Mekanisme adaptasi kedelai (Glycine max (L) Merrill) terhadap cekaman intensitas cahaya rendah

MEKANISME ADAPTASI
KEDELAI [Glycine max (L) Merrill]
TERHADAP
CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH

AKHMAD JUFRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1

2006

2

ABSTRAK
AKHMAD JUFRI. Mekanisme Adaptasi Kedelai [Glycine Max (L) Merrill] terhadap
Cekaman Intensitas Cahaya Rendah. Dibimbing oleh Sri Setyati Harjadi, Didy Sopandie,
Muhammad Jusuf, dan Novianti Sunarlim.
Tanaman beradaptasi terhadap cekaman intensitas cahaya rendah melalui mekanisme

penghindaran dan mekanisme toleransi. Evaluasi mekanisme adaptasi dilakukan terhadap 8
genotipe, terdiri atas 4 genotipe toleran yaitu Ceneng, B613, Pangrango, dan Tampomas, 1
moderat yaitu Wilis, dan 3 peka yaitu MLG2999, Klungkung hijau, dan Godek. Evaluasi
meliputi respon masing-masing genotipe terhadap cekaman intensitas cahaya rendah yang
berupa persentase: (1) penurunan produktivitas, (2) perubahan struktur daun yang
berhubungan dengan mekanisme penghindaran, dan (3) perubahan fisiologi yang berkaitan
dengan mekanisme toleransi.
Cekaman pada penelitian ini diberikan dalam dua tipe perlakuan, yaitu (1) berupa
naungan paranet 25%, 50%, dan 75% yang diberikan sejak tanam sampai panen dan (2)
berupa cekaman ekstrim yang diwujudkan dalam 5 variasi pergiliran 3 hari gelap - terang
pada umur 23 - 32 HST (hari setelah tanam). Kelima perlakuan variasi gelap-terang tersebut
adalah terang-terang-gelap (TTG), terang-gelap-terang (TGT), terang-gelap-naungan 50%
(TGN), gelap-terang-gelap (GTG) dan kontrol untuk menduga respirasi gelap,
penyembuhan, dan adaptasi. Sampel diambil pada 30 HST untuk percobaan dengan
cekaman tipe 1 dan 32 HST untuk tipe 2.
Klungkung Hijau menunjukkan produksi biji per tanaman tertinggi dibanding genotipe lain.
Produksi tertinggi tersebut konsisten pada ketiga level naungan, yaitu kontrol, naungan 25%,
dan 50%. Pangrango juga memberi hasil tinggi pada kondisi kontrol, naungan 25%, dan
50%.
Naungan 50% terbukti efektif untuk menyaring ketenggangan terhadap cekaman

intensitas cahaya rendah karena menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap anatomi,
morfologi, dan produktivitas tanaman, serta keragaman antar genotipe. Ceneng (T)
konsisten sebagai genotipe toleran naungan karena mengalami persentase penurunan
produksi terendah dan penurunannya tidak nyata, sedangkan Godek (P) konsisten peka
naungan karena menunjukkan persentase penurunan hasil biji terbesar dan penurunannya
nyata. Besarnya persentase penurunan produksi ini tidak berbeda nyata antar genotipe.
Dalam mekanisme penghindaran kelompok genotipe toleran memperlihatkan
persentase penurunan ketebalan daun lebih besar daripada kelompok peka. Ceneng (T)
mengalami persentase penurunan berat spesifik daun dan bulu lebih besar daripada Godek
(P). B613 (T) menghindari cekaman cahaya rendah terutama melalui peningkatan klorofil ,
sedangkan Tampomas terutama melalui pengurangan kerapatan bulu daun. Kandungan
Klorofil mengalami peningkatan bila tanaman diberi naungan 25%, 50%, atau 75%.
Perlakuan gelap selama 3 hari bisa menyebabkan kandungan klorofil daun turun, kecuali
pada B613 (T). Kandungan klorofil yang turun akibat gelap bisa pulih kembali setelah
tanaman dikembalikan pada cahaya normal selama 3 hari yang menunjukkan penyembuhan.
Perlakuan gelap 3 hari menyebabkan kandungan gula dan pati daun serta karbohidrat
batang menurun. Kandungan gula dan pati daun serta karbohidrat batang naik kembali
setelah tanaman dikembalikan pada cahaya normal selama 3 hari yang juga menunjukkan
i


penyembuhan. Bila dikembalikan kepada naungan 50% (variasi TGN) kelompok tahan
menunjukkan kandungan gula dan pati lebih tinggi yang menunjukkan fotosintesis lebih baik.
Godek (P) menunjukkan penurunan kandungan karbohidrat batang, gula dan pati
daun yang lebih besar saat diberi perlakuan gelap 3 hari, yang menunjukkan respirasi gelap
lebih tinggi dibanding Ceneng (toleran) dan Pangrango (toleran).
Pada kondisi ternaungi paranet 50% sejak tanam sampai panen Ceneng (T)
menunjukkan mekanisme toleransi lebih baik dibanding Godek (P) karena lebih mampu
mempertahankan perubahan fisiologi yang lebih kecil antara lain pada variabel kandungan
sukrosa serta aktivitas enzim SPS dan rubisco. Ceneng bisa mengefektifkan metabolisme N
melalui pengurangan kandungan N daun sekaligus pemanfaataannya yang tepat untuk
mempertahankan kandungan protein N terlarut tetap tinggi.
Klungkung Hijau bisa dianjurkan menjadi genotipe yang dikembangkan untuk
pertanaman kedelai di bawah tegakan pohon perkebunan maupun kehutanan yang memberi
naungan 0 – 50%. Ceneng bisa menjadi sumber gen toleran untuk program pemuliaan.
Ceneng dan Godek bisa menjadi tanaman model untuk studi mekanisme adaptasi terhadap
cekaman intensitas cahaya rendah.

ii

ABSTRACT

AKHMAD JUFRI. Adaptation Mechanism of Soybean [Glycine Max (L) Merrill] to
Low Light Intensity Stress. Under the direction of Sri Setyati Harjadi, Didy Sopandie,
Muhammad Jusuf, and Novianti Sunarlim.
Plants adapt to stress of low light intensity by mechanism of avoidance and/ or
tolerance. The evaluation of this adaptation mechanism was conducted on 8 genotypes of
soybean [Glycine max (L) Merrill], consisted of 4 tolerant genotypes (Ceneng, B613,
Pangrango, and Tampomas), 1 moderate (Wilis), and 3 susceptible genotypes (Klungkung
Hijau, MLG2999, and Godek). The evaluation was studied by the responses of the
genotypes in the changes of (1) productivity, (2) leaf characters correlated for the avoidance
mechanism, and (3) physiological characters correlated for the tolerance mechanism.
Two types of light stress were applied in this research. The first one was shading by
25%, 50%, 75% plastic paranet, and control. The second was 5 various alternating 3-days
light-dark or 50% shading treatments at 23 – 32 DAP (days after planting). Treatments
were light-light-dark (TTG), light-dark-light (TGT), light-dark-50% shading (TGN), and
dark-light-dark (GTG), and continuously normal light as control (TTT); an assessment of
dark respiration, recovery, and adaptation of the plant were measured. Sampling was
conducted at 30 DAP for the first stress-type experiment and at 32 DAP for the second
type experiment.
Klungkung Hijau and Pangrango showed the highest productivity among the
genotypes. The highest productivity was consistent at three light intensity levels, such as

control, 25% shading, and 50% shading. Klungkung Hijau and Pangrango can be
recommended as genotypes to be cultivated under plantation tree stands. Ceneng can be
used as source of tolerant gene for breeding program.
Treatment of 50% shading was effective for screening tolerance to low light intensity
by significantly differed in plant anatomy, morphology, and productivity, and causing diverse
responses among genotypes. Ceneng was considered as the most tolerant genotypes and
Godek was the most susceptible.
The tolerant genotypes decreased significantly than the susceptible genotypes for leaf
thickness. Ceneng (T) had bigger changes in leaf specific weight and leaf thickness than
Godek (S). B613 (T) avoided the stress mainly through increasing chlorophyll content and
Tampomas (T) through decreasing leaf hair density. Chlorophyll content increased in the
plant treated by 25%, 50%, and 75% shading.
Three-day dark treatment caused the leaf chlorophyll content decreased in all
genotypes except B613. The chlorophyll content was reversed to normal after normal light,
indicated the recovery process.
The recovery symptom was also seen on sugar, starch, and carbohydrate characters.
Godek was predicted to have the highest dark respiration among the four genotypes. The
three tolerant genotypes (Ceneng, B613, and Pangrango) had the higher carbohydrate
content compared to Godek at treatment of 3 days shading following 3 days-dark (TGN).
Ceneng (T) showed better mechanism of tolerance compared to Godek by smaller

changes in physiological character such as sucrose and starch contents and enzyme activities
of rubisco and SPS of leaf. Ceneng was also effective in utilizing N to produce protein in the
leaf.
iii

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang
berjudul:

MEKANISME ADAPTASI KEDELAI [Glycine max (L) Merrill]
TERHADAP CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH
adalah gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah dipublikasikan
atau diajukan untuk memperoleh gelar akademik di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.

Bogor, Maret 2006


Akhmad Jufri

iv

MEKANISME ADAPTASI
KEDELAI [Glycine max (L) Merrill]
TERHADAP
CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH

AKHMAD JUFRI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2006
5

Judul Penelitian

: Mekanisme Adaptasi Kedelai [Glycine Max (L) Merrill]
terhadap Cekaman Intensitas Cahaya Rendah

Nama

: Akhmad Jufri

NIM

: 995045

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi

Ketua

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie
Anggota

Dr. Ir. Muhammad Jusuf
Anggota

Dr. Ir. Novianti Sunarlim
Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc


vi

Tanggal ujian : 7 Pebruari 2006

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
atas rahmat yang dianugerahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi
ini merupakan hasil penelitian tentang respon kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya
rendah yang dilakukan di Bogor sejak tahun Mei 2002 sampai Agustus 2003 serta Maret
2004 sampai Oktober 2004.
Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu
Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir.
Didy Sopandie, Bapak Dr. Ir. Muhammad Jusuf, dan Ibu Dr. Ir. Novianti Sunarlim selaku
anggota komisi pembimbing yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta pengarahannya
selama penelitian dan penyusunan disertasi ini. Penghargaan dan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie juga selaku ketua Tim Hibah Bersaing IPB yang telah membantu
sebagian dana untuk penelitian dalam disertasi ini

Penulis juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada para dosen
pengajar pada Sekolah PascaSarjana IPB yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan.
Penghargaan dan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Satriyas Ilyas selaku
Ketua Program Studi Agronomi yang telah memberi saran dan pengarahannya dalam
penulisan disertasi ini. Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.
Suyamto dan Ibu Dr. Ir. Nurul Khumaida yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi
pada sidang terbuka dan atas saran-sarannya untuk perbaikan disertasi ini. Kepada Bapak
Dr. Ir. Munif Gulamahdi penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih atas perkenannya
menjadi penguji luar komisi pada sidang tertutup dan koreksi serta sarannya untuk perbaikan
disertasi ini.
.Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Bapak Dr. Tisno Suwarno, Bapak Dr. Ir. Tatang A. Taufik, Bapak Dr. Ir. Hasan Mustafa,
serta Bapak Dr. Ir. Ugay Sugarmansyah selaku pimpinan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi yang telah memberi kesempatan, dorongan dan bantuan kepada penulis untuk
melanjutkan dan menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
vii

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di laboratorium dan di
lapang: Ibu Dra. Surtini Gondonegoro dan Bapak Drs. Irawan, Msi di BATAN Jakarta,
Bapak Yosef di Balitnak Bogor, Ibu Iis dan Ibu Merry di Biokimia IPB, Mas Yudi, Mas
Bambang dan Mas Joko di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, serta Mas
Haryanto dan Mas Moko di Kebun Cikabayan IPB.
Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada teman-teman: Dr. Ir. Lilik B.
Prasetyo, Dr. Titin Handayani, Dr. Ir. Dwi Hapsoro, Dr. Ir. Shahidin, Dr. Churiyah, Dr. Ir.
Winarso D. Widodo, Dr. Ir. Yusnita dan Dr. Ir. Endah Palupi atas segala bantuan,
dorongan, dan saran selama penelitian dan penyusunan disertasi ini..
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh keluarga: istri dan anak-anak,
Bapak (almarhum), ibu, kakak dan adik tercinta atas segala dorongan dan doa yang tak
pernah putus. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian disertasi.
Akhirnya penulis berharap agar disertasi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2006

Akhmad Jufri

viii

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 31 Juli 1962. Ia adalah anak
kelima dari sepuluh bersaudara dari ayah Muhammad Toyib (almarhum) dan ibu Maimunah.
Ia menikah dengan Dwi Rahayu dan dianugerahi dua orang anak.
Pada tahun 1981 penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor dan lulus
sebagai sarjana pertanian dengan keahlian agronomi pada tahun 1985. Ia melanjutkan studi
S-2 di Department of Agronomy Iowa State University, USA pada tahun 1993 hingga
1995. Sejak tahun 1999 ia kembali ke Institut Pertanian Bogor untuk belajar pada jenjang
S-3 pada program studi Agronomi dengan beasiswa dari Proyek Peningkatan Kemampuan
Personil (PPKP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Penulis bekerja sebagai peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Jakarta. Penulis pernah menjadi ketua kelompok Pengkajian Lingkungan pada
Direktorat Pengkajian dan Penerapan Ilmu-ilmu Kehidupan, Deputi Bidang Pengkajian Ilmu
Dasar dan Terapan. Sekarang penulis bekerja sebagai peneliti pada Deputi

Bidang

Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT.

ix

DAFTAR ISI

x

Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………….…...………………

xiii

DAFTAR GAMBAR ………………………………….……………………

xv

DAFTAR LAMPIRAN ……………..………………….……….…………..

xvi

PENDAHULUAN ………….…………..………………………………….
Latar Belakang …………………………...………..…….…...………....
Manfaat Penelitian ………..……………………….….………...……...
Kerangka Pemikiran ………………………………...…...…………….
Tujuan Penelitian ……………………………………...……………….
Hipotesis ……………………..………………………...………………

1
1
6
7
9
9

TINJAUAN PUSTAKA …...……………………………..….…………..

13

Kedelai ……………………. ..….…………………………………….

13

Agronomi dan Produksi Tanaman …..……………………………….

13

Fotosintesis …………….………………………….…………………

15

Proses Fotosintesis ……………………………………………….
Tanaman C3 dan Fiksasi Karbon ……………….….……………

15
16

Daun dan Produksi Tanaman ………………………….…..…………
Anatomi Daun dan Stomata ……………………………...………
Kloroplas ……………...…...………………………………….…
Klorofil dan Adaptasi Naungan ………. ………………...……….

18
18
19
21

Cahaya dan Tanaman ………………………….…...….…...………..

23

Karakteristik Cahaya ………………..…………………..……….
Cahaya dan Fitokrom ………………….……...……..………..…
Faktor Pembatas pada Fotosintesis ……….………..…….……...
Naungan dan Produksi Tanaman ……….…...………….……….
Naungan dan Karbohidrat ……….……………..……...…………
Cahaya dan Asimilasi Nitrogen ……………………….………….

23
24
25
25
27
29

Metabolisme Nitrogen …….……………………….…..……..……...

29

Adaptasi terhadap Naungan ……………….….....………...………….

31

Adaptasi Tanaman ………….………………..……...…………….
Mekanisme Penghindaran ………………………….………..…….
Mekanisme Toleransi ……………………………………………

31
33
36
xi

xii

BAHAN DAN METODE …..…………….………...…………..…….……
Penelitian 1. Respon Delapan Genotipe Kedelai terhadap Cekaman
Intensitas Cahaya Rendah ……………………………...…...….……..
Waktu dan Tempat ………………….………………....…..………
Bahan dan Alat ………………………...…………...……..……….
Metode …………………………………………………....………...
Rancangan Percobaan …………………….………..……….….…..
Pelaksanaan …………………...…….…………………..….………
Analisis Data ……………………………………….……………...
Penelitian 2. Perubahan Struktur Daun Beberapa Genotipe Kedelai
sebagai Adaptasi melalui Mekanisme Penghindaran terhadap Intensitas
Cahaya Rendah ……………………………………..……..
Waktu dan Tempat ………………….…….……………......………
Bahan dan Alat ……………………………………..….…..……….
Metode ………………………………………………..……………
Rancangan Percobaan …………………….………….……………
Pelaksanaan …………………………………...……..…………….
Analisis Data ……………………………..…………..…………….
Penelitian 3. Perubahan Fisiologi yang terkait dengan Adaptasi melalui
Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Intensitas Cahaya Rendah.…

39

39
39
40
40
41
42
42

42
42
43
43
44
44
46

46

Waktu dan Tempat ……………………….………...…….……...…
Bahan dan Alat ……………………...……………….…..……...….
Metode ………...…………………..………………………...……
Rancangan Percobaan …………………….…………………...……
Pelaksanaan …………………………………………….….……….
Analisis Data ………………………………..………….……..……

46
47
47
48
48
49

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………..………….……...………

50

Kondisi Umum …………………………………………...……..…...

50

Penelitian 1. Respon Delapan Genotipe Kedelai terhadap Cekaman
Intensitas Cahaya Rendah ……………...…………………...……...…..

51

Penelitian 2. Perubahan Karakteristik Daun untuk Mekanisme
Penghindaran……………………………….………………...……..….

57

Respon terhadap Cekaman Naungan sejak Tanam sampai Panen..
Respon terhadap Perlakuan Variasi Pergiliran Gelap-Terang ...…...

57
66
xiii

Penelitian 3. Perubahan Fisologi sebagai Mekanisme Toleransi ……...

74

Pembahasan Umum …………………………………………………...

86

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………...………………..

94

Kesimpulan ……………………………………….………..………….

94

Saran …………………………………...………….……………..…….

95

DAFTAR PUSTAKA ………………………...…………………………...

97

LAMPIRAN ……………………………………...………………………..

104

GLOSARI ……………………….…………………………………………

129

xiv

DAFTAR TABEL

xv

Halaman
1. Produksi kedelai nasional tahun 1998 – 2004 ………………...……….
2. Produktivitas biji delapan genotipe kedelai akibat naungan 50% pada musim
tanam kedua .………………….…………………………..….
3. Pengaruh naungan 50% terhadap ketebalan dan luas helai daun kedelai
Pengaruh naungan terhadap kerapatan bulu ……………....….
4. Pengaruh naungan terhadap berat spesifik daun, kerapatan bulu, dan
kerapatan stomata ……………………………………….……...……….

2

56

58

60

5. Pengaruh naungan terhadap kandungan klorofil daun delapan genotipe kedelai
……………………………………………………….…..……….

64

6. Ketebalan daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga hari gelapterang saat 32 HST …….. …..………..………….…………..……

67

7. Luas helai daun trifoliat pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga hari gelapterang saat 32 HST ….……………….….…………………………

68

8. Berat spesifik daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga hari
gelap-terang saat 32 HST ………...……………………....……...…

69

9. Kerapatan bulu daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga hari
gelap-terang saat 32 HST ………………………….….………....…

70

10. Kerapatan stomata daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga
hari gelap-terang saat 32 HST ……..………………………...….…

71

11. Kandungan klorofil a daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran
tiga hari gelap-terang saat 32 HST ……….....………...……

72

12. Kandungan klorofil b daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga
hari gelap-terang saat 32 HST ……………….…………

73

13. Rasio kandungan klorofil a/b daun kedelai pada lima perlakuan variasi
pergiliran tiga hari gelap-terang saat 32 HST ……….…….…

74

14. Pengaruh naungan terhadap aktivitas rubisco, sukrosa, pati, dan aktivitas
SPS ……………………………………………………………

76

15. Pengaruh naungan terhadap kandungan N daun ……..………….……..

78

16. Kandungan gula total daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga
hari gelap-terang saat 32 HST …...…………….……….

80
xvi

17. Kandungan pati daun kedelai pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga hari
gelap-terang saat 32 HST …………..…………………….…

82

18. Kandungan karbohidrat batang kedelai pada lima perlakuan variasi
pergiliran tiga hari gelap-terang saat 32 HST ...………… …….……

83

19. Aktivitas rubisco pada lima perlakuan variasi pergiliran tiga hari gelap-terang
saat 32 HST …………………………………….……..
20. Intensitas cahaya di luar dan di dalam paranet ………..…..…………

84
87

xvii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Hubungan ketersediaan energi cahaya dengan proses metabolisme untuk
produksi biji kedelai …….………..……………..………………………….

10

2. Respon tanaman terhadap kekurangan cahaya ……..………...……………

11

3. Alur penelitian dan sumber benih …..……………..….....………...………

12

4. Peranan cahaya dalam pembentukan klorofil daun ….…………..…..……

22

5. Peranan cahaya pada proses pembentukan klorofil a dan b (Schoefs dan
Bertrand, 1997). …………………………..…………………………..……

22

6. Skema pembentukan sukrosa dan pati pada fotosintesis ……...………..…

28

7. Cahaya menstimulasi enzim Nitrat reduktase ………………..…………….

30

8. Mekanisme penghindaran terhadap defisit cahaya (Levitt, 1980) ….…….

37

9. Mekanisme toleransi terhadap defisit cahaya (Levitt, 1980) ………..……

38

10. Produktivitas Biji Delapan Genotipe Kedelai pada Empat Tingkat
Naungan Paranet pada Musim Tanam I….…………………….…………

53

11. Produktivitas Biji Delapan Genotipe Kedelai pada Empat Tingkat
Naungan Paranet pada Musim Tanam II………………………..………...

54

12. Penampang melintang daun Ceneng (tahan) dan Godek (peka) pada
kontrol dan naungan paranet 50% (400 X) ……………………………......

61

xviii

xix

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tabel produksi biji beberapa kultivar kedelai pada lahan di bawah pohon
karet di Sukabumi …………………….……………………...…………….

115

2. Denah percobaan 1 di kebun Cikabayan – Bogor dan naungan paranet di lapang
…………………………………………………….………..…...…..

106

3. Denah percobaan 2 di kebun Cikabayan – Bogor...………….……..……….

107

4. Jadwal perlakuan cahaya pada percobaan 2 ………………...…...………….

108

5. Prosedur Analisis Laboratorium dan Biokimia ……………………………..

109

6. Kelembaban udara pada empat tingkat naungan pada Juni 2002 ……..……

114

7. Rata-rata Suhu dan kelembaban udara di lokasi percobaan pada April – Mei
2004 ……….……………….……………….……………….…………

114

8. Rekapitulasi hasil analisis ragam untuk beberapa variabel pada percobaan split
plot (percobaan I-A dan I-B) ……………..……………... ……………

115

9. Rangkuman analisis ragam beberapa variabel pada percobaan variasi pergiliran
gelap-terang ……….………………....…….…………….………

116

10. Intensitas radiasi matahari di Darmaga menurut Stasiun Badan Meteorologi dan
Geofisika Darmaga ………………..……………….…….

117

11. Intensitas radiasi matahari pada bulan Jumi 2002 jam 12.00 ………......….

118

12. Data intensitas cahaya pada Januari 2003 …………….………...……...….

119

13. Pengaruh naungan terhadap produktivitas biji, tebal daun, luas daun, kerapatan
bulu, kerapatan stomata, dan klorofil daun……………..……….

120

14. Produktivitas biji, tebal daun, dan luas daun 8 genotipe kedelai …..….….

121

15. Bobot spesifik daun, kerapatan bulu, kandungan klorofil daun 8 genotipe
kedelai ………..…………………...………………………...………......…

121

16. Pengaruh variasi pergiliran gelap – terang terhadap tebal daun, berat spesifik
daun, kandungan klorofil, gula daun, pati daun, karbohidrat batang, dan
aktivitas rubisco ……………….………...……..….……….…

122

xx

17. Pengaruh genotipe terhadap berat spesifik daun, kerapatan bulu dan rasio
klorofil a/b ……………….………...………………………….………...…
18. Pengaruh tingkat naungan paranet terhadap berat spesifik daun daun ....….

122
123

19. Pengaruh tingkat naungan paranet terhadap kerapatan bulu daun ……..….

123

20..Tinggi tanaman delapan genotipe kedelai pada 7 MST ……………..…….

124

21. Jumlah buku delapan genotipe kedelai pada 7 MST ……….………..…….

125

22. Jumlah daun delapan genotipe kedelai pada 7 MST ……...…………...….

126

23. Berat akar delapan genotipe kedelai pada saat panen .. ………..….....…….

127

24. Berat bintil akar delapan genotipe kedelai saat panen……….….…...…….

128

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merrill) adalah salah satu tanaman sumber pangan penting
di Indonesia. Beberapa makanan populer di Indonesia seperti tahu, tempe, tauco, dan kecap
menggunakan biji kedelai sebagai bahan bakunya. Kandungan protein kedelai cukup tinggi,
yaitu 40 persen, sedangkan beras hanya 9 persen. Keunggulan lainnya bisa dilihat pada
kandungan asam amino esensialnya. Jumlah asam amino lisin yang rendah pada beras
ternyata sangat tinggi pada kedelai. Kandungan lisin pada beras 253 mg/100 g, sedangkan
pada kedelai 2300 mg/100 g (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, 1995). Karena itu
kedelai diharapkan dapat memperbaiki level gizi sebagian besar penduduk Indonesia dan
beberapa negara Asia (Chomchalow dan Laosuwan, 1993). Penduduk miskin yng sulit
memperoleh protein hewani bisa memenuhi kebutuhan gizi dari protein nabati kedelai.
Sekitar 80% kebutuhan kedelai dipergunakan untuk bahan baku industri, terutama
tahu dan tempe, sedangkan 20% sisanya untuk pakan ternak dan konsumsi rumah tangga
(Amang dan Sawit, 1996). Karena kebutuhan dalam negeri tidak tercukupi oleh produksi
dalam negeri Indonesia mengimpor kedelai. Pada tahun 1994 impor kedelai Indonesia
sekitar 628 ribu ton dan pada tahun 1999 impor itu mencapai 1301 ribu ton (BPS, 2000).
Impor kedelai itu telah diupayakan dikurangi melalui strategi peningkatan produksi dalam
negeri (Manwan dan Sumarno, 1996). Namun, upaya itu sulit dilaksanakan karena
kenyataannya impor kedelai tetap tinggi. Pada tahun 2004 impor kedelai Indonesia sebesar
1116 ribu ton (BPS, 2005).
Strategi peningkatan produksi kedelai nasional itu dirumuskan dalam Sumber
Pertumbuhan Produksi yang terdiri atas lima peluang yaitu: (a) perluasan areal panen, (b)
peningkatan produktivitas, (c) peningkatan keseragaman dan stabilitas hasil, (d) penekanan
senjang hasil, dan (e) penekanan kehilangan hasil panen. Dalam sumber pertumbuhan
produksi tersebut peningkatkan luas areal panen dilakukan dengan pembukaan areal baru,
peningkatan indeks pertanaman (IP), dan pelaksanaan tumpang sari kedelai dengan tanaman
perkebunan dan kehutanan (Adisarwanto et al, 1997).
Upaya peningkatan produksi kedelai tampaknya mengalami hambatan dalam
pelaksanaan karena kenyataannya produksi kedelai cenderung menurun (Tabel 1). Data
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penurunan produksi nasional disebabkan oleh penurunan

2

luas panen kedelai. Luas panen pada tahun 2003 sekitar 50% luas panen pada tahun 1998.
Karena itu peningkatan produktivitas (yield) sekitar 10% tidak bisa mengkompensasi
pengurangan luas panen dalam mempertahankan produksi nasional. Tahun 2004 produksi
kedelai nasional meningkat dibanding tahun 2003 karena adanya peningkatan luas panen.
Dengan produktivitas yang sama kebutuhan kedelai nasional bisa dipenuhi tanpa impor
(swasembada) bila luas panen kedelai ditambah 871 ribu ha menjadi 1435 ribu ha.
Tabel 1. Produksi kedelai nasional tahun 1998 – 2004

Luas Panen

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

1095

1151

825

679

545

527

563

1306

1383

1018

827

673

672

721

11.2

12.0

12.3

12.2

12.4

12.8

12.8

(1000 ha)
Produksi
(1000 ton)
Produktivitas
(kw/ha)
Sumber: BPS (1999-2005)
Peluang untuk meningkatkan luas panen kedelai nasional melalui aplikasi tumpang sari
kedelai dengan tanaman perkebunan dan kehutanan cukup besar. Luas perkebunan di
Indonesia tidak kurang dari 15 juta hektar. Luas perkebunan pada tahun 2002 bahkan
melebihi 19 juta ha (BPS, 2003). Dengan siklus peremajaan 25 - 30 tahun, maka sekitar 3
- 4% dari luas perkebunan tersebut merupakan areal tanaman baru yang masih
memungkinkan untuk ditumpangsarikan dengan kedelai sampai tanaman pokoknya (TBM)
mencapai umur 2 - 3 tahun. TBM berumur 2 - 3 tahun memberi naungan sebesar 33-50 %
(Asadi et al., 1997).
Selama ini ruang di antara tegakan tanaman pokok perkebunan ditanami dengan
tanaman legum penutup tanah (LCC). Tujuan penanaman LCC di sini antara lain untuk: (a)
perlindungan terhadap erosi tanah, (b) penambahan nitrogen tanah melalui penangkapan
nitrogen udara, dan (c) pengendalian gulma (Gardner et al., 1990). Dengan manajemen
yang baik pengalihan pemanfaatan lahan dari LCC kepada kedelai tidak akan mengurangi
keuntungan seperti dikemukakan di atas. Bahkan pemanfaatan kedelai menambah
keuntungan yang berupa peningkatan ketersedian pangan dan perbaikan gizi penduduk di

3

sekitar perkebunan. Hal ini berarti pengembangan kedelai di lahan perkebunan dapat
meningkatkan ketahanan pangan nasional, sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan.
Depertemen Pertanian RI melalui Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman
Pangan memproyeksikan lahan tanaman kedelai pada tahun 2004 seluas 680 ribu ha atau
meningkat 28% dari luas panen pada 2003. Salah satu sumber lahan yang digarap adalah
lahan perkebunan rakyat seluas 11 juta ha dan kehutanan seluas 14.2 juta ha (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, 2003).
Salah satu kendala utama dalam pengembangan kedelai pada lahan tersebut di atas
adalah intensitas cahaya rendah karena tajuk pohon-pohon tersebut menaungi ruang di
bawahnya. Berdasarkan penelitian pada perkebunan karet diperoleh informasi bahwa ratarata intensitas cahaya pada areal terbuka adalah 0.773 kal cm-2 mnt-2. Intensitas cahaya di
bawah tegakan karet umur 1, 2, dan 4 tahun berturut- turut sebesar 0.571 kal cm-2 mnt-1,
0.253 kal cm-2 mnt-1, dan 0.216 kal cm-2 mnt-1 atau berarti memberi naungan 26%, 67%,
dan 72% terhadap areal terbuka.(Sukaesih, 2002). Sementara itu, naungan 20% sudah
digolongkan ke dalam agroklimat yang tidak sesuai bagi pertanaman kedelai (Adisarwanto
et al, 2000)
Reduksi cahaya oleh naungan merupakan cekaman (stres) terhadap cahaya. Levitt
(1980) mendefinisikan cekaman sebagai faktor lingkungan apapun yang secara potensial
tidak sesuai bagi makhluk hidup. Cekaman itu bisa menimbulkan strain. Strain adalah suatu
keadaan perubahan fisik atau kimia pada makhluk hidup akibat dikenai cekaman. Strain itu
bisa bersifat elastis (dapat balik) artinya keadaan akan kembali seperti semula bila
cekamannya dihilangkan. Cekaman yang besar bisa menyebabkan strain permanen (plastis)
yang berarti kerusakan atau bahkan kematian pada organisme.
Dalam pandangan agronomi varietas unggul ialah varietas bergenotipe tertentu yang
bisa berproduksi tinggi atau sesuai yang dikehendaki dengan memanipulasi lingkungan
tumbuhnya. Varietas unggul berproduksi tinggi (high-yielding variety) memberi hasil tinggi
bila ditumbuhkan di lingkungan yang cocok serta mendapat perlakuan yang sesuai berupa
pengairan, pemupukan, perlindungan terhadap hama penyakit dan sebagainya. Namun
lingkungan yang cocok tidak selalu bisa diperoleh. Bila faktor lingkungan tersebut tidak
dapat dimanipulasi, maka faktor lingkungan tersebut menjadi faktor pembatas (limiting
factor). Berdasarkan hukum ekologi faktor pembatas Liebig maka pertumbuhan dan hasil

4

tanaman ditentukan oleh faktor pembatas tersebut walaupun faktor lain dalam kondisi
optimum.
Tanaman membutuhkan radiasi cahaya matahari sebagai sumber energi untuk
menggerakkan proses-proses biokimia dalam fotosintesis. Naungan membuat ketersediaan
cahaya, terutama intensitas berkurang. Dalam keadaan ternaungi cahaya menjadi faktor
pembatas. Perbedaan karakteristik tanaman sebagaimana diatur oleh gennya menyebabkan
kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi ternaungi berbeda pula.
Walaupun sumber cahaya adalah sama yaitu matahari, namun banyaknya penyerapan
energi matahari oleh sehelai daun bisa berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan antara
lain oleh halangan awan di atmosfer, naungan di atas tanaman, atau bahkan oleh bagian
tanaman (daun) yang lain.
Fotosintesis bersih tajuk adalah jumlah fotosintesis daun total. Fotosintesis ini
menghasilkan sukrosa dan pati yang selanjutnya dengan hara mineral yang diabsorbsi
disintesis menjadi bahan kering tanaman. Energi yang digunakan untuk menyusun bahan
kering juga berasal dari hasil fotosintesis. Bahan kering tanaman ini bisa berupa tajuk, akar,
dan biji (Gardner et al, 1990).
Energi yang tersimpan dalam karbohidrat kemudian

bisa dipakai untuk sintesis

protein, enzim serta absorbsi hara. Baik enzim maupun hara penting bagi proses produksi
kedelai. Pada kedelai bintil akar juga mensuplai hara N. Pembentukan bintil memerlukan
sukrosa hasil fotosintesis. Pengurangan energi yang diterima tanaman menyebabkan
penurunan hasil fotosintesis yang pada giliran berikutnya menurunkan cadangan energi,
bahan kering tanaman (termasuk daun), dan pertumbuhan bintil. Akhirnya, berkurangnya
penyerapan energi matahari menyebabkan penurunan produksi tanaman (Gambar 1).
Radiasi matahari optimum untuk fotosintesis kedelai adalah berkisar antara 0.3 – 0.8
kal cm-2 mnt-1. Pada radiasi 0.430 kal cm-2 mnt-1 fotosintesis mencapai maksimum (White
dan Izquierdo, 1993). Pengurangan intensitas radiasi matahari yang ditimbulkan oleh
naungan bisa menyebabkan cekaman yang selanjutnya menyebabkan strain yang kemudian
menyebabkan penurunan hasil biji per tanaman.
Penelitian tentang naungan pada kedelai menunjukkan bahwa reduksi cahaya menjadi
40 % sejak perkecambahan sampai panen menurunkan jumlah buku, cabang, diameter

5

batang, jumlah polong dan hasil biji kedelai. Perlakuan tersebut pada awal pengisian polong
menurunkan jumlah polong, hasil biji, dan kandungan protein biji (Baharsjah et al, 1985).
Penelitian tentang naungan juga dilaporkan oleh Sunarlim (1985). Naungan pada
penelitian tersebut menyebabkan antara lain kenaikan kandungan klorofil daun dan bobot
100 biji, penurunan jumlah polong dan produksi biji per tanaman. Penelitian ini menunjukkan
bahwa naungan tidak mempengaruhi kadar N daun, bobot spesifik daun secara nyata.
Namun, penelitian ini belum membedakan respon yang berbeda antar genotipe yang
berbeda ketenggangannya.
Naungan 50% menyebabkan penurunan produksi biji antara 0 – 46% terhadap
kontrol. Ceneng dan B613 menunjukkan paling toleran, sedangkan Godek paling peka
(Sopandie et al, 2002). Selanjutnya, Ceneng dan Godek bisa menjadi model dan bahan
tanaman yang utama untuk penelitian dan pengembangan, yang masing-masing mewakili
genotipe toleran dan peka.
Pemuliaan tanaman kedelai telah dilakukan pada kondisi naungan ringan (33 %) yaitu
pada tumpang sari dengan jagung, sedangkan pada kondisi naungan berat (50 %) yaitu pada
tumpang sari dengan tanaman perkebunan belum pernah dilakukan. Penurunan hasil kedelai
dengan naungan ringan seperti tumpang sari jagung - kedelai mencapai 2 - 56%. (Asadi et
al, 1997). Peningkatan cekaman (stres) cahaya dalam bentuk naumgan 50% akan
menyebabkan strain dan pengurangan hasil lebih besar.
Program pemuliaan untuk memperoleh varietas kedelai unggul toleran naungan
dilakukan dengan lima tahap yaitu: (a) pencarian sumber gen toleran, (b) hibridisasi, (c)
seleksi tanaman F2 - F5, (d) uji daya hasil, dan (e) uji adaptasi dan pelepasan varietas
unggul.

Strategi yang ditempuh adalah

menambah sumber gen toleran naungan dan

meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme toleransi (Asadi et al., 1997). Untuk itu
penelitian dan pengetahuan tentang fisiologi tanaman perlu ditingkatkan.
Penelitian tentang mekanisme adaptasi sangat penting bagi pengembangan IPTEK
dan pembangunan pertanian. Evaluasi adaptasi di lapangan terhadap galur toleran naungan
yang berproduksi tinggi memerlukan informasi pendukung antara lain karakter anatomi,
morfologi, dan fisiologi yang berkaitan dengan mekamisme adaptasi terhadap naungan. Studi
fisiologi memberi informasi berharga untuk menuntun atau menentukan pilihan-pilihan dalam
manajemen budidaya dan saran strategis untuk pemuliaan tanaman. Proses-proses fisiologi

6

tertentu menentukan hasil (yield) tanaman. Pengetahuan tentang proses fisiologi yang
menentukan hasil inilah yang dipakai untuk menduga potensi hasil dan toleransi cekaman.
Dengan pengetahuan yang meningkat, maka keuntungan praktispun akan segera dapat
diperoleh (White dan Izquierdo, 1993).
Studi fisiologi terhadap tanaman toleran naungan akan memberi banyak manfaat
mengingat keterkaitan naungan dengan proses fisiologi dalam tanaman. Sebuah studi
(Kerstiens, 1998) menunjukkan adanya dugaan bahwa tanaman toleran naungan dapat
menghasilkan bahan kering lebih tinggi dengan perlakuan penambahan CO2 dibanding
tanaman yang peka naungan.
Informasi tentang pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan fisisologi kedelai
seyogyanya bisa dirunut dari hasil penelitian tanaman padi yang dinaungi. Pada kondisi
ternaungi, genotipe padi gogo toleran naungan mempunyai kemampuan intersepsi cahaya
dan kandungan klorofil a dan b yang lebih tinggi. Kelompok ini juga mampu
mempertahankan sintesis pati dan sukrosa serta aktivitas sukrosa fosfat sintase (Lautt et al,
2000) dan enzim rubisco (Sopandie et al, 2003a) lebih tinggi dibanding kelompok peka
naungan pada saat dinaungi. Informasi ini menunjukkan bahwa padi gogo toleran naungan
memiliki kemampuan penghindaran dan toleransi yang lebih baik daripada yang peka pada
kondisi naungan berat.
Pada kedelai informasi tersebut belum terungkap sehingga perlu dilakukan penelitian.
Hasil penelitian yang mengungkapkan perbedaan perubahan karakter bisa mengungkapkan
mekanisme adaptasi tanaman kedelai terhadap naungan apakah melalui mekanisme
penghindaran atau mekanisme toleransi atau keduanya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi tentang (1) produktivitas delapan
genotipe kedelai pada empat tingkat intensitas cahaya yang berbeda serta (2) karakter
tanaman mana yang berhubungan dengan adaptasi tanaman terhadap kondisi naungan di
bawah tegakan pohon. Informasi pertama (produktivitas) akan menjadi dasar bagi
penentuan pilihan genotipe kedelai yang sesuai bagi lahan-lahan berintensitas cahaya rendah.
Informasi kedua akan menjadi dasar bagi penentuan sumber gen untuk pemuliaan tanaman
yang mampu beradaptasi dengan kondisi naungan di bawah tegakan tanaman perkebunan
atau kehutanan.

7

Penerapan hasil penelitian ini berupa peningkatan produksi produksi pertanian
khususnya kedelai melalui peningkatan indeks pertanaman dan pemanfaatan lahan tidur.
Selanjutnya, hasil penelitian ini akan memberi dampak dalam:
a. peningkatkan kualitas lingkungan, khususnya kesuburan tanah dan perlindungan tanah
terhadap erosi,
b. perlindungan hutan dan perkebunan dari kerusakan akibat penebangan dan penga-lihan
fungsi atau penyerobotan,
c. peningkatan ketahanan pangan dan keamanan sosial melalui penyediaan sumber pangan
berkualitas gizi baik.
Kerangka Pemikiran
Sekitar 75 persen (600 000 ha) kedelai dibudidayakan secara tumpang sari.
Kebanyakan berupa tumpang sari jagung - kedelai dan kedelai-ubi kayu. Tajuk pada jagung
dan ubi kayu memberi naungan maksimal 33%. Karena itu penelitian naungan pada kedelai
selama ini dilakukan pada naungan 33% (Asadi, et al, 1997).
Pemanfaatan lahan-lahan di bawah tegakan pohon perlu ditingkatkan mengingat
kecenderungan penurunan luas panen kedelai secara nasional. Lahan tidur dan tak
termanfaatkan di bawah tegakan tanaman perkebunan dan kehutanan berpotensi cukup
besar untuk pengembangan kedelai. Namun, upaya pengembangan kedelai tersebut
menghadapi kendala, terutama pada ketersediaan galur-galur yang toleran naungan. Tajuk
pohon karet memberi naungan yang lebih besar dari 33% apabila karet telah berumur 2
tahun (Lampiran 1). Karena itu perlu penelitian untuk naungan berat (50%) bila kita hendak
mengembangkan kedelai di bawah tegakan pohon karet umur 2 tahun.
Penelitian kedelai pada naungan berat dimulai dengan mengevaluasi 75 genotipe
kedelai yang selama pertumbuhannya diberi naungan 50% dan kemudian disaring menjadi
20 genotipe (Elfarisna, 2000). Setelah itu dilakukan pengkajian ulang terhadap 20 genotipe
hasil penyaringan tersebut secara in situ pada lahan di bawah pohon karet pada areal
perkebunan di Sukabumi (Sukaesih, 2002; Sopandie et al, 2001). Kemudian dilakukan
penelitian tentang karakter agronomi. anatomi dan morfologi pada beberapa genotipe yang
dipilih. Dari penelitian-penelitian di atas diperoleh antara lain 4 genotipe toleran, yaitu
Ceneng, B613, Pangrango, dan Tampomas; 1 genotipe moderat, yaitu Wilis; 3 genotipe
peka, yaitu Klungkung Hijau, MLG2999, dan Godek (Sopandie et al, 2002).

8

Menurut Levitt (1980) tanaman mampu beradaptasi terhadap intensitas cahaya rendah
melalui mekanisme penghindaran dan toleransi. Mekanisme penghindaran defisit cahaya
dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya. Mekanisme toleransi
terhadap defisit cahaya diperoleh melalui kemampuan tanaman mengurangi respirasi,
mengurangi derajat penurunan aktivitas enzim dan kerusakan pigmen.
Merunut dan membandingkan penelitian naungan yang telah dilakukan pada kedelai
dan padi gogo, maka terdapat beberapa informasi yang belum terungkap pada kedelai
tentang mekanisme penghindaran dan toleransi. Gambar 2 menunjukkan skema pengaruh
cahaya terhadap tanaman serta mekanime penghindaran dan toleransi berdasarkan hasil
penelitian yang telah diperoleh.
Perubahan anatomi dan morfologi sebagai mekanisme penghindaran telah dilakukan
untuk beberapa genotipe (Sopandie et al, 2002; Sopandie et al, 2005). Namun,
mekanisme penghindaran untuk genotipe lain juga perlu diteliti. Perubahan karakter daun
akibat perlakukan cahaya ekstrim (gelap total) juga belum pernah dilakukan. Selain itu,
pembahasan tentang persentase perubahan karakter daun yang berhubungan dengan
mekanisme penghindaran perlu dipertajam.
Penelitian pada padi gogo menunjukkan bahwa padi toleran mampu mempertahankan
kandungan rubisco dan aktivitasnya tetap tinggi (Sopandie et al, 2003a). Genotipe padi
gogo yang toleran naungan juga memiliki rasio sukrosa/pati dan aktivitas enzim sukrosa
fosfat sintase (SPS) lebih tinggi dibanding padi peka naungan saat dinaungi 50% (Lautt et al,
2003). Selanjutnya, genotipe padi gogo yang toleran naungan memiliki tingkat respirasi
gelap lebih rendah dibanding yang peka Semua peubah tersebut menunjukkan mekanisme
adaptasi melalui toleransi yang belum diungkap pada kedelai.
Penelitian dalam disertasi ini mengkaji perubahan karakter fisiologi akibat naungan yang
pernah dilakukan pada padi tetapi belum dilakukan pada kedelai, yaitu komponen nitrogen
(N) daun, aktivitas enzim rubisco, aktivitas enzim SPS, kandungan sukrosa dan pati daun.
Selain itu juga dilakukan penelitian perlakuan cahaya dalam waktu singkat secara on/off
yang bisa menggambarkan penyembuhan setelah cekaman naungan, adaptasi terhadap
naungan, dan pendugaan respirasi gelap. Alur penelitian disertasi ini dipaparkan pada
Gambar 3.

9

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji mekanisme adaptasi tanaman kedelai terhadap
intensitas cahaya rendah melalui mekanisme penghindaran (avoidance) maupun toleransi
(tolerance). Mekanisme tersebut dikaji berdasarkan respon berbagai genotipe kedelai
terhadap intensitas cahaya rendah melalui perubahan karakter produksi, karakteristik daun,
dan fisiologi yang berhubungan dengan fotosintesis dan respirasi.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. Intensitas cahaya rendah menyebabkan penurunan produksi lebih besar pada
genotipe peka daripada genotipe toleran
b. Genotipe toleran menunjukkan perubahan karakter daun yang lebih besar daripada
genotipe peka sehingga mempunyai mekanisme penghindaran lebih baik.
c. Genotipe toleran naungan mengalami perubahan karakter fisiologi lebih kecil
daripada genotipe peka sehingga mempunyai mekanisme toleransi lebih baik

10

Cahaya Matahari

Penyerapan Cahaya
oleh Tanaman

Fotosintesis Daun

Fotosintesis Daun

Fotosintesis Daun

pada masa vegetatif
pembentukan source

Fo t o s i n t e s i s B e r s i h T a j u k

Bahan Kering Tanaman

Tajuk
(source atau sink)

Akar

Biji

(sink)

(sink)

realokasi pada masa
generatif/pengisian polong
pembentukan
bintil akar
sintesis enzim
absorbsi hara
metabolisme hara

sukrosa hasil
fotosintesis

pemanfaatan energi
hasil respirasi tajuk

Gambar 1. Hubungan ketersediaan energi cahaya dengan proses metabolisme untuk
produksi biji kedelai (Gardner et al, 1990)

11

11

Kekurangan Cahaya

Kerkurangan cahaya
karena naungan
Mengakibatkan (pada kedelai):
- Penurunan hasil biji
- Penurunan laju fotosintesia aktual dan maksimum
- Tetap menghasilkan butir pati
- Perkembangan membran tilakoid tetap baik
- Perubahan jumlah cabang utama
- Menambah panjang (tinggi) tanaman (etiolasi)

Respon untuk menghindari defisit cahaya dengan meningkatkan
efisiensi penangkapan cahaya (pada padi dan kedelai):
- Peningkatan kandungan klorofil a
- Peningkatan kandungan klorofil b
- Penurunan rasio kandungan klorofil a terhadap klorofil b
- Peningkatan rasio luas/ bobot daun
- Penipisan daun, pengurangan bulu daun

Kerkurangan cahaya
karena kondisi gelap

Mengakibatkan (pada kedelai):
- Penurunan bobot kering kedelai
- Fotosintesis bersih negatif
- Tidak menghasilkan butir pati
- Tilakoid tidak berkembang

1. Perlakuan singkat on/off
2. Perlakuan variasi pergiliran gelapnaungan/ terang

Mengakibatkan:
- Perubahan kandungan
karbohidrat daun?
- Adaptasi dan penyembuhan?
-

Respon untuk toleran terhadap kondisi defisit
cahaya (pada padi):
- Mempertahankan perimbangan kandungan
sukrosa/pati dan aktivitas enzim SPS dan
rubisco tetap tinggi
- Kandungan N terlarut daun meningkat

Respon untuk toleran
dengan menurunkan
tingkat respirasi gelap
(pada padi)

12
Gambar 2. Respon tanaman terhadap kekurangan cahaya (Baharsjah et al, 1985; Khumaida, 2002; Lautt et al, 2000; Sopandie et al, 2003a;
Sopandie et al, 2005; Taiz dan Zeiger, 1991)

13

Studi Pendahuluan
Evaluasi 75 genotipe
(Elfarisna, 2000)

Perbanyakan Benih

Percobaan di
Sukabumi

Penelitian
Disertasi
Percobaan
1-A

Penelitian
Disertasi
Percobaan
I-B

Penelitian
Disertasi
Percobaan II

Evaluasi Ulang terhadap Daya Adaptasi in situ
(Percobaan di Bawah Tegakan Pohon Karet di Sukabumi)
(Sukaesih, 2002; Sopandie et al, 2001)

Penelitian Disertasi
Produktivitas dan Mekanisme Adaptasi Kedelai
pada Naungan Sejak Tanam sampai Panen
(Percobaan di Kebun Cikabayan IPB)
1. Respon delapan genotipe terhadap naungan
- Produksi (penelitian 1)
2. Identifikasi karakter struktur daun (penelitian 2)
- morfologi dan anatomi daun
- klorofil
3. Identifikasi karakter fisiologi (penelitian 3)
- aktivitas enzim rubisco
- perimbangan sukrosa/pati
- N daun
- aktivitas enzim SPS

Penelitian Disertasi
Studi Mekanisme Adaptasi pada Cekaman Ekstrim (on/off)
melalui Variasi Pergiliran Gelap - Terang
(Percobaan di Kebun Cikabayan IPB)
1. Perubahan struktur daun (penelitian 2)
2. Perubahan fisiologi (penelitian 3)

14

Gambar 3. Alur penelitian dan sumber benih.

15

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai (Glycine max

(L) Merrill) merupakan anggota keluarga Papilonaceae.

Kedelai adalah tanaman semusim berbentuk semak-semak rendah, tumbuh tegak dengan
panjang batang antara 100 – 200 cm. Akar kedelai bisa membentuk bintil akar yang
berbentuk bulat atau tidak beraturan yang merupakan koloni bakteri Rhizobium japonicum.
Hubungan saling menguntungkan (mutualisme) antara bakteri dengan kedelai ini terjadi
karena bakteri memperoleh karbohidrat dari hasil fotosintesis kedelai, sedangkan kedelai
memperoleh suplai nitro