PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

(1)

muricata Linn)TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALURSprague dawleyYANG

DIINDUKSI DMBA

Oleh

ALBET SUHARYADI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

THE EFFECTS OF SOURSOP (Annona muricata linn) LEAF ETHANOL EXTRACT ON RENAL HISTOPATHOLOGICAL ANALYSIS OF DMBA

INDUCED Sprague dawley RATS (Rattus norvegicus)

By

ALBET SUHARYADI

The soursop (Annona muricata Linn) are widely used in traditional medicine. The findings of active compounds of soursop leaf are antioxidants and anti-inflammatory. This study suggest that soursop leaf extract (Annonna muricata Linn) has a protective effect against renal histopathologic damage and determine the relationship of increasing the doses of soursop leaf extract with renal damage in rats (Rattus norvegicus).

This study used a randomized controlled design, the 25 rats used were broadly divided into 5 groups and treated for 8 weeks. K1 (aquades), K2 (DMBA 75 mg/kg body weight), K3, K4 and K5 given the same dose of DMBA (75mg/Kg body weight) and soursop leaf extract with different doses (100, 200 and 400 mg /kg body weight).

The results showed a mean score of renal damage in K1: 0,16±0,83; K2: 2,44±1,09; K3: 2,24±0,83; K4: 1,96±0,83; K5: 1,48±0,54. The results of Kruskal Wallis test obtained p value=0.000. This findings indicates that there is a relation on the treatment’s effect of rat’s renal damage significantly in all groups. Post hoc Mann-Whitney test showed P<0.05 means that there are significant differences between the rat’s renal damage normal control group ( K1 ) with other groups. Results P>0.05 on Pathological Control (K2) with K3, this suggest that there is no significant difference in the group.

These results indicate that the ethanol extract of leaves of the soursop has a protective effect against renal damage of DMBA-induced Sprague dawley rats (Rattus norvegicus). Increasing doses of ethanol extract of leaves of soursop with a dose of 100, 200 and 400 mg/Kg body wight has a protective effect against rat’s renal damage.

Key words: Antioxidant, anti-inflammatory, soursop leaf (Annona muricata Linn), renal histopathological analysis.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL

TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

Oleh

ALBET SUHARYADI

Tanaman sirsak (Annona muricata Linn) banyak digunakan sebagai obat tradisioanal. Daun sirsak telah terbukti mengandung senyawa aktif yang bersifat antioksidan dan antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek protektif ekstrak daun sirsak (Annonna muricata Linn) terhadap gambaran histopatologi kerusakan ginjal dan mengetahui hubungan peningkatan dosis ekstrak daun sirsak dengan kerusakan ginjal pada tikus putih (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan rancangan acak terkontrol. 25 tikus dibagi dalam 5 kelompok dan diberi perlakuan selama 8 minggu. K1 (akuades), K2 (DMBA 75 mg/kgBB), K3, K4 dan K5 diberikan DMBA dengan dosis yang sama (75mg/KgBB) dan ekstrak daun sirsak dengan dosis berbeda (100, 200 dan 400 mg/KgBB).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata skor kerusakan ginjal pada K1: 0,16±0,83; K2: 2,44±1,09; K3: 2,24±0,83; K4: 1,96±0,83; K5: 1,48±0,54. Hasil uji Kruskal Wallis didapatkan p=0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian perlakuan terhadap gambaran kerusakan ginjal tikus secara signifikan pada semua kelompok. Uji Post Hoc Mann-Whitney didapatkan hasil P<0,05 artinya terdapat perbedaan yang signifikan kerusakan ginjal tikus antara kelompok kontrol normal (K1) dengan kelompok lainnya. Hasil P>0,05 pada Kontrol Patologis (K2) dengan K3, artinya terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada kelompok tersebut.

Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak terbukti memiliki efek protektif terhadap kerusakan ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA. Peningkatan dosis ekstrak etanol daun sirsak dengan dosis 100, 200 dan 400 mg/KgBB memiliki efek protektif terhadap kerusakan ginjal tikus putih.

Kata kunci: Antioksidan, antiinflamasi, daun sirsak (Annona muricata Linn), gambaran mikroskopis ginjal.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN...xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Teori ... 6

F. Kerangka konsep ... 9

G. Hipotesis... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirsak... 10

1. Klasifikasi Tanaman Sirsak ... 10

2. Deskripsi Tanaman Sirsak ... 10

3. Kandungan Kimia Sirsak... 12

4. Manfaat Daun Sirsak ... 17

B. Ginjal ... 20

1. Anatomi Ginjal... 20

2. Histologi Ginjal... 24


(7)

C. Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)... 30

1. Deskripsi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)... 30

2. Mekanisme Aksi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)... 30

D. Tikus Putih ... 32

1. Klasifikasi Tikus Putih ... 32

2. Jenis Tikus Putih... 33

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 35

B. Tempat dan Waktu ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 35

E. Bahan dan Alat Penelitian ... 37

1. Bahan penelitian... 37

2. Bahan kimia ... 37

3. Alat penelitian ... 38

F. Prosedur Penelitian ... 39

1. Prosedur pemberian ekstrak etanol daun sirsak ... 39

2. Prosedur pemberian dosis DMBA ... 40

3. Prosedur penelitian... 41

G. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 47

1. Identifikasi variabel ... 47

2. Definisi operasional variabel ... 47

H. Analisis Data ... 49

I. Etika penelitian ... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 52

1. Gambaran histopatologi ginjal tikus ... 52

2. Analisis histopatologi kerusakan ginjal tikus... 58


(8)

viii

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ...8

2. Kerangka konsep ...9

3. Tanaman sirsak...11

4. Penghambatan transport ATPacetogenin...16

5. Anatomi ginjal...21

6. Sirkulasi ginjal ...22

7. Korteks dan medula ginjal ...23

8. Glomerulus dan kapsula bowman ...24

9. Histologi ginjal normal manusia ...25

10. Korpuskulum renal dan tubulus renal ...26

11. Histologi tubulus distal ...27

12. Struktur kimia DMBA...30

13. Metabolit Aktif DMBA...32

14. Diagram Alur Penelitian ...46

15. Histopatologi ginjal tikus kelompok kontrol normal ...54

16. Histopatologi ginjal tikus kelompok kontrol patologis...55

17. Histopatologi ginjal tikus kelompok perlakuan satu...56


(10)

xi

19. Histopatologi ginjal tikus kelompok perlakuan tiga ...58

20. Grafik rata–rata kerusakan ginjal tikus ...61

21. Mekanisme aksi flavonoid ...72

22. Neraca analitikMetler Toledodan Tikus penelitian ...90

23. Ekstrak daun sirsak, etanol, dan spuit oral ...90

24. Daun Sirsak (Basah dan Kering)...91

25. Daun Sirsak dalam Larutan Etanol 70% ...91

26. Alat-alat untuk Melarutkan DMBA ...92

27. Menimbang DMBA ...92

28. Menuangkan Minyak Jagung dan DMBA ke Gelas Kaca ...93

29. Proses Penimbangan dan perlakuan terhadap Tikus ...93

30. Fixation dan trimming...94

31. Dehidration dan clearing...94

32. Impregnation dan embedding...94

33.Cuttingdengan mikrotom ...95

34. Water bath ...95


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kekuatan sitotoksik tanaman buah keluarga Annonaceae ...15

2. Defenisi operasional ...48

3. Rerata skor kerusakan ginjal tikus ...59

4. Rerata skor kerusakan ginjal±SD ...60

5. AnalisisSaphiro-Wilkgambaran kerusakan ginjal ...62


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Uji Statistik ... 82 2. Uji Pos Hoc Mann–Whitney ... 85 3. Alat, bahan dan proses penelitian ... 90


(13)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang terjadi pada organ ginjal beranekaragam tergantung dari penyebabnya baik lokal ataupun sistemik. Kerusakan yang terjadi bisa mengakibatkan hanya berupa peradangan, obstruksi karena terbentuknya batu di ginjal ataupun tumor ginjal yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ ginjal dalam menjalankan fungsinya atau yang sering disebut gangguan ginjal akut bahkan sampai gagal ginjal kronik (Sudoyo dkk., 2009). Kerusakan yang biasa terjadi umumnya ditandai dengan adanya gangguan ginjal atau nefrotoksisitas yang bisa menyebabkan nekrosis sel tubulus terutama pada tubulus proksimal (Sharmaet al., 2012).

Di Indonesia insidensi penyakit ginjal diperkirakan 100 per juta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. Indonesia sendiri belum memiliki sistem registrasi yang lengkap dibidang penyakit ginjal. Selain itu, mahalnya tindakan hemodialisis masih merupakan masalah besar dan di luar jangkauan sistem kesehatan. Sebagian besar pesien penyakit ginjal datang mencari pertolongan dalam keadaan terlambat dan pada stadium tidak dapat


(14)

2 pulih. Hal ini disebabkan karena penyakit ginjal pada stadium awal umumnya tidak bergejala (Pahlevi & Bachtiar, 2013).

Akhir–akhir ini masyarakat banyak melirik pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan baku tanaman herbal sebagai alternatif untuk mencegah maupun menanggulangi berbagai keluhan penyakit yang terjadi pada ginjal. Salah satu contoh tanaman tradisional yang digunakan untuk mengobati penyakit adalah tanaman sirsak (Haryati, 2005).

Tanaman sirsak (Annona muricata Linn) banyak digunakan sebagai tanaman obat, karena tanaman ini memiliki berbagai khasiat dan digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit (Flora, 2008). Secara turun temurun, sirsak telah digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk mengobati beberapa penyakit. Masyarakat di daerah Sunda (Jawa Barat) menggunakan buah sirsak yang masih muda untuk obat penurun tekanan darah tinggi. Selain itu, masyarakat di Aceh menggunakan buah sirsak sebagai obat penyakit hepatitis dan daunnya sebagai obat batuk (Mardiana & Ratnasari, 2013).

Manfaat dari tanaman sirsak tidak hanya pada daging buahnya saja, melainkan hampir semua bagian dari tanaman sirsak. Mulai dari daunnya yang telah terbukti mengobati kanker, abses, arthritis dan cacingan, hingga akarnya yang dapat dimanfaatkan untuk obat penenang. Berbagai macam kandungan yang ada pada tanaman sirsak yaitu pada daun (acetogenin, annocatalin, annohexocin, annonacin, annomuricin, annomurine, anonol,


(15)

caclourine, gentisic acid, gigantetronin, linoleic acid, dan muricapentocin), daging buah (annonaine dan asimilobine), biji sirsak (anomuricin, annonacin, anomurine, atherospermine, caclourine, cohibin, panatellin, xylomaticin, reticuline, sabadelin, solamin), kulit batang sirsak (atherospermine, murin, muricine, solamine, reticuline), akar sirsak (annocatacin, annomonicin, annomontacin, annonacin, annomuricatin, cohibin, muracin, muricetanol, muricatin) (Widyaningrum, 2011).

Annonaceous acetogenin merupakan kandungan penting dalam tanaman sirsak dan paling banyak terdapat dalam daun dan batang sirsak. Senyawa ini berperan penting sebagai antioksidan dan antiinflamasi terhadap sel–sel abnormal pada tubuh (Wahyuningsih, 2010). Penelitian pertama mengenai sifat sitotoksik acetogenin dilakukan oleh Universitas Purdue, West Lafayette, Indiana, Amerika Serikat. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil sebanyak 20 tes laboratorium menemukan bahwa daun dan batang sirsak (Annona muricata Linn)memiliki sitotoksitas terhadap sel kanker (Zuhud, 2011). Penelitian lain yang membuktikan khasiat kandungan acetogenin yakni Rieser MJ, Fang XP dan McLaughlin, peneliti di AgrEvo Research Center, Carolina Utara, Amerika Serikat, bahwa daun sirsak membunuh sel– sel kanker usus besar hingga 10.000 kali lebih kuat dibandingadriamycindan kemoterapi (Widyaningrum, 2011).


(16)

4 Selain kandungan acetogenin yang bersifat antioksidan, juga terdapat kandungan senyawa flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan dan juga antiinflamasi bernama polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon, dan flavanolol(Wientarsih dkk., 2012).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi 7,12– Dimethylbenz[α]anthracene(DMBA).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: A. Apakah pemberian ekstrak etanol daun sirsak dapat menghambat

kerusakan ginjal tikus putih galurSprague dawleyyang diinduksi DMBA? B. Apakah dengan peningkatan dosis ekstrak etanol daun sirsak dapat

menurunkan tingkat kerusakan ginjal tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA?


(17)

1.3 Tujuan Penelitian

A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak dalam menghambat kerusakan ginjal tikus putih galur Sprague dawleyyang diinduksi DMBA.

B. Mengetahui pengaruh peningkatan dosis ekstrak etanol daun sirsak terhadap tingkat kerusakan ginjal tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: A. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti. B. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek kemopreventif ekstrak etanol daun sirsak terhadap ginjal tikus putih galurSprague dawleyyang diinduksi DMBA.

C. Manfaat bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek daun sirsak terhadap ginjal.


(18)

6 D. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila)

Meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat menunjang pencapaian visi FK Unila 2025 sebagai fakultas kedokteran sepuluh terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.

E. Bagi peneliti lain

Dapat dijadikan bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa yang berkaitan dengan efek daun sirsak.

1.5 Kerangka Penelitian

1.5.1 Kerangka Teori

Annonacin acetogenin adalah salah satu kandungan dari daun sirsak yang bersifat inhibitor kompleksnikotinamida adenosine dinukleotida hidrogen (NADH)–ubiquinone oxidoreductase (kompleks I) pada sistem transpor elektron mamalia dan serangga. Apabila senyawa ini kontak atau masuk ke dalam tubuh maka akan menghalangi ikatan enzim NADH dengan sitokrom creduktase dan sitokrom kompleks sub unit I yang berada di dalam mitokondria. Hal ini akan menonaktifkan kemampuan sel untuk menghasilkan adenotrifosfat (ATP) melalui jalur oksidatif. Akhirnya memaksa sel ke apoptosis atau nekrosis (Amelia dkk., 2012).


(19)

Senyawa fenolik yang berasal dari flavonoid daun sirsak ini bersifat antiinflamasi yang poten. Salah satu mekanismenya adalah inhibisi enzim golongan eicosanoid terutama phospholipase A2 (PLA2), cyclooxygenease (COX), lipooxygenase (LOX) dan nitric oxide synthase (NOS) yang akan mengakibatkan penurunan prostaglandin dan leukotrien (Kimet al., 2004)

Pada ginjal DMBA menyebabkan nefrotoksisitas dengan adanya nekrosis pada tubulus ginjal dan proteinuria. 7,12

dimethylbenz(α)antrhacene merupakan senyawa prokarsinogen dari DMBA yang bertindak sebagai karsinogen potensial dengan menghasilkan berbagai zat metabolik reaktif yang menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan jaringan (Sharmaet al., 2012).

7,12–Dimethylbenz[α]anthracene menyebabkan terjadiya kerusakan sel epitel dan terjadi dilatasi dari tubulus ginjal. Hasil ini menunjukkan bahwa ginjal merupakan organ yang menjadi target dari toksisitas DMBA, setelah payudara, kulit dan hati. Selsel tubulus proksimal dan kapsul bowman lebih sensitif terhadap DMBA dibanding bagian dari ginjal yang lainnya. Hal ini disebabkan karena tubulus proksimal merupakan bagain utama dari ginjal yang berfungsi sebagai reabsorpsi dan transport aktif. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa DMBA juga menyebabkan peningkatan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel (Sharmaet al.,2012).


(20)

8

Keterangan:

:Menghambat : Mengakibatkan

Gambar 1. Kerangka teori induksi DMBA dan kerja Ekstrak etanol daun sirsak Acetogenin

Flavonoid Ekstrak etanol daun sirsak

(Annona muricata Linn)

prokarsinogenik

Aktivasi oleh enzim sitokrom p450

Ultimate carsinogen

Akumulasi ROS

Stress oksidatif Aktivasi NF– kB

Regulasi ekspresi gen

Memediasi inflamasi

kerusakan ginjal DMBA


(21)

1.5.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka konsep ekstrak etanol daun sirsak terhadap gambaran histopatologi ginjal.

1.6 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah

A. Pemberian ekstrak etanol daun sirsak dapat menghambat kerusakan ginjal tikus putih galurSprague dawleyyang diinduksi DMBA.

B. Pemberian perbedaan dosis ekstrak etanol daun sirsak dapat menurunkan tingkat kerusakan ginjal tikus putih galurSprague dawleyyang diinduksi DMBA.

Ekstrak etanol daun sirsak 100 mg/KgBB

Ekstrak etanol daun sirsak 200 mg/KgBB

Ekstrak etanol daun sirsak 400 mg/KgBB

Gambaran histopatologi ginjal


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirsak (Annona muricata Linn) 2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tumbuhan sirsak adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Polycarpiceae Suku : Annonaceae Marga : Annona

Jenis :Annona muricata Linn(Zuhud, 2011).

2.1.2 Deskripsi Tanaman Sirsak(Annona muricata Linn)

Sirsak (Annona muricata Linn) merupakan tanaman tropis yang buahnya memiliki aroma dan rasa khas. Daging buahnya berwarna putih susu, rasanya manis asam dan berbiji kecil. Buah ini mudah didapat, mulai dari pasar tradisional sampai supermarket. Buah sirsak pun bisa diolah menjadi berbagai macam sajian. Selain bervitamin,


(23)

sirsak juga banyak mengandung mineral dan zat fitokimia yang berkhasiat untuk kesehatan (Mardiana & Ratnasari, 2013).

Tumbuhan sirsak (Annona muricata Linn) berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini banyak tumbuh di Negara tropis seperti Angola, Brazil, Columbia, Costa Rica, Cuba, Jamaica, India, Mexico, Panama, Peru, Porto Rico, Venezuela dan Indonesia. Paling baik ditanam di daerah yang cukup berair dan ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut. Kebanyakan masyarakat menanam tanaman ini untuk diambil daging buahnya. Buah sirsak mengandung banyak karbohidrat, terutama fruktosa. Kandungan gizi lainnya adalah vitamin C, vitamin B1 dan vitamin B2 yang cukup banyak. Bijinya dapat digunakan sebagai insektisida alami (Zuhud, 2011).


(24)

12 Tanaman ini banyak tumbuh di pekarangan rumah dan di ladang– ladang sampai ketinggian tempat kira–kira 1000 m dari permukaan laut. Sirsak di berbagai daerah Indonesia dikenal sebagai nangka sebrang, nangka landa (Jawa), nangka walanda, sirsak (Sunda), nangka buris (Madura), srikaya jawa (Bali), deureuyan belanda (Aceh), durio ulondro (Nias), durian betawi (Minangkabau), serta jambu landa (Lampung). Penyebutan "belanda" dan variasinya menunjukkan bahwa sirsak (bahasa Belanda: zuurzak, berarti "kantung asam") didatangkan oleh pemerintah kolonial Hindia–Belanda ke Nusantara, yaitu pada abad ke–19, meskipun bukan berasal dari Eropa (Sunarjono, 2005).

Sirsak juga memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai buah yang syarat dengan gizi dan merupakan bahan obat tradisional yang memiliki multi khasiat. Dalam industri makanan, sirsak dapat diolah menjadi selai buah dan sari buah, sirup dan dodol sirsak (Jannah, 2010).

2.1.3 Kandungan Kimia Sirsak

Banyak sekali kandungan senyawa bioaktif fitokimia yang ditemukan dalam tanaman sirsak mulai dari daun, biji, kulit batang, akar, hingga bunganya. Kandungan penting yang terdapat dalam tanaman sirsak dapat dilihat pada uraian dibawah ini:


(25)

a) Daun sirsak

Pada daun mengandung acetogenin, annocatalin, annohexocin, annonacin, annomuricin, annomurine, anonol, caclourine, gentisic acid, gigantetronin, linoleic acid, dan muricapentocin. Secara tradisional daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk mencegah dan mengobati abses, arthritis, asma, asthenia, batuk, borok, bronkitis, cacingan, demam, diabetes, disentri, diuretik, gangguan empedu, gangguan hati, obat penenang, tumor.

b) Bunga sirsak

Dibeberapa negara, bunga sirsak juga digunakan sebagai obat bronkitis dan batuk.

c) Buah sirsak

Buah sirsak selain memiliki kandungan gizi yang tinggi, ternyata memiliki kandunganannonainedanasimilobine. Buah sirsak dapat dimanfaatkan untuk obat diare, maag, disentri, demam, flu dan menjaga stamina serta pelancar asi.

d) Biji sirsak

Biji sirsak mengandung anomuricin, annonacin, anomurine, atherospermine, caclourine, cohibin, panatellin, xylomaticin, reticuline, sabadelin, solamin. Biji sirsak biasa digunakan untuk mencegah dan mengobati astringent, karminatif, penyebab muntah, mengobati kepala berkutu dan parasit kulit, obat cacing.


(26)

14 e) Kulit batang sirsak

Kulit batang sirsak mengandungatherospermine, murin, muricine, solamine, reticuline. Kulit batang sirsak biasa digunakan pada pengobatan asma, batuk, hipertensi, obat parasit, obat penenang dan kejang.

f) Akar sirsak

Akar sirsak mengandung annocatacin, annomonicin, annomontacin, annonacin, annomuricatin, cohibin, muracin, muricetanol, muricatin. Akar sirsak biasa digunakan untuk obat diabetes (khusus kulit akarnya), kejang dan obat penenang (Widyaningrum, 2011).

Kandungan dari tanaman sirsak yang penting dalam pengobatan kanker yaitu acetogenin. Kandungan ini banyak terdapat dalam daun sirsak. Acetogenin adalah senyawa poliketida dengan struktur C–34 atau C–37 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 2– propanol pada C–2 untuk membentuk suatu lakton. Senyawa ini memiliki 350 senyawa turunan yang ditemukan pada keluarga Annonaceae dan sebanyak 82 di antaranya ada di dalam sirsak. Acetogenin telah terbukti sebagai senyawa sitotoksik terbesar dalam membunuh sel kanker. Bahkan, annonaceous acetogenin sering disebut sebgai inhibitor I atau penghambat pertumbuhan sel kanker paling kuat (Zuhud, 2011).


(27)

Kekuatan sitotoksik (LC50) pada suatu bahan dihitung dalam satuan µg/ml. Kemampuan sitotoksik diartikan sebagai kemampuan menghambat pengangkutan ATP di dalam sel kanker. Sehingga sel kanker tidak mendapat sumber energi yang cukup untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga akan mati. Berikut merupakan data mengenai nilai kekuatan sitotoksik beberapa tanaman buah keluarga annonaceae.

Tabel 1. Kekuatan sitotoksik dari beberapa tanaman buah keluarga Annonaceae (Zuhud, 2011).

Nama Spesies Bagian Pohon Sitotoksisitas (LC50 µg/ml)

Annona muricata Daun 7,8 ±0,3

Desmopsis panamensis Daun 111,0±7,3

Pseudimalniea boyacana Batang 196,0±9,8

Rollinia exsucca Batang 39,0±2,0

Rollinia pittieri Daun 170,2±7,0

Rollinia pittieri Daun 56,5±2,1

Rollinia pittieri Daun 81,5±2,1

Rollinia pittieri Batang 14,5±1,3

Rollinia pittieri Batang 115,5±6,7

Xylopia aromatic Daun 100,0±6,4

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kandungan ekstrak daun sirsak memiliki aktivitas sitotoksik terbesar dan paling kuat. Nilai LC50 pada daun sirsak yang rendah menunjukkan kekuatan sitotoksik acetogenin yang tinggi sudah tidak diragukan lagi dalam menyerap radikal bebas di dalam tubuh dengan cepat. Karena itu, acetogenin sangat berkhasiat sebagai racun yang menghambat pertumbuhan sel abnormal penyebab berbagai penyakit (Osorioet al., 2007).


(28)

16 Peneliti Indonesia, Profesor Soelaksono Sastrodihardjo PhD dari Sekolah dan Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung telah membuktikan khasiat daun sirsak. Jerry McLaughlin dari Purdue University, Amerika Serikat juga telah membuktikan acetogenin menghambat ATP (adenosin trifosfat) didalam sel kanker. ATP adalah sumber energi di dalam tubuh dan sel kanker membutuhkan banyak ATP. Acetogenin yang ikut masuk kedalam tubuh akan menempel pada reseptor dinding sel dan berfungsi merusak ATP didalam mitokondria. Akibatnya, produksi energi didalam sel kanker akan terhenti dan akhirnya sel kanker pun akan mati. Mitokondria adalah organ sel penghasil energi berupa ATP yang banyak digunakan sel kanker untuk berkembang baik (Osorioet al., 2007).

Gambar 4. Penghambatan transport ATP terhadap sel kanker oleh acetogenindi mitokondria (Zuhud, 2011).


(29)

Selain acetogenin kandungan kimia sirsak lain yang berperan penting untuk obat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa bahan alam dari golongan fenolik (Sjahid, 2008).

Manfaat flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan dan antiinflamasi sehingga sangat baik digunakan untuk pencegahan kerusakan sel, melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan antibiotik. Dalam kebanyakan kasus, flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi organisme seperti bakteri atau virus (Subroto & Saputro, 2006).

2.1.4 Manfaat Daun Sirsak

Ada beberapa manfaat daun sirsak yang sering digunakan untuk obat tradisional

1) Sebagai Antikanker

Pada tahun 1976, Jerry L McLaughlin dari Sekolah Farmasi Purdue University, Indiana, Amerika Serikat bersama dengan salah satu rekannya, Prof. Soelaksono Sastrodihardjo, PhD., peneliti dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung


(30)

18 melakukan penelitian khasiat daun sirsak. Hasil penelitian tersebut menemukan beberapa senyawa aktif yang termasuk ke dalamannonaceous acetogenin. Beberapa senyawa turunan acetogenin yang ditemukan adalah acetogeninmuricatocins A, muricatocins B, annonacin A, transisoannonacin, annonacin10one dan muricatocin. Senyawa–senyawa aktif tersebut ditemukan di dalam daun dan batang sirsak yang ternyata mampu membunuh beragam sel kanker (Zuhud, 2011).

Cisannonacin, salah satu senyawa acetogenin dalam daun sirsak bersifat selektif mematikan sel–sel kanker usus besar dan memiliki kekuatan 10.000 kali lebih besar dibandingkan dengan adriamycin dan kemoterapi (Widyaningrum, 2011).

Total sintesis murisolin menununjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel–sel tumor manusia sebesar 105–106 kali lebih kuat dibandingkan dengan adrimycin. Sama halnya dengan sel kanker, senyawa annonaceous acetogenin juga memiliki sifat sitotoksik hanya pada sel tumor, sedangkan sel normal akan dibiarkan tetap hidup. Murisolin adalah salah satu senyawa acetogenin (Kojima, 2004).

2) Sebagai Antiinflamasi

Inflamasi atau peradangan merupakan respon perlindungan yang dilakukan oleh sel darah putih dan senyawa kimia lain di dalam


(31)

tubuh terhadap serangan virus dan bakteri akibat cedera atau kerusakan jaringan. Sejak berabad–abad yang lalu, daun sirsak telah dimanfaatkan oleh suku asli Peru untuk mengobati inflamasi dengan cara diminum seperti teh. Hasil penelitian di Brazil pada tahun 2010 menyebutkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak memiliki aktivitas anti–inflamasi pada hewan percobaan (Zuhud, 2011).

3) Sebagai Antivirus

Para peneliti di Universitas Purdue, Amerika Serikat, pada tahun 1997 menyatakan bahwa NADH dehidrogenase di dalam ekstrak daun sirsak sebagai penghambat inveksi virus HIV. NADH dehidrogenase adalah enzim di dalam protein yang terikat oleh membrane dari sistem transport electron mitokondria. Selain itu, hasil penelitian yang tercantum dalam review Laporan Ilmiah Skaggs tahun 1997 sampai 1998 menyatakan annonaceous acetogenin terutama yang berdekatan dengan cincin bistetrahidrofuran (THF) berperan sebagai sitotoksik terhadap aktivitas virus malaria dan imunospresif (Zuhud, 2011).

4) Sebagai Antibakteri

Senyawa acetogenin dan beberapa alkaloid murisolin, cauxine, couclamine, stepharine dan reticulin di dalam daun sirsak mampu bertindak sebagai antibakteri. Kandungan fitokimia annonaceous


(32)

20 acetogenin pada ekstrak daun sirsak merupakan agen aktif antibakteri. Khasiat daun sirsak mampu mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, seperti diare, bisul, infeksi saluran kemih dan ISPA (Takashiet al.,2006).

5) Sebagai Penurun Tekanan Darah

Beberapa studi yang dilakukan oleh para peneliti yang berbeda terhadap tikus dengan tekanan darah tinggi pada tahun 1941 dan 1962 menunjukkan hasil bahwa daun dan kulit batang sirsak bermanfaat sebagai penurun tekanan darah, vasodilator (pelebaran pembuluh darah), relaksan otot polos dan kegiatan cardiodepressant(menekan aktivitas jantung) (Zuhud, 2011).

2.2 Ginjal

2.2.1 Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan dua organ berwarna coklat kemerahan yang terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, masing–masing dikanan dan kiri columna vertebralis (Snell, 2006). Kedua ginjal terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masing–masing disisi kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dari pada ginjal kiri karena besarnya lobus hati kanan (Moore & Anne, 2012). Pada struktur luar


(33)

ginjal terdapat kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur bagian dalam yang rapuh (Guyton & Hall, 2008).

Pada tepi medial masing–masing ginjal yang cekung terdapat celah vertikal yang dikenal sebagai hilum renale yaitu tempat arteri renalis masuk dan vena renalis serta pelvis renalis keluar (Moore & Anne, 2012).

Gambar 5. Anatomi ginjal manusia (Netter, 2006)

Bila ginjal dibagi dua dari atas kebawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla dibagian dalam (Guyton & Hall, 2008). Setiap ginjal terdiri dari 1–4 juta nefron yang


(34)

22 merupakan satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas korpuskulum renal, tubulus kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal (Junqueira & Carneriro, 2007).

Gambar 6. Sirkulasi ginjal (Mayeux & Crow, 2012)

Setiap korpuskulum renal terdiri atas seberkas kapiler yaitu glomelurus yang dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman. Lapisan dalam kapsula ini (lapisan viseralis) meliputi glomerulus, sedangkan lapisan luar yang membentuk batas korpuskulum renal disebut lapisan parietal. Diantara kedua lapisan kapsula bowman terdapat ruang urinarius yang menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan viseral (Junqueira & Carneriro, 2007).


(35)

Gambar 7. korteks dan medula (Despopoulos, 2009)

Tubulus renal yang berawal pada korpuskulum renal adalah tubulus kontortus proksimal, tubulus ini terletak pada korteks yang kemudian turun kedalam medula dan menjadi ansa henle. Ansa henle terdiri atas segmen desenden tebal tubulus kontortus proksimal, segmen asenden dan desenden tipis dan segmen tebal tubulus kontortus distal (Eroschenko, 2010).

Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang letaknya setinggi diskus intervertebralis vertebra lumbal 1 dan vertebra lumbal 2 (Moore & Anne, 2012). Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan


(36)

24 kemudian bercabang–cabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis dan arteiol aferen yang menuju kekapiler glomelurus (Guyton & Hall, 2008).

Gambar 8. Glomerulus dan kapsula bowman (Despopoulos, 2009)

Sistem vena pada ginjal berjalan pararel dengan sistem arteriol dan membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris dan vena renalis (Guyton & Hall, 2008). Sedangkan persarafannya berasal dari pleksus renalis dari serabut simpatis dan parasimpatis (Moore & Anne, 2012).

2.2.2 Histologi Ginjal

Satuan fungsi ginjal adalah tubuli urineferus yang terdiri atas nefron dan duktus koligentes yang menampung curahan nefron, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dibagian korteks setiap ginjal


(37)

terdapat jutaan nefron. Nefron ini terdiri atas dua komponen, yaitu korpuskulum renal dan tubuli distal (tubulus kontortus proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal dan tubulus koligentes) (Eroschenko, 2010).

Gambar 9. Histologi ginjal normal manusia (Slomianka, 2009).

Berikut karakteristik masing–masing bagian ginjal a. Korpuskulum renal

Korpuskulum renal bergaris tengah kira–kira 200 µm dan terdiri atas seberkas kapiler yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman (Junqueira & Carneriro, 2007).

b. Tubulus kontortus proksimal

Tubulus kontortus proksimal dilapisi oleh sel–sel selapis kuboid atau silindris. Sel–sel ini memiliki sitoplasma asidofilik yang


(38)

26 disebabkan oleh adanya mitokondria panjang dalam jumlah besar, apeks sel memiliki banyak mikrovili dengan panjang kira–kira 1 µm yang membentuk suatu brush border (Junqueira & Carneriro, 2007).

c. Lengkung henle

Lengkung henle merupakan struktur yang berbentuk lengkungan yang terdiri atas ruas tebal desenden, ruas tipis desenden, ruas tipis asenden dan ruas tebal asenden. Lumen ruas nefron ini lebar karena dindingnya terdiri atas sel epitel gepeng yang intinya hanya sedikit menonjol kedalam lumen (Junqueira & Carneriro, 2007).

Gambar 10. Korpuskulum renal dan tubulus renal (Slomianka, 2009)

d. Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal merupakan bagian terakhir dari nefron yang dilapisi oleh sel epitel selapis kuboid. Sel–sel tubulus distal lebih gepeng dan lebih kecil dibandingkan dengan tubulus


(39)

proksimal, maka tampak lebih banyak sel dan inti pada tubulus distal (Junqueira & Carneriro, 2007).

Gambar 11. Histologi tubulus distal (Slomianka, 2009)

e. Tubulus koligentes

Tubulus koligentes dilapisi epitel sel kuboid dan bergaris tengah lebih kurang 40 µm, sewaktu tubulus masuk lebih dalam kedalam medula, sel–selnya meninggi sampai menjadi sampai menjadi sel silindris (Junqueira & Carneriro, 2007).

2.2.3 Fisiologi Ginjal

Ginjal memiliki berbagai fungsi antara lain, ekskresi produk sisa metabolisme dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh, pengaturan keseimbangan asam dan basa, sekresi dan ekskresi hormon dan glukoneogenesis (Guyton & Hall, 2008).


(40)

28 Price & Wilson (2006) menjelaskan fungsi utama ginjal sebagai fungsi ekskresi dan non ekskresi.

a) Fungsi Eksresi:

o Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan mengubah ekresi air.

o Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah ekresi natrium.

o Mempertahankan konsentrasi plasma masing–masing elektrolit individu dalam rentang normal.

o Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.

o Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin).

o Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat. b) Fungsi non eksresi:

o Menyintesis dan mengaktifkan hormon.

o Renin: penting dalam pengaturan tekanan darah.

o Eritropoitin: merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.

o 1,25–dihidroksi vitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat.


(41)

o Prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator bekerja secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

o Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH dan hormon gastrointestinal. Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin.

Ginjal adalah organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk–produk ini meliputi urea (dari sisa metabolisme asam amino), kreatin asam urat (dari asam nukleat), produk akhir dari pemecahan hemoglobin (bilirubin). Ginjal tersusun dari beberapa juta unit fungsional (nefron) yang akan melakukan ultrafiltrasi terkait dengan ekskresi (pembentukan urin) dan reabsorpsi (Guyton & Hall, 2008)

Ultrafiltrat hasil dari ultrafiltrasi dialirkan ketubulus proksimal untuk direabsorpsi melalui brush border dengan mengambil bahan–bahan yang dibutuhkan tubuh seperti gula, asam–asam amino, vitamin dan sebagainya. Sisa–sisa buangan yang tidak diperlukan disalurkan kesaluran penampung (collecting tubulus) dan diekskresikan sebagai urin. Fungsi ini dilakukan dengan filtrasi darah plasma melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi disepanjang tubulus ginjal (Soeksmanto, 2006).


(42)

30

2.3

Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)

2.3.1 Deskripsi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)

DMBA termasuk senyawa karsinogen golongan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), merupakan polutan lingkungan dan produk pirolisis dari minyak dan material biologi, dihasilkan oleh asap rokok, asap kendaraan dan pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar batubara dan minyak bumi (Sharma et al., 2012). Struktur kimia DMBA memiliki 4 cincin aromatik yang berikatan, khas struktur PAH dengan tiga atau lebih cincin aromatik dan 2 substituen metal (Motoyama, 2008).

Gambar 12. Struktur kimia DMBA (Sigma, 2007)

2.3.2 Mekanisme Aksi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)

7,12dimethylbenz(α)anthracene (DMBA), merupakan polutan lingkungan yang berasal dari pembakaran incomplete bahan bakar fosil, dalam proses metabolismenya, DMBA menghasilkan


(43)

karsinogen, dihydrodiol epoxide (DMBA–DE), yang dapat menginduksi kerusakan DNA dan produksi berlebih Reactive Oxigen Species(ROS) yang juga dapat merusak DNA (Ramadhiani, 2011)

DMBA terbukti dapat menginduksi produksi reactive oxygen species (ROS) yang mengakibatkan peroksidasi lipid, kerusakan DNA, dan deplesi dari sel sistem pertahanan antioksidan (Kasoloet al., 2010).

Perubahan–perubahan tersebut akan menyebabkan mutasi gen yang dapat menginisiasi sel–sel kanker. Mutasi gen dapat menyebabkan disfungsi pada tahap–tahap yang berbeda pada jalur sinyal the tumor necrosis factor–related apoptosis–inducing ligand (TRAIL) dalam menginduksi apoptosis, diantaranya supresi dari ekspresi DR (Death Receptor) dan ekspresi berlebihan dari c–FLIP (inhibitor dari caspase–8) sehingga caspase–8 tidak dapat teraktivasi dan sel–sel kanker tersebut dapat terhindar dari apoptosis (Zhang & Fang, 2005)

Jalur metabolisme DMBA melalui aktivasi enzim sitokrom p–450 menjadi intermediate reaktif yang dapat merusak DNA, yaitu terbentuknya epoksida dihidrodiol dan kation radikal. Epoksida dihidrodiol akan mengikat gugus amino ekosiklik purin DNA secara kovalen menjadi bentuk adduct stabil, sedangkan kation radikal akan mengikat N7 atau C8 purin menjadi bentuk adduct tak stabil yaitu depurinisasi menjadi tempat yang kehilangan apurinik pada DNA (Hamid & Meiyanto, 2009).


(44)

32

Gambar 13. Metabolit Aktif DMBA (Smith, 2006)

Senyawa epoxide tersebut nantinya akan berikatan secara kovalen dengan gugus amino eksosiklik deoksiadenosin (dA) atau deoksiguanosin (dG) pada DNA. Interaksi ini (DNA adduct) dapat menginduksi mutasi pada gen–gen penting sehingga menyebabkan iniasi kanker (Hakkaket al.,2005)

2.4 Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley

2.4.1 Klasifikasi

Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut: Kingdom :Animalia

Filum :Chordata Kelas :Mamalia


(45)

Ordo :Rodentai Subordo :Odontoceti Familia :Muridae Genus :Rattus

Spesies :Rattus norvegicus(Setiorini, 2012)

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan ekskresi menyerupai manusia. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galurSprague Dawleyberumur kurang lebih 3 bulan (Kesenja, 2005).

2.4.2 Jenis Tikus Putih

Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague dawley, wistar dan galur long evans. Tikus galur Sprague dawley memiliki ciri–ciri albino putih, berkepala kecil dengan ekor yang lebih panjang daripada badannya. Tikus galur Wistar memiliki ciri–ciri bentuk kepala lebih besar dengan ekor yang lebih pendek sedangkan galur Long evansmemiliki ciri badan berukuran lebih kecil dari tikus putih, berwarna hitam pada


(46)

34 bagian kepala dan tubuh bagian depan. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley merupakan tikus yang paling sering digunakan untuk percobaan. Tikus ini memiliki temperamen yang tenang sehingga mudah dalam penanganan. Rerata ukuran berat badan tikus galur Sprague Dawley adalah 10.5 gram. Berat badan dewasa adalah 250–300 gram untuk betina dan 450–520 gram untuk jantan. Tikus ini jarang hidup lebih dari 3 tahun (Putra, 2009).

Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki beberapa sifat yang menguntungkan seperti cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar daripada mencit. Keuntungan utama tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya (Isroi, 2010).


(47)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only control group design. Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 10–16 minggu yang dipilih secara acak dan dibagi menjadi 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk mengetahui gambaran mikroskopis ginjal. Waktu penelitian selama bulan Agustus–September 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 10–16 minggu yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor


(48)

36 yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali (n=5), sesuai dengan rumus Frederer. Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah:

(n-1)(t-1)≥15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(n-1)(5-1)≥15 (n-1)4≥15 (n-1)≥3,75

n≥4,75

Jadi sampel yang akan digunakan adalah berdasarkan perhitungan, yaitu sejumlah 5 ekor tikus pada masing-masing kelompok percobaan dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok, sehingga untuk satu tanaman herbal menggunakan 25 ekor tikus putih.

Kriteria inklusi:

1. Sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak, dan bergerak aktif);

2. Memiliki berat badan sekitar 100__200 gram; 3. Berusia sekitar 10__16 minggu (dewasa).


(49)

Kriteria eksklusi:

1. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital);

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi dilaboratorium;

3. Mati selama masa pemberian perlakuan.

3.4 Bahan dan Alat Penelitian 3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan ada dua yaitu DMBA dengan dosis 15 mg/200gBB, kemudian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis 100 mg/KgBB, 200 mg/KgBB dan 400 mg/KgBB.

3.4.2 Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan metodeparaffin meliputi: larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol, pewarna Hematoksilin dan Eosin dan entelan.


(50)

38

3.4.3 Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk menimbang berat tikus;

2) spuit oral1 cc, 3 cc dan 5 cc; 3) minor set;

4) kapas dan alkohol;

5) object glass dan deck glass; 6) tissue cassette;

7) rotarymicrotome; 8) oven dan water bath; 9) platening table;

10) autochnicom processor; 11) staining jardanstaining rak; 12) kertas saring;


(51)

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Prosedur Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn)

3.5.1.1 Metode Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirsak

Daun sirsak yang telah dipetik, dicuci terlebih dahulu dengan bilasan air dan dikeringkan selama 10 hari pada suhu ruangan namun tidak terkena cahaya matahari langsung hingga daun mengering. Daun sirsak yang telah kering kemudian diblender sampai halus. Kemudian daun sirsak yang telah diblender halus ditimbang sebanyak 20 gram. Daun yang telah ditimbang, kemudian dimaserasi atau direndam dalam larutan etanol 70% sebanyak 450 mL selama 24 jam. Hasil ekstraksi/maserasi kemudian disaring menggunakan kertas saring Whattman hingga tidak tersisa residu atau padatan. Setelah itu hasil filtrasi diuapkan pelarutnya hingga didapatkan fraksi yang kental menggunakanrotary evaporator (Wijaya, 2012).

3.5.1.2 Prosedur Pemberian Dosis Ekstrak Etanol Daun Sirsak

Dosis pertengahan yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasar pada penelitian yang dilakukan oleh Vianandra (2011) adalah 200 mg/kgBB. Dosis pertama ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) diambil dari setengah dosis pertengahan tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari


(52)

40 hasil pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil pengalian 4x dari dosis pertama atau 2x dari dosis kedua. a. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok 3

100 mg/kgBB x 0,2 kg (berat badan tikus)= 20 mg b. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok 4

200 mg/kgBB x 0,2 kg (berat badan tikus)= 40 mg c. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok 5

400 mg/kgBB x 0,2 kg (berat badan tikus)= 80 mg

Volume ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata) diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 3–5 ml. Jika volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006).

3.5.2 Prosedur Pemberian Dosis DMBA

Dosis DMBA yang diberikan adalah 75 mg/kgBB selama 2 kali pemberian dengan jangka waktu 1 minggu secara intraperitoneal. Cara menghitung dosis DMBA adalah sebagai berikut: misalkan berat badan tikus adalah 200 g, dosis DMBA yang akan diberikan adalah 75 mg/kgBB dan volume maksimal DMBA yang dapat dipajankan pada tikus adalah 1 ml, maka jumlah DMBA yang dibutuhkan adalah


(53)

Konsentrasi DMBA=Dosis x Berat Badan/volume pajanan=0,075 mg/gBBx200 g /1 ml=15 mg/ml. Maka DMBA yang dibutuhkan untuk membuat 1 ml larutan DMBA dengan dosis 75 mg/kgBB adalah 15 mg.

3.5.3 Prosedur Penelitian

Tikus yang akan dijadikan sampel, dibagi ke dalam 5 kelompok, dimana setiap kelompok berisi 5 ekor tikus. Setiap kelompok kemudian diberi perlakuan sebagai berikut:

a. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol negatif dengan perlakuan pemberian aquadest dan makanan pelet, satu kali sehari selama 8 minggu.

b. Kelompok 2 merupakan kelompok kontrol positif dengan perlakuan DMBA, yang dibuat model kanker ginjal dengan pemberian DMBA dalam minyak zaitun dosis 75 mg/kgBB secara intraperitoneal sebanyak dua kali dengan jarak 1 minggu.

c. Kelompok 3 merupakan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis pemberian 100 mg/kg berat badan selama 4 minggu setelah pemberian DMBA.

d. Kelompok 4 merupakan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis


(54)

42 pemberian 200 mg/kg berat badan selama 4 minggu setelah pemberian DMBA.

e. Kelompok 5 merupakan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak dan sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis pemberian 400 mg/kg berat badan selama 4 minggu setelah pemberian DMBA.

Setelah pemberian DMBA yang terakhir, semua tikus diberi pakan kontrol saja hingga akhir pengamatan atau selama 4 minggu. Setelah itu, tikus pada kelompok 3, 4 dan 5 diberi ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn)sesuai dosis yang dilarutkan dengan aquadest setiap pagi selama 4 minggu. Sementara kelompok kontrol negatif (kelompok 1) maupun kontrol positif (kelompok 2) hanya diberi pakan kontrol dan aquadest.

Setelah minggu ke–9, pengamatan dihentikan kemudian tikus dibius dengan kloroform dan dilakukan pembedahan. Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat hsitopatologi ginjal dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).

Cara pembuatan sediaan histopatologi yang dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Lampung adalah sebagai berikut:

1) Fixation

Spesimen berupa potongan organ ginjal yang telah dipotong secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10%


(55)

selama 24 jam, kemudian potongan dicuci dengan air mengalir sebanyak 3–5 kali.

2) Trimming

Potongan organ yang terfiksasi dikecilkan hingga ukuran ±3 mm. 3) Dehidrasi

Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat di dalam jaringan. Potongan organ ginjal berturut-turut direndam dalam alkohol 70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam (2 kali), alkohol absolut selama 1 jam (3 kali).

4) Clearing

Clearingbertujuan untuk membersihkan sisa alkohol yang terdapat dalam jaringan. Clearing dilakukan dengan memasukan jaringan kedalam larutan xylolI dan II, masing-masing selama 1 jam. 5) Impregnasi

Dilakukan menggunakanparaffinselama 1 jam dalam oven 65oC. 6) Embedding

Sisa paraffin yang ada pada base mole dibersihkan dengan memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas. Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas 58oC. Kemudian paraffin cair dituangkan ke dalam base mole. Jaringan yang telah diimpreg dipindahkan satu persatu dari tissue cassette ke dasar base mole dengan mengatur jarak yang satu


(56)

44 dengan yang lainnya. Biarkan membeku kemudian lepaskan tissue cassette dari base mole. Blok parafin telah siap dipotong dengan mikrotom.

7) Cutting

Sebelum dipotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4–5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakan rotary microtome dengan disposable knife. Kemudian dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air dan dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yan lain ditarik menggunakan kuas runcing. Lembaran jaringan dipindahkan ke dalamwater bathpada suhu 60oC selama beberapa detik sampai mengembang sempurna. Dengan gerakan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37oC) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

8) Staining(pewarnaan) denganHarris Hematoxylin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia. Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xylol I, II, III masing-masing selama 5 menit. Kedua, zat kimia yang


(57)

digunakan Alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga aquadest selama 1 menit. Keempat, potongan organ di masukkan dalam zat warnaHarris Hematoxylin selama 20 menit. Kemudian memasukkan potongan organ dalam Eosin selama 2 menit. Secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, Alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV masing-masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalamxylolIV dan V masing-masing 5 menit.

9) Mountingdengan entelan dan tutup dengandeck glass

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.

10) Membacaslidedengan mikroskop

Slide diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40X dengan 5 lapangan pandang.


(58)

46 Timbang berat badan tikus

K1 K2 K3 K4 K5

Tikus diadaptasi selama 3 hari

I.P I.P I.P I.P

DMBA 75mg/KgBB DMBA 75mg/KgBB DMBA 75mg/KgBB DMBA 75mg/KgBB

Cekok Cekok Cekok Cekok Cekok

Aquadest Aquadest DS 100 mg/KgBB DS 200 mg/KgBB DS 400 mg/KgBB 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari

Tikus di narkosis dengan kloroform

Lakukan laparotomi lalu ginjal tikus di ambil

Sampel ginjal difiksasi dengan formalin 10%

Sample ginjal dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan histopatologi

Pengamatan sediaan histopatologi dengan mikroskop Interpretasi hasil pengamatan

Gambar 14. Diagram Alur Penelitian.

Pemberian ekstrak etanol daun sirsak (DS) hingga minggu ke 8 DMBA 1x/minggu selama 2 minggu


(59)

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.6.1. Identifikasi Variabel

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: a. Variabel Independen

Variabel independen adalah Dosis ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) 100 mg/KgBB, 200 mg/KgBB dan 400 mg/KgBB.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah gambaran histopatologi ginjal tikus.

3.6.2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut


(60)

48 Tabel 2. Definisi Operasional.

Variabel Definisi Skala

Dosis ekstrak etanol daun sirsak

Dosis efektif tengah ekstrak etanol daun sirsak adalah 200 mg/KgBB.

• Kelompok I (kontrol negatif )=pemberian aquadest

• Kelompok II (kontrol positif)=pemberian DMBA 75 mg/KgBB

• Kelompok III (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun sirsak 100 mg/KgBB +DMBA 75 mg/KgBB.

• Kelompok IV (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun sirsak 200 mg/KgBB +DMBA 75 mg/KgBB

• Kelompok V (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun sirsak 400 mg/KgBB +DMBA 75 mg/KgBB.

Numerik

Gambaran histopatologi ginjal tikus

Gambaran kerusakan ginjal tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x pada 10 lapang pandang, kerusakan ginjal ditandai dengan adanya proliferasi sel, pembengkakan sel, dilatasi pembuluh darah, perdarahan. kerusakan tiap lapangan pandang dijumlahkan dan dirata-ratakan.

0=Sel dalam batas normal tampak sel berbentuk poligonal, sitoplasma berwarna merah homogen, dinding sel berbatas tegas

1=Sel mengalami proliferasi, kerusakan epitel tubulus.

2=Sel mengalami proliferasi dan dilatasi tubulus, 3=Sel mengalami proliferasi, dilatasi tubulus, edema sitoplasma dan perdarahan.


(61)

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi di bawah mikroskop diuji analisis statistik menggunakan software statistik. langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Uji normalitas Data (p>0,05)

Pengujian normalitas data menggunakan Shapiro Wilk test untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil uji normalitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik bila data tidak berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas data (p>0,05)

Pengujian homogenitas data menggunakan uji Levene’s untuk mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data homogen atau non parametrik bila data tidak homogen.

3. Uji parametrik (One-Way ANOVA)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV dan kelompok V.

4. Uji non-parametrik (Kruskal Wallis)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV, kelompok V dan merupakan uji alternatif dari One-Way ANOVA.


(62)

50 5. AnalisisPost Hoc

Bila pada ujiOne-Way ANOVAmenghasilkan nilai p<0,05. 6. UjiMann-Whitney Test

Bila pada uji Kruskal Wallismenghasilkan nilai p<0,05 atau sebagai uji non-parametrik uji T tidak berpasangan.

3.8 Etika Penelitian

Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik antara lain megikuti prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction,danrefinement(Ridwan, 2013).Replacementadalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Dalam hal ini, peneliti tetap menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur Spargue Dawleydan tidak digantikan dengan hewan coba lainnya. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Refinementadalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsiprefinementberarti membebaskan hewan coba dari beberapa


(63)

kondisi. Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan komposisi nutrisi untuk kesehatannya. Kedua, hewan percobaan bebas dari ketidak-nyamanan, disajikan lingkungan yang bersih dan paling sesuai dengan biologi hewan percobaan yang dipilih, dengan perhatian terhadap: siklus cahaya, suhu, kelembaban lingkungan dan fasilitas fisik seperti ukuran kandang untuk kebebasan bergerak, kebiasaan hewan untuk mengelompok atau menyendiri.


(64)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Ada pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak terhadap kerusakan ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

2. Ada pengaruh pemberian peningkatan dosis ekstrak etanol daun sirsak terhadap kerusakan ginjal tikus putih (Rattus norvegicus)galurSprague dawleyyang diinduksi DMBA.

5.2 Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan efektivitas pada ekstrak daun sirsak.

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat aktif dalam daun sirsak sebagai fitofarmaka.

3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut terkait dosis teurapeutik daun sirsak dengan meminimalkan efek samping yang mungkin timbul.


(65)

4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu lebih lama terkait pemberian ekstrak daun sirsak terhadap gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi dengan DMBA.

5. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek daun sirsak pada organ lain selain ginjal.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Amelia F, Ellsya A, Kurnianto W, Galih NA. 2012. Tablet salut enterik ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai anti kanker kolon yang potensial. Scientific Journal of Indonesian Pharmateucal Students. 1(1):51– 60.

Despopoulos A. 2009. Color atlas of physiology, 6th ed. Germany: Thieme, pp.148–9 .

Diliwiyani S, Sarmoko, Ekowati H. 2012. Anticarcinogenesis effect of nigella sativaon 7,12 dimethylbenz [a] antracene induced rats cardiac cell proliferation. Scientific Journal of Indonesian Pharmateucal Students. 1(1):1–9.

Eroschenko VP. 2010. Atlas histologi difiore, edisi ke–11. Jakarta: EGC, hlm. 371.

Flora E. 2008. Tanaman obat Indonesia untuk pengobatan. http://www. indonesian-herbal.blogspot.com/2008/11/tanaman-obat-indonesia-untuk-pengobatan.html. [1 Mei 2011].

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi ke–6. Jakarta: EGC, hlm. 324–32.

Hakkak R, Holley AW, MacLeod S, Simpson P, Fuchs G, Jo CH, Kieber-Emmons T, Korourian S. 2005. Obesity promotes 7,12-dimethylbenz(a)anthracene-induced mammary tumor development in female zucker rats. Breast Canc Res. 4(7): 627–33.

Hamid S, Meiyanto E. 2009. Modulasi cyp1a1 dan gst serta ekspresi p53 dan ras setelah induksi 7,12-dimethyl benz(a)antrasen (dmba) dan pemberian anti karsinogenesis gynura procumbens dan curcuma zedoaria pada tikus galur sprague dawley. J Penelit Med Eksakta. 8(3): 168–77

Haryati S. 2005. Standardisasi ekstrak tumbuhan obat indonesia, salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli indonesia. InfoPOM. 4(6):1–5.


(67)

Hendana W. 2012. Toksisitas akut ekstrak daun sirsak ratu (Annona muricata) dan sirsak hutan (Annona glabra) sebagai potensi antikanker. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2005. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol lantana camaral. pada tikus putih (rattus norvegicus l.) jantan. Bioteknologi. 5(1): 10–7.

Isroi. 2010. Tikus untuk penelitian di laboratorium. http://isroi.wordpress.com. [17 Maret 2010].

Jannah RN. 2010. Uji efektivitas ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai pestisida nabati terhadap pengendalian hama tanaman sawi (Brassica juncea L.). [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Junqueira LC, Carneriro J. 2007. Histologi dasar teks dan atlas, edisi ke–10. Jakarta: EGC, hlm. 369–75.

Khakim JL. 2007. Pengaruh jus buah papaya (Carica papaya)terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kasolo JN, Bimeya GS, Ojok L, Ochieng J, Okwal-okeng JW. 2010. Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera Leaves in Ugandan Rural Communities. Journal of Medical Plant Research. 4(9): 753–7.

Kesenja R. 2005. Pemanfaatan tepung buah pare (Momordica charantia L.) untuk penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kim HP, Son KH, Chang HW, Kang SS. 2004. Anti–inflammatory plant flavonoids and cellular action mechanism. J Pharmacol Sci. 96(3): 229–45. Kojima N. 2004. Systematic synthesis of antitumor annonaceous acetogenins. Jpn

J Clin Oncol.34(2): 90–8.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku ajar patologi, edisi ke–7. Jakarta: EGC, hlm. 571–608.

Mardiana L, Ratnasari J. 2013. Ramuan dan khasiat sirsak. Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 7–28.

Mayeux PR, Crow LAM. 2012. Pharmacological targets in the renal peritubular microenvironment. Pharmacol Ther.134(2): 139–55.


(68)

79 Moore KL, Anne MR. 2012. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, hlm. 278–

9.

Motoyama J, Yamashita N, Morino T, Tanaka M, Kobayashi T, Honda H. 2008. Hyperthermic treatment of DMBA-induced rat mammary cancer using magnetic nanoparticles. Biomagn Res Technol. 2(6): 1–6.

Mueller J. 2005. Natural relief for allergies and asthma. www.worldwide healthcenter.net/articles-336.html. [1 Desember 2005].

Netter FH. 2006. Atlas of anatomy, 4thed. US: Saunders, pp. 353–4.

Ngatidjan. 2006. Metode laboratorium dalam toksikologi. Yogyakarta: Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. hlm. 116.

Osorio E, Arango GJ, Jim’enez N, Alzate F, Ruiz G, Guti’errez D, Paco M, Gim’enez A, Robledo S. 2007. Antiprotozoal and cytotoxic activities in

vitro of colombian annonaceae. Journal of Ethnopharmacology. 111(3): 630–5.

Pahlevi A, Bachtiar M. 2013. Gagal ginjal kronik et causa glomerulonefritis kronis yang disertai gastroenteritis. Medula. 5(1): 14–20.

Pearson W. 2005. Bioflavonoids. www.equinecentre.com.au/health_ nutraceutical bioflavonoids.shtml. [12 Desember 2005].

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke–6. Jakarta: EGC, hlm. 867–75.

Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus Norvegicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja reproduksi anak tikus betina. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ramadhiani R. 2011. Efek pemberian ekstrak metanol daun kelor (Moringa

oleifera) terhadap aktivitas caspase 3 pada jaringan kolon tikus (Rattus Norvegicus) strain wistar yang diinduksi 7,12 dimethylbenz(α)anthracene

(DMBA). [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.

Ridho MR. 2010. Pengaruh pemberian deksametason dosis bertingkat per oral 30 hari terhadap kerusakan tubulus ginjal tikus wistar. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J Indon Med Assoc. 3(63): 112–6.


(69)

Setiorini Y. 2012. Deteksi secara imunohistokimia imunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus yang diberi bakteri asam laktat (BAL) dan enteropatogenik escherichia coli. Journal of scientific resporitory. 3(1): 44–50.

Sharma V, Paliwal R, Janmeda P, Sharma S. 2012. Chemopreventive Efficacy of Moringa oleifera Pods Against 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene Induced Hepatic Carcinogenesis in Mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13(6): 2563–9.

Sharma V, Paliwal R. 2012. Chemo protective role of Moringa oleifera and its isolated saponin against DMBA induced tissue damage in male mice. Int J Drug Dev & Res. 4(4): 215–28.

Sigma A. 2007. 7,12-Dimethylbenz[α]anthracene. http://www.Sigmaaldrich.com. [26 April 2007].

Sjahid LR. 2008. Isolasi dan identifikasi flavonoid dari daun dewandaru (Eugenia uniflora L.). [Skripsi].Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Slomianka L. 2009. Blue histology urinary system. http://www.lab.anhb.uwa.edu.

au/mb140/corepages/urinary/urinary.htm. [6 agustus 2009].

Smith A. 2006. Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology, 2nded. New York: Oxford University Press, pp.167–8.

Snell RS. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran, edisi ke–6. Jakarta: EGC, hlm. 250–4.

Soeksmanto A. 2006. Pemberian ekstrak butanol buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap jaringan ginjal mencit (Mus Musculus). Biodiversitas. 7(3): 278–81.

Subroto A, Saputro H. 2006. Gempur penyakit dengan sarang semut. Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 15–6.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setaiati S. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing, hlm. 1035–41.

Sunarjono H. 2005. Sirsak dan srikaya budidaya untuk menghasilkan buah prima. Depok: Penebar Swadaya, hlm. 20–75.

Suyanti L. 2008. Gambaran histopatologi hati dan ginjal tikuspada pemberian fraksi asam amino non-protein lamtoro merah (acacia villosa) pada uji toksisitas akut. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.


(70)

81 Takahashi JA, Pereira CR, Pimenta LP, Boaventura MA, Silva LG. 2006. Antibacterial activity of eight Brazilian Annonaceae plants. Nat Prod Res. 20(1): 21–26.

Vianandra R. 2011. Pengaruh suplementasi ekstrak Anonna muricata terhadap kejadain dysplasia epitel kelenjar payudara tikus Sprague dawley yang diinduksi 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Wahyuningsih M. 2010. Potensi pengembangan obat bahan alam indonesia untuk penyakit kanker. [Skripsi].Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Wientarsih I, Madyastuti R, Prasetyo BF, Firnanda D. 2012. Gambaran serum ureum, dan kreatinin pada tikus putih yang diberi fraksi etil asetat daun alpukat. Jurnal Veteriner. 13(1) : 57–62.

Widyaningrum H. 2011. Sirsak si buah ajaib 10.000 x lebih hebat dari kemoterapi. Yogyakarta: Media Presindo, hlm. 61–92.

Wijaya MI. 2012. Penentuan jenis eksplan dan konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat pada induksi kalus krisan (Chrysanthemum morifoliumramat) cv. puspita pelangi sebagai sumber flavonoid. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Zhang L, Fang B. 2005. Mechanisms of resistance to TRAIL-induces apoptosis in cancer. Cancer Gene Therapy. 12(3): 228–37.

Zuhud EA. 2011. Bukti kedahsyatan sirsak menumpas kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka, hlm. 20–110.


(1)

76 4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu lebih lama terkait pemberian ekstrak daun sirsak terhadap gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi dengan DMBA.

5. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek daun sirsak pada organ lain selain ginjal.


(2)

Amelia F, Ellsya A, Kurnianto W, Galih NA. 2012. Tablet salut enterik ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai anti kanker kolon yang potensial. Scientific Journal of Indonesian Pharmateucal Students. 1(1):51– 60.

Despopoulos A. 2009. Color atlas of physiology, 6th ed. Germany: Thieme, pp.148–9 .

Diliwiyani S, Sarmoko, Ekowati H. 2012. Anticarcinogenesis effect of nigella sativaon 7,12 dimethylbenz [a] antracene induced rats cardiac cell proliferation. Scientific Journal of Indonesian Pharmateucal Students. 1(1):1–9.

Eroschenko VP. 2010. Atlas histologi difiore, edisi ke–11. Jakarta: EGC, hlm. 371.

Flora E. 2008. Tanaman obat Indonesia untuk pengobatan. http://www. indonesian-herbal.blogspot.com/2008/11/tanaman-obat-indonesia-untuk-pengobatan.html. [1 Mei 2011].

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi ke–6. Jakarta: EGC, hlm. 324–32.

Hakkak R, Holley AW, MacLeod S, Simpson P, Fuchs G, Jo CH, Kieber-Emmons T, Korourian S. 2005. Obesity promotes 7,12-dimethylbenz(a)anthracene-induced mammary tumor development in female zucker rats. Breast Canc Res. 4(7): 627–33.

Hamid S, Meiyanto E. 2009. Modulasi cyp1a1 dan gst serta ekspresi p53 dan ras setelah induksi 7,12-dimethyl benz(a)antrasen (dmba) dan pemberian anti karsinogenesis gynura procumbens dan curcuma zedoaria pada tikus galur sprague dawley. J Penelit Med Eksakta. 8(3): 168–77

Haryati S. 2005. Standardisasi ekstrak tumbuhan obat indonesia, salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli indonesia. InfoPOM. 4(6):1–5.


(3)

78 Hendana W. 2012. Toksisitas akut ekstrak daun sirsak ratu (Annona muricata) dan

sirsak hutan (Annona glabra) sebagai potensi antikanker. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2005. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol lantana camaral. pada tikus putih (rattus norvegicus l.) jantan. Bioteknologi. 5(1): 10–7.

Isroi. 2010. Tikus untuk penelitian di laboratorium. http://isroi.wordpress.com. [17 Maret 2010].

Jannah RN. 2010. Uji efektivitas ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai pestisida nabati terhadap pengendalian hama tanaman sawi (Brassica juncea L.). [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Junqueira LC, Carneriro J. 2007. Histologi dasar teks dan atlas, edisi ke–10. Jakarta: EGC, hlm. 369–75.

Khakim JL. 2007. Pengaruh jus buah papaya (Carica papaya)terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kasolo JN, Bimeya GS, Ojok L, Ochieng J, Okwal-okeng JW. 2010. Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera Leaves in Ugandan Rural Communities. Journal of Medical Plant Research. 4(9): 753–7.

Kesenja R. 2005. Pemanfaatan tepung buah pare (Momordica charantia L.) untuk penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kim HP, Son KH, Chang HW, Kang SS. 2004. Anti–inflammatory plant flavonoids and cellular action mechanism. J Pharmacol Sci. 96(3): 229–45. Kojima N. 2004. Systematic synthesis of antitumor annonaceous acetogenins. Jpn

J Clin Oncol.34(2): 90–8.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku ajar patologi, edisi ke–7. Jakarta: EGC, hlm. 571–608.

Mardiana L, Ratnasari J. 2013. Ramuan dan khasiat sirsak. Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 7–28.

Mayeux PR, Crow LAM. 2012. Pharmacological targets in the renal peritubular microenvironment. Pharmacol Ther.134(2): 139–55.


(4)

Moore KL, Anne MR. 2012. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, hlm. 278– 9.

Motoyama J, Yamashita N, Morino T, Tanaka M, Kobayashi T, Honda H. 2008. Hyperthermic treatment of DMBA-induced rat mammary cancer using magnetic nanoparticles. Biomagn Res Technol. 2(6): 1–6.

Mueller J. 2005. Natural relief for allergies and asthma. www.worldwide healthcenter.net/articles-336.html. [1 Desember 2005].

Netter FH. 2006. Atlas of anatomy, 4thed. US: Saunders, pp. 353–4.

Ngatidjan. 2006. Metode laboratorium dalam toksikologi. Yogyakarta: Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. hlm. 116.

Osorio E, Arango GJ, Jim’enez N, Alzate F, Ruiz G, Guti’errez D, Paco M, Gim’enez A, Robledo S. 2007. Antiprotozoal and cytotoxic activities in

vitro of colombian annonaceae. Journal of Ethnopharmacology. 111(3): 630–5.

Pahlevi A, Bachtiar M. 2013. Gagal ginjal kronik et causa glomerulonefritis kronis yang disertai gastroenteritis. Medula. 5(1): 14–20.

Pearson W. 2005. Bioflavonoids. www.equinecentre.com.au/health_ nutraceutical bioflavonoids.shtml. [12 Desember 2005].

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke–6. Jakarta: EGC, hlm. 867–75.

Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus Norvegicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja reproduksi anak tikus betina. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ramadhiani R. 2011. Efek pemberian ekstrak metanol daun kelor (Moringa

oleifera) terhadap aktivitas caspase 3 pada jaringan kolon tikus (Rattus Norvegicus) strain wistar yang diinduksi 7,12 dimethylbenz(α)anthracene

(DMBA). [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.

Ridho MR. 2010. Pengaruh pemberian deksametason dosis bertingkat per oral 30 hari terhadap kerusakan tubulus ginjal tikus wistar. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J Indon Med Assoc. 3(63): 112–6.


(5)

80 Setiorini Y. 2012. Deteksi secara imunohistokimia imunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus yang diberi bakteri asam laktat (BAL) dan enteropatogenik escherichia coli. Journal of scientific resporitory. 3(1): 44–50.

Sharma V, Paliwal R, Janmeda P, Sharma S. 2012. Chemopreventive Efficacy of Moringa oleifera Pods Against 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene Induced Hepatic Carcinogenesis in Mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13(6): 2563–9.

Sharma V, Paliwal R. 2012. Chemo protective role of Moringa oleifera and its isolated saponin against DMBA induced tissue damage in male mice. Int J Drug Dev & Res. 4(4): 215–28.

Sigma A. 2007. 7,12-Dimethylbenz[α]anthracene. http://www.Sigmaaldrich.com. [26 April 2007].

Sjahid LR. 2008. Isolasi dan identifikasi flavonoid dari daun dewandaru (Eugenia uniflora L.). [Skripsi].Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Slomianka L. 2009. Blue histology urinary system. http://www.lab.anhb.uwa.edu.

au/mb140/corepages/urinary/urinary.htm. [6 agustus 2009].

Smith A. 2006. Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology, 2nded. New York: Oxford University Press, pp.167–8.

Snell RS. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran, edisi ke–6. Jakarta: EGC, hlm. 250–4.

Soeksmanto A. 2006. Pemberian ekstrak butanol buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap jaringan ginjal mencit (Mus Musculus). Biodiversitas. 7(3): 278–81.

Subroto A, Saputro H. 2006. Gempur penyakit dengan sarang semut. Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 15–6.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setaiati S. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing, hlm. 1035–41.

Sunarjono H. 2005. Sirsak dan srikaya budidaya untuk menghasilkan buah prima. Depok: Penebar Swadaya, hlm. 20–75.

Suyanti L. 2008. Gambaran histopatologi hati dan ginjal tikuspada pemberian fraksi asam amino non-protein lamtoro merah (acacia villosa) pada uji toksisitas akut. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.


(6)

Takahashi JA, Pereira CR, Pimenta LP, Boaventura MA, Silva LG. 2006. Antibacterial activity of eight Brazilian Annonaceae plants. Nat Prod Res. 20(1): 21–26.

Vianandra R. 2011. Pengaruh suplementasi ekstrak Anonna muricata terhadap kejadain dysplasia epitel kelenjar payudara tikus Sprague dawley yang diinduksi 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Wahyuningsih M. 2010. Potensi pengembangan obat bahan alam indonesia untuk penyakit kanker. [Skripsi].Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Wientarsih I, Madyastuti R, Prasetyo BF, Firnanda D. 2012. Gambaran serum ureum, dan kreatinin pada tikus putih yang diberi fraksi etil asetat daun alpukat. Jurnal Veteriner. 13(1) : 57–62.

Widyaningrum H. 2011. Sirsak si buah ajaib 10.000 x lebih hebat dari kemoterapi. Yogyakarta: Media Presindo, hlm. 61–92.

Wijaya MI. 2012. Penentuan jenis eksplan dan konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat pada induksi kalus krisan (Chrysanthemum morifoliumramat) cv. puspita pelangi sebagai sumber flavonoid. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Zhang L, Fang B. 2005. Mechanisms of resistance to TRAIL-induces apoptosis in cancer. Cancer Gene Therapy. 12(3): 228–37.

Zuhud EA. 2011. Bukti kedahsyatan sirsak menumpas kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka, hlm. 20–110.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PERBANDINGAN EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN EKSTRAK DAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona Muricata L.) TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS JARINGAN PAYUDARA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA

0 12 53

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

2 8 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-

4 21 67

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

0 8 49

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 12 70

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

2 35 76

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 26 71

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Yang Diinduksi Dmba

0 1 8