STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN A DDITI VE ABU AMPAS TEBU

(1)

STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA

PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN ADDITIVE

ABU AMPAS TEBU

Oleh :

FERDINAND BEMBIN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA

PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN

ADDITIVE

ABU

AMPAS TEBU

(Skripsi)

Oleh

FERDINAND BEMBIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(3)

ABSTRACT

THE STUDY OF THE STRENGTH OF A PAIR OF BRICKS AFTER BURNT USING BAGASSE ASH MATERIALS AS ADDITIVE

By

FERDINAND BEMBIN

A brick is a synthetic stone made of clay with or without additive materials which through some process. The process includes of draining in the sun and then burning in high temperature in order to make the brick harden and not broken if it is soaked into the water. The needs of bricks will increase, so that many people build home industries to produce the bricks. To keep the quality, the made of bricks only use a specific soil. However, in this research the reseacher used the worst material of soil with additive materials named the ash of bagasse in purpose to utilize the waste and to increase the strength of bricks so that it can produce cheap bricks with good quality that can be an option for bricks industries.

This research used clay from Seputih Mataram, Central Lampung, as the sample. The used variation of mixed levels were 5%, 10%, 15% and 20% and drained for 7 days, with burning process and without burning process. According to the result of physical test of original solid, USCS classified the sample of solid as the soft grained soil and it belonged to CL.

The result of the research showed that the made of bricks after burning with the mixture of the bagasse ash is up to Indonesian National Standard (SNI) of bricks for building materials. Generally, the additive of the bagasse ash to soil can reduce the value of weight of mixture solid. For the value of bricks compressive strength without burning and with well burning process showed at the additive of mixture moisture 10%-15%.


(4)

ABSTRAK

STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN

MENGGUNAKAN BAHAN ADDITIVE ABU AMPAS TEBU

Oleh

Ferdinand Bembin

Batu bata adalah batuan buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran tambahan yang melalui beberapa proses. Proses tersebut meliputi pengeringan dengan cara dijemur dan kemudian dibakar dengan temperatur tinggi dengan tujuan agar batu bata mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air. Kebutuhan akan batu bata semakin meningkat, sehingga banyak masyarakat mendirikan industri rumahan untuk memproduksi batu bata. Demi menjaga kualitas, pembuatan batu bata hanya menggunakan jenis tanah tertentu. Akan tetapi,dalam penelitian ini penelitimenggunakan bahan tanah yang dianggap buruk dengan bahantambahanabu ampas tebu dengan tujuan memanfaatkan limbah sekaligus diharapkan dapat meningkatkan kekuatan batu bata sehingga dapat menghasilkan batu bata yang relatif murah namun memiliki kualitas yang baik yang dapat menjadi alternatif pilihan industri batu bata.

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Seputih Mataram, Lampung Tengah. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, dan 20% dan dilakukanpengeringanselama 7 hari,serta dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran batu bata. Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan batu bata pasca pembakaran dengan menggunakan campuran abu ampas tebu memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) batu bata untuk material bangunan.Secara umum penambahan bahan abu ampas tebu pada tanah mengurangi nilai berat jenis tanah campuran. Untuk nilai kuat tekan batu bata tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan pada penambahan kadar campuran 10% - 15%.


(5)

(6)

(7)

(8)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR NOTASI ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 3

C. BatasanMasalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah ... 6

1. Pengertian Tanah ... 6

2. Klasifikasi Tanah ... 8

B. Tanah Lempung ... 11

1. Definisi Tanah Lempung ... 15

2. Sifat Tanah Lempung ... 16

3. Jenis Mineral Lempung ... 17

4. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran ... 18

C. Abu Ampas Tebu ... 19

D. Batu Bata ... 21

1. Definisi Batu Bata ... 21

2. Standar Batu Bata ... 22

3. Tahapan atau Proses Pembakaran Batu Bata ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Penelitian ... 26

B. MetodePencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu ... 27


(9)

ii

1. PengujianSampelSifat Fisik Tanah ... 28

2. PengujianSampel Batu Bata + Abu Ampas Tebu ... 34

D. Urutan Prosedur Penelitian ... 35

1. Pencampuran Material Bahan ... 35

2. Pencetakan Batu Bata ... 35

3. Pengeringan Batu Bata ... 35

4. Pembakaran Batu Bata ... 36

5. Pengujian Kuat Tekan ... 36

E. Analisis Hasil Penelitian ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PengujianTerhadap Sampel Tanah Asli. ... 39

1. Hasil Pengujian Kadar Air ... 39

2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 40

3. Hasil Pengujian Batas Atterberg ... 40

4. Hasil Pengujian Analisa Saringan ... 40

5. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 41

6. Resume Pengujian Material Tanah ... 41

B. Klasifikasi Tanah Asli... 42

1. Menurut Sistem Klasifikasi AASHTO ... 42

2. Menurut Sistem Klasifikasi USCS ... 43

C. Hasil Pengujian Batu Bata Sesuai Kadar Campuran ... 44

1. Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 45

2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 54

D. PerbandinganNilai Kuat Tekan Batu Bata Menggunakan Tanah Yang Sama Campuran Berbeda ... 55

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(10)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified System ... 10

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified ... 11

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO ... 12

Tabel 4. Komposisi Abu Pembakaran Ampas Tebu ... 21

Tabel 5. Ukuran dan Toleransi Batu Bata Merah Pasangan Dinding ... 23

Tabel 6. Klasifikasi Kekuatan Bata ... 24

Tabel 7. Resume Pengujian Material Tanah ... 41

Tabel8. Nilai Kuat Tekan Campuran 0% Tanpa Pembakaran ... 46

Tabel 9. Nilai Kuat Tekan Campuran 5% Tanpa Pembakaran ... 46

Tabel 10. Nilai Kuat Tekan Campuran 10% Tanpa Pembakaran ... 46

Tabel 11. Nilai Kuat Tekan Campuran 15% Tanpa Pembakaran ... 46

Tabel 12. Nilai Kuat Tekan Campuran 20% Tanpa Pembakaran ... 47

Tabel 13. Nilai Kuat Tekan Campuran 0% Pasca Pembakaran ... 48

Tabel 14. Nilai Kuat Tekan Campuran 5% Pasca Pembakaran ... 48

Tabel15.Nilai Kuat Tekan Campuran 10% Pasca Pembakaran ... 49

Tabel 16. Nilai Kuat Tekan Campuran 15% Pasca Pembakaran ... 49

Tabel17.Nilai Kuat Tekan Campuran 20% Pasca Pembakaran ... 49

Tabel 18. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Tanpa dan Dengan Proses Pembakaran ... 52


(11)

iv

Tabel20.Perbandingan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran Abu

Sekam Padi Sebelum dan Pasca Pembakaran ... 56

Tabel 21.Perbandingan Unsur Kimia Dalam Zat Additive Abu Ampas


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur Oleh Departemen

Pertanian Amerika Serikat ... 15

Gambar2. Proses Penggilingan Tebu ... 20

Gambar 3. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah ... 26

Gambar4.Diagram Alir Penelitian ... 37

Gambar5.Rentangdari Batas Cair (LL) danIndeksPlastisitas (PI)UntukKelompok Tanah ... 43

Gambar6.Diagram Plastisitas ... 44

Gambar7.Hubungan Antara Nilai KuatTekanBatu Bata Sebelum Pembakaran Dengan Kadar Campuran ... 47

Gambar8.Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran Dengan Kadar Campuran ... 50

Gambar9.Grafik Hubungan Nilai Kuat Tekan Tanpa Pembakaran Dan Pasca Pembakaran ... 51

Gambar10. Hubungan Nilai Berat Jenis Tanah Asli Dengan Batu Bata Sebelum Dibakar Dan Sesudah Dibakar ... 54

Gambar11.Grafik Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran Abu Ampas Tebu Sebelum Pembakaran dan Pasca Pembakaran ... 56

Gambar12.Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran Menggunakan Tanah Yang Sama Dengan Campuran Abu Ampas Tebu dan Campuran Abu Sekam Padi ... 57

Gambar13.Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Tanah Yang Sama Dengan Campuran Abu Ampas Tebu dan Campuran Abu Sekam Padi ... 59


(13)

DAFTAR NOTASI

ω = Kadar Air

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas

PL = Batas Plastis

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan

Ww = Berat Air

Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven

Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven

Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n

W1 = Berat Picnometer

W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering

W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air

W4 = Berat Picnometer + Air

Wci = Berat Saringan

Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia pada saat ini berkembang sangat pesat, terutama pembangunan di bidang konstruksi seperti gedung maupun perumahan. Hal ini menyebabkan permintaan akan bahan bangunan semakin meningkat, sehingga banyak masyarakat yang membangun pabrik batu bata untuk pemenuhan kebutuhan batu bata. Namun dalam proses pembuatan batu bata, para pengusaha batu bata hanya menggunakan jenis tanah tertentu demi menjaga kualitas produksi batu bata. Sehingga pemenuhan bahan dasar tanah sebagai bahan utama dalam pembuatan batu bata lambat laun ketersediaannya semakin berkurang dan harganya semakin meningkat.

Pada bidang konstruksi, batu bata biasa dipakai sebagai penyangga atau pemikul beban yang ada diatasnya seperti pada konstruksi perumahan dan fondasi ataupun sebagai dinding pembatas dan estetika pada konstruksi gedung tanpa memikul beban diatasnya.

Batu bata adalah batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran tambahan (additive) yang melalui beberapa proses. Proses tersebut meliputi pengeringan dengan cara dijemur dan kemudian dibakar dengan


(15)

2

temperatur tinggi dengan tujuan agar batu bata mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air.

Penggunaan bahan tambahan (additive)pada campuran batu bata akan menjadikan kekuatan batu bata semakin bertambah. Pemanfaatan bahan limbah yang ramah lingkungan juga perlu dipertimbangkan sebagai bahan campuran batu bata. Untuk itu, peneliti mencoba menggunakan bahan pencampur yang salah satunya adalah abu ampas tebu.

Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah beriklim tropis. Dalam proses produksi di pabrik gula, ampas tebu yang dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air. (Johanes Anton Witono dalam Nuraisyah Siregar, 2010).

Selama ini pemanfaatan ampas tebu (sugar cane baggase) yang dihasilkan masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Abu ampas tebu (bagasse ash) merupakan hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni dalam boiler yang menjadi limbah. Hasil pembakaran dalam boiler ini diperoleh abuampas tebu yang menjadi limbah dan belum dapat dimanfaatkan secara luas olehmasyarakat. Abu ampas tebu ini terdiri dari garam-garam anorganik dan kaya akan silica (Si). Menurut penelitian terdahulu, silica

sangat potensial digunakan dalam bidang geoteknik terutama dalam perkuatan tanah.


(16)

3

Berdasarkan penjelasan diatas, perlu dilakukan penelitian yang objektif terhadap pembuatan batu bata menggunakan tanah yang bagi sebagian besar pengusaha batu bata berkualitas buruk, dimana abu ampas tebu digunakan sebagai campuran pada pembuatan batu batasehingga limbah abu ampas tebu dari perusahaan gula tidak terbuang sia-sia, tetapi dapat menambah kekuatan batu bata tersebut sehingga dapat menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik yang dapat dijadikan pilihan alternatif oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui kekuatan yang dihasilkan batu batayang ditambah dengan kadar campuran abu ampas tebu dengan presentase campuran yang berbeda-beda. Dengan pencampuran abu ampas tebu sebagai bahan additive dapat diamati perubahan nilai kuat tekan batu bata biasa dengan batu batayang telah diberi bahan tambahan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ampas tebu dapat menambah kualitas batu bata sehingga dapat digunakan sebagai bahan alternatif dalam pembuatan batu bata.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada beberapa masalah, yaitu :

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah liat yang diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah. 2. Bahan pencampur yang digunakan adalah abu ampas tebu (bagasse ash)


(17)

4

3. Batu bata yang digunakan adalah batu bata merah yang sesuai dengan persyaratan SNI yang berlaku.

4. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah liat meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas-batas Atterberg, analisa saringan, dan berat volume.

5. Pencampuran dengan abu ampas tebu menggunakan kadar tertentu dari berat total sampel yang kemudian diuji untuk memperoleh kadar abu ampas tebu optimum untuk campuran batu bata.

6. Pengujian batu bata yang menggunakan abu ampas tebu meliputi uji kuat tekan.

7. Menjelaskan dan menerangkan cara pembuatan batu bata yang

ditambahkan bahan tambahan abu ampas tebu.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah liat di desa Sumber Agung kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah.

2. Untuk mengetahui nilai kuat tekan batu bata yang menggunakan bahan

additive abu ampas tebu.

3. Untuk membandingkan kekuatan batu bata biasa dengan batu bata yang ditambah dengan campuran abu ampas tebu.

4. Mencari salah satu bahan additive alternatifuntuk pembuatan batu bata yaitu abu ampas tebu.


(18)

5

5. Menghasilkan batu batayang relatif murah namun memiliki kualitas yang baik yang dapat menjadi alternatif pilihan industri batu bata.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :

1. Produsen industri batu bata dapat memanfaatkan limbah abu ampas tebu pabrik gula PT. Indo Lampung Perkasa sebagai bahan campuran penguat alternatif dalam pembuatan batu bata.

2. Hasil penelitian yang didapat bisa dijadikan sebagai bahan acuan, pembanding, dan pertimbangan bagi masyarakat dalam memproduksi batu batadengan kualitas yang lebih baik.

3. Pemanfaatan limbah abu ampas tebu yang digunakan untuk pembuatan batu bata.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) dan rongga-rongga diantara bagian-bagian tersebut berisi udara dan air. (Verhoef, 1994).

Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah didefinisikan oleh Das (1995) sebagai material yang terdiri dari agregat mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.

Sedangkan pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut:


(20)

7

a. Berangkal (boulders) adalah potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar dari 250 sampai 300 mm dan untuk ukuran 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles). b. Kerikil (gravel) adalah partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai

150 mm.

c. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, yang berkisar dari kasar dengan ukuran 3 mm sampai 5 mm sampai bahan halus yang berukuran < 1 mm.

d. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,0074 mm.

e. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.

f. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan mekanis atau kimiawi. Pelapukan mekanis terjadi apabila batuan berubah menjadi fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu perubahan kimiawi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh iklim, eksfoliasi, erosi oleh angin dan hujan, abrasi, serta kegiatan organik. Sedangkan pelapukan kimiawi meliputi perubahan mineral batuan menjadi senyawa mineral yang baru dengan proses yang terjadi antara lain seperti oksidasi, larutan (solution), pelarut (leaching).


(21)

8

2. Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang benar-benar memberikan penjelasan yang tegas mengenai kemungkinan pemakainya (Das, 1995).

Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai dengan perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).

Menurut Verhoef (1994), tanah dapat dibagi dalam tiga kelompok: 1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)

2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung)


(22)

9

Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat-sifat material tersebut. Lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat) sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling mengikat). Struktur dari tanah yang tidak berkohesi ditentukan oleh cara penumpukan butir (kerangka butiran). Sruktur dari tanah yang berkohesi ditentukan oleh konfigurasi bagian-bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian-bagian-bagian kecil ini.

Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan tanah kohesif, atau tanah berbutir kasar dan berbutir halus (Bowles, 1984). Namun klasifikasi ini terlalu umum sehingga memungkinkan terjadinya identifikasi yang sama untuk tanah-tanah yang hampir sama sifatnya.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah, antara lain:

1. Klasifikasi Tanah BerdasarkanUnified System

Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknik fondasi seperti bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Klasifikasi berdasarkan Unified sytem (Das, 1988), tanah dikelompokkan menjadi:

a. Tanah berbutir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan


(23)

10

huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk.

b. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi.

Tabel 1. Sistem klasifikasi tanah Unified system (Bowles, 1991)

Jenis Tanah Prefiks Subkelompok Sufiks

Kerikil G Gradasibaik W

Gradasiburuk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C wl< 50 persen L

Organik O Wl> 50 persen H


(24)

11

Tabel 2. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0

0 Ker

ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y ak er ik il

) GW

Kerikilbergradasi-baik dan campurankerikil-pasir, sedikitatau sama sekalitidakmengandungbutiranhal us K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ;K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . Le b ih d ar i 1 2 % l o lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % lo lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at asa n k la si fi k as i y an g me mp u n y ai s imb o l d o b el

Cu = D60> 4 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60

GP Kerikilbergradasi-buruk dan campurankerikil-pasir, sedikitatau sama sekalitidakmengandungbutiranhal us

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM Kerikilberlanau, campurankerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawahgaris A atau PI < 4

Bila batas Atterbergberadadi daeraharsirdaridia gramplastisitas, makadipakaidobe l simbol GC Kerikilberlempung,

campurankerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawahgaris A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k asar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi rb er si h ( h an y ap as ir

) SW

Pasirbergradasi-baik ,

pasirberkerikil, sedikitatau sama sekalitidakmengandungbutiranhal us

Cu = D60> 6 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60

SP

Pasirbergradasi-buruk, pasirberkerikil, sedikitatau sama sekalitidakmengandungbutiranhal us Tidakmemenuhikeduakriteriauntuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasirberlanau, campuranpasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawahgaris A atau PI < 4

Bila batas Atterbergberadadi daeraharsirdaridia gramplastisitas, makadipakaidobe l simbol SC Pasirberlempung,

campuranpasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawahgaris A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≤ 50 % ML Lanauanorganik, pasirhalussekali, serbukbatuan, pasirhalusberlanauatauberlempun g DiagramPlastisitas: Untukmengklasifikasikadarbutiranhalus yang terkandungdalamtanahberbutirhalus dan kasar. Batas Atterberg yang termasukdalamdaerah yang di arsirberartibatasanklasifikasinyamenggunakandua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML MLatau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL Lempunganorganikdenganplastisi tasrendahsampaidengansedangle mpungberkerikil, lempungberpasir, lempungberlanau, lempung

“kurus” (lean clays) OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 50 % MH Lanauanorganikataupasirhalusdia tomae, ataulanaudiatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber :HaryChristady, 1996.

B

atas Pla

stis


(25)

12

2. Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO awalnya membagi tanah kedalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk subkelompok. Sistem yang direvisi (Proc. 25 th Annual Meeting of Highway Research Board,

1945) mempertahankan delapan kelompok dasar tanah tadi tapi menambahkan dua subkelompok dalam A-1, empat kelompok dalam A-2, dan dua subkelompok dalam A-7. Kelompok A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawang yang ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang dilakukan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg (Bowles, 1984).

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi

kelompok

A-1

A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang

lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung


(26)

13

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi

kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (% lolos)

No.10 No.40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40 Maks 10

Maks 41 Maks 10

Maks 40 Maks 11

Min 41 Min 11 Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber : Das (1995).

Tabel 3. merupakan sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO. Tanah A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir (granular) dengan tidak lebih dari 35 persen bahan lolos saringan No.200. Bahan khas dalam kelompok A-1 adalah campuran bergradasi baik dari kerikil, pasir kasar, pasir halus, dan suatu bahan pengikat (binder) yang mempunyai plastisitas sangat kecil atau tidak sama sekali (Ip ≤ 6). Kelompok A-3 terdiri dari campuran pasir halus, bergradasi buruk, dengan sebagian kecil pasir kasar dan kerikil, fraksi lanau yang merupakan bahan tidak plastis lolos saringan No.200. Kelompok A-2 juga merupakan bahan berbutir tetapi dengan jumlah bahan yang lolos saringan No.200 yang cukup banyak (tidak lebih dari 35 persen). Bahan ini terletak di anatara bahan dalam kelompok A-1 dan A-3 dan bahan lanau – lempung dari kelompok A-4 sampai A-7. Kelompok A-4 sampai A-7


(27)

14

adalah tanah berbutir halus dengan lebih dari 35 persen bahan lolos saringan No.200.

3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur dan Ukuran Butiran

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada keadaan permukaan tanah yang bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana didasarkan pada distribusi ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay) (Das, 1993).

Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika dan klasifikasi internasional yang dikembangkan oleh Atterberg. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada dalam tanah. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah dalam beberapa kelompok, yaitu:

Pasir : Butiran dengan diameter 2,0 – 0,05 mm.

Lanau : Butiran dengan diameter 0,005 – 0,002 mm.


(28)

15

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 30 40 50 60 70 80 90 100 Prosentase pasir P ro se ntase lana u Pro sen tase lemp un g Lempung Lempung berlanau Tanah liat berlempung Tanah liat Pasir Tanah liat berpasir Pasir bertanah liat Tanah liat berlanau Lanau Lempung berpasir Tanah liat dan lempung berpasir

Tanah liat dan lempung

berlanaur

2 0

Gambar 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (sumber: Das, 1993)

B. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, bersifat plastis pada kadar air sedang, sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi, 1987).


(29)

16

Sedangkan menurut DAS (1988), tanah lempung merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah.

Tanahlempungmerupakanpartikelmineral

yangberukuranlebihkecildari0,002mm.Partikel-partikelinimerupakansumberutamadarikohesidi dalam tanahyang

kohesif(Bowles,1991).

2. Sifat Tanah Lempung

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1999) :

a. Ukuranbutirhalus, yaitukurangdari0,002mm. b. Permeabilitasrendah.

c. Kenaikanairkapilertinggi. d. Bersifatsangatkohesif.

e. Kadarkembangsusutyangtinggi.

f. Proseskonsolidasi lambat.

Tanahbutiranhaluskhususnyatanah

lempungakanbanyakdipengaruhiolehair.Sifat pengembangantanahlempungyangdipadatkanakan lebihbesarpadalempungyangdipadatkanpada keringoptimumdaripadayangdipadatkanpada basahoptimum.Lempungyangdipadatkanpada


(30)

17

keringoptimumrelatifkekuranganair,olehkarenaitu lempunginimempunyaikecenderunganyanglebih besaruntukmeresapairsebagaihasilnyaadalahsifat mudahmengembang(Hardiyatmo,1999).

3. Jenis Mineral Lempung

Berdasarkan ukurannya butirannya, tanah lempung merupakan golongan partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 yang terdiri dari mineral-mineral lempung yang berukuran kurang dari 2 μm. Jenis mineral lempung yang biasanya terdapat pada tanah lempung adalah:

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu

hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.

Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite

menjadi rendah. b. Illite

Illitedengan rumus kimia KyAl2(Fe2Mg2Mg3)

(Si4yAly)O10(OH)2adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai

mika tanha dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah

illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus.


(31)

18

Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia montmorilonite adalah Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.

4. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran

Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut (Nuraisyah, 2010) :

a. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah.

b. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap. c. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal

dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.

d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya mempengaruhi warna batu bata.

e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh pengaruh udara maupun air.


(32)

19

C. Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu merupakan limbah hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni yang terdiri dari garam-garam anorganik. Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil limbah berserat yang sering disebut ampas tebu (baggase).

Pada proses penggilingan tebu,terdapat lima kali prosespenggilingan dari batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu.Pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Kemudian pada proses penggilingan ketiga,keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak sama.Setelah proses penggilingan awal, yaitu penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah.Untuk mendapatkan nira yang optimal,pada penggilingan ampas hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan.


(33)

20

Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V

Penggilingan II Penggilingan IV

Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V

Tebu

Susu Kapur Susu Kapur Susu Kapur

3Be 3Be 3Be Gambar 2. Proses Penggilingan Tebu

Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat,cair dan gas.Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu boiler dan blotong (filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu ini banyak mengandung serat dan gabus. Kelebihan ampas tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga menyimpannya perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar sebab didalamnya banyak mengandung air, gula, serat, dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan termentasi dan melepaskan panas. Untuk mengatasi kelebihan ampas tebu adalah dengan membakarnya untuk mengurangi jumlah ampas tebu. Pembakaran ampas tebu inilah yang menghasilkan abu ampas tebu.


(34)

21

Tabel 4. Komposisi Abu Pembakaran Ampas Tebu

Senyawa Kimia Presentase (%)

SiO2 71

Al2O3 1,9

Fe2O3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3,0

MnO 0,2

(Sumber : Dubey dan Varma Sugar By-Products & Subsidiary Industries

dalam Kian dan Susesno, 2002)

D. Batu Bata

1. Definisi Batu Bata

Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa bahan campuran lain melalui beberapa tahap pengerjaan,seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna, serta akan mengeras seperti batu setelah didinginkan hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air. (Ramli, 2007)


(35)

22

Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000, SII-0021-78 merupakan suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

Batu bata merah adalah batu buatan yang terbuat dari suatu bahan yang dibuat oleh manusia supaya mempunyai sifat-sifat seperti batu. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan memanasi (membakar) atau dengan pengerjaan-pengerjaan kimia. (Djoko Soejoto dalam Nuraisyah Siregar, 2010).

2. Standar Batu Bata

Standardisasi merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan penting dari sebuah industri di suatu negara. Salah satu contoh pentingnya standardisasi dari sebuah industri adalah standardisasi dalam pembuatan batu bata.

Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan secara optimum dengan memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. (Suwardono, 2002)


(36)

23

Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 meliputi beberapa aspek seperti :

a. Sifat Tampak

Batu bata merah harus berbentuk prisma segi empat panjang, mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak.

b. Ukuran dan Toleransi

Standar Bata Merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah sebagai berikut :

Tabel 5. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

M-5a M-5b M-6a M-6b M-6c M-6d

65+ 2 65+ 2 52 + 3 55 + 3 70 + 3 80 + 3

90+ 3 100+ 3 110+ 4 110 + 6 110 + 6 110 + 6

190+ 4 190+ 4 230+ 4 230 + 5 230 + 5 230 + 5 Sumber: SNI 15-2094-2000

c. Kuat Tekan

Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan untuk bata merah untuk pasangan dinding sesuai tabel 5.


(37)

24

Tabel 6. Klasifikasi Kekuatan Bata

Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien

Variasi Izin

Kg/cm2 N/mm2

50 100 150

50 100 150

5,0 10 15

22% 15% 15% Sumber : (SNI 15-2094-2000)

d. Garam Yang Membahayakan

Garam yang mudah larut dan membahayakan : Magnesium Sulfat (MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalium Sulfat (K2SO4), dan

kadar garam maksimum 1,0%, tidak boleh menyebabkan lebih dari 50% permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan garam.

e. Kerapatan Semu

Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding 1,2 gram/cm3.

f. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimumbata merah pasangan dinding adalah 20%.

3. Tahapan atau Proses Pembakaran Batu Bata

Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi semacam lubang seperti terowongan untuk kayu bakar. Pada bagian samping tumpukan ditutup dengan batu bata yang masih setengah matang dari proses pembakaran


(38)

25

sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi. Sedangkan pada bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur tanah liat.

Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah liat. Tujuannya agar panas dan api selalu menyala dalam tumpukan bata. Proses pembakaran ini memakan waktu 1 hari tergantung jumlah batu bata yang dibakar.

Pada proses pembakaran ini batu bata ditata sedemikian rupa di atas tungku pembakaran, dan digunakan sekam padi untuk membantu proses pembakaran. Saat musim penghujan, proses pembakaran batu bata memerlukan waktu lebih lama dibanding pada pembakaran saat musim kemarau.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah.


(40)

27

2. Abu ampas tebu (bagasse ash) yang telah dihaluskan yang berasal dari PT. Indo Lampung Perkasa.

3. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung.

B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu

Metode pencampuran untuk masing-masing prosentasi abu ampas tebu adalah:

1. Abu ampas tebu dicampur dengan sampel tanah yang lolos saringan no. 4(4,75 mm) dengan prosentase abu ampas tebu antara lain 5%, 10%, 15%, dan 20% masing-masing sebanyak 5 sampel.

2. Pencampuran sampel dengan cara mengaduk tanah dengan abu ampas tebu yang dicampur dalamwadah dengan memberi penambahan air. Sampel tanah memilii kumulatif berat 100%, maka variasi campuran pertama abu ampas tebu dengan tanah yaitu 5% : 95%, 10% : 90%, 15% : 85%, dan 20% : 80%.

3. Tanah yang sudah tercampur dengan abu ampas tebu siap untuk dicetak di cetakan batu bata, lalu dikeringkan selama 7 hari, dibakar selama 3x24 jam.

C. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:


(41)

28

1. Pengujian Sampel Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah sangat berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekuatan dan kekokohan pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas, semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Pengujian sifat fisik tanah dilakukan berdasarkan Standar PB 0110-76 atau ASTM D-4318. Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain:

a. Pengujian Kadar Air (Moisture Content)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dan berat tanah kering. Cara kerja berdasarkan ASTM D-2216 :

1) Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda

uji kedalam cawan dan menimbangnya.

2) Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

3) Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan

menghitung prosentase kadar air.

b. Pengujian Berat Jenis(Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis tanah yang lolos saringan No.200 dengan labu ukur.


(42)

29

1) Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60oC sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari. 2) Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan

saringan No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.

3) Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya. 4) Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.

5) Mengambil sampel tanah antara 25-30 gram.

6) Memasukkan sampel tanah ke dalam labu ukur dan

menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

7) Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di

dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.

8) Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat hasilnya dalam temperatur tertentu.

c. Pengujian Batas Atterberg

1) Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :

a) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan no. 40.


(43)

30

c) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40

sebanyak 150 gram, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk casagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

d) Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda

uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan

menggunakan grooving tool.

e) Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10-40 kali.

f) Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah diatas 25 ketukan.

Perhitungan :

a) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan.

b) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

c) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar. d) Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke-25.


(44)

31

2) Batas Plastis (Plastic Limit)

Tujuanpengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

a) Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan no. 400

b) Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari dan dibulatkan, kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga terbentuk batang memanjang kira-kira berdiameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

c) Memasukkan benda uji kedalam container kemudian

ditimbang

d) Menentukan kadar air benda uji

Perhitungan :

a) Nilai batas plastis adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji

b) Plastis Indeks (PI) : c) PI = LL – PL

d. Pengujian Berat Volume (Unit Weight)

Sesuai dengan ASTM D-2937, pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturb sample), yaitu perbandingan antara berat tanah dan volume tanah.


(45)

32

Cara kerja berdasarkan ASTM D-2937 :

1) Membersihkan dan menimbang ring contoh

2) Memberikan oli pada ring contoh agar tanah tidak melekat pada

ring.

3) Mengambil sampel tanah pada tabung contoh dengan cara

menekan ring ke sampel tanah sehingga ring masuk ke dalam sampel tanah.

4) Meratakan permukaan tanah dengan pisau. 5) Menimbang ring dan tanah.

Perhitungan : 1) Berat ring (Wc)

2) Volume ring bagian dalam (V) 3) Berat ring dan tanah (Wcs) 4) Berat tanah (W) = Wcs – Wc 5) Berat volume (γ)

γ

=

ܹܸ (gr/cm3 atau t/m3)

e. Pengujian Analisa Saringan (Sieve Analysis)

Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi ukuran butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).


(46)

33

Langkah kerja :

1) Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, kemudian

memeriksa kadar airnya.

2) Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.

3) Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin

penggetar selama kira-kira 15 menit.

4) Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.

Perhitungan :

1) Berat masing-masing saringan (Wci)

2) Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wbi)

3) Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci

4) Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai  Wtot)

5) Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)

% 100

x W

Wci Wbi Pi

total   

 

6) Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) : %

%

100 pi

qi 

 

11 qip

 

i1


(47)

34

Dimana : i = 1 (saringan yang dipakai dari saringan dengan diameter maksimum sampai saringan No. 200)

2. Pengujian Sampel Batu Bata + Abu Ampas Tebu

Melakukan pengujian kuat tekan terhadap batu bata dengan komposisi campuran material tanah, dan abu ampas tebu dengan kadar tertentu untuk mendapatkan kadar abu ampas tebu optimum, serta nilai porositas dan kuat tekan optimum batu bata.

Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar abu ampas tebu 5%, 10%, 15%, dan 20% sebanyak 5 sampel dengan dilakukan masa pengeringan7 hari, lalu pembakaran selama 3x24 jam dan sebagian sampel diuji kuat tekannya.

Pelaksanaan pengujian kuat tekan dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung.

a. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Kuat tekan batu bata dihitung dengan menggunakan persamaan :

Kuat tekan = P A


(48)

35

Dimana :

P = beban hancur

A = luas bidang tekan (cm2)

D. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pencampuran Material Bahan

Sebelum pencampuran material bahan,sampel tanah telah diuji sifat fisiknya, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat volume, batas atterberg, dan uji pemadatan tanah dimana nantinya akan didapat nilai kadar air optimum untuk pencampuran sampel.

Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan melakukan pencampuran tanah lempung + abu ampas tebu + air dengan komposisi masing-masing bahan campuran.

2. Pencetakan Batu Bata

Setelah campuran teraduk dengan rata kurang lebih 3x24 jam, maka batu bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu menaruh bahan yang telah dicampur ke dalam mesin cetak (strength stress).

3. Pengeringan Batu Bata

Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal atau penutup plastik dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering,


(49)

36

batu bata tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Jika kondisi cuaca baik, proses pengangingan memerlukan waktu tujuh hari. Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 14 hari.

4. Pembakaran Batu Bata

Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan suhu dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 3x24 jam setelah itu dilakukan proses pengujian kuat tekan.

5. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada bau bata adalah untuk mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang digunakan adalah mesin kuat tekan.

E. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari: 1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam

bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO.

2. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap masing-masing campuran dengan kadar abu ampas tebu setelah waktu pengeringan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian.


(50)

37

3. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang didapat.


(51)

38

PengambilanSampel TanahAsli

PengujianTanahAsli :

1. BeratJenis 3.AnalisaSaringan 2. Batas atterberg 4. Berat Volume 5. Kadar Air

Pembuatan Benda Uji : 1. Tanah + abu ampas tebu5% 2. Tanah + abu ampas tebu10% 3. Tanah + abu ampas tebu15% 4.Tanah + abu ampas tebu20%

Penganginan selama 7 hari

Pembakaranbatu bata

Gambar 4.Diagram Alir Penelitian Uji Kuat Tekan

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai

Mulai


(52)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah asli yang berasal dari Seputih Mataram, Lampung Tengah dan pengujian batu bata yang diberi bahan additive abu ampas tebu yang berasal dari PT. Indo Lampung Perkasa, maka diperoleh beberapa kesimpulan:

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO digolongkan pada kelompok tanah A-7 dan subkelompok A-7-6 (tanah berlempung) yaitu tanah dengan tingkatan umum sebagai tanah sedang sampai buruk. Sedangkan berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan sebagai tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas rendah.

2. Penambahanabu ampas tebu (bagasse ash) sebagai bahan additivepada campuranmaterial pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan nilai kuat tekan, sehingga nilai kekuatan batu bata yang didapat pada penelitian ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan Standardisasi NasionalIndonesia (BSNI).


(53)

62

3. Pada pengujian kuat tekan pasca pembakaran dan sebelum pembakaran dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kuat tekantertinggi pada batu bata dengan penambahan 10% - 15% abu ampas tebu jika dibandingkan terhadap batu bata asli lempung.

4. Batu bata dengan penambahan abu ampas tebu 15% masuk ke spesifikasi SNI 15-2094-2000 mutu Tingkat II yaitu dengan kekuatan antara 100-150 kg/cm2. Sedangkan untuk batu bata dengan pencampuran 5%, 10%, dan 20% masuk ke spesifikasi mutu Tingkat III dengan kekuatan antara 50-100 kg/cm2.

5. Tingginya nilai kuat tekan batu batamenggunakan abu ampas tebu sebagai bahan additive disebabkan karena berkurangnya volume udara dan rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi. Dan bahan

additiveyang digunakan memiliki kandungan silika sehingga berpengaruh pada penambahan kekuatan batu bata.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu batamenggunakan tanah dengan bahan additive abu ampas tebudisarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran abu ampas tebu dengan tanah perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan batu batadengan tanah dari daerah lain dengan menggunakan campuran yang berbeda sehingga


(54)

63

akan diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat pengaruh penambahan abu ampas tebu.

2. Diperlukannya ketelitian pada proses pencampuran dan pencetakan batu bataagar memperoleh hasil yang baik.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah beberapa pengujian terhadap material campuran dan jumlah sampel yang diuji diperbanyak agar data yang didapat dari penelitian lebih akurat sehingga menghasilkan batu bata dengan kualitas yang lebih baik.

4. Pada penelitian ini tolak ukur kekuatan batu bata mengacu pada standar kekuatan batu bata menurut SNI 15-2094-2000, sedangkan untuk standar pengujian tidak sepenuhnya dilaksanakan. Diharapkan pada penelitian yang selanjutnya lebih mengacu pada standar pengujian yang berlaku.

5. Perlu disosialisasikan pemanfaatan limbah abu ampas tebusebagai produk yang bermanfaat bagi pelaku industri batu bata namun aman bagi lingkungan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-4164-1996 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Dinding Pasangan Bata Merah Di Laboratorium. Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Nomor 15-2094-2000 tentang Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding. Jakarta

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta

Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah. (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid II. Erlangga. Jakarta

Gesang, S. Dan Hartono, J.M.V. 1979. Teknologi Bahan Bangunan Bata dan Genteng, Balai Penelitian Keramik. Bandung

Handoko, Didik. 2013. Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hardiyatmo, Hary Christady. 1999. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nurmalia, Dini. 2013. Pengaruh Tanah Terhadap Kekuatan Paving Block Pasca Pembakaran. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rahmayasa, Diva. 2013. Studi Daya Dukung Stabilisasi Tanah Lempung Lunak

Menggunakan Campuran Abu Ampas Tebu dan Semen. Skripsi. Universitas


(56)

Siregar, Nuraisyah. 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, YramaWidya. Bandung.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(1)

38

PengambilanSampel TanahAsli

PengujianTanahAsli :

1. BeratJenis 3.AnalisaSaringan 2. Batas atterberg 4. Berat Volume 5. Kadar Air

Pembuatan Benda Uji : 1. Tanah + abu ampas tebu5% 2. Tanah + abu ampas tebu10% 3. Tanah + abu ampas tebu15% 4.Tanah + abu ampas tebu20%

Penganginan selama 7 hari

Pembakaranbatu bata

Gambar 4.Diagram Alir Penelitian Uji Kuat Tekan

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai Mulai


(2)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah asli yang berasal dari Seputih Mataram, Lampung Tengah dan pengujian batu bata yang diberi bahan additive abu ampas tebu yang berasal dari PT. Indo Lampung Perkasa, maka diperoleh beberapa kesimpulan:

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO digolongkan pada kelompok tanah A-7 dan subkelompok A-7-6 (tanah berlempung) yaitu tanah dengan tingkatan umum sebagai tanah sedang sampai buruk. Sedangkan berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan sebagai tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas rendah.

2. Penambahanabu ampas tebu (bagasse ash) sebagai bahan additivepada campuranmaterial pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan nilai kuat tekan, sehingga nilai kekuatan batu bata yang didapat pada penelitian ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan Standardisasi NasionalIndonesia (BSNI).


(3)

62

3. Pada pengujian kuat tekan pasca pembakaran dan sebelum pembakaran dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kuat tekantertinggi pada batu bata dengan penambahan 10% - 15% abu ampas tebu jika dibandingkan terhadap batu bata asli lempung.

4. Batu bata dengan penambahan abu ampas tebu 15% masuk ke spesifikasi SNI 15-2094-2000 mutu Tingkat II yaitu dengan kekuatan antara 100-150 kg/cm2. Sedangkan untuk batu bata dengan pencampuran 5%, 10%, dan 20% masuk ke spesifikasi mutu Tingkat III dengan kekuatan antara 50-100 kg/cm2.

5. Tingginya nilai kuat tekan batu batamenggunakan abu ampas tebu sebagai bahan additive disebabkan karena berkurangnya volume udara dan rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi. Dan bahan additiveyang digunakan memiliki kandungan silika sehingga berpengaruh pada penambahan kekuatan batu bata.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu batamenggunakan tanah dengan bahan additive abu ampas tebudisarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran abu ampas tebu dengan tanah perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan batu batadengan tanah dari daerah lain dengan menggunakan campuran yang berbeda sehingga


(4)

63

akan diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat pengaruh penambahan abu ampas tebu.

2. Diperlukannya ketelitian pada proses pencampuran dan pencetakan batu bataagar memperoleh hasil yang baik.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah beberapa pengujian terhadap material campuran dan jumlah sampel yang diuji diperbanyak agar data yang didapat dari penelitian lebih akurat sehingga menghasilkan batu bata dengan kualitas yang lebih baik.

4. Pada penelitian ini tolak ukur kekuatan batu bata mengacu pada standar kekuatan batu bata menurut SNI 15-2094-2000, sedangkan untuk standar pengujian tidak sepenuhnya dilaksanakan. Diharapkan pada penelitian yang selanjutnya lebih mengacu pada standar pengujian yang berlaku. 5. Perlu disosialisasikan pemanfaatan limbah abu ampas tebusebagai produk

yang bermanfaat bagi pelaku industri batu bata namun aman bagi lingkungan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-4164-1996 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Dinding Pasangan Bata Merah Di Laboratorium. Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Nomor 15-2094-2000 tentang Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding. Jakarta

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta

Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah. (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid II. Erlangga. Jakarta

Gesang, S. Dan Hartono, J.M.V. 1979. Teknologi Bahan Bangunan Bata dan Genteng, Balai Penelitian Keramik. Bandung

Handoko, Didik. 2013. Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hardiyatmo, Hary Christady. 1999. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nurmalia, Dini. 2013. Pengaruh Tanah Terhadap Kekuatan Paving Block Pasca Pembakaran. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rahmayasa, Diva. 2013. Studi Daya Dukung Stabilisasi Tanah Lempung Lunak Menggunakan Campuran Abu Ampas Tebu dan Semen. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(6)

Siregar, Nuraisyah. 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, YramaWidya. Bandung.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung