Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Akhlak terhadap keluarga meliputi ayah, ibu, anak dan keturunannya. Kita harus berbuat baik pada orang tua. Ibu telah
mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. Menyusui dan mengasuhnya selama 2 tahun.
40
Oleh karena itu, wajib bagi seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tua, berbakti, berbicara dengan perkataan yang baik kepada
keduanya, serta adil terhadap saudara. Disamping itu, begitu juga dengan orang tuanya, mereka juga harus membina dan mendidik keluarganya
dengan baik, memelihara keturunannya, tidak bertindak semaunya, dst.
41
Hal demikian dijelaskan didalam al- Qur’an al-Karim, antara lain: Berbuat
baik kepada ibu bapak walaupun beda amal perbuatan
42
, Birr al-Walidain berbakti kepada kedua orang tua,
43
Berbicara dengan perkataan yang baik
44
, Orang tua dilarang membunuh anak karena takut miskin
45
, Adil
terhadap saudara
46
, Membina dan mendidik keluarga
47
, Memelihara keturunan
48
. Dengan demikian, Islam jelas mengatur tata pergaulan hidup
dalam keluarga yang saling menjaga akhlak. Sebab, dalam Islam semua
40
Deden, Pendidikan, 149.
41
Ibid, h. 150.
42
Lihat Qs. Al-Ah}qaf: 15.
43
Lihat Qs. Al-Nisa ‟: 36.
44
Lihat Qs. Al-Isra ‟: 23-24.
45
Lihat Qs. Al-Isra ‟: 31.
46
Lihat Qs. Al-Nah}l: 90.
47
Lihat Qs. Al-Tahrim: 6 dan Al-Sh u‟ara: 214.
48
Lihat Qs. Al-Nah}l: 58-59.
anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban yang sama-sama harus dilaksanakan. Seluruh anggota keluarga berperan untuk memberikan
kontribusi menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah dan penuh ramah. Hal ini akan terwujud hanya jika semua menjalankan hak dan kewajiban
berdasarkan akhlaq al-karimah.
49
c. Akhlak terhadap guru
Akhlaq al-Karimah kepada guru di antaranya dengan menghormatinya, berlaku sopan dihadapannya, mematuhi perintah-
perintahnya, baik itu di hadapannya ataupun di belakangnya, karena guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid, yaitu yang
memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya.
Penyair Shauki telah mengakui pula nilainya seorang guru dengan kata-katanya sebagai berikut:
َ ل ي ج ب تلاَ هِّ وَ مّل ع م ل لَ م ق َ ّ و س رَ ن و ك َُ ن اَ مّل ع م لا دا كَكَ
Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul.
50
d. Akhlak terhadap diri sendiri
Manusia memiliki dua lapis kewajiban. Pertama, kewajiban sh
ar‟iyyah-formal. Kedua, kewajiban moral. Kewajiban moral adalah kelanjutan dari pelaksanaan kewajiban formal atau disebut juga kewajiban
49
Ibid, 151.
50
Al-Abrashi}, Prinsip-Prinsip, 136.
ihsan dalam menjalankan hukum formal-shari ‟ah. Adapun kewajiban moral
seseorang terhadap
dirinya sendiri
adalah kewajibannya
untuk memperlakukan dirinya secara baik. Misalnya dengan menerima dirinya
dengan penuh optimisme, apa adanya, tidak pernah menyesali keberadaannya, bahkan menggunakan segala potensi yang ada baik jasmani
dan rohani untuk dikembangkan sebagaimana seharusnya. Terkait dengan rohani, batin atau jiwa, manusia harus berakhlak
dan berbuat baik ih}san. Disini, agama memberikan norma-norma, etiket atau adab sebagaimana prinsipnya yang telah diberikan oleh al-
Qur’an dan selanjutnya dijabarkan oleh Nabi Muhammad saw. diantara norma-norma
itu adalah:
51
1 Menggunakan akalnya untuk berpikir dengan baik, merawat dan
mengokohkannya dengan ilmu-ilmu berpikir yang benar, memberikan asupan ilmu pengetahuan bermanfaat, tidak boleh merusaknya baik
dengan membiarkannya sia-sia, seperti melamun dan berangan-angan kosong atau maupun dirusak dengan makanan dan minuman yang
memabukkan. 2
Menggunakan daya rasa hatinya dengan baik, merawat dan membersihkan intuisi dan mendengarkan suaranya, membersihkan hati
dari penyakit-penyakitnya, semisal sombong, keras hati, dengki, mengancam, berdusta, menipu, berprasangka buruk baik kepada sesama
51
Tim Penyusun, Akhlak, 114-116.
manusia ataupun kepada Allah Swt. sebaliknya seseorang harus menghiasinya dengan berbaik sangka, bersyukur. Menerima kenyataan
yang ada, berkehendak baik yang kuat, dsb. 3
Menggunakan daya nafsu hawa shahwat dengan proporsional. Tentang ini terdapat kajian mendalam dalam bab atau kitab tersendiri,
misalnya, dijabarkan dalam bab Riyad}ah al-Nafs, yaitu mengolah nafsu
atau melatih hawa nafsu secara baik, dalam arti mau dan terbiasa dikontrol oleh akal sehat dan hati nurani.
Selanjutnya, terkait
dengan jasmani,
manusia harus
memperlakukannya dengan baik sesuai dengan aturan moral berupa adab atau etiket. Pada dasarnya, memelihara jasmani dilakukan dengan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti pangan, sandang dan papan serta memelihara keperluan hidupnya. Di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia harus berdasarkan moralitas Islam agar jasmaninya berkembang dan tumbuh dengan sehat.
52
Dalam hal memenuhi kebutuhan hidup, makan dan minum, maka manusia harus menggunakan adab-adab seperti:
1 Memberikan yang halal dan baik
ابيطَ ّلح, arti halal dalam makanan
misalnya bukan harta curian, hasil judi, korupsi dan lain-lain. Hal tersebut tidak membawa berkah, tetapi membawa
„adhab. Sedangkan
52
Ibid, 118.
t}ayyib memiliki makna benda yang dikonsumsi itu bermanfaat dan baik untuk tubuh.
2 Memenuhi keinginan atau kebutuhan makan-minum tidak berlebihan,
sebab dapat membahayakan kesehatannya
اوِرستَّوَاوبرشوَاولك.
3 Manusia harus menjaga kesehatan fisiknya dengan berolah raga dan
melatih organ-organ tubuhnya agar berfungsi semestinya, agar tumbuh rasa dan semangat sehingga tidak menjadi pemalas. Sabda Rasulullah
saw. dalam kaitan ini adalah banyak sekali. 4
Manusia harus menjaga fisiknya agar selalu tampil baik dan sopan, harus percaya diri tanpa berbau kesombongan, harus menghargai diri
sebagai kebalikan dari menghinakan diri dan memperlemah diri. Jasad harus diberlakukan dengan baik sebagaimana adabnya telah dijelaskan
oleh Islam. Misalnya dengan cara: 1 memperhatikan kebersihan dan kesucian
dengan cara
memotong kuku
yang panjang
dan membersihkannya, berwangi-wangian, meminyaki, menyisir rambut,
bersiwak, menutupi aurat, memandikan dan membersihkan badan, memotong rambut, jambang, kumis, mencabutu bulu ketiak dan
menyisiri jenggot yang panjang. 2 menghiasi badan secara sederhana, misalnya: berpakaian bagus, dan bersih, memakai cincin bagi laki-laki,
memakai kalung dan anting bagi perempuan, memakai pacar dengan berbagai ragamnya bagi wanita atau memakai sorban dan kopiah bagi
lelaki, 3 menikahkan diri atau hidup bersuami istri kalau sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Semuanya itu memiliki seperangkat
norma atau tatakramanya masing-masing yang harus diperhatikan oleh seseorang agar menjadi manusia yang bermoral baik.
53
Sedangkan menurut Abu Ahmadi Noor Salimi, beberapa contoh akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: a Sabar
54
, b Syukur
55
, c Tawadh
u‟
56
, d Benar
57
, e Iffah, menahan diri dari melakukan yang terlarang, f Hilmun atau menahan diri dari marah, g Amanah atau jujur,
h Sh aja‟ah atau berani karena benar, i Qana‟ah atau merasa cukup
dengan apa yang ada.
58
Sedangkan menurut Abuddin Nata, akhlak dengan diri sendiri antara lain tidak membiarkan diri sendiri dalam keadaan lemah, tidak
berdaya dan terbelakang, baik secara fisik, intelektual, jiwa, spiritual, sosial dan emosional. Akhlak terhadap diri sendiri dilakukan dengan cara
membuat diri secara fisik dalam keadaan sehat, kokoh dan memiliki berbagai keterampilan; mengisi otak dan akal pikiran dengan berbagai
pengetahuan; mengisi jiwa dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dan
53
Ibid, 119-120.
54
Sebagaimana dalam Qs. Al-Baqarah: 153.
55
Sebagaimana dalam Qs. Al-Nah}l: 14.
56
Lihat Qs. Luqman: 18.
57
Lihat Qs. Al-Taubah: 119.
58
Abu Noor, Dasar-dasar, 208.
seni; mengisi jiwa dengan kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya dan sebagainya.
59
e. Akhlak terhadap masyarakat
Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perorangan saja, tetapi penting untuk bertetangga, masyarakat, umat dan kemanusiaan seluruhnya.
Di antaranya akhlak terhadap tetangga dan masyarakat adalah saling tolong menolong, saling menghormati, persaudaraan, pemurah, penyantun,
menepati janji, berkata sopan dan berlaku adil. Allah SWT berfiman dalam al-
Qur’an Qs. Al-Ma’idah [5]: 2:
“dan tolong-menolonglah kamu dalm mengerjakan kebajikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras pembalasan-
Nya.”
60
Disamping itu, menurut Abu Ahmadi Noor Salimi
61
dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bentuk akhlak kita terhadap masyarakat,
manusia harus berlaku adil, pemurah, dan penyantun, pemaaf musyawarah, menepati janji, wasiat dalam kebenaran. Disamping itu, Islam
mengajarkan agar seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Jika tidak ada
orangnya, maka janganlah masuk.
62
59
Abuddin, Pemikiran, 209.
60
M. Quraish, Al- Qur’an, 106.
61
Abu Noor, Dasar-dasar, 211-214.
62
Lihat Qs. Al-Nur: 27-28.
Dari uraian di atas, terdapat sekian banyak hal yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan sesama manusia, baik hal-hal yang
berkenaan mulai dari hal yang kecil sampai kepada hal-hal yang besar. Sebagai seorang beragama, patutnya hal-hal di atas harus kita sadari bersama,
tidak hanya sekedar dibaca dan dipelajari saja akan tetapi harus mampu memahami serta dapat menginternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kaitannya dengan hubungan manusia dengan manusia juga harus betul-betul dipahami dengan baik, berakhlak yakni menghormati kepada orang yang lebih
tua, dan menyayangi orang yang lebih muda. Bahkan Allah Swt. tidak berkenan jikalau antar sesama manusia terjadi hubungan yang tidak baik,
seperti saling membenci, menz}alimi, saling menfitnah, bertengkar, dsb apalagi sampai memutus hubungan tali s}ilat al-rahim. Bahkan Rasulullah saw, pernah
bersabda akan ancaman orang yang memutus hubungan tali s}ilat al-rahim itu tidak akan masuk surga.
63
63
Hadith tersebut berbunyi, “tidak akan masuk surga orang yang memutus
S}ilat
al- rahmi” HR.
Imam Bukhari. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kandungan hadits ini sudah didiskusikan oleh para pakar-pakar hadith, apalagi terdapat sekian banyak dalil keagamaan yang menginformasikan
bahwa yang tidak masuk surga hanya orang-orang yang tidak percaya ajaran para Nabi. Atas dasar itu, para pakar hadith
memahami kalimat “tidak masuk surga” dalam arti “tidak masuk surga dalam arti rombongan awal yang masuk, karena yang bersangkutan harus mampir terlebih dahulu untuk disiksa
di Neraka ”. Ada juga yang memahami hadith ini dalam arti ancaman serius, walaupun ancaman
tersebut belum tentu terlaksana. Ini dimaksudkan agar setiap orang selalu menjalin hubungan harmonis dengan sesama. Kesalah pahaman antar dua orang muslum untuk tidak menyapa hanya dibenarkan
berlangsung tidak lebih dari tiga hari. Tenggang waktu tersebut sudah cukup untuk meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku dan menjalin kembali hubungan harmonis. Lihat. M. Quraish Shihab,
Menjawab? 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati, 2011, cet.Ke-11, 603-604.
3. Akhlak terhadap alam
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, meliputi; binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara,
tanah, maupun benda-benda tidak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al-
Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah yakni mengelola, mengatur, merawat dan menjaganya
dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini terdapat banyak ayat-ayat suci al-
Qur’an dan sunnah Rasullah saw. yang menganjurkan manusia untuk aktif beramal dan berperan
dalam menciptakan kebaikan dan kemashlahatan di atas bumi. Sebaliknya, banyak dalil-dalil agama yang melarang secara tegas berbuat kerusakan di
bumi dalam arti yang luas.
64
Misalnya, yang terdapat dalam Qs. Al-A ’raf: 56
َ وَ ّ َ تَ
َ ف َ س
َ دَ و َ َِا
َ ّاَى َ ر
َ ض ََ بَ ع
َ دَ َ ا
َ ص َ حل
َ ها ...
“dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah perbaikannya...
”
65
Disamping itu, disamping manusia mempunyai kemampuan serta potensi dalam mengatur alam ini, disisi lain juga manusia berpotensi untuk
berbuat kerusakan. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-Baqarah: 205
َ وَ اَ ذ َ تَا
َ وَ ل َ سَى
َ ع َ َِى
َ ّاَى َ ر
َ ض ََ ل
َ يَ ف َ س
َ دَ َ َِ ي
َ ه َ وَا
َ َُ هَ ل َ ك
ََ لا َ حَ
ر َ ث
ََ و َ نلا
َ س َ لَ
َ و َ ها
َ َ َّ
َ َُ ح َ ب
ََ لا َ ف
َ س َ دا
64
Tim Penyusun, Akhlak,126.
65
M. Quraish, Al- Qur’an, 157.
“apabila dia berpaling meninggalkan atau memerintah, dia berjalan di bumi untuk melakukan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang dan Allah tidak menyukai perusakan ”
66
Hal lain yang juga menarik yaitu bahwa akhlak terhadap alam yakni lingkungan disekitar kita, tidak luput dari perhatian dalam ajaran Islam.
Dalam hal ini, sebagaimana beberapa hadits Nabi saw. tentang anjuran untuk berlaku baik kepada binatang, antara lain:
“ketika ada anjing berputar-putar diatas sumur, hampir mati kehausan. Tiba- tiba ada seorang wanita pelacur dari Bani Isra
‟il yang melihatnya. Maka wanita itu membuka sepatunya dan digunakannya untuk menimba air di
sumur itu, lalu diminumkannya kepada anjing tersebut. Maka Allah memberikan ampunan kepadanya.” HR. Bukhari
“ada seorang wanita disiksa oleh Allah karena kucing yang dikurungnya hingga mati. Maka kerena perbuatannya itu, wanita tersebut dimasukkan ke
dalam neraka. Ia mengurung kucing itu dengan tidak memberinya makan, minum dan tidak melepaskannya untuk mencari makan dari serangga dan
binatang kecil di bumi ini.” HR. Bukhari
Hal lain yaitu sabda Rasulullah yang menjelaskan tentang salah satu bentuk adab terhadap binatang yaitu:
“Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah dan beri makanlah dengan baik
”
67
Islam mengajarkan agar sebagai Muslim kita juga mempunyai akhlak kepada binatang, disamping akhlak kepada Allah Swt., akhlak kepada Rasul
66
Ibid, 32.
67
Tim Penyusun, Akhlak, 127.
dan akhlak kepada manusia. Perintah berbuat kepada binatang tersebut tercermin diantaranya adalah dalam hadith-hadith di atas.
68
Oleh karena itu, sebagai manusia dan merupakan bagian dari makhluk yang lain, dan manusia dengan keistimewaan oleh Allah Swt.
seharusnya menyadari bahwa di bumi ini penghuninya bukan hanya manusia saja, akan tetapi masih ada penghuni lainnya. Binatang, tumbuhan, dan benda-
benda tidak bernyawa semuanya diciptakan oleh Swt., dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
mengantarkan sang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah umat Tuhan yang seharusnya diperlakukan secara wajar dan baik. Sebagaimana
dalam firman Allah SWT dalam Qs. Al- An’am: 38,
َ م ك لا ث م اٌَم م اَ ّ اَ ه ي حَا ن ج بَ ر ي ط َُ ر ئ طَ ّوَ ض ر ّ اَ ىَِ ة بَآ دَ ن ما م و
ط
َ َ ن و ر ش ح َُ م هّب رَىل اَ م ثَ ئ ي شَن مَ بت ك لاَ ىَِا ن ط ر ِا م
“dan tidak ada binatang melata di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kamu manusia.
Tiada Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab al- Qur’an atau Lauh al-
Mahfuz}, kemudian kepada Tuhan Pemeliharalah mereka dihimpunkan. ”