KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MENURUT IBN SAHNUN DAN KH. HASHIM ASH’ARI: KOMPARASI KITAB ADAB AL MU’ALLIMIN DAN KITAB ADABUL AL ALIM WA AL MUTA’ALLIM.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam telah berlangsung 15 abad, yakni sejak Nabi Muhammad Saw diutus sebagai Rasul. Pada awalnya pendidikan berlangsung secara sederhana, dengan masjid sebagai pusat pembelajaran. Al-Qur'an dan hadis sebagai kurikulum utama dan Rasulullah sendiri berperan sebagai guru dalam proses pendidikan tersebut. Setelah Rasulullah Saw wafat Islam terus berkembang. Kurikulum pendidikan yang awalnya terbatas pada al-Qur'an dan hadis berkembang dengan dimasukkannya ilmu-ilmu baru yang berasal dari luar Jazirah Arab yang telah mengalami kontak dengan Islam baik dalam bentuk peperangan maupun dalam bentuk hubungan damai. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan kependidikan pada masa klasik Islam telah membawa Islam sebagai jembatan pengembangan keilmuan dari keilmuan klasik ke keilmuan modern. Akan tetapi generasi umat Islam seterusnya tidak mewarisi semangat ilmiah yang dimiliki para pendahulunya. Akibatnya prestasi yang telah diraih berpindah tangan ke Barat, karena ternyata mereka mau mempelajari dan meniru tradisi keilmuan yang dimiliki oleh umat Islam masa klasik dan mampu mengembangkannya lebih lanjut.

Namun pada saat ini pendidikan Islam dalam teori dan praktik selalu mengalami perkembangan, hal ini disebabkan karena pendidikan islam secara teoritik memiliki dasar dan sumber rujukan yang tidak hanya berasal dari nalar, melainkan juga dari wahyu. Kombinasi nalar dan wahyu ini ideal, karena memadukan antara potensi akal manusia dan tuntunan firman Allah terkait dengan masalah pendidikan. Harusnya dengan keterjalinan antara sumber akal dan wahyu tersebut dapat menghasilkan konsep dan pemikiran pendidikan Islam yang sempurna.


(10)

Hal ini dibuktikan secara historis melalui upaya pengembangan konsep dan pemikiran pendidikan Islam yang telah berjalan sejak dahulu dengan banyaknya karya tulis para Ulama’ tentang pendidikan Islam yang sebagian besar masih bisa diakses hingga saat ini. Hanya saja, teori-teori pendidikan mereka seakan tenggelam karena masuknya terma-terma baru yang bermunculan belakangan ini, terutama yang berasal dari refrensi Barat, sedemikian rupa sehingga timbul kesan seolah olah perintis keilmuan pendidikan itu seluruhnya dari Barat.1

Pada saat yang sama, pemikiran pendidikan Islam klasik masih di pahami sebagai konteks klasik, back to basic, dan tidak diaktualisasikann dalam konteks kekinian. Tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa pada sampai saat ini tradisi ilmiah dan khazanah intelektual umat masih mengalami kemunduran jika dibandingkan dengan masa keemasan. Kondisi ini membuka problem sekaligus tantangan bagi pendidikan Islam ke depan agar dilakuakan rekontekstualisasi dan rekonseptualisasi pendidikan yang relevan dengan kebutuhan sekarang.

Demikian pula halnya dengan praktik penddikan Islam selalu mengalami dinamika dan pasang surut. Teori perkembangan sejarah mengatakan bahwa hubungan antara masa lalu, sekarang dan akan datang memiliki siklus yang saling bertautan. Ibn Khaldun mengatakan bahwa teori perkembangan sejarah berdasarkan pengamatannya pada kekuasaan raja raja arab sejalan dengan pertumbuhan umat manusia yang mengalami masa kelahiran, pertumbuhan, dan kematian2. Namun demikian teori siklus perkembangan itu bisa kita teruskan satu lagi periode pasca kemunduran, yaitu periode pembaharuan dan upaya kebangkitan kembali untuk mencapai kejayaan. Renaissance yang terjadi di Barat merupakan contoh yang tepat untuk menjelaskan hal ini.

11 Assegat Assegat, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 1. 2 Ibid, 3.


(11)

Periode pertumbuhan yang terjadi pada awal kemunculan Islam sejak Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Sampai akhir masa Bani Umayyah, periode kemajuan berlangsung sampai masa khilafah Abba>siyah, dan periode kemunduran yang terjadi setelah jatuhnya kota Baghdad oleh tentara Tartar pada tahun 1258 M, serta periode pembaruan yang mulai berkembang secara intensif sejak abad ke-18 M. Upaya untuk memajukan umat dan pendidikan Islam telah lama dilakukan oleh para Ulama’ dan tokoh pendidikan muslim. Mereka telah menyusun karya tulis dari berbagai disiplin ilmu.

Dalam kaitan itulah penelusuran kembali terhadap konsep atau pemikiran kependidikan yang berkembang di kalangan umat Islam sejak masa klasik sampai dengan masa kontemporer atau modern menjadi sesuatu yang sangat penting dan bermanfaat. Penelitian terhadap para pakar pendidikan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti di dalam maupun di luar negeri. Hasil penelitiannya dalam bentuk skripsi, tesis maupun disertasi, bahkan telah dipublikasikan dalam bentuk buku.

Tokoh-tokoh pendidikan Islam yang dijadikan obyek penelitian seperti Muhammad Ibn Abd al-Salam Ibn Sah}nu>n al-Tanawukhi al-Qirawani (202-256H/802-856M). Ali Ibn Muhammad Ibn Khalaf Qa>bisi (324-403H/936 1012M), Abu al-Hasan Ali al-Ma>wardy al-Bashry (364-450H/974-1058M),Yusu>f Ibn Abdullah Ibn Abd al-Ba>r al-Qurt}}}uby (368-463H/968-1063M), Husain Ibn Abdullah Ibn Hasan Ibn Ali Ibn Sina (370-428H/980-1037M), Ibn Miskawaih(372-421H/982-1039M).3 Sementara tokoh-tokoh intelektual muslim dari Indonesia diwakili oleh Abdullah Ahmad dari Sumatera Barat, Ahmad Sanusi dari Jawa Barat, KH. Ahmad Dahlan K.H. Ha>shim Ash’a>ri> dan Imam Zarkasyi dari Jawa Timur.4

Tokoh-toko itulah yang pada perkembangan selanjutnya mampu merekontruksi konsep pendidikan Islam yang disesuaikan dengan realitas dan kebutuhan zaman, serta

3 Ibid, 38.

4 Dr.H. Abuddin Nata, Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003),2-3.


(12)

memberikan ruang seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengeksplorasikan segala potensi dan fitrah yang terkandung dalam dirinya agar kemudian peserta didik mampu mengembangkan potensi dasar yang sudah dimilikinya tersebut dengan tidak melupakan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Islam.

Dari uraian tersebut, pada hakikatnya Islam masih memiliki sosok tokoh yang kemudian pemikirannya padam oleh sejarah, tokoh tersebut banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan sosial, budaya, dan bahkan pendidikan Islam itu sendiri. Tokoh tersebut adalah Muhammad Ibn Abd Salam Ibn Sah}nu>n al-Tanawukhi al-Qirawani (202-256H/802-856M) dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri> dari Indonesia. Kedua tokoh ini mempunyai perhatian khusus dalam hal pendidikan Islam. Konsep pendidikannya tertuang dalam karya-karya tulisnya yang fenomenal.

Ibn Sah}nu>n dengan karyanya yang berjudul Adab al-Mu’allimin. Itu adalah buku himpunan dari catatan ayahnya, ukurannya kecil dan hanya terdiri dari 26 halaman.5 Buku tertua dalam masalah pendidikan yang sampai ke zaman ini. Di dalamnya membahas masalah dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, juga membahas masalah kewajiban bagi seorang guru dan murid. Ibn Sah}nu>n merupakan ulama’ pertama dalam dunia pendidikan, kitabnya yang berjudul “Adab al-Mu’allimin” banyak

dipakai rujukan oleh ulama’ setelahnya. Al-Qabisi misalnya menulis Risalah al-Mufasholah li Ahwal al-Muta’alimin wa Ahkam al-Mu’allimin wa al-Muta’alimin. Kitab tersebut terdiri atas tiga juz. Di dalam penyusunan kitab tersebut, al-Qabisi sangat terpengaruh oleh Muhammad Ibn Sah}nu>n. Al-Qabisi menerangkan tentang pentingnya pengajaran dan tanggungjawab pengarahan khususnya untuk periode pertama (anak-anak). Al-Qabisi memaparkan juga tentang pengajaran untuk anak-anak putri dan mencukupkan pengajaran untuk mereka ilmu-ilmu yang bermanfaat, sebagaimana


(13)

membicarakan tentang hukuman dan hubungan antara para guru dan murid, tidak ketinggalan pula membahas masalah kewajiban bagi para guru dan kurikulum pelajaran. Selain itu DR.Ahmad Fuād al-Ahwāni pun telah menjadikan buku karya Ibn Sah}nu>n sebagai salah satu bahan rujukan pada waktu ia menulis buku tentang a t-Tarbiyah fi al-Islā m6

Sejarah mencatat bahwa filsafat pendidikan Ibn Sah}nu>n yang tertulis dalam kitab Adāb al-Mu’a llimīn menurut para ahli pendidikan Islam merupakan landasan utama yang melahirkan prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam pertama dalam pendidikan.

Ibn Sah}nu>n adalah seorang ulama fiqh bermazhab Maliki berasal dari daerah Qairawān Afrika Utara. Pada masanya dialah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pemikiran berdasar-dasarkan ijtihad dalam menetapkan hokum fiqh yang berkaitan dengan fenomena masyarakat sekitar. Ibn Sah}nu>n melihat bahwa masyarakat sekitarnya lebih menyibukkan diri terhadap permasalahan yang berkaitan dengan pemerintahan,kenegaraan, hokum dan perniagaan serta penanaman nilai-nilai aqidah Islāmiyah bagi orang dewasa dengan mengabaikan nilai-nilai pendidikan dan penanaman akhlak karimah terutama sekali kepada bagi anak-anak yang merupakan implementasi dari nilai-nilai aqidah Islāmiyah.

Ibn Sah}nu>n berpendapat bahwa pendidikan dan pembinaan bagi anak-anak sangatlah penting karena anak-anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal. Dengan demikian potensi dasar yang dimiliki oleh anak-anak perlu dibentuk dan dibina agar tumbuh dan berkembang semaksimal mungkin sehingga tercipta insani yang cerdas, pandai, berakhlak karimah, kreatif dan


(14)

tegar dalam mengarungi bahtera kehidupan serta mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal.7

Sedangkan KH. Ha>shim Ash’a>ri dengan karyanya yang berjudul Adab

al-‘A>lim wa al-Muta’allim, KH. Ha>shim Ash’a>ri menyebutkan bahwasannya pendidikan itu penting sebagai sarana untuk mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesunggunhnya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dengan menegakkan keadilan, sehingga layak disebut makhluk yang lebih mulia dibanding makhlu-makhluk lain yang diciptakan Tuhan.8

Menurut beliau, tujuan diberikannya sebuah pendidikan pada setiap manusia ada dua, yaitu :

1. Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 2. Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.9

Setidakanya dua poin itulah yang menjadi rujukan bagi K.H. Ha>shim Ash’a>ri> tentang betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan maka dengan sendirinya manusia akan terdidik untuk menjadi manusia yang sempurna dalam memahami dirinya dan yang menciptakannya. Dengan demikian, manusia akan memahami tugas dan kewajiban sebagi hamba Allah yang diciptakannya.

Kedua tokoh tersebutlah yang menginspirasi penulis untuk kembali menggungkap pemikiran-pemikiran yang sudah mereka lahirkan. Dengan harapan pemikiran kedua tokoh tersebut menjadi referensi para pemikir lainnya dalam rangka

7‘Abd ‘Amir Syams al-Dīn, al-Fikr at-Tarbawi

Inda Ibn Sahnūn wa al-Qābisi, (Beirut: Dar Iqra, 1985), 40. 8 Muhammad Rifai, KH. Hasyim Asyari : Biografi Singkat 1871-1947, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2010),85-86.


(15)

mengembangkan pola pendidikan Islam yang selama ini masih diniali mengalami stagnasi yang berlebihan.

Pada kenyataannya masih banyak para pakar, tokoh, dan peneliti yang banyak mengunggkapkan sisi pemikiran kedua tokoh tersebut, maka dengan demikian pemaparan diatas merupakan sedikit tentang pemikiran Ibn Sah}nun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri> mengenai konsep pendidikan Islam yang menjadikan peneliti merasa tertarik untuk mengangkat topic yang berjudul "Komparasi Pemikiran Ibn Sah}nun dan K.H.

Ha>shim Ash’a>ri> Tentang Pendidikan Islam (Studi Komparasi Kitab Adab

al-Mu’allimi}n dan Adab al-A>lim Wa al-Muta’allim )" yang berusaha untuk menganalisa

pendidikan Islam dari sudut pandang kedua tokoh tersebut melalui karya tulisnya yaitu kitab Adab al-Mu’allimi}n dan Adab al-A>lim Wa al-Muta’allim.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Penelitian yang diberi judul Komparasi Pemikiran Ibn Sah}nun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri Tentang Pendidikan Islam (Studi Komparasi Kitab Adab al-Mu’allimi}n dan Adab al-A>lim Wa al-Muta’allim)" bermula dari keinginan untuk memperoleh jawaban secara konseptual mengenai konsep pendidikan perspektif Ibn Sah}nun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri dengan mengkaji dasar-dasar pemikiran Ibn Sah}nun dalam bukunya Adāb Al-Mu’allimīn dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri dalam bukunya Adab al-Alim

Wa al-Muta’allim Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang ada dalam judul

tersebut akan di identifikasi d a n d i b e r i b a t a s a n s e b a g a i b e r i k u t :

1. Pendidikan Islam menurut perspektif Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri Tujuan pendidikan Islam dalam perspektif Ibn Sah}nun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri


(16)

2. Dasar-dasar pendidikan Islam dalam perspektif Ibn Sah}nun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri Persamaan dan perbedaan pendidikan Islam Ibn Sah}nun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri

Pembahasan tentang Konsep pendidikan menurut Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri dimaksudkan untuk menggali pemikiran pemikiran tentang pendidikan Islam perspektif kedua tokoh tersebut, mencari perbedaan dan persamaan sehingga bisa di tarik benang merah yang dapat memberi pemahaman secara utuh tentang pendidikan Islam.

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai pijakan dalam melakukan penelitian ini, adalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah konsep pendidikan menurut Ibn Sah}nu>n dan KH. Ha>shim Ash’a>ri ?

2. Apa persamaan dan perbedaan pendidikan Islam dalam perspektif Ibn Sah}nu>n dan KH. Ha>shim Ash’a>ri ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui konsep pendidikan Islam menurut Ibn Sah}nu>n dan KH. Ha>shim Ash’a>ri

2. Mengetahui persamaan dan perbedaan konsep pendidikan Ibn Sah}nu>n dan KH. Ha>shim Ash’a>ri dengan pendidikan yang ada di Indonesia

E. Manfaat Penelitian


(17)

1. Bagi pengembangan ilmu, hasil penelitian ini akan memperkuat ketepatan teori pendidikan dan menambah khazanah pemikiran Islam tentang pendidikan

2. Bagi para praktisi pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan model pendidikan Islam khususnya bagi semua yang terlibat dalam pendidikan Islam 3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai refrensi dalam penelitian

yang berkaitan dengan pendidikan.

4. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan satu pengalaman yang berharga dan tambahan wawasan pemikiran berkaitan dengan konsep pendidikan sehingga bermanfaat bagi upaya meningkatkan profesionalisme peneliti.

F. Kerangka Teori

Konsep: ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan rencana dasar. Dalam kamus oxford disebutkan bahwa konsep adalah "…an idea or a principle relating to something abstract.10

Kata pendidikan sering disandingkan dengan kata lain dibelakangnya, seperti pendidikan Islam, secara umum menurut Azyurmadi Azra pendidikan merupakan suatu proses panjang generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.11 Endang Saifuddin memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, Tuntutan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikirn, perasaan, kemauan, instuisi, dan sebagainya), dan raga obje didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu dengan alat dan perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam12.

10 Jonathan Crowther (ed), Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English (New York: Oxford University Press, 1995),236.

11 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi menuju millennium baru, (Jakarta; Logos, Wacana islam, 2000),3.


(18)

Menurut Mayudi, Pendidikan Islam, adalah usaha mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik individu atau bermasyarakat serta berinteraksi dengan alam sekitar melalui proses kependidikan berlandaskan Islam.13

Ibn Sah}nu>n merupakan seorang tokoh pendidikan zaman klasik, pemikirannya menjadi rujukan ulama’ ulama’ setelahnya. Ia lahir di di kota Ghadat, Maghribī pada tahun 202 H dan wafat di as-Sahil pada tahun 256 H/815M. nama lengkap beliau adalah ‘Abdullah Muhammad bin Abi Sa’īd Sah}nu>n bin Sa’īd bin Habīb bin Hisān bin Hilāl bin Bakkar bin Rabi’ah at- Tunūkhi. Nama sesungguhnya adalah Abd as-Salam. Sedangkan Sah}nu>n adalah nama julukan. Sah}nu>n berarti seekor burung yang memiliki pandangan yang tajam. Abd as-Salām dijuluki dengan gelar ini karena ia memiliki ketajaman pemikiran. 14

K.H. Ha>shim Ash’a>ri> merupakan seorang tokoh atau ulama’ yang mendirikan NU. beliau lahir dari keluarga elite kyai Jawa pada 24 Dzul Qo’dah 1287/ 14 Februari 1871 di desa Gedang, sekitar dua kilometer sebelah timur Jombang.15

Komparasi adalah perbandingan,16 yakni penulis ingin mengetahui letak persamaan dan perbedaan pendidikan Islam sesuai dengan perspektif Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri>. Sedangkan menurut Winarno Surahmad metode komparatif adalah meneliti faktor-faktor tertentu yang ada hubungannya dengan situasi yang diselidiki dan dibandingkan dengan factor yang lain.17 Metode komparatif dalam penelitian ini akan berguna dalam mengkomparasikan dua ide yang berbeda guna mengambil jalan tengah yang lebih baik.

13 M. Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran Integrasi Epistemologi Bayani, Irfani, Dan Burhani (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 55.

14 Ibn Sahnūn, Kitab Adā

b a l-Mu’a llimīn, (Mishr : Dar al-Ma’ārif,) 53

15 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Ha>shim Ash’a>ri, (Yogyakarta: Lkis, 2001), 14-15

16 Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arloka, 1994),352

17 Winarno Suharmad, Dasar Dan Tehnik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1999),135-136.


(19)

Adab al-mu’allimin adalah karya tulis Ibn Sah}nu>n yang menjadi rujukan beberapa ulama’ setelahnya. buku tersebut merupakan himpunan dari catatan ayahnya, ukurannya kecil dan hanya terdiri dari 26 halaman.18

Adab al-A>lim Wa al-Muta’allim adalah hasil karya tulis K.H. Ha>shim Ash’a>ri. Buku tersebut membahas khusus tentang pendidikan menurut pandangan beliau.19

G. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini penulis menekankan dan fokus pada point konsep pendidikan Ibn Sah}nu>n dan relevansinya terhadap pendidikan di Indonesia. Kemudian pada dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa karya tulis yang seirama yaitu meneliti tentang pemikiran Ibn Sah}nu>n.

Pemikiran Ibn Sah}nu>n tentang belajar mengajar al-Qur’an yang ditulis oleh Ahmad Ubaedi Fatkhuddin di Jurnal Forum Tarbiyah STAIN pekalongan Vol. 8 N0 2, Desember 2010 yang menjelaskan tentang pentingnya pendidikan al-Qur’an pada anak usia dini. Karena dengan mempelajari al-Qur’an sebagai sumber ilmu di usia dini dapat menghapus kebodohan dan menciptakan potensi Islami bagi anak. Untuk konseppembelajaran al-Qur’an yang dikemukakannya ia pun lebih menekanan kemampuan membaca, hafalan, dan pemahaman dibandingkan menulis. Dengan metode inilah diharapkan akan dapat menghapus wabah buta huruf al-Qur’an dan kebodohan dikalangan umat Islam.

Selanjutnya adalah skripsi yang ditulis oleh Anisatun Nur laili dengan judul

Kompetensi kepribadian pendidik menurut Ibn Sahnu dan Implikasinya terhadap

pendidikan agama Islam”. Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompetisi

18 Hasan Langulung, Asas-asas Pendidikan Islam…., 230.


(20)

kepribadan pendidik menurut Ibn Sah}nu>n adalah akhlak mulia, adil, wibawa, ikhlas dan tanggung jawab.20

Konsep Etika Guru dan Murid (Studi Komparatif Menurut Az- Zarnuzi dalam Kitab Ta’limul Muta‘allim dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri dalam Kitab Adab Al

‘Alim Wa Al Muta‘allim), karya Eni Hamdanah, mahasiswi jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, angkatan tahun 2005. Dalam penelitian itu hanya membahas tentang Etika pelajar

Telaah Konsep Pendidikan dalam Pemikiran K.H. Ha>shim Ash’a>ri dan Progressivisme John Dewey (Suatu Studi Perbandingan), karya Sumaji, mahasiswa jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tahun 2003. Dalam skripsi tersebut, pemikiran K.H. Ha>shim Ash’a>ri memang sudah dibahas, tetapi menurut hemat penulis, pembahasan tersebut hanya tentang etika pelajar ada beberapa hal yang penting untuk dikaji tetapi belum disinggung dalam penelitian tersebut di atas.

Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan di atas terdapat persamaan dan perbedan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Persamaannya adalah, sama sama menggunakan konsep Ibn Sah}nu>n dan Konsep K.H. Ha>shim Ash’a>ri sebagai obyek penelitian. Sedangkan perbedaannya adalah, penelitian yang akan dilakukan ini membandingkan atau mengkomparasikan konsep pendidikan Ibn Sah}nu>n yang tertuang dalam kitab Adab al-Mu’allimin dengan konsep pendidikan K.H. Ha>shim Ash’a>ri yang tertuang dalam karyanya yaitu Adab al-alim wa

Al-Muta’allim

H. Metode penelitian

20 Anisatun Nur Laili, Kompetensi kepribadian pendidik menurut Ibn Sah}nu>n dan Implikasinya terhadap pendidikan agama Islam, (skripsi, UIN Sunan Kali Jaga, Yogyakarta, 2013)


(21)

Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.21 Hal ini sesuai dengan statemen yang dikeluarkan oleh Winarno Surahman bahwa metode penyelidikan deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup berbagai tehnik deskriptif. Diantaranya ialah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi.22 Hal ini sesuai dengan penggunaan Lexy J. Moleong terhadap istilah deskriptif sebagai karakteristik dari pendekatan kualitatif karena uraian datanya lebih bersikap deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, menganalisis data secara induktif dan rancangan yang bersifat sementara serta hasil penelitian yang dapat dirundingkan.23

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menggunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di perpustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah.24

Dalam penelitian ini akan diteliti tentang pemikiran Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri tentang Konsep pendidikan Islam menurut beliau. Penelitian kepustakaan digunakan untuk memecahkan problem penelitian yang bersifat konseptual-teoritis, dan juga diteliti sejauh mana pemikiran Ibn Sah}nu>n dan K.H.

21 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian….,310

22 Winarno Surahmad, Dasar Dan Tehnik Research Pengantar Metodologi Ilmiah….,131. 23 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja rosdakarya, 2004),12 24 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bina Aksara, 1996), 28.


(22)

Ha>shim Ash’a>ri mengenai Konsep pendidikan Islam serta relevansinya dengan pendidikan di Indonesia. Jadi instrument utama pada penelitian ini adalah peneliti sendiri,25 peneliti harus mampu mengungkap dan menjelaskan Konsep Pendidikan

menurut Ibn Sah}nu>n dengan baik.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis dan historis. Pendekatan filosofis yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki secara rasional melalui perenungan dan penalaran yang terarah, mendalam dan mendasar tentang hakikat sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik dengan menggunakan pola berfikir filsafat maupun dalam bentuk analisa sistematik dengan memperhatikan hukum-hukum berfikir logika.26 Dalam hal ini pendekatan filosofis digunakan untuk membahas tentang hal yang mendasari konsep Ibnu Sahnun dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri tentang pemikirannya , lalu dikomparasikan.

Sedangkan pendekatan historis yaitu pendekatan yang berusaha mengungkap peristiwa yang terjadi pada masa lalu untuk digunakan pada masa sekarang.27 Pendekatan ini bertujuan untuk mengkaji, menjelaskan biografi Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri, karyanya dan pemikirannya.

3. Teknik Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data-data pemikiran Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri tentang konsep pendidikan dengan menggunakan sumber data primer dan

25 Amin Abdullah,

Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Multidisipliner), (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga), 192.

26 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998) ,62. 27 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah ….,18.


(23)

data sekunder.28 Karena merupakan studi pustaka, maka pengumpulan datanya merupakan telaah dan kajian-kajian terhadap pustaka yang berupa data verbal dalam bentuk kata bukan angka. Oleh karena itu, penelitian ini adalah jenis kualitatif dengan kajian pustaka, sehingga pembahasannya mengedit, mereduksi, menyajikan, dan selanjutnya menganalisis.29 Penekanan dalam penelitian ini adalah menemukan berbagai prinsip, teori, pendapat dan gagasan Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri, dalam karyanya karyanya, selanjutnya difahami sebagai bahan untuk menganalisa dan di komparasikan untuk dicari perbedaan dan persamaannya.

4. Sumber Data

Secara umum, sember penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer maksudnya adalah berupa buku yang menjadi acuan utama dalam penelitian ini. Adapun sumber data utama (primer) yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kitab kuning klasik yang membahas secara khusus tentang pendidik, yang berjudul “ dāb al- Mu’allimīn” Karya Ibnu Sahnun,dan “Adab al-alim Wa al-Muta’allim” karya K.H. Ha>shim Ash’a>ri.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah referensi atau buku-buku yang dapat mendukung permasalahan pokok yang dibahas. Buku-buku tersebut antara lain: (1) Al-Qabisi;

Al-Risalah Al-Mufassilah Li Ahwal Al- Muta’allimin wa Ahkami Al-Mu’allimin wa Al-Muta’allimin, (2) Jalaluddin & Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya (3) Al-tarbiyah Fi al-Islam, Dr. Fu’ad al -Ahwani(5) Ibn Uzarī al-Marakishi, al-Bayān al-Ma ghribi fi Akhbar a l-Maghrib

28 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian ....,131. 29 Noeng Muhadjir,


(24)

(6) ‘Abd Jabbar Majīd, Min A’lam at-Ta rbiyah Islāmiyah, (7) Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (8) Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.(9) Rifa’I, Muhammad, K.H. Ha>shim Ash’a>ri Biografi Singkat 1871-1947, (10) Abdussami, Humaidi & Fakia A., Ridwan, Biografi 5 Rais ‘Am NU.

5. Teknik analisa

Sebagai peneliti kualitatif, setelah data terkumpul dari berbagai macam sumber maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Pada tahap ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu pengambilan kesimpulan terhadap suatu objek, kondisi, sistem pemikiran dan gambaran secara sistematis, factual, serta hubungannya dengan fenomena yang dianalisis.30 Teknik ini digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha-usaha untuk menemukan pesan yang terkandung, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.31

\

Adapun untuk mendapatkan kesimpulan, pola pemikiran yang digunakan adalah pola pemikiran induktif, yaitu pola pemikiran yang berangkat dari suatu pemikiran khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.32 Inti dari pemikiran Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri terhadap konsep pendidikan dianalisis dan dicari perbedaan dan persamaannya kemudian diambil kesimpulan yang bersifat global terhadap pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan di Indonesia.

I. Sistematika Pembahasan

30 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998),63. 31 Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif...,163.


(25)

Untuk mempermudah memahami hasil penelitian secara sistematis dan agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh dalam penelitian ni, maka penulis perlu menguraikan sistematika pembahasan. Adapun sistematika susunan tesis ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama : merupakan bagian pendahulian, sebagai pertanggung jawaban secara metodologi yang meliputi : Latar belakang masalah, Identifikasi masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka teori, Kajian pustaka, Metode penelitian, dan Sistematika pembahasan

Bab kedua : Kerangka teori. Bab ini akan secara khusus membahas kerangka teori yang menjadi pijakan dalam pembahasan selanjutnya yang berisikan Konsep Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam, dan Dasar dan aspek Pendidikan Islam.

Bab ketiga : akan membahas secara khusus mengenai biografi Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri. Pembahasan mengenai biografi tokoh ini dirasakan penting sebagai bahan untuk menganalisis pemikiran pemikirannya, yang mana pemikiran seorang tokoh umumnya tidak terlepas dari proses pergulaan hidup yang dijalaninya.

Bab ke empat : Pokok-pokok konsep pendidikan Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri. Bab ini akan membahas mengenai konsep pendidikan yang di cetuskan dan di kembangkan oleh Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri. Bab ini juga berupaya memaparkan secara naratif diskriptif yang meliputi tentang pendidikan Islam, dan dalam pembahasan atau bab ini meliputi: Konsep, Tujuan, Dasar pendidikan Islam, dan Persamaan serta Perbedaan (komparasi) pendidikan Islam menurut Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri dan berupaya menganalisis seluruh pemikirannya yang terkait dengan pendidikan di Indonesia.


(26)

Bab ke lima : Kesimpulan merupakan bab terakhir dari tesis ini yang akan menyajikan hasil pembahasan dari penelitian mengenai garis besar konsep pendidikan Ibn Sah}nu>n dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan agama merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata “Pendidikan” dan agama”. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata Pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1

Istilah pendidikan jika dilihat dalam bahasa Inggris adalah education, berasal dari bahasa latin educare, dapat diartikan pembimbingan keberlanjutan (to lead forth). Maka dapat dikatakan secara arti etimologis adalah mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi kegenerasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara teoritis, para ahli berpendapat pertama; bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefinisikan bahwa sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapapun untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anak keturunannya. Pendapat kedua; bagi manusia individual, pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih didalam kandungan. Memperhatikan kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pendidikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia sepanjang zaman.2

Definisi diatas menggambarkan bahwa pada hakikatnya pendidikan dilaksanakan jauh dari masa kelahiran. Dimana sebelum dan sesudah lahir, manusia dituntut untuk melaksanakan proses pendidikan. Semua manusia dimanapun berada mendapatkan

1 KBBI, 1991, 232


(28)

kewajiban untuk menuntut ilmu. Karena hanya dengan ilmulah derajat manusia akan dianggkat oleh Allah SWT.

Sedangkan, menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.3 Hal senada juga di utarakan oleh menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan Pendidikan adalah tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Telah banyak ahli yang membahas definisi pendidikan, tetapi dalam pembahasannya mengalami kesulitan, karena antara satu definisi dengan definisi yang lain sering terjadi perbedaan. Berikut pendapat para pakar ;

1. Djumarsih berbendapat pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarkat dan kebudayaan4.

2. Ahmad Marimba, “pendidikan adalah bimbingan atau didikan secara sadar yang dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan anak didik, baik jasmani maupun rohani, menuju terbentuknya kepribadian yang utama”. Definisi ini sangat sederhana meskipun secara substansial telah mencerminkan pemahaman tentang proses pendidikan. Menurut definisi ini, pendidikan hanya terbatas pengembangan pribadi anak didik oleh pendidik. Sedangkan Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan secara

3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS (Bandung: Citra Umbara. 2006), 72


(29)

luas, yaitu: “pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”.5 Dengan catatan bahwa yang dimaksud “pengembanganpribadi” sudah mencakup pendidikan oleh diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Sedangkan kata “semuaaspek”, sudah mencakup jasmani, akal, dan hati.

Dengan demikian tugas pendidikan bukan sekedar meningkatkan kecerdasan intelektual, tetapi juga mengembangkan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Definisi inilah yang kemudian lebih dikenal dengan istilah tarbiyah, dimana peserta didik bukan sekedar orang yang mampu berfikir, tetapi juga orang yang belum mencapai kedewasaan. Oleh karena itu tidak dapat diidentikkan dengan pengajaran.6

Pendidikan dalam khazanah keislaman dikenal dengan beberapa istilah yaitu;

1. Tarbiyah,

Masdar dari kata robba-yurabbi-tarbiyyatan, yang berarti pendidikan. Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan mangasuh, mendididik dan memelihara. Muhammad Jamaludi al-Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap.

Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan. Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.7

2. Ta’dib,

5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2005), 28. 6 M. Suyudi,...55.


(30)

Merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang difokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.

Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya.

Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah).8 Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.

3. Ta`lim,

Kata ta’lim berasal dari kata dasar “allama” yang berarti mengajar, mengetahui9. Pengajaran (ta’lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.

Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan: “Proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu”.10 Definisi ta’lim menurut Abdul Fattah Jalal, yaitu sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga penyucian diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang

8 Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam,( Bandung: Mizan, 1992), 66 9 Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006), 20-21. 10 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif Islam ...., 3


(31)

memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.11 Mengacu pada definisi ini, ta’lim berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi “tidak tahu” ke posisi “tahu” seperti yang digambarkan dalam surat

An Nahl ayat 78.

                       

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu

bersyukur”.

Maka dapat disimpulkan bahwa ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik, sebagai upaya untuk mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia lebih maju dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan karena seseorang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dibekali dengan berbagai potensi untuk mengembangkan keterampilannya tersebut agar dapat memahami ilmu serta memanfaatkannya dalam kehidupan.

Istilah-istilah tersebut memiliki definisi tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain.


(32)

Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam.

Definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.12

Deskripsi pendidikan agama islam tidak jauh dari deskripsi pendidikan secara umum yang telah dipaparkan diatas. Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.13 Sedangkan M.Arifin mendefinisikan pendidikan Agama Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).

Pakar pendidikan agama lain berpendapat bahwa pendidikan agama islam adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya).14

Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah :

12 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, ....10.

13 Aat Syafaat; Sohari Sahrani; Muslih, Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 11-16.


(33)

1. Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.

2. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.

3. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)

4. Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.15

Berdasarkan rumusan-rumusan diatas, dapat diambil suatu pengertian, bahwa pendidikan agama Islam merupakan sarana untuk membentuk kepribadian yang utama yang mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan norma dan ukuran Islam.

Pendidikan harus bersifat membimbing, mendidik dan mengajarkan ajaran-ajaran Islam terhadap murid baik mengenai jasmani maupun rohaninya, agar jasmani dan rohani, berkembang dan tumbuh secara selaras. Untuk memenuhi harapan tersebut, pendidikan harus dimulai sedini mungkin, agar dapat meresap dihati sanubari murid atau anak,


(34)

sehingga ia mampu menghayati, memahami dan mengamalkan ajaran islam dengan tertib dan benar dalam kehidupannya.

B. Sistem Pendidikan Agama Islam

1. Tujuan Pendidikan agama islam

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwasanya pendidikan agama islam adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi menurut Islam, pendidikanharuslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.

Islam menginginkan agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat Dzariyat ayat 56 :















“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah

kepada-Ku”.

Tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspek.

a. Tujuan dan tugas hidup manusia.

Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. Tujuan diciptakan manusia hanya


(35)

untuk mengabdi ke pada Allah SWT. Indikasi tugasnya barupa ibadah dan tugas sebagai wakil-Nya dimuka bumi.

b. Memperhatikan sifat-sifat dasar manusia, yaitu konsep tentang manusia sebagai makhluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat, sifat, dan karakter, yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan) berupa agama Islam sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada.

c. Tuntutan Masyarakat.

Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam.

Dimensi kehidupan ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan diakhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki.16

2. Materi Pendidikan a. Hakikat Kurikulum

Kurikulum pendidikan agama islam memiliki misi yang suci dan mulia yakni menjabarkan pesan kitab suci al-Qur`an dan sunnah nabi Muhammad untuk memanusiakan manusia. Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan islam adalah pencerninan nilai-nilai islam yang dihasilkan dari pamikiran kefilsafatan


(36)

dan termanifestasi dalam seluruh aktivitas dan kegiatan pendidikan dalam prakteknya. Dalam konteks ini harus difahami bahwa karakteristik kurikulum pendidikan islam senantiasa memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan Allah Swt. dan rasulnya, Muhammad saw. Konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan islam dengan kurikulum pendidikan pada umumnya.

Dalam buku Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam dalam kurikulum 1994 disebutkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam disekolah umum adalah :

“ Meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman siswa tentang Agama Islam dan bertaqwa kepada Allah SWT., serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat bernegara serta untuk melanjutkan pendidikanpada jenjang yang lebih tinggi.”

Perumusan diatas dapat dikembangkan penafsiran yaitu, diharapkan para siswa mampu memahami dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dari GBPP (Garis-garis Besar Pedoman Pengajaran) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Menurut kurikulum 1994, jelas terlihat adanya keinginan agar anak mampu menguasai dan mempraktikkan ibadah mahdlah, seperti shalat wajib, beberapa shalat sunnah, puasa, membaca do’a-do’a, dan ayat-ayat pendek yang sifatnya “given” dan sederhana. Dari analisis tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum di atas, secara umum dapat dikemukakan bahwa peserta didik diharapkan berperilaku, berpikir, dan bersikap sehari-hari dalam kehidupan sosial selalu didasari dan dijiwai oleh agama.17

Kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.


(37)

Kurikulum dapat diartikan menurut fungsinya sebagaimana dalam pengertian berikut ini:

1) Kurikulum sebagai program studi. Merupakan seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya.

2) Kurikulum sebagai konten. Merupakan data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.

3) Kurikulum sebagai kegiatan terencana. Merupakan kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.

4) Kurikulum sebagai hasil belajar. Merupakan seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil tersebut, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.

5) Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Merupakan transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.

6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Merupakan keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan dibawah pimpinan sekolah.

7) Kurikulum sebagai produksi. Merupakan seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.

Menarik kesimpulan bahwa pertimbangan-pertimbangan para ahli pendidikan Islam dalam menentukan atau memilih kurikulum adalah segi akhlak atau budi pekerti dan berikutnya segi kebudayaan dan manfaat. Dalam Ilmu


(38)

Pendidikan Islam, kurikulum merupakan komponen yang amat penting karena merupakan bahan-bahan ilmu pengetahuan yang diproses didalam sistem kependidikan Islam. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan (input instrumental) pendidikan Islam.18

Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu: 1) Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah,

tafsir dan sebagainya

2) Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-qur’an dan ilmu agama;

3) Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian, teknologi dan sebagainya;

4) Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.

Klasifikasi isi kurikulum tersebut berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan dengan tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.

1) Ilmu pengetahuan menurut kuantitas yang mempelajari, terbagi:

a) Ilmu fardhu’ain,yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari Kitab Allah.

b) Ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagai orang muslim, seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi, misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik pertanian, industry, dan sebagainya.

2) Ilmu pengetahuan menurut fungsinya, terbagi:

18 Ibid.,191


(39)

a) Ilmu tercela (madzmumah), yaitu ilmu yang tidak berguna untuk masalah dunia dan masalah akherat serta mendatangkan kerusakan, misalnya ilmu sihir, nujum, dan perdukunan.

b) Ilmu terpuji (mahmudah), yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat menyucikan jiwa dan menghindarkan hal-hal yang buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah swt.

c) Ilmu terpuji dalam batas-batas tertentu, dan tidak boleh dipelajari secara mendalam, karena akan mendatangkan atheis (ilhad) seperti ilmu filsafat. Selanjutnya, Al-Ghazali membagi ilmu model ini kepada ilmu macam, yaitu:

1) Olahraga (riyadhiyah), seperti ilmu teknik, matematika, dan organisasi, 2) Ilmu logika (manthiq) yang digunakan untuk mendatangkan pemahaman dan

bukti dari dalil syar’i

3) Ilmu teologi (uluhiyah), yaitu ilmu yang digunakan untuk memperbincangkan Tuhan, seperti ilmu kalam

4) Ilmu kalam (thab’iyyah), yaitu ilmu yang digunakan mengetahui sifat-sifat jasmani, seperti psikologi dan sebagainya

5) Ilmu politik dan rekayasa untuk kepentingan kemaslahatan dunia.

Sedangakan, Prof. H. M. Arifin, Med., menyatakan kategori ilmu pengetahuan Islam yang harus dijadikan materi kurikulum sebagai berikut:

1) Ilmu pengetahuan dasar yang esensial adalah ilmu-ilmu yang membahas (Ulumul Qur’an) dan Al-Hadits.

2) Ilmu-ilmu pengetahuan yang menstudi tentang manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Ilmu ini memasukkan ilmu-ilmu; antropologi, pedagogik, psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.


(40)

3) Ilmu-ilmu pengetahuan tentang alam atau disebut “Al ulum al kainiyah (ilmu pengetahuan alam)” yang termasuk didalamnya antara lain biologi, botani, fisika, astronomi, dan sebagainya.

Agar jalan yang ditempuh oleh pendidik dan peserta didik dapat berjalan mulus untuk menuju ke cita-cita pendidikan yaitu dengan terbentuk kepribadian Muslim atau insan kamil yang diridhai Tuhan orang harus selalu meniti jalan serta melihat kompas antara lain firman Allah sebagai berikut;



























































































“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul antara kamu yang

membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah serta mengajarkan kepada kamu

apa yang belum kamu ketahui”. (QS. Al Baqarah: 151)

Dengan ilmu pengetahuan dan hikmah yang telah diajarkan kepada manusia, maka timbullah dalam dirinya suatu kesadaran bahwa ia adalah makhluk Allah yang wajib menyembah kepada-Nya. Ibadat kepada-Nya merupakan salah


(41)

satu bentuk menifestasi dari sikap berilmu dan beriman sehingga manusia Muslim hasil pendidikan Islam tetap akan mematuhi perintah Allah.19

b. Fungsi Kurikulum

Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik,terdapat enam fungsi kurikulum sebagaimana yang dikemukakan Alexander Inglis dalam bukunya Principle of secondary Education (1981)20, yaitu:

1) Fungsi Penyesuaian (the adjust fine of adaptive function)

Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan anak didik agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social.21 Sebagai makhluk Allah, anak didik perlu diarahkan melalui program pendidikan agar dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sebagai khalifah fil ardhi, anak didik diharapkan mampu mengimplementasi nilai-nilai pendidikan yang telah dimiliki untuk mengabdi kepada-Nya.

2) Fungsi Pengintegrasian (the integrating function)

Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Dalam hal ini, orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik anak didik agar mempunyai pribadi yang integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat, pribadi yang integrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.

3) Fungsi Perbedaan (the differentiating function)

19 Ibid., 193-195

20 Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007),211

21 Tim pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Kurkulum dan Pembelajaran.(Jakarta: Rajawali


(42)

Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu anak didik. Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak didik itu memang berbeda-beda dan peran pendidikanlah yang mengembangkan potensi-potensi yang ada, sehingga anak didik dapat hidup dalam bermasyarakat yang senantiasa beraneka ragam namun satu tujuan pembangunan tersebut.22 Jadi fungsi kurikulum sebagai pembeda dapat dimulai dengan memprogram kurikulum pendidikan yang relevan dan mengaplikasikannya dalam proses belajar-mengajar yang mendorong perbedaan anak didik tersebut dapat berpikir kreatif, kritis dan berorientasi kedepan.

4) Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)

Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memepersiapakan anak didik agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkau yang lebih jauh, baik itu melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi maupun untukl belajar dimasyarakat seandainya ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

5) Fungsi Pemilihan (the selective function)

Dalam fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada anak didik dalam memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemempuan dan minatnya.

6) Fungsi Diagnostik (the diacnostic function)

22 ibid,. 214


(43)

Salah satu aspek pelayanana pendidikan adalah membantu dan mengarahkan anak didik agar mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.

Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan anak didik untuk dapat memahami dan menerima potensi dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila anak didik sudah mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahannya.

3.Pendidik/Guru

Seiring perkembangan pendidikan di dunia, istilah guru/pendidik mengalami perkembangan defini dan bahkah tugas yang diembannya. Dahulu orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah (kelas).23 Namun, Guru menurut paradigma baru ini bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai

Motivator dan Fasilitator proses belajar mengajar yaitu realisasi atau aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya.24 Sehingga hal ini berarti bahwa pekerjaan guru tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang mudah dilakukan oleh sembarang orang, melainkan orang yang benar-benar memiliki wewenang secara akademisi, kompeten secara operasional dan profesional.

a. Kompetensi Pendidik

Dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990, dirumuskan 10 ciri suatu kompetensi, yaitu

23 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan…, 123. 24 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi abad 21, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1988), Cet. I.,86


(44)

1) Memiliki fungsi dan signifikansi social 2) Memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu

3) Keahlian / ketrampian diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah 4) Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas

5) Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama 6) Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional

7) Memiliki kode etik

8) Memiliki kebebasan untuk memberikan judgment dalam memecahkan masalah 9) Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi

10) Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.25

Penetapan 10 ciri keprofesionalan diatas sebagai salah satu bentuk upaya antisipasi bagi tugas guru yang benar-benar menuntut sebuah keseriusan serta tanggung jawab bagi pelaksananya, serta sebagai suatu upaya peningkatan mutu dan kualitas guru secara komprehensif. Sehingga diharapkan mutu dan kualitas hasil pendidikan juga sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Sebagaimana sabda Rosulullah SAW: “Menceritakan muhammad bin Sinan berkata: menceritakan kepada kita Fulih. H. dan menceritakan kepadaku Ibrahim bin Mundhir menceritakan kepada kita Muhammad bin Fulih berkata: menceritakan kepadaku ayahku berkata: menceritakan kepadaku Hilal bin Ali dari Atha’ bin Yasar dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah SAW, bersabda : “Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”. ( H.R. Bukhori).26

25 Nana Syaodih S, Pengembangan Kurikulum ; Teori dan Praktik, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), 191

26 Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Ibn Mughirah Bin Bardzabahj Bukhari Al-Ja’fi, Shahih Bukhari, jld. I, (Beirut-Libanon: Darul Fikr, 1994), 26.


(45)

Dengan demikian tersirat dengan jelas bahwa untuk menyandang predikat sebagai seorang guru tidaklah mudah, sebab predikat seorang guru hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar memiliki wewenang secara mutlak. Kemutlakan tersebut ditandai dengan keprofesionalan dengan ciri-ciri sebagaimana diatas, yang mana hal ini terdapat kesesuaian dengan hadits Nabi SAW, bahwa setiap segala urusan yang diserahkan pada orang yang tidak mampu secara maksimal, diantaranya masalah pendidikan maka sudah secara otomatis tujuan pendidikan tidak akan dapat tercapai, karena guru sebagai pembawa arah pendidikan tidak mumpuni dalam mengantarkan murid menjadi insan berkualitas baik bagi lingkungan sesamanya maupun dihadapan sang khaliq.

b. Kode Etik Pendidik

Untuk melaksanakan tugas-tugas guru dengan penuh tanggung jawab, menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan yang dikutip oleh Syaiful Bahri, maka guru harus memiliki beberapa sifat antara lain :

1) Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan

2) Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan menjadi beban baginya)

3) Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan serta akibatakibat yang timbul (kata hati)

4) Menghargai oarang lain termasuk anak didik

5) Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal) 6) Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.27

Sedangkan Athiyah Al-Abrasyi menyoroti sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pendidikan, menurut kaca mata Islam, antara lain :

27 Syaiful Bahri Djamarah,....36


(46)

1) Bersifat Zuhud tidak mengutamakan materi dalam mengajar, karena mencari keridloan Allah

2) Kebersihan guru, baik jasmani maupun rohani, seperti terhindar dari dosa besar, tidak bersifat riya’ menghindari perselisihan dan lain-lain

3) Ikhlas dalam pekerjaan, seperti adanya kesesuaian antara kata dan perbuatan serta menyadari kekurangan dirinya

4) Suka pemaaf, yakni sanggup menahan diri dari kemarahan, lapang hati, sabar dan tidak pemarah karena hal-hal kecil, sehingga terpantul kepribadian dan harga diri 5) Seorang guru merupakan seorang bapak, sebelum ia menjadi menjadi seorang

guru. Guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya kepada anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan murid-muridnya seperti memikirkan keadaan anak-anaknya.

6) Harus mengetahui tabiat murid. Seorang guru harus mengatahui tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar tidak salah dalam mendidik murid, termasuk dalam pemberianmata pelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangannya

7) Harus menguasai mata pelajaran. Seorang guru harus benar-benar menguasai mata pelajaran yang diberikan kepada murid, serta memperdalam pengetahuannya tentang ilmu itu, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak bersifat dangkal.28

Mencermati sifat-sifat sebagaimana tersebut diatas, memang sudah seharusnya seoarang guru yang notabenenya sebagai pendidik dengan segala tugas yang diembannya dalam menghantarkan anak didik untuk memiliki pengetahuan, kepandaian, serta berbagai ilmu dalam rangka mengembangkan diri secara optimal melalui bimbingan, arahan, serta didikan guru, sehingga melalui itu semua dapat


(47)

tercipta insan-insan didik yang berkualitas tidak hanya dari segi ilmu pengetahuan saja, tapi juga dibarengi dengan kepribadian dan keluhuran sifat.

Dengan demikian secara tidak langsung bahwa sifat-sifat sebagaimana dikemukakan di atas, merupakan syarat mutlak yang harus ada dan dimiliki oleh seorang guru, sebab tanggung jawab tersebut tidak hanya dituntut secara akademisi dan operasionalnya saja tapi juga tanggung jawab secara moral, baik sesama manusia (anak didik khususnya) terlebih kepada Allah SWT.

c. Tugas Pendidik

Guru merupakan orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di dalam lingkungan kedua setelah keluarga (sekolah).29 Karena pada dasarnya tanggung jawab pendidikan terhadap anak adalah sebagai tanggung jawab orang tua (bapak/ibu) dalam sebuah lingkungan keluarga. Tanggung jawab ini bersifat kodrati, artinya bahwa orang tua adalah pendidik pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani maupun rohani anak didik. Disamping itu karena kepentingan orang tua terhadap kemajuan dan perkembangan anaknya.30

Tanggung jawab utama orang tua terhadap anak didik tersebut berdasar atas firman Allah SWT dalam Al- qur’an surat Al-Tahrim : 6























































29 Ngalim Puirwanto, Ilmu Pendidikan Teoritik dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2000), Cet. XIII, 138


(48)

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Seiring dengan perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup yang semakin luas dan rumit, maka orang tua tidak mampu melaksanakan tugas-tugas pendidikan terhadap anaknya. Sehingga di zaman yang telah maju ini banyak tugas orang tua sebagai pendidik sebagian diserahkan kepada guru disekolah.31 Secara tidak langsung guru sebagai penerima amanat dari orang tua untuk mendidik anaknya. Sebagai pemegang amanat guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.

Guru bukan hanya sebagai penerima amanat pendidikan, melainkan juga orang yang menyediakan dirinya sebagai pendidik profesional.32 Sebagai pendidik profesional, guru memiliki banyak tugas baik terkait oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yaitu : tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan ketrampilan pada siswa.33

Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak dapat diabaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan dimasyarakat dengan interaksi

31 Ahmad Tafsir, ... 75

32 Hery Nur Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. II., 94


(49)

sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik, sehingga anak didik memiliki sifat-sifat kesetiakawanan sosial.

Disamping itu guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, sebagai tugas yang diemban dari orang tua kandung (wali murid) dalam waktu tertentu. Sehingga pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dengan mudah dapat memahami jiwa dan watak anak didik.34

Dibidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang tidak kalah pula pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila.35

Sedangkan menurut Ahmad D.Marimba, disamping guru memiliki tugas untuk membimbing, mencari pengenalan terhadap anak didik melalui pemahaman terhadap jiwa dan watak, guru juga mempunyai tugas lain yang sangat urgen, yaitu :

1) Menciptakan situasi untuk pendidikan, yakni suatu keadaan dimanatindaan-tindakan pendidikan dapat berlangsung baik dengan hasil yang memuaskan

2) Memiliki pengetahuan yang diperlukan, terutama pengetahuan- pengetahuan agama

3) Selalu meninjau diri sendiri, tidak malu apabila mendapat kecaman dari murid. Sebab guru juga manusia biasa yang memiliki sifat-sifat yang tidak sempurna 4) Mampu menjadi contoh dan teladan bagi murid sekaligus tempat beridentifkasi

(menyamakan diri).36

5) Guru terkait dengan tugas yang diembannya yang sangat banyak, maka secara otomatis menuntut tanggung jawab yang sangat tinggi, sebab baik dan tidaknya mutu hasil pendidikan tergantung pada seberapa besar pertanggung jawaban guru

34 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),37 35 ibid,. 37


(50)

dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik yang profesional.

4. Anak Didik

Anak didik merupakan seseorang yang menuntut ilmu atau objek didikan oleh seorang guru. Sebagaimana guru yang memiliki tugas dan kewajiban, seorang murid juga memiliki hak dan kewajiban (tugas–tugas) yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam pendidikan. Menurut Athiyah al-Abrasyi, bahwa hak–hak murid yang paling utama adalah dimudahkannya jalan bagi tercapainya ilmu pengetahuan kepada mereka serta adanya kesempatan belajar tanpa membedakan kaya dan miskin.37

Selanjutnya dipaparkan pula bahwa seorang pengembara Ibnu Jubair telah melukiskan cara-cara yang memudahkan bagi siswa untuk belajar, diantaranya sekolah-sekolah besar yang didirikan untuk tempat belajar, harta wakaf yang diladangkan buat mereka dan buat guru-guru, atau wisma-wisma yang didirikan buat menampung mereka, peralatan-peralatan yang disediakan buat mereka serta banyak hal–hal lain yang dapat menjadi kebanggaan bagi kaum muslimin. Dan siapa yang ingin kemenangan, hendaklah ia pergi ke Arab Maghribi untuk belajar, maka akan mendapat banyak sokongan dan bantuan, sebab kaum muslimin memandang para penuntut ilmu dengan perasaan hormat dan pennghargaan, dikarenakan seorang siswa atau pelajar berusaha memperoleh sesuatu yang amat tinggi dan berharga nilainya didunia ini yaitu ilmu pengetahuan.38

Oleh karena itulah Islam selalu menghimbau kepada para pengikutnya untuk berusaha keras dalam menuntut ilmu, kemudian mengajarkan dan menyumbangkan ilmu yang telah didapat tersebut kepada segenab manusia. Banyak sekali firman Allah

37 Ibid.,146


(51)

dalam al-Quran yang memerintahkan untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya. Diantaranya adalah firman Allah dalam surat Az- Zumar ayat: 9





























































(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Pada ayat di atas, terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT mengajak manusia untuk menuntut ilmu sekaligus menerangkan betapa pentingnya menuntut ilmu sebab ilmu-ilmu tersebut pada saatnya akan dapat meninggikan harkat dan martabat manusia terutama bagi para penuntut ilmu itu sendiri serta menjelaskan bagaimana kedudukan manusia yang berilmu, baik dimata Allah SWT maupun dimata manusia itu sendiri dibandingkan dengan manusia yang tidak berilmu.

Nasih Ulwan juga menjelaskan dalam bukunya, bahwa seorang cendikiawan mengatakan, “sesungguhnya negara Islam telah mendahului seluruh dunia didalam menyeberkan pengajaran secara gratis bagi seluruh warga negaranya, tanpa pandang bulu atau pilih kasih. Pintu-pintu sekolah terbuka lebar bagi seluruh masyarakat dan bangsa di masjid-masjid, tempattempat belajar, dan tempat–tempat umum disetiap negara yang telah memeluk Islam. Diantara pengajaran yang bebas itu adalah Al-Azhar Asy-Syarif, Kulliyatul Darul Ulum dan seluruh perguruan–perguruan atau


(52)

sekolah-sekolah agama. Di sana para pelajar dan mahasiswa diberi bantuan biaya untuk makan mereka seperti yang dilakukan secara merata oleh beberapa negara diseluruh pelosok dunia.39

Pada dasarnya persamaan hak belajar bagi umat Islam dan manusia secara keseluruhan merupakan suatu kewajiban, lantaran memang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Sehingga meluangkan waktu untuk belajar bagi semua individu adalah mutlak (wajib), baik kecil maupun besar, laki-laki atau wanita, kaya atau miskin, bodoh maupun pandai. Dan bagi pemerintah wajib untuk menyediakan sarana dan prasarana belajar bagi kepentingan ummat.40

Terdapat banyak ulama’ pendidikan Islam, yang mengemukakan pemikirannya tentang kewajiban murid. Kewajiban tersebut sangat signifikan, yakni lebih berorientasi pada akhlak sebagai dasar kepribadian seorang muslim, yang harus ditegakkan oleh murid. Karena dasar utama pendidikan Islam adalah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang sarat dengan nilai dan etika. Menurut Asma Hasan Fahmi, bahwa murid memiliki beberapa kewajiban terpenting, yaitu :

a. Seorang murid harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum menuntut ilmu. Sebab belajar sama dengan ibadah dan tidak sah suatu ibadah kecuali dengan hati yang bersih.

b. Hendaklah tujuan belajar ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri dengan Tuhan dan bukan untuk mencari kedudukan.

c. Selalu tabah dan memiliki kemauan kuat dalam menuntut ilmu sekalipun harus merantau pada tempat yang cukup jauh.

39 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, cet. II, (Jakarta: Pustaka Amani; 1999), 314. 40 Abdur Rozak Husein, .... 90


(53)

d. Wajib menghormati guru dan bekerja untuk memperoleh kerelaan guru, dengan berbagai macam cara.41

Al-Ghozali juga membahas mengenai kewajiban murid yang dituangkan dalam karya monumentalnya kitab Al- Ihya’ Ulumuddin, dijelaskan bahwa :

a. Mendahulukan kesucian jiwa dan menjauhkan diri dari akhlak tercela, sebab batin yang tidak bersih tidak akan dapat menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak akan disinaridengan ilmu

b. Mengurangi hubungan (keluarga) dan menjauhi kampung halamannya sehingga hatinya hanya terikat pada ilmu

c. Tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan menjauhi tindakan yang tidak terpuji kepada guru

d. Menjaga diri dari perselisihan (pandangan–pandangan yang kontroversi), khususnya bagi murid pemula, sebab hanya akan mendatangkan kebingungan e. Tidak mengambil ilmu terpuji, selain hingga mengetahuui hakikatnya. Karena

mencari dan memilih yang terpenting hanya dapat dilakukan setelah mengetahui suatu perkara secara keseluruhan

f. Mencurahkan perhatian pada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat, sebab ilmu akhirat merupakan tujuan

g. Memiliki tujuan dalam belajar, yaitu untuk menghias batinnya dengan sesuatu yang akan menghantarkannya kapada Allah SWT, bukan untuk memperoleh kekuasaan, harta dan pangkat.

Pada dasarnya, petunjuk-petunjuk para pemikir pendidikan Islam mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipegang oleh seorang murid, dapat dikelompokkan dalam petunjuk tentang bagaimana sifat ilmu yang harus dipelajari oleh seorang

41 Asma Hasan Fahmi, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta; Bulan Bintang, 1979 ),. 174-175


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Apa yang dimaksudkan disini ialah pembentukan karakter pendidik terhadap pelajar. Antara syarat yang digariskan oleh Ibnu Sahnun ialah, seorang pendidik hendaklah mempunyai keperibadian yang menarik, baik dalam perwatakan, pembicaraan, cara berfikir mahupundaripada cara-cara komunikasinya sehingga anak didik mereka senang hati menerimanya mereka. Kedua, pendidik perlu menyesuaikan akal dan perasaan yang sama dengan anakdidik mereka, seperti hidup bersama mereka, memahami dunia mereka dan hidup bahagia bersama mereka.

Kedua, ibn Sahnūn dan KH. Ha>shim Ash’a>ri tujuan pendidikan Islam sebagai upaya penyadaran bahwa betapa pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk memperluas khazanah keilmuan umat Islam, Ibnu Sahnun dan KH. Ha>shim Ash’a>ri tujuan pendidikan Islam upaya menyelamatkan umat Islam dari jurang kebodohan, yang mampu berfikir dinamis untuk kemudian mengetahui jatidiri dirinya sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dan kemudian tuntutan untuk menghambakan dirinya kepada pencipta-Nya, ibn Sahnūn dan KH. Ha>shim Ash’a>ri tujuan pendidikan dan pengajaran dapat menumbuh kembangkan kepribadian anak didik atau murid yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar. Menurutnya, bahwa nilai-nilai pendidikan agama harus bersumber dari akhlak yang mulia, dan Pendidikan Islam diharapkan berorientasi kepada kebutuhan masa depan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai keagamaan atau nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam agar mendapatkan kebahagian dunia akhirat.


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

B. Saran

Setelah menemukan beberapa hasil penelitian tentang konsep

pendidikan Menurut ibn Sahnūn dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri (Komparasi Kitab Adabul Mu’allimin dan Kitab Adabul Allim wa al Muta’allim) hal lain yang ingin penulis adalah saran peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang materi pendidikan agama islam Menurut ibn Sahnūn dan K.H. Ha>shim Ash’a>ri (Komparasi Kitab Adabul Mu’allimin dan Kitab Adabul Allim wa al Muta’allim).


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id