Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 PUU-XI 2013 Tentang Uji Materi Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

28

BAB II
AKIBAT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 28/PUU-XI/2013
TENTANG UJI MATERI ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN
2012 TENTANG PERKOPERASIAN
A. Pengertian Koperasi Dari Pelbagai Sumber
Secara harfiah koperasi berasal dari kata-kata Latin yaitu Cum yang berarti
dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Kedua kata ini, dalam bahasa Inggris
dikenal istilah Co dan Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
Cooperative Vereneging yang berarti bekerja bersama, atau bekerja sama, atau
kerjasama.29
CoOperation diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai kooperasi yang
dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilah “koperasi”
yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan bersifat sukarela. Koperasi
adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang
atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota
menurut peraturan yang ada, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan
suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Koperasi muncul dalam sejarah kebudayaan manusia sebagai reaksi terhadap
kondisi kehidupan modern. Lembaga ini muncul atas kesadaran faktual dari para

pelakunya. J.K. Golbraith menyebut bahwa lembaga ini sebagai “Counterveiling

29

Kamaralsyah, DH. SKK, Pancawindu Gerakan Koperasi (1947-1987), Cetakan I, (Jakarta:
Dekopin, 1987), hal.190

28

Universitas Sumatera Utara

29

power” atau kekuatan pengimbang,30 yaitu semacam kekuatan yang ditimbulkan oleh
pihak kedua yang disebabkan oleh tekanan-tekanan dari pihak pertama. Kekuatan
tersebut memberikan kesadaran akan harga diri pada anggota-anggotanya, (disebut
dengan istilah Individualitas) serta solidaritas. Harus dibedakan antara individualitas
dengan individualisme, dikarenakan individualisme dapat dikonotasikan negatif,
yakni lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kebebasan individu.
Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda

dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang
melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian
berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai
ekonomi.31 Ciri utama koperasi adalah kerjasama ekonomi antar anggota. Kerjasama
inilah yang merupakan cikal bakal koperasi ekonomi, yang dikenal dengan istilah
koperasi. Kerjasama pada dasarnya bertujuan mempertahankan diri akan tindakan
yang berasal dari luar, dengan menarik manfaat sebesar-besarnya dari suasana hidup
berkumpul.32
Selain pengertian tersebut diatas, beberapa pengertian tentang koperasi dapat
diuraikan sebagai berikut:

30

Rachmat Ali, Koperasi, Cetakan I, (Jakarta: PT. Sastra Hudaya, 1983), hal.15
Asnawi Hasan, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik,
dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, (Jakarta: UI
Press, 1987), hal.158
32
Majelis Pendidikan Koperasi Indonesia, Dasar Pengembangan Koperasi Indonesia,
(Jakarta: DEKOPIN, 1990), hal.4-5

31

Universitas Sumatera Utara

30

1.

Undang-Undang Koperasi India tahun 1904 kemudian diperbaharui pada tahun
1912 memberikan definisi bahwa koperasi adalah33 organisasi masyarakat atau
kumpulan orang-orang yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan atau
mengusahakan ekonomi para anggotanya sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi.

2.

C.R Ray dalam bukunya Cooperation at Home and Abred, tahun 1908,
memberikan definisi sebagai berikut sebagai berikut:34 “An association for the
purposes of joint traiding, originating among the weak and conducted always in
an unselfish spirit on such term that all who are prepared to assume the duties of
membership shara in its reward in proportion to the degres in which they make

use of their association.”

3.

Menurut Mohammad Hatta, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha bersama
untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan prinsip saling
tolong-menolong.35

4.

Menurut Arifinal Chaniago, koperasi didefinisikan sebagai suatu perkumpulan
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan
masuk atau keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan
menjalankan

usaha

untuk

mempertinggi


kesejahteraan

jasmaniah

para

anggotanya.36

33

Ima Suwandi, Koperasi Organisasi Ekonomi Yang Berwatak Sosial, (Jakarta: Bhratara
Karya Aksara, 1982), hal.11
34
I Gusti Gde Raka, Pengantar Pengetahuan Koperasi Ditjenkop, (Jakarta: Depdagkop,
1981), hal.1-2
35
Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.19
36

Arifin Chaniago, Koperasi Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1979), hal.1

Universitas Sumatera Utara

31

5.

Menurut Calvert dalam bukunya The Law and Prinsiples of Cooperation37,
koperasi didefinisikan sebagai organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan
secara sukarela sebagai manusia atas dasar kesatuan untuk mencapai tujuan
masing-masing.

6.

Menurut Soeriatmaja, koperasi adalah suatu perkumpulan dari orang-orang yang
atas dasar persamaan derajat sebagai manusia dengan tidak memandang haluan
agama dan politik dan secara sukarela masuk untuk sekadar memenuhi
kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.38


7.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, koperasi adalah bersifat suatu kerja sama antara
orang-orang yang termasuk golongan kurang mampu yang ingin bersama untuk
meringankan beban hidup dan beban kerja.39

8.

Menurut R.M. Margono Djojohadikoesoemo, Koperasi adalah perkumpulan
manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama
untuk memajukan ekonominya.40

9.

Menurut ICA (Internasional Cooperation Alliance), mendefinisikan koperasi
adalah kumpulan orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan
sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan anggotanya dengan

37


Ibid, hal.12
Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi
Indonesia, Op Cit, hal.19
39
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan, Perseroan,dan Koperasi di Indonesia,
(Jakarta: Dian Rayat, 1969), hal.5
40
R.M. Margono Djojohadikoesoemo, Sepuluh Tahun Koperasi: Penerangan Tentang
Koperasi Oleh Pemerintah 930-1934, (Batavia-C: Balai Pustaka, 1941), hal 2
38

Universitas Sumatera Utara

32

jalan saling membantu antara satu dengan yang lainnya dengan cara membatasi
keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi. 41
10. Peraturan Koperasi tahun 1949 No. 179 (Terjemahan bebas dari bahasa Belanda),
sebagai berikut:42
koperasi dalam peraturan ini dimaksudkan, perkumpulan-perkumpulan orangorang atau badan-badan hukum Indonesia yang memerdekakan masuk dan

berhentinya orang-orang sebagai anggotanya dan berdasar atas persamaan,
terutama

bermaksud

memajukan

kepentingan-kepentingan

jasmani

para

anggotanya dengan melakukan perdagangan atau pertukangan bersama-sama,
pembelian keperluan-keperluannya tanggung menanggung kerugian dan jiwanya
atau pemberian persekot-persekot atau pinjaman-pinjaman dan tentang pendirian
perkumpulan-perkumpulan mana harus dibuat surat akte (surat sah) yang
didaftarkan atau diumumkan menurut cara yang diterangkan dalam peraturan ini.
11. Undang-Undang Koperasi Nomor 7 Tahun 195843, Koperasi adalah suatu
perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang

tidak merupakan konsentrasi modal, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Berasaskan Kekeluargaan (gotong-royong);
b. Bertujuan mengembangkan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya;
c. Dengan usaha:
41

Ibid, hal.12
I Gusti Gde Raka, Koperasi Indonesia, Ditjenkop, (Jakarta: Depdagkop, 1981), hal.4
43
Ibid, hal.4

42

Universitas Sumatera Utara

33

1.


Mewajibkan dan

menggiatkan anggotanya untuk menyimpan secara

teratus;
2.

Mendidik anggotanya ke arah kesadaran berkoperasi;

3.

Menyelenggarakan salah satu atau beberapa usaha lain dalam lapangan
perekonomian.

d. Keanggotaan berdasarkan sukarela, mempunyai kepentingan, hak dan
kewajiban yang sama, dapat diperoleh dan diakhiri setiap waktu menurut
kehendak yang berkepentingan, setelah syarat-syarat dalam anggaran dasar
dipenuhi;
e. Akte pendirian menurut ketentuan-ketentuan dan setelah didaftarkan
sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang ini.
11 Publikasi ILO (International Labour Organization), berjudul: “Co-operative
Administration And Management” 1960, koperasi didefinisikan sebagai:44
“A Co-operative is association of persons, usually of limited. Economic and
through the formation of a democratically controlled business organization,
making equatible contributions to the capital required and accepting a fair share
of the risks and benefits of the undertaking.”
Terjemahan bebasnya sebagai berikut, koperasi adalah suatu perkumpulan yang
terdiri dari orang-orang, umumnya yang ekonominya lemah, yang secara
sukarela menggabungkan diri untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam
bidang perkoperasian dengan jalan pembentukan perusahaan yang diawasi secara
44

I Gusti Gde Raka, Pengantar Pengetahuan Koperasi Ditjenkop, Op.Cit, hal.3

Universitas Sumatera Utara

34

demokratis, dimana masing-masing anggota secara ikhlas turut memberikan
modal yang dibutuhkan dan masing-masing bersedia memikul resiko dan turut
mengecap keuntungan-keuntungan yang timbul dari usaha itu menurut imbangan
yang adil.
12. ILO Recommendation Nomor 127, 1966 pada paragraph 12 (a) menyatakan45,
koperasi adalah suatu perkumpulan orang-orang yang secara sukarela berhimpun
bersama untuk mencapai suatu tujuan bersama melalui pembentukan suatu
organisasi yang diawasi secara demokratis, memberikan sumbangan yang wajar
di dalam modal yang diperlukan dan menerima bagian yang wajar dalam
penanggungan resiko dan manfaat dari perusahaan di dalam mana para anggota
berperan secara aktif.
13. Undang-Undang Koperasi Nomor 14 Tahun 1965 mendefinisikan, koperasi
adalah organisasi ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat
persemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia
berdasarkan Pancasila.
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian,
menyatakan bahwa koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang
berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang

45

Soedarsono Hadisapoetro, Pokok-Pokok Pikiran Pengembangan Koperasi Di Indonesia,
(Jakarta: CV. Sapta Caraka, 1986), hal.104

Universitas Sumatera Utara

35

merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas-asas
kekeluargaan.46
15. Menurut Fray, Koperasi adalah suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha
bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan
semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masingmasing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat
imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.47
16. Undang-Undang 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, menyatakan bahwa
koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, unsur-unsur koperasi adalah:
1. kumpulan orang-orang;
2. Memiliki persamaan yang sama satu dengan lain, yakni keadaan ekonomi
lemah;
3. Melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi dan asas
kekeluargaan.
Pengertian koperasi dari pelbagai sumber tersebut memberikan gambaran
bahwa koperasi bukanlah bentuk kerjasama modal melainkan kumpulan orang-orang

46

Ima Suwandi, Koperasi Organisasi Ekonomi Yang Berwatak Sosial, Loc.Cit, hal.12
M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002), hal.38-39
47

Universitas Sumatera Utara

36

yang keadaan ekonominya lemah dengan bernaung dalam suatu wadah yang
digerakkan secara bersama-sama dan hasilnya diperuntukkan bagi anggota koperasi.
Adapun penekanan pada kumpulan orang (anggota), membuat kekuatan
terfokuskan pada banyaknya anggota dan kemampuan mereka memikul kewajiban
serta melaksanakan hak sebagai anggota. Semakin banyak anggota yang memikul
tanggung jawabnya dan melaksankan haknya, maka kesempatan bagi wadah ini untuk
berkembang semakin besar.
Koperasi bukanlah kerjasama yang bersifat “profit oriented” tetapi kerjasama
yang bersifat “non-profit oriented”, dikarenakan koperasi

berdiri sebagai badan

usaha yang tidak berfokus pada modal dan keuntungan bukanlah tujuan utamanya,
tetapi koperasi lebih ditekankan dan diperuntukkan oleh dan untuk anggota.48 Dalam
memenuhi kebutuhan para anggotanya, koperasi harus menjalankan kegiatan secara
terus

menerus,

terang-terangan,

berhubungan

dengan

pihak

ketiga,

dan

memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya tersebut ke
dalam suatu pembukuan.49
Ditinjau dari proses kegiatan usaha yang dilakukan dalam mencapai cita-cita
sebagai badan usaha, dapat diperhatikan perbedaan antara koperasi dan non-koperasi
dari berbagai dimensi, baik itu dimensi kekuasaan tertinggi dalam menentukan
kebijakan usaha, dimensi usaha, dimensi ketatalaksanaan usaha, dimensi dasar

48
Edilius, Sudarsono, Koperasi Dalam Teori Dan Praktek, Cetakan I, (Jakarta: Rineka Cipta,
1993),hal.4-5
49
R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005), hal. 101

Universitas Sumatera Utara

37

keyakinan usaha, dimensi kemanfaatan usaha, dimensi modal kerja, dimensi
pembagian sisa hasil usaha (surplus), dimensi sikap terhadap pasar, dimensi tujuan
usaha dan dimensi strukutur.
Ditinjau dari dimensi kekuasaan tertinggi dalam menentukan suatu kebijakan
usaha, perbedaannya adalah di koperasi kekuatan terbesar dalam mengambil suatu
kebijakan ada di tangan anggota melalui mekanisme Rapat Anggota Tahunan,
sedangkan badan usaha bukan koperasi, kekuatan terbesar dalam mengambil suatu
kebijakan ada ditangan pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang
Saham. Ditinjau dari dimensi usaha, koperasi ditujukan untuk sektor intern, dalam hal
ini kepada anggota, dan sektor ekstern, dalam hal ini kepada masyarakat, sedangkan
non-koperasi difokuskan untuk kepentingan masyarakat. Ditinjau dari dimensi
ketatalaksanaan usaha, koperasi pada prinsipnya adalah keterbukaan manajemen,
sedangkan non-koperasi pada prinsipnya bersifat tertutup. Ditinjau dari dimensi dasar
keyakinan usaha, koperasi mengutamakan pada kekuatan sendiri, sedangkan nonkoperasi mengutamakan pada kekuatan modal dan pasar. Ditinjau dari dimensi
kemanfaatan usaha, kegiatan koperasi bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, sedangkan kegiatan non-koperasi bermanfaat bagi
pemilik modal dan masyarakat. Ditinjau dari dimensi modal usaha, koperasi
mengutamakan perolehan modal usahanya dari simpanan para anggota, sedangkan
non-koperasi akan memperoleh modal usahanya dari masyarakat yang membeli
saham dan membeli hasil dari kegiatan yang dilakukan. Ditinjau dari pembagian Sisa
Hasil Usaha (SHU), koperasi didasarkan pada banyaknya jasa anggota, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

38

non-koperasi berdasarkan pada modal yang disetorkan. Ditinjau dari dimensi sikap
terhadap pasar, koperasi menjalin hubungan dengan koperasi lainnya, sedangkan
sikap non-koperasi terhadap pasar adalah persaingan murni. Ditinjau dari dimensi
tujuan usaha, koperasi didirikan untuk memberi pelayanan, sedangkan non-koperasi,
tujuan usahanya adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.50 Ditinjau dari
struktur, koperasi berbeda dengan non-koperasi, dimana orang-orang yang ada di
dalam koperasi merupakan anggota yang menjadi pemegang saham sekaligus nasabah
koperasi, sedangkan di non-koperasi, orang-orang yang ada di dalamnya merupakan
pemegang saham dan bukan nasabah.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, pada dasarnya koperasi memiliki
perbedaan yang sangat esensial dengan non koperasi, yakni sebagai berikut:51
1.

Koperasi adalah organisasi ekonomi di mana anggotanya sebagai pemilik
sekaligus sebagai pelanggan utama, sedangkan pada non koperasi, anggota
merupakan pemilik tetapi bukan sebagai pelanggan. Konsekuensi dari perbedaan
ini adalah koperasi memiliki dua jenis pelanggan, yaitu anggota sebagai
pelanggan internal dan non anggota sebagai pelanggan eksternal. Sedangkan non
koperasi hanya memiliki pelanggan eksternal.

2.

Secara hukum, koperasi adalah organisasi yang didesain dengan hak keanggotaan
satu orang satu suara, pembagian surplus berdasarkan jasa anggota, dan
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Dalam non-koperasi, hak suara
50

Ibid, hal 6-7
Hendrar, Manajemen Perusahaan Koperasi Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Manajemen
Dan Kewirausahaan Koperasi, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal.22
51

Universitas Sumatera Utara

39

tergantung pada jumlah modal yang disetor, artinya semakin banyak modal
disetor, semakin besar suaranya.
Selain perbedaan di atas, perbedaan koperasi dengan perseroan dapat dilihat
dari metriks di bawah ini:52
Perbedaan antara koperasi dengan perseroan:
No

Perbedaan

1

Tujuan

2

Dasar
Organisasi

3

Memperoleh
badan hukum

4

Keanggotaan

5

Manajemen

Koperasi

Perseroan

Mendapatkan jasa yang
lebih baik berdasarkan /
sesuai dengan ongkos
dan menaikkan tingkat
hidup anggotanya
Anggotanya
mengusahakan
dan
menghasilkan sendiri
barang
yang
dikoperasikan. Jadi tau
akan aktivitasnya

Mendapatkan
keuntungan
atas penanaman modal, jasa
diberikan untuk kepentingan
pemegang saham.

Biasanya tunduk pada
perundang-undangan
tentang perkoperasian.
Bersifat terbuka, tidak
dapat
dipindahtangankan.

Berdasarkan
prinsip
demokrasi, satu anggota
satu suara. Pemungutan
suara dengan proxy
tidak
diperbolehkan.
Jumlah pengikutsertaan

Pemegang saham biasanya
tidak tahu mengenai jalannya
usaha, yang penting adalah
modal
yang
ditanam
menghasilkan.
Hanya
memiliki uang saja dapat
memiliki saham.
Biasanya
tunduk
pada
perundang-undangan tentang
perseroan terbatas.
Biasanya terbatas pada orang
tertentu. Tidak ada larangan
penjualan
saham
oleh
pemiliknya kepada pihak
lain,
apabila
pemegang
saham lainnya tidak berminat
membeli saham tersebut.
Berdasarkan atas saham yang
dimiliki.
Biasanya
satu
saham satu suara. Pemberian
suara
dengan
proxy
diperbolehkan. Tidak ada
pembatasan tentang pemilik

52

P. Hasibuan, Manajemen Koperasi, (Jakarta: Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran,
1986), hal.76

Universitas Sumatera Utara

40

6

7

8

9

(simpanan pokok +
simpanan wajib) yang
boleh
dimiliki
seseorang
biasanya
terbatas. Tidak ada
konsentrasi pimpinan
oleh golongan tertentu.
Pelaksanaan
Usaha dilakukan oleh
Usaha
dan untuk anggota pada
khususnya dan untuk
masyarakat
pada
umumnya.
Harga
dan Memberikan
jasa
penerimaan
berdasarkan
ongkos,
lebih
mementingkan
penerimaan yang tidak
begitu besar, tetapi
lebih
mengutamakan
harga yang stabil untuk
jangka waktu yang
cukup lama.
Pengikutsertaan Diharapkan dari para
anggota dan mungkin
juga bukan anggota

Tabungan

Tabungan
dari
keuntungan dibagikan
kepada
anggota,
berdasarkan
jasa/
pengikutsertaannya
pada koperasi. Tidak
ada spekulasi dalam
saham (simpanan pokok
dan simpanan wajib).
Kemakmuran
terbagi
secara luas kepada
mereka yang berjasa.

saham
oleh
seseorang.
Pimpinan
biasanya
terkonsentrasi pada beberapa
orang tertentu.

Usaha
dilakukan
untuk
kepentingan
pemegang
saham oleh direksi yang
menjalankan perseroan.
Lebih
mementingkan
penerimaan yang lebih besar
sehingga
mendapat
keuntungan sebesar mungkin.
Kurang
mementingkan
kestabilan tingkat harga. Sifat
lebih spekulatif.

Pemegang saham biasanya
tidak turut serta dalam usaha.
Mereka
kurang
memperhatikan usaha yang
dilakukan.
Keuntungan
dibagikan
kepada pemegang saham
berdasarkan besarnya saham
yang ditanamkan dalam
perseroan. Semakin besar
modal yang ditanamkan,
maka
semakin
besar
keuntungan yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

41

Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan
hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu
mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya, sekaligus dapat
melayani masyarakat.53
Charles Gide mengemukakan bahwa koperasi harus setia pada dirinya dan
tidak menyimpang menjadi bentuk lain dan untuk itu nilai-nilai yang dianutnya harus
merupakan realitas hidup dalam kegiatan maupun tingkah laku orang-orang
koperasi.54
Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang

Perkoperasian yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, menyatakan:
“Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan
hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.”
Filosofi koperasi di atas merupakan bentuk kerjasama dalam permodalan. Hal
ini dapat dilihat dari kata-kata yang menekankan didirikan oleh orang perseorangan
yang menjadikan bentuk kerjasama ini sebagai suatu kegiatan yang bersifat
individualitas untuk memperkaya diri sendiri dan bukan sebagai suatu bentuk
kerjasama yang tujuannya untuk kesejahteraan bersama anggota.
53

Bahri Nurdin, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang
Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”,
(Jakarta: UII Press, 1989), hal.379
54
Ibnoe Soedjono, Validitas Prinsip Koperasi Dalam Ekonomi Pasar Dalam Warta Koperas
Nomor 47 Tahun XI Mei 1992, hal.20

Universitas Sumatera Utara

42

Kerjasama dalam permodalan ini memperlihatkan bahwa para pemilik modal
tidak mengalami kesulitan ekonomi, tetapi para pemilik modal yang mendirikan
badan usaha ini adalah orang-orang yang berkeinginan untuk memupuk modal atau
menambah kekayaan mereka tanpa memperhatikan hal-hal yang berkaitan langsung
dengan kegiatan perkoperasian.
B. Kedudukan, Tugas Pokok, Dan Fungsi Mahkamah Konstitusi
Susunan kelembagaan di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan
sejak reformasi konstitusi antara tahun 1999 sampai dengan 2002. Perubahan
signifikan itu terjadi karena semakin banyaknya kebutuhan negara berkaitan dengan
sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut dibentuklah
lembaga-lembaga baru, salah satunya Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi
diberikan peran sebagai pengawal dan penafsir terhadap Undang-Undang Dasar
melalui putusan-putusannya. Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugas
konstitusional harus berusaha mewujudkan visi kelembagaannya, yakni tegaknya
konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Visi tersebut menjadi
pedoman bagi Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kekuasaan kehakiman
secara merdeka dan bertanggung jawab sesuai amanat konstitusi. Misi Mahkamah
Konstitusi adalah membangun konstitusionalitas Indonesia serta budaya sadar
berkonstitusi dengan upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai
kedudukan, fungsi dan peran Mahkamah Konstitusi.

Universitas Sumatera Utara

43

Terbentuknya Mahkamah Konstitusi di Indonesia, tidak boleh dilepaskan dari
sejarah konsep judicial review, yang merupakan salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi. Empat momen dari sejarah Mahkamah Konstitusi yang patut diingat dan
dicermati adalah:
1.

Kasus Madison melawan Marbury di Amerika Serikat.
Sejarah judicial review muncul pertama kali di Amerika Serikat melalui

putusan Supreme Court Amerika Serikat dalam perkara “Marbury vs Madison” pada
Tahun 1803. Meskipun Undang-Undang Dasar Amerika Serikat tidak mencantumkan
judicial review, Supreme Court Amerika Serikat membuat putusan yang
mengejutkan. Chief Justice John Marshall didukung empat hakim agung lainnya
menyatakan bahwa pengadilan berwenang membatalkan undang-undang yang
bertentangan dengan konstitusi, dikarenakan hakim telah disumpah untuk menjunjung
konstitusi, maka hakim harus melakukan pengujian terhadap peraturan tersebut.55
Keberanian John Marshall dalam kasus itu menjadi preseden dalam sejarah
Amerika yang kemudian berpengaruh luas terhadap pemikiran dan praktik hukum di
banyak negara. Semenjak itulah, banyak undang-undang federal maupun undangundang negara bagian yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh Supreme
Court.
2.

Ide Hans Kelsen di Austria

55

Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata
Konstitusi,cetakan pertama (Jakarta: LP3ES, 2007), hal.96-97

Negara;

Pasca

Amandemen

Universitas Sumatera Utara

44

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga, pertama kali diperkenalkan oleh Hans
Kelsen (1881-1973), pakar konstitusi dan guru besar Hukum Publik dan Administrasi
University of Vienna. Menurut Kelsen jaminan konstitusi akan berlangsung secara
ideal, apabila ada sebuah organ yang menilai atau menguji sebuah undang-undang
yang dibuat oleh legislatif.
Organ tersebut diberikan mandat untuk melakukan penilaian. “Organ itu bisa
menghapus sepenuhnya undang-undang yang dianggap tidak konstitusional, sehingga
undang-undang itu tidak dapat diterapkan oleh organ yang lain,” tulis Hans Kelsen.
Sebaliknya, jika organ tersebut tidak membatalkannya, maka masih bisa dikatakan
valid.56
Hans Kelsen menginginkan perlu dibentuknya organ pengadilan khusus
berupa constitutional court, atau pengawasan konstitusionalitas undang-undang yang
dapat juga diberikan kepada pengadilan biasa. Pemikiran Kelsen mendorong
Verfassungsgerichtshoft di Austria yang berdiri sendiri di luar Mahkamah Agung.
Inilah Mahkamah Konstitusi pertama di dunia.
3.

Gagasan Mohammad Yamin dalam sidang BPUPKI
Mohammad Yamin merupakan tokoh pertama yang mengajukan pemikiran

tentang judicial review dalam sebuah forum resmi di negara Republik Indonesia pada
tanggal 11 Juli 1949 di sidang BPUPKI. Ia mengusulkan keberadaan sebuah

56

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, cetakan I (Bandung: Penerbit
Nuansa dan Penerbit Nusamedia, 2006), hal.225

Universitas Sumatera Utara

45

mahkamah yang bisa memutuskan, apakah sebuah peraturan berjalan sesuai hukum
adat, syariah, dan Undang-Undang Dasar.
Usulan ini menandakan bahwa pemikiran tentang judicial review telah muncul
pada awal pembentukan negeri ini. Usulan ini mengindikasikan bahwa ada sebagian
kalangan yang menginginkan terciptanya sebuah sistem pemerintahan yang
berimbang (balance), dan menjunjung supremasi konstitusi.57 Usulan ini kemudian
ditolak oleh Soepomo dengan alasan sistem yang saat itu dianut oleh Indonesia
adalah division of power. Alasan Soepomo sebenarnya masuk akal, dikarenakan
Judicial Review bisa dilaksanakan dengan sempurna apabila masing-masing lembaga
ketatanegaraan mempunyai kedudukan yang sejajar. Alasan lainya adalah
menyangkut kesiapan para hakim dalam menangani kasus-kasus hukum dalam ranah
pertentangan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.58 Ada semacam keraguan dalam benak
Soepomo menyangkut skill hakim yang nantinya akan memutuskan masalah
ketatanegaraan ini
Gagasan membentuk Mahkamah Konstitusi mengemuka pada sidang kedua
Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI (PAH I BP MPR), pada Maret-April tahun
2000. Awal mulanya, Mahkamah Konstitusi akan ditempatkan dalam lingkungan
Mahkamah Agung, dengan kewenangan melakukan uji materil atas undang-undang,

57

Nurainun Simangunsong, Judicial Review di Indonesia; Teori, Perbandingan dan
Pelaksanannya Pasca Amandemen UUD 1945, cetakan I (Yogyakarta: Fakultas Syari฀ah UIN
Sunan Kalijaga, 2008), hal.7
58
Ibid hal.7

Universitas Sumatera Utara

46

memberikan putusan atas pertentangan antar undang-undang serta kewenangan lain
yang diberikan undang-undang. Usulan lainnya, Mahkamah Konstitusi diberi
kewenangan memberikan putusan atas persengketaan kewenangan antar lembaga
negara, antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah
daerah. Setelah melewati perdebatan panjang, pembahasan mendalam, serta dengan
mengkaji lembaga pengujian konstitusional undang-undang di berbagai negara, serta
mendengarkan masukan berbagai pihak, terutama para pakar hukum tata negara,
rumusan mengenai pembentukan Mahkamah Konstitusi diakomodir dalam Perubahan
Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Hasil Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 itu merumuskan ketentuan mengenai lembaga yang diberi nama
Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar
Tahun 1945. Akhirnya sejarah Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia dimulai, tepatnya setelah disahkannya Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B pada tanggal 9
November 2001.
Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi upaya serius dalam
memberikan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara dan semangat
penegakan konstitusi sebagai grundnorm atau highest norm, yang artinya segala
peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan
dengan apa yang sudah diatur dalam konstitusi. Konstitusi merupakan bentuk
pelimpahan kedaulatan rakyat (the sovereignity of the people) kepada negara. Melalui
konstitusi, rakyat membuat statement memberikan sebagian hak-haknya kepada

Universitas Sumatera Utara

47

negara. Konstitusi harus dikawal dan dijaga, sebab semua bentuk penyimpangan, baik
oleh pemegang kekuasaan maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap
konstitusi, merupakan wujud nyata pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat.
Ide demikian yang turut melandasi pembentukan Mahkamah Konstitusi di
Indonesia. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
Tahun 1945. Hal ini mengimplikasikan agar pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui
konstitusi harus dikawal dan dijaga. Harus diakui berbagai masalah terkait dengan
konstitusi dan ketatanegaraan sejak awal Orde Baru telah terjadi. Carut marutnya
peraturan perundangan selain didominasi oleh hegemoni eksekutif, terutama pada
Orde Baru menuntut keberadaan wasit konstitusi sekaligus pemutus judicial review
(menguji bertentangan-tidaknya pemikiran untuk mencari mekanisme hukum yang
digunakan dalam proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden agar tidak
semata-mata didasarkan alasan politis semata). Pemikiran demikian menimbulkan
kesepakatan diperlukannya lembaga hukum yang berkewajiban menilai terlebih
dahulu pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden,
yang dapat menyebabkan Presiden dan/atau Wakil Presiden diberhentikan dalam
masa jabatannya.
Digantikannya sistem division of power (pembagian kekuasaan) dengan
separation of power (pemisahan kekuasaan) mengakibatkan perubahan mendasar
terhadap format kelembagaan negara pasca amandemen Undang-Undang Dasar
Tahun 1945. Berdasarkan division of power yang dianut sebelumnya, lembaga negara

Universitas Sumatera Utara

48

disusun secara vertikal bertingkat dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat berada di
puncak struktur sebagai lembaga tertinggi negara. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan menyatakan bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sebagai pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat
sering dikatakan sebagai rakyat itu sendiri atau penjelmaan rakyat. Di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat, kekuasaan dibagi ke sejumlah lembaga negara, yakni
presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK),

dan

Mahkamah Agung (MA)

yang

kedudukannya sederajat dan masing-masing diberi status sebagai lembaga tinggi
negara. Pemakaian dan pemberlakuan sistem separation of power, menjadikan
lembaga-lembaga negara tidak lagi terkualifikasi ke dalam lembaga tertinggi dan
tinggi negara. Lembaga-lembaga negara memperoleh kekuasaan berdasarkan
Undang-Undang Dasar dan di saat bersamaan dibatasi juga oleh Undang-Undang
Dasar.
Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kedaulatan rakyat
tidak lagi diserahkan sepenuhnya kepada satu lembaga melainkan oleh UndangUndang Dasar. Dengan kata lain, kedaulatan sekarang tidak terpusat pada satu
lembaga tetapi disebar kepada lembaga-lembaga negara yang ada, sehingga semua
lembaga negara berkedudukan dalam level yang sejajar atau sederajat.
Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu lembaga negara baru yang oleh
konstitusi diberikan kedudukan sejajar dengan lembaga-lembaga lainnya, tanpa

Universitas Sumatera Utara

49

mempertimbangkan lagi adanya kualifikasi sebagai lembaga negara tertinggi atau
tinggi, sehingga sangat tidak beralasan mengatakan posisi dan kedudukan Mahkamah
Konstitusi lebih tinggi dibanding lembaga-lembaga negara lainnya, itu adalah
pendapat yang keliru. Prinsip pemisahan kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dengan mengedepankan adanya
hubungan checks and balances antara satu sama lain. Hubungan ini lebih
menganalisa pada proses pengawasan dan perimbangan kekuasaan dan bukan prinsip
pembagian yang kaku.59
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan otoritas kepada Mahkamah
Konstitusi untuk menjadi pengawal konstitusi. Mengawal konstitusi berarti
menegakkan konstitusi yang sama artinya dengan “menegakkan hukum dan
keadilan”, sebab Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah hukum dasar yang
melandasi sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan, kewenangan serta kewajiban
konstitusional menjaga atau menjamin terselenggaranya konstitusionalitas hukum.
Kehadiran Mahkamah Konstitusi sesungguhnya merupakan manifestasi dari
kedaulatan hukum yang dianut dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan secara
tidak langsung merupakan penjawantahan dari kedaulatan rakyat dan kedaulatan
Tuhan.

59

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif; Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam
Sistem Presidensial Indonesia, cetakan ke-1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2010), hal.306

Universitas Sumatera Utara

50

Fungsi dan peran utama Mahkamah Konstitusi adalah adalah menjaga
konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Dalam rangka menjaga
konstitusi, fungsi pengujian undang-undang tidak dapat lagi dihindari penerapannya
dalam ketatanegaraan Indonesia, sebab Undang-Undang Dasar Tahun 1945
menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan
supremasi konstitusi.
Mahkamah Konstitusi memiliki fungsi menjamin tidak akan ada lagi produk
hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga
terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya. Dalam menguji
apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme
yang disepakati adalah judicial review yang menjadi kewenangan Mahkamah
Konstitusi. Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan
terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi melalui kewenangan judicial review.
Dalam melaksanakan wewenangnya sudah seharusnya mematuhi prinsipprinsip kedaulatan

hukum dengan instrumentnya adalah negara Indonesia dan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi juga harus sungguhsungguh memperhatikan rasa keadilan dari masyarakat sebagai pemilik kedaulatan
rakyat yang percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, di
samping mengikuti prinsip-prinsip kedaulatan hukum, putusan Mahkamah Konstitusi

Universitas Sumatera Utara

51

juga sedapat mungkin mencerminkan keadilan masyarakat yang percaya dan taqwa
pada Tuhan Yang Maha Esa, atau sila pertama Pancasila.60
Ada empat kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu:
1.

Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

2.

Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

3.

Memutus pembubaran partai politik;

4.

Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat (final and binding).

Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa putusan
Mahkamah Konstitusi bersifat final, yang berarti tidak ada peluang menempuh upaya
hukum berikutnya pasca putusan itu sebagaimana putusan pengadilan biasa yang
masih memungkinkan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Dalam perkara pengujian Undang-Undang misalnya, yang diuji adalah norma
Undang-Undang yang bersifat abstrak dan mengikat umum. Meskipun dasar
permohonan pengujian adalah adanya hak konstitusional pemohon yang dirugikan,
namun sesungguhnya tindakan tersebut adalah mewakili kepentingan hukum seluruh
masyarakat, yaitu tegaknya konstitusi. Kedudukan pembentuk undang-undang,
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, bukan sebagai tergugat atau termohon yang
harus bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan. Pembentuk undang-undang
hanya sebagai pihak terkait yang memberikan keterangan tentang latar belakang dan
60

Anwar, C, Teori Dan Hukum Kontitusi, (Malang: Setara Press, 2015), hal.264

Universitas Sumatera Utara

52

maksud dari ketentuan undang-undang yang dimohonkan. Hal itu dimaksudkan agar
ketentuan yang diuji tidak ditafsirkan menurut pandangan pemohon atau Mahkamah
Konstitusi saja, tetapi juga menurut pembentuk undang-undang, sehingga diperoleh
keyakinan hukum apakah bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
C. Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi Yang Membatalkan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.
Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara
normatif, bukan sosiologi. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu
peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.
Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam
artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan
atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari
ketidakpastian aturan dapat berbentuk konsestasi norma, reduksi norma atau distorsi
norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap,
konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaankeadaan yang sifatnya subjektif.61
Dalam hal penegakan hukum, setiap orang selalu mengharapkan dapat
ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa kongkrit, dengan kata lain
bahwa peristiwa tersebut tidak boleh menyimpang dan harus ditetapkan sesuai
dengan hukum yang ada (berlaku), yang pada akhirnya nanti kepastian hukum dapat

61

http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/, Yance Arizona,
Apa Itu Kepastian Hukum, diakses pada tanggal 30 April 2015.

Universitas Sumatera Utara

53

diwujudkan. Pentingnya kepastian hukum sesuai dengan yang terdapat pada pasal
28D ayat 1 Undang–Undang Dasar 1945 perubahan ketiga bahwa “setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Dalam paradigma positivisme definisi hukum harus melarang seluruh aturan
yang mirip hukum, tetapi tidak bersifat perintah dari otoritas yang berdaulat.
Kepastian hukum harus selalu di junjung apapun akibatnya, dan tidak ada alasan
untuk tidak menjunjung hal tersebut, karena dalam paradigmanya, hukum positif
adalah satu-satunya hukum. Kepastian hukum adalah hukum yang resmi
diperundangkan dan dilaksanakan dengan pasti oleh negara. Kepastian hukum berarti
bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dilaksanakan dan tuntutan itu harus
dipenuhi.
Mahkamah

Konstitusi

sebagai

lembaga

tinggi

Negara

mempunyai

kewenangan untuk menguji materi atas undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya berdampak bagi para
pemohon, tetapi berdampak bagi subjek hukum di Indonesia. Putusan Mahkamah
Konstitusi bersifat final dan tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan untuk merubah
putusan tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi haruslah dilaksanakan oleh seluruh
subjek hukum tanpa terkecuali.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian yang
diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012 merupakan salah satu produk undangundang yang diuji di Mahkamah Konstitusi. Putusan hakim konstitusi yang

Universitas Sumatera Utara

54

menyidangkan uji materi undang-undang tersebut menyatakan bahwa UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian dibatalkan dan untuk mengisi
kekosongon hukum tersebut digunakanlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian sebagai landasan hukum perkoperasian di Indonesia untuk
sementara waktu sampai Undang-Undang baru dibuat dan disahkan oleh pembentuk
Undang-Undang.
Akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Menteri Koperasi Dan
Usaha Kecil Dan Menengah mengeluarkan beberapa Surat Edaran yang ditujukan
kepada Gubernur (Up. Kepala Dinas / Badan yang membidangi koperasi di Propinsi /
DI) dan Bupati / Walikota (Up. Kepala Dinas / Badan yang membidangi koperasi di
Kabupaten / Kota di seluruh Indonesia) dan yang ditujukan kepada Pengurus Pusat
Ikatan Notaris Indonesia berkaitan dengan pembatalan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.
Adapun surat-surat yang dikeluarkan oleh Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil
Menengah adalah sebabgai berikut:
1.

Surat Edaran Nomor 169/SE/Dep.1/VI/2014 2014 yang dibuat di Jakarta
pada tangal 23 Juni 2014, ditujukan kepada:
a. Gubernur
Up. Kepala Dinas / Badan yang membidangi koperasi di Propinsi / DI;
b. Bupati / Walikota
Up. Kepala Dinas / Badan yang membidangi koperasi di Kabupaten / Kota di
seluruh Indonesia.
Surat edaran ini berisi, sehubungan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 28/PUU-XI/2013 tanggal 28 Mei 2014 tentang uji materi atas Undang-

Universitas Sumatera Utara

55

Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian yang amar putusannya
menyatakan:
1.
2.
3.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian berlaku untuk
sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru.
Terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi dimaksud, bersifat final dan

terakhir serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lainnya (banding, kasasi maupun
peninjauan kembali).
Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian hukum dalam proses pembuatan
Akta Pendirian Koperasi, Pengesahan Badan Hukum Koperasi, Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi, Penggabungan dan Peleburan, Pembagian dan Pembubaran Koperasi
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
I.

Koperasi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
Tentang Perkoperasian.
Koperasi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
Tentang Perkoperasian tetap sah secara hukum karena Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian pernah berlaku sebagai hukum positif,
namun harus menyesuaikan kembali Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian dan Peraturan Pelaksanannya.

Universitas Sumatera Utara

56

II. Pendirian Koperasi setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Uji Materi
atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian
II.1. Pembuat Akta Pendirian Koperasi, Pengesahan Badan Hukum dan
Perubahan Anggaran Dasar sejak tanggal 28 Mei 2014 dilakukan dengan
Undang- Undang 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan
pelaksanaannya.
II.2. Sehubungan dengan proses penerbitan akta koperasi melalui Notaris sesaui
dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor
01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan, Pembentukan
Pengesahan Anggran Dasar Koperasi dan Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris
sebagai Pembuat Akta Koperasi, maka dengan demikian untuk selanjutnya
Notaris dapat menyesuaikan kembali proses tersebut berdasarkan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
III. Perubahan Anggaran Dasar
A. Bagi koperasi yang didirikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 Tentang Perkoperasian
A.1. Terhadap Perubahan Anggaran Dasar Koperasi berdasarkan Pasal 12
ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian, yang menyangkut penggabungan, pembagian dan
perubahan bidang usaha koperasi dimintakan pengesahan kepada
Pemerintah.
A.2 Perubahan Anggaran Dasar Koperasi selain sebagaimana dimaksud
huruf (a) cukup dilaporkan kepada Pemerintah.
A.3 Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud huruf (a) dan (b)
harus diputuskan dalam Rapat Anggota.
B. Bagi koperasi yang didirikam dan yang telah melakukan perubahan
Anggaran Dasar berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
Tentang Perkoperasian:
B.1 Karena Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, koperasi
harus melakukan perubahan Anggaran Dasar secara menyeluruh sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
B.2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada huruf (a)
harus dimintakan pengesahan kepada Penerintah sepanjang terkait
dengan penggabungan, pembagian dan perubahan bidang usaha
koperasi.
B.3. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud huruf (a) harus
diputuskan dalam Rapat Anggota.

Universitas Sumatera Utara

57

2.

B.4. Penyesuaian/konversi ekuitas dari setoran pokok dan sertifikat modal
koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian ke simpanan pokok dan simpanan wajib berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, tidak
boleh mengurangi jumlah ekuitas.
Surat Edaran Nomor 179/SE/Dep.1/VII/2014 yang dibuat di Jakarta pada
tangal 2 Juli 2014, ditujukan kepada:
A. Gubernur
Up. Kepala Dinas / Badan yang membidangi koperasi di Propinsi / DI;
B. Bupati / Walikota
Up. Kepala Dinas / Badan yang membidangi koperasi di Kabupaten / Kota di
seluruh Indonesia.
Melengkapi Surat Edaran Nomor 169/SE/Dep.1/VI/2014 tanggal 23 Juni 2014

sebagai tindak lanjut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013
tanggal 28 Mei 2014 Tentang Uji Materi atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
Tentang Perkoperasian, maka terkait dengan Pembinaan, Pengembangan dan
Pengawasan Koperasi harus dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Peraturan Pelaksanannya, yang diikuti
dengan penekanan pada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Status kelembagaan koperasi adalah badan hukum privat;
Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam
setahun;
Calon anggota koperasi simpan pinjam (KSP)/unit simpan pinjam (USP)
koperasi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan harus menjadi anggota;
Koperasi simpan pinjam/Unit Simpan Pinjam (USP) koperasi dengan volume
usaha di atas 1 Milyar, wajib diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik;
Pengawasan koperasi oleh pejabat perlu ditingkatkan intensitas dan kualitas
pengawasannya dengan mengoptimalkan pejabat pengawas;
Pemeringkatan koperasi adalah instrument penilaian kinerja kelembagaan
koperasi;
Pentingnya peningkatan pendidikan perkoperasian kepada anggota;
Unit Simpan Pinjam koperasi harus dikelola secara otonom;
Penilaian kesehatan terhadap Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan
Pinjam (USP) koperasi oleh Pejabat Penilaian Kesehatan dilaksanakan sekali
dalam setahun;

Universitas Sumatera Utara

58

10. Pembinaan usaha koperasi non simpan pinjam dilakukan bersama-sama dengan
instansi terkait;
11. Koperasi wajib menyampaikan laporan perkembangan kelembagaan dan usaha
secara berkala kepada pejabat.
3.

Surat Nomor 195/Dep.1/VII/2014 perihal Notaris sebagai Pembuat Akta
Koperasi, yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 21 Juli 2014, ditujukan
kepada Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.
Adapun Surat ini mengenai tindak lanjut hasil pertemuan dengan Pengurus

Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) tanggal 8 Juni 2014 terkait dengan
Keputusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Surat ini berisi:
a.

b.

c.

Notaris yang telah terdaftar sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dan Surat Keputusan
Penetapan Notaris Pembuat Akta Koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian masih tetap berlaku. Koperasi sebagai
Badan Hukum Privat dalam pembentukannya harus dibuat dengan akta otentik
oleh Notaris yang telah memiliki sertifikat pembekalan perkoperasian.
Dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi, Akta Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi dan akta-akta lain yang terkait dengan kegiatan koperasi sejak tanggal
28 Mei 2014 dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian dan Peraturan Pelaksanannya, yaitu:
b.1 Peraturan
Menteri
Negara
Koperasi
dan
UKM
Nomor
01/Per/M.KUKM/I/2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pembentukan,
pengesahan akta pendirian dan Anggaran Dasar Koperasi.
b.2 Keputusan
Menteri
Negara
Koperasi
dan
UKM
Nomor
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tantang Notaris sebaga Pembuat Akta
Koperasi.
Dalam upaya mewujudkan koperasi sebagai badan hukum privat, akan dilakukan
perbaikan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, sehingga koperasi harus
melakukan penyempurnaan Anggaran Dasar untuk lima (5) jenis koperasi
sebagaimana dimaksud pada penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tidak berlaku surut tetapi berlaku sejak tanggal

Universitas Sumatera Utara

59

putusan yakni tanggal 28 Mei 2014, sehingga akta notaris mengenai pendirian
dan/atau perubahan koperasi yang dibuat antara tanggal 30 Oktober 2012 sampai
dengan tanggal 28 Mei 2014 tetap sah dan mengikat dikarenakan adanya Asas
Praduga Sah yang menyatakan bahwa semua akta notaris sah dan mengikat selama
sepanjang dibuat berdasarkan ketentuan (aturan hukum) yang berlaku pada saat itu.62
Meskipun Akta Pendirian dan/atau perubahan koperas

Dokumen yang terkait

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XI/2012 PERIHAL PEMBATALAN PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

1 12 23

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

2 20 71

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PREDIEN

0 8 55

STATUS BADAN HUKUM KOPERASI YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 28/PUU-XI/2013.

0 0 20

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI (KAJ.

0 1 1

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 PUU-XI 2013 Tentang Uji Materi Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

0 0 16

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 PUU-XI 2013 Tentang Uji Materi Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

0 0 2

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 PUU-XI 2013 Tentang Uji Materi Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

0 0 27

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 PUU-XI 2013 Tentang Uji Materi Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Chapter III V

0 1 53

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 PUU-XI 2013 Tentang Uji Materi Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

0 0 5