EFEK EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN

(1)

ON HISTOPATHOLOGICAL FINDING OF GASTRIC ULCER IN Sprague Dawley STRAIN WHITE RAT (Rattus Norvegicus) INDUCED BY

ASPIRIN BY

DEBORAH NATASHA

Gastric ulcer is an ulceration or open sore of mucose layer caused by damage in gastric mucose barrier. Overcoming upon that, antioxidant compund in banana peel extract is necessary. The goal of study is to observe whether kepok banana (Musa acuminata) peel ethanol extract able to repair gastric histopathological finding induced by aspirin in Sprague dawleystrain white rat (Rattus norvegicus). Thie experimentasl study uses 25 Sprague dawleystrain white rats (Rattus norvegicus) lotted into 5 groups, consist of Group Control 1 (K1) which does not have any treatment intevention, Group Control 2 (K2) which is given aspirin with 90 mg/day dosage, on Group Treatment 1 (P1), Treatment 2 (P2) and Treatment 3 (P3) are given kepok banana (Musa acuminata) peel ethanol extract with gradual dose 100, 200, 400 mg/kgBW and induced by oral aspirin with 90 mg dosage for 14 days. After interventions, euthanasia is done with all animal samples by ketamine injection subcutaneously, afterwards stomach organ is taken and convert it into histopathological smear with Hematoxilin-eosin (HE) staining. Histopathological findings are classified into normal, inflammation, superficial mucose damage and deep mucose damage. Results are analyzed with statistic Kruskal‒Wallistest then continue with Mann‒Whitneytest. Based on statistic results, there are significant differences between K1 and K2, K1 and P1 (p=0.016),K2 and P3 (p=0,049),P1 and P3 (P=0,058). Meanwhile on K1 and P2 (p=0,212), K1 and P3 (0,339), K2 and P1 (p=0,650), K2 and P2 (p=0,100), P1 and P2 (0,142), P2 and P3 (p=0,650) there is no significant difference. Aspirin can influence white rat gastric mucose structure and kepok banana peel ethanol extract can repair cell damage on 200 mg/kgWB dosage.


(2)

EFEK EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER TIKUS PUTIH (Rattus

norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN Oleh

DEBORAH NATASHA

Ulkus gaster adalah ulserasi atau robeknya lapisan mukosa yang disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Untuk mengatasinya dibutuhkan senyawa antioksidan yang salah satunya terkandung dalam ekstrak kulit pisang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol kulit pisang kepok (Musa acuminata) dapat memperbaiki gambaranhistopatologi gaster yang telah diinduksi aspirin pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih galur Sprague dawley yang dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu kontrol 1 (K1) tikus yang tidak diberikan perlakuan, kontrol 2 (K2) diberikan aspirin dosis 90 mg/hari, pada perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2) dan perlakuan 3 (P3) diberikan ekstrak etanol kulit pisang kapok dengan dosis bertingkat 100, 200, 400 mg/kgBB dan diberikan aspirin oral dosis 90 mg dalam waktu 14 hari.Setelahperlakuan, semua hewan percobaan dilakukan euthanasia dengan menggunakan ketamin secara intrakutan.kemudian diambil organ gaster dan selanjutnya dibuat preparat dilakukan pengecatan dengan Hematoksilin‒ Eosin(HE). Gambaran pada mukosa gaster diklasifikasikan menjadi normal, peradangan, kerusakan mukosa superfisial,dan kerusakan mukosa dalam. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ujistatistik Kruskal‒Wallis yang dilanjutkan dengan Uji Statistik Mann‒Whitney.Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil terdapat perbedaanbermakna antara kelompok K1 dengan K2 (p=0,017), K1 dan P1 (p=0.016),K2 dan P3 (p=0,049),P1 dan P3 (P=0,058). Sedangkan pada K1 dan P2 (p=0,212), K1 dan P3 (0,339), K2 dan P1 (p=0,650), K2 dan P2 (p=0,100), P1 dan P2 (0,142) dan P2 dan P3 (p=0,650) tidak didapat perbedaan bermakna.Aspirin dapat memengaruhi struktur mukosa gaster tikus putih dan ekstrak etanol kulit pisang kepok dapat memperbaiki kerusakan sel tersebut pada dosis 200 mg/kgBB.


(3)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN

Oleh

DEBORAH NATASHA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN

Skripsi

Oleh

DEBORAH NATASHA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Anatomi gaster ... 11

2. Histologi gaster ... 15

3. Ulkus Gaster ... 21

4. Histopatologi Ulkus Gaster ... 22

5. Musa acuminata... 26

6. Kerangka Teori ... 35

7. Kerangka Konsep... 36

8. Alur Penelitian ... 50

9. Kontrol Satu ... 57

10. Kontrol Dua ... 58

11. Kontrol Tiga... 59

12. Kontrol Empat ... 59


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... . i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I . PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 7

II . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaster ... 10

2.1.1 Anatomi ... 10

2.1.2 Fisiologi ... 12

2.1.3 Histologi ... 14

2.2 Ketahanan Mukosa Gaster ... 17

2.2.1 Mukus (glikoprotein) dan Bikarbonat ... 18

2.2.2 Resistensi Mukosa ... 18

2.2.3 Aliran Darah ... 19

2.2.4 Prostaglandin ... 19

2.3 Ulkus Gaster ... 20

2.4 Aspirin ... 22

2.5 Pisang (Musaceae) ... 24


(7)

2.6.2 Fisiologi dalam Kulit Pisang Kepok ... 26

2.7 Tikus Putih ... 28

2.7.1 Klasifikasi ... 28

2.7.2 Sprague dawley... 28

2.8 Khasiat Kulit Pisang Kepok terhadap Ulkus Gaster ... 29

2.9 Kerangka Konseptual ... 32

2.9.1 Kerangka Berpikir ... 32

2.9.2 Kerangka Konsep ... 36

2.10 Hipotesis ... 36

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Waktu dan Tempat ... 38

3.3 Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 39

3.3.2 Kriteria Ekslusi ... 39

3.4 Bahan dan Alat Penelitian ... 40

3.4.1 Bahan Penelitian ... 40

3.4.2 Bahan Preparat Histopatologi ... 40

3.4.3 Alat Penelitian ... 40

3.5 Prosedur Penelitian ... 41

3.5.1 Prosedur Pemberian Aspirin ... 41

3.5.2 Prosedur Pemberian Ekstrak Kulit Pisang Kepok ... 42

3.5.3 Prosedur Perlakuan, Pembuatan dan Pembacaan ... 43

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional... 51

3.6.1 Identifikasi Variabel ... 51

3.6.2 Definisi Operasional Variabel ... 51

3.7 Analisis Data ... 53

3.8 Etik Penelitian ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 55


(8)

4.1.2 Analisis Histopatologi Mukosa Gaster ... 60 4.2 Pembahasan ... 65 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 73 5.2 Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Variabel ... 52

2. Hasil Analisis Histopatologi Mukosa Gaster Tikus ... 61

3. Hasil Uji Normalitas Data dengan Shapiro-Wilk ... 63


(10)

(11)

(12)

SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA

TUHAN YESUS KRISTUS

YANG SENANTIASA MEMBERI KEKUATAN KEPADAKU,

PADA-NYA TERLETAK SEGALA HIKMAT DAN ILMU

PENGETAHUAN

“TAKUT AKAN TUHAN ADALAH PERMULAAN

PENGETAHUAN, TETAPI ORANG BODOH MENGHINA

HIKMAT DAN DIDIKAN”

AMSAL 1:7

“KARENA TUHANLAH YANG MEMBERIKAN HIKMAT, DARI

MULUTNYA DATANG PENGETAHUAN DAN KEPANDAIAN,

IA MENYEDIAKAN PERTOLONGAN BAGI ORANG YANG

JUJUR, MENJADI PERISAI BAGI ORANG YANG TAK

BERCELA

LAKUNYA”


(13)

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 Desember 1994, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari Ayahanda Pdt. Andrew Amos Timotiwu dan Ibunda Lisa Purnama.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK PKMI Immanuel pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) PKMI Immanuelpada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMP PKMI Immanuel pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Xaverius Bandar Lampung pada tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi BEM Fakultas Kedokteran, Medula, dan Lunar pada tahun 2012˗2015.


(15)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena atas rahmat dan kasih-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya (Pengkhotbah 3:1).

Skripsi Ini Berjudul “Efek Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) Terhadap Gambaran Histopatologi Ulkus Gaster Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley Yang Diinduksi Aspirin” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung; 1. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. dr. Khairunnisa Berawi, M.Kes, AIFO selaku Pembimbing Kedua yang telahbersedia untuk meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, nasihat dan dukungan setiap kali saya merasa goyah;


(16)

4. dr. Exsa Hadibrata selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan bimbingannya, semoga studi yang sedang dikerjakan terus diberikan himat dan manfaat;

5. dr. Hendra Tarigan Sibero, M.Kes, Sp.KK selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan bimbingannya;

6. dr. Mukhlis Imanto, M.Kes, Sp.THT-KL selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan bimbingannya;

7. Ayahanda, Pdt. Andrew Amos Timotiwu, B.Sc, M.Th, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untuku, serta selalu mengingatkanku untuk selalu mengingat bahwa hanya dari Tuhan saja kekuatanku;

8. Ibunda, Lisa Purnama, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untuku, serta selalu mengingatkanku untuk selalu mengingat bahwa hanya dari Tuhan saja kekuatanku;

9. Kakak, Dexter Natanael, yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayangnya

10. Ompung Netty Timotiwu, Oom Wesley dan Tante Jenny serta saudara-saudara di Jakarta, Bandung, Amerika, yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayangnya;


(17)

12. Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan FK Unila;

13. Tim penelitian saya (Desti Nurul Qomariyah dan Fauziah Paramita Bustam) atas kerjasama serta dukungannya, kalian mengajarkan saya arti solidaritas;

14. Sahabat-sahabat terdekat saya Winnie the Pooh (Ade Marantika, Alyssa Fairudz, dan Farrash Hadyan), abang Morris yang saling membantu dan mengajarkan saya arti persahabatan selama perkuliahan ini;

15. Saudara-saudara di BEM FK Unila, Lunar, dan Medula, tetaplah semangat mengejar matahari, lakukan yang terbaik, dan percayalah yang terbaik ada pada yang selalu berkorban;

16. Saudara-saudara seiman di Permako Medis, untuk dukungan, doa serta semangat kekeluargaan di dalam Kristus, hanya Kristus yang mampu mempersatukan kita;

17. Sahabat-sahabat saya 14-tidak-ingin-menjadi-bidan (Aulia R., Alyssa, Farrash, Eki, Andrian P., Leon, Rois, Karina, Inaz, A. Dicky, Dyas, Ridho A.) untuk motivasi, semangat dan perasaan senasibnya, tetaplah berusaha untuk menjadi yang terbaik dan bermanfaat;

18. Teman-teman sejawat angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.


(18)

dukungannya yang selalu mengalir.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ulkus gaster adalah ulserasi atau robeknya lapisan mukosa yang disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini masih menjadi masalah di bidang kesehatan karena bisa menyebabkan anemia akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (Kaneko et al., 2007). Dewasa ini ulkus gaster tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi dan demografi. Prevalensi ulkus gaster di Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan antara 6˗15% terutama pada usia 20-65 tahun dengan puncak faktor risiko pada umur 55˗65 tahun (Suyono, 2001). Menurut WHO (2011) angka kematian ulkus gaster di Indonesia mencapai 14.123 per tahun atau 0,99% dari total kematian. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus (tukak) adalah adanya riwayat keluarga yang mengidap ulkus peptik, penderita dengan riwayat paru kronik, sirosis hati, merokok, minum alkohol dan mengonsumsi


(20)

obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid serta analgesik (OAINS) seperti aspirin (Priyanto, 2008).

Aspirin yang dikonsumsi secara regular dapat menyebabkan efek samping berupa ulkus gaster sebesar 15˗25%. Jika komplikasi ini tidak ditangani, maka dapat menyebabkan perdarahan internal pada gaster (Corwin, 2009). Efek samping tersebut disebabkan karena adanya hambatan terhadap sintesis prostaglandin. Prostaglandin berfungsi sebagai faktor defensif mukosa gaster, jika kadarnya menurun akan mengakibatkan ketidakseimbangan faktor agresif seperti asam lambung dan pepsin serta faktor defensif seperti mukus, bikarbonat, aliran darah, regenerasi epitel serta menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh darah yang memacu proses imunologik dan dapat mengakibatkan pelepasan radikal bebas sehingga berujung pada kematian sel (Bintari, 2014).

Hingga saat ini banyak obat proteksi mukosa gaster yang sering digunakan oleh penderita dengan ulkus gaster. Obat-obatan ini memiliki efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu konstipasi, insomnia, gatal-gatal, sakit perut dan muntah. Saat ini perlu dicari alternatif obat pengganti yang lebih aman berupa antiulcerogenik.


(21)

Antiulcerogenik banyak ditemukan dari produk alami pada tumbuh-tumbuhan dan rempah yang memiliki kemampuan dalam peningkatan proteksi mukosa. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa antioksidan dapat menyembuhkan dan mencegah kerusakan mukosa gaster. Di dunia, ada dua jenis antioksidan yang ditemukan yaitu yang disintesis dan berasal dari alam. Antioksidan yang didapat dari alam terkandung pada tanaman herbal. (Patil & Jadhav, 2013; Bintari, 2014).

Tanaman herbal merupakan pengobatan tradisional yang digunakan di banyak negara karena mudah didapatkan, murah dan berpartisipasi dalam perkembangan keilmuan (Kirtida, 2013). Beberapa tahun ini telah berkembang upaya pemanfaatan sumber daya hutan non-kayu terutama tumbuhan obat dengan prospek nilai ekonomis yang dikenal dengan istilah bioprospeksi (bioprospecting), yaitu pemanfaatan sumber daya biologi yang bernilai tinggi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang, terutama untuk kepentingan medis (Andini, 2014). Salah satu tanaman obat yang memiliki perkembangan dalam hal ini adalah pisang (Imam et al., 2011).


(22)

Musa sp (Musaceae), atau pisang merupakan salah satu buah yang paling umum yang telah dikonsumsi sebagai sumber nutrisi tidak hanya bagi manusia tetapi juga hewan (Kirtida, 2013). Hasil pengolahan pisang menjadi bahan makanan seperti keripik, sale, gorengan, maupun setelah konsumsi pisang secara langsung akan menghasilkan limbah berupa kulit pisang. Konsumsi pisang dengan pengolahan pangan menghasilkan limbah padat berupa kulit pisang. Kulit pisang saat ini digunakan hanya sebagai makanan ternak atau sebagai sampah (Ahda & Berry, 2008 ; Andini, 2014).

Indonesia memiliki pisang yang menduduki peringkat pertama di antara jenis-jenis buah lainnya, baik dari segi sebaran, luas pertanaman maupun produksinya. Produksi pisang di Indonesia pada tahun 2006 kurang lebih hingga 5.037.472 ton dan daerah khususnya Lampung menyumbang 535.732 ton, atau 10,6% dari produksi pisang nasional (Mulyanti, 2008). Bagian yang dapat dimakan dari buah pisang adalah dua pertiga bagian dan sepertiga bagian lainnya adalah limbah. Seratus tujuh puluh delapan ribu lima ratus tujuh puluh tujuh ton per tahun merupakan jumlah dapat mencemari lingkungan di Lampung jika tidak diatasi dengan cepat dan tepat (Tety, 2006).


(23)

Pada penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa secara in vitro kulit pisang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding bagian tanaman pisang lainnya. Aktivitas antioksidan pada kulit pisang mencapai 94,25% pada konsentrasi 125 μg/mL sedangkan pada bagian buah pisang hanya sekitar 70% pada konsentrasi 50 mg/mL (Andini, 2014). Antioksidan dapat mencegah terjadinya kerusakan sel pada mukosa gaster akibat radikal bebas sebagai bahan sampingan fagositosis seperti yang terjadi pada pemakaian aspirin yang berkepanjangan (Bintari, 2014). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa pada pengobatan ulkus gaster dengan kulit pisang yang dilakukan pada tikus, pada hari ke˗3 terlihat adanya regenerasi epitel, pada hari ke˗7 mulai tampak adanya proses angiogenesis dan pada hari ke˗12 proses regenerasi epitel dan angiogenesis sudah sempurna (Onansanwo, 2013). Hal ini disebabkan oleh kandungan kulit pisang yang terdiri dari antioksidan. Setelah mempertimbangkan hal tersebut, penulis ingin mengumpulkan data-data akurat dan mengidentifikasi mengenai efek kulit pisang kepok (Musa acuminata) yang berlimpah sebagai limbah di provinsi Lampung menjadi agen antiulkus pada ulkus gaster dengan menggunakan dasar-dasar dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.


(24)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah terdapat perbaikan mukosa gaster akibat pemberian ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) terhadap gambaran histopatologi ulkus gaster pada tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan dewasa yang diakibatkan oleh induksi aspirin?

1.2.2 Apakah terdapat perbaikan gambaran histopatologi kerusakan mukosa gaster yang diinduksi aspirin pada tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan dewasa yang diberi peningkatan dosis ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) terhadap gambaran histopatologi ulkus gaster pada tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan dewasa yang diakibatkan oleh induksi aspirin.


(25)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Adanya perbaikan mukosa gaster akibat pemberian ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) terhadap ulkus gaster tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan dewasa yang diakibatkan oleh induksi aspirin.

b. Adanya perbaikan bertingkat terhadap gambaran histopatologi kerusakan mukosa gaster yang diinduksi aspirin pada tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan dewasa yang diberi peningkatan dosis ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak kulit pisang terhadap ulkus gaster yang diakibatkan oleh Aspirin.


(26)

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini adalah wujud aplikasi disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat memperluas wawasan keilmuan peneliti.

1.4.3 Bagi Pembangunan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi kontributor yang mendukung upaya pemeliharaan tanaman buah pisang (Musa accuminata) sebagai salah satu tanaman obat. Dengan demikian, akan mendukung upaya pemerintah untuk mengoptimalkan program tanaman obat. Hasil penelitian ini dapat membantu mengurangi permasalahan limbah kulit pisang kepok (Musa accuminata) di Provinsi Lampung.

1.4.4 Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) Meningkatkan penelitian di bidang agromedicine sehingga dapat menunjang visi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) sebagai Fakultas Kedokteran sepuluh terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.


(27)

1.4.5 Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan untuk dilakukan penelitian yang serupa yang berkaitan mengenai efek kulit pisang kepok (Musa acuminata).


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaster

2.1.1 Anatomi

Gaster adalah sebuah organ yang berbentuk huruf J yang terletak dalam traktus gastrointestinal yang berfungsi untuk mencerna makanan oleh enzim dan cairan gaster lalu akhirnya makanan dari gaster akan dikeluarkan ke duodenum (Floch et al., 2010). Letak gaster di antara traktus esofagus dan duodenum, pada region hipokondrium sinistra. Volume isi gaster kurang lebih 1500 mL pada orang dewasa. Gaster terdiri dari beberapa bagian besar, antara lain fundus, corpus, pilorus antrum dan antrum (Standring, 2008).

Gaster memiliki dua permukaan yaitu permukaan ventral dan permukaan dorsal. Gaster juga memiliki dua batas yaitu curvature mayor yang ada pada batas kiri dan curvature minor yang ada pada batas kanan (Floch et al., 2010).


(29)

Seluruh permukaan gaster ditutupi oleh lapisan peritoneum (Russo, 2006).

Gambar 1. Anatomi gaster (Moore et al., 2010)

Arteri yang memperdarahi gaster sebagian besar berasal dari trunkus coeliacus. Arteri gastrica sinistra berasal dari axis coeliacus. Arteri splenica akan menjadi arteri gastrica breves. Arteri hepatica akan memberikan percabangan yang akan menjadi arteri gastrica dextra dan arteri gastroduodenal (Standring, 2008).

Vena-vena yang memperdarahi gaster akan mengikuti lintasan arteri. Empat atau lima vena gastrica breves akan memperdarahi curvatura mayor bagian atas dan daerah fundus, lalu akan bermuara pada vena splenica. Vena gastroepiploica sinistra akan memperdarahi bagian anterior


(30)

dan posterior corpus. Vena gastroepiploica dextra memperdarahi omentum majus, corpus bagian distal dan antrum. Vena gastrica sinistra akan memperdarahi bagian corpus bagian atas dan fundus. Vena gastrica dextra akan langsung bermuara pada vena porta hepatica (Standring, 2008).

2.1.2 Fisiologi

Secara fisiologi, fungsi gaster antara lain untuk membantu melanjutkan digesti dari karbohidrat yang terinisiasi oleh amilase dalam saliva di cavitas oral, untuk menambahkan cairan asam dalam proses ingesti serta mencampur makanan hingga berubah menjadi kimus dan untuk memulai pencernaan protein oleh pepsin (Mescher, 2013). Fungsi motorik dari gaster ada tiga, yaitu: (1) penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam duodenum, (2) pencampuran makanan ini dengan sekresi dari gaster sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus, dan (3) pengosongan makanan dengan lambat dari gaster ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus


(31)

(Guyton & Hall, 2007). Sel-sel dalam mukosa gaster akan mensekresi cairan lambung. Empat komponen mayor dari cairan lambung yaitu HCl, pepsinogen, faktor intrinsik dan mukus. HCl dan pepsinogen berfungsi dalam proses pencernaan protein. Faktor intrinsik dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B12 dalam ileum. Faktor intrinsik

merupakan satu-satunya komponen esensial dalam cairan lambung. Mukus akan melindungi mukosa lambung dari kerusakan yang ditimbulkan oleh HCl yang korosif dan merupakan komponen lubrikasi (Costanzo, 2014).

Di dalam corpus gaster terdapat glandula oxyntic yang berfungsi untuk mengalirkan produk sekresinya melalui duktus ke lumen gaster. Lebih dalam lagi terdapat sel parietal dan chief cell. Sel parietal akan menyekresi HCl dan faktor intrinsik. Sementara itu, chief cell memiliki fungsi sekresi pepsinogen. Antrum gaster memiliki glandula pilorik yang di dalamnya berisi sel G dan sel mukus. Sel G akan memproduksi gastrin yang akan disalurkan ke dalam sirkulasi. Sel mukus adalah penghasil mukus yang akan melapisi gaster. Tidak hanya itu, sel mukus juga akan memproduksi HCO3


(32)

-dan pepsinogen. Mukus -dan HCO3- akan memproteksi mukosa

gaster dan menetralisir asam lambung (Costanzo, 2014).

Sekresi asam basal dipengaruhi oleh faktor kolinergik melalui nervus vagus dan alkohol histaminergik melalui sumber lokal di lambung. Sekresi asam akibat perangsangan dihasilkan dalam tiga fase yang berbeda tergantung sumber rangsang. Fase sefalik melalui perangsangan nervus vagus. Fase gastric terjadi pada saat makanan masuk ke dalam gaster, komponen sekresi adalah kandungan makanan, yang merangsang sel G untuk melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktifasi sel parietal. Fase terakhir, intestinal sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk ke dalam usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan pencampuran kandungan makanan yang ada (Tarigan, 2007).

2.1.3 Histologi

Gaster adalah bagian saluran cerna yang melebar dengan fungsi utama menambahkan cairan asam pada makanan yang masuk, mengubahnya melalui aktifitas otot menjadi massa kental (khimus) dan melanjutkan proses pencernaan yang


(33)

telah dimulai dalam rongga mulut dengan menghasilkan enzim proteolitik pepsin (Junquiera et al., 2007).

Gambar 2. Histologi gaster (Junqueira et al., 2007)

Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat daerah : kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histologi hanya ada tiga daerah. Mukosa dan submukosa gaster yang tidak direnggangkan tampak makanan, maka lipatan ini akan merata (Junqueira et al., 2007).


(34)

Mukosa gaster terdiri dari epitel selapis silindris yang berinvaginasi ke dalam lamina propria. Invaginasi yang terbentuk akan membentuk jutaan gastric pit atau lembah dan tiap lembah memiliki permukaan yang terbuka ke lumen gaster. Terdapat sel mukosa permukaan yang ada pada epitel selapis columnar gaster. Sel ini akan menyekresi cairan yang memiliki viskositas tinggi dan ketebalan yang akan membentuk lapisan mukosa pada gaster yang kaya akan ion bikarbonat dan berfungsi untuk memproteksi lapisan mukosa dari efek abrasi makanan intraluminal dan efek korosi dari cairan gaster (kaya akan HCl). Di dalam lembah yang terbentuk dari gastric pit terbentuk kelenjar yang berbentuk tubular yang berasal dari ekstensi lamina propria (Mescher, 2013).

Kardia adalah sabuk melingkar sempit selebar 1,5˗3cm pada peralihan antara esofagus dan gaster. Kardia merupakan zona atau area peralihan dari esofagus ke gaster. Pada bagian kardia, yang dominan adalah sel penyekresi mukus dan lisozim serta ada beberapa sel parietal (oksintik). Struktur


(35)

kelenjar ini serupa dengan kelenjar kardia bagian akhir esofagus (Junqueira et al., 2007; Mescher, 2013).

Pada daerah fundus dan korpus, sel-sel epitel kolumnar selapis tidak merata, lamina propria terisi oleh banyak kelenjar tubular gaster. Pada bagian leher terdapat banyak sel mukosa leher atau mucous neck cell dan pada bagian sedikit dalam terdapat sel-sel oksintik, sel enteroendokrin dan zimogen (chief cell). (Mescher, 2013). Pada umumnya, struktur pilorus sedikit menyerupai kardia. Kelenjar gaster pada bagian pilorus merupakan kelenjar yang berbentuk tubular serta bercabang. Lalu, kelenjar ini juga berfungsi sebagai penyekresi mukus dan lisozim. Tidak hanya itu, bagian pilorus, banyak sel G yang berfungsi dalam menyekresi gastrin. Gastrin yang akan merangsang pengeluaran HCl oleh sel oksintik pada gaster. Terdapat juga sel D yang berfungsi dalam sekresi somatostatin sebagai umpan balik negatif dari gastrin (Mescher, 2013).


(36)

2.2 Ketahanan mukosa gaster

Gaster memiliki mekanisme atau sistem proteksi terhadap cairan lambung. Mekanisme sistem proteksi mukosa gaster terhadap cairan asam lambung antara lain berupa mukus dan bikarbonat, resistensi mukosa, aliran darah gaster dan prostaglandin:

2.2.1 Mukus (glikoprotein) dan Bikarbonat

Mukus dan bikarbonat berfungsi sebagai pelindung mukosa terhadap asam dan pepsin, empedu dan zat perusak luar seperti salisilat dan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) lain. Pada mukosa lambung dan duodenum diproduksi mukus (glikoprotein) dan bikarbonat. Lapisan mukus ini melapisi permukaan mukosa dengan tebal 2-3 kali tinggi sel epitel permukaan (Raini & Isnawati, 2009).

2.2.2 Resistensi Mukosa

Dalam hal ini yang dimaksud adalah regenerasi sel, potensial listrik membran mukosa dan kemampuan penyembuhan luka. Potensial listrik akan turun oleh empedu atau salisilat sehingga kemampuan proliferasi sel


(37)

mukosa pada ulkus kronik rendah. Cairan empedu dan salisilat dapat menurunkan potensial listrik membran mukosa. Kerusakan atau kehilangan sel akan segera dikompensasi dengan mitosis sel, sehingga keutuhan permukaan mukosa dipertahankan. Kemampuan proliferasi sel mukosa sangat penting untuk mempertahankan keutuhan mukosa dan penyembuhan lesi mukosa. Pada penderita dengan lesi mukosa akut dalam waktu singkat akan terjadi proliferasi sel

untuk menutupi lesi (Johnson et al., 2007).

2.2.3 Alirah Darah

Aliran darah ini akan menjamin pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Tiap penurunan baik lokal maupun sistemik akan menyebabkan anoksia sel, penurunan pertahanan mukosa, mempermudah ulserasi. Pada orang tua dengan ulkus lambung ternyata disertai arteriosklerosis dan atrofi mukosa, keadaan ini yang mempermudah kerusakan mukosa lambung (Ramakrishnan & Salnas, 2007).


(38)

2.2.4 Prostaglandin

Prostaglandin yang dihasilkan mukosa lambung dan duodenum penting untuk ketahanan mukosa (efek sitoprotektif) dengan meningkatkan sekresi mukus dan bikarbonat, mempertahankan pompa natrium, stabilitas membran sel dan meningkatkan aliran darah mukosa. Komponen lain yang akan memelihara ketahanan mukosa adalah epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor alpha (TGF˗α). Kedua peptida ini pada lambung akan meningkatkan produksi mukus dan menghambat produksi asam (Philipson et al., 2008).

2.3 Ulkus Gaster

Ulkus gaster adalah suatu tukak bulat atau semi bulat atau oval, ukuran >5 mm ke dalam submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung. Teori penyebab ulkus gaster bermacam-macam. Akan tetapi, semuanya merujuk pada ketidakseimbangan faktor ketahanan gaster dan faktor agresif gaster itu sendiri. Berdasarkan data di Pusat Gastro–Hepatologi Surabaya/Divisi Gastroentero–Hepatologi, Departemen/SMF, Ilmu


(39)

Penyakit Dalam FK. Unair–RSU Dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 2004–2008 didapatkan dari hasil pemeriksaan endoskopi pada 7754 penderita, 278 penderita menderita ulkus di saluran cerna yang terdiri dari 169 (61%) ulkus gaster, 70 (25%) ulkus duodenum dan sisanya 39 (14%) kombinasi. Patofisiologinya terdiri dari beberapa teori seperti faktor asam lambung, Shay and sun: balance theory 1974, Helicobacter pylori (H. pylori), no HP no ulcer Warren and Marshall 1993 (Suyono, 2001).

Gambar 3. Ulkus gaster (Robbins et al., 2007).

Diagnosa ulkus gaster secara gold-standard dapat ditegakkan melalui gastroduodenoskopi dan histopatologi gaster (Robbins et al., 2007). Kunci pengobatan ulkus gaster terletak pada supresi atau penekanan


(40)

sekresi asam lambung yang berlebihan dan termasuk penggunaan antasida, antagonis reseptor muskarinik M1 spesifik, penekanan reseptor gastrin dan reseptor histamine H2, serta penggunaan proton pump inhibitors (PPI). Pada ulkus yang disebabkan infeksi bakteri Helicobacter pylori, penggunaan antibiotik seperti Klaritromisin dan Tetrasiklin juga harus diperhatikan. (Pahwa et al., 2010; Zinia, 2012).

Gambar 4. Histopatologi Ulkus Gaster (Clara et al., 2012).

2.4 Aspirin

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin mempunyai efek terapeutik seperti antipiretik dan analgesik dengan dosis 325 sampai 650 mg untuk dewasa dan efek anti-inflamasi yang


(41)

sering digunakan untuk penanganan artrirtis rheumatoid dengan dosis 4 sampai 6 gram sehari, serta mempunyai efek antikoagulan dengan dosis 40 sampai 80 mg per hari (Bintari, 2014). Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat yang mempunyai efek anti inflamasi, antipiretik dan analgesik. OAINS, termasuk aspirin, mempunyai tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi inflamasi (anti–inflamasi), rasa sakit (analgesia) dan demam (antipireksia) (Mycek et al., 1997).

Sediaan aspirin memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrosilas. Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam arakidonat pada metabolismenya yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan, sementara jalur lipoksigenase menghasilkan leukotrien. Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan dan merupakan


(42)

sitoprotektor yang melindungi lambung dari faktor agresif (asam lambung dan pepsin) (Katzung, 2011; Bintari, 2014). Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di lambung. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati (Bintari, 2014).

2.5 Pisang (Musaceae)

Tanaman buah pisang terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Bagian akar pohon adalah akar rimpang dan tidak memiliki akar tunggang Bagian batang yang sebenarnya terletak di dalam tanah berupa umbi batang. Sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah merupakan batang semu. Tinggi batang semu ini berkisar 5˗9 m. Bunga pisang, umunya disebut jantung pisang, mempunyai daun penumpu yang berjejal rapat (Satuhu & Supriyadi, 2000).

Pada pemanfaatannya, bunga pisang dapat dimasak menjadi sayur karena memiliki kandungan protein, lemak, vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Daun pisang umumnya dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan dan daun yang lebih tua atau sudah koyak


(43)

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Batang pisang dimanfaatkan sebagai penyokong bangunan, membungkus bibit, tali industri pengolahan tembakau (batang yang dikeringkan terlebih dahulu), dan lain-lain. Sementara itu pemanfaatan yang paling banyak ada pada buah pisang. Selain untuk pakan ternak, kulit buah pisang juga sering dimanfaatkan untuk banyak hal seperti krim antinyamuk dan campuran pembunuh larva serangga. Akan tetapi, pada penelitian yang terbaru kulit buah pisang juga dapat diambil ekstraknya untuk dijadikan sebagai bahan dasar obat˗obatan (Andini, 2014).

2.6 Pisang Kepok (Musa acuminata)

2.6.1 Klasifikasi

Klasifikasi tanaman pisang kepok menurut taksonomi dewasa ini adalah sebagai berikut :

Division : Magnoliophyta Subdivision : Spermatophyta Class : Liliopsida

Sub Class : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae


(44)

Genus : Musa

Species : Musa acuminata (Astawan, 2008)

Gambar 5. Musa acuminata (Jeridi et al., 2012).

2.6.2 Fisiologi dalam Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) Pisang kepok (Musa acuminata) memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi dan berfungsi sebagai penangkap radikal bebas (Singhal & Ratra, 2013). Antioksidan merupakan senyawa kimia yang sangat berguna bagi tubuh manusia saat ini. Oleh karena antioksidan dapat menurunkan radikal bebas dalam tubuh manusia dan/atau menurunkan derajat produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid di tubuh manusia yang dapat menyebabkan penyakit dan penuaan (Patil


(45)

& Jadhav, 2013). Beberapa studi in vitro menunjukkan antioksidan dapat menangkap tidak hanya superoksida, hidroksil dan peroksil dan memberikan efek terhadap berbagai tahap kaskade arakidonat melalui siklooksigenase 2 dan lipooksigenase. Aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok efisien dalam menangkap anion superoksida, hidroksil, peroksil dan radikal alkoholik (Alanko et al., 1999).

Kulit Pisang kepok (Musa acuminata) memiliki kandungan flavonoid dan fenol yang sangat tinggi (Baskar, 2011). Flavonoid merupakan senyawa turunan dari grup polyphenolic yang terdapat pada banyak tumbuhan dan tidak sedikit penelitian yang telah membuktikan bahwa senyawa ini dapat menjadi agen pelindung traktus gastrointestinal antara lain sebagai antiulkus, antidiare, antispasmodik dan antisekretorik (Hussain, 2009). Tumbuhan menyintesis flavonoid sebagai respon dari stress (infeksi, luka, dan lain˗lain). Beberapa tahun lalu flavonoid menjadi sangat terkenal di kalangan peneliti karena dipercaya memiliki kemampuan untuk memproteksi tubuh manusia dari radikal bebas oleh kemampuan mendonasi ion hidrogennya (Bigoniya & Singh, 2014).


(46)

2.7 Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Sprague dawley

2.7.1 Klasifikasi

Kingdom : Animalia. Filum : Chordata. Kelas : Mamalia. Ordo : Rodentia. Subordo : Odontoceti. Familia : Muridae. Genus : Rattus.

Spesies : Rattus norvegicus (Setiorini, 2012)

2.7.2 Sprague dawley

Tikus Sprague dawley adalah jenis outbred dari tikus albino yang digunakan secara ekstensif dalam penelitian medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan dalam penanganan. Ukuran panjang rata-rata tikus Sprague dawley adalah 10,5 cm. berat rata-rata tikus dewasa adalah 250˗300 gr untuk betina, dan 450˗520 gr untuk jantan. Rentang hidup ada pada kisaran 2,5˗3,5 tahun. Tikus dari galur Sprague dawley ini biasanya memiliki


(47)

ekor yang lebih panjang sehingga meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan dengan tikus galur wistar (Muhartono, Fiana & Kurrahman, 2013).

2.8 Khasiat Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata) terhadap Ulkus Gaster yang Diinduksi Aspirin

OAINS menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat COX (siklooksigenase). Terhambatnya COX menyebabkan penurunan sekresi mukus dan bikarbonat, penurunan aliran darah mukosa, kerusakan vaskular, akumulasi leukosit dan penurunan cell turnover, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan mukosa. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah neutrofil yang terlekat pada endotel vaskular yang cepat dan signifikan. Perlekatan neutrofil menyebabkan stasis aliran pada mikrovaskular dan kerusakan mukosa melalui iskemia dan pelepasan oxygen derived free radicals and proteases (Kautsar, 2009). Cedera topikal menginisiasi erosi inisiasi awal dengan mengganggu pertahanan mukosa epitel lambung. Akan tetapi, dengan absennya prostaglandin merupakan esensi pembentukan ulkus gaster dan duodenum. Studi pada mitokondria dan berbagai sel menunjukkan adanya akumulasi


(48)

‘ion trapping’ atau ion yang terjebak pada sel epitel lambung dengan fosforilasi oksidatif mitokondria yang tidak berpasangan dan inhibisi kerja rantai transpor elektron. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya pembentukan ATP intrasel, toksisitas Ca++ selular dan penumpukan Reactive Oxygen Species (ROS) sebagai radikal bebas (Orrenius, 2007).

Tidak hanya itu, pemberian aspirin juga menginduksi akumulasi radikal bebas di permukaan mukosa lambung. Mekanisme kerja dari peristiwa ini dimulai karena adanya ulkus di epitel lambung yang memicu perlekatan neutrofil di permukaan epitel yang menyebabkan akumulasi kelebihan radikal bebas. Radikal bebas ini yang akan memicu peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan (McCarthy, 1995). Konsumsi aspirin dapat menaikkan kadar TNF˗α karena hambatan dari COX˗2. TNF˗α berfungsi dalam induksi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM˗1), molekul ini berfungsi untuk menambah perlekatan neutrofil pada sel endotel pembuluh darah, apabila terjadi ekstravasasi neutrofil maka aktivasi neutrofil akan menginduksi pembentukan radikal bebas dari hasil fagositosis (Robbins et al., 2007). Apabila terjadi ekstravasasi neutrofil maka akan mengaktifasi neutrofil untuk melakukan fagositosis dan menimbulkan kerusakan


(49)

mukosa melalui pembentukan oksigen radikal, nitrogen reaktif dan protease. Radikal bebas ini akan menginduksi lipid peroksidase yang akan mempengaruhi lemak tak jenuh pada dinding sel epitel melalui proses stres oksidatif dan akan berakibat gangguan permeabilitas dinding sel sehingga timbul kerusakan sel (Kaneko et al., 2007).

Gangguan pencernaan yang dapat timbul dimulai dari dispepsia ringan dan nyeri ulu hati sampai ulser lambung dan duodenum. Efek samping tersebut mucul pada minggu-minggu pertama pemakaian dengan dosis besar yaitu 4 sampai 5 gram sehari yang sering digunakan pada terapi raumatoid arthritis. Mekanisme aspirin dalam merusak mukosa lambung terdiri dari dua cara yaitu topikal dan sistemik (Katzung, 2011; Bintari, 2014).

Beberapa mekanisme yang berkaitan dengan aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok antara lain adalah penangkap radikal bebas, kelasi dari transisi ion metal, inhibisi dari enzim oksidan atau produksi radikal bebas yang diproduksi oleh sel dan regenerasi α -tokoferol dari radikal α˗tokoferoksil. Dalam hal ini mekanisme tersebut akan mempromosikan pembentukan mukosa gaster,


(50)

mengurangi sekresi asam pada mukosa lambung, inhibisi produksi pepsinogen dan mengurangi lesi ulserogenik (Casa CL et al., 2000).

Fenol dan flavonoid merupakan antioksidan dari golongan antioksidasi pemutus rantai yang akan memotong perbanyakan reaksi berantai sehingga akan mengendalikan dan mengurangi peroksidasi lipid manusia dimana peroksidasi lipid merupakan reaksi rantai dengan berbagai efek yang berpotensial merusak jaringan (Priyanto, 2007). Salah satu studi menunjukkan bahwa flavonoid dapat memproteksi gaster dengan mekanisme Platelet Activating Factor (PAF), peningkatan sekresi mukus dan sebagai agen antihistamin yang akan menurunkan kadar histamin dan mereduksi jumlah sel mast (Samara, 2009). Flavonoid juga diteliti dapat menginhibisi regulasi dari fosforilasi protein. Inhibisi ini merupakan inhibisi sinyal P-kinase yang akan memicu terbentuknya ulkus pada gaster (Patil & Jadhav, 2013).

2.9 Kerangka Konseptual 2.9.1 Kerangka Berpikir

Aspirin memiliki tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi inflamasi (anti–inflamasi), rasa sakit (analgesia) dan demam


(51)

(antipireksia). Tidak hanya itu, pemberian aspirin juga menginduksi akumulasi radikal bebas di permukaan mukosa lambung. Mekanisme kerja dari peristiwa ini dimulai karena adanya ulkus di epitel gaster yang memicu perlekatan neutrofil di permukaan epitel yang menyebabkan akumulasi kelebihan radikal bebas. Radikal bebas ini yang akan memicu peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan (McCarthy, 1995).

Peran faktor agresif seperti asam lambung dan pepsin akan memperberat lesi mukosa karena bertambahnya proses radang yang terjadi. Efek topikal ini akan diikuti oleh efek sistemik dalam menghambat produksi prostaglandin melalui jalur COX˗1 dan COX˗2 (Lichtenberger et al., 2007). Penghambatan COX˗2 dapat menginduksi adhesi neutrofil yang menimbulkan obstruksi kapiler serta produksi radikal bebas berlebih dari fagositosis akibat aktifasi neutrofil (Wallace & Vong, 2008)

Pisang kepok (Musa acuminata) memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi dan berfungsi sebagai penangkap radikal bebas (Singhal & Ratra, 2013). Beberapa studi in vitro menunjukkan antioksidan dapat menangkap tidak hanya


(52)

superoksida, hidroksil dan peroksil dan memberikan efek terhadap berbagai tahap kaskade arakidonat melalui siklooksigenase 2 dan lipooksigenase. Aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok efisien dalam menangkap anion superoksida, hidroksil, peroksil dan radikal alkoholik (Alanko et al., 1999). Beberapa mekanisme yang berkaitan dengan aktivitas antioksidan dari kulit pisang kepok antara lain adalah penangkap radikal bebas, kelasi dari transisi ion metal, inhibisi dari enzim oksidan atau produksi radikal bebas yang diproduksi oleh sel dan regenerasi α-tokoferol dari radikal α-tokoferoksil. Dalam hal ini mekanisme tersebut akan mempromosikan pembentukan mukosa gaster, mengurangi sekresi asam pada mukosa lambung, inhibisi produksi pepsinogen dan mengurangi lesi ulserogenik (Casa CL et al., 2000). Kerangka teori disajikan dalam Gambar 6.


(53)

Gambar 6. Kerangka Teori

Ekstrak Kulit Pisang Kepok Menghambat Ulkus Gaster

Aspirin

Sistemik

Penghambatan produksi Prostaglandin

COX˗1 COX˗2

Menurunkan ketahanan

mukosa lambung

Adhesi neutrofil dan pembentukan radikal bebas

Kerusakan mukosa lambung dan terjadi ulkus

Ekstrak Kulit Pisang (Musa accuminata) Kandungan: Flavonoid


(54)

2.9.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 7. Kerangka Konsep

2.10 Hipotesis

2.10.1 Adanya perbaikan mukosa gaster yang diberikan ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) yang diinduksi aspirin.

2.10.2 Terdapat efek dari pemberian dosis ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) bertingkat yang dapat memberikan peningkatan perbaikan mukosa gaster dan ditunjukkan pada perbaikan gambaran histopatologi yang mendekati normal.

Kerusakan mukosa gaster:

Skor 0 = tidak ada perubahan patologis.

Skor 1= adanya peradangan Skor 2= erosi permukaan epitel superfisial

Skor 3= ulserasi epitel Ekstrak Kulit

Pisang Kepok (Musa


(55)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test control group design. Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan hasil observasi pada kelompok eksperimental dan kontrol. Subjek penelitian yang akan digunakan adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley, sehat, umur 3 sampai 4 bulan dengan berat badan 100˗200 gram yang dibeli dari Institut Pertanian Bogor dan dikelompokkan secara randomisasi ke dalam 5 kelompok. Pada penelitian ini digunakan tikus karena secara anatomi dan histologi struktur lambung tikus mirip dengan manusia sehingga perubahan yang terjadi akibat pengaruh aspirin akan dapat dipakai sebagai model pada manusia (Bintari, 2014).


(56)

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama empat bulan dengan tempat penelitian di FK Unila, pembuatan ekstraksi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unila dan pembuatan preparat histopatologi di laboratorium Patologi Anatomi FK Unila.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus jantan galur Sprague dawley, umur 3-4 bulan, berat badan 100˗200 gram yag diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor dipilih secara acak dan dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan sesuai dengan rumus Federer (Bintari, 2014).

Rumus Federer, rumus yang digunakan dalam penentuan besar sampel untuk uji eksperimental yakni t(n˗1) >15. Dimana t merupakan kelompok perlakuan dan n adalah besar sampel setiap kelompok.

5(n˗1)>15 5n˗5>15

5n>20 n>4


(57)

jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n>4) dan jumlah kelompok yang akan digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini akan menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi yang ada.

3.3.1 Kriteria Inklusi

Tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan, memiliki berat badan (BB) 100-200 gram, usia kurang lebih 3-4 bulan dan sehat (rambut tidak kusam, rontok, botak, dan aktif).

3.3.2 Kriteria Ekslusi

Tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan mati selama waktu penelitian dilakukan, adanya penurunan berat badan (BB) lebih dari 10% selama masa adaptasi di laboratorium, sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif).


(58)

3.4 Bahan dan Alat Penelitian

3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah aspirin 90 mg, ekstrak kulit pisang kepok dengan dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB, aquadest, alkohol 96%, tikus putih jantan dewasa galur Sprague dawley, pakan dan minum tikus.

3.4.2 Bahan Preparat Histopatologi

Bahan yang digunakan untuk membuat preparat histologi dengan metode paraffin sebagai berikut: larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol, pewarna Hematoksisilin dan Eosin (H & E), dan entelan.

3.4.3 Alat Penelitian

a. Alat selama Perlakuan

Alat penelitian yang digunakan adalah neraca analitik metler toledo tingkat ketelitian 0,01 gram untuk menimbang berat badan tikus, spuit oral 1 cc, sonde tikus, minor set untuk membedah perut tikus (laparatomi), kandang tikus, botol


(59)

minum tikus, mikroskop cahaya, gelas ukur dan pengaduk, dan kamera digital.

b. Alat dalam Pembuatan Preparat Histopatologi

Alat pembuat preparat histopatologi terdiri dari object glass, deck glass, tissue cassette, rotary microtome, oven, waterbath, platening table, autotechnicome processor, staining jar, staining rack, kertas saring, histoplast, dan paraffin dispenser.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Prosedur Pemberian Aspirin

Dosis yang diberikan pada tikus berdasarkan hasil konversi dari manusia berat badan 70 kg ke tikus. Angka konversi dari manusia ke tikus adalah 0,018. Dosis aspirin yang dapat memicu kerusakan mukosa gaster pada manusia dewasa dengan berat badan 70 kg adalah 5 g/hari (Bintari, 2014). Pemakaian dosis harian aspirin sebesar 4˗5 gram dapat menimbulkan kerusakan gaster dari dispepsia ringan, nyeri ulu hati sampai ulkus gaster dan duodenum dalam minggu pertama pemakaian. Sehingga,


(60)

dosis aspirin yang diberikan pada tikus dengan berat 200 gram adalah 0,018 x 5.000 = 90 mg. Sediaan aspirin yang digunakan adalah aspirin tablet 500 mg. Aspirin tersebut dihancurkan digerus dan dilarutkan dalam aquadest. Pemberian peroral satu kali sehari pada pagi hari sebelum pemberian pakan standar.

3.5.2 Prosedur Pemberian Ekstrak Kulit Pisang Kepok

Dosis ekstrak kulit pisang ambon yang efektif digunakan adalah 200 mg/kgBB (Onansanwo, 2013). Hasil penelitian ini yang mendasari penggunaan 3 dosis ekstrak kulit pisang yaitu 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB.

Jadi perhitungan dosis untuk tikus dengan berat 100 g adalah: Dosis untuk tiap tikus (200 g) kelompok tiga:

100 mg/kgBB x 0,2 kg = 20 mg.

Dosis untuk tiap tikus (100 g) kelompok empat: 200 mg/kgBB x 0,2 kg = 40 mg.

Dosisi untuk tiap tikus (100 g) kelompok lima: 400 mg/kgBB x 0,2 kg = 80 mg.

Pembuatan ekstrak kulit pisang kepok menggunakan dua kilogram kulit pisang kepok dipotong-potong hingga hancur lalu dikeringkan di dalam oven selama 24 jam. Lalu proses


(61)

dilanjutkan dengan perendaman dalam EtOH selama 24 jam. Setelah itu rendaman diuapkan dan hasilnya adalah ekstrak etanol kasar.

3.5.3 Prosedur Perlakuan, Pembuatan dan Pembacaan Preparat

Prosedur perlakuan, pembuatan dan pembacaan preparat disajikan dalam Gambar 6 dan dijelaskan sebagai berikut:

a. Selama satu minggu tiap tikus diaklimatisasi sebelum diberi perlakuan. Tikus sebanyak 25 ekor dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol normal, dimana hanya diberi akuades per oral. Kelompok 2 sebagai kontrol positif, dimana diberikan aspirin dengan dosis 90 mg per oral. Kelompok 3 merupakan kelompok perlakuan coba dengan pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 100 mg/kgBB, kelompok 4 diberikan ekstrak kulit pisang kepok dengan dosis 200 mg/kgBB, serta kelompok 5 diberikan ekstrak kulit pisang kepok dengan dosis 400 mg/kgBB. Ekstrak kulit pisang kepok diberikan setelah 1 jam induksi aspirin dosis 90 mg. Masing-masing pemberian dilakukan selama 14 hari.


(62)

b. Ukur Berat Badan (BB) tikus sebelum perlakuan dimulai dengan neraca analitik.

c. Tikus diberi induksi aspirin dan ekstrak kulit pisang kepok selama 14 hari. Tikus diberikan pakan standar secara ad libitum.

d. Setelah 14 hari, 5 tikus jantan dari tiap kelompok dianastesi dengan Ketamine˗xylazine 75˗100 mg/kg + 5˗10 mg/kg secara IP lalu tikus di euthanasia berdasarkan Institutional Animal Care and Use Committee (IACUC) menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar kranium atau batang ditekan ke dasar kranium. Sementara tangan lain memegang pada pangkal ekor atau kaki belakang dan dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak.

e. Setelah tikus mati, dilakukan laparotomi, gaster tikus diambil untuk sediaan mikroskopis. Pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan HE.


(63)

f. Sampel gaster difiksasi dengan formalin 10%

g. Teknik pembuatan preparat histopatologi 1. Fixation

Fiksasi spesimen yang berupa potongan organ gaster segera dengan larutan pengawet formalin 10%. Cuci dengan air mengalir.

2. Trimming

Organ dibuat kecil kurang lebih 3 mm. Lalu setelah itu organ gaster dimasukkan ke embedding cassette.

3. Dehydration

Air dibersihkan dengan menggunakan kertas tisu pada embedding cassette. Perendaman organ gaster dimulai berturut-turut dengan alkohol 70%, 96%, absolut I, II, III masing-masing selama satu jam.


(64)

4. Clearing

Alkohol dibersihkan dengan menggunakan xylol I, II, III masing-masing selama 30 menit.

5. Impregnasi

Paraffin I dan II digunakan masing-masing selama satu jam dalam inkubator dengan suhu 65,1 derajat selsius.

6. Embedding

Tuang paraffin dalam pan, pindahkan satu per satu embedding cassette ke dasar pan. Lepaskan paraffin yang berisi gaster dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4-6 derajat selsius selama beberapa saat. Potong paraffin sesuai dengan letak jaringan dengan menggunakan scalpel/pisau hangat. Letakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing. Blok paraffin siap dipotong dengan mikrotom.


(65)

7. Cutting

Sebelum memotong, dinginkan blok terlebih dahulu. Lakukan potongan kasar lanjutkan potongan halus sebesar 4˗5 mikron. Pilih lembaran potongan yang paling baik, apungkan pada air dan hilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing. Pindahkan lembaran jaringan ke dalam water bath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna. Dengan gerakan menyendok, ambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan tempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, cegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan. Keringkan slide, jika slide sudah kering, panaskan untuk meratakkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.

8. Pewarnaan dengan Harris Hematoxylin Eosin Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, pilih slide yang terbaik secara berurutan masukkan ke


(66)

dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut:

Untuk pewarnaan, zat kimia pertama yang digunakan adalah xylol I, II, III selama 5 menit. Kedua, zat kimia yang digunakan adalah alkohol absolute I, II, III masing-masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga adalah akuades selama 1 menit. Keempat, potongan organ dimasukkan ke dalam zat warna Harris Hematoxylin Eosin selama 20 menit. Kemudian memasukkan potongan organ gaster dalam akuades selama 1 menit dengan sedikit menggoyang˗goyangkan organ. Keenam, mencelupkan organ dalam asam alkohol 2-3 celupan. Ketujuh, dibersihkan dalam aqudest bertingkat masing-masing 1 dan 15 menit. Kedelapan, memasukkan potongan organ dalam eosin selama 2 menit. Kesembilan, secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV masing-masing selama 3 menit. Terakhir,


(67)

memasukkan kedalam xylol IV dan V masing-masing selama 5 menit.

9. Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tissue pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan ditutup dengan cover glass, cegah adanya gelembung udara.

10. Baca slide dengan mikroskop

Slide diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 x. Metode yang digunakan dalam melihat preparat adalah prosedur double blinded dengan mengacu pada skor:

Skor 0 = tidak ada perubahan patologis. Skor 1= adanya peradangan

Skor 2= erosi permukaan epitel superfisial Skor 3= ulserasi/robeknya epitel hingga 2/3 mukosa


(68)

Gambar 8. Alur Penelitian

Siapkan alat dan bahan

Timbang BB tikus

K3

K2 K4

K1 K5

Tikus diberi perlakuan selama 14 hari

Aquadest p.o

Aspirin p.o 90 mg 1x1

hari

Aspirin p.o 90 mg 1x1

hari

Aspirin p.o 90 mg 1x1

hari

Aspirin p.o 90 mg 1x1

hari

Setelah 5 jam

Ekstrak kulit pisang kepok 1 x 100 mg/kgBB

Ekstrak kulit pisang kepok 1 x 200 mg/kgBB

Ekstrak kulit pisang kepok 1 x 400 mg/kgBB

Setelah 14 hari, tikus di anasthesia dan euthanasia

Dilakukan laparotomi, gaster diambil

Fiksasi dengan formalin 10%

Kirim sampel ke lab. PA

Amati preparat dengan mikroskop


(69)

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.6.1 Identifikasi Variabel

a. Variabel Independen

1. Perlakuan coba: pemberian ekstrak kulit pisang kepok dan aspirin

2. Perlakuan kontrol negatif: pemberian aspirin tanpa ekstrak kulit pisang kepok

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah kerusakan mukosa gaster.

3.6.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah dosis ekstrak kulit pisang kepok dan kerusakan mukosa gaster, serta disajikan dalam tabel 1, sebagai berikut:


(70)

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Skala Dosis ekstrak

kulit pisang kepok

Ekstrak kulit pisang kepok diberikan menggunakan sonde secara oral. Dosis efektif pada penelitian

sebelumnya: 100

mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB

Numerik rasio

Kerusakan mukosa gaster

Sediaan histopatologi dilihat menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x dan 400x dalam 1 lapang pandang dengan skor: a Skor 0= tidak ada perubahan patologis. Skor 1= adanya peradangan

Skor 2= erosi permukaan epitel superfisial

Skor 3= ulserasi epitel

Kategori Ordinal


(71)

3.7 Analisis Data

Analisis data penelitian diproses dengan aplikasi pengolahan data. Dengan tingkat signifikansi p=0,05. Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji normalitas data (Saphiro˗Wilk). Setelah itu dilakukan uji homogenitas dengan uji Levene. Jika varian data distribusi normal serta homogen maka dilanjutkan dengan metode One Way ANNOVA. Jika varian data tidak berdistribusi normal maka alternatifnya dipilih uji Kruskal˗Wallis. Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0.05. Jika pada uji ANNOVA menghasilkan nilai p<0,05 maka dilanjutkan dengan analisis post hoc test.

3.8 Etik Penelitian

Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung


(72)

berdasarkan rumus Frederer yaitu (n˗1)(t˗1)≥15, dengan n jumlah kelompok perlakuan. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi (Ridwan, 2013).


(73)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa pemberian ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) memberikan perbaikan pada mukosa gaster tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi aspirin. Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah peningkatan dosis ekstrak kulit pisang sejumlah 400 mg/kg memberikan perbaikan yang optimal pada kerusakan mukosa gaster tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi aspirin.

5.2 Saran

Saran peneliti kepada peneliti lain adalah untuk menguji lebih lanjut mengenai dosis toksik ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) terhadap penyembuhan ulkus gaster. Peneliti lain juga disarankan untuk membandingkan efek dari ekstrak kulit pisang kepok (Musa acuminata) terhadap ekstrak kulit pisang dengan spesies berbeda.


(74)

DAFTAR PUSTAKA

Ahda, Berry S. 2008. Pengolahan limbah kulit pisang menjadi pektin dengan metode ekstraksi. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Alanko J, Riutta A, Holm P, Mucha I, Vapatalo H, Metsa, Ketela. 1999. Modulation of arachidonic acid metabolism by phenols: relation to their structure and antioxidant/prooxidant properties. Free Radical Biology and Medicine. 26 (Suppl 1˗2):141˗6.

Andini NAM. 2014. Pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon dan kulit pisang kepok terhadap kadar kolesterol total tikus putih jantan galur Sprague dawley. Skripsi. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Astawan M. 2008. Khasiat warna-warni makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(75)

Barthel M, Hapfelmeier S, Quintanilla-Martinez L, Kremer M, Rohde M, et al. 2003. Pretreatment of mice with streptomycin provides a Salmonella enterica serovar typhimurium colitis model that allows analysis of both pathogen and host. Infection and Immunity. 71(5):2839˗58.

Baskar R. 2011. Antioxidant potential of peel extracts of banana varieties (Musa sapientum). Food and Nutrition Sciences. 2(10):1128˗33.

Bigoniya P, Singh K. 2014. Original article ulcer protective potential of standardized hesperidin, a citrus flavonoid isolated from Citrus sinensis Papiya Bigoniya. Revista Brasileira de Farmacognosia. 24(3):330˗40.

Bintari GS. 2014. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) as gastroprotector of mucosal cell damage.Majority Unila. 3(5):77˗84.

Casa CL, Villegas I, Alarcon C, Motilva V, Martin CM. 2000. Evidence for protective and antioxidant properties of routine, a natural flavone, against ethanol induced gastric lesions. Journal of Ethnopharmacology. 71:45˗53.


(76)

Clara MV, Puig MN, Castano SM, Year AO, Cuevas VM, et al. 2012. Effects of D-002 on aspirin-induced ulcers and neutrophil infiltration on the gastric mucosa. Rev Cubana Farm. 46(2):19˗21.

Corwin E. 2009. Handbook of pathophysiology 3rd ed. Jakarta: EGC.

Costanzo L. 2014. Physiology 5th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier.

Floch BMH, Hospital N, Neil R. 2010. Netter’ s Gastroenterology 2nd ed. Philadelphia: Saunders.

Goel RK, Tavares IA, Benntt A. 1989. Stimulation of gastric and colonic mucosal eicosanoid synthesis of plantain banana. J Pharm Pharmacol. 41:747˗50.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi ke˗11. Jakarta: EGC penerbit buku kedokteran.

Hussain T. 2009. Rutin, a natural flavonoid, protects against gastric mucosal damage in experimental animals. Asian Journal of Tradisional Medicines. 4(5):188˗97.

Imam MZ, Akter S, Mazumder MEH, Rana MS. 2011. Antioxidant activities of different parts of Musa sapientum L. ssp. sylvestris fruit. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 1(10):68˗72.


(77)

Jeridi M, Perrier X, Rodier-Goud M, Ferchichi A, D’Hont A, et al. 2012. Cytogenetic evidence of mixed disomic and polysomic inheritance in an allotetraploid (AABB) Musa genotype. Annals of Botany. 110(8):1593˗1606.

Johnson A, Kratz B, Scanion L, Spivak A. 2007. Guts and glory H. pylori: cause of peptic ulcer. Eukarion. 3:67˗72.

Junqueira L, Carneiro J, Kelly O. 2007. Basic histology: text and atlas 13th ed. Philadelphia: McGraw Hill.

Kaneko T, Matsui H, Shimokawa O. 2007. Cellular membrane fluidity measurement by fluorescence polarization in indomethacin-induced gastric cellular injury in vitro. J Gastroenteral. 42(12): 939˗46.

Katzung BG. 2011. Farmakologi dasar dan klinik edisi ke˗10. Jakarta: EGC.

Kautsar A. 2009. Pengaruh capsaicin pada proses penyembuhan lambung tikus yang diberi paparan piroksikam. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(78)

Kirtida T, Shah BK, Deoghare S. 2013. A study of ulcer healing effect of vegetable plantain banana (Musa sapientum var. paradisiacal) on aspirin induced gastric ulcer in rats. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. 4(1):339˗43.

Lichtenberger LM, Romero JJ, Dial EJ. 2007. Surface phospholipids in gastric injury and protection when a selective cyclooxygenase˗2 inhibitor (Coxib) is used in combination with aspirin. Br J Pharmacol. 150:913˗19.

McCarthy. 1995. Mechanism of mucosal injury and healing: the role of non-steroidal anti-inflammatory drugs. Scand. J. Gastroenterol. 30 (Suppl. 208):24˗9.

Mescher A. 2013. Junquiera’s basic of histology: text and atlas 13th ed. Philladelphia: Mc Graw Hills Lange.

Moore KL, Dalley AF, Agur ARM. 2010. Clinical oriented anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 6:236˗40.

Muhartono, Fiana DN, Kurrahman GN. 2013. Efek perlindungan madu terhadap kerusakan lambung tikus yang diberi etanol. Medula Unila. 1(2):52˗62.


(79)

Mulyanti N, Suprapto, Jekvy H. 2008. Teknologi budidaya pisang. Bogor: Agro Inovasi.

Mycek, Mary J, Richard AH, Pamela CC. 1997. Lippincott’s illustrated reviews: pharmacology. Philadelphia: Lippincott˗Raven Publishers.

Onansanwo S. 2013. Anti ulcer and ulcer healing potentials of methanol extract of Musa Sapientum peel in laboratory rats. Pharmacognosy Res. 5(3):173˗8.

Orrenius S. 2007. Reactive oxygen species in mitochondria-mediated cell death. Drug Metab Rev 2007. 39:443˗55.

Pahwa R, Kumar V, Kohli K, 2010. Clinical manifestations, causes and management strategies of peptic ulcer disease. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research. 2(2):99˗106.

Patil AB, Jadhav AS. 2013. Flavonoids and antioxidant: a review. International Journal of Pharmaceutical and Biological Sciences Research and Development. 1(2):7˗20.


(80)

Philipson M, Johanson MEV, Henriknas J, Petersson J, Gendler SJ. 2008. The gastric mucus layers: constituents and regulation of accumulation. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 295:806˗12.

Priyanto. 2007. Toksisitas obat zat kimia dan terapi antidotum. Depok: Leskonfi.

Priyanto A. 2008. Endoskopi Gastro Intestinal. Jakarta: Salemba Medika.

Raini, Isnawati A. 2009. Penyakit peptik dan misoprostol. Jur Kefarmasian Indo. 1:105˗11.

Ramakrishnan K, Salnas RC. 2007. Peptic ulcer disease. American Family Physician. 76:1005˗12.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J Indon Med Assoc. 63:112˗6.

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku ajar patologi edisi ke˗7. Jakarta: EGC.

Russo MARC. 2006. Gastrointestinal and liver disease. Philadelphia: Saunders˗Elsevier.


(81)

Samara K. 2009. Flavonoids with gastroprotective activity. Molecules. 14:979˗1012.

Satuhu S, Supriyadi A. 2000. Pisang budidaya, pengolahan, dan prospek pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Setiorini Y. 2012. Deteksi secara imunohistokimia immunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus yang diberi bakteri asam laktat (BAL) dan enteropatogenik Escherichia coli. Journal of Scientific Repository. 3(1):44˗5.

Singhal M, Ratra P. 2013. Antioxidant activity, total flavonoid and total phenolic content of Musa acuminata peel exctracts. Global J. Pharmacol. 7(2):118˗22.

Standring BS 2008. Gray ’ s anatomy 40th edition. Philadelphia: Elsevier.

Suyono S. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balai Penerbit.

Tandel KR, Shah BK. 2012. Evaluation of gastric antiulcerogenic action of vegetable plantain banana (Musa sapientum var. Paradisiaca) in aspirin plus pylorus ligated albino rats. IJPSR. 3(11):4387˗93.


(82)

Tarigan P. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tety. 2006. Kandungan kulit pisang. www.risvank.com/reaksi bioetanol. Diakses 12 Maret 2015.

Wallace JL, Vong L. 2008. NSAID-Induced gastrointestinal damage and the design of GI-sparing NSAIDs. Br J Pharmacol. 153:100˗9.

Zinia N. 2012. Tannins, peptic ulcers and related mechanisms. International Journal of Molecular Sciences. 13:3203˗228.


(1)

Jeridi M, Perrier X, Rodier-Goud M, Ferchichi A, D’Hont A, et al. 2012. Cytogenetic evidence of mixed disomic and polysomic inheritance in an allotetraploid (AABB) Musa genotype. Annals of Botany. 110(8):1593˗1606.

Johnson A, Kratz B, Scanion L, Spivak A. 2007. Guts and glory H. pylori: cause of peptic ulcer. Eukarion. 3:67˗72.

Junqueira L, Carneiro J, Kelly O. 2007. Basic histology: text and atlas 13th ed. Philadelphia: McGraw Hill.

Kaneko T, Matsui H, Shimokawa O. 2007. Cellular membrane fluidity measurement by fluorescence polarization in indomethacin-induced gastric cellular injury in vitro. J Gastroenteral. 42(12): 939˗46.

Katzung BG. 2011. Farmakologi dasar dan klinik edisi ke˗10. Jakarta: EGC.

Kautsar A. 2009. Pengaruh capsaicin pada proses penyembuhan lambung tikus yang diberi paparan piroksikam. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2)

Kirtida T, Shah BK, Deoghare S. 2013. A study of ulcer healing effect of vegetable plantain banana (Musa sapientum var. paradisiacal) on aspirin induced gastric ulcer in rats. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. 4(1):339˗43.

Lichtenberger LM, Romero JJ, Dial EJ. 2007. Surface phospholipids in gastric injury and protection when a selective cyclooxygenase˗2 inhibitor (Coxib) is used in combination with aspirin. Br J Pharmacol. 150:913˗19.

McCarthy. 1995. Mechanism of mucosal injury and healing: the role of non-steroidal anti-inflammatory drugs. Scand. J. Gastroenterol. 30 (Suppl. 208):24˗9.

Mescher A. 2013. Junquiera’s basic of histology: text and atlas 13th ed. Philladelphia: Mc Graw Hills Lange.

Moore KL, Dalley AF, Agur ARM. 2010. Clinical oriented anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 6:236˗40.

Muhartono, Fiana DN, Kurrahman GN. 2013. Efek perlindungan madu terhadap kerusakan lambung tikus yang diberi etanol. Medula Unila. 1(2):52˗62.


(3)

Mulyanti N, Suprapto, Jekvy H. 2008. Teknologi budidaya pisang. Bogor: Agro Inovasi.

Mycek, Mary J, Richard AH, Pamela CC. 1997. Lippincott’s illustrated reviews: pharmacology. Philadelphia: Lippincott˗Raven Publishers.

Onansanwo S. 2013. Anti ulcer and ulcer healing potentials of methanol extract of Musa Sapientum peel in laboratory rats. Pharmacognosy Res. 5(3):173˗8.

Orrenius S. 2007. Reactive oxygen species in mitochondria-mediated cell death. Drug Metab Rev 2007. 39:443˗55.

Pahwa R, Kumar V, Kohli K, 2010. Clinical manifestations, causes and management strategies of peptic ulcer disease. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research. 2(2):99˗106.

Patil AB, Jadhav AS. 2013. Flavonoids and antioxidant: a review. International Journal of Pharmaceutical and Biological Sciences Research and Development. 1(2):7˗20.


(4)

Philipson M, Johanson MEV, Henriknas J, Petersson J, Gendler SJ. 2008. The gastric mucus layers: constituents and regulation of accumulation. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 295:806˗12.

Priyanto. 2007. Toksisitas obat zat kimia dan terapi antidotum. Depok: Leskonfi.

Priyanto A. 2008. Endoskopi Gastro Intestinal. Jakarta: Salemba Medika.

Raini, Isnawati A. 2009. Penyakit peptik dan misoprostol. Jur Kefarmasian Indo. 1:105˗11.

Ramakrishnan K, Salnas RC. 2007. Peptic ulcer disease. American Family Physician. 76:1005˗12.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J Indon Med Assoc. 63:112˗6.

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku ajar patologi edisi ke˗7. Jakarta: EGC.

Russo MARC. 2006. Gastrointestinal and liver disease. Philadelphia: Saunders˗Elsevier.


(5)

Samara K. 2009. Flavonoids with gastroprotective activity. Molecules. 14:979˗1012.

Satuhu S, Supriyadi A. 2000. Pisang budidaya, pengolahan, dan prospek pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Setiorini Y. 2012. Deteksi secara imunohistokimia immunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus yang diberi bakteri asam laktat (BAL) dan enteropatogenik Escherichia coli. Journal of Scientific Repository. 3(1):44˗5.

Singhal M, Ratra P. 2013. Antioxidant activity, total flavonoid and total phenolic content of Musa acuminata peel exctracts. Global J. Pharmacol. 7(2):118˗22.

Standring BS 2008. Gray ’ s anatomy 40th edition. Philadelphia: Elsevier.

Suyono S. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balai Penerbit.

Tandel KR, Shah BK. 2012. Evaluation of gastric antiulcerogenic action of vegetable plantain banana (Musa sapientum var. Paradisiaca) in aspirin plus pylorus ligated albino rats. IJPSR. 3(11):4387˗93.


(6)

Tarigan P. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tety. 2006. Kandungan kulit pisang. www.risvank.com/reaksi bioetanol. Diakses 12 Maret 2015.

Wallace JL, Vong L. 2008. NSAID-Induced gastrointestinal damage and the design of GI-sparing NSAIDs. Br J Pharmacol. 153:100˗9.

Zinia N. 2012. Tannins, peptic ulcers and related mechanisms. International Journal of Molecular Sciences. 13:3203˗228.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

5 36 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

2 8 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

0 8 49

PENGARUH EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata) TERHADAP HEPAR TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI ASPIRIN

6 20 64

PENGARUH MADU Bee pollen TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI IBUPROFEN

1 26 69

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 96% BIJI JENGKOL (Pithecollobium Jiringa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER DAN BERAT GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 14 68

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 12 70

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

2 35 76

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 26 71