STUDI KEKUATAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN ADDITIVE ABU SEKAM PADI DAN ABU AMPAS TEBU

(1)

PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN

CAMPURAN BAHAN

ADDITIVE

ABU SEKAM PADI

DAN ABU AMPAS TEBU

Oleh

ALDHARIN RIZKY AKBAR

(1015011029)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

STUDI KEKUATAN BATU BATA

PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN

ADDITIVE ABU SEKAM PADI DAN ABU AMPAS TEBU

Oleh :

Aldharin Rizky Akbar

Batu bata adalah salah satu material bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan pabrik batu bata yang dibangun masyarakat untuk memproduksi batu bata. Penggunaan batu bata banyak digunakan untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding pada bangunan perumahan, bangunan gedung, pagar, saluran dan pondasi. Pada bangunan konstruksi gedung bertingkat, batu bata berfungsi sebagai non-stuktural yang dimanfaatkan untuk dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban konstruksi. Pada penelitian ini proses pembuatan batu bata adalah menggunakan bahan alternatif berupa campuran tanah dengan bahanadditive berupa abuampas tebu dan abu sekam padi.

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini berupa tanah berbutir halus yang berasal dari Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 5%, 10%, 15% dan 20%, dengan perbandingan antara abu ampas tebu dan abu sekam padi adalah 1 : 1 dengan waktu pemeraman selama 14 hari serta dengan perlakuan batu bata adalah tanpa pembakaran dan pasca pembakaran. Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok ML.

Hasil penelitian menujukkan bahwa pembuatan batu bata menggunakan material

tanah dengan bahan additive berupa abu ampas tebu dan abu sekam padi dapat

memenuhi kreteria SNI dengan mutu sedang atau mutu kelas dua. Akan tetapi,

secara umum penambahan bahan additive tersebut dapat meningkatkan sifat fisik

dan mekanik tanah. Hal ini terbukti kuat tekan pasca pembakaran, batu bata

dengan penambahan bahan additive dibandingkan dengan batu bata tanpa bahan

additive serta dengan daya serap air lebih kecil dari 20%. Untuk nilai kuat tekan

batu bata dengan penambahan bahan additive pasca pembakaran paling baik

diperlihatkan pada penambahan kadar campuran 15%. Namun secara ekonomis, lebih baik menggunakan abu sekam padi pada kadar campuran 5%.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR NOTASI ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah ... 4

B. Klasifikasi Tanah ... 5

C. Tanah Lempung ... 9

D. Sifat Tanah Lempung pada Pembakaran ... 12

E. Abu Sekam Padi ... 13

F. Abu Ampas Tebu ... 15

G. Batu Bata ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Tanah ... 22

B. Metode Pencampuran Tanah dengan Bahan Additive ... 22

C. Pelaksanaan Pengujian ... 23

a. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 23

b. Pengujian Batu Bata ... 36

E. Urutan Prosedur Penelitian ... 38


(7)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 41

B. Hasil Pengujian Batu BataSesuai Kadar Campuran ... 44

a. Uji Kuat Tekan ... 45

b. Uji Daya Serap Air ... 54

c.Perbandingan Kuat Tekan Batu Bata dengan Penelitian Terdahulu 55 d. Uji Kadar Air dan Berat Jenis ... 59

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran-Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(8)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring pembangunan konstruksi yang berkelanjutan, pertambahan penduduk yang semakin meningkat dan pertumbuhan perekonomian yang semakin baik, maka material konstruksi akan meningkat untuk mendukung kebutuhan sarana dan prasarana pembangunan konstruksi. Untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan tersebut, maka batu bata sebagai salah satu material konstruksi akan semakin dibutuhkan.

Secara umum, batu bata merupakan material yang diproduksi oleh masyarakat sebagai hasil kegiatan rumah tangga. Semakin dibutuhkan, maka pabrik batu bata alan semakin tumbuh mengikuti kebutuhan pembangunan konstruksi. Secara umum, batu bata berfungsi sebagai material non-struktural, walaupun ada yang berfungsi sebagai material struktural. Material batu bata dalam fungsi non struktural memilki arti sebagai dinding pembatas atau partisi pada gedung bertingkat serta sebagai nilai keindahan dan estetika. Dalam fungsi struktural, batu bata memilki arti sebagai material pemikul beban pada konstruksi. Pada proses pembuatan batu bata, para pemilik pabrik hanya menggunakan tanah jenis tertentu yang berguna untuk menjaga kualitas produksi batu bata. Dengan demikian, dalam pemenuhan bahan dasar tanah sebagai bahan dasar utama dalam pembuatan batu bata ketersediaan tanah semakin berkurang dan harganya semakin meningkat..


(9)

Batu bata adalah salah satu material bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang berfungsi sebagai material non sktruktural dari konstruksi. Hal ini dapat dilihat pertumbuhan pabrik batu bata yang dibangun masyarakat untuk memproduksi batu bata. Penggunaan batu bata banyak digunakan untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding pada bangunan perumahan, bangunan gedung, pagar, saluran dan pondasi. Pada bangunan konstruksi gedung bertingkat, batu bata berfungsi sebagai non-stuktural yang dimanfaatkan untuk dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban konstruksi.

Pemanfaatan batu bata dalam konstruksi baik non-struktural ataupun struktural perlu adanya peningkatan produk yang dihasilkan, baik dengan cara meningkatkan kualitas bahan material batu bata sendiri (material dasar tanah lempung atau tanah liat yang digunakan) maupun penambahan dengan bahan lain. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas material tanah adalah menggunakan bahan

pencampur (additive) seperti fly ash, abu sekam padi dan abu ampas tebu.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukan penelitian yang objektif

terhadap pembuatan batu bata, sehingga ampas tebu dan abu sekam padi dapat

digunakan menjadi alternatif campuran yang tepat pada pembuatan batu bata, dengan

harapan limbah abu ampas tebu dan abu sekam padi tidak terbuang sia-sia, tetapi

dapat menambah kekuatan batu bata dan dapat menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang teknik sipil dan masyarakat sebagai pengguna batu bata.

B. Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahui nilai kuat tekan yang dihasilkan dari batu bata yang telah diberi


(10)

2. Untuk mengetahui besar presentase daya serap air pada batu bata yang telah

dicampur dengan abu ampas tebudan abu sekam padi.

3. Untuk mengetahui jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan optimal pada batu

bata yang telah dicampur dengan abu ampas tebudan abu sekam padi.

C. Batasan Masalah

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan jenis tanah yang berasal dari Desa

Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

2. Bahan additive yang digunakan adalah abu ampas tebu sebagai bahan buangan

pembakaran yang berasal dari Indo Lampung dan abu sekam padi yang berasal

dariDesa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

3. Batu bata yang digunakan sesuai dengan standard pabrikasi home industry dan

SNI yang berlaku.

4. Pemeraman tanah dengan bahan additive dilaksanakan selama 14 (empat belas)

hari

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui manfaat limbah dari bahan additive berupa abu ampas tebu dan abu

sekam padi untuk batu bata.

2. Menguji nilai kuat tekan dan daya serap air, batu bata pasca pembakaran dengan

bahan additive berupaabu ampas tebudan abu sekam padi.

3. Membandingkan kekuatan batu bata biasa dengan batu bata yang telah dicampur


(11)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tanah

Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai zat cair juga gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Selain itu dalam arti lain tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1991).

Tanah juga merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida - oksida yang mengendap diantara partikel - partikel. Ruang diantara partikel - partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya (Hardiyatmo, 1992).

Tanah dapat didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh karbonat dan oksida yang tersenyawa diantara partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik. Bila hasil dari pelapukan tersebut berada pada tempat

semula maka bagian ini disebut sebagai tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan


(12)

tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gravitasi, angin,

air, dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel dapat

berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.

Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan, sedangkan proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asal. Salah satu penyebab adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen dan karbondioksida (Wesley, 1977).

B. Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang benar-benar memberikan penjelasan yang tegas mengenai kemungkinan pemakainya (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai dengan perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis


(13)

tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).

Menurut Verhoef (1994), tanah dapat dibagi dalam tiga kelompok:

1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)

2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung)

3. Tanah campuran

Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat-sifat material tersebut. Lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat) sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling mengikat). Struktur dari tanah yang tidak berkohesi ditentukan oleh cara penumpukan butir (kerangka butiran). Sruktur dari tanah yang berkohesi ditentukan oleh konfigurasi bagian-bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian kecil ini.

Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan tanah kohesif, atau tanah berbutir kasar dan berbutir halus (Bowles, 1989). Namun klasifikasi ini terlalu umum sehingga memungkinkan terjadi identifikasi yang sama untuk tanah-tanah yang hampir sama sifatnya.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah yang umumnya digunakan sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Beberapa sistem tersebut

memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg, sistem-sistem

tersebut adalah sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO (American Association

of State Highway and Transportation Official) dan sistem klasifikasi tanah


(14)

A.Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified (USCS)

Sistem klasifikasi tanah ini yang umum digunakan untuk pekerjaan dalam bidang teknik sipil, seperti bendungan, pondasi bangunan dan konstruksi yang sejenis.

Klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Unified, maka tanah dikelompokkan dalam

(Das, 1995) :

1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah berbutir kasar dengan

kurang dari 50% dari berat total tanah adalah lolos ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah bernutir halus dengan

lebih dari 50% dari berat total tanah adalah lolos ayakan No. 200. Simbol dari

kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (moum atau silt), C

untuk lempung (clay), dan O untuk tanah organik (organic soils), serta PT

digunakan untuk tanah gambut (peat soils).

Uraian lebih detail, tentang batasan-batasan untuk menentukan klasifikasi tanah

berdasarkan Sistem Unified, dipelihatkan pada Table 1, di bawah ini.

B. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1, A-2, dan A-3 masuk dalam tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang dari jumlah tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah berbutir halus. (Sukirman, 1992).


(15)

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 K er ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o .

4 K

er ik il b er si h (h an y a k er ik il

) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sar in g an N o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . Le b ih d ar i 1 2 % lo lo s sari n g an N o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % - 1 2 % lo lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≤ 50 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batas Cair LL (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 50 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488


(16)

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria :

a. Ukuran butiran

Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.

b. Plastisitas

Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Tanah berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.

c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat batuan dengan

ukuran lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada Tabel 2. Kelompok tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke kanan semakin berkurang kualitasnya.

C. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, terdiri dari tiga

fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous

terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran


(17)

koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi

kelompok

A-1

A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisis ayakan (%

lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51

Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir

halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi

kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (% lolos)

No.10 No.40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang

lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40 Maks 10

Min 41 Maks 10

Maks 40 Min 11

Min 41 Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek Sumber: Das (1995).

Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991). Menurut Craig (1991), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran


(18)

kurang dari 0,002 mm yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali, dan karbondioksida.

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai dengan sub mikronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusutan batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastis ditandai dengan wujudnya bersabun seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi dan Peck, 1987). Dengan adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai perilaku tanah lempung dapat diamati. (Hardiyatmo, 1992).

2. Mineral Lempung

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4. Kekokohan sifat struktur

dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya

pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah.

b. Montmorilonite

Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan


(19)

c. Illite

Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanah dan

merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah

berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus. Rumus

kimia illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly)O10(OH)2.

D. Sifat Tanah Lempung pada Pembakaran

Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut :

1. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan

dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah.

2. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan

zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

3. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari tanah

lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.

4. Senyawa - senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan

umumnya mempengaruhi warna batu bata.

5. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. Susut

bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah - pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh pengaruh udara maupun air.


(20)

E. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi adalah bagian dari butir padi-padian (serelia) berupa lembaran yang

kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan. Adapun manfaat abu sekam padi ini berfungsi untuk menggemburkan tanah dan dapat memperbaiki sifat tanah karena abu

sekam padi ini sangat kaya akan silica (Si).

Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian penduduk terbanyak adalah sebagai petani tanaman padi. Jumlah panen padi pada tahun 2013 ini mencapai 72,1 juta metrik ton atau meningkat 4,4% dibandingkan tahun lalu, yang sebanyak 69,05 juta metrik ton. Dari hasil yang sebesar itu, dapat dibayangkan jumlah limbah sekam padi yang akan dihasilkan. Namun penggunaan limbah sekam padi yang ada masih terbatas yakni sebagai bahan pembakar batu merah atau untuk keperluan pembuatan abu gosok. Pemanfaatan yang masih sangat terbatas ini sangat disayangkan, limbah abu sekam padi ini memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi bila dimanfaatkan dengan baik.

Beberapa penelitian telah melakukan kajian analisa pemanfaatan limbah abu sekam

padi ini. Limbah sekam padi sebagai produk pertanian mengandung kurang lebih 20 –

25% silika. Material ini apabila dibiarkan pada ladang padi dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kerusakan lingkungan. Namun sebenarnya senyawa silika yang dimiliki abu sekam padi sangat bermanfaat di dalam bidang kostruksi, karena bahan yang mengandung silika dapat menjadi pengganti semen yang mana memiliki harga yang sangat tinggi. Dengan menggunakan abu sekam dengan komposisi 15% dari berat semen akan memberikan peningkatan kuat tekan beton minimal 20%. Selain meningkatkan kuat tekan beton, penggunaan abu sekam juga akan menghemat biaya karena abu sekam dapat menggantikan sejumlah semen yang digunakan. Keuntungan lain yang didapat dari mengganti semen dengan abu sekam padi adalah


(21)

mengurangi pencemaran udara, karena hidrasi semen dapat menghasilkan 40% dari massa semen. Cara memperoleh abu sekam juga cukup mudah, Sekam hanya perlu

dibakar pada suhu 500C selama kurang lebih 100 menit.

Adapun pemanfaatan abu sekam padi, antara lain :

a. Sebagai Bahan Aditif pada Beton.

Beton merupakan campuran agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Beton bayank digunakan dalam bidang konstruksi misalnya gedung, jalan, waduk dan bendungan. Karena begitu luas peranan beton dalam bidang konstruksi, maka banyak pihak yang mencari beton berkualitas tinggi agar menghasilkan sebuah infrastruktur yang baik. Kualitas tinggi yang dimaksud pada campuran beton adalah yang memiliki kekuatan tekan, durabilitas dan workabilitas yang tinggi serta dengan harga yang seekonomis mungkin. Kekuatan, keawetan dan sifat

beton tergantung pada bahan – bahan dasarnya (agregat kasar, agregat halus,

semen dan air) yakni nilai perbandingan komposisinya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara

perawatan (curing) selama proses pekerjaan.

b. Bahan Campuran Mortar Pasangan Bata

Kulit padi (sekam) merupakan salah satu bahan/material sisa dari proses pengolahan padi yang sering dianggap sebagai limbah. Besarnya konsumsi beras sebagai makanan pokok dan meningkatnya produksi padi dapat memberikan perkiraan makro akan jumlah material tersebut dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari BPS, produksi padi di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 53,67 juta ton gabah kering giling (GKG), dimana dapat menghasilkan sekam padi sebanyak 20% - 25% dari berat keseluruhan.


(22)

Sekam padi umumnya hanya digunakan sebagai bahan bakar utama atau tambahan pada industri pembuatan bata atau tahu, bahan dekorasi, media tumbuh bagi tanaman hias, atau bahkan dibuang. Sudah diketahui bahwa sekam padi

mengandung banyak silika amorf apabila dibakar mencapai suhu 500A – 700AC

dalam waktu sekitar 1 sampai 2 jam. Oleh karena itu, kini mulai dikembangkan pemanfaatan abu sekam padi (sisa pembakaran sekam padi) dalam berbagai

bidang, salah satunya di bidang konstruksi. Reaktivitas antara silika dalam abu

sekam padi dengan kalsium hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh

pada peningkatan mutu beton. (Priyosulistyo,2001).

Penelitian ini melakukan eksperimen berupa penggunaan abu sekam padi (ASP) sebagai bahan pengganti sebagian semen pada mortar pasangan bata ASP ditambahkan rencana campuran mortar berdasarkan presentase berat, dengan presentase penambahan ASP tersebut dibandingkan terhadap mortar standar (tanpa penambahan ASP). Hasilnya menunjukkan bahwa campuran dengan penambahan kadar sebesar 5% menggantikan berat semen keseluruhan merupakan

campuran yang memiliki kekuatan tekan rata – rata yang paling tinggi dan tingkat

kelecakan (workability) yang tergolong baik dibandingkan dari campuran yang

lain pada umur 28 hari. Akan tetapi dari segi biaya, mortar ASP 5% tidak memiliki potensi untuk dapat mengurangi biaya konstruksi, malah cenderung untuk meningkatkan biaya. (Priyosulistyo,2001).

F. Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu merupakan limbah hasil pembakaran ampas tebu. Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah diekstrak atau


(23)

dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga hasil samping sejumlah

limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (baggasse).

Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak sama. Setelah proses penggilingan awal, yaitu penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah. Untuk mendapatkan nira yang optimal, pada penggilingan ampas hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan, diperlihatkan pada Gambar 1.

Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V

Penggilingan II Penggilingan IV

Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V

Tebu


(24)

3Be 3Be 3Be Gambar 1. Proses Penggilingan Tebu

Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah

padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu boiler dan blotong

(filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu ini banyak mengandung serat dan gabus. Pembuangan ampas tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga menyimpannya perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar sebab didalamnya banyak mengandung air, gula, serat, dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan termentasi dan melepaskan panas. Untuk mengatasi kelebihan ampas tebu adalah dengan membakar untuk mengurangi jumlah ampas tebu. Pembakaran ampas tebu inilah yang menghasilkan abu ampas

tebu. Abu ampas tebu (baggase ash) merupakan hasil perubahan kimiawi dari

pembakaran ampas tebu murni yang terdiri dari garam-garam anorganik

Ampas tebu (bagase furnace) memiliki komposisi kimia seperti Silikat (SiO2)

sebesar ±71%,Aluminat (AL2O3) sebesar ±1,9%, Ferri Trioksida (Fe2O3) sebesar ± 7,8%, Calsium Oksida (CaO) sebesar ± 3,4% dan lain-lain Ampas tebu yang merupakan abu sisa pembakaran ampas tebu (bagase) sebagai bahan tambahan dalam mortar yang banyak memiliki kandungan senyawa silikat (SiO2) yang juga merupakan bahan baku utama dari semen biasa (portland), pemanfaatan ampas tebu

sebagai bahan tambah pembuatan paving block dapat meningkatkan kuat tekan paving

block.

G. Batu Bata


(25)

Batu bata merupakan salah satu elemen (material) pendukung dalam pendirian sebuah bangunan, terbuat dari tanah hitam (humus) dan tanah kuning (tanah liat). Bahan utama batu merah adalah tanah dan air.

Tabel 3. Prosentase Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu

SiO2 71

Al203 1,9

Fe2o3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3

MnO 0,2

Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa bahan campuran lain melalui beberapa tahap pengerjaan,seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna, serta akan mengeras seperti batu setelah didinginkan hingga tidak

dapat hancur lagi bila direndam dalam air..

Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 merupakan suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.


(26)

Pembuatan batu bata harus memiliki standardisasi, karena dalam pembuatan batu bata merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan penting dari sebuah industri di suatu negara khususnya di Indonesia.

Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan secara optimum dengan

memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan persyaratan keamanan.

Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 meliputi beberapa aspek seperti :

a. Sifat Tampak

Batu bata merah harus berbentuk prisma segi empat panjang, mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak.

b. Ukuran dan Toleransi

Standar Bata Merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah sebagai berikut :

Tabel 4. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

M-5a M-5b M-6a

65 + 2 65 + 2 52 + 3

90 + 3 100 + 3 110 + 4

190 + 4 190 + 4 230 + 4


(27)

M-6b M-6c M-6d

55 + 3 70 + 3 80 + 3

110 + 6 110 + 6 110 + 6

230 + 5 230 + 5 230 + 5

Sumber: SNI 15-2094-2000

c. Kuat Tekan

Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan untuk bata merah untuk pasangan dinding sesuai Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Kekuatan Bata

Kelas

Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien

Variasi Izin

Kg/cm2 N/mm2

50 100 150 50 100 150 5,0 10 15 22% 15% 15%

Sumber : (SNI 15-2094-2000)

d. Garam Berbahaya

Garam yang mudah larut dan berbahaya, antara lain : Magnesium Sulfat (MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalium Sulfat (K2SO4), dan kadar garam maksimum 1,0%, tidak boleh menyebabkan lebih dari 50% permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan garam.

e. Kerapatan Semu

Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding adalah 1,2 gram/cm3.


(28)

Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20%.

3. Proses Pembakaran Batu Bata

Dari seluruh proses pembuatan batu bata, maka pada tahap pembakaran adalah tahap yang paling menentukan berhasilnya tidak usaha ini. Jika pembakaran gagal, maka pengusaha akan mengalami kerugian total. Karena, bahan pembuatan batu bata hanya dibakar sekali, jika tidak matang sepenuhnya, maka bahan pembuatan batu bata tersebut tidak dapat dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua. Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk kayu bakar. Bagian samping tumpukan ditutup dengan batu bata setengah matang dari proses pembakaran sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi. Sedangkan bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur tanah liat.

Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah liat. Tujuannya agar panas dan semburan api selalu mengangah dalam tumbukan bata. Proses

pembakaran ini memakan waktu 1 – 2 hari tergantung jumlah batu bata yang

dibakar.

Pada saat musim kemarau, proses penjemuran tanah liat itu hanya memerlukan waktu sekitar dua hari. Namun, saat musim hujan proses penjemuran tanah liat itu bisa memakan waktu hingga sepekan lebih. Proses yang terakhir yaitu membakar tanah liat yang telah dijemur itu. Cetakan tanah liat yang sudah berbentuk persegi panjang itu ditata sedemikian rupa di atas tungku pembakaran dan proses


(29)

pembakaran batu bata memerlukan waktu lebih lama dibanding pada pembakaran saat musim kemarau.


(30)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Sampel Tanah

Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah liat dari Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada awal musim penghujan namun ketika cuaca cerah, sehingga sampel tanah yang diambil tidak mengandung air yang berlebihan. Pada penelitian ini jumlah sampel

tanah yang digunakan untuk masing – masing sampel sebanyak 4 campuran,

dan pada masing - masing campuran digunakan 6 buah sampel yang dicetak dalam cetakan batu bata berupa persegi panjang dengan panjang sisi 18,50 cm, lebar 9,00 cm dan tebal 5,00 cm.

B.Metode Pencampuran Tanah dengan Bahan Additive

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Ada 3 tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :

1. Pengujian sifat fisik tanah.

2. Pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata dengan

komposisi campuran material tanah, ampas tebu, dan abu sekam padi dengan kadar tertentu.

3. Tanah yang sudah tercampur ampas tebu dan abu sekam padi siap untuk

dicetak, lalu diperam selama 14 hari, dikering dengan penganginan, dibakar selama 2 x 24 jam dan pengujian daya serap air selama 24 jam.


(31)

C.Pelaksanaan Pengujian

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah

Sifat - sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku untuk tanah yang akan digunakan sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung atau untuk sistem pembuangan limbah.

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian sifat fisik tanah

dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D-4318.

Pengujian - pengujian yang dilakukan antara lain:

a. Kadar air (Water Content)

Sesuai dengan ASTM D – 2216 - 92, pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah tersebut yang dinyatakan dalam persen.

Bahan : Sampel tanah seberat 30 – 50 gram sebanyak 3 sampel.

Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216-92, yaitu :

1. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan sampel


(32)

2. Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan

suhu 110oC selama 24 jam.

3. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan

menghitung prosentase kadar air. Perhitungan :

a) Berat air (Ww) = Wcs – Wds

b) Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

c) Kadar air (ω) = x100%

Ws Ww

dengan :

Wc = Berat cawan yang digunakan Wcs = Berat sampel tanah dan cawan

Wds = Berat cawan yang berisi tanah dan sudah dioven

b. Berat Volume (Unit Weight)

Sesuai dengan ASTM D - 2937, pengujian ini bertujuan untuk

menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed

sample), yaitu perbadingan antara berat tanah dengan volume tanah. Bahan-bahan: Sampel tanah

Peralatan:

1. Ring contoh

2. Pisau

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Alat pendorong sampel


(33)

Langkah Kerja :

1. Membersihkan dan menimbang ring contoh.

2. Memberikan oli pada ring contoh agar tanah tidak melekat pada

ring.

3. Mengambil sampel tanah dari tabung contoh dengan cara menekan

ring ke dalam sampel tanah sehingga ring masuk ke dalam sampel tanah.

4. Meratakan permukaan tanah dengan pisau.

5. Menimbang ring dan tanah.

Perhitungan :

1. Berat ring (Wc)

2. Volume ring bagian dalam (V)

3. Berat ring dan tanah (Wcs)

4. Berat tanah (W) = Wcs – Wc

5. Berat volume (γ) dapat dihitung dengan persamaan :

V W

 (gr/cm3 atau t/m3)

c. Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai dengan ASTM D - 854.

Bahan-bahan : - Sampel tanah


(34)

Peralatan : 1. Picnometer

2. Thermometer dengan ketelitian 0,01oC

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Boiler (tungku pemanas) Langkah Kerja :

1. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering,

termasuk tutup.

2. Memasukkan sampel tanah kering ke dalam picnometer.

3. Menimbang picnometer beserta tanah kering.

4. Mengisi air ke dalam picnometer yang telah berisi tanah kering

sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan

picnometer di atas tungku pemanas (boiler).

5. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer sehingga

temperatur sama dengan temperatur ruangan. Lalu menambahkan

air ke dalam picnometer hingga mencapai garis batas picnometer

dan ditutup rapat.

6. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air.

7. Mengukur temperatur air di dalam picnometer.

8. Membersihkan isi picnometer dari sampel tanah.

9. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis picnometer

kemudian menutup dan ditimbang. Perhitungan :

) (

)

( 4 1 3 2

1 2

W W W W

W W Gs

  


(35)

dengan : Gs = Berat jenis

W1 = Berat picnometer (gram)

W2 = Berat picnometer + tanah kering (gram)

W3 = Berat picnometer + tanah + air (gram) W4 = Berat picnometer + air (gram)

d. Batas Cair (Liquid Limit)

Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu tanah. Tujuan pengujian ini Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair sesuai dengan ASTM D - 423

Bahan-bahan :

- Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven

- Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc

Peralatan :

1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)

2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM

3. Spatula

4. Gelas ukur 100 cc

5. Container 4 buah

6. Plat kaca

7. Porcelain dish (mangkuk porselen)

8. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram


(36)

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan

menggunakan saringan No. 40.

2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Cassagrande setinggi 10 mm.

3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak 150

gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan diaduk hingga

merata, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk Cassagrande

dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

4. Membuat alur tepat di tengah-tengah dengan membagi sampel

tanah dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan menggunakan

grooving tool.

5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang

13 mm sambil menghitung jumlah ketukan.

6. Mengambil sebagian sampel tanah di bagian tengah mangkuk

untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk sampel tanah dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah di bawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

1. Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai dengan


(37)

2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan (skala log)dan sumbu y sebagai kadar air (linier)

3. Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.

4. Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x pada nilai

log 25.

e. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sampai diameter 3 mm. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat sesuai dengan ASTM D - 424.

Bahan-bahan :

1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan

2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc

Peralatan :

1. Plat kaca

2. Spatula

3. Gelas ukur 100 cc

4. Container 3 buah

5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram


(38)

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan

No. 40.

2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian

digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm dan sampai retak-retak pada diameter tersebut

3. Memasukkan sampel tanah pada keadaan retak-retak tersebut ke

dalam container dan ditimbang.

4. Menentukan kadar air sampel tanah, untuk 3 container

Perhitungan :

1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga

sampel tanah tersebut.

2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel

tanah yang diuji, dengan rumus : PI = LL – PL

f. Analisis Saringan (Sieve Analysis)

Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).

Bahan-bahan :

1. Sampel tanah lebih kurang sebanyak 500 gram

2. Air bersih atau air suling 1500 cc

Peralatan :

1. Saringan (sieve) 1 set


(39)

3. Mesin penggetar (sieve shaker)

4. Kuas halus

5. Oven

6. Pan

Langkah Kerja :

1. Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar air.

2. Sampel tanah disaring di atas No. 200, dan disiram dengan air,

sehingga partikel halus akan lolos saringan dan partikel kasar akan tertahan di atas saringan.

3. Sampel tanah yang tertahan di atas saringan No. 200, dikeringkan

dengan oven, selama 24 jam dan ditimbang serta siap untuk diayak menggunakan mesin penggetar.

4. Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan

memasukkan sampel tanah yang telah dioven pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.

5. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin

penggetar selama kira-kira 15 menit.

6. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang

tertahan di atasnya. Perhitungan :

1. Berat masing-masing saringan (Wci)

2. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan

di atas saringan (Wbi)


(40)

4. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai  Wtot)

5. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing

saringan (Pi)

x100%

W Wci Wbi Pi

total    

 

6. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) :

qi 100% pi%

q

 

11 qip

 

i1

g. Uji Pemadatan Tanah (Soil Compaction)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimum tanah dengan cara mengetahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah, berdasarkan ASTM D - 698 - 78.

Bahan-bahan : - Sampel tanah

- Air suling

Peralatan:

1. Mold standar 4” yang terdiri dari :

a. Plat dasar

b. Mold

c. Collar (leher penahan tanah) 2. Hammer seberat 4,5 kg

3. Pan segi empat / talam


(41)

5. Gelas ukur 250 cc

6. Pisau pemotong

7. Saringan No.4 (4,75 mm)

8. Timbangan 1 kg dengan ketelitian 0,01 gram

9. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram

10.Container

11.Kantong plastik

12.Oven

13.Kain lap

Langkah Kerja :

1. Penambahan air

a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan

karung goni lalu dijemur.

b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan

dengan tangan.

c. Butiran tanah yang terpisah diayak dengan saringan No. 4.

d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5

bagian masing 2,5 kg, kemudian memasukkan masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel

tanah untuk menentukan kadar air awal.

f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit

demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan.


(42)

Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.

Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3%.

g. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat

dihitung dengan rumus : Wwb = wb . W

1 + wb W = Berat tanah

wb = Kadar air yang dibutuhkan

Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa

h. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5

kg sampel di atas pan dan mengaduk sampai rata dengan sendok pengaduk, dimasukkan dalam plastik dan diperam selama 24 jam

2. Pemadatan tanah

a. Menimbang mold standar beserta alas.

b. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas papan.

c. Mengambil salah satu sampel tanah yang telah ditambahkan

air dan diperam selama 24 jam.

d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian.

Bagian pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali


(43)

bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian

kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian

mold).

e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold

dengan menggunakan pisau pemotong.

f. Menimbang mold berikut alas dan tanah di dalamnya.

g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian

tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container

untuk pemeriksaan kadar air (ω).

h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah

lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah. Perhitungan:

1. Kadar air (ω)

a. Berat cawan + berat tanah basah : W1 (gr)

b. Berat cawan + berat tanah kering : W2 (gr)

c. Berat air : W1 – W2 (gr)

d. Berat cawan : Wc (gr)

e. Berat tanah kering : W2 – Wc (gr)

f. Kadar air =

Wc W

W W

 

2 2 1

2. Berat volume kering (γd)

a. Berat mold : Wm (gr)

b. Berat mold + sampel : Wms (gr)

c. Berat tanah (W) : Wms – Wm (gr)


(44)

e. Berat isi (γ) = W/V f. Kadar air (ω)

g. Berat volume kering (γd) : γd =

 

100 x 100

h. Berat Volume Zero Air Void (γz)

w x 1

w x

  

Gs Gs zav

 

2. Pengujian Batu Bata

Melakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata dengan komposisi campuran material tanah, dan abu ampas tebu dengan kadar tertentu untuk mendapatkan kadar optimum, serta nilai daya serap dan kuat tekan optimum batu bata.

Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar

ampas tebu + abu sekam padi dengan kadar campuran : 5%, 10%, 15%,

dan 20% sebanyak 6 sampel dengan dilakukan masa pemeraman 14 hari, pengeringan dengan penganginan, lalu pembakaran selama 2x24 jam dan pengujian daya serap air selama 1 hari untuk sebagian sampel, sebagian sampel lagi diuji kuat tekan.

Pelaksanaan pengujian kuat tekan dan daya serap air dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lampung.


(45)

a. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besar beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Kuat tekan batu bata dihitung dengan menggunakan persamaan :

Kuat tekan = P A dengan :

P = beban hancur

A = luas bidang tekan (cm2)

b. Pengujian Daya Serap Air

Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering besarnya daya serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI 03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering dan direndam selama 24 jam lalu diukur massa basahnya menggunakan neraca analitis.

Penyerapan air =

dengan : Wk = Berat sampel kering (g)


(46)

D. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pencampuran Material Bahan

Sebelum pencampuran material bahan, sampel tanah telah diuji sifat fisik, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat volume, batas-batas atterberg, dan uji pemadatan untuk mendapatkan nilai kadar air optimum pada pencampuran sampel.

Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan melakukan pencampuran tanah lempung + ampas tebu + abu sekam padi + air dengan komposisi masing-masing bahan campuran.

2. Pencetakan Batu Bata

Setelah campuran teraduk dengan rata, campuran telah diperam selama 14 hari, maka batu bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu menaruh bahan yang telah dicampur ke dalam mesin cetak.

3. Pengeringan Batu Bata

Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal atau penutup plastik dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering, batu bata tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Jika kondisi cuaca baik, proses pengangingan memerlukan waktu tujuh hari. Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 7 hari.


(47)

4. Pembakaran Batu Bata

Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 2x24 jam setelah itu dilakukan proses pengujian daya serap air sebagian sampel dan sebagian sampel dilakukan uji kuat tekan.

5. Pengujian Daya serap Air dan Kuat Tekan

Pengujian daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya daya serap yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak daya serap yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Pengujian kuat tekan pada bau bata adalah untuk mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang digunakan adalah mesin desak.

E. Bagan Alir Penelitian

Dari seluruh uraian metodologi penelitian yang telah disajikan, dapat ditampilkan bagan alir terhadap hasil penelitian, diperlihatkan pada Gambar 2


(48)

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Pengujian Tanah Asli :

1. Berat Jenis 5. Berat Volume 2. Batas Atterberg 6. Kadar Air 3. Analisa Saringan dan Hidrometer

4. Pemadatan Tanah

Pembuatan Sampel atau Benda Uji :

1. 2,5% abu ampas tebu + 2,5% abu sekam padi + tanah 2. 5% abu ampas tebu + 5% abu sekam padi + tanah 3. 7,5% abu ampas tebu + 7,5% abu sekam padi + tanah 4. 10% abu ampas tebu + 10% abu sekam padi + tanah Pencampuran Sampel dan Pemeraman Selama 14 Hari

Pencetakan Sampel Batu Bata dan Penganginan

Pembakaran batu bata

Gambar 2.Diagram Alir Penelitian

1. Perendaman selama 24 jam

2. Uji Daya Serap Air Uji Kuat Tekan

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai


(49)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilaksanakan terhadap hasil uji batu bata dengan material tanah yang dicampur

menggunakan bahan additive, berupa abu sekam padi dan abu ampas tebu,

maka dapat disajikan beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem

klasifikasi USCS digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam klasifikasi tanah lanau dengan plastisitas rendah (ML)

2. Penggunaan bahan additive, berupa campuran abu sekam padi dan abu

ampas tebu, pada kadar campuran 15%, dapat meningkatkan kuat tekan batu bata mencapai 20% sampai 30% dari pada batu bata tanpa campuran.

3. Pada kadar campuran 15%, terdapat beberapa batu bata dengan kuat tekan

lebih dari 100 kg/cm2. Hal ini berarti bahwa batu bata pada kadar campuran tersebut dapat mencapai kualitas yang lebih baik dan memenuhi persyaratan SNI 15-2094-2000

4. Dari hasil uji kuat tekan, bahan additive berupa abu sekam padi masih

lebih baik dari abu ampas tebu dan atau campuran kedua bahan additive


(50)

5. Hasil pengujian uji daya serap air batu bata pasca pembakaran untuk keempat kadar campuran tersebut, ternyata memenuhi persyaratan SNI 15-2094-2000, dengan hasil uji daya serap air antara : 14% sampai 17%, yang berarti lebih kecil dari 20%..

B. Saran-Saran

Untuk kelanjutan atau pengembangan penelitian mengenai pembuatan batu

bata menggunakan bahan additive, berupa campuran abu sekam padi dan abu

ampas tebu, disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Pada pelaksanaan pencetakan dan pengeringan, perlu dilakukan dengan

lebih teliti, sehingga batu bata yang telah dicetak, pada saat pengeringan permukaan batu bata tetap rata dan datar serta tidak melengkung.

2. Pada kadar campuran 15%, perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan yang

lebih teliti pada saat pencetakan, pengeringan dan pembakaran, sehingga

kuat tekan dapat mencapai kualitas baik atau lebih dari 100 kg/cm2 .

3. Penelitian kuat tekan batu bata, dengan penggunaan abu sekam padi perlu

dikembangkan, sehingga didapat fungsi abu sekam padi yang lebih optimal, agar pemanfaatan abu sekam padi pada pembuatan batu bata

dapat digunakan pada pabrikasi home industry.

4. Perlu dilakukan penelitian yang lebih teliti, korelasi hubungan kuat tekan

batu bata standard pabrikasi home industry dengan standard SNI.

5. Perlu pengembangan penelitian dengan berbagai variasi dimensi dan

ukuran batu bata dengan mengikuti standard SNI, sehingga didapat ukuran bata yang optimal dan memenuhi persyaratan SNI.


(51)

6. Perlu disosialisasikan pemanfaatan abu sekam padi sebagai produk yang bermanfaat pada pembuatan batu bata, namun aman bagi lingkungan.

7. Perlu modifikasi alat pencetakan batu bata yang lebih inovatif, sehingga

batu bata yang tercetak dapat lebih padat dan seragam, sehingga kualitas batu bata tidak berbeda jauh satu sama lain

8. Perlu penelitian lanjutan, penggunaan tanah berbutir halus berupa material

tanah lempung dengan plastisitas rendah, yang dicampur dengan bahan additive, sehingga material tanah untuk pembuatan batu bata dapat lebih bervariasi dan tidak terikat pada tanah lanau.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, AASHTO Interim Guide for Design of Pavement Structures 1972,

AASHTO Washington DC., Chapter III Revised 1981.

Bembin, F., 2013, Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran

Menggunakan Bahan Additive Abu Ampas Tebu, Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung

Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. PT. Erlangga. Jakarta

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I .

PT. Erlangga. Jakarta

Handoko, D., 2014, Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran

Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi, Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung

Handayani, S., 2010, Kualitas Batu Bata Merah dengan Penambahan Serbuk

Gergaji, Jurnal Teknik dan Perencanaan Volume 1, Nomor 12, Universitas Negeri Semarang, Semarang

Hara, et-all, 1986, Utilization of Agrowastes for Buildinng Materials,

International Research and Development Cooperation Division, AIST,

MITI,Japan.

Harsono, H.,. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi.

Universitas Brawijaya. Malang

Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Hardiyatmo, H.C. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Hartanto, D, 2010, Pengujian Kualitas Batu Bata Merah dengan Penambahan

Serbuk Gergaji di Desa Karanganyar Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap,


(53)

Huda, M. dan Hastuti, E., Pengaruh Temperatur Pembakaran dan Penambahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata, Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2, April 2012, Malang

Indra, A., 2012, Kuat Tekan (Compression Strength) Komposit Lempung/Pasir

pada Aplikasi Bata Merah Daerah Payakumbuh Sumbar, Jurnal Teknik Mesin Vol.1, No. 2, April 2012, Institut Teknologi Padang.

Priyosulistyo, H., 2001. dalam Copyright © 2005 ITB Faculty Civil Engineering

and Planning.

Priyosulistyo, 2000. Sifat-sifat Mekanik Bahan Struktur terhadap Beban Gempa

dan Temperatur Tinggi, dalam Makalah Kursus Singkat Evaluasi dan Penanganan Struktur Beton Pasca Kebakaran dan Gempa. Yogyakarta, PAU Ilmu Teknik UGM

Rochadi, M.T., dan Irianta, G., 2007, Kualitas Bata Merah Dari Pemanfaatan

Tanah Bantaran Sungai Banjir Kanal Timur, Wahana Teknik Sipil, Vol. 12 No. 1, April 2007, Politeknik Negeri Semarang.

Rosalia, D., Elhusna dan Gunawan, A., 2013, Kajian Pengaruh Penambahan

Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Bata Merah, Jurnal Inersia Vol. 5 No.1, April 2013, Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Siregar, N., 2010, Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat

pada Pembuatan Batu Bata, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan

Suhanda dan Hartono. 2009.Penelitian Abu Batubara Bukit Asam dan Umbilin

untuk Bahan Bangunan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Artikel. Bandung.

Sukirman, S. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung

Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, Yrama

Widya. Bandung.

Standar Nasional Indonesia 15-2094-2000 : Bata Merah Pejal Untuk Pasangan

Dinding.

Terzaghi, K., dan Peck, R.B. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa.

Penerbit Erlangga. Jakarta

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta.

Wesley, L.D. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbitan Pekerjaan Umum.


(54)

LAMPIRAN

HASIL PENGUJIAN

LABORATORIUM


(55)

LABORATORIUM MEKANIKA TANAH FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

JL. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Asli

No. A B

1 Berat Picnometer (W1) (gram) 35.79 56.23

2 Berat Picnometer + Tanah (W2) (gram) 47.82 68.68

3 Berat Picnometer + Tanah + Air (W3) (gram) 92.68 163.24

4 Berat Picnometer + Air (W4) (gram) 85.39 155.60

5 A = W2 - W1 (gram) 12.03 12.45

6 B = W4 - W1 (gram) 49.60 99.37

7 C = W3 - W2 (gram) 44.86 94.56

8 Berat Jenis A / (B-C) 2.538 2.588

9 Berat Jenis Rata-rata

BERAT JENIS Sample 2.563 BERAT JENIS

)

2

3

(

)

1

4

(

)

1

2

(

W

W

W

W

W

W

G

s


(56)

(57)

(58)

LABORATORIUM MEKANIKA TANAH FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

JL. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by: Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 20%

No. A B

1 Berat Picnometer (W1) (gram) 35.79 35.62

2 Berat Picnometer + Tanah (W2) (gram) 53.28 54.21

3 Berat Picnometer + Tanah + Air (W3) (gram) 95.85 96.03

4 Berat Picnometer + Air (W4) (gram) 85.24 85.14

5 A = W2 - W1 (gram) 17.49 18.59

6 B = W4 - W1 (gram) 49.45 49.52

7 C = W3 - W2 (gram) 42.57 41.82

8 Berat Jenis A / (B-C) 2.542 2.414

9 Berat Jenis Rata-rata

BERAT JENIS

Sample

2.478

BERAT JENIS TANAH CAMPURAN 20%

)

2

3

(

)

1

4

(

)

1

2

(

W

W

W

W

W

W

G

s


(59)

S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING

LAMPUNG UNIVERSITY

JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar

Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 5 %

No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

1 Berat basah(Wb) gr 1484 1475 1471 1492 1470 2 Berat kering(Wd) gr 1299 1281 1288 1312 1289 3 Berat air (Wd) gr 185 194 183 180 181 4 Daya serap air (%) 14.242 15.144 14.208 13.720 14.042 5 Rata-rata

S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING

LAMPUNG UNIVERSITY

JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar

Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 10 %

No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

1 Berat basah(Wb) gr 1461 1458 1480 1438 1442 2 Berat kering(Wd) gr 1265 1264 1276 1240 1248 3 Berat air (Wd) gr 196 194 204 198 194 4 Daya serap air (%) 15.494 15.348 15.987 15.968 15.545

5 Rata-rata 15.6684

Keterangan

14.2711 Keterangan


(60)

S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING

LAMPUNG UNIVERSITY

JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar

Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 15 %

No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

1 Berat basah(Wb) gr 1497 1526 1578 1502 1443 2 Berat kering(Wd) gr 1259 1302 1355 1294 1239 3 Berat air (Wd) gr 238 224 223 208 204 4 Daya serap air (%) 18.904 17.204 16.458 16.074 16.465 5 Rata-rata

S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING

LAMPUNG UNIVERSITY

JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar

Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 20 %

No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

1 Berat basah(Wb) gr 1418 1426 1415 1461 1390 2 Berat kering(Wd) gr 1219 1256 1219 1261 1208 3 Berat air (Wd) gr 199 170 196 200 182 4 Daya serap air (%) 16.325 13.535 16.079 15.860 15.066

5 Rata-rata 15.3731

Keterangan

17.0210


(61)

S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING

LAMPUNG UNIVERSITY

JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947

Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013

Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar

Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.

Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 0 %

No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

1 Berat basah(Wb) gr 1339 1382 1338 1418 1353 2 Berat kering(Wd) gr 1135 1181 1127 1209 1149 3 Berat air (Wd) gr 204 201 211 209 204 4 Daya serap air (%) 17.974 17.019 18.722 17.287 17.755 5 Rata-rata

Keterangan


(62)

PERALATAN

Mesin Uji Kuat Tekan Mesin Pemadat (Compactor)

Mesin Sieve Shaker Mold Besi


(63)

Timbangan Besar Mangkuk Cassagrande

Timbangan Container


(64)

Boiler Peralatan Lain


(65)

PROSES PEKERJAAN

Material Tanah Pembersihan Material Tanah

Pengujian Kadar Air Pengujian Berat Jenis


(66)

Pengujian Pemadatan Pengujian Analisis Saringan

Pencampuran Tanah dan Bahan

Additive

Uji Pemadatan Tanah


(67)

Penimbangan Bahan Sampel Batu Bata Pencampuran Material Tanah

Alat Pencetakan Batu Bata Pemotongan Batu Bata

Batu Bata Telah Dipotong


(68)

(69)

(1)

Boiler

Peralatan Lain


(2)

Material Tanah Pembersihan Material Tanah

Pengujian Kadar Air Pengujian Berat Jenis


(3)

Pengujian Pemadatan Pengujian Analisis Saringan

Pencampuran Tanah dan Bahan Additive

Uji Pemadatan Tanah


(4)

Penimbangan Bahan Sampel Batu Bata Pencampuran Material Tanah

Alat Pencetakan Batu Bata Pemotongan Batu Bata

Batu Bata Telah Dipotong


(5)

(6)