Tinjauan hukum islam dan hukum positif terhadap sanksi pidana pencemaran air: studi perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
TERHADAP SANKSI PIDANA PENCEMARAN AIR
(Studi Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

MUHAMMAD QOLBI
N I M : 1110045100015

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

TERHADAP SANKSI PIDANA PENCEMARAN AIR
(Studi Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

MUHAMMAD QOLBI
N I M : 1110045100015
Pembimbing

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M


LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Jakarta, 18 Desember 2014

Muhammad Qolby

ABSTRAK
MUHAMMAD QOLBI. NIM 1110045100015. TINJAUAN HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF TERHADAP SANKSI PIDANA PENCEMARAN AIR
(Studi Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004). Program Studi Jinayah Siyasah,
Konsentrasi Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H / 2014 M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan dan
menganalisa tentang Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Sanksi
Pidana Pencemaran Air Dalam Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 Tentang
Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan fenomena yang terjadi ini, penulis
ingin menganalisis sanksi pidana yang terdapat dalam PERDA Kota Surabaya No
2 Tahun 2004 tentang pengendalian pencemaran air, dalam perspektif hukum
Islam maupun positif. Dan sejauh mana pandangan hukum Islam terhadap tindak
pidana pencemaran lingkungan khususnya yang berkenaan dengan air? Sudah
sesuaikah sanksi yang diberikan pemerintah terhadap pelaku tindak pidana

pencemaran air? Apakah sanksinya telah memenuhi syarat pencegahan dan
memberikan efek jera bagi si pelaku?
Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan (Library reaserch). Studi
kepustakaan dilakukan dengan menulusuri berbagai literatur, baik berupa undangundang, buku-buku, majalah, artikel, website, serta kasus yang berhubungan
dengan tema penelitian.
Hasil dari penelitian ini untuk menambah khazanah keilmuan bagi
pembaca, memberikan wawasan serta keilmuan bagi peneliti, dan memberikan
informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Kata kunci

: Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap Sanksi
Pidana Pencemaran Air (Studi Perda Kota Surabaya No. 2
Tahun 2004)

Pembimbing

: Dr. Hj. Isnawati Rais, MA

Daftar Pustaka


: Tahun 1967 s.d.Tahun 2013

i

KATA PENGANTAR

Pujian serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha
rahman dan maha rahim atas segala ridha dan bimbingan-Nya, petunjuk serta
kesehatan yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Tidak lupa penulis curahkan shalawat dan salam kepada
kekasih Allah SWT yaitu, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
para pengikut-Nya yang setia dan yang kita harapkan syafa’atnya di akhirat nanti.
Skripsi yang berjudul : TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF TERHADAP SANKSI PIDANA PENCEMARAN AIR (STUDI
PERDA KOTA SURABAYA NO. 2 TAHUN 2004), disusun untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 (S1) Fakultas Syari’ah
Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari


berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.

Kepada kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan
pengorbanan serta do’a yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan penuh semangat,
Ayahanda Wahyu Hidayat, dan Ibunda Muhsinah, semoga Allah ampunkan
segala dosa-dosanya.

ii

2.

Bapak Dr. Phil. JM. Muslimin, MA, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3.


Ibu Dra. Hj. Maskufah M.A., Ketua Program Studi Jinayah Siyasah yang
telah memberikan petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis selama
perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan
sebaik-baiknya.

4.

Ibu Hj. Rosdiana, MA., Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah yang
telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam
keperluan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan
sebaik-baiknya.

5.

Ibu Dr. Hj. Isnawati Rais, MA, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

6.


Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang menyalurkan ilmu dan
pengetahuannya secara ikhlas dalam kegiatan belajar mengajar yang penulis
jalani.

7.

Teman-teman Program Studi Pidana Islam Angkatan 2010 terima kasih
telah menemani saya selama kuliah dan memberikan inspirasi untuk
berjuang dalam hidup, terutama Sena Rachmadana, W. Agung, Ahmad
Sahuri, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis
baik berdiskusi maupun berpetualang.

iii

Tiada cita-cita yang dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan
kehendak Allah SWT sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu
pengetahuan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT. Pada
akhirnya semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada

penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta,

30 Desember 2014
8 Rabi’ al-Awwal 2014

Penulis

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I

BAB II


PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A.

Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B.

Rumusan Masalah ......................................................................... 7

C.

Tujuan Penelitian .......................................................................... 8

D.

Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8

E.

Metode Penelitian........................................................................ 11


F.

Sistematika Penulisan ................................................................. 13

TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI PIDANA ...................... 16
A.

Tindak Pidana Menurut Hukum Positif ...................................... 16
1. Pengertian Tindak Pidana ....................................................... 16
2. Unsur-unsur Tindak Pidana .................................................... 18
3. Pengertian Sanksi Pidana ....................................................... 20
4. Macam-macam Sanksi Pidana................................................ 21

A.

Tindak Pidana Menurut Hukum Islam ........................................ 26
1. Pengertian Jarimah................................................................. 26
2. Unsur Jarimah dan Pembagiannya......................................... 27
3. Pengertian Uqubah ................................................................. 34
4. Macam-macam Uqubah ......................................................... 35
5. Sanksi Ta’zir........................................................................... 38

v

BAB III SANKSI PIDANA DALAM PERDA SURABAYA NO 2 TAHUN
2004 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR .......... 44
A.

Pencemaran Air ........................................................................... 44

B.

Sekilas Perda Kota Surabaya ...................................................... 48

C.

Sanksi Pidana Pencemaran Air ................................................... 51

BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA PENCEMARAN AIR DALAM
PERDA KOTA SURABAYA NO.2 TAHUN 2004 .......................... 57
A.

Analisis Hukum Positif Terhadap Sanksi Pidana Pencemaran Air
Dalam Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 ......................... 57

B.

Analisis Hukum Islam Terhadap Sanksi Pidana Pencemaran Air
Dalam Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 ......................... 64

BAB V

PENUTUP ........................................................................................... 75
A.

Kesimpulan ................................................................................. 75

B.

Saran ............................................................................................ 77

C.

Penutup........................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79

vi

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Air merupakan sumber kebutuhan hidup kita. Selain kita meminumnya

untuk mempertahankan hidup, air juga bermanfaat bagi pertanian dalam hal
pengairan persawahan, dan juga bagi peternakan. Akan tetapi, apa yang terjadi
jika air yang kita konsumsi itu ternyata kotor dan tercemar? Secara otomatis air
tersebut tidak dapat digunakan bukan! Oleh sebab itu kita wajib melindungi dan
mencegah air agar tidak tercemar. Karena pencemaran air dapat menyebabkan
kerusakan dan timbul penyakit bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia.
Jutaan tahun yang lalu manusia hidup tanpa perlu khawatir akan terjadinya
gangguan atau bahaya oleh pencemaran udara, pencemaran air, atau pencemaran
lingkungan yang dipermasalahkan sekarang, karena manusia percaya dan yakin
bahwa alam akan secara otomatis menanggulanginya secara alamiah (life
sustaining system).1
Sejak dahulu pemberantasan pencemaran air ternyata tidak mudah. Hal ini
karena kenyataannya kecenderungan mencemarkan air merupakan hal yang
disukai dan dianggap efektif. Selain biaya yang dikeluarkan sangat murah bahkan
tanpa biaya sama sekali, serta lemahnya aturan yang di buat. Ini menjadi
persoalan utama bagi pembuat aturan yang memiliki tanggung jawab sangat besar

1

. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, (Bandung: Alumni, 2001), h. 6.

1

2

dalam melindungi, mencegah dan mengendalikan perairannya dari pencemaran
air. Untuk itu pengaturan hukum lingkungan yang ada harus bersifat terpadu dan
komprehensif dan peran dari penegakan hukum sangatlah penting dalam
mengatasi pelaku pencemaran air untuk menimbulkan efek jera (ultimum
remedium) dan efek pencegahan.
Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, Pencemaran air adalah bercampurnya mahkluk
hidup, zat, energi dan komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air
oleh kegiatan manusia atau proses alam. Sehingga kualitas air turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat digunakan
sesuai dengan fungsinya.2
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai macam cara, salah satunya
seperti limbah industri yang berbentuk zat cair yang dibuang ke saluran air umum
baik itu disengaja maupun tidak disengaja.3 Akibat hasil dari aktifitas rumah
tangga maupun limbah industri menyebabkan terganggunya ekosistem sungai.
Ikan banyak yang mati, air berubah warna, menimbulkan bau, dan menimbulkan
problem kesehatan manusia lainnya, bahkan kematian.4
Sungai pada umumnya di Indonesia, khususnya di kota besar seperti
Surabaya adalah penyedia bahan baku air minum yang diselenggarakan oleh
Perusahaan Air Minum Daerah. Sehingga bila sungai tercemar, maka akan
2

.Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153.
3
. Dhoni Yusra, Kebijakan Penentuan Kualitas Air Serta Sanksi Bagi Pelaku Pencemaran
Dan Tanggung Jawab Negara Mengantisipasi Pencemaran Air, (Jakarta: Universitas Esa Unggul,
t.t.), h. 1.
4
. Sukadi, Pencemaran Sungai Akibat Buangan Limbah dan Pengaruhnya Terhadap BOD
dan DO, (Bandung: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan bandung, 1999), h. 7.

3

berdampak langsung pada kehidupan manusia. Oleh karena itu harus di lakukan
upaya-upaya pembatasan pembuangan limbah, cara membersihkan perairan dari
limbah, sanksi yang diberikan bagi poluter, memastikan tindakan itu tidak
diulangi serta membayar biaya pembersihan, dan juga memberikan kompensansi
bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat pencemaran tersebut.5
Menurut Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, untuk
mengendalikan pencemaran air, pemerintah harus menetapkan baku mutu air
limbah

nasional

yang

ditetapkan

dengan

keputusan

menteri

dengan

memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. Sementara itu baku mutu air
limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan
yang sama atau boleh lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional.
Semenjak UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah telah diubah
menjadi UU No. 32 tahun 2004, maka pengaturan tentang lingkungan hidup telah
mengalami perubahan. Otonomi daerah khususnya dibidang lingkungan hidup
telah di atur dalam Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi. Diantaranya
terdapat pada pasal 2 ayat 3 (butir 18) yang menyangkut bidang lingkungan hidup
yaitu :
1.

Penetapan pedoman sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan.

2.

Penetapan baku mutu lingkungan dan penerapan pedoman tentang
pencemaranlingkungan.

5

. Dhoni Yusra, Kebijakan Penentuan Kualitas Air Serta Sanksi Bagi Pelaku Pencemaran
Dan Tanggung Jawab Negara Mengantisipasi Pencemaran Air, h. 2.

4

3.

Pedoman tentang konservasi sumber daya alam.6

Pencemaran air merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang
di alami Kota Surabaya sebagai dampak dari berbagai aktivitas kota metropolitan
yang semakin meningkat. Oleh karena itu di keluarkanlah Perda Kota Surabaya
No. 2 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran Air yang dirancang untuk
untuk menjamin kualitas air, mencegah terjadinya pencemaran air, mengawasi
serta memberikan sanksi tegas bagi pelaku tindak pidana pencemaran air di Kota
Surabaya.7
Dalam Perda Kota Surabaya No 2 tahun 2004 pasal 32 menjelaskan, barang
siapa yang melakukan tindak pidana pencemaran air maka akan diancam dengan
sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan kemudian dalam pasal 33 menjelaskan,
barang siapa yang melakukan tindak pidana pencemaran air atau mengakibatkan
orang lain mati atau luka, maka dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana
diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.8
Seperti dalam ketentuan pidana di atas berarti mengikat, meliputi semua
orang dan badan hukum yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan pencemaran air, mengganggu upaya pencegahan dan pengurangan
resiko dampak pencemaran air atau karena kelalaiannya dikenakan suatu ancaman
pidana yang telah ditentukan. Sebagaimana negara menjamin hak atas air demi
terciptanya air bersih untuk semua masyarakat, serta adanya ancaman hukuman
6

. Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia sebuah pengantar, cet pertama, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), h. 175.
7
. http//lh.surabaya.go.id/welbh/pencemaran
8
. Peraturan Daerah Kota Surabaya No 2 Tahun 2004 Tentang Pengendalian Pencemaran
Air, Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2004 Nomor 1 / E.

5

dan pertanggung jawaban terhadap pelaku tindak pidana pencemaran air sebagai
bentuk penegakan hukum terhadap lingkungan.
Sanksi pidana diberikan kepada pelaku tindak pidana agar mencegah
timbulnya tindak pidana pencemaran air juga memberikan efek jera kepada pelaku
untuk berbuat hal yang serupa.
Sebelum persoalan-persoalan lingkungan hidup muncul, Islam telah lebih
dahulu mengatur tentang lingkungan hidup lewat ayat-ayat Al-Qur'an. Urusan
lingkungan hidup adalah bagian integral dari ajaran Islam. Oleh sebab itu kita
sebagai manusia yang menempati kedudukan strategis sebagai khalifah di bumi
ini, diberi tugas oleh Allah untuk menjaga seluruh ciptaanNya, salah satunya
adalah air, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 30.
Pada hakekatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Allah SWT
menyediakannya di laut, sungai, bahkan hujan secara gratis, akan tetapi manusia
seringkali tidak menghargai air sebagaimana mestinya.
Jika makhluk hidup terutama manusia tidak bisa hidup tanpa air, sementara
kuantitas air terbatas, maka manusia wajib menyadari untuk menjaga dan
melestarikan kekayaan yang amat berharga ini. Jangan sekali-kali melakukan
tindakan-tindakan yang bisa merusak air itu sendiri, yaitu dengan cara mengotori
atau mencemari sumber air. Rasululullah SAW bersabda :

‫لا يبولن أحدكمْ في الْماء الدائم الذي لا يجْري ثم يغْتسل فيه‬

6

Artinya :"Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang
tidak mengalir, kemudian mandi disana".9 (HR. Bukhari)
Islam sangat mengatur tentang prinsip ketaatan pada setiap aturan
pemerintah, terutama jika aturan tersebut untuk kemaslahatan umum, semua
masyarakat wajib mentaati tanpa terkecuali. Pemerintah menerapkan aturan
tentang pengendalian pencemaran air tentu demi kepentingan masyarakat
(maslahat al-’ammah), karena selain demi mengantisipasi kesehatan masyarakat,
hal itu secara umum merupakan kepedulian pemerintah akan lingkungan hidup.10
Pencemaran air dikategorikan sebagai jarimah ta’zir, karena pencemaran air
termasuk jarimah yang bentuk atau macamnya, serta hukumnya diserahkan
kepada manusia (Ulil Amri), syara’ hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang
bersifat umum saja, dan pencemaran air merupakan jarimah yang dapat berubahubah menurut keadaan dan waktu.11 Walaupun tidak terdapat sanksi dalam bentuk
nash qoth’i mengenai hukumannya, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku
pencemaran air. Adapun pelaku yang melakukan pencemaran air dapat dihukum
sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, adapun sanksinya dapat berupa

9

. Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari), Penerjemah Amiruddin,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 346.
10
. Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Fiqh Lingkungan, (Jakarta: Conservation International
Indonesia, 2006), h. 44.
11
. Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, Cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.
253.

7

sanksi pidana maupun sanksi administrasi yang sesuai dengan tingkat
kejahatannya.12
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis akan menganalisis
mengenai permasalahan dari tindak pidana pencemaran air ini, sehingga timbul
sanksi pidana dalam suatu pelanggaran atau kejahatan menurut hukum positif
maupun hukum Islam ke dalam skripsi penulis yang berjudul :
“TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP
SANKSI

PIDANA

PENCEMARAN

AIR

(STUDI

PERDA

KOTA

SURABAYA NO. 2 TAHUN 2004)”
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di dalam latar belakang

masalah, penulis menjelaskan alasan-alasan mengapa tindak pidana pencemaran
air ini perlu mengkaji lebih mendalam, dan penulis merumuskannya sebagai
berikut:
1.

Bagaimana pandangan hukum positif terhadap sanksi pidana dalam PERDA
Kota Surabaya No 2 Tahun 2004 tentang pengendalian pencemaran air?

2.

Bagaimana pandangan hukum pidana islam terhadap sanksi pidana dalam
PERDA Kota Surabaya No 2 Tahun 2004 tentang pengendalian pencemaran
air?

C.

Tujuan Penelitian

.Akhmad Kholishudin, “Pencemaran Lingkungan Sebagai Tindak Pidana Dalam
Keputusan Muktamar NU Ke-29 (Nomor : 02/MNU-29/1994”) ,( Skripsi S1Fakultas Syari’ah,
IAIN Walisongo, 2012), h.102.
12

8

Tujuan penelitian ini di maksudkan :
1.

Untuk mengkaji pandangan hukum positif terhadap sanksi pidana dalam
peraturan daerah ( PERDA ) Kota Surabaya no 2 tahun 2004 tentang
pengendalian pencemaran air.

2.

Untuk mengkaji pandangan hukum Islam terhadap tindak pidana
pencemaran air dalam PERDA Kota Surabaya no 2 tahun 2004 tentang
pengendalian pencemaran air.

D.

Tinjauan Pustaka
Telah banyak kajian-kajian tentang tinjauan hukum Islam terhadap

Peraturan Daerah, baik dalam bentuk skripsi, tesis maupun disertasi. Namun
kajian yang secara khusus dan menyeluruh untuk mengkaji tentang “Tinjauan
Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Pidana Pencemaran Air Dalam Perda Kota
Surabaya No. 2 Tahun 2004 Tentang Pengendalian Pencemaran Air” dalam
pengetahuan penulis belumlah ada.. Adapun hasil penelitian terdahulu yang
menunjang penelitian ini adalah :
Skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran Dan
Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam Dan UU No 32 Tahun
2009” yang ditulis oleh Ahmad Faqih Syarafaddin Mahasiswa Syari’ah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2011, menjelaskan tentang tindak pidana perusakan
lingkungan menurut hukum Islam dan menurut undang-undang dan juga sanksi
yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

9

Skripsi yang berjudul “Pencemaran Lingkungan Sebagai Tindak Pidana
Dalam Keputusan Muktamar NU Ke-29 (Nomor : 02/MNU-29/1994)” yang di
tulis oleh Akhmad Kholishudin Mahasiswa Syari’ah IAIN Walisongo 2012,
dalam skripsi tersebut ia bermaksud untuk mengetahui keputusan Muktamar NU
ke 29 tentang pencemaran lingkungan dan sejauh manakah Istinbath hukum yang
digunakan NU dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama tentang Pencemaran
lingkungan, bahwasanya pertama pencemaran lingkungan dianggap sebagai
perbuatan jarimah karena pencemaran lingkungan memenuhi ketiga unsur-unsur
umum jarimah apabila perbuatan akan dikelompokkan kedalam jarimah. Kedua,
pencemaran lingkungan sebagai jarimah ta’zir karena pencemaran lingkungan
termasuk

jarimah yang bentuk

atau macamnya, dan hukumnya diserahkan

kepada manusia, syara’ hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat
umum saja, dan pencemaran lingkungan merupakan jarimah yang dapat berubahubah menurut keadaan dan waktu. Walaupun tidak terdapat sanksi dalam bentuk
nash qoth’i mengenai hukumannya, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku
pencemaran lingkungan. Adapun pelaku yang melakukan pencemaran lingkungan
dapat dihukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, adapun sanksinya
berupa pidana penjara ataupun denda sesuai dengan tingkat kejahatannya
Di samping itu ada juga skripsi yang membahas mengenai “Tinjauan Fiqih
Lingkungan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Sumber Daya Air” (Studi Analisis
Pasal 94 ayat 1 no 7 tahun 2004 tentang SDA ) oleh Imrotun Mahasiswa Syari’ah
IAIN Walisongo 2006, ini dengan pertimbangan kepentingan umum yang
berorientasikan kemaslahatan dan menolak adanya kerusakan bagi masyarakat,

10

bangsa dan negara dari jeratan hukum dari kerusakan lingkungan khususnya air
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, maka dalam kesimpulan
skripsinya dalam perspektif fiqh lingkungan status hukum pelestarian lingkungan
hukumnya wajib

dan pencemaran lingkungan merupakan tindak pidana, dan

kewenangan Pemerintah (Ulil Amri) untuk sanksi pidana, ketentuan pidana UU
No 7 tahun 2004 sesuai dengan Maqasidus syari’ah karena dapat mengancam
jiwa, akal, dan daya survive manusia dan makhluk yang lain.
Dalam skripsi ini fokus kajian yang akan diteliti yaitu, meneliti secara
umum aspek-aspek pidana dalam PERDA Kota Surabaya No 2 tahun 2004
tentang pengendalian pencemaran air, yakni mengenai bentuk pidana berdasarkan
hukum Islam maupun hukum positif sesuai dengan ketentuan dalam PERDA Kota
Surabaya No 2 tahun 2004 tentang pengendalian pencemaran air. Semoga
penelitian ini dapat dijadikan pengalaman atau tambahan referensi berfikir dan
berwacana dalam kasus-kasus yang sama, tentunya dalam hal yang berkaitan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, terkhusus dalam bidang
sumber daya air dan konservasi air demi kebutuhan dan kelangsungan hidup
manusia dan ekosistemnya. Pemusatan perhatian ini dilakukan karena melihat
kerusakan dan pencemaran air khususnya di daerah Surabaya yang semakin parah.

11

E.

Metode Penelitian
Metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam

mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam suatu penelitian, untuk
memperoleh kembali pemecahan terhadap permasalahan.13
Untuk mendapatkan data dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan
metode

penelitian

kualitatif

yang

bersifat

deskriptif

analistis

yaitu

menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa yang menjadi
objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan normatif dan pendekatan analistis
1.

Teknik pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research) yang
objek utamanya berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, majalah, surat
kabar, hasil seminar dan sumber lainnya yang berkaitan secara langsung
dengan obyek yang diteliti.
a.

Sumber Data Primer
Merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya, memuat

segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumbersumber data tersebut berupa Perundang-undangan yang membahas
mengenai, Al-Quran dan As-Sunnah dan juga buku-buku yang membahas
tentang Tindak Pidana Pencemaran Air.
13

. Joko Subagyo, Metodologi Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1994), h. 2. (12)

12

b.

Sumber Data Sekunder
Merupakan data-data yang memberikan penjelasan mengenai bahan-

bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang memuat
segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara
lain informasi yang relevan, artikel, buletin, atau karya ilmiah para sarjana.
2.

Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis menggunakan
teknik kualitatif. Yang dimaksud dengan teknik kualitatif yaitu metode yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala suatu
masyarakat tertentu. Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisa datadata yang diperoleh dan faktor-faktor yang merupakan pendukung dan
relevan terhadap objek yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan dari
hal yang dijadikan objek penelitian.
Data yang diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah
dan menghadapkan pada pemecahan masalah. Adapun metode analisis data
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis isi secara
kualitatif. Dalam analisis ini, semua data yang dianalisis adalah berupa teks.
Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi, dan
menganalisa teks atas dokumen untuk memahami, signifikasi dan relevansi
teks atau dokumen.

13

F.

Sistematika Penulisan
Sebagai pertimbangan dalam mempermudah penulisan skripsi saya ini,

penulis menyusun dengan menggunakan sistematika penulisan yang disesuaikan
dengan buku pedoman penulisan skripsi tahun 2012. Skripsi ini terdiri dari lima
bab, dimana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan penjelasan yang
terinci, agar memudahkan pembaca. Berdasarkan pada materi skripsi yang penulis
bahas, sistematika penyusunan skripsi ini terbagi sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang meliputi, latar belakang penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian, lokasi penelitian serta diakhiri dengan penjelasan mengenai
sistematika penelitian dan dalam bab pertama ini menggambarkan isi penelitian
dan latar belakang yang menjadi pedoman dalam bab-bab selanjutnya.
Bab II : Tentang pemaparan mengenai teori-teori tindak pidana yang meliputi
tindak pidana menurut hukum positif dan menurut hukum Islam, dan lebih
mengedepankan masalah ta’zir.
Bab III : Sanksi pidana dalam PERDA Kota Surabaya No 2 tahun 2004 tentang
pencemaran air yang meliputi ; Pencemaran air di Kota Surabaya, latar belakang
penyusunan PERDA Kota Surabaya No 2 Tahun 2004 Tentang Pencemaran Air,
kemudian sumber hukum PERDA Kota Surabaya No 2 tahun 2004 tentang
pengendalian pencemaran air, dan ketentuan sanksi pidana dalam PERDA Kota
Surabaya No 2 tahun 2004 tentang pengendalian pencemaran air

14

Bab IV: Analisis sanksi pidana positif dan hukum Islam terhadap sanksi pidana
dalam PERDA Kota Surabaya No.2 tahun 2004 tentang pengendalian pencemaran
air
Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai
akhir, juga terdiri dari saran-saran penulis tentang persoalan yang diangkat dalam
penulisan skripsi ini

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

A.

Tindak Pidana Menurut Hukum Positif
1.

Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana dalam bahasa Latin, yakni delictum. Dalam

bahasa Jerman disebut delict, dalam bahasa Perancis disebut delit, dan
dalam bahasa Belanda disebut strafbaar feit atau delict.14 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut.
“Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana.”15
Mengenai “delik” dalam arti starfbaar feit, para pakar hukum pidana
masing-masing member definisi sebagai berikut :
1.

Vos

: Delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum

berdasarkan undang-undang.
2.

Van Hamel

: Delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap

hak-hak orang lain.
3.

Prof. Simons

: Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang

telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang

14

. Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cet V, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 7.
15
. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai
Pustaka, 2001).

15

16

yang tindakannya tersebut dapat dipertanggung jawabkan dan oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagi suatu perbuatan yang dapat
dihukum.16
Di dalam buku-buku maupun di dalam peraturan-peraturan tertulis,
ada beberapa istilah lain yang dipakai dari bahasa Indonesia sebagai
terjemahannya, seperti :
1) Peristiwa pidana;
2) Perbuatan pidana;
3) Pelanggaran pidana;
4) Perbuatan yang dapat dihukum; dan
5) Perbuatan yang boleh dihukum
Jadi, terjemahan strafbaar feit atau delict di dalam bahasa Indonesia
terdapat enam istilah, termasuk istilah tindak pidana.17
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
strafbaar feit atau delict dapat kita pahami sebagai suatu tindak pidana,
peristiwa pidana, pelanggaran pidana, atau perbuatan pidana yang dapat
dipidana atau dikenakan hukuman.
2.

Unsur-unsur tindak pidana
Supaya maksud dari unsur-unsur tindak pidana dapat dipahami, maka

akan diberikan ilustrasi sebagai berikut. Kata “pencemaran” terdiri atas
huruf: p, e, n, c, e, m, a, r, a, dan n. Jika salah satu huruf di buang maka kata
tersebut tidak akan sempurna, bahkan bisa jadi kata”encemaran” atau
16

. Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, h. 8.
. M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Cet 2, (Bandung: Remadja Karya, 1986), h. 1.
17

17

“pencemar” dan sebagainya; yang jelas jika salah satu huruf tidak ada, arti
dan maksudnya pun akan berbeda. Artinya, kata “pencemaran” terdiri dari
10 (sepuluh) huruf. Tiap huruf merupakan unsur dari kata ”pencemaran”.
Demikian halnya jika diformulasikan kepada “hakikat tindak pidana”, jika
salah satu unsur tindak pidana tidak terpenuhi, maka tidak dapat disebut
sebagai tindak pidana.18
Terdapat 11 unsur tindak pidana yang tercantum di dalam KUHP,
yaitu :
1)

Unsur tingkah laku;

2)

Unsur melawan hukum;

3)

Unsur kesalahan;

4)

Unsur akibat konstitutif;

5)

Unsur keadaan yang menyertai;

6)

Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana;

7)

Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;

8)

Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana;

9)

Unsur objek hukum tindak pidana;

10)

Unsur kualitas objek hukum tindak pidana;

11)

Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.19
Menurut pandangan Moeljatno dan Roeslan Saleh yang dikutip dalam

buku Dasar-dasar Hukum Pidana karangan Mahrus Ali, ketika dikatakan
bahwa perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbuatan yang dilarang dan
18

. Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, h. 8.
.Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Cet 1, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 82.
19

18

diancam dengan pidana bagi siapa saja yang melakukannya, maka unsurunsur perbuatan pidana meliputi beberapa hal. Pertama, perbuatan itu
berwujud suatu kelakuan baik aktif maupun pasif yang berakibat pada
timbulnya suatu hal atau keadaan yang dilarang oleh hukum. Kedua,
kelakuan dan akibat yang timbul tersebut harus bersifat melawan hukum
baik yang bersifat formil maupun materiil. Ketiga, adanya hal-hal atau
keadaan tertentu yang menyertai terjadinya kelakuan dan akibat yang
dilarang oleh hukum.20
Dalam praktiknya, untuk memidanakan seseorang yang di dakwakan
telah melakukan suatu tindak pidana, maka unsur-unsur yang terdapat dalam
tindak pidana tersebut harus terpenuhi. Akan tetapi, apabila yang
didakwakan adalah tindak pidana yang dalam rumusannya terdapat unsurunsur kesalahan dan atau melawan hukum, maka unsur tersebut juga
terdapat dalam diri si pelaku, dan harus dibuktikan kebenarannya.
3.

Pengertian Sanksi Pidana
Kata sanksi berasal dari Bahasa Belanda yaitu “Sanc’tie” yang artinya

alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat pada perjanjian.21 Dalam
kamus Bahasa Indonesia, sanksi berarti tanggungan (tindakan-tindakan,
hukuman) untuk memaksa seseorang menepati perjanjian atau mentaati
ketentuan undang-undang. Sedangkan kata pidana berasal dari berasal dari

20

. Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Cet 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 100.
. S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda- Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 560
21

19

bahasa sanksekerta dalam bahasa Belanda disebut “straf” dan dalam bahasa
Inggris disebut “penalty” artinya hukuman.26
Dari beberapa definisi yang dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sanksi pidana adalah tindakan atau hukuman yang
dijatukan karena adanya pelanggaran atau perbuatan kejahatan sebagai
akibat hukum untuk menjamin ditaatinya suatu norma yang terdapat di
dalam masyarakat. Sanksi pidana dari segi tujuan penerapannya dapat
dibenarkan dengan alasan yang dikemukakan sebagai berikut:
a. Untuk mencegah terjadinya kejahatan atau tindakan yang tidak
dikehendaki atau tindakan yang salah;
b. Untuk memberikan balasan yang setimpal dan layak sesuai
tindakan pelaku tindak pidana
Karena itu, hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang pelaku
sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya membuat sadar dari
kesalahan dan tidak mengulang tindakan yang bertentangan dengan
hukum.22
4.

Macam-Macam Sanksi Pidana
Menurut hukum positif, ketentuan pidana tercantun dalam pasal 10

kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), di mana dibedakan pidana
pokok dan pidana tambahan. Yaitu:
1) Hukuman Pokok
22

. Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2007), cet. Ke- 5, h. 361

20

Yaitu hukuman yang dijatuhkan bersama-sama pidana tambahan, dan
dapat juga dijatuhkan sendiri.
Macam-macam hukuman pokok adalah:
a. Hukuman Mati
Hukuman mati masih tetap dipertahankan di Indonesia, walaupun sejak
tahun 1870 hukuman mati telah dihapuskan dari KUHP Nederland. Tujuan
menjatuhkan dan menjalankan hukuman mati selalu diarahkan kepada
khalayak ramai agar mereka dengan ancaman hukuman mati, akan takut
melakukan perbuatan-perbuatan kejam yang akan mengakibatkan mereka
dihukum mati. Karena inilah pada zaman dahulu hukuman mati
diberlakukan.23

b.

Hukuman Penjara
Hukuman penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan

kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam
bentuk pidana penjara saja, tetapi juga berupa pengasingan. Jadi, dapat
dikatakan bahwa pidana penjara merupakan bentuk utama dan umum dari
pidana kehilangan kemerdekaan.24
c.

23

Hukuman Kurungan

. Wirdjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2009), cet. Ke-3, h. 175
24
. Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya paramita,
1993), h. 37

21

Jenis hukuman kurungan sifatnya mirip dengan hukuman penjara, yakni
sama-sama

menghilangkan

kemedekaan

seseorang,

namun

dengan

perbedaan yang di antaranya sebagai berikut:25
Pertama, hukuman penjara diancamkan terhadap kejahatan berat,
sedangkan hukuman kurungan diancamkan sebagai hukuman alternatif.
Kedua, hukuman penjara dapat dijalankan dalam penjara di mana saja,
sedangkan hukuman kurungan dengan semuanya terpidana tidak dapat
dijalankan di luar daerah, di mana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu
pidana itu dijatuhkan.
Ketiga, orang yang dihukum dengan pidana penjara pekerjaannya lebih
berat daripada orang yang dihukum dengan pidana kurungan; tempo bekerja
tiap-tiap hari bagi pidana penjara selama 9 jam dan kurungan hanya 8 jam.
Keempat, orang yang dihukum pidana kurungan mempunyai hak
“pistole”, yaitu hak untuk memperbaiki keadaannya dalam rumah penjara
atau ongkos sendiri, sedang yang dihukum penjara tidak.
d.

Hukuman Denda
Hukuman denda merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua daripada

penjara. Hukuman denda adalah hukuman yang tertuju kepada harta
seseorang.
2) Hukuman Tambahan

25

. Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia,
(Jakarta: Akademika Pressindo, 1983), cet. Ke-1, h. 35

22

Melihat namanya, sudah nyata bahwa pidana tambahan ini hanya
bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Pidana tambahan
disebut dalam Pasal 10 KUHP pada bagian b, yang terdiri dari:
a. Pencabutan Hak-Hak tertentu
Yang dapat dicabut itu hanya hak-hak tetentu saja, artinya orang tidak
mungkin akan dijatuhi pencabutan semua haknya, karena dengan demikian
itu ia tidak akan dapat hidup. Pasal 35 KUHP menentukan hak si bersalah
yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam
undang-undang adalah:
a) Hak untuk menjabat segala jabatan atau jabatan yang tertentu. Yang
dimaksud dari jabatan adalah tugas pada negara atau bagian dari
negara;
b) Hak untuk masuk kekuasaan angkatan bersenjata. Yang masuk
kekuasaan angkatan bersenjata adalah tentara dan pewajib tentara
baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, Udara, Maupun Kepolisian
Negara;
c) Hak dipilih dan memilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum atau berdasarkan undangundang;
d) Hak menjadi penasehat, wali, pengampu, atau pengampu pengawas
atas orang yang bukan anakya;
e) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;

23

f) Hak untuk melakukan pekerjaan yang tertentu, artinya segala
pekerjaan yang bukan pegawai negeri, jadi pekerjaan partikulir,
seperti dagang, sopir, dan lain-lain.26
Adapun jangka waktu pencabutan hak tersebut di atas terikat oleh
jangka waktu tertentu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 KUHP,
yaitu:
a) Dalam hal orang dihukum mati atau penjara semur hidup, maka
jangka waktu pencabutan hak-hak tersebut adalah selama
hidupnya;
b) Sekurang-kurangnya dua tahun atau setinggi-tingginya lima tahun
lebih. Jika hukuman yang dijatuhkan itu adalah hukuman penjara
atau hukuman kurungan;
c) Dalam hal denda, selama sedikit-dikitnya dua tahun dan selamalamanya lima tahun.33
b. Perampasan barang-barang tertentu
Pidana ini dapat dijatuhkan apabila ancaman pidana penjara tidak
lebih dari tujuh tahun atau jika terpidana hanya dikenakan tindakan.
Adapun barang-barang yang dapat dirampas adalah:
a) Barang milik terpidana atau orang lain yang seluruhnya atau
sebagian besar diperoleh dari tindak pidana;
b) Barang yang ada hubungannya dengan terwujudnya tindak
pidana;

26

. Ibid., h. 38

24

c) Barang

yang

dipergunakan

untuk

mewujudkan

atau

untuk

menghalang-halangi

mempersiapkan tindak pidana;
d) Barang

yang

dipergunakan

penyidikan tindak pidana; atau
e) Barang yang dibuat atau diperuntukkan bagi terwujudnya tindak
pidana.27
c. Pengumuman putusan hakim
Pada hakikatnya semua putusan hakim itu senantiasa telah
diucapkan di muka umum, akan tetapi bila dianggap perlu, di
samping itu sebagai pidana tambahan, putusan tersebut akan
disiarkan sejelasjelasnya melalui cara yang akan ditentukan oleh
hakim. Seperti melalui siaran televisi, radio, surat kabar dan
sebagainya. Pengumuman ini dilakukan penuntut umum, dan biaya
pengumuman menjadi tanggungan terhukum.
B.

Tindak Pidana Menurut Hukum Islam
1.

Pengertian Jarimah
Kata Jarimah berasal dari bahasa Arab yang jika diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia berarti kejahatan, berbuat dosa, berbuat salah, atau
perbuatan yang diancam hukuman (delik).28 Menurut istilah yang di
ungkapkan oleh Imam Al-Mawardi sebagai berikut :

‫ج اه تعالى ع ْن ا بحّ ا ْ ت ْع ْي‬
27

ّ‫حظ ْرا ش ْع‬
ْ ‫الج ائم م‬

. Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. Ke-2,

h.22
28

. Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir; Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h. 187.

25

Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang
diancam dengan hukuman had atau ta’zir.29
Pada kata Mahzhuuraat terdapat definisi yaitu, perbuatan yang
dilarang baik berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang maupun
meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Pada kata Syar’iyah terdapat
makna bahwa suatu perbuatan baru dianggap sebagai jarimah apabila
perbuatan itu dilarang oleh syara’ dan diancam dengan hukuman. Dan
kemudian pada kata Had terdapat dua arti, arti umum dan arti khusus. Pada
arti umum Had meliputi semua hukuman yang telah ditentukan oleh syara’,
baik yang berkenaan dengan hak Allah maupun hak individu. Dalam arti
khususnya, Had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan
merupakan hak Allah, seperti hukuman potong tangan untuk jarimah
pencurian.30
Dari pengertian jarimah menurut syara’ tersebut, hampir sesuai
dengan pengertian hukum pidana menurut hukum positif. Istilah jarimah
dalam hukum positif diartikan sering diartikan sebagai peristiwa pidana,
perbuatan pidana, tindak pidana, atau delik. Dalam hukum pidana positif,
suatu perbuatan akan dianggap sebagai tindak pidana, apabila perbuatan
tersebut bertentangan dengan undang-undang dan terdapat ancaman
hukuman di dalamnya. Apabila perbuatan tersebut tidak bertentangan

29

. Al- Mawardi, Al-Ahkam As Sulthaniyah, Cet III, (Mesir, Maktabah Musthafa Al Baby Al
Halaby, 1973), h. 219.
30
. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Cet I, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2004), h. 10.

26

dengan hukum dan tidak terdapat ancaman hukuman di dalamnya, maka
perbuatan tersebut tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana.31
2.

Unsur Jarimah dan Pembagiannya
Seseorang dapat dikatakan terpidana apabila terpenuhinya semua

unsur-unsur tindak pidananya. Dalam hukum pidana Islam terdapat unsurunsur jarimah secara umum yang harus terpenuhi ketika menetapkan suatu
perbuatan jarimah, diantaranya ialah:
a. Unsur Formal, yaitu adanya nash yang melarang perbuatan dan
diancam hukuman terhadapnya.
b. Unsur Material, yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah,
baik perbuatan-perbuatan nyata maupun sikap tidak berbuat.
c. Unsur Moral, yaitu mukallaf atau orang yang dapat dimintai
pertanggung jawaban terhadap jarimah yang dilakukannya.32
Semua unsur-unsur tersebut harus terpehuhi ketika menentukan suatu
perbuatan untuk digolongkan kepada jarimah. Disamping unsur-unsur
umum tersebut, jarimah juga mempunyai unsur-unsur yang dipenuhi yaitu
unsur khusus jarimah. Misalnya suatu perbuatan dikatakan pencurian jika
barang yang dicuri minimal bernilai ¼ (seperempat) dinar, dilakukan
dengan diam-diam dan benda tersebut disimpan dalam tempat yang pantas.
Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut, seperti barang tidak berada dalam
tempat yang tidak pantas, nilainya kurang dari ¼ (seperempat) dinar atau
dilakukan secara terang-terangan. Meskipun memenuhi unsur-unsur
31
32

. Ibid, h. 10.
. Ibid, h. 28.

27

umum,tetapi tidak bisa dikategorikan pencurian yang dikenakan hukuman
potong tangan seperti dalam ketentuan nash Al Qur’an. Pelakunya hanya
terkena hukuman ta’zir yang ditetapkan oleh penguasa.
Ditinjau dari segi berat dan ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi
menjadi tiga bagian antara lain :
a.

Jarimah hudud

b.

Jarimah qishash diyat

c.

Jarimah ta’zir

a) Jarimah hudud
Kata hudud berasal dari bahasa Arab yang jika diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia berarti hukuman, larangan-larangan, peraturan-peraturan.33
Adapun secara terminologi ialah hukuman yang batasannya telah ditentukan
oleh syara’ dan menjadi hak Allah (menyangkut hak masyarakat). Dalam
pengertian hak Allah di sini adalah hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan
oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh
masyarakat yang diwakili oleh negara.34
Al-Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa hudud yaitu, sanksi-sanksi yang
dapat mencegah pelaku dari tindakan mengulang pelanggaran. Adapun arti
kata had mengacu kepada arti pelanggaran.35 Sebagaimana firman Allah
Surat Al-Baqarah 2 : 187 yang berbunyi :
…….      
33

. Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir; Arab-Indonesia, h. 243.
. Ibid, h. 18.
35
. Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid II, Cet 4, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983), h. 302.

34

28

“Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya.....”

Namun demikian, jika kita amati dari semua definisi hudud di atas,
pada intinya sama, yaitu sanksi, ancaman atau hukuman yang telah di
tentukan secara jelas di dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jika ditinjau dari segi materi jarimah, tindakan jarimah yang wajib
dihukum had terbagi menjadi tujuh, yaitu hudud atas jarimah zina, qadzaf,
meminum minuman keras, pemberontakan, murtad, pencurian, dan
perampokan.36
Dengan demikian ciri khas dari jarimah hudud ialah. Pertama,
hukumannya sudah ditentukan dan terbatas, artinya hukumannya telah
ditentukan oleh nash dan tidak ada batas minimal dan maksimal. Kedua,
hukuman tersebut merupakan hak Allah semata, atau jika ada hak manusia
di samping hak Allah maka hak Allah-lah yang harus didahulukan.37
b)

Jarimah qishash diyat
Menurut Bahasa, qisas adalah bentuk masdar yang berarti memotong.

Adapun menurut istilah qisas adalah, memberikan sanksi kepada pelaku
persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut kepada korban.
Dengan demikian nyawa pelaku pembunuhan dapat dihilangkan karena ia
pernah menghilangkan nyawa korban atau pelaku penganiyaan boleh
dianiaya karena ia pernah menganiaya korban.38

36

. M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 17.
. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 17.
38
. M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 4-5.

37

29

Jarimah qishash dan diyat adalah jarimah yang di ancam dengan
hukuman qishash atau diyat. Qishash dan diyat merupakan hukuman yang
sudah ditentukan oleh syara’. Adapun perbedaannya dengan hukuman had
adalah bahwa had merupakan hak Allah (hak masyarakat), sedangkan
qishash dan diyat adalah hak manusia (individu). Dengan demikian, maka
ciri khas dari jarimah qishash dan diyat ini adalah. Pertama, hukumannya
sudah ditentukan dan terbatas, artinya sudah ditentukan oleh nash dan tidak
di tentukan batasan minimal atau maksimal. Kedua, hukuman tersebut
merupakan hak perseorangan (individu), artinya korban atau keluarganya
berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.39
Dalam fiqh jinayah, terdapat dua macam qishash, yaitu :
a.

Qishash terhadap jarimah pembunuhan.

b.

Qishash terhadap jarimah penganiayaan.

Sanksi qishash berlaku ketika kejahatan dilakukan secara sengaja dan
keluarga korban tidak memaafkan pelaku. Apabila keluarga korban
memaafkan, maka akan beralih menjadi hukuman diyat. Diyat (ganti tugi)
merupakan hukuman pengganti yang dikenakan kepada pelaku jika tidak
terpenuhinya syarat daripada hukuman qishash dan diberikan kepada
keluarga korban. Dengan demikian tidak semua pelaku tindak pidana
pembunuhan pasti diancam dengan qishash.
Al-Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah berpendapat bahwa diyat
adalah sejumlah harta yang di bebankan kepada pelaku, karena terjadinya

39

. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 18.

30

tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada
korban atau ahli warisnya.40
Dengan demikian jelaslah bahwa hukuman diyat merupakan suatu
hukuman yang bersifat harta yang yang dikenakan kepada pelaku tindak
pidana (pembunuhan dan penganiayaan) yang diserahkan kepada korban
atau ahli waris korban. Sebagaimana dijelaskan di dalam surat An-Nisa ayat
92 sebagai berikut :

            
             

  