ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK RUMAH TANGGA DESA UNTUK BERPATISIPASI DI KEGIATAN EKONOMI NON PERTANIAN KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN (Studi Kasus Desa Way Harong)

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK RUMAH TANGGA DESA UNTUK BERPATISIPASI DI KEGIATAN EKONOMI

NON PERTANIAN KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN

(Studi Kasus Desa Way Harong )

(Skripsi)

Oleh Irva Hasah

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE DECISION OF THE POPULATION AGE VILLAGE EARNING TO PARTICIPATE ECONOMIC ACTIVITIES IN NON FARM

WAY LIMA PESAWARAN DISTRICT (Study Case Village Way Harong)

By Irva Hasah

Decision theory is about how human beings, in a certain situation, choose option among the available options at random, in order to achieve the objectives to be achieved.Non-agricultural economic activities or rural non-farm economy activities (RNFE) has the sense that all activities which provide revenue (including revenue items) that is not an agricultural activity (all primary food production activities, flowers, and fiber - process of planting, livestock , horticulture, forestry, and fisheries are located in rural areas.

The research aimed to identify factors that affect the residents of rural household's decision to participate in non-agricultural economic activities Sub district Way Lima Pesawaran District (Case Study village Way Harong) as seen from three aspects, namely from the aspect of income, education aspect and the aspect of age.

Results of the analysis showed that the factors that influence the decision of residents of rural household in non-economic . Way District of Lima District Pesawaran (case study of the village Way Harong ) on aspects of revenue and positive influence on the educational aspects of non-agricultural economic activities, while at the age aspect influential negative to non-non-agricultural economic activities


(3)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK RUMAH TANGGA DESA UNTUK BERPATISIPASI DI KEGIATAN EKONOMI

NON PERTANIAN KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN (Studi Kasus Desa Way Harong )

Oleh Irva Hasah

Teori keputusan adalah mengenai cara manusia, dalam sebuah situasi tertentu, memilih pilihan diantara pilihan yang tersedia secara acak, guna mencapai tujuan yang hendak diraih. Kegiatan ekonomi non-pertanian atau rural non-farm economy activities (RNFE) memiliki pengertian yaitu segala aktivitas yang memberikan pendapatan (termasuk pendapatan barang) yang bukan merupakan kegiatan pertanian (semua kegiatan produksi makanan primer, bunga, dan serat –meliputi proses tanam, ternak, hortikultura, kehutanan, dan perikanan yang

berlokasi di wilayah pedesaan.

Penelitian ditujukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk rumah tangga desa untuk berpatisipasi di kegiatan ekonomi non-pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran (Studi kasus desa way harong ) yang dilihat dari tiga aspek yaitu dari aspek pendapatan, aspek pendidikan dan aspek usia.

Hasil analisis menunjukan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk rumah tangga desa di kegiaatan ekonomi non-pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran (studi kasus desa way harong) pada aspek pendapatan dan aspek pendidikan berpengaruh positif di kegiatan ekonomi non-pertanian, sedangkan pada aspek usia berpengaruh negatif terhadap kegiatan ekonomi non-pertanian


(4)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK RUMAH TANGGA DESA UNTUK BERPATISIPASI DI KEGIATAN EKONOMI

NON PERTANIAN KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN

(Studi Kasus Desa Way Harong ) Oleh

Irva Hasah Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

‘Penulis lahir di Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung pada tanggal 2 Maret 1987 di beri nama Irva Hasah, sebagai anak kedelapan dari kedelapan bersaudara dari pasangan Bapak Hasan Basri (alm) dan Ibu Leli Hasanah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Palapa, Bandar

Lampung, Tanjung Karang Pusat pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP Guna Dharma Bandar Lampung, Teluk Betung pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Taman Siswa, Bandar Lampung, Tanjung Karang Pusat pada tahun 2007.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan melalui jalur SMPTN. Selama menjadi mahasiswa tahun 2015 dan tahun 2012, penulis mengikuti mata kuliah KKN di Kabupaten Pesawaran.


(9)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, apabila engkau

telah selesai dari segala urusan (tetaplah bekerja keras) dan hanya kepada

Tuhanmulah engkau berharap”

(Q.S. Al-Inshirah: 5-8)1

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu

kaum, sehingga

mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(Q.S. Ar-

Ra’d:11)2

“Orang yang memiliki pengetahuan tentang alam semesta, tetapi tidak

mengenal dirinya sendiri sama saja dengan tidak tahu apa-

apa”

(Jean de la Fontaine)


(10)

Dengan segala ketulusan hati, doa, shalawat atas junjungan Nabi Muhammad SAW serta puji syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku, Ibu dan ayah (alm) terecinta yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, dukungan moral, spiritual, perhatian, material yang tak pernah berhenti dan

takkan mampu terbalas, warna dan kebahagian dalam hidupku.

Saudara - saudaraku tersayang, Alvi syahrin, Iim imbronsyah, Apip supriawan, Risna malia, Bevi rifka, Dede yuliastiadewi, dan Neneng neliawati yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus, perhatian, dukungan, doa serta kebahagiaan dalam hidupku.

Sahabat - sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt., karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi keputusan Penduduk Rumah Tangga Desa Untuk Berpartisipasi dikegiatan Ekonomi Non Pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten pesawaran. (Studi Kasus Desa Way Harong).” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan;

3. Bapak M.A. Irshan Dalimunthe S.E., M.Si selaku Pembimbing Skripsi atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi;

4. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya.

5. Ibu Zulfa Emalia, S.E., M.Sc., selaku penguji utama dalam skripsi saya. Terima kasih atas masukan dan saran yang telah diberikan.


(12)

6. Bapak Hi. Moneyzar Usman, S.E., M.Si. selaku Pembimbing Akademik. 7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan

pengajaran dengan baik.

8. Ayah (Alm) dan Ibu yang tidak pernah lelah untuk mendoakan, memberikan semangat dan motivasi, berusaha dengan segenap daya upaya serta kesabaran untuk terciptanya keberhasilan masa depanku, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan kepada Ibu saya serta memberikan tempat terbaik pada almarhum Ayah saya.

9. Seluruh keluarga, ibu dan alm.ayah yang tercinta serta kakak saya Neneng neliawati, Dede Rustiadewi, Bevi Rifka, Risana Malia, serta Apip Supriawan, Iim Imbronsyah dan Alvi Syahrin. yang tersayang yang senantiasa

memberikan kasih sayang yang tulus, perhatian, dukungan, doa serta kebahagiaan dalam hidupku.

10. K’hendri yang selalu mengerti dan memberikan do’a dan dukungannya. 11. Terima kasih kepada seluruh keluarga besarku atas doa dan dukungannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan hingga akhir. Ricky, Mizan, Iduy, Agil, dan Adit. Walaupun kita lulus diakhir-akhir, semoga kita cepat suksesnya, aamiin. 13. Armando Adha, S.E. teman yang selalu sabar dan ikhlas membimbing dalam

proses penulisan skripsi ini.

14. Indra Pratama, S.E. teman yang selalu sabar dan ikhlas membimbing dalam proses penulisan skripsi ini.

15. Denny Indrawan, S.E. teman yang selalu mengerti dan banyak membantu dalam segala hal.


(13)

dalam segala hal.

17. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 08, Ocy, Eva, Dwi, Cnul, Ratih, Dioda, Icha, Tama, Ahmadi, Tama, Angga, Ajo, Em, Rizky, Dian, Saut, Andi, Faheri, Nasir, ody, dan seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. EP 2009, Pandu, Bayu, Ical, Arvan, ozha, Wayan, Desfa, Ezhar, dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu- persatu.

19. Teman – Teman pengajian yang telah memberikan dukungan dan doa. 20. Teman – Teman di lingkungan rumah Ipin, emang, alan, jo, kowok, dani,

roni, agus, joko, otang, yang telah memberikan dukungan dan saran serta doa. 21. Bang Feri, Ibu Hidayah, Ibu Yati, Mas Nanang, Mba Ita, dan Mba mimi

terima kasih telah membantu saya selama di perkuliahan.

22. Beberapa pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis,


(14)

i

DAFTAR ISI

COVER ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ... ii

DAFTAR GAMBAR ... ... iii

DAFTAR TABEL ... ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kerangka Pemikiran ... 12

E. Hipotesis ... 13

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 14

1. Pendapatan ... 14

2. Teori Pendapatan ... 15

3. Teori Keputusan atau Decision Theory ... 17

4. Anomali Pilihan Individu ... 18

5. Tenaga Kerja... 19

6. Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian Desa atau Rural Non-Farm Economy (RNFE) ... 21

B. Tinjauan Empiris ... 26


(15)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ... 29

B. Coding ... 30

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Jenis Dan Sumber Data ... 33

E. Metode Pengumpulan Data ... 33

F. Pengolahan Data ... 34

1. Pengolahan Data Deskriptif ... 34

2. Regresi Logistik ... 34

3. Asumsi Regresi Logistik ... 35

4. Justifikasi Staristik ... 37

G. Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 46

1. Karakteristik Responden berdasarkan Pendapatan ... 46

2. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ... 47

3. Karakteristik Responden berdasarkan Usia ... 48

4. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

5. Hasil Uji Regresi Logistik ... 55

6. Pengujian Kesesuaian Model Regresi Logistik ... 57

7. Nagelkerke R-Square ... 57

8. Sification Plot ... 58

B. Pembahasan ... 58

BAB V SMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 61


(16)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... ... 13

2. Karakteristik Responden berdasarkan Pendapatan ... ... 47

3. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ... ... 48

4. Karakteristik Responden berdasarkan Usia ... ... 49


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Perekonomian Kabupaten

Pesawaran Tahun 2009-2013 ... ... 4

2. Jumlah Rumah Tangga Dan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, Jenis Kelamin Di Kecamatan Way Lima Tahun 2013 ... ... 8

3. Luas Menurut Desa atau Kelurahan Di Kecamatan Way Lima Tahun 2013 .. ... 9

4. Kepadatan Penduduk Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way Lima Tahun 2013 ... ... 10

5. Penelitian Terdahulu ... ... 27

6. Definisi Operasional Variabel ... ... 30

7. Daftar Nama Kecamatan Dan Luas Wilayah ... ... 41

8. Jumlah Penduduk Per Kecamatan Dilihat Dari Jenis Kelamin ... ... 42

9. Luas Lahan Komoditi Di Kabupaten Pesawaran ... ... 43

10. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Pesawaran Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (2000=200) Tahun 2007-2008 (persen) ... ... 44


(18)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup rendah, tingkat produktivitas rendah, tingkat pertumbuhan penduduk tinggi dan

ketergantungan yang tinggi, ekspor dominan tergantung pada sektor pertanian dan sektor primer lainnya, kepekaan dan ketergantungan terhadap hubungan luar negeri yang tinggi, serta ketergantungan mayoritas penduduk untuk bekerja di sektor pertanian. Berangkat dari kondisi tersebut, Indonesia mengembangkan sektor pertanian yang merupakan keunggulan komparatifnya (Todaro, 2006).

Peranan sektor pertanian semakin strategis karena sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap devisa negara dan satu-satunya sektor ekonomi yang mampu bertahan ditengah krisis ekonomi, dengan adanya otonomi daerah saat ini daerah harus mandiri dalam memanfaatkan potensi daerah maka sektor pertanian dapat

memberikan kontribusi yang sangat bermakna terhadap kemampuan daerah dalam memperbesar kemampuan pembiayaan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan sektor yang relatif lebih tahan dan fleksibel terhadap krisis ekonomi dibandingkan sektor-sektor lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan sumber daya domestik daripada komponen impor. Pada situasi krisis sekitar 2000-an,


(19)

pertanian berperan sangat penting dalam pembangunan nasional antara lain melalui penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung tenaga kerja khususnya di daerah perdesaan bahkan kurang lebih 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan, dimana sebagian besar masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Disatu sisi, negara-negara berkembang harus mempercepat laju pembangunan di sektor pertanian juga untuk mendukung kemajuan sektor industri. Namun seiring berjalannya waktu, peranan sektor pertanian sebagai sektor basis perekonomian Indonesia mulai berkurang dan digantikan oleh sektor non-pertanian. Menurut teori analisis pola

pembangunan yang dicetuskan oleh Chenery, peranan sektor pertanian secara persentase terhadap pembentukan produk nasional memang akan cenderung menurun (Nuhung, 2007). Fenomena tersebut muncul karena adanya serangkaian perubahan yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian, sehingga menyebabkan terjadinya transformasi struktural dari ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern.

Beberapa masalah seperti konversi lahan pertanian, rendahnya nilai tambah pada sektor pertanian dan pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian menjadi penyebabnya. Kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian dialami oleh semua negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hayami dan M. Kikuchi (1987)menyatakan bahwa pada awalnya dimana ketersediaan lahan masih mencukupi, penduduk desa yang berprofesi sebagai petani mampu untuk dapat hidup layak. Akan tetapi, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk desa akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, ketersediaan lahan tidak lagi mencukupi.


(20)

3 Terjadi fragmentasi kepemilikan lahan hingga individu hanya memiliki proporsi lahan yang sangat kecil. Seringkali, hasil output dari lahan yang kecil ini tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Akibatnya, para pemilik lahan kecil harus menggadaikan lahannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya, pemilik lahan kecil banyak yang menjadi tenaga penggarap atau buruh tani. Jumlah tenaga penggarap melebihi kapasitas sektor pertanian. Hal ini memberikan daya tawar yang besar bagi para pemilik lahan untuk menurunkan tingkat upah hingga titik marjinal. Dampaknya, para tenaga kerja harus hidup dalam tingkat kesejahteraan yang sangat rendah.

Sebagian desa dengan banyaknya partisipasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian akan memperburuk perkembangan sektor pertanian karena sektor ini akan kekurangan tenaga kerja sehingga biaya produksi pertanian menjadi semakin mahal. Karena dengan keterbatasan tenaga kerja akan meningkat biaya produksi karena kenaikan upah para pekerja di bidang pertanian. Dengan meningkatnya upah para pekerja hal tersebut menyebabkan kenaikan pada ongkos produksi dan hal tersebut akan sangat membebani para petani. Kita ketahui bahwa sektor pertanian di Indonesia masih sangat tradisional, sistem kerjanya kurang modern hal tersebut menyebabkan masih sangat bergantungnya proses produksi terhadap tenaga manusia.

Seperti terlihat pada tabel 1. Kontribusi sektor ekonomi terhadap perekonomian

kabupaten pesawaran di tahun 2009 hinggan 2013. Pada tahun 2009 sektor ekonomi di sektor pertanian sebesar 50.09 di tahun 2010 sektor ekonomi di sektor pertanian

mengalami kenaikan yaitu sebesar 50.87. pada tahun 2011 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.82, di tahun 2012 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.67, di tahun


(21)

2013 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.44. Hal ini menunjukan semakin menurunnya kontribusi perekonomian di sektor pertanian di Kabupaten Pesawaran.

Tabel 1. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Perekonomian Kabupaten Pesawaran Tahun 2009 - 2013

No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian 50,09 50,87 50,82 50,67 50,44

2. Pertambangan & Penggalian 0,24 0,22 0,22 0,21 0,21

3. Industri Pengolahan 13,55 12,73 12,36 12,17 12,22

4. Listrik, Gas & Air 0,16 0,16 0,15 0,15 0,15

5. Bangunan 8,03 7,48 7,16 6,93 6,78

6. Perdangan, Hotel & Restoran 14,90 15,67 16,31 16,72 17,01

7. Pengangkutan & Telekomunikasi 1,90 2,08 2,15 2,19 2,19

8. Keuangan, Persewaan & Js. Prsh 0,92 0,98 1,05 1,09 1,11

9. Jasa – Jasa 10,20 9,81 9,78 9,87 9,89

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kabupaten Pesawaran sebanyak 67.075 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 17 dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 9 dikelola oleh selain rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum. Padang Cermin, Negeri Katon, dan Gedung Tataan merupakan tiga kecamatan dengan urutan teratas yang mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak, yaitu masing-masing 15.799 rumah tangga, 11.627 rumah tangga, dan 10.087 rumah tangga. Sedangkan Kecamatan Marga Punduh merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah rumah tangga usaha pertaniannya, yaitu sebanyak 2.941 rumah tangga. Sementara itu jumlah


(22)

5 tangga di Kabupaten Pesawaran untuk perusahaan sebanyak 17 unit dan lainnya 9 unit. Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum tersebar di 4 kecamatan, yaitu 7

perusahaan di Kecamatan Tegineneng, 6 perusahaan di Kecamatan Gedung Tataan, 2 perusahaan di Kecamatan Padang Cermin, dan 2 perusahaan di Kecamatan Negeri Katon. Sedangkan jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau bukan usaha rumah tangga usaha pertanian tersebar di 5 kecamatan yaitu: 4 unit di Kecamatan Tegineneng, 2 unit di Kecamatan Way Lima, 1 unit di Kecamatan Padang Cermin, 1 unit di Kecamatan Kedondong, dan 1 unit di Kecamatan Negeri Katon.

Kegiatan ekonomi non-pertanian atau rural non-farm economy activities (RNFE) memiliki pengertian yaitu segala aktivitas yang memberikan pendapatan (termasuk pendapatan barang) yang bukan merupakan kegiatan pertanian (semua kegiatan produksi makanan primer, bunga, dan serat –meliputi proses tanam, ternak, hortikultura,

kehutanan, dan perikanan) dan berlokasi di wilayah pedesaan (Lanjouw dan Lanjouw, 1997 dalam Davis dan Dirk Bezemer, 2003). Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, mengklasifikasikan sektor non-pertanian sebagai sektor yang terdiri atas (1) sektor pertambangan dan penggalian, (2) industri pengolahan, (3) sektor listrik, air, dan gas, (4) bangunan, (5) perdagangan, hotel, dan restoran, (6) pengangkutan dan telekomunikasi, (7) keuangan, dan (8) jasa-jasa. Dasawarsa belakangan ini, diskusi mengenai RNFE menjadi topik utama dalam diskusi tentang perekonomian desa. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan RNFE yang sangat cepat. Titik tolak utama dalam perkembangan RNFE adalah adanya perpindahan dari sektor pertanian menuju sektor non-pertanian. Pergeseran ini banyak terlihat di negara berkembang di dunia, khususnya di wilayah Asia. Alokasi waktu tenaga kerja desa di kegiatan non-pertanian menjadi labih tinggi


(23)

daripada kegiatan pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor non-pertanian mampu menyerap pertumbuhan jumlah angkatan tenaga kerja dan memberikan pendapatan kepada rumah tangga desa. Perkembangan yang sangat cepat ini dapat dihubungkan dengan beberapa sebab. Pertama, kinerja sektor pertanian tidak sebaik dulu dan terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendapatan penduduk di area desa. Alasan lainnya adalah mungkin dapat dihubungkan iktikad pemerintah negara berkembang untuk mengembangkan usaha manufaktur kecil (Sarka, 2004).

Hal utama yang mempengaruhi menurunnya kontribusi sektor pertanian ialah karena menurunnya partisipasi masyarakat rumah tangga desa dari yang sebelumnya bekerja di sektor pertanian beralih bekerja ke sektor non-pertanian. Hal-hal yang menyebabkan peralihan penduduk dari yang bekerja di sektor pertanian menjadi bekerja di sektor non-pertanian, antara lain adalah tingkat pendidikan penduduk, tingkat pendapatan penduduk dan Usia.

Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka kecenderungan masyarakat untuk beralih bekerja di sektor non-pertanian maka akan semakin besar, karena masyarakat yang bekerja di bidang pertanian yang seluruhnya berada di desa akan ke kota untuk bekerja di sektor non-pertanian dengan harapan mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi di sektor non-pertanian. Tetapi tidak semua penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dia beralih kesektor non-pertanian, tetapi ada juga dari mereka yang kembali ke sektor pertanian untuk memajukan sektor pertanian tersebut, khususnya bagi mereka yang memiliki basik pendidikan di sektor pertanian.


(24)

7 Tingkat pendapatan masyarakat juga menjadi indikator pindahnya partisipasi masyarakat desa dari yang bekerja di sektor pertanian ke sektor non-pertanian dalam kegiatan

perekonomian. Jika tingkat pendapatan yang ditawarkan di kegiatan ekonomi non-pertanian lebih tinggi daripada kegiatan non-pertanian, maka tenaga kerja desa akan lebih memilih untuk bekerja di kegiatan non-pertanian dari pada pertanian.

Pengaruh usia juga dapat mempengaruhi pindahnya partisipasi masyarakat desa dari yang bekerja di sektor pertanian ke sektor non-pertanian dalam kegiatan perekonomian. Semakin tua usia suatu penduduk, semakin membuat mereka untuk tetap bekerja di sektor pertanian, karena mereka tidak mau mengambil resiko yang ada. Sebaliknya semakin muda usia suatu penduduk, semakin tinggi hasrat mereka untuk berpindah dari sektor pertanian ke sektor non-pertanaian. Penduduk yang usianya lebih muda

kecenderungannya lebih berani untuk mengambil resiko karena mereka berfikir bisa mendapatkan kehidupan atau penghasilan yang lebih baik lagi dibanding bekerja di sektor pertanian.

Seperti terlihat tabel 2. Menunjukan bahwa jumlah rumah tangga yang paling tinggi berada di Desa Way Harong. Desa Way Harong merupakan desa yang paling tinggi rumah tangganya yaitu sebesar 1.335 rumah tangga, sedangkan rumah tangga yang paling rendah berada di desa Gedung Dalam yaitu sebesar 327 rumah tangga, sedangkan jumlah dari keseluruhan desa yang sudah berumah tangga di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran berjumlah 10.153 rumah tangga, sedangkan dari jumlah menurut jenis kelamin yang ada di kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan, laki-laki-laki-laki berjumlah 15.500 sedangkan perempuan berjumlah 14.49.


(25)

Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Dan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, Jenis Kelamin Di Kecamatan Way Lima, 2013

No Desa/ Kelurahan Jumlah Laki – Laki Perempuan Jumlah

Rumah Tangga (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)

1. Gunungrejo 574 996 936 1.932

2. Cimanuk 631 1.117 1.101 2.218

3. Sukamandi 420 612 562 1.174

4. Way Harong 1.335 2.319 2.079 4.398

5. Margodadi 727 1.005 936 1.941

6. Tanjung Agung 983 1.210 1.143 2.353

7. Kata Dalam 966 103 3.936 1.969

8. Baturaja 439 645 572 1.217

9. Sindang Garut 550 1.041 936 1.977

10. Sidodadi 942 1.671 1.593 3.264

11. Gedung Dalam 327 445 468 913

12. Pekondoh 569 599 572 1.171

13. Pekondoh Gedung 358 255 208 463

14. Banjar Nageri 687 1.234 1.143 2.377

15. Padang Manis 367 616 624 1.240

16. Paguyuban 478 702 640 1.342

Jumlah 10.153 15.500 14.449 29.949

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013

Seperti terlihat pada tabel 3. Menunjukan luas wilayah yang berada di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran, luas wilayah yang paling tinggi berada di Desa Kota Dalam yaitu sebesar 32.03 km2, sedangkan luas wilayah yang paling rendah berada di desa Sindang Garut yaitu sebesar 2.16 km2. Dari jumlah keseluruhan luas wilayah yang berada di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu berjumlah 168.79km2.


(26)

9 Tabel 3. Luas Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way Lima, 2013

Desa/Kelurahan Luas (Km2)

Gunung Rejo 6.50

Cimanuk 3.00

Sukamandi 8.889

Way Harong 12.13

Margodadi 27.30

Tanjung Agung 6.18

Kota Dalam 32.03

Batu Raja 16.00

Sindang Garut 2.16

Sidodadi 6.17

Gedung Dalam 5.24

Pekondoh 3.03

Pekondoh Gedung 4.43

Banjar Negri 23.75

Padang Manis 5.40

Peguyuban 6.58

Jumlah 168.79

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013

Seperti terlihat pada tabel 4. Menunjukan kepadatan penduduk di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran, Kepadatan Penduduk yang paling tinggi berada di Desa Sindang Garut yaitu sebesar 915,28 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah berada di Desa Kota Dalam yaitu sebesar 61,47 jiwa, dari jumlah keseluruhan kepadatan penduduk di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu sebesar 177,43 jiwa.


(27)

Tabel 4. Kepadatan Penduduk Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way Lima, 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013

Salah satu desa di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yang mempunyai jumlah rumah tangga dan penduduk menurut desa yang paling tinggi yaitu Desa Way Harong dengan demikian penulis mengambil studi kasus di Desa Way Harong. Menurut jumlah tenaga kerja usia 20-26 tahun berjumlah 837 orang dan pada usia 27-40 tahun berjumlah 526 orang. Menurut mata pencarian di Desa Way Harong jumlah pekerja sebagai

karyawan yaitu sebesar 297 orang, pekerja wiraswasta berjumlah 483 orang, pekerja tani Desa/Kelurahan Kepadatan Penduduk

(Jiwa/Km2)

Gunung Rejo 297.23

Cimanuk 739.33

Sukamandi 132.06

Way Harong 362.57

Margodadi 71.10

Tanjung Agung 380.74

Kotadalam 61.47

Batu Raja 76.06

Sindang Garut 915.28

Sidodadi 529.01

Gedung Dalam 174.24

Pekondoh 386.47

Pekondoh Gedung 104.54

Banjar Negri 100.8

Padang Manis 229.63

Peguyuban 203.95


(28)

11 berjumlah 817 orang, pekerja bangunan berjumlah 263 orang, pekerja buruh tani

berjumlah 1.418 orang, dan pekerja di bidang jasa berjumlah 18 orang. Luas wilayah Desa Way Harong sebesar 1.023 km2. Desa Way Harong mempunyai batas wilayah dimana wilayah sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimanuk, wilayah sebelah utara berbatasan Desa Gunung Rejo, wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Desa

Margodadi dan wilayah sebelah timur berbatasan dengan Desa Kota Dalam.

Dengan penjelasan diatas, tentang hal-hal yang mempengaruhi turunnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian akibat berkurang partisipasi masyarakat desa terhadap sektor pertanian yang beralih ke sektor non-pertanian menjadi hal yang menarik bagi penulis. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi keputusan Penduduk Rumah Tangga Desa Untuk Berpartisipasi di kegiatan Ekonomi Non Pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran (Studi Kasus Desa Way Harong).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan maka, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan penduduk rumah tangga untuk

berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran

2. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan penduduk rumah tangga untuk


(29)

Lima, Kabapaten Pesawaran ?

3. Bagaimana pengaruh usia penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendidikan penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran?

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendapatan penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran?

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh usia penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran?

D. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah bagaimana pengaruh antara aspek terhadap tingkat partisipasi kegiatan sektor non pertanian , dimana ketiga aspek tersebut yaitu aspek pendapatan , aspek pendidikan dan aspek usia. Apakah aspek tersebut


(30)

13 berpengaruh psotif atau berpengaruh negatif terhadap tingkat partisipasi kegiatan sektor non pertanian.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran E. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, dan pembatasan masalah, serta uraian dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga faktor pendapatan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian.

2. Diduga faktor pendidikan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian.

3. Diduga faktor Usia Penduduk Rumah Tangga Desa memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian

- Pendapatan - Usia

Tingkat Partisipasi Kegiatan Sektor Non-Pertanian


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep pokok Yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan, pendapatan menunjukan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada satu kegiatan ekonomi ( Winardi, 1998:245 ).

Dengan kata lain pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada satu perusahaan instansi atau pendapatan selama ia bekerja atau berusaha. Setiap orang yang bekerja akan berusaha untuk memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimum agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksud utama para pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah untuk

mendapatkan pendapatan yang cukup baginya, sehingga kebutuhan hidupnya ataupun rumah tangganya akan tercapai.

Penduduk perkotaan umumnya dan golongan keluarga berpenghasilan rendah khususnya mempunyai berbagai sumber pendapatan, pendapatan yang dimaksud dalam hal ini adalah pendapatan uang yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi berdasarkan


(32)

15 prestasi-prestasi yang diserahkan, yaitu berupa pendapatan dari pekerjaan, pendapatan dari profesi yang diterima sendiri, usaha perseorangan dan pendapatan dari kekayaan, serta dari sektor subsistem, yaitu untuk bertahan hidup secara wajar dan didapatkan satu jaminan kebutuhan primer. Pendapatan subsistem adalah pendapatan yang diterima dari usaha-usaha tambahan yang tidak dipasarkan untuk memenuhi keperluan hidupnya sekeluarga (Mubyarto,1973:39).

Pendapatan masyarakat dapat berasal dari bermacam-macam sumbernya, yaitu: ada yang di sektor formal (gaji atau upah yang diterima secara bertahap ), sektor informal ( sebagai penghasilan tambahan dagang, tukang, buruh dan lain-lain ) dan di sektor subsistem (hasil usaha sendiri berupa tanaman, ternak, dan pemberian orang lain ).

2. Teori Pendapatan

Dalam ekonomi terdapat dua cabang utama teori, yaitu teori harga dan teori pendapatan. Teori pendapatan termasuk dalam ekonomi makro, yaitu teori yang mempelajari hal-hal besar seperti :

 Perilaku jutaan rupiah pengeluaran konsumen

 Investasi dunia usaha

Menurut pelopor ilmu ekonomi klasik, Adam Smith, dan David Ricardo, distribusi pendapatan digolongkan dalam tiga kelas sosial yang utama: pekerja, pemilik modal dan tuan tanah. Penghasilan yang diterima setiap faktor dianggap sebagai pendapatan

masing-masing keluarga terlatih terhadap pendapatan nasional, teori mereka meramalkan bahwa begitu masyarakat semakin maju, para tuan tanah akan relatif lebih baik

keadaannya dan para kapitalis ( pemilik modal ) menjadi relatif lebih buruk keadaannya (Sumitro, 1991:29).


(33)

Menurut pareto distribusi pendapatan berdasarkan besarnya (Size distribution of income), yaitu distribusi pendapatan diantara rumah tangga yang berbeda, tanpa mengacu pada sumber-sumber pendapatan atau kelas sosialnya dan ketidakmerataan distribusi pendapatan cukup besar di semua negara.

Pendapatan atau income masyarakat adalah hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan sektor ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Harga faktor produksi di pasar ditentukan oleh tarik-menarik antara penawaran dan permintaan.

Dalam ilmu ekonomi untuk meningkatkan profit dari satu aktivitas ekonomi dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit maximazation

Yaitu satu usaha yang dilakukan untuk memaksimumkan profit berkonsentrasi kepada penjualan yang lebih banyak untuk meningkatkan penjualan. Untuk meningkatkan volume penjualan dapat dilakukan dengan cara marketing amis, yaitu kombinasi dari empat variabel dari sistem pemasaran pengusaha yaitu produk, struktur harga,

kegiatan promosi dan sistem distribusi (kadariah, 1994:83). b. Pendekatan meminimumkan biaya atau cost mininmazition

Yaitu usaha kegiatan pelaku ekonomi yang mengkonsentrasikan kepada alokasi biaya yang telah dilakukan dapat diminimalkan. Upaya permintaan biaya ini yang akan menciptakan alokasi biaya yang akan lebih efisien atau lebih kecil dibandingkan dengan alokasi biaya yang sebelumnya. Dengan demikian biaya alokasi turun dan mempunyai pengaruh terhadap profit atau laba, misalnya jumlah alokasi biaya pada


(34)

17 satu bidang kerja tertentu yang selama ini dikerjakan oleh banyak orang dapat

dikerjakan lebih sedikit orang. Ini berarti ada penggunaan biaya untuk gaji atau upah karyawan. Dengan demikian total biaya berkurang dengan turunnya ini cateris

paribus,profit secara otomatis meningkat.

3. Teori Keputusan atau Decision Theory

Teori keputusan adalah mengenai cara manusia, dalam sebuah situasi tertentu, memilih pilihan diantara pilihan yang tersedia secara acak, guna mencapai tujuan yang hendak diraih (Hanson, 2005). Teori keputusan dibagi menjadi dua, yaitu (1) teori keputusan normatif, (2) dan teori keputusan deskriptif. Teori keputusan normatif adalah teori tentang bagaimana keputusan seharusnya dibuat, berdasarkan prinsip rasionalitas. Sedangkan teori keputusan deskriptif adalah teori tentang bagaimana keputusan secara faktual dibuat. Sebuah keputusan tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui rentetan tahapan proses. Condoret, seorang filsuf Perancis, membagi proses pembuatan keputusan menjadi tiga tahap, yaitu (1) proses mengusulkan prinsip dasar bagi

pengambilan keputusan, (2) eliminasi pilihan-pilihan yang tersedia menjadi pilihan yang paling memungkinkan, (3) proses pemilihan pilihan dan implimentasi pilihan (Hanson, 2005). Pada perkembangannya, teori mengenai tahapan pembuatan keputusan

berkembang menjadi dua golongan besar, yakni model pembuatan keputusan secara runtut (sequential model) dan model pembuatan keputusan secara tidak runtut (non-sequential model). Model pembuatan keputusan secara runtut ((non-sequential model), mengasumsikan bahwa tahapan pembuatan keputusan terjadi secara runtut dan linier. Sedangkan model pembuatan keputusan secara tidak runtut (non-sequential model)


(35)

mengasumsikan bahwa tahapan pembuatan keputusan tidaklah terjadi secara linier, tetapi sirkuler (Hanson, 2005).

4. Anomali Pilihan Individu

Didalam analisis ekonomi, individu dianggap sebagai pelaku rasional. Akan tetapi, dalam kenyataannya, individu seringkali berperilaku menyimpang dari prinsip rasionalitas. Oleh para ekonomi, penyimpangan perilaku individu tersebut tidak dianggap sebagai tindakan tidak rasional, tetapi dipandang sebagai anomali perilaku individu dari prinsip rasionalitas (Becker, 1986).

Pada tahun 1955, H.A. Simon melakukan kritik terhadap teori pilihan rasional. Ia

berpendapat bahwa individu berperilaku sebagai “orang yang memuaskan utilitas”, bukan orang yang mengoptimalkan utilitas. Artinya, individu membuat suatu pilihan yang mampu memuaskan utilitias, meski bukan merupakan pilihan yang memaksimalkan utilitasnya. Individu sebagai pembuat keputusan menghadapi batasan dalam membuat dan membangun preferensi. Perilaku memuaskan utilitas ini terkait dengan adanya pengaruh dari lingkungan eksternal individu terhadap proses pembuatan preferensi individu. Akibatnya, seringkali pilihan individu tidak memaksimalkan utilitas. Simon menyebut rasionalitas individu yang terbatas tersebut sebagai rasionalitas terbatas atau tidak lengkap (bounded rationality).

Selain itu, asumsi teori pilihan rasional yang menyatakan bahwa pelaku ekonomi selalu terinformasi dengan baik dan dapat memproses informasi yang tersedia secara cepat, realitanya seringkali tidak terpenuhi. Berdasarkan asumsi tersebut, seorang individu akan mampu untuk membuat keputusan yang paling baik, sesuai dengan prinsip rasionalitas.


(36)

19 Namun, individu seringkali tidak memiliki informasi secara cukup untuk melakukan sebuah pengambilan keputusan. Lipman (1999, dalam Sahakyan, n.d.), mengatakan bahwa individu tidak mengetahui semua logika implikasi dari kemungkinan pilihan yang ada. Keterbatasan informasi ini menyebabkan proses perhitungan logika implikasi menjadi tidak optimal. Akibatnya, ketika input dari proses pembuatan pilihan tidak sempurna, maka output yang dihasilkan (keputusan) seringkali tidak “benar” (Simon, 1987, dalam Sahakyan, n. d ).

5. Tenaga Kerja

Sumber daya manusia (SDM) mengandung pengertian manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain, individu yang berada dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk usia kerja (workingage population).

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sonny Sumarsono (2003) menyatakan tenaga kerja sebagai semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja.


(37)

Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri ataupun anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah atau mereka sesungguhnya bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. Sedangkan Badan Pusat Statistik memberikan definisi tenaga kerja (manpower) sebagai seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Ignatia dan Nachrowi (2004) memberikan ciri-ciri tenaga kerja sebagai berikut :

1. Tenaga kerja umumnya tersedia di pasar tenaga kerja, dan biasanya siap untuk digunakan dalam suatu proses produksi barang dan jasa. Kemudian

perusahaan atau penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar kerja. Apabila tenaga kerja tersebut bekerja, maka mereka mendapat imbalan berupa upah atau gaji.

2. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) yang sangat dibutuhkan dalam setiap perusahaan untuk mencapai tujuan. Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar disatu sisi merupakan potensi sumber daya manusia yang dapat diandalkan, tetapi di sisi lain juga merupakan masalah besar yang berdampak pada berbagai sektor.

Di Indonesia, pengertian tenaga kerja atau manpower mencangkup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praktis, pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Tujuan dari pemilihan batas umur


(38)

21 tersebut adalah supaya definisi yang didapat sedapat mungkin menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Tiap negara memiliki batas umur yang berbeda karena situasi tenaga kerja dari masing-masing negara berbeda. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990) untuk digolongkan sebagai tenaga kerja.

Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, batas umur minimal tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.

6. Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian Desa atau Rural Non-Farm Economy (RNFE)

Literatur klasik mengatakan bahwa wilayah desa merupakan wilayah yang sumber mata pencarian utamanya bergantung pada sektor pertanian. Kondisi ini merupakan

representasi dari comparative advantage yang dimiliki oleh desa, dimana lahan menjadi basis ekonomi desa. Oleh karenanya, kesempatan kerja di sektor pertanian mendominasi kesempatan kerja yang ada di desa. Selain itu, minimnya akses penduduk desa kepada kesempatan kerja non-pertanian yang ada di kota, menyebabkan peluang kerja penduduk desa terbatas hanya pada kegiatan ekonomi pertanian.

Hayami dan M. Kikuchi (1987) menyatakan bahwa pada awalnya dimana ketersediaan lahan masih mencukupi, penduduk desa yang berprofesi sebagai petani mampu untuk dapat hidup layak. Akan tetapi, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk desa akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, ketersediaan lahan tidak lagi mencukupi. Terjadi fragmentasi kepemilikan lahan hingga individu hanya memiliki proporsi lahan


(39)

yang sangat kecil. Seringkali, hasil output dari lahan yang kecil ini tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Akibatnya, para pemilik lahan kecil harus menggadaikan lahannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya, pemilik lahan kecil banyak yang akhirnya menjadi tenaga penggarap atau buruh tani. Jumlah tenaga penggarap melebihi kapasitas sektor pertanian. Hal ini memberikan daya tawar yang besar bagi para pemilik lahan untuk menurunkan tingkat upah hingga titik marjinal. Dampaknya, para tenaga kerja harus hidup dalam tingkat kesejahteraan yang sangat rendah. Ketika sektor pertanian tidak bisa lagi diharapkan sebagai sumber mata pencarian tunggal, maka banyak rumah tangga desa, khususnya rumah tangga miskin desa, menyiasati desakan ekonomi dengan cara mendiversifikasi sumber mata pencariaan. Salah satu cara

mendiversifikasi sumber mata pencarian yang dilakukan oleh rumah tangga desa adalah dengan berpartisipasi di kegiatan ekonomi non-pertanian, baik sebagai mata pencarian utama maupun mata pencarian sekunder (Jha, n.d).

Kegiatan ekonomi non-pertanian atau rural non-farm economy activities (RNFE) memiliki pengertian yaitu segala aktivitas yang memberikan pendapatan (termasuk pendapatan barang) yang bukan merupakan kegiatan pertanian (semua kegiatan produksi makanan primer, bunga, dan serat –meliputi proses tanam, ternak, hortikultura,

kehutanan, dan perikanan) dan berlokasi di wilayah pedesaan (Lanjouw dan Lanjouw, 1997 dalam Davis dan Dirk Bezemer, 2003). Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, mengklasifikasikan sektor non-pertanian sebagai sektor yang terdiri atas (1) sektor pertambangan dan penggalian, (2) industri pengolahan, (3) sektor listrik, air, dan gas, (4) bangunan, (5) perdagangan, hotel, dan restoran, (6) pengangkutan dan telekomunikasi,


(40)

23 (7) keuangan, dan (8) jasa-jasa. Dasawarsa belakangan ini, diskusi mengenai RNFE menjadi topik utama dalam diskusi tentang perekonomian desa. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan RNFE yang sangat cepat. Titik tolak utama dalam perkembangan RNFE adalah adanya perpindahan dari sektor pertanian menuju sektor non-pertanian. Pergeseran ini banyak terlihat di negara berkembang di dunia, khususnya di wilayah Asia. Alokasi waktu tenaga kerja desa di kegiatan non-pertanian menjadi labih tinggi daripada kegiatan pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor non-pertanian mampu menyerap pertumbuhan jumlah angkatan tenaga kerja dan memberikan pendapatan kepada rumah tangga desa. Perkembangan yang sangat cepat ini dapat dihubungkan dengan beberapa sebab. Pertama, kinerja sektor pertanian tidak sebaik dulu dan terdapat kebutuhan

mendesak untuk meningkatkan pendapatan penduduk di area desa. Alasan lainnya adalah mungkin dapat dihubungkan iktikad pemerintah negara berkembang untuk

mengembangkan usaha manufaktur kecil (Sarka, 2004).

Bagi perekonomian desa, RNFE memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan mengurangi jurang pendapatan antara desa dan kota dan kemiskinan desa. Bentuk konstribusi RNFE terhadap perekonomian desa yakni (Davis dan Dirk Bezemer, 2003): Menyerap surplus tenaga kerja Membantu rumah tangga tani membagi resiko yang menawarkan kegiatan yang lebih menguntungkan sebagai pendukung atau pengganti, pendapatan dari usaha tani menyediakan dana cadangan bagi penduduk miskin desa untuk bertahan ketika gagal panen, memanfaatkan keuntungan komparatif desa meningkatkan kualitas hidup, barang, dan jasa di wilayah desa.


(41)

Secara umum, partisipasi individual atau rumah tangga dalam kegiatan ekonomi non-pertanian di perekonomian desa disebabkan oleh dua faktor utama yaitu motivasi dan kemampuan untuk berpartisipasi. Motivasi mengarah pada insentif, sedangkan

kemampuan merupakan kapasitas dari individu atau rumah tangga untuk ikut serta dalam sektor yang diinginkan (Davis dan Dirk Bezemer, 2003). Motivasi untuk berpartisipasi dalam sektor yang diinginkan dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe, demand-pull motivation and distress-push motivation (Davis, 2003). Demand-pull motivation merupakan motivasi untuk mendiversifikasi pekerjaan, berkaitan dengan upah dan perbedaan resiko pekerjaan dari masing-masing pekerjaan. Ketika penghasilan dari kegiatan ekonomi non-pertanian tinggi dan lebih rendah resikonya dibandingkan dengan kegiatan ekonomi pertanian, faktor “tarikan” bekerja. Ellis (2000 dalam Alisjahbana, 2007), menyatakan bahwa kenaikan dalam upah non-pertanian atau kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan penghasilan uang mendorong individu untuk

mendiversifikasi pekerjaan. Kebalikannya, peningkatan penghasilan dari kegiatan ekonomi

pertanian akan mengurangi motivasi individu untuk mediversifikasi. Sedangkan distress-push motivation adalah motivasi yang berkaitan dengan ketidakcukupan pendapatan yang diterima dan ketiadaan peluang untuk kelancaran konsumsi dan produksi seperti kredit dan asuransi tanam. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi non-pertanian terkait dengan akses individu atau rumah tangga terhadap aktivitas tersebut dan oleh karenanya tidak sama antara satu individu dengan individu lainnya dan cenderung untuk beragam jika dibandingkan dengan motivasi keikutsertaan dalam kegiatan ekonomi pertanian.


(42)

25 Beberapa individu atau rumah tangga mungkin menghadapi halangan untuk masuk dalam kegiatan ekonomi non-pertanian terkait dengan kepemilikan modal manusia yang

dimiliki. Janowki dan Bleahu (2001, dalam Alisjahbana, 2006) melihat bahwa rumah tangga miskin, tidak memiliki materi dan modal manusia dalam keikutsertaannya dalam kegiatan ekonomi non-pertanian karena distress-push factor. Hal ini berkebalikan kondisinya dengan rumah tangga dengan status yang lebih tinggi dimana keterlibatan mereka didalam kegiatan ekonomi non-pertanian lebih disebabkan oleh adanya

demandpull. Beberapa kajian yang membahas mengenai perkembangan ekonomi non-pertanian (Davis dan Bezemer, 2003 dan Davis, 2003) menyebutkan bahwa keputusan individu desa untuk bekerja di ekonomi non-pertanian disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:

1. Tingkat pendapatan

Jika tingkat pendapatan yang ditawarkan kegiatan ekonomi non-pertanian lebih tinggi dari pada kegiatan pertanian, maka tenaga kerja desa lebih memilih untuk bekerja di kegiatan non-pertanian dari pada pertanian.

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam pembentukan preferensi individu terhadap suatu pekerjaan. Menggunakan data dari bangladesh, Islam (1997, dalam Aliajahbana dan Manning, 2007) menunjukkan bahwa rumah tangga dengan level pendidikan yang lebih tinggi lebih suka untuk terlibat dalam sektor industri desa

(dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk desa). Menunjukkan bahwa rumah tangga dengan level pendidikan yang lebih tinggi lebih suka untuk terlibat dalam sektor industri desa (dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk desa).


(43)

3. Umur

Umur merupakan salah satu dimensi dari modal manusia dan sangat penting untuk memahami bagaimana umur berpengaruh terhadap partisipasi individu dalam kegiatan ekonomi. Smith (2000, dalam Alisjahbana dan Manning, 2007) mencatat bahwa anggota rumah tangga yang lebih muda seringkali melakukan pepindahan dalam rangka mencari kesempatan kerja non-pertanian.

4. jenis kelamin

Beberapa studi melaporkan bahwa terdapat perbedaan preferensi antara pria dan wanita dalam memilih jenis pekerjaan (Coppard, 2001 dalam Davis, 2003). Perbedaan ini

seringkali disebabkan oleh faktor alami yang membedakan antara pria dan wanita. Selain itu, seringkali terjadi diskriminasi antara wanita dan pria. Wanita seringkali dibatasi dalam aktivitas dan mereka diijinkan atau dapat berpartisipasi, oleh tradisi, agama, atau hambatan sosial lainnya. Akan tetapi, ketika kondisi kesejahteraan keluarga semakin menurun, maka tidak jarang wanita turut serta dalam angkatan kerja.

B. Tinjauan Empiris 1 Penelitian Terdahulu

Beberapa studi terdahulu mengenai pilihan pekerjaan individu menggunakan berbagai pendekatan sebagai faktor yang menentukan pilihan pekerjaan oleh individu. Boskin (1974), mengatakan bahwa variabel human capital merupakan faktor penentu dalam pilihan pekerjaan individu. Robert P. Strauss dan Peter Schmidt (1975) menggunakan variabel ras, jenis kelamin, pencapaian pendidikan, dan pengalaman kerja individu untuk menganalisa pilihan kerja oleh individu. Nasir (2005) menggunakan variabel umur,


(44)

27 pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan, tingkat melek huruf dan melek angka, status nikah, dan anak sebagai variabel penjelas dalam menganalisa pilihan pekerjaan di Pakistan. Alisjahbana dan Manning (2007) menggunakan karakteristik personal (human capital) dan karakteristik eksternal individu (jaringan sosial,dan karakteristik rumah tangga). Semua studi tersebut menggunakan formulasi logit yang memungkinkan individu untuk memilih diantara banyak pilihan pekerjaan potensial dalam satu waktu (Orazen dan J. Peter Matilla, 1991).

Tabel 5. Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Metode

Yang Digunakan

Tujuan Hasil Penelitian

1 2 3 4 5

Markus Setio Bandono Pengaruh Pendapatan, Penguasaan Lahan, Status Pernikahan, Pendidikan, Jenis Kelamin, Umur, Terhadap Keputusan Tenaga Kerja Menjadi

Commuter (Studi Kasus Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak) Binary Logistic Regression Menganalisis Model Pada Skenario Yang Telah Dirancang Estimasi Yang Paling Baik, Dalam Arti Tingkat Signifikansi Statistik, Kesesuaian Tanda Koefisien Parameter Hasil Estimasi Dengan Teori Atau Kesesuaian Implikasinya Di Lapangan Dipilih Sebagai Model Yang Sesuai (Best Fit) Bagi Penelitian Ini.

Yuliyanto

Analisis

Keputusan Tenaga Kerja Perdesaan Melakukan Migrasi Sektoral Di Luar Pertanian Kualitatif Dengan Analisis Triangulasi menunjukkan dan menjelaskan alasan tenaga kerja perdesaan usia produktif melakukan migrasi sektoral di luar pertanian.

pendidikan dan umur menjadi alasan tenaga kerja perdesaan usia produktif di Kabupaten Temanggung untuk melakukan migrasi sektoral di luar pertanian.


(45)

1 2 3 4 5 Haris Prabowo Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Tenaga Kerja Desa Untuk Bekerja Di Kegiatan Non Pertanian Purposive Sampling menentukan siapa saja yang akan menjadi responden dengan

mempertimbangkan aspek keterwakilan sub populasi dalam pengambilan sampel, yakni individu yang

berusia ≥ 15 tahun

yang telah bekerja, baik di sektor pertanian maupun non-pertanian.

Hanya ada satu Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pilihan pekerjaan tenaga kerja, Yaitu variabel pendidikan (p) Muhammad Khaafidh, Dwisetia Poerwono Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KeputusanTenaga Kerja Untuk Berkerja Di Kegiatan Pertanian (Studi Kasus: Kabupaten Rembang)

Regresi Logistik Biner (Binary Logistic Regression) Untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan tenaga kerja di Kabupaten Rembang untuk bekerja didalam kegiatan pertanian tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk bekerja pada kegiatan pertanian di

Kabupaten Rembang antara lain : kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

pendidikan, usia dan dan pendapatan Nur Yuni Afifah Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Tenaga Kerja Untuk Tetap Bekerja Di Sektor Pertanian (Studi Kasus Kecamatan Pujon)

Model Regresi Logit

variabel Y yang bersifat biner, yaitu keputusan tenaga kerja untuk tetap bekerja di sektor pertanian (ya/tidak)

mengalami

simultaneous biased, dimana selain variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen, ada kemungkinan bahwa variabel dependen memiliki pengaruh juga terhadap variabel dependen


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah partisipasi non pertanian (KNP), sedangkan variabel independen yang digunakan adalah Pendapatan (PP),

Pendidikan (PD) dan Usia (US). Berikut ini adalah definisi operasional variabel pada penelitian ini:

1. Pendapatan (PP)

Variabel ini mencerminkan pendapatan yang diterima responden. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan satuan rupiah.

2. Pendidikan (PD)

Variabel ini merepresentasikan latar belakang pendidikan responden. Variabel ini berupa variabel politom yang terdiri dari 4 kategori. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran ordinal, dimana:

1 = Sekolah Dasar, 2 = Sekolah Menengah Pertama, 3 = Sekolah Menengah Atas, 4 = Diploma Atau Sarjana.

3. Usia (US)

Variabel ini mencerminkan bagaimana usia bisa menentukan pilihan atau mengambil keputusan untuk mengikuti kegiatan non pertanian.


(47)

Tabel 6. Definisi Operasional Variabel

Variabel Uraian

Variabel Dependen

KNP

Partisipasi sektor non pertanian 0 = Bekerja di sektor pertanian (tidak) 1 = Bekerja di sektor non pertanian (Ya) Variabel Independen

Pendapatan Responden 1 = < 15.000.000

PP 2 = 15.000.000 > 20.000.000

3 = 20.000.000 > 25.000.000 4 = > 25.000.000

PD

Pendidikan 1 = Sekolah Dasar

2 = Sekolah Menengah Pertama 3 = Sekolah Menengah Atas 4 = Diploma / Sarjana Usia

1 = 15 – 27 Tahun

US 2 = 28 – 40 Tahun

3 = 41 – 53 Tahun 4 = 54 – 65 Tahun

B. Coding

Coding atau pengkodean adalah usaha mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya. Tujuannya adalah menyederhanakan jawaban responden tersebut sehingga dapat diolah. Biasanya usaha pengkodean dilakukan dengan member simbol atau angka


(48)

31 pada jawaban responden. simbol atau angka inilah yang kita sebut kode. Dalam

pengkodean, semua variable diberi kode kemudian ditentukan tempatnya dalam coding sheet (coding form) atau matriks. Pada pertanyaan tertutup, kode tersebut sudah ditentukan. Misalnya Ya diberi kode 1 dan Tidak diberi kode 0.

C. Populasi dan Sampel

Populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti (Sugiarto dkk, 2001). Populasi dibedakan menjadi:

a. Populasi Sasaran (target population) yaitu keseluruhan individu dalam area / wilayah /

lokasi / kurun waktu yang sesuai dengan tujuan penelitian

b. Populasi Sampel (sampling population) yaitu keseluruhan individu yang akan menjadi

satuan analisis dalam populasi yang layak dan sesuai untuk dijadikan atau ditarik

sebagai sampel penelitian sesuai dengan kerangka sampelnya (Sampling Frame).

Kerangka sampel adalah seluruh daftar individu yang menjadi satuan analisis yang ada dalam populasi dan akan diambil sampelnya. Adapun sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Banyaknya anggota suatu sampel disebut “statistik” (Sugiarto dkk, 2001).

Sedangkan pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara “benar” dari suatu populasi, sehingga dapat


(49)

digunakan sebagai “wakil” yang sah (dapat mewakili) bagi populasi tersebut (Sugiarto dkk, 2001).

Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang berusia 15 - 65 tahun yang telah bekerja, baik di sektor pertanian maupun non-pertanian di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran Desa Way Harong yakni Definisi orang yang telah bekerja pada penelitian ini mengacu pada definisi orang yang bekerja menurut definisi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. BPS mendefinisikan orang yang telah bekerja sebagai orang yang bekerja untuk memperoleh gaji/upah, atau membantu orang lain untuk mendapatkan keuntungan sekurang-kurangnya satu jam pada hari seminggu sebelum survei, atau orang yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja untuk beberapa alasan selama seminggu yang lalu. Status pekerja terdiri dari berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, berusaha sendiri dibantu oleh anggota keluarga/ karyawan sementara, pengusaha dengan pekerja tetap, karyawan, pekerja tidak dibayar.

Untuk menentukan besarnya sampel dari populasi digunakan rumus Slovin untuk menentukan ukuran sampel minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada taraf signifikansi α adalah :

n = 2

1 NN

n = Ukuran Sampel N = Banyaknya populasi

α = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalah pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir populasi (10 persen).


(50)

33 Dalam penelitian ini jumlah populasi yang diambil yaitu dari jumlah rumah tangga yang tertinggi di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran disalah satu desa yang bernama Desa Way Harong yaitu berjumlah 1.335 rumah tangga.

n = 2

) 10 , 0 ( 135 . 1 1 335 . 1  n = 455 . 1 335 . 1

n = 93

Dari hasil perhitungan tersebut sampel yang dihasilkan adalah 93 responden dari jumlah rumah tangga sebesar 1.335.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Suharsimi, 1998). Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau objek

penelitian (Suharyadi dan Purwanto, 2003). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner.

b. Data sekunder adalah data yang sudah diterbitkan atau sudah digunakan pihak lain (Suharyadi dan Purwanto, 2003). Data sekunder merupakan data-data penunjang dalam penelitian ini yang diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian ini, antara lain BPS Kabupaten Pesawaran, dan BPS Propinsi Lampung.

E. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:


(51)

a. Wawancara, dalam penelitian ini dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara tertulis, yang bertujuan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban para responden

b. Dokumentasi, dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan literaturliteratur, penerbitan, koran, dan majalah, serta informasi-informasi tertulis baik yang berasal dari instansi terkait maupun internet, yang berhubungan dengan topik penelitian untuk memperoleh data sekunder.

F. Pengolahan Data

1. Pengolahan Data Deskriptif

Pengolahan data deskriptif dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif sebagai prodesur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta yang terjadi dilapangan secara utuh yaitu dengan

menggunakan analisis tabel dan grafik. Analisis tabel digunakan untuk mengetahui median, modus, dan rata-rata dari setiap variabel yang diamati dengan bantuan tabulasi data.

2. Regresi Logistik

Regresi logistik adalah sebuah pendekatan untuk membuat model prediksi seperti halnya regresi linear atau yang biasa disebut dengan istilah Ordinary Least Squares (OLS)

regression. Perbedaannya adalah pada regresi logistik, peneliti memprediksi variabel

terikat yang berskala dikotomi. Skala dikotomi yang dimaksud adalah skala data nominal dengan dua kategori, misalnya: Ya dan Tidak, Baik dan Buruk atau Tinggi dan Rendah.


(52)

35

Apabila pada OLS mewajibkan syarat atau asumsi bahwa error varians (residual) terdistribusi secara normal. Sebaliknya, pada regresi logistik tidak dibutuhkan asumsi tersebut sebab pada regresi logistik mengikuti distribusi logistik.

3. Asumsi Regresi Logistik antara lain:

1. Regresi logistik tidak membutuhkan hubungan linier antara variabel independen dengan variabel dependen.

2. Variabel independen tidak memerlukan asumsi multivariate normality.

3. Asumsi homokedastisitas tidak diperlukan

4. Variabel bebas tidak perlu diubah ke dalam bentuk metrik (interval atau skala ratio).

5. Variabel dependen harus bersifat dikotomi (2 kategori, misal: tinggi dan rendah atau baik dan buruk)

6. Variabel independen tidak harus memiliki keragaman yang sama antar kelompok variabel

7. Kategori dalam variabel independen harus terpisah satu sama lain atau bersifat eksklusif

8. Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum dibutuhkan hingga 50 sampel data untuk sebuah variabel prediktor (independen).

9. Regresi logistik dapat menyeleksi hubungan karena menggunakan pendekatan non linier log transformasi untuk memprediksi odds ratio. Odd dalam regresi logistik sering dinyatakan sebagai probabilitas.


(53)

Model persamaan aljabar layaknya OLS yang biasa kita gunakan adalah berikut: Y = B0 + B1X + e. Dimana e adalah error varians atau residual. Dengan regresi logistik, tidak menggunakan interpretasi yang sama seperti halnya persamaan regresi OLS. Model Persamaan yang terbentuk berbeda dengan persamaan OLS.

Berikut persamaannya:

Persamaan Regresi Logistik Di mana:

Ln: Logaritma Natural.

B0 + B1X: Persamaan yang biasa dikenal dalam OLS.

Sedangkan P Aksen adalah probabilitas logistik yang didapat rumus sebagai berikut:

Probabilitas Regresi Logistik Di mana:

exp atau ditulis "e" adalah fungsi exponen.

(Perlu diingat bahwa exponen merupakan kebalikan dari logaritma natural. Sedangkan logaritma natural adalah bentuk logaritma namun dengan nilai konstanta 2,71828182845904 atau biasa dibulatkan menjadi 2,72).


(54)

37

Besarnya nilai Exp(B) dapat diartikan misalnya nilai Exp (B) pengaruh rokok terhadap terhadap kanker paru adalah sebesar 2,23, maka disimpulkan bahwa orang yang merokok lebih beresiko untuk mengalami kanker paru dibadningkan dengan orang yang tidak merokok. Interprestasi ini diartikan apabila pengkodean kategori pada tiap variabel sebagai berikut:

1. Variabel bebas adalah Rokok: Kode 0 untuk tidak merokok, kode 1 untuk merokok.

2. Variabel terikat adalah kanker Paru: Kode 0 untuk tidak mengalami kanker paru, kode 1 untuk mengalami kanker paru.

Perbedaan lainnya yaitu pada regresi logistik tidak ada nilai "R Square" untuk mengukur besarnya pengaruh simultan beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam regresi logistik dikenal istilah Pseudo R Square, yaitu nilai R Square Semu yang maksudnya sama atau identik dengan R Square pada OLS.

Jika pada OLS menggunakan uji F Anova untuk mengukur tingkat signifikansi dan seberapa baik model persamaan yang terbentuk, maka pada regresi logistik menggunakan Nilai Chi-Square. Perhitungan nilai Chi-Square ini berdasarkan perhitungan Maximum Likelihood.

3. Justifikasi Statistika

Analisis Binary Logistik digunakan untuk menganalisis model pada skenario yang telah dirancang diatas. Model yang dapat memberikan hasil estimasi yang paling baik, dalam


(55)

arti tingkat signifikansi statistik, kesesuaian tanda koefisien parameter hasil estimasi dengan teori atau kesesuaian implikasinya di lapangan dipilih sebagai model yang sesuai (best fit) bagi penelitian ini. Pengolahan dan analisis data penelitian menggunakan bantuan paket program komputer SPSS PASW 18.

Untuk menentukan justifikasi statistik kelayakan model (Goodness of Fit), dilakukan uji Hosmer and Lameshow dengan pendekatan metode Chi square. Apabila nilai

signifikansi diatas 0,05, maka model itu sudah memenuhi (fit). Sebaliknya jika nilai signifikansi dibawah 0,05, maka model tersebut tidak memenuhi Uji kelayakan secara keseluruhan (Overall Fit Test) dilihat dari nilai -2 log likelihood. Nilai -2 log likelihood yang semakin rendah dibandingkan dengan nilai awal, menunjukkan bahwa model akan semakin fit secara keseluruhan.

Uji kemaknaan koefisien regresi overall fit test juga dapat dilakukan dengan menggunakan omnibus test of model coefficient. Pengujian ini juga menggunakan pendekatan uji chi square. Dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keputusan di kegiatan ekonomi non-pertanian dapat diprediksi dari variabel bebas.

Uji secara parsial bertujuan menghubungkan 2 atau lebih variabel bebas dengan variabel terikat. Parameter yang digunakan adalah membandingan antara nilai signifikansi setiap variabel dengan taraf nyata 5%. Apabila nilai signifikansi dibawah 5%, maka variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, berlaku pula sebaliknya. Apabila nilai B di Variables In the Equation pada variabel bebas adalah positif (+), maka variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan positif (+) terhadap variabel terikat, berlaku pula sebaliknya.


(56)

39 G. Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran

Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pesawaran di Provinsi Lampung dan diresmikan pada tanggal 2 November 2007, ditandai dengan dilantiknya Penjabat Bupati Pesawaran oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta.

Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa

“pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah”. Selain itu pasal 27 ayat (2) juga menegaskan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat dan memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada DPRD, atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selama satu tahun anggaran.

Bagi daerah otonom baru mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat, menyatakan Kepala Daerah otonom baru menyusun dan menyampaikan Laporan Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan melalui Gubernur sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.


(57)

Kabupaten Pesawaran telah melaksanakan struktur dan mekanisme pemerintahan daerah yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang telah tertuang pada Peraturan Daerah Kabupaten Pesawaran dan telah terbentuknya DPRD Kabupaten Pesawaran. Disini akan kami sampaikan Laporan Penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelaksanaan Pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta tugas-tugas lain yang sudah dijalankan baik menyangkut urusan wajib, urusan pilihan serta tugas pembantuan yang sudah diterima.

1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Pesawaran terletak pada 104o54’ sampai dengan 105o14’ bujur timur dan 5o7’ sampai dengan 5o48’ lintang selatan. Secara umum memiliki iklim hujan tropis sebagaimana iklim Provinsi Lampung pada umumnya, curah hujan per tahun berkisar antara 2.264 mm sampai dengan 2.868 mm dan jumlah hari hujan antara 90 sampai dengan 176 hari/tahun. luas wilayah Kabupaten Pesawaran adalah ± 1173.77 Km2 dengan kedudukan ibukota di Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran Pada Tahun 2010 berpenduduk 397.294 jiwa berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010,

memiliki potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan pariwisata yang masih terbuka untuk dikembangkan. Dengan kondisi wilayah yang ada Kabupaten Pesawaran memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi pusat kawasan perdagangan dan perekonomian di Provinsi Lampung, karena letaknya yang strategis yang berbatasan langsung dengan 4 (empat) kabupaten/kota dan disebelah selatan yang berbatasan

langsung dengan Teluk Lampung, selengkapnya batas wilayah Kabupaten Pesawaran mencakup yaitu:


(58)

41 Bumiratu Nuban, Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Natar Kab. Lampung Selatan, Kemiling dan Telukbetung Barat Kota Bandar Lampung.

 Sebelah Barat Berbatasan dengan Kecamatan Pardasuka, Ambarawa, Gading Rejo, Sukoharjo Kabupaten Tanggamus.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung, Kelumbayan, Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus

Kabupaten Pesawaran terdiri dari 7 Kecamatan dan 133 Desa, secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 7. berikut:

Tabel 7. Daftar Nama Kecamatan dan Luas Wilayah

No Kecamatan Luas (Km) Luas (Ha) Jumlah Desa

1. Gedong Tataan 97.06 9.706 19 Desa

2. Negeri Katon 152.69 15.269 19 Desa

3. Tegineneng 151.26 15.126 15 Desa

4. Way Lima 99.83 9.983 16 Desa

5. Padang Cermin 317.63 31.763 22 Desa

6. Punduh Pedada 224.19 22.419 21 Desa

7. Kedondong 131.11 13.111 21 Desa

Jumlah 1.173.77 117.377 133 Desa

Sumber Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran, 2010. 2. Kondisi Demografis

Hasil Rekapitulasi Sensus Pendudukan tahun 2010, Kabupaten Pesawaran memiliki jumlah penduduk 397.294 jiwa, Terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 204.934 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 192.360 jiwa yang tersebar di 7 (tujuh) Kecamatan.


(59)

Perincian penduduk menurut jenis kelamin dan wilayah kecamatan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2. berikut:

Tabel 8. Jumlah Penduduk Per Kecamatan Dilihat Dari Jenis Kelamin JUMLAH PENDUDUK

NO KECAMATAN JUMLAH DESA JUMLAH Laki - Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)

1. Gedong Tataan 19 43.386 42.310 85.696 2. Negeri Katon 19 31.157 29.526 60.683 3. Tigineneng 15 25.453 24.252 49.705 4. Way Lima 16 15.359 14.384 29.743 5. Padang Cermin 22 45.922 42.135 88.057 6. Punduh Pidada 21 13.650 12.269 25.919

7. Kedondong 21 30.007 27.484 57.491

Jumlah 133 204.934 192.360 397.294

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran, 2010.

3. Kondisi Ekonomi

Secara umum potensi daerah di Kabupaten Pesawaran dapat dilihat dari berbagai sumber yang bila diusahakan secara optimal dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Pesawaran mencakup ekosistem lahan pantai/laut, ekosistem sawah, dan ekosistem lahan kering. Potensi lahan basah seluas 21.552 ha (18,36%), lahan kering seluas 17.271 ha (81,95%) dan budidaya laut seluas 4.775 ha. Sektor pertanian di wilayah Pesawaran terdiri dari dua komoditas utama, yaitu tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari padi sawah (25.134 Ha, dengan hasil produksi 127.485 ton), padi ladang (2.136 Ha, dengan hasil produksi 7.222 ton), jagung (19.519 Ha, dengan hasil produksi 102.397 ton),


(60)

43 Ubi Kayu (2.860 Ha, dengan hasil produksi 64.460 ton), Ubi kayu (2.860 ha, dengan jumlah produksi 64.460 Ton), Kacang Tanah (380 Ha, dengan hasil produksi 453 Ton), Kacang Kedelai (16 ha dengan hasil produksi 15 Ton), Kacang hijau (256 ha dengan hasil produksi 220 Ton).

Tabel 9. Luas Lahan Komoditi di Kabupaten Pesawaran

No Komoditi Luas Tanam (ha) Produksi (ton)

1. Tanam padi 27.270 134.707 2. Padi sawah 25.134 127.485 3. Padi ladang 2.136 7.222 4. Jagung 19.519 102.397 6. Ubi kayu 2.860 64.460 7. Kacang Tanah 380 453 8. Kacang kedelai 16 15 9. Kacang Hijau 256 220 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran, 2010.

4. Pertumbuhan Ekonomi/PDRB

Nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku masyarakat Kabupaten Pesawaran pada Tahun 2008 adalah sebesar Rp.7.898.978 adanya peningkatan nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku dibandingkan tahun sebelumnya menunjukan bahwa perekonomian di Kabupaten Pesawaran mengalami peningkatan. Untuk tahun 2009 diasumsikan nilai PDRB per kapita Kabupaten Pesawaran meningkat menjadi sebesar Rp.8.688.875 dan diharapkan mencapai Rp.9.557.762 pada tahun 2010. secara rinci data PDRB tertera pada tabel 10. berikut:


(61)

Tabel 10. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Pesawaran menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan (2000=100) Tahun 2007 – 2008 (persen)

NO LAPANGAN USAHA 2007 2008

1. PERTANIAN 5.80 3.72

a. Tanaman bahan makanan 2.89 3.51

b. Tanaman perkebunan 4.60 7.39

c. Perternakan (3.51) 1.73

d. Kehutanan 8.83 0.88

e. Perikanan 12.58 2.86

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3.68 3.60

a. Pertambangan tanpa migas (24.13) 28.16

b. Penggalian 3.04 4.79

3. INDUSTRI PENGELOLAHAN TANPA MIGAS 8.41 9.99

4. LISTRIK & AIR BERSIH 8.51 4.72

a. Listrik 8.66 4.76

b. Air bersih 1.79 2.68

5. BANGUNAN 1.93 4.44

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 5.75 6.74

a. Perdagangan besar dan eceran 5.67 6.90

b. Hotel 0.00 0.00

c. Restoran/Rumah Makan 7.53 9.47

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 9.52 5.82

a. Pengangkutan 8.18 9.36

1). Angkutan Rel 0.00 0.00

2). Angkutan Jalan Raya 8.30 9.47

3). Angkutan Penyebrangan 4.30 5.82

4). Angkutan Udara 3.02 3.97

5). Jasa Penunjang angkutan 20.79 17.42

b. Komunikasi 5.19 6.61

8. KEUANGAN, PERSW & JASA PERUSAHAN 19.31 26.17

a. Bank

b. Lembaga keuangan tanpa Bank 5.16 12.69

c. Persewaan 3.17 3.08

d. Jasa Perusahaan 3.41 5.75

9. jasa – Jasa 4.78 5.42

a. Pemerintahan Umum 3.22 4.48

b. Swasta 11.20 9.00

1). Sosial Kemasyarakatan 10.75 11.69

2). Hiburan dan Rekreasi 10.92 12.67

3) Perorangan dan Rumah Tangga 11.84 4.77

Produk Domistik Regional Bruto 5.88 5.17


(62)

45 Jika melihat data pada tabel tersebut diatas terlihat bahwa sektor pengakutan dan

komunikasi memiliki jumlah pendapat tertinggi berturut-turut sejak tahun 2007 sebesar 9,52 % dan 10,29 % pada tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor ini masih menjadi andalan pemerintah Kabupaten Pesawaran dalam pengelolaannya sebagai pendapatan uang daerah.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Dari hasil perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Rumah Tangga Desa Untuk Berpartisipasi di Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian di Kecamatan Way lima Kabupaten Pesawaran (Study Kasus Desa Way Harong) maka dapat disimpulkan, sebagai berikut :

1. Penelitian ini menggunakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 93 responden. Dengan estimasi model binary logistic regression memperkirakan atau memprediksikan dengan benar bahwa kemungkinan tenaga kerja di desa melakukan keputusan untuk bekerja di sektor non-pertaniansangat besar.

2. Dari hasil estimasi berdasarkan model analisis binary logistic regression, keputusan untuk bekerja di sektor non-pertanian dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut :

a. Pengaruh Pendidikan (PD) Terhadap Keputusan untuk bekerja di sektor non-pertanian (KNP)

Dari hasil regresi logistik diatas menunjukkan bahwa Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan untuk bekerja di sektor non-pertanian hal ini ditunjukkan dengan koefisien variabel PD yg bernilai positif (2,040) dan nilai Sig. 0,000 < α (5%).

Hal ini juga menjelaskan bahwa Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kecenderungan untuk bekerja di sektor non-pertanian akan semakin besar.


(2)

61

b. Pengaruh Usia (US) Terhadap Keputusan untuk bekerja di sektor non- pertanian (KNP)

Dari hasil regresi logistik diatas menunjukkan bahwa Usia berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan untuk bekerja disektor non-pertanian hal ini ditunjukkan dengan koefisien variabel US yg bernilai negatif (-0,288) dan nilai Sig. 0,397 > α (5%).

Hal ini juga menjelaskan bahwa semakin tinggi usia seseorang maka kecenderungan untuk bekerja di sektor non-pertanian akan semakin kecil.

c. Pengaruh Pendapatan (PP) Terhadap Keputusan untuk bekerja di sektor non-pertanian (KNP)

Dari hasil regresi logistik diatas menunjukkan bahwa Pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan untuk bekerja disektor non-pertanian hal ini ditunjukkan dengan koefisien variabel PP yg bernilai positif (1,597) dan nilai Sig. 0,000 < α (5%).

Hal ini juga menjelaskan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka kecenderungan untuk bekerja di sektor non pertanian akan semakin besar.

B. Saran

Saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Rumah Tangga Desa Untuk Berpatisipasi Di Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran (Studi Kasus Desa Way Harong)


(3)

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tenaga kerja asal Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran mempunyai kecenderungan untuk melakukan keputusan kerja. Dengan demikian para tenaga kerja tersebut akan lebih menyukai tinggal di desa asalnya apabila tersedia lapangan pekerjaan. Hal ini memberikan

konsekuensi kepada pemerintah daerah Kabupaten Pesawaran untuk dapat menyediakan / menciptakan lapangan pekerjaan.

2. Pemerintah daerah Kabupaten Pesawaran Kecamatan Way Lima di salah satu Desa yaitu desa Way Harong perlu untuk mempertimbangkan penyesuaian upah minimum antara kota besar dengan upah minimum di sekitar kota besar, untuk memperkecil arus tenaga kerja dalam melakukan keputusan untuk bekerja di sektor non-pertanian.

3. Pada studi ini, hal yang dilakukan adalah sebatas menganalisis keputusan tenaga kerja untuk melakukan keputusan untuk bekerja di sektor non-pertaniandan faktor-faktor yang mempengaruhinnya di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran. Untuk itu diperlukan kajian lebih

lanjut pada studi ini, seperti bagaimana dampak ekonomi bagi daerah asal keputusan tenaga kerja di sektor non-pertanian.

4. Regresi logistik adalah sebuah pendekatan untuk membuat model prediksi seperti halnya regresi linear atau yang biasa disebut dengan istilah Ordinary Least Squares (OLS) regression. Perbedaannya adalah pada regresi logistik, peneliti memprediksi variabel terikat yang berskala dikotomi. Skala dikotomi yang dimaksud adalah skala data nominal dengan dua kategori, misalnya: Ya dan Tidak, Baik dan Buruk atau Tinggi dan Rendah.


(4)

63

Apabila pada OLS mewajibkan syarat atau asumsi bahwa error varians (residual) terdistribusi secara normal. Sebaliknya, pada regresi logistik tidak dibutuhkan asumsi tersebut sebab pada regresi logistik mengikuti distribusi logistik.


(5)

Alisjahbana, A. S. dan C. Manning. 2007. “Trends and Constraints Associated with Labor Faced by Non-Farm Enterprises

Becker, S. G. 1986. "Irrational Behavior and Economic Theory." The Journal of political Economy, Vol. 70, No. 1 (Feb., 1962

Boskin, M. J. 1974. " A Conditional Logit Model of occupational Choice." The Journal of Political Economy, Vol. 82, Issue 2, Part 1 (Mar.-Apr., 1974),

Davis, J. R. dan D. Bezemer, 2003. “Key Emerging and Conceptual Issues in the Development of The RNFE in The Developng Countries and Transition Economies.” NRI Report No: 2755.

Davis, J. R. 2003. “ The Rural Non-Farm Economy, Livelihoods and Their Diversification: Issues and Options.” NRI Report No: 2753.

Harris, Michael. 2000. Human Resources Management Second Edition: USA: Harcourt Brace & Company.

Hanson, S. O. 2005. “Decision Theory, A Brief Introduction” .

Hayami, Y. dan M. kikuchi 1987. Dilema Ekonomi Desa, Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesi Kadariah, 1994, Teori Ekonomi Mikro, LPFE UI, Jakarta.

Majid, Fitria dan Herniwati Retno Handayani. 2012. “Faktor – Faktor yang

Mempengaruhi Keputusan Perempuan Berstatus Menikah untuk Bekerja (Studi Kasus Kota Semarang”. Dalam Diponegoro Journal of Economics. Vol. 1, No. 1. Hal 1 – 9. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mudrajad Kuncoro, 2000, Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan Kebijakan), UPP AMP YKPN, Yogyakarta

Mubyarto, 1973, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES. Jakarta.

Nasir, Z. M. 2005. “An Analysis of Occupational Choice in Pakistan, A Multinomial Approach." The Pakistan Development Review, pp. 57-79.


(6)

Nuhung, I. A. 2006. Bedah Terapi Pertanian Nasional. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Orazem, P. F dan J. P. Matilla, 1991. “Human Capital, Uncertain Wage Distribution,

Occational and Education Choice.” International Economic Review, Vol. 32, Issue 1 (Feb., 1991), h. 103-122.

Prabowo, Haris C. 2011. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Tenaga Kerja Desa untuk Bekerja di Kegiatan Non – Pertanian. Skripsi. Semarang: FE UNDIP. Purnomo, Didit. 2009. “Fenomena Migrasi Tenaga Kerja dan Peranannya bagi

Pembangunan Daerah Asal: Studi Empiris di Kabupaten Wonogori”. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10, No. 1. Hal 84 – 102. Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Sarka, P. 2004. "Rural Non-farm Employment Poverty and Inequality: Micro Level Evidence from West Bengal." The Journal of Rural Development, vol. 34, No. 2, july 2007, pp. 89-106.

Simanjuntak, J Payaman. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: FE UI.

Suharyadi dan Purwanto. S.K. 2003. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern: Buku I. Jakarta: Salemba Emban Patria

Sugianto dkk, 2001, Teknik Sampling, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sumarsono, S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Ketenaga

Kerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sumitro, 1991, Ilmu Ekonomi, Jakarta. Rineka Cipta.

Todaro, M. 2006. Pengembangan Ekonomi Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Utomo, Agung Priyo. 2006. “Peluang Pekerja Wanita dalam Memilih Lapangan

Pekerjaan Pertanian dan Non Pertanian di Kota Batam”. Dalam Jurnal Organisasi dan Manajemen Vol. 2, No. 1. Hal. 21 – 34. Batam: Sekolah Tinggi Ilmu

Statistik.


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Usia Produktif Desa untuk Berpartisipasi di Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian, Studi Kasus Kecamatan Pangururan dan Kecamatan Simanindo

2 37 88

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN RISIKO USAHATANI TEMBAKAU VIRGINIA DI DESA SIDODADI KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN

1 22 61

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH (Studi Pelayanan Program Perawatan Kesehatan Masyarakat di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran)

1 17 126

Analisis faktor ekonomi yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di pedesaan (Studi kasus di 7 desa tertiggal di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi)

0 5 114

(ABSTRAK)PERUBAHAN FUNGSI DAN MAKNA SIMBOLIK KAIN TAPIS ( Studi Kasus di Desa Banjar Negeri Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran Lampung ).

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik Rumah Tangga (Studi Kasus di Kecamatan Grogol, Sukoharjo) IMG 20151207 0008

0 0 1

Cover Proseding FH UB

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Usia Produktif Desa untuk Berpartisipasi di Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian, Studi Kasus Kecamatan Pangururan dan Kecamatan Simanindo

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Usia Produktif Desa untuk Berpartisipasi di Kegiatan Ekonomi Non-Pertanian, Studi Kasus Kecamatan Pangururan dan Kecamatan Simanindo

0 0 15

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK USIA PRODUKTIF DESA UNTUK BERPARTISIPASI DI KEGIATAN EKONOMI NON PERTANIAN

0 1 12