Analisis hasil penelitian yang dilakukan kepada peternak unggas air sektor 4 di Kabupaten Bogor dan Sukabumi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .........................................................................................

i

DAFTAR TABEL ................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

v

PENDAHULUAN .................................................................................
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................

Manfaat Penelitian ...........................................................................
Hipotesis ...........................................................................................

1
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
Biosekuriti ..................................................................................
Biosekuriti pada Peternakan Unggas Sektor 4 ...........................
Isolasi .............................................................................
Pengawasan Lalu Lintas .................................................
Sanitasi ...........................................................................
Virus Avian Influenza .................................................................
Diagnostik Avian Influenza ........................................................
Transmisi Avian Influenza .........................................................
Transmisi Horizontal secara Langsung dari Hewan ..................
Transmisi Horizontal secara tidak Langsung .................

Transmisi Horizontal dari Hewan ke Manusia ...............
Studi Kasus Kontrol ...................................................................
Prevalensi dan Insidensi .............................................................
Relative Risk dan Odds Ratio .....................................................
Faktor Konfaunding ...................................................................

3
3
4
5
5
5
6
7
7
8
9
10
11
12

12
13

METODE PENELITIAN ....................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................
Kerangka Pemikiran ...................................................................
Pemilihan Kasus dan Kontrol ....................................................
Populasi dan Sampel ..................................................................
Kriteria Sampel Inklusi dan Eklusi ............................................
Pengelompokkan Tingkat Biosekuriti ........................................
Kerangka Pendekatan Studi .......................................................
Kriteria dan Pembobotan Kuisioner ...........................................
Analisis Data .............................................................................

14
14
14
14
15
16

16
16
20
20

v

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
Kondisi Umum Wilayah Penelitian ...........................................
Keragaman Populasi, Produksi dan Kelembagaan .....................
Kondisi Tingkat Biosekuriti secara Umum ................................
Distribusi Tingkat Biosekuriti Berdasarkan Kelompok .............
Identifikasi dan Hubungan Tingkat Biosekuriti .........................
Hubungan Kondisi Perkandangan dan Pemaparan AI .............
Hubungan Sanitasi dan Pemaparan AI .......................................
Hubungan Pakan dan Pemaparan AI ..........................................
Hubungan Pengawasan Lalu lintas dan Pemaparan AI ............
Analisis Multivariat Faktor-faktor Biosekuriti .........................
Karakteristik Peternak Responden secara Umum ......................
Distribusi Karakteristik Peternak Berdasarkan Kelompok ........

Hubungan Tingkat Biosekuriti dan Karakteristik Peternak .......

26
26
26
28
29
29
30
32
37
38
40
41
43
44

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

46


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

47

LAMPIRAN ..........................................................................................

52

v

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Tabel dasar kasus kontrol ..............................................................

13


2. Prevalensi Serologis AI pada Unggas Air .....................................

15

3. Pembobotan kuisioner ...................................................................

22

4. Definisi operasional peubah penelitian .........................................

24

5. Rekapitulasi populasi ternak dan luas lahan .................................

27

6. Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Sukabumi ..............

28


7. Kondisi umum tingkat biosekuriti peternakan unggas air ............

28

8. Tingkat biosekuriti secara umum menurut kelompok ..................

29

9. Nilai OR dari tingkat biosekuriti peternakan unggas air................

29

10. Hubungan kondisi perkandangan dan pemaparan AI ...................

31

11. Hubungan sanitasi dan pemaparan AI pada peternakan ................

33


12. Hubungan pakan dan pemaparan AI .............................................

37

13. Hubungan pengawasan lalu lintas dan pemaparan AI ..................

38

14. Nilai OR dari analisis multivariat faktor-faktor biosekuriti ..........

41

15. Karakteristik responden peternak unggas air sektor 4 ..................

42

16. Distribusi tingkat biosekuriti berdasarkan karakteristik ..............

43


17. Hubungan antara karakteristik responden peternak dan tingkat ...

45

v

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1. Kemungkinan transmisi AI diantara unggas ..............................

9

2. Kemungkinan transmisi penyakit avian influenza .....................

10

3. Bagan studi kasus kontrol ..........................................................


11

4. Bagan alur disain penentuan kasus dan kontrol .........................

15

5. Bagan alur kerangka pendekatan studi .......................................

19

v

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner untuk peternak ...........................................................

52

2. Foto-foto kandang kasus ............................................................

63

3. Foto-foto kandang kontrol .........................................................

64

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhir tahun 2003, dunia perunggasan di Indonesia dihebohkan dengan
adanya wabah avian influenza (AI) / flu burung.

Penyakit ini banyak

menimbulkan kematian unggas (hampir 90%), penurunan produksi telur dan
penurunan persentase penjualan daging dan telur yang mengakibatkan banyak
peternakan perunggasan di Indonesia ”gulung tikar ” (Dharmayanti et al. 2005).
Keadaan ini sangat menghawatirkan terlebih lagi dengan adanya
penemuan mutasi virus AI pada ayam yang terinfeksi. Virus yang bermutasi ini
dapat menular ke manusia sehingga penyakit ini termasuk penyakit zoonosis.
Virus AI yang paling cepat bermutasi dan merupakan virus epidemic of highly
pathogenic avian influenza (HPAI) disebabkan oleh H5N1 (Dharmayanti et al.
2005).
Diantara unggas domestik yang ada, unggas air lebih resisten terhadap AI
daripada unggas lainnya. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada
unggas air (asymptomatic) namun dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal
pada unggas lainnya. Unggas air juga dinyatakan sebagai reservoar alami virus AI
(Charlton et al. 1996; Cardona 2005; WHO 2005; Dharmayanti et al. 2006).
Virus HPAI oleh H5N1 sudah terjadi secara endemis pada perunggasan
Indonesia (Songserm et al. 2006). Oleh karena itu,

Indonesia

melakukan

upaya penanganan AI berupa 9 (sembilan) langkah strategis, yang salah satunya
adalah peningkatan biosekuriti (Deptan RI 2006).
Namun pada kenyataanya, pelaksanaan biosekuriti masih sulit dilakukan
terutama di peternakan sektor 4 /back yard /non komersil. Hal ini disebabkan
pemeliharaan unggas air masih banyak yang bersifat tradisional dan populasinya
juga sedikit. Menurut WHO (2005), pemeliharaan unggas yang masih tradisional
dan sistem back yard dengan biosekuriti yang rendah menjadi kendala untuk
menangani AI di Asia. Songserm et al. (2006) menambahkan, pemeliharaan bebek
dengan sistem penggembalaan bebas merupakan faktor resiko outbreak H5N1
pada ayam.
Tiga komponen besar dari tindakan biosekuriti yaitu: isolasi ternak dari
lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi (Ryder

1

2005 dan Jeffrey 2006). Untuk mengetahui faktor-faktor dalam komponen
biosekuriti yang dapat mempengaruhi terjadinya pemaparan AI pada unggas air
dengan tingkat prevalensi yang rendah /hasil jadi yang langka, maka dilakukan
studi kasus kontrol. Studi ini dapat juga digunakan untuk menganalisis sekaligus
beberapa faktor penyebab/ faktor resiko terhadap pemaparan AI (Basuki 2000).
Menurut laporan Deptan RI (2006), salah satu propinsi tertular AI dengan
populasi unggas air tertinggi di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI (2006), Kabupaten Bogor dan
Sukabumi merupakan kabupaten yang tertular AI. Kedua kabupaten ini juga
memberikan kontribusi terhadap penyediaan produk unggas bagi masyarakat di
Ibu Kota Republik Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Bogor dan Sukabumi.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1). Identifikasi tingkat biosekuriti pada peternakan unggas air sektor 4 di
Kabupaen Bogor dan Sukabumi
2). Analisis pengaruh tingkat biosekuriti terhadap pemaparan AI
3). Mengetahui magnitude dalam biosekuriti yang mempengaruhi eksistensi
penyakit
4). Analisis karakteristik peternak yang mempengaruhi tingkat biosekuriti.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kejadian penyakit AI
pada unggas air dihubungkan dengan tingkat biosekuriti yang diterapkan di
Kabupaten Bogor dan Sukabumi.
Hipotesis
Adapun beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1). Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat biosekuriti dengan pemaparan AI
pada unggas air
2). Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik peternak (pengetahuan,
pendidikan, tujuan usaha, status kepemilikan dan pengalaman) dengan tingkat
biosekuriti.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Biosekuriti
Biosekuriti adalah suatu usaha pencegahan penularan penyakit di
peternakan dengan cara menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme.
Jika peternak melakukukan biosekuriti di peternakan maka dapat menjauhkan
mikroorganisme dari ternak unggas dan menjauhkan ternak unggas dari
mikroorganisme (Jeffrey 2006). Tujuan biosekuriti adalah mengeluarkan penyakit
yang potensial dari peternakan sehingga membantu memelihara kesehatan,
kesejahteraan dan produksi ternak (TAS 2006).
Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya wabah penyakit melalui pengawasan masuknya kuman patogen.
Biosekuriti yang dilakukan harus praktis, dapat dilakukan dan efektif harganya
(Morris 2005). Biosekuriti merupakan pengawasan penyakit yang termurah dan
paling efektif (Deptan 2006). Cardona (2005) menambahkan, biosekuriti
merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit.
Tiga komponen besar dari tindakan biosekuriti yaitu: isolasi ternak dari
lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi (Ryder
2005 dan Jeffrey 2006). Biosekuriti merupakan semua usaha yang meliputi
program manajemen, perkandangan, dekontaminasi, kontrol serangga dan
vaksinasi yang secara langsung dapat mempengaruhi produktifitas dan pendapatan
(Shane 1995). Menurut TAS (2006), jika penyakit sudah masuk ke peternakan,
namun bila biosekuriti dilakukan, maka penyebaran penyakit ke peternakan yang
lain dapat dicegah.
Songserm et al. (2006) melakukan penelitian di Thailand pada Tahun 2004
untuk melihat pengaruh biosekuriti terhadap prevalensi AI pada bebek. Mereka
menempatkan kandang bebek yang berdekatan dengan kandang ayam dengan 4
(empat) sistem peternakan yang berbeda yaitu kandang sistem tertutup, sistem
terbuka, sistem digembalakan (grazing) dan sistem backyard. Adapun hasil
penelitian mereka adalah 23,5% ayam terinfeksi H5N1 pada sistem terbuka;
45,96% bebek dan 56% ayam terinfeksi H5N1 dengan sistem digembalakan dan
47% bebek terinfeksi H5N1 dengan sistem backyard. Bebek yang terinfeksi H5N1

3

ini tidak menunjukkan gejala klinis (asymptomatic). Mereka juga menyimpulkan
bahwa bebek merupakan faktor resiko terjadinya outbreak H5N1 pada ayam.
Berdasarkan klasifikasi sektor peternakan (Apriyantono 2006), sistem
biosekuriti pada peternakan dan sistem penjualan produksi (FAO 2004), terdapat 4
(empat) sektor peternakan yaitu:
1. Sektor 1 (satu) dengan kriteria :
a) Industri peternakan besar terintegrasi dengan biosekuriti tingkat atas
b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil
c) Peternakan pengembang dan eksportir
d) Populasi berjuta-juta ekor
2. Sektor 2 (dua) dengan kriteria :
a) Produksi peternakan besar bersifat komersil dengan biosekuriti tingkat
menengah sampai tingkat atas
b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil
c) Peternakan pengembang
d) Populasi 1 juta ekor
3. Sektor 3 (tiga) dengan kriteria :
a) Produksi peternakan bersifat komersil dengan biosekuriti yang rendah
sampai minimal
b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil
c) Populasi lebih dari 10.000 ekor
4. Sektor 4 (empat) dengan kriteria :
a) Produksi peternakan bersifat lokal dengan biosekuriti yang rendah
b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat non komersil/ rumah tangga
c) Manusia tinggal / berada di dekat unggas yang dipelihara atau hewan
lainnya
d) Populasi kurang dari 10.000 ekor
Biosekuriti pada Peternakan Unggas Sektor 4 (empat)
Biosekuriti yang dilakukan pada peternakan unggas sektor 4 terdiri dari 3
(tiga) kelompok besar yaitu: isolasi, pengawasan lalu lintas dan sanitasi (SC AgWatch 2006; FAO 2005; Jeffrey 2006; USDA 2006).

4

Isolasi
Tindakan isolasi meliputi:
1) Adanya pagar yang melindungi peternakan dari lingkungan luar
2) Adanya jarak antara peternakan dengan rumah penduduk
3) Adanya pemisahan antara kandang unggas air dan kandang ayam, ternak
ataupun hewan kesayangan yang lainnya
4) Adanya konstruksi kandang yang baik dan kokoh untuk menghindari unggas
air dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya
5) Adanya rentang waktu (2-4 minggu) ketika akan menyatukan unggas air yang
baru dengan unggas air yang lama
Pengawasan Lalu lintas
Tindakan pengawasan lalu lintas meliputi:
1) Pengawasan terhadap pengunjung
2) Peternak tidak meminjamkan peralatan kandang
3) Peternak tidak meminjam peralatan kandang
4) Peternak tidak membawa unggas air miliknya ke kandang tetangga atau
sebaliknya
5) Isolasi terhadap unggas air yang sakit
6) Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area
peternakan
Sanitasi
Beberapa tindakan dalam sanitasi meliputi:
1) Kebersihan tempat pakan
2) Kebersihan tempat minum
3) Kebersihan kandang
4) Kebersihan peralatan kandang
5) Kebersihan lingkungan kandang
6) Kebersihan air minum (sumber air minum)
7) Kebersihan tempat penyimpanan pakan
8) Adanya penguburan/pembakaran unggas air yang mati

5

Virus Avian Influenza
Virus Influenza merupakan virus RNA, termasuk famili Orthomyxoviridae.
Virus ini terdiri dari 3 (tiga) tipe yaitu tipe A, B dan C. Virus AI atau “fowl
plaque” disebabkan oleh virus influenza subtipe A yang memiliki diameter 90120 nm. Virus AI termasuk virus yang dinamis dan selalu berubah bentuk dengan
cara mutasi. Virus AI memiliki 16 subtipe antigen HA (hemagglutinin) dan 9
subtipe antigen NA (neuraminidase) dan dapat terjadi beberapa kombinasi protein
dari HA dan NA ini (CDC 2005 dan Hollenbeck 2005). Menurut Webster dan
Hulse (2004), virus AI memiliki amplop dan genom yang terdiri dari 8 segmen
linier negative sense yang menyandikan (encode) 10 protein. Adapun ke 10
protein ini adalah 3 protein polymerase (PA, PB1 dan PB2), 2 surface protein
(NA dan HA), 1 nucleocapsid (NP), 2 matriks protein (M1 dan M2) dan 2 non
structural protein (NS1 dan NS2)
Virus AI mampu membuat shedding sehingga dapat menginfeksi unggas
domestik dan mamalia. Hewan, terutama babi, berperan sebagai transformer atau
converters dan dapat membentuk sejenis strain baru yang dapat menginfeksi
manusia (CDC 2005 dan Hollenbeck 2005).
Menurut CDC (2005), jika babi diinfeksi dengan virus influenza tipe A
manusia dan virus influenza tipe A unggas pada waktu yang sama maka replikasi
virus yang baru dapat membentuk mix existing genetic information dan
menghasilkan bentuk virus yang baru. Bentuk virus baru ini memiliki banyak sifat
gen virus manusia tapi hemagglultinin dan atau neurominidase berasal dari virus
unggas. Bentuk ini mungkin dapat menginfeksi manusia dan dapat menyebar dari
manusia ke manusia. Virus AI dapat menyebar luas dan menginfeksi banyak
spesies hewan seperti babi, kuda, kucing, harimau, macan tutul, mamalia laut dan
manusia.
Virus AI dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22ο C dan
lebih dari 30 hari pada suhu 0ο C. Tetapi virus ini mati dengan pemanasan 56ο C
selama 3 jam, 60o C selama 30 menit, 80ο C selama 1- 3 menit, pada tinja/feses
unggas selama 32 hari (Dharmayanti et al. 2006). Menurut Chiet et al. (2006),
virus AI memiliki amplop sehingga dapat diinaktifasi dengan:

6

1). Bahan pelarut organik dan deterjen seperti sodium dodecylsulphate dan sodium
desoxycholate,
2). Chemical inactivants seperti formaldehyde atau gluteraldehyde, β-opiolactone
dan binary ethylenimine,
3). Bahan yang dapat menghancurkan virus AI adalah phenolics, ammonium
kuarterner, sodium hypochlorite, dilute acid dan hydroxylamine.
Diagnostik Avian Influenza
Penegakan diagnostik AI dapat dilakukan berdasarkan isolasi dan
karakterisasi virus. Isolasi virus sering dilakukan dengan menggunakan telur ayam
berembrio (TAB), madin-darby canine kidney (MDCK) atau african green
monkey kidney vero cell line. Secara serologik virus AI dapat diidentifikasi
dengan uji HI (hemagglutination inhibition), ID, ELISA (enzym
immnunosorbent

assay),

imunohistokimia

atau

western

blot.

linked
Untuk

mengkonfirmasi adanya virus AI dilakukan dengan conventional RT-PCR
(reverse transcriptase-polymerase chain reaction), real time RT-PCR atau
sekuensing genetik (OIE 2002 dan Kraft et al. 2005).
Menurut OIE (2002) dan Suwarno et al. (2006), uji HI memiliki sensitifitas
yang tinggi karena dapat mendeteksi antigen hemaglutinin (HA) virus AI subtype
H5 secara spesifik. Untuk konfirmasi diagnostik dan mengetahui karakteristik
subtype H5N1 dapat dilakukan dengan amplifikasi DNA template dengan RTPCR atau sekuensing genetik. FAO (2004) menambahkan, screening test untuk
virus AI secara cepat dapat menggunakan rapid direct antigen detection test. Uji
ini reliable digunakan pada unggas yang sakit ataupun yang mati.
Transmisi Avian Influenza
Penyakit AI dapat menular dari hewan ke hewan. Penyakit ini juga dapat
menular ke manusia sehingga penyakit ini termasuk penyakit zoonosis. Penularan
penyakit AI dari hewan ke hewan terjadi melalui transmisi horizontal secara
langsung dan tidak langsung. Penularan dari hewan ke manusia terjadi melalui
transmisi horizontal secara langsung dan melalui host perantara (Thursfield 2005).

7

Transmisi Horizontal secara Langsung dari Hewan ke Hewan
Burung-burung terutama unggas air sebagai reservoir AI dengan cara
membawa virus AI pada sistem pencernaan dan shedding di fesesnya. Virus AI ini
dapat ditemukan pada saliva, sekresi nasal dan feses burung. Unggas dapat
terinfeksi ketika kontak dengan sekresi nasal, respirasi atau feses yang berasal dari
burung-burung yang terinfeksi. Penyebaran virus AI diantara unggas umumnya
terjadi secara fecal-oral (CDC 2006).
Menurut FAO (2004), burung liar dapat menjadi sumber penularan secara
langsung pada

peternakan

(khususnya

bagi

peternakan

dengan

sistem

pengembalaan bebas) atau secara tidak langsung melalui makanan dan air.
Penularan dapat juga terjadi jika ayam minum dari kolam yang biasa sebagai
tempat berenang bebek. Menurut Swayne dan Halvorson (2006), secara
eksperimental, virus AI mengalami replikasi dan dikeluarkan dari tubuh bebek ke
lingkungan selama 30 hari, ayam sampai 36 hari dan kalkun sampai 72 hari.
Namun jika unggas dalam keadaan stress, periode waktu tersebut bisa lebih lama
lagi ataupun bisa muncul kembali (re-emerge).
Umumnya, burung-burung liar menjadi host virus AI namun tidak
menunjukkan gejala sakit. Namun, burung-burung liar ini dapat menyebarkan
penyakit AI ke unggas lainnya. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata
pada unggas air (asymptomatic) namun dapat menyebabkan dampak yang sangat
fatal pada unggas lainnya. Diantara unggas, kalkun dan ayam umumnya lebih
mudah tertular AI (Cardona 2005 dan CDC 2005).
USGS (2005) melaporkan, adanya burung-burung liar terinfeksi dan banyak
yang mati di Danau Qinghai, China. Beberapa studi menunjukkan bahwa burungburung tersebut telah terinfeksi HPAI subtipe H5N1. Virus ini disebut H5N1
strain Qinghai. Virus H5N1 strain Qinghai ternyata telah memiliki kombinasi
virus baru yang berasal dari kombinasi material genetik sedikitnya 2 jenis strain
HPAI H5N1 (Cardona 2005 dan CDC 2005).
Beberapa kemungkinan model transmisi virus AI yang terjadi pada
peternakan bebek yaitu melalui respirasi, pencernaan dan reproduksi. Transmisi
melalui pencernaan dapat terjadi secara fecal-oral (karena cara makan bebek yang
coprohagous),

fecal-water-oral

(karena

bebek

minum

air

yang

telah

8

terkontaminasi feses bebek yang terinfeksi AI) dan kloaka (karena saluran
pencernaan bebek telah terinfeksi sehingga dapat menularkan AI melalui feses
yang dikeluarkan melalui kloaka). Transmisi melalui reproduksi misalnya melalui
kopulasi dan pembentukan telur di daerah Magnum. Hal ini juga disebabkan
saluran reproduksi dan saluran pencernaan bersama-sama bermuara ke kloaka
(Markwell dan Shortridge 1982).
Transmisi Horizontal secara Tidak Langsung dari Hewan ke Hewan
Menurut CDC (2005), unggas domestik dapat terinfeksi melalui kontak
secara tidak langsung yaitu kontak dengan kandang atau material (misalnya air
atau makanan) yang telah terkontaminasi virus. Manusia, vehicle dan benda-benda
mati dapat menjadi vektor penyebaran AI dari satu peternakan ke peternakan yang
lain. Jika hal ini terjadi, maka outbreak dapat terjadi dalam suatu negara.
Peternakan yang terinfeksi virus highly pathogenic H5 atau H7 dapat
menimbulkan outbreak dan menyebabkan 90% -100% dari populasi unggas mati
(CDC 2005). Virus AI dapat ditularkan dari unggas yang terinfeksi melalui
peralatan dan pakaian yang terkontaminasi (Cardona 2005). Transmisi horizontal
dari hewan ke hewan secara langsung atau tidak langsung dapat dilihat pada
Gambar 1 (FAO 2005).

KONTAK LANGSUNG

Sepatu,
pakaian,
manusia

Unggas
peliharaan yang
terinfeksi

Peternakan dengan
ternak unggas yang sehat

Burung Liar

KONTAK TIDAK LANGSUNG

Sepeda motor,
sepeda

Peternakan yang
terinfeksi

Pupuk kandang,
air kolam

Gambar 1 Kemungkinan transmisi AI diantara unggas (FAO 2005)

9

Transmisi Horizontal dari Hewan ke Manusia
Transmisi virus AI dari hewan ke manusia terjadi melalui dua cara yaitu
secara langsung melalui burung-burung yang terinfeksi atau lingkungan yang
terinfeksi virus ke manusia (Schrijver 2005) dan melalui host perantara misalnya
babi (USGS 2005).
Manusia juga dapat terinfeksi jika kontak dengan ayam atau bebek yang
terinfeksi dan mengkonsumsi daging ayam terinfeksi yang tidak dimasak
sempurna (Hien et al. 2004). Dilaporkan di Vietnam terdapat 2 orang terinfeksi AI
karena mengkonsumsi darah bebek yang tidak matang (CDC 2006).
Menurut Mounts et al. (1999), walapun pemaparan AI terhadap unggas
hidup merupakan faktor terbesar terjadinya infeksi tapi model transmisi virus ini
belum semuanya jelas. Umumnya, manusia terinfeksi melalui droplet aerosol
misalnya terhirup ekskreta feses burung yang terinfeksi.
Jika bebek dan ayam ditempatkan bersama-sama maka bebek dapat menjadi
silent natural carriers virus AI dan bebek dapat menginfeksi ayam. Jika ayam dan
babi ditempatkan bersama-sama maka babi dapat bertindak sebagai mixing vessel
virus AI. Virus tersebut dapat beradaptasi dan menjadi lebih mematikan jika
menginfeksi manusia (USGS 2005 dan WHO 2006a). Babi juga dapat terinfeksi
virus AI burung dan AI manusia (USGS 2005). Adapun kemungkinan transmisi
penyakit AI dapat dilihat pada Gambar 2 (USGS 2005).

H5N1

H5N1

Unggas
Peliharaan

Reservoar
Alami

Unggas
Liar

Unggas
Air

Mamalia
(babi)

Manusia

Manusia

Gambar 2 Kemungkinan transmisi penyakit avian influenza (USGS 2005)

10

CDC (2005) menambahkan, pandemik AI bisa terjadi jika ditemukan tiga
kondisi berikut:
1) Subtipe Virus Influenza A yang baru masuk ke dalam populasi manusia
2) Virus menyebabkan penyakit yang serius pada manusia
3) Virus dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia.
Transmisi virus AI dari manusia ke manusia yang masih memiliki hubungan
kekerabatan (genetik) sampai saat ini masih dalam penelitian.
Studi Kasus Kontrol
Kasus adalah populasi yang memiliki suatu hasil jadi tertentu yang sedang
diteliti misalnya gejala, keluhan atau hasil laboratorium. Kontrol adalah populasi
yang tidak memiliki hasil jadi tersebut (Basuki 2000). Kasus dapat juga diperoleh
dari rekam medis, hasil laboratorium, laporan kematian, atau kombinasi dari
informasi tersebut. Sementara kelompok kontrol harus berasal dari populasi yang
tidak menderita atau keadaan yang sedang diteliti, mempunyai kemungkinan
yang sama untuk terpajan faktor resiko yang sedang diteliti dan sampel yang
diambil harus representatif (Mausner dan Kramer 1985; Basuki 2000). Bagan
studi kasus kontrol dapat dilihat pada Gambar berikut.

Masa Lalu
Mencari Faktor Pajanan /
Faktor Resiko pada Masa Lalu

Masa Sekarang
retrospective
study

Menyeleksi Kasus
dan Kontrol

Gambar 3 Bagan studi kasus kontrol (Mausner dan Kramer 1985)
Menurut Thursfield (2005), dalam studi kasus kontrol, kelompok hewan
yang sakit (kasus) dan kelompok hewan yang tidak sakit (kontrol) diseleksi dan
dibandingkan terhadap pengaruh hadirnya faktor resiko/pajanan yang diduga
(dihipotesis). Studi ini bersifat retrospective yaitu dari penyakit menuju pajanan
atau dari akibat ke sebab atau effect to cause. Studi kasus kontrol dapat diperoleh
dari kasus yang baru (insidensi) atau kasus yang tetap ada (prevalensi).

11

Prevalensi dan Insidensi
Prevalensi (P) adalah jumlah kejadian atau kasus (misalnya infeksi atau
terdeteksinya antibodi) pada populasi yang diketahui, pada titik waktu tertentu
tanpa membedakan antara kasus yang lama atau yang baru. Insidensi (I) adalah
jumlah kasus yang baru yang terjadi pada populasi yang diketahui selama periode
waktu tertentu (Mausner dan Kramer 1985; Thursfield 2005). Adapun rumus
prevalensi dan insidensi dapat dilihat di bawah ini (Mausner dan Kramer 1985;
Thursfield 2005).
Jumlah individu yang terserang penyakit pada titik waktu tertentu
P=
Populasi yang beresiko pada titik waktu tertentu
Jumlah kasus baru dari suatu penyakit selama periode waktu tertentu
I=
Populasi yang beresiko selama periode waktu tertentu
Relative Risk (RR) dan Odds Ratio (OR)
Menurut Thursfield (2005), rasio merupakan ukuran yang relatif dan
biasanya digunakan relative risk (RR) dan odds ratio (OR). Mausner dan Kramer
(1985) menambahkan, studi analisis dirancang untuk menentukan hubungan
antara faktor atau pajanan dan penyakit atau untuk menentukan kekuatan
hubungan tersebut. Ukuran yang penting untuk hubungan ini adalah hubungan
antara insidensi rate penyakit dengan atau tanpa faktor atau pajanan yang disebut
dengan relative risk (RR). RR didefinisikan sebagai rasio dari insidensi rate dari
kelompok yang terpajan oleh faktor dengan insidensi rate pada populasi yang
tidak terpajan. RR dapat ditulis dengan :
Insidensi Rate penyakit pada kelompok yang terpajan faktor penyakit
RR =
Insidensi Rate penyakit pada kelompok yang tidak terpajan faktor penyakit
Odds Ratio dinyatakan sebagai rasio dari kelompok kasus yang terpajan
dan tidak terpajan faktor penyakit terhadap kelompok kontrol yang terpajan dan
tidak terpajan faktor penyakit (Thursfield 2005; Mausner dan Kramer 1985).

12

OR dapat ditulis dengan :
Rasio kelompok kasus yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit
OR =
Rasio kelompok kontrol yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit
Tabel dasar Kasus-Kontrol dapat dilihat pada Tabel berikut (Basuki 2000):
Tabel 1 Tabel dasar kasus kontrol.
Kasus
Pajanan (+)
Pajanan (-)

Kontrol

a

b

c

d
a/ c

Dengan demikian, OR dapat dirumuskan: ψ

=
b/ d
ad

atau OR =

ψ =
bc

Faktor Konfaunding
Faktor konfaunding adalah adanya faktor lain yang dapat menyebabkan
distrosi terhadap faktor-faktor yang sedang diteliti. Oleh karena itu, harus
diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang menjadi tujuan suatu penelitian.
Kemudian ditentukan faktor lain yang mungkin menjadi penyebab distorsi faktorfaktor resiko dari tujuan penelitian yang bersangkutan (Basuki 2000).

13

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai Bulan Oktober 2006 sampai dengan Mei
2007. Penelitian dilakukan pada 8 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor dan
Sukabumi. Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor yaitu: Kecamatan Kelapa
Nunggal, Parung, Cibinong, Cileungsi. Sementara kecamatan yang ada di
Kabupaten Sukabumi yaitu Kecamatan Cicurug, Cidahu, Bojong Genteng dan
Cibadak.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini memiliki beberapa peubah-peubah penelitian /faktor-faktor
resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya pemaparan AI pada unggas air.
Faktor resiko ini meliputi: kondisi perkandangan, sanitasi, pakan dan pengawasan
lalu lintas di area peternakan.
Adapun faktor konfaunding dalam penelitian ini adalah umur unggas air,
iklim dan suhu lingkungan yang semuanya ini dapat mempengaruhi pemaparan AI
dan kemampuan virus AI untuk berpindah antar species (Swayne dan Halvorson
2006).
Pemilihan Kasus dan Kontrol
Kasus adalah peternakan yang minimal 1 ekor unggas airnya telah terpapar
AI berdasarkan uji HI namun unggas air tersebut belum divaksin. Kontrol adalah
peternakan yang memiliki unggas air belum divaksin dan unggas air tersebut tidak
terpapar AI berdasarkan uji HI. Kasus dan kontrol berasal dari peternakan unggas
air di desa yang sama ataupun desa yang berdekatan dalam satu kecamatan yang
ada di 8 kecamatan Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Bagan alur disain penentuan
kasus dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.

14

unggas air
sudah
divaksin
KASUS
AI

Hasil (+) /
KASUS

Peternakan
sektor 4

unggas air
belum
divaksin

Kuisioner
&
Observasi

Uji HI

Hasil (-) /
KONTROL

Gambar 4 Bagan alur disain penentuan kasus dan kontrol
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah peternakan yang memiliki unggas air
yang belum divaksin AI. Ukuran sampel yang diambil dihitung menurut rumus
berikut (Basuki 2000):
2 p q (Zα + Zβ )
n

=
( p1 – p0)2

Keterangan:
R = prakiraan Odds Ratio.
p0 = proporsi kontrol yang terpajan pada pajanan yang diteliti
p1 = p0 R/ [1 + p0 (R-1)].
p = ½ (p1 + p0 ).
q = 1- p
α = tingkat kesalahan yang diperkirakan terdapat kaitan antara faktor resiko dengan penyakit
= tingkat kesalahan yang diperkirakan antara faktor resiko yang diduga tidak berkaitan dengan
suatu penyakit.

Berdasarkan laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI (2006), Odds Ratio
(OR) dari kebersihan kandang 4,33 (sangat kotor), tempat pakan 7,89 (cukup
bersih), tempat minum 3,24 (cukup bersih). Prevalensi unggas air yang terinfeksi
AI dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2

Prevalensi serologis AI pada unggas air di Kabupaten Bogor dan
Sukabumi (Laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI 2006).
Bebek

Prevalensi (%)
Entok

Angsa

- Bogor

6,2

4,9

6,7

- Sukabumi

2,8

3,4

3,6

Kabupaten

15

Dengan menggunakan α = 0,05 ; β = 0,2; prevalensi = 7%; OR = 8; studi
tidak berpadanan; kasus: kontrol = 1 : 2, maka ukuran sampel yang diambil dari
populasi sebanyak 26 responden dari kelompok peternakan terpapar AI (kasus)
dan 52 responden dari kelompok peternakan tidak terpapar AI (kontrol).
Kriteria Sampel Inklusi dan Ekslusi
Sampel inklusi adalah peternakan unggas air yang belum divaksin AI yang
diperoleh berdasarkan rekording/catatan dari petugas kecamatan setempat. Sampel
eksklusi adalah peternakan unggas air yang sudah divaksin AI yang diperoleh
berdasarkan rekording dari petugas kecamatan setempat.
Pengelompokkan Tingkat Biosekuriti
Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kontrol. Setiap kasus dan
kontrol diselidiki terhadap faktor resiko pemapaan AI melalui wawancara dengan
menggunakan kuisioner

dan observasi yang telah diuji validitas dan

reliabilitasnya. Faktor resiko yang diamati meliputi 4 komponen biosekuriti yaitu
kondisi perkandangan, sanitasi, pakan dan pengawasan lalu lintas di area
peternakan. Kemudian hasil pengamatan dikelompokkan ke dalam tiga kategori
tingkat biosekuriti yaitu baik, cukup dan buruk. Tingkat biosekuriti terkategori
”baik” jika nilai pengamatan sebesar 213-318, dengan syarat 4 komponen dari
faktor resiko bernilai baik; tingkat biosekuriti ”cukup” jika nilai pengamatan 106212 dan tingkat biosekuriti ”buruk” jika nilai pengamatan kurang dari 106.
Kerangka Pendekatan Studi
Tingkat biosekuriti yang diperoleh dan variabel-variabel dalam ke 4
komponen biosekuriti (kondisi perkandangan, sanitasi, pakan dan pengawasan
lalu lintas di area peternakan) dianalisis terhadap terjadinya pemaparan AI pada
unggas air. Kemudian kondisi peternakan (tujuan usaha, status kepemilikan,
pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pembinaan) dianalisis pengaruhnya
terhadap tingkat biosekurti. Bagan alur kerangka pendekatan studi ini dapat dilihat
pada Gambar 5. Adapun variabel-variabel dalam ke 4 komponen biosekuriti
meliputi:
1. Kondisi Perkandangan :
a) Pemisahan kandang pemeliharaan antar jenis ternak

16

b) Adanya jarak pemisahan antar kandang
c) Memiliki kolam untuk berenang unggas air
d) Memiliki pagar peternakan
e) Tinggi pagar peternakan minimal 75 cm
f) Adanya pengelompokan kandang menurut umur unggas air
g) Adanya perlakuan khusus terhadap anak unggas air
h) Ventilasi kandang ada dan cukup
i) Adanya saluran pembuangan akhir limbah peternakan
j) Tempat pembuangan akhir limbah di kolam/bendungan
k) Lantai kandang peternakan terbuat dari bahan semen
l) Dinding kandang peternakan terbuat dari kawat/kayu
m) Atap kandang peternakan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan
n) Bentuk kandang permanen
o) Jarak antara peternakan ke rumah penduduk minimal 10 meter
2. Sanitasi :
a) Tempat pakan dibersihkan setiap hari
b) Tempat minum dibersihkan setiap hari
c) Desinfeksi peralatan kandang setiap kali dipakai
d) Dinding kandang dibersihkan secara berkala
e) Atap kandang dibersihkan secara berkala
f)

Halaman kandang dibersihkan setiap hari

g) Lantai kandang menggunakan litter/alas kandang
h) Litter/alas kandang diganti setiap bulan
i)

Desinfektan digunakan setelah litter/alas kandang diganti

j)

Kandang secara keseluruhan dibersihkan dengan desinfektan setiap bulan

k) Sumber air minum dari sumur/air tanah
l)

Tempat penyimpanan pakan dibersihkan setiap minggu

m) Adanya penanganan terhadap feses unggas air
n) Kolam dibersihkan tiap minggu
o) Adanya penanganan terhadap bangkai unggas air

17

3. Pakan
a)

Kuantitas pakan yang diberikan cukup

b)

Unggas air diberi minum secara ad libitum

c)

Keadaan pakan dan tempat penyimpanannya kering dan tertutup

d)

Pakan yang diberikan berkualitas baik

4. Pengawasan Lalu lintas
a) Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area
peternakan
b)

Pengantar pakan tidak masuk sampai ke peternakan

c)

Peternak tidak pernah meminjamkan peralatan kandang

d)

Peternak tidak pernah meminjam peralatan kandang

e)

Tindakan karantina pada unggas air minimal 2 minggu

f)

Sistem pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup

g)

Unggas air tidak diangon/diumbar

h)

Adanya tindakan isolasi dan pengawasan pada unggas sakit

i)

Tidak ada hewan lain terutama burung liar yang sering masuk kandang

18

KONDISI PERKANDANGAN
Pemisahan kandang pemeliharaan antar jenis ternak
Adanya jarak pemisahan antar kandang
Memiliki kolam untuk berenang unggas air
Tinggi pagar peternakan 75 cm
Adanya pengelompokkan kandang menurut umur
Ventilasi kandang ada dan cukup
Adanya saluran pembuangan akhir limbah peternakan
Tempat pembuangan akhir limbah di kolam/bendungan
Lantai kandang peternakan terbuat dari bahan semen
Dinding kandang peternakan terbuat dari kawat/kayu
Atap kandang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan
Bentuk kandang permanen
Jarak antara peternakan ke rumah penduduk 10 m

SANITASI
Tempat pakan dibersihkan setiap hari
Tempat minum dibersihkan setiap hari
Desinfeksi peralatan kandang setiap kali dipakai
Dinding kandang dibersihkan secara berkala
Atap kandang dibersihkan secara berkala
Halaman kandang dibersihkan setiap hari
Lantai kandang menggunakan litter
Litter diganti setiap bulan
Desinfektan digunakan setelah litter diganti
Kandang didesinfeksi setiap bulan
Sumber air minum dari sumur/air tanah
Tempat penyimpanan pakan dibersihkan tiap minggu
Adanya penanganan terhadap feses unggas air
Kolam dibersihkan setiap minggu
Adanya penanganan terhadap bangkai unggas air

KONDISI PETERNAK
Tujuan Usaha
Status Kepemilikan
Pengalaman
Pendidikan
Pengetahuan
Pembinaan

PEMAPARAN AI

TINGKAT BIOSEKURITI

Berdasarkan uji HI

PENGAWASAN LALU LINTAS
Adanya tindakan desinfkesi terhadap pengunjung yang keluar
masuk area peternakan
Pengantar pakan tidak masuk sampai ke peternakan
Peternak tidak pernah meminjamkan peralatan kandang
Peternak tidak pernah meminjam peralatan kandang
Tindakan karantina pada unggas air minimsl 2 minggu
Sistem pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup
Unggas air tidak diangon/diumbar
Adanya tindakan isolasi & pengawasan pada unggas sakit
Tidak ada hewan lain terutama burung liar sering masuk kandang

PAKAN
Kuantitas pakan yang diberikan cukup
Unggas airi diberi minum secara ad libitum
Keadaan pakan dan tempat penyimpanannya
kering dan tertutup
Pakan yang diberikan berkualitas baik

Gambar 5 Bagan alur kerangka pendekatan studi
20

Kriteria dan Pembobotan Kuisioner
Untuk menentukan kategori tingkat biosekuriti, dilakukan kriteria dan
pembobotan kuisioner sebagai berikut: angka 5 = sangat penting dan harus ada,
angka 4 = penting dan harus ada, angka 3 = cukup penting dan harus ada, angka 2
= kurang penting tapi jika ada lebih baik dan angka 1 = sangat kurang penting,
boleh ada atau boleh tidak ada. Pembobotan kuisioner dan definisi opersional
peubah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Untuk melihat pengaruh kondisi peternak responden terhadap tingkat
biosekuriti maka pengalaman dan pengetahuan juga diberi kategori. Adapun
kategori penilaian pengalaman peternak yaitu:
1. Pengalaman baru jika sudah memelihara unggas air < 10 tahun
2. Pengalaman cukup jika sudah memelihara unggas air 10-20 tahun
3. Pengalaman lama jika sudah memelihara unggas air > 20 tahun.
Pengetahuan mengenai biosekuriti dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian
berdasarkan penilaian atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan pada
responden peternak. Jika jawaban benar diberi nilai 4, jika jawaban salah
dikurangi 1 dan jika tidak tahu/ ragu-ragu diberi nilai 0. Rumus untuk penilaian
pengetahuan adalah :
nilai terendah-nilai tertingggi = 100-24 = 25
3
3
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jarak antara kategori 25 angka.
Sehingga diperoleh kategori penilaian pengetahuan peternak sebagai berikut:
1. Pengetahuan kurang jika nilai 24 - 49
2. Pengetahuan cukup jika nilai 50 - 75
3. Pengetahuan baik jika nilai > 75
Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan direkapitulasi sehingga diperoleh
gambaran secara menyeluruh terhadap hasil pengumpulan data lapangan. Menurut
Hosmer DW dan Lemeshow S (1989), untuk mengukur hubungan antara variabel
terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable) dilakukan
analisis sebagai berikut:

20

1). Analisis univariat
Analisis ini berfungsi untuk melihat distribusi frekuensi responden menurut
berbagai karakteristik yang diteliti, baik variabel terikat maupun varibel bebas.
2). Analisis bivariat
Analisis ini berfungsi untuk melihat besarnya hubungan antara variabel terikat
dan varibel bebas
3). Analisis multivariat
Analisis ini berfungsi untuk melihat pengaruh beberapa faktor resiko yang
signifikan secara bersama-sama.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini ada 2 bagian, yaitu:
1). Identifikasi dan analisis pengaruh tingkat biosekuriti terhadap pemaparan AI,
2). Identifikasi dan analisis karakteristik responden peternak yang mempengaruhi
tingkat biosekuriti.
Analisis data pada bagian pertama dengan menggunakan regresi logistik
berganda dengan bantuan software SPSS versi-13 (Sugiyono 2006).
Model regresi logistik biner dapat dilihat seperti dibawah ini:
Logit ( π j) = ln π j = β0 + β1Xj1 + β2Xj2 + ................ + βkXjk
πj
dimana β0 = konstanta, β1 = koefisien dan X j1 = prediktor ke – i,
π j = probabilitas bahwa faktor atau covariate ke-j mempunyai
response =1 (sukses) dari response regresi logitik biner yang
mempunyai nilai 0 (gagal) dan 1 (sukses) (Uyanto 2006).
Analisis data pada bagian kedua dengan menggunakan Khi Kuadrat (X2)
dengan bantuan software SPSS versi-13 (Uyanto 2006).
Bentuk hipotesis:
Ho = tidak ada hubungan antara karakteristik peternak (tujuan usaha, status
kepemilikan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pembinaan)
dengan tingkat biosekuriti
H1 = ada hubungan

antara

karakteristik peternak

(tujuan usaha, status

kepemilikan kepemilikan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan
pembinaan) dengan tingkat biosekuriti.

21

Tabel 3 Pembobotan kuisioner
No
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
II
1
2
3
4
5
6

Perihal
Perkandangan
Pemisahan kandang pemeliharaan antar jenis ternak
Ada jarak pemisahan antar kandang
Memiliki kolam untuk berenang unggas air
Memiliki pagar peternakan
Tinggi pagar peternakan minimal 75 cm
Ada pengelompokan kandang menurut umur unggas air
Dilakukan perlakuan khusus terhadap anak unggas air
Ventilasi kandang ada dan cukup
Memiliki saluran pembuangan akhir limbah peternakan
Tempat pembuangan akhir limbah di kolam/bendungan
Lantai kandang peternakan terbuat dari bahan semen
Dinding kandang peternakan terbuat dari kawat
Atap kandang peternakan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan
Bentuk kandang permanen
Jarak antara peternakan ke rumah penduduk minimal 10 meter
Sanitasi
Tempat pakan dibersihkan setiap hari
Tempat minum dibersihkan setiap hari
Peralatan kandang dibersihkan dengan desinfektan setiap kali dipakai
Dinding kandang dibersihkan secara berkala
Atap kandang dibersihkan secara berkala
Halaman kandang dibersihkan setiap hari

Jawaban
Ya
Tidak

Bobot

Nilai

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

4
5
1
4
5
3
2
3
3
2
3
3
3
3
3

8
10
2
8
10
6
4
6
6
4
6
6
6
6
6

2
2
2
2
2
2

0
0
0
0
0
0

4
4
5
3
4
4

8
8
10
6
8
8

22

No
7
8
9
10
11
12
13
14
15
III
1
2
3
4
IV
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perihal
Lantai kandang menggunakan litter/alas kandang
Litter/alas kandang diganti setiap bulan
Desinfektan digunakan setelah litter/alas kandang diganti
Kandang secara keseluruhan dibersihkan dengan desinfektan secara berkala
Sumber air minum dari sumur/air tanah
Tempat penyimpanan pakan dibersihkan setiap minggu
Feses unggas dibakar / dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung
Kolam dibersihkan setiap minggu
Penanganan terhadap bangkai unggas air
Pakan
Kuantitas pakan yang diberikan cukup
Unggas air diberi minum secara Ad libitum
Keadaan pakan dan tempat penyimpanannya kering dan tertutup
Pakan yang diberikan berkualitas baik
Pengawasan lalu lintas
Ada tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan
Pengantar pakan tidak masuk sampai ke peternakan
Peternak tidak pernah meminjamkan peralatan kandang
Peternak tidak pernah meminjam peralatan kandang
Tindakan karantina pada unggas air minimal 2 minggu
Sistem pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup
Unggas air tidak diangon / diumbar
Adanya tindakan isolasi dan pengawasan pada unggas sakit
Tidak ada hewan lain terutama burung liar yang sering masuk kandang
TOTAL

Jawaban
Ya
Tidak
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0

Bobot
1
3
4
5
4
3
5
3
5

Nilai
2
6
8
10
8
6
10
6
10

2
2
2
2

0
0
0
0

3
3
2
3

6
6
4
6

2
2
2
2
2
2
2
2
2

0
0
0
0
0
0
0
0
0

5
5
5
5
5
5
5
5
5

10
10
8
8
10
10
10
10
10
318

23

Tabel 4 Definisi operasional peubah penelitian
Peubah
Penelitian
Terpapar AI

Definisi operasional

Alat ukur

Cara ukur

Unggas air yang belum divaksin dinyatakan

Data

Uji HI

terpapar virus AI secara alami setelah

sekunder

Ordinal
1 = ya

dilakukan uji HI terlebih dahulu.

0 = tidak

Pengelompok-

Kondisi pengelompokkan kandang

kan kandang

menurut umur unggas air antara lain :
- DOD (Day Old Duck)= 1 hari
- Anak

Skala

Kuisioner

Wawancara

Ordinal

dan

dan

1 = ya

checklist

observasi

0 = tidak

= 0 - 8 minggu

- Remaja = 8 - 24 minggu
- Dewasa > 24 minggu
Perlakuan

Anak unggas air harus dimasukkan ke dalam

khusus

kandang yang dibuat pemanas buatan atau

1 = ya

terhadap anak

diberi lampu agar terlindung dari suhu

0 = tidak

unggas air

dingin, kandang anak dibuat terpisah dari

Kuisioner

Wawancara Ordinal

kandang bebek yang lain dan tidak terlalu
padat (maksimal 50 ekor/m2) dan pakan
yang diberikan berbentuk butiran yang halus
/ lembut misalnya konsentrat.
Atap

Kondisi

atap

kandang

yang

mudah

kandang

dibersihkan dapat terbuat dari genteng
ataupun seng.

Kuisioner

Wawancara

Ordinal

dan

dan

1 = ya

checklist

observasi

0 = tidak

Kandang

Kondisi kandang peternakan permanen pada

Kuisioner

Wawancara

Ordinal

permanen

peternakan sektor 4 adalah: harus memiliki

dan

dan

1 = ya

rancangan/konstruksi yang kuat dan kokoh,

checklist

observasi

lantai terbuat dari bahan

0 = tidak

semen / tanah,

memiliki pagar peternakan, dinding terbuat
dari

kawat/kayu,

atap

terbuat

dari

genteng/ seng/asbes dan memiliki ventilasi
kandang yang cukup dan baik.
Tindakan

Peternak mendesinfeksi kandang

desinfeksi

peralatannya dengan bahan yang

dan
dapat

membunuh mikroorganisme terutama virus

Kuisioner Wawancara

Ordinal
1 = ya
0 = tidak

23

Peubah
Penelitian

Definisi operasional

Alat ukur

Cara ukur

Skala

Kuisioner

Wawancara

Ordinal

AI misalnya: Phenol, Formalin atau deterjen
Kuantitas

Peternak memberikan pakan pada bebek

pakan

dalam jumlah sebagai berikut:
- DOD

= 100 gr/minggu/ekor

- Anak

= 200–600 gr/minggu/ekor

1 = ya
0 = tidak

- Remaja = 600-900 gr/minggu/ekor
- Dewasa = Ad Libitum
Kualitas

Unggas air diberi pakan yang mengandung

Kuisioner

Wawancara Ordinal

pakan

bahan baku nabati seperti dedak padi,

1 = ya

jagung, tepung gaplek, tepung kedelai,

0 = tidak

ampas tahu, bungkil kelapa. Sementara
bahan hewani seperti tepung ikan, tepung
bulu, tepung darah, limbah udang, tepung
kerang, bekicot dan cacing tanah.
Tindakan

Peternak harus menyediakan tempat/ bak

Kuisioner

Wawancara Ordinal

desinfeksi

untuk desinfektan dan tempat cuci tangan

dan

terhadap

di dekat pintu masuk lokasi kandang yang

Checklist

observasi

0= tidak

pengunjung

diganti setiap hari. Setiap orang yang keluar

dan

1= ya

yang ke luar/ /masuk kandang mencuci tangan dengan
masuk

sabun/desinfektan dan mencelupkan

area

kaki

peternakan

desinfektan ataupun peternak menyediakan

ke

dalam

tempat/bak

alas
cairan

sandal khusus bagi para pengunjung dan
pengunjung diharuskan untuk menggunakan
sandal tersebut.
Penanganan

Feses unggas air dibakar atau dikumpulkan

Kuisioner

Wawancara

Ordinal

feses

ke karung dan dapat dibuat kompos lalu

dan

dan

1= ya

Checklist

observasi

dijadikan pupuk
Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan yang harus dilakukan

unggas air

peternak adalah unggas air tidak keluar

dalam kandang kandang, kandang tidak dimasuki hewan
tertutup

Kuisioner Wawancara
dan
Checklist

0= tidak
Ordinal

dan

1= ya

observasi

0= tidak

lain dan unggas air tidak dicampur dengan
ternak lain

24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi yang
merupakan kabupaten di provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor merupakan salah
satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Republik Indonesia dan
secara geografis mempunyai luas sekitar 3.440.772 km2 terletak antara 10601’ –
1070103’ Bujur Timur (BT) dan 6,190 – 6,470 Lintang Selatan (LS).
Batas wilayah administrasi Kabupaten Bogor adalah:
1) Sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kota Depok
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwarkarta
5) Sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang
6) Sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
7) Sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Posisi geografis Kabupaten Sukabumi terletak di antara 106049’ – 107000’
Bujur Timur (BT) dan 6057’ – 7025’ Lintang Selatan (LS). Luas wilayah
Kabupaten Sukabumi adalah 4.128 km2 (412.799,54 Ha) atau 9,18 persen dari
luas Jawa Barat (dengan Banten) atau 3,01 persen dari luas Pulau Jawa dan
merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa dan Bali.
Batas wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi adalah:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
3) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten dan
Samudera Indonesia
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur
Keragaman Populasi, Produksi dan Kelembagaan Peternakan
Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan
perekonomian yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan taraf hidup, kapasitas dan kemandirian petani peternak serta
mendukung swasembada pangan. Pendekatan pembangunan untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan melalu