preparat tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 e. Jumlah trikoma yang terlihat dalam bidang hitung, sehingga didapat

jumlah trikoma per luas bidang pandang tersebut.

f. Diameter bidang pandang pada perbesaran 40 x 10 diukur menggunakan mikrometer untuk menghitung luas bidang pandang tersebut.

g. Luas bidang pandang dihitung dengan rumus : A = π r2 Keterangan : A = Luas bidang pandang

π = tetapan (3.14)

r = diameter bidang pandang : 2