IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU INTERNASIONAL STANDAR ORGANISASI (SMM ISO 9001:2008) DI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU INTERNASIONAL STANDAR ORGANISASI (SMM ISO 9001:2008)

DI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG Oleh

Andri Agasi

Era globalisasi dan pasar bebas membuat perguruan tinggi menata diri dengan menerapkan taraf berstandar internasional untuk menjamin kualitas pendidikan. Selain standar internasional, perguruan tinggi sebagai penghasil sumber daya manusia juga diminta menerapkan penjaminan mutu dari badan sertifikasi di luar institusi. Fakultas Hukum Universitas Lampung telah mengimplementasikan Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) dan memperoleh sertifikat dari lembaga independen. Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan deskripsi tentang Implementasi SMM ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung belum optimal, bernuansa politis dan tidak sesuai dengan realisasinya karena tingkat kepuasan pelanggan atau mahasiswa terhadap kinerja dosen dan layanan administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung dilihat dari indeks sasaran belum mencapai target yang telah ditentukan.

Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008, Fakultas Hukum Universitas Lampung


(2)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF A QUALITY MANAGEMENT SYSTEM INTERNATIONAL STANDARD ORGANIZATION (SMM ISO 9001:2008)

LAW UNIVERSITY OF LAMPUNG By

Andri Agasi

The era of globalization and free market make college setting self by applying the economic situation of international standard to ensure the quality of education. Besides international standards, college as producer of human resources are also asked apply insurance the quality of from the certification outside institutions. Law Schools University Lampung had implemented a quality management system international standard organization (SMM ISO 9001:2008) and obtain certificates of the independent institutions. Purpose of this study is to find and give a description of on the implementation of SMM ISO 9001:2008 Law Lampung University. Methods used in this study in a descriptive with a qualitative approach. Using techniques data collection observation, interviews and documentation. The result of this research concluded that the implementation of a quality management system international standard organization (SMM ISO 9001:2008) Law University Lampung not yet optimal, nuance political reasons and not in accordance with their realization the customer satisfaction or student on performance lecturer and administration services Law Schools University Lampung seen of the index target have not reached the target.

Keywords: Implementation Policy, ISO Quality Management System 9001:2008, University Law School Lampung


(3)

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU

INTERNASIONAL STANDAR ORGANISASI (SMM ISO 9001:2008)

DI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh ANDRI AGASI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS (M.Si)

pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Tesis ini penulis persembahkan untuk kedua orangtuaku Mamah Iti Indriati (alm) semoga Mama tenang di surga-Nya Allah SWT, (Aamiin) dan Papa terimakasih tak terhingga untuk semuanya.

(Allaahummagh-fir Lii Wa Liwaalidayya War Hamhumaa Kamaa Rabbayaanii Shagiiraa) Ayuk Anggi Anggraini dan Adek Agis Agita serta semua keluarga besar (Brothers and Sisters)

yang telah mendukung penulis selama ini

I love You All


(8)

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan kerjakanlah

Dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (Q.S. Alam Nasyrah: 6-8)

SUCCESS NEEDS A PROCESS SO THINK AS BIG AS GALAXY (Penulis)


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul ”Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung”. Penulisan proposal Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan pada penyusunan Tesis di Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Dalam penulisan Tesis ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian karya tulis ini. Terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor UNILA

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana UNILA 3. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP UNILA

4. Bapak Dr. Bambang Utoyo M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi FISIP UNILA

5. Bapak Drs. Dian Komarsyah M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Administrasi FISIP UNILA sekaligus Dosen Pembimbing Akademik 6. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S. selaku Dosen Pembahas terimakasih atas saran


(10)

atas perhatian, bimbingan dan motivasinya selama proses penyelesaian Tesis 8. Bapak Dr. Deddy Hermawan, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Tesis

terimakasih atas pengarahan dan bantuannya selama proses penulisan Tesis ini 9. Seluruh jajaran dosen dan pegawai administrasi serta semua civitas akademika

FISIP Universitas Lampung

10. Bapak Prof. Dr. Heryandi, M.S. bersama dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah bersedia memberikan informasi dan keterangan serta data-data yang penulis perlukan dalam penyelesaian Tesis ini 11. Teman-teman Magister Ilmu Administrasi FISIP UNILA angkatan pertama

tahun 2013. Semoga silaturahmi selalu terjalin sampai kapanpun

12. Keluarga Besar yang telah memberikan support dalam menyelesaikan penelitian Sangat disadari dalam tesis ini terdapat banyak kekurangan oleh karena itu semua saran dan kritik penulis terima dengan lapang dada demi kesempurnaan penulisan Tesis ini. Akhirnya harapan penulis semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 28 Desember 2015 Penulis,


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Daftar wawancara informan ... 46 Tabel 2. Penyajian dokumen dalam penelitian ... 48 Tabel 3. Daftar nama-nama dekan Fakultas Hukum ... 57


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin untuk melakukan riset di Fakultas Hukum Unila 2. Pedoman wawancara penelitian

3. Tabel triangulasi data penelitian

4. Lembar observasi dan Daftar inventaris ruangan Fakultas Hukum Unila 5. Tabel data tenaga pendidik Fakultas Hukum Unila tahun 2015

6. Tabel data tenaga kependidikan Fakultas Hukum Unila tahun 2015 7. Tabel data tenaga kontrak Fakultas Hukum Unila tahun 2015 8. Sasaran Mutu Fakultas Hukum Unila tahun 2015

9. Surat undangan rapat perihal persiapan ISO 9001:2008 di lingkungan Fakultas Hukum Unila

10. SK Dekan tentang Pengangkatan Panitia Kegiatan Sertifikasi ISO S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung tahun 2014

11. SK Dekan tentang Pengangkatan Panitia Audit Internal Kegiatan Sertifikasi ISO S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung tahun 2014 12. SK Dekan tentang Pengangkatan Panitia Audit Internal Kegiatan

Sertifikasi ISO Magister Hukum Universitas Lampung tahun 2014

13. SK Dekan tentang Pengangkatan Panitia Penjaminan Mutu Kegiatan Sertifikasi ISO S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung tahun 2014 14. SK Dekan tentang Pengangkatan Panitia Penjaminan Mutu Kegiatan

Sertifikasi ISO Magister Hukum Universitas Lampung tahun 2014

15. Certificate Quality Management System SNI ISO 9001-2008 of Fakultas Hukum Universitas Lampung

16. Certificate Andri Agasi, S.A.N of the Internal Audit ISO 9001:2008 Based on ISO 19011

17. Surat Pernyataan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Dampak langsung dan tidak langsung dalam implementasi ... 31

Gambar 2. Gambar kerangka pikir penelitian ... 40

Gambar 3. Analisis data kualitatif ... 50

Gambar 4. Data struktur organisasi Fakultas Hukum ... 58

Gambar 5. Data grafik tenaga pendidik Fakultas Hukum ... 73

Gambar 6. Data grafik tenaga kependidikan Fakultas Hukum ... 74


(14)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK. ... I PERSEMBAHAN ...VII SANWACANA ... IX DAFTAR ISI ... XI DAFTAR GAMBAR ... XIII DAFTAR TABEL ... .. XIV DAFTAR LAMPIRAN ... XV

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Tinjauan Tentang Kebijakan ... 12

1. Definisi Kebijakan ... 14

2. Tahap-tahap Kebijakan Publik ... 14

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan ... 17

1. Definisi Implementasi Kebijakan ... 17

2. Model Implementasi Kebijakan ... 22

C. Pembentukan Tim ISO ... 35

D. Proses Sertifikasi dan Memilih Lembaga Sertifikasi ... 36

E. Kerangka Pikir ... 40


(15)

B. Fokus Penelitian ... 44

C. Lokasi Penelitian ... 44

D. Jenis Data ... 44

E. Sumber Data ... 45

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 49

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

1. Sejarah Fakultas Hukum Universitas Lampung ... 55

2. Visi Misi dan Tujuan ... 59

3. Tujuan Pendidikan dan Cakrawala Ilmu ... 60

4. Kompetensi ... 62

5. Sarana dan Prasarana Fakultas Hukum ... 63

B. Hasil Penelitian ... 64

1. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 ... 65

2. Komunikasi ... 67

3. Sumber Daya ... 71

4. Disposisi atau Sikap ... 75

5. Struktur Organisasi ... 78

6. Pencapain dalam Implementasi SMM ISO 9001:2008 ... 81

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

1. Kebijakan dan Sasaran Mutu Fakultas Hukum ... 84

2. Komunikasi dalam Implementasi SMM ISO 9001:2008 ... 85

3. Sumber Daya dalam Implementasi SMM ISO 9001:2008 ... 87

4. Disposisi atau Sikap dalam Implementasi SMM ISO 9001:2008 ... 89

5. Struktur Organisasi dalam Implementasi SMM ISO 9001:2008 ... 91

6. Kendala dalam Implementasi SMM ISO 9001:2008 ... 92

6.1. Kurangnya Komitmen dari Pimpinan ... 95

6.2. Kordinasi yang Minim ... 96

6.3. Komunikasi yang Sedikit ... 97

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laju globalisasi yang berkembang semakin cepat ini menuntut kebutuhan manusia menjadi semakin beragam dan kompleks sifatnya. Berbagai hal sebisa mungkin tersaji dengan cepat (instan), namun tetap terkontrol. Dalam hal ini yang dimaksud dengan terkontrol adalah adanya pengaturan dengan baik dan profesional, adanya keseragaman di belahan dunia manapun. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan standar baku dalam pelayanan terpadu yang akhirnya menghasilkan produk seragam dan bisa difungsikan di mana pun kita berada yang kemudian dimaknai sebagai standar baku universal.

Arus globalisasi yang telah bergulir di semua sektor kehidupan telah banyak mengubah paradigma berpikir sebagian besar masyarakat. Dalam hal ini tentunya akan membawa peningkatan harapan dan kebutuhan di semua sektor kehidupan. Salah satu yang diinginkan oleh masyarakat adalah produk dan layanan yang berkualitas, tidak terkecuali lembaga pendidikan tinggi. Bagi pimpinan Perguruan Tinggi pengaruh globalisasi merupakan tantangan sekaligus peluang untuk membenahi institusi serta menunjukkan kapasitasnya untuk mampu menjawab kebutuhan masyarakat tersebut.


(17)

Pada kenyataannya pemerintah dan perguruan tinggi dihadapkan dengan sejumlah permasalahan yang sangat kompleks yang sampai saat ini belum bisa diselesaikan secara tuntas. Permasalahan yang dimaksud dan terus menjadi agenda utama kebijakan bagi institusi perguruan tinggi adalah daya saing dan mutu perguruan tinggi. Akibat dari kompleksitas permasalahan tersebut perguruan tinggi dinilai belum mampu menghasilkan output sesuai tuntutan, dan belum mampu memberikan kontribusi maksimal dalam pembangunan bangsa dalam berbagai bidang, termasuk menghadapi kompetisi global.

Kebijakan merupakan salah satu pokok bahasan yang paling banyak dibicarakan, baik dikalangan akademisi perguruan tinggi, praktisi, maupun masyarakat luas. Masing-masing memiliki persepi yang berbeda. Kaum akademisi mengkaji kebijakan publik sebagai produk politik, produk hukum, bahkan sebagai media untuk memecahkan berbagai masalah. Kalangan praktisi memandang kebijakan publik sebagai rangkaian peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam bertindak. Sedangkan masyarakat umum mengidentikkan kebijakan publik dengan keberpihakkan pemerintah terhadap suatu isu.

Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan pimpinan yang penting atau keputusan lembaga institusi (Mazmanian dan Paul Sabatier, 1983:61). Pembuatan keputusan (decision-making) berada di antara perumusan kebijakan dan implementasi. Akan tetapi kedua hal tersebut saling terkait satu sama lain. Keputusan mempengaruhi implementasi dan implementasi tahap awal akan mempengaruhi tahap pembuatan keputusan selanjutnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi implementasi berikutnya.


(18)

Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2012.149) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Tindakan ini mencakup usaha untuk kebijakan sebelumnya menjadi tindakan-tindakan operasional dalam waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Daniel Mazmanian dan Paul Sabatiar lebih fokus pada apa yang menjadi tujuan dari kebijakan tersebut secara tegas, agar proses pelaksanaannya tidak melenceng dari apa yang telah ditetapkan. Sedangkan, Van Horn dan Van Meter tidak jauh berbeda dengan Daniel Mazmanian, selain proses dan pencapaian tujuan juga melihat kelangsungan dari kebijakan tersebut agar dapat ditransformasikan menjadi pola-pola operasional, intinya bahwa implementasi kebijakan tersebut berkelanjutan. Hakikat utama implementasi kebijakan adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan.

Dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli mengenai implementasi kebijakan menyangkut akan tiga hal. Pertama, implementasi kebijakan memiliki tujuan atau sasaran kegiatan. Kedua, dalam implementasi kebijakan terdapat aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan. Ketiga, implementasi kebijakan memiliki hasil kegiatan. Jadi, sesuai dengan uraian tersebut, dapat dikatakan implementasi kebijakan merupakan suatu proses dalam kebijakan, dimana pelaksana kebijakan melakukan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.


(19)

Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri Universitas Lampung telah melakukan pembenahan lebih serius dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong semangat perubahan. Minimal dalam hal ini pemerintah juga memperhatikan aspek sumber daya manusia dan fasilitas yang dibutuhkan Universitas Lampung, jangan sampai daya saing dan mutu Universitas Lampung tertinggal jauh dibanding perguruan tinggi swasta atau perguruam tinggi lain yang menjadi sainganya.

Terkait uraian di atas, pimpinan Fakultas Hukum Universitas Lampung telah berusaha secara maksimal untuk meningkatkan mutu dengan cara menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008, yang persiapannya sudah dilakukan sejak bulan Maret tahun 2014 dan telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2008 dari pihak ke tiga sebagai lembaga pemberi sertifikat. Dengan pelaksaan ISO 9001:2008 pada Fakultas Hukum Universitas Lampung artinya bahwa fakultas telah menetapkan sesuatu metologi peningkatan terus-menerus yang lebih dikenal sebagai pendekatan plan-do-check-act (PDCA) Gaspersz (2012). Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum Universitas Lampung juga sudah dilakukan atas perhitungan yang matang dan mengacu pada keputusan-keputusan pimpinan demi kemajuan institusi lembaga pendidikan. Bentuk keputusan pimpinan yang dimaksud adalah 5 Surat Keputusan (SK) Dekan (terlampir dalam lampiran) yang menjadi dasar implementasi kebijakan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dan 1 nota kerjasama dengan pihak konsultan Parantapa. Beberapa pertimbangan dimaksud adalah bahwa implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 akan membantu banyak hal terutama untuk membenahi mutu manajerial institusi; untuk menjawab


(20)

tuntutan dan harapan masyarakat terhadap mutu lulusan; untuk meningkatkan kinerja individu dan institusi; dan membangun citra positif Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Sebelum mendalami lebih lanjut tentang SMM ISO 9001:2008 yang telah di terapkan Fakultas Hukum Universitas Lampung, sebaiknya perlu mengetahui dulu apa maksud dari esensi standar, sebagai tolak ukur terciptanya kesamaan, baik dalam hal produk maupun dalam layanan atau jasa. Perlu diperhatikan bahwa standar adalah bentuk kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan, yang di dalamnya berkenaan dengan spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah desepakati.

ISO 9001:2008 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen mutu/ kualitas. ISO 9001:2008 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu. ISO 9001:2008 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah produk (barang atau jasa). ISO 9001:2008 hanya merupakan standar sistem manajemen kualitas. Namun, bagaimanapun juga diharapkan bahwa produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional, akan berkualitas baik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa SMM ISO 9001:2008 merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang atau


(21)

jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau persyaratan tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi. ISO 9001:2008 didasarkan pada delapan prinsip manajemen mutu yaitu: fokus kepada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan anggota, pendekatan proses, pendekatan sistem manajemen, perbaikan terus menerus, pengambilan keputusan berdasarkan fakta dan hubungan yang saling menguntungkan.

Robert Caine, Presiden American Society for Quality Control (ASQC) menyatakan “agar ISO berjalan dengan baik harus melampaui laporan konsultan atau profesional yang didatangkan. Orang-orang di seluruh organisasi itu harus menyadari standar tersebut. Orang di bagian produksi, pembeli, dokumentasi, di lapangan, orang dalam pekerjaan pasca produksi, semua harus menerima standar, memiliki dan terlibat dalam seluruh proses tersebut (Patterson 2010:8). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan ISO secara maksimal, dibutuhkan komitmen yang tinggi karena inti dari ISO adalah komitmen terhadap pengembangan terus menerus, bukan hanya dari top manajemen tetapi seluruh komponen yang berada pada lingkungan organisasi. Fokus ISO merupakan standar sistem manajemen mutu atau standar percepatan layanan bukan standar produk, sebagai acuan untuk meninjau keefektifan sistem manajemen mutu, bertujuan untuk memenuhi persyaratan pelanggan, dan dapat diterapkan untuk internal sekolah, universitas, organisasi, lembaga, kelompok untuk memperoleh sertifikasi atau tujuan kontrak. (Purwadi 2012:30).

Kesuksesan penerapan prinsip manajemen mutu diharap akan mampu berdampak pada peningkatan kinerja organisasi. Dengan penerapan manajemen mutu ISO


(22)

9001:2008, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional. Penerapan sistem manajemen mutu yang konsisten di Fakultas Hukum sebagai lembaga yang menerapkan manajemen mutu akan menghasilkan tenaga kerja dengan mutu yang lebih terjamin.

Dalam konteks dunia pendidikan tinggi, sistem manajemen mutu memiliki beberapa aspek diantaranya, menetapkan ruang lingkup, menetapkan dan mengelola proses sistem manajemen mutu: (identifikasi proses, urutan dan interaksinya, kriteria keberterimaan & metode, ketersediaan sumber daya, mengukur, memantau proses, perbaikan berkesinambungan, pengendalian proses pihak ke-3), menjamin kesesuaian dengan persyaratan pelanggan, persyaratan hukum, peraturan dan persyaratan akreditasi atau norma-norma lain yang berlaku. Pembangunan pendidikan tinggi sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945, merupakan bagian tugas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam penyelenggaraan tugasnya, perguruan tinggi dituntut untuk melaksanakan Tridharma perguruan tinggi, yang meliputi pendidikan atau pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pasal 24, ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

Mengacu pada amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Universitas Lampung 2005-2025, pengembangan jurusan/bagian/program studi pada seluruh fakultas yang ada di Universitas Lampung diupayakan agar menjadi


(23)

sepuluh terbaik nasional. Fakultas melakukan penataan organisasi melalui pendekatan pengembangan, pemisahan atau penggabungan suatu jurusan/bagian/program studi untuk meningkatkan kerja universitas, antara lain dengan revilitasi dan pengembangan: budaya dan pengetahuan.

Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 yang telah diterapkan sebagai standar mutu internasional. Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 adalah persetujuan terdokumentasi yang berisi spesifikasi dan kriteria lainnya untuk digunakan secara konsisten sebagai peraturan, petunjuk atau definisi karakteristik untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan harus baik. Dalam dunia pendidikan produk yang dimaksud lulusan atau jasa pendidikan, proses dan layanan sesuai dengan tujuannya (Purwadi 2012:29). Manual Mutu yang menjadi panduan penerapan sistem manajemen mutu di Fakultas Hukum Universitas Lampung disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, persyaratan akreditasi BAN-PT dan persyaratan standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan pedoman implementasinya dalam layanan pendidikan IWA2:2007. Manual Mutu merupakan panduan implementasi manajemen mutu Fakultas Hukum dan merupakan persyaratan sistem manajemen mutu yang harus dipenuhi oleh unit-unit kerja di lingkungan Fakultas Hukum dengan landasan kebijakan sistem manajemen mutu hirarki kerucut terbalik.

Fakultas Hukum Universitas Lampung telah menggunakan kebijakan mutu untuk memandu dan mengarahkan pengambilan keputusan demi peningkatan


(24)

berkesinambungan dalam proses pelayanan. Berikut ini adalah kebijakan mutu Fakultas Hukum Universitas Lampung :

“Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai penyelenggara layanan administrasi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat memiliki komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan atau pemakai jasa (customer satisfaction) dengan menjamin mutu layanan sesuai persyaratan pelanggan melalui upaya penjaminan mutu secara optimal, terus-menerus, dan berkesinambungan (continuous improvement)” (Sumber: Manual Mutu Fakultas Hukum)

Dalam mewujudkan komitmen tersebut Fakultas Hukum: 1) menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 secara konsisten di seluruh jajaran unit kerja. 2) memiliki nilai-nilai yang diterapkan pada seluruh jajaran unit kerja, meliputi: pelayanan yang diberikan berkualitas, dapat diandalkan, efisien dan tepat waktu, memegang nilai-nilai integritas, profesionalisme, kepemimpinan, kepuasan pelanggan, etos kerja yang tinggi, tertib dalam menerapkan kebijakan manajemen, optimal dalam pelayanan dan hasil kerja. Sumber: (Dokumen Manual Mutu Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Fakultas Hukum).

Ruang lingkup implementasi SMM ISO 9001:2008 pada Fakultas Hukum Universitas Lampung terdiri dari layanan administrasi S1 Fakultas Hukum yang meliputi Layanan administrasi akademik, layanan administrasi kemahasiswaan dan alumni, layanan administrasi umum dan keuangan, serta layanan administrasi kepegawaian dan perencanaan tanpa ada klausal ISO 9001:2008 yang dikecualikan dalam penerapan sistem manajemen mutu di Fakultas Hukum dan Program Magister Hukum.

Berdasarkan penjelasan berbagai ahli mengenai model implementasi kebijakan, peneliti menggunakan model implementasi kebijakan dari Edward III, karena


(25)

model implementasi kebijakan SMM ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum Universitas Lampung mempunyai karakteristik top down yang sesuai dengan tipe Edward III. Variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh Edward III merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih konkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.

Dalam proses implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum tentu saja tidak luput dari masalah, idealnya pelaksanaan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 berarti suatu komitmen terhadap pengembangan terus menerus. Berdasarkan analisis dalam latar belakang di atas model implementasi yang dekat untuk meneliti masalah ini adalah model yang di kemukakkan oleh Edward III. Dari pengamatan peneliti selama ISO 9001:2008 dilaksanakan, terlihat bahwa implementasi tentang ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum Universitas Lampung masih menghadapi banyak kendala dan masih banyak sekali kekurangan, maka peneliti tertarik membahas permasalahan sebagai penelitian tesis dengan judul “Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung”


(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan memberikan deskripsi tentang Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya adalah :

a. Secara teoritis, manfaat teoritis sebagai salah satu bahan perbandingan dari studi lebih lanjut dalam peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Administrasi Publik, khususnya yang berkaitan dengan implementasi manajemen ISO 9001:2008.

b. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan atau referensi bagi Fakultas Hukum Universitas Lampung selaku pelaksana kebijakan manajemen ISO 9001:2008 agar dapat meningkatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan

1. Definisi Kebijakan

Secara umum, istilah kebijakan dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu (Winarno, 2012:19). Tetapi terkadang istilah kebijakan seringkali diartikan sebagai tujuan program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan/rancangan-rancangan besar. Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone (Winarno, 2012:20) bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep yang ditawarkan ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Harold Laswell dan Abraham Kaplan dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikan kebijakan publik adalah suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu Sedangkan menurut David Easton dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai akibat aktivitas pemerintah (the impact of government activity).


(28)

Istilah kebijakan yang tak asing di dengar yakni, kebijakan publik yang di definisikan oleh Thomas R. Dye (dalam Agustino 2012:7). Mendefinisikan kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Terkait dengan definisi yang diberikan R. Dye ini memberikan batasan yang jelas terhadap keputusan pemerintah untuk dilakukan dan apa sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah, tak hanya itu definisi ini juga memberikan pemahaman mencakup tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah. Batasan lain tentang kebijakan publik yang diberikan oleh Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Konsep ini bisa mencakup tindakan-tindakan, seperti pengangkatan pegawai baru atau pemberian lisensi. Suatu tindakan yang sebenarnya berada di luar domain kebijakan publik. (Winarno, 2012:20).

Selain itu menurut pandangan lain Carl I. Friedrick dalam Agustino (2012:7) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang di usulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kemungkinan-kemungkinan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud dari kebijakan sebagai dari kegiatan, Carl I. Friedrick menambahkan ketentuannya bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud dan tujuan. Meskipun maksud dan tujuan dari kegiatan pemerintah tidak terlalu mudah untuk dilihat, tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian penting dari definisi kebijakan.


(29)

Kebijakan harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas peneliti menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah publik untuk kepentingan masyarakat pada umumnya.

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik menaruh minat mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan tersebut meliputi lima tahap dalam (Winarno, 2012:35) yaitu :

a. Tahap Penyusunan Agenda.

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini, suatu


(30)

masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan.

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah.

c. Tahap Adopsi Kebijakan.

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan.

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan


(31)

sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini, berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan.

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

Paparan tentang tahap-tahap kebijakan di atas telah menjelaskan bahwa kebijakan merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dan semuanya merupakan bagian integral yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Tahap penyusunan agenda merupakan tahap awal dimana dalam tahap tersebut dilakukan identifikasi persoalan (masalah) publik yang layak untuk dibahas dalam tahap berikutnya, yaitu tahap formulasi kebijakan. Setelah diformulasikan, pada tahap-tahap adopsi kebijakan akan dipilih alternatif terbaik yang akan dijadikan solusi bagi pemecahan masalah publik.

Selanjutnya, kebijakan yang telah diputuskan dan disahkan akan diimplementasikan untuk meraih tujuan awal yang telah ditentukan. Pada tahap akhir, evaluasi (penilaian) kebijakan akan menilai ketepatan, manfaat, dan


(32)

efektivitas hasil kebijakan yang telah dicapai melalui implementasi dan kemudian dibandingkan dengan tujuan kebijakan yang telah ditentukan.

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan

1. Definisi Implementasi Kebijakan

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implemention”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster’s Dictionary (dalam Tachan, 2008:29), kata to implement berasal dari bahasa Latin “implementum” dari asal

kata “impere” dan “plere”. Kata “impere” dimaksudkan “to fill up”,”to fill in”, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi. Dalam Webster’s Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29) selanjutnya

kata “to implement” dimaksudkan sebagai : 1) to carry into effect ; accomplish.

2) to provide with the means for carrying out into effect or fulfilling ; to give practical effect to.

3) to provide or equip with implements”

Pertama, to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil (akibat);

melengkapi dan meyelesaikan”.

Kedua, to implement dimaksudkan “meyediakan sarana (alat) untuk

melaksanakan sesuatu”.


(33)

Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan Wildavsky (dalam Tachan, 2008:29) mengemukakan bahwa, implementation as to carry out, accomplish fulfill produce, complete. Maksudnya: membawa, meyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi. Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bernilai dengan peyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktifitas penyelesaian atau pelakasaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat teoritis. Anderson (dalam

Tachan, 2008:30) mengemukakan bahwa: “policy implementation is the

application of the policy by the government’s administrative machinery to the

problem”. Kemudian Edward III (dalam Tachan, 2008:30) mengemukakan

bahwa: “Policy implementation, …is the stage of policy making between the

establishment of a policy…and the consequences of the policy for the people

whom it affects”. Sedangkan Grindle (dalam Tachan, 2008:30) mengemukakan

bawha: “implementation-a general process of administrative action that can be

investigated at specific program level”.

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan


(34)

evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika bottom up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.

Van Horn dan Van Meter yang dikutip oleh (Agustino, 2008:139) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah serta swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan. Tindakan-tindakan tersebut berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut.

Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Namun, dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi dari berbagai kelompok. Eugene Bardach (1991:30) dalam Agustino (2008:138) menggambarkan kerumitan proses implementasi yaitu: “Membuat sebuah program dan kebijakan yang kelihatannya bagus di atas kertas lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang”.


(35)

Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2012:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk printah-printah atau atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau saasaran yang ingin di capai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Matland (1995:145) mencatat bahwa literatur mengenai implementasi kebijakan secara umum terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (top-down) dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up). Kelompok dengan pendekatan top-down melihat perancang kebijakan sebagai aktor sentral dalam implementasi kebijakan selain itu, kelompok top down juga memutuskan perhatianya foktor-faktor yang dapat dimanipulasi pada tingkat sentral atau pada variabel yang bersifat makro. Pada sisi lain, kelompok bottom-up menekankan pada dua hal yakni kelompok sasaran dan para penyedia layanan.

Model top-down memandang implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan pada tingkat lapangan. Dalam model ini, implementasi dapat dianggap sebagai proses untuk menjamin tercapainya tujuan kebijakan yaitu telah di tetapkan. Matland (1995:146) meringkas berbagai pikiran pokok dari model top-down ke dalam empat hal: menjadikan tujuan kebijakan bersifat jelas dan konsisten, meminimalkan jumlah aktor, membatasi rentang perubahan yang diperlukan,


(36)

menepatkan tanggungjawab implementasi pada instansi yaitu bersimpati dengan tujuan kebijakan.

Beberapa ahli yang dapat digolongkan sebagai penganut pendekatan top-down adalah: Nakamura dan Smallwood (1980), Edward III (1980) dan Grindel (1980). Mereka diklasifikasikan sebagai pengguna pendekatan top-down karena cara kerja mereka sesuai dengan langkah-langkah yang telah dijalankan di depan yaitu dimulai dengan memahami kebijakan dan melihat efektivitas pencapaian tujuan kebijakan tersebut di lapangan. Cara pendekatan yang demikian sering disebut sebagai pendekatan command and control yang secara harfiah diartikan sebagai komando dan mengawasi pelaksanaannya (P. Deleon dan L. DeLeon, 2002). Disebut sebagai pendekatan command and control karena didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa keberhasilan implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh kejelasan perintah atasan kepada bawahan dan selanjutnya bagaimana cara atasan mengatasi para bawahan tersebut dalam melaksanakan perintahnya. Jika diberi makna luas, kejelasan perintah atasan ini pada dasarnya berkaitan dengan kejelasan pendefinisian tentang tujuan kebijakan. Karena yang memiliki otoritas tertinggi untuk memahami dan menafsirkan tujuan kebijakan adalah atasan maka bentuk interpretasi terhadap tujuan-tujuan kebijakan tersebut adalah berupa perintah atau intruksi atasan. Keberhasilan implementasi kebijakan tidak hanya berhenti sampai tujuan suatu kebijakan dapat dipahami dengan jelas oleh atasan dan kemudian diterjemahkan secara lebih detil dalam bentuk instruksi kerja, akan tetapi juga sangat dipengaruhi bagaimana atasan mampu mangawasi pelaksanaan instruksi yang diberikan tersebut kepada para bawahannya.


(37)

2. Model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model-model yang membahas tentang implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model implementasi kebijakan dari berbagai ahli : 1.Model yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut dengan A Model of the Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2012:142) ada enam variable yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :

a. Ukuran dan Tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada dilevel pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk


(38)

dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

b. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang ditetapkan secara apolitik tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.

c. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang sangat tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaannya.

d. Sikap/Kecendrungan (Disposition) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat bannyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat


(39)

yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

e. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Kordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik kordinasi dan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaiknya.

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi kegagalan kinerja implementasi kebijakan, karena itu upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula dan memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Van Horn dan Van Meter menunjukkan berberapa unsur yang mungkin mempengaruhi terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:


(40)

1) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2) Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan poses-proses dalam badan pelaksana;

3) Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan eksekutif);

4) Vitalitas suatu organisasi;

5) Tingkat komunitas ”terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;

6) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksaan keputusan.

2.Model yang dikemukakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabtier

Model implementasi kebijakan publik yang ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier. Model implementasi yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengindetifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan variabel-variabel menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabtier dalam Agustino (2012:144)


(41)

a. Mudah atau tidaknya masalah yang digarap meliputi : 1) Kesukaran-kesukaran teknis

2) Keberagaman perilaku yang diatur

3) Persentasi totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran

4) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki b. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat

melalui beberapa cara :

1) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai

2)Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan 3)Ketetapan alokasi sumber dana

4)Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana

5)Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana 6)Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaksud dalam

undang-undang

7)Akses formal pihak-pihak luar

c. Variabel-variabel di luar undang-undang yang mempengaruhi implementasi

1) Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi 2) Dukungan politik


(42)

3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat 4) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana

3.Model yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle.

Model yang berpendekatan top down dikemukakan oleh Merilee S. Grindle. Pendekatannya tersebut dikenal dengan Implementation as A political and Administrative Process. Menurut Grindle ada dua yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang diraih. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan juga menurut Grindle, amat ditentukan oleh tingkat Implementability kebijakan itu sendiri yang terdiri atas Conten of police dan Context of policy. Variabel menurut Grindle dalam Agustino (2012:154) adalah :

a. Content of Policy menurut Grindle adalah :

1) Interest Affected (Kepentingan-kepentingan yang

mempengaruhi)

Interest Affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana


(43)

kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut. 2) Type of benefits (Tipe manfaat)

Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. 3) Extent of Change Envision (Derajat perubahan yang ingin

dicapai)

Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Content of Policy yang ingin dijelaskankan pada poin adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

4) Site Of Desicion Making (Letak pengambilan keputusan)

Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan di implementasikan.


(44)

5) Program impelementer (Pelaksana program)

Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan dan harus sudah terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.

6) Resours Comitted (Sumber-sumber daya yang digunakan)

Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumberdaya-sumberdaya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

b. Context of policemenurut Grindle adalah :

1) Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (Kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat) Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna mempelancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang sangat besar kemungkinan program yang hendak di implementasikan akan jauh arang dari api.

2) Instutution and Regime Characteristic (Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa)

Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga mempengaruhi terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini


(45)

ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

3) Compiance and Responsiveness (Tingkat kepatuhan dan adanya

respon dari pelaksana)

4.Model yang dikemukakan oleh George C. Edwards III.

Menurut George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Publik Policy (1980) yang dikutip dalam web-site, dalam mengajukan pendekatan implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyan pokok, yakin:

1) Faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan? 2) Faktor yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan?

Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan peroses implementasi, yakin (1) komunikasi (communications), (2) sumber daya (resources), (3) sikap birokrasi atau plaksana (dispositions atau attitudes) dan (4) sturuktur organisasi (burehcratic sturukture), termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan. Ke-empat faktor di atas harus dilaksanakan secara stimulan karena antara satu dengan yang lainya memiliki hubungan yang erat. Tujuanya adalah meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan pengertian dengan cara mem breakdown (diturunkan) melalui eksplanasi implementasi ke dalam komponen prinsip.


(46)

Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub katagori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruh terhadap implementasi.

Communication

Resources

Implementation

Dispositions

Bureaucratic Structure

Sumber : George C. Edwards III :

Implementation Public Policy, 1980

Gambar 1. Dampak langsung dan tidak langsung dalam implementasi Faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C. Edwards III sebagai berikut:

1) Komunikasi yaitu : Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertangung jawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu di komunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu


(47)

di komunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, menyebarluaskanya. Disamping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertangung jawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus di terima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesungguhnya yang akan di arahkan. Para implementor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehinga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

2) Sumber Daya yaitu : Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumber daya dalam melakukan tugasnya. Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staff, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya


(48)

fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staff pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan yaitu meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program.

Informasi merupakan sumber daya penting bagi pelaksana kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenai bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi para pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan di lapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana di lapangan. Kekurangan informasi atau pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada ditempat kerja sehingga menimbulkan inefesien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

3) Disposisi atau Sikap adalah : Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka


(49)

akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandagan mereka berbeda dengan pembuat kebijkan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan; kesadaran pelaksana, petunjuk arahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan atau penolakan. Dan intensitas dari respon tersebut para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun sering kali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tetap karena mereka menolak tujuan yang ada di dalamnya sehinga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat di butuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisen. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah menetapkan kebijakan menjadi prioritas program, penetapan pelaksanaan dengan orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program. 4) Struktur Birokrasi adalah : Membahas badan pelaksana suatu kebijakan,

tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristrik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan esekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Bila sumber daya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para


(50)

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi kordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang kompleks membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumber daya akan mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrsi.

C. Pembentukan Tim ISO

Setelah penunjukkan wakil manajemen maka tahapan persiapan penerapan SMM pembentukan tim ISO. Hal tersebut penting di lakukan karena SMM merupakan suatu sistem manajemen mutu yang penerapannya adalah tanggung jawab semua pihak seperti direksi hingga level yang paling bawah dalam struktur organisasi badan usaha itu.

Pembentukan Tim ISO yang terdiri dari: a. Seorang Wakil Manajemen (WM).

b. Seorang panel audit yang bertugas mengkordinasi pelaksanaan audit mutu internal badan usaha

c. Seorang pusat mengendali dokumen, yang bertugas mengendalikan seluruh dokumen mutu badan usaha dalam menerapkan SMM mulai dari mendistribusikan, menyimpan, memelihara, menarik dokumen, menghancurkan dan memastikan bahwa dokumen mutu yang beredar adalah dokumen terkini atau paling mutakhir.


(51)

d. Personil wakil dari tiap-tiap bagian yang bertugas membuat dan membangun SMM di lingkungan bagiannya serta dapat dilibatkan sebagai calon auditor internal yang akan mengaudit kondisi penerapan SMM di internal badan usaha. D. Proses Sertifikasi dan Memilih Lembaga Sertifikasi

Proses sertifikasi ISO meliputi penyusunan program kualitas yang memenuhi persyaratan yang telah diterapkan. Sertifikasi ISO 9001:2008 sendiri, merupakan pengakuan internasional terhadap sistem manajemn mutu (quality management system) suatu organisasi, juga merupakan pengakuan bahwa suatu organisasi telah menerapkan ISO 9001:2008 yang merupakan titik awal atau gerbang untuk memasuki era sistem manajemen mutu internasional dalam upaya mencapai kinerja yang lebih baik.

Perlu diketahui bahwa sistem akreditasi dan sertifikasi ISO 9001 merupakan pengakuan atas konsistensi standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2000. Tanggungjawab dan wewenang pemberian akreditasi standar dan sertifikasi secara internasional dilakukan oleh suatu badan dunia federasi badan akreditasi badan nasional lebih dari 30 negara di dunia, di antaranya; KAN (Indonesia) menjadi anggotanya. Di tingkat regional Asia-Pasifik terdapat pula federasi badan akreditasi yaitu pacific accreditation (PAC) yang anggotanya antara lain; CNAB (China), CNACR (China), DSM (Malaysia), JAB (Jepang), KAN (Indonesia), JAS-ANZ (Australia-Selanidia Baru), KAB (Korea Selatan), SAC (Singapura), SCC (Kanada) dan NAC (Thailand).

Badan akreditasi di Indonesia adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang untuk menyelenggarakan sistem


(52)

akreditasi dan sertifikasi di negara republik Indonesia. Tugasnya adalah memberikan akreditasi kepada semua lembaga sertifikasi dan laboratorium uji yang telah lulus asesmen sesuai persyaratan standar di seluruh wilayah Indonesia. Sistem akreditasi KAN telah diakui oleh IAF dan PAC, karena telah dilakukan peninjauan terhadap pemenuhan kesesuaian sistem yang diterapkan oleh KAN. KAN telah menandatangani nota IAF dan PAC. Sesuai ketentuan World Trade Organization (WHO) bahwa negara-negara yang menyepakati perdagangan bebas harus menandatangani nota perjanjian saling pengakuan terhadap penggunaan standar-standar intenasional termasuk ketentuan-ketentuannya.

Untuk memilih lembaga sertifikasi sistem manajemen mutu (SMM), parameter yang harus diketahui adalah, bahwa manajemen dan pengoprasiannya lembaga sertifikasi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar internasional. Parameter lembaga sertifikasi yang harus diperhatikan dijelaskan sebagai berikut:

1) Lembaga sertifikasi harus imparsial, yaitu harus terbuka terhadap semua kepentingan dan lembaga bukan merupakan bagian kepentingan pihak tertentu, misalnya kepentingan partai tertentu atau bisnis tertentu yang menyebabkan ia tidak dapat diakses oleh siapapun yang bukan merupakan bagian kepentingannya.

2) Lembaga sertifikasi harus memiliki tanggungjawab atas keseluruhan proses sertifikasi dan memberikan jaminan, bahwa implementasi sistem manajemen mutu benar-benar dilaksanakn oleh kliennya.


(53)

3) Lembaga sertifikasi harus mempunyai manajemen yang profesional. Semua personil yang terlibat dalam lembaga sertifikasi harus memiliki kompetensi dan keterampilan untuk mengelola dan mengoperasinolkan sistem lembaga sertifikasi. Para auditor harus terampil melakukan audit secara langsung dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan bisnis yang diaudit. Audit yang mengaudit industri jasa konstruksi harus mempunyai pengetahusan dan pengalaman di bidang jasa kontruksi.

4) Lembaga sertifikat harus memiliki legalitas hukum, tentunya lembaga sertifikasi yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hukum mengikuti peraturan hukum di Indonesia. Lembaga sertifikasi yang beroperasi di wilayah Indonesia yang tidak berbadan hukum Indonesia harus mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah yang berwenang.

5) Lembaga sertifikasi maupun porsonilnya harus independen, personal yang melaksanakan proses audit dan yang menentukan keputusan sertifikasi harus terpisah. Tim audit yang memeriksa penerapan sistem menajemen mutu di badan usaha hanya memberikan rekomendasi dan tidak diberi kewenangan memutuskan lulus sertifikat. Keputusan lulus tidaknya suatu badan usaha memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 dilakukan oleh tim tersendiri.

6) Lembaga sertifikasi maupun personilnya harus menjaga kerahasiaan badan usaha yang menjadi kliennya. Setiap personil, baik staff maupun auditor yang terkait harus mematuhi kode etik yang telah ditandatangani.


(54)

7) Lembaga sertifikasi harus menerapkan sistem manajemen mutu sesuai standar internasional yang releven, dengan membuat manual mutu, prosedur dan seterusnya berdasarkan standar untuk lembaga sertifikasi sistem mutu.

8) Lembaga sertifikasi harus diakreditasi secara resmi oleh badan akreditas yang berwenang di setiap negara. Sesuai nota perjanjian saling pengakuan IAF dan PAC lembaga sertifikasi-sertifikasi yang beroperasi di Indonesia harus diakreditasikan oleh KAN.

Hal ini perlu diwaspadai, kita sebagai bangsa yang besar harus bangga dengan kemampuan bangsa sendiri dan harus cinta terhadap produk negeri sendiri. Badan akreditasi akan memberikan izin kepada lembaga sertifikasi untuk melaksanakan asesment dan sertifikasi berdasarkan ruang lingkup akreditasi yang ditetapkan sesuai kemampuan dan kompetensi para auditor yang ada di lembaga sertifikasi tersebut.

Latar belakang pengalaman auditor sangat mempengaruhi hasil audit, apabila auditor tidak memiliki latar belakang pengalaman dan kompetensi yang sesuai dengan proses bisnis badan usaha yang diaudit, maka hasil audit tidak mempunyai bobot dan bagi badan usaha yang bersangkutan tidak akan memperoleh manfaat atas penerapan sistem manajemen pada badan usaha itu sendiri. Bagi badan usaha jasa konstruksi hendaknya memilih lembaga sertifikasi yang memiliki ruang lingkup akreditasi bidang konstruksi dan meminta auditor yang ditugasi mengerti dan mempunyai latar belakang di bidang jasa konstruksi.


(55)

E. Kerangka Pikir

Sumber : diolah peneliti, 2015

Model Implementasi Kebijakan menurut George C. Edwards III 1. Komunikasi (communications)

2. Sumber daya (resources)

3. Sikap birokrasi atau pelaksana (dispositions or attitudes) 4. Struktur organisasi (burehcratic sturukture)

Tahap-tahap kebijakan tersebut meliputi lima tahap (Winarno, 2012:35) yaitu:

a. Tahap Penyusunan Agenda. b. Tahap Formulasi Kebijakan. c. Tahap Adopsi Kebijakan. d. Tahap Implementasi Kebijakan. e. Tahap Evaluasi Kebijakan.

Implementasi kebijakan diartikan sebagai aktifitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan yang telah ditetapkan atau disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

Terwujudnya Tertib Implementasi Sistem Manajemen Mutu (SMM ISO 9001:2008) di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung

Harold Laswell dan Abraham Kaplan (dalam Nugroho 2011:93), mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu. Kebijakan harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.


(56)

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir penelitian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung terkendala oleh aspek komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi.


(57)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini di desain sebagai penelitian yang bertipe deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Istilah penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong (2005:2) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Menurut Taylor dan Bogdan dalam (Moleong 2005:4) metode penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data-data yang dikumpulkan di lapangan adalah data-data yang berbentuk kata dan perilaku, kalimat, skema, dan gambar dari latar alamiah dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci. Metode kualitatif berupaya untuk memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut persfektif peneliti sendiri dimana sumber data dalam penelitian ini secara sengaja berkembang terus sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Penelitian kualitatif juga berusaha untuk mengungkapkan fenomena secara menyeluruh, sesuai dengan konteksnya (holistik konstektual) dan mendalam (in-depth).


(58)

Analisis data bersifat (induktif) kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian ini lebih menekankan proses penelitian daripada hasil penelitian, sehingga bukan kebenaran mutlak yang dicari tetapi pemahaman mendalam tentang sesuatu. Pada penulisan, peneliti menganalisis data tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Sehingga dengan demikian dapat diperoleh gambaran dan penjelasan tentang Implementasi Manajemen ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

B. Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, peneliti menetapkan fokus. Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Pembatasan dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi masalah yang akan dipecahkan. Penelitian ini difokuskan pada: Implementasi dari Kebijakan Manajemen ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan logika positivisme penerapan implementasi kebijakan menggunakan model yang berpendekatan top down dikemukakan oleh George C. Edwards III yang terdiri atas :

1) Komunikasi (communications) 2) Sumber daya (resources),

3) Sikap birokrasi atau pelaksana (dispositions or attitudes) 4) Struktur organisasi (burehcratic sturukture)


(59)

C. Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive). Dalam menentukan lokasi penelitian, Singarimbun (1989:86) menyatakan bahwa cara yang terbaik ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori dalam melihat di lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan. Lokasi dalam penelitian ini adalah Fakultas Hukum Universitas Lampung yang beralamat Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedong Meneng Bandar Lampung, karena Fakultas Hukum Universitas Lampung telah mengimplementasikan manajemen ISO 9001:2008 sehingga implementasi manajamen yang ideal untuk mempercepat proses mencapai tujuan perlu dilakukan. Penelitian ini terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data-data primer dan data sekunder. D. Jenis Data

1. Data Primer, yaitu kata-kata dan tindakan informan serta peristiwa-peristiwa tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian dan merupakan hasil pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi penelitian. Data-data primer merupakan unit analisis utama yang digunakan dalam kegiatan analisis data. Data primer ini contohnya hasil wawancara dan observasi yang diperoleh peneliti selama proses pengumpulan data.

2. Data Sekunder, yaitu data-data tertulis yang digunakan sebagai informasi pendukung dalam analisis data primer. Data ini pada umumnya berupa data-data tertulis seperti, notulensi rapat, berita acara kegiatan, dan surat-surat keputusan yang terkait dengan masalah dalam penelitian ini.


(60)

E. Sumber Data

Langkah awal untuk memperoleh informasi dalam penelitian adalah dengan menentukan terlebih dahulu informan penelitian. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive dan snowball. Dalam teknik purposive, jumlah informan ditentukan oleh pertimbangan informasi. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri informan yang dipilih karena ada pertimbangan tertentu, sehingga informan dipilih tidak secara acak.

Snowball adalah teknik penentuan informan yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan informan, pertama-tama dipilih satu atau dua orang sampel, tetapi karena dengan dua orang sampel ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sampel sebelumnya. Begitu seterusnya, hingga jumlah informan semakin banyak.

Selanjutnya dinyatakan bahwa informan sebagai sumber data sebaiknya memenuhi kriteria: 1) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya. 2) Mereka yang tergolong masih berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. 3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. 4) Mereka yang tidak cendrung menyampaikan

informasi hasil ’kemasannya’ sendiri.


(61)

Tabel 1. Daftar Wawancara Informan

No. Nama Jabatan

1. Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S Dekan Fakultas Hukum Unila 2. Dr. Yuswanto, S.H., M.Hum WD Bidang Akademik

3. Yulia Neta, S.H., M.H WD Bidang Umum dan Keuangan 4. Dr. Hamzah, S.H., M.H WD Bidang Kemahasiswaan 5. Hero Satrian Arief, S.E., M.H Kepala Bagian Tata Usaha 6. Satria Prayoga, S.H., M.H Sekretaris Bagian HAN 7. Dr. Maroni, S.H., M.Hum Kepala Laboraturium Hukum 8. Hermansyah, S.E Kasubbag. Akademik

Olah data 2015

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan data. Teknik pengumpulan data bertujuan agar peneliti mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengkodean serangkaian prilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme insitu dengan tujuan empiris. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis serta dapat dikontrol keadaan (reliabilitas) dan kesahihannya (validilitasnya). Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti. Keuntungan digunakannya


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung yakni dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Implementasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum yaitu untuk mendapatkan sertifikat SMM ISO 9001:2008, implementor didampingi oleh konsultan Parantapa dari Semarang selama enam bulan. Kemudian setelah pendampingan tersebut Fakultas Hukum siap untuk dinilai oleh lembaga sertifikasi IAPMO R&T dari Jakarta dan kemudian barulah meraih sertifikat SMM ISO 9001:2008.

1. Dari segi ketercapaian target dan sasaran Implementasi Sistem Manajemen Mutu (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung belum optimal, bernuansa politis dan tidak sesuai dengan realisasinya karena tingkat kepuasan pelanggan atau mahasiswa terhadap kinerja dosen dan layanan administrasi Fakultas Hukum dilihat dari indeks sasaran belum mencapai target yang telah ditentukan.

2. Dari segi komunikasi dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum belum dijalankan secara


(2)

100

konsisten sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat seperti sosialisasi yang dijalankan tidak sesuai dengan peraturan dan minimnya rapat kordinasi yang diadakan khusus untuk membahas SMM ISO 9001:2008 di lingkungan Fakultas Hukum.

3. Dari segi sumber daya manusia dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum masih kurang memadai, salah satu faktor yang berperan penting dalam program ini adalah petugas operator tidak semuanya berlatar belakang pendidikan berbasis IT yang dibutuhkan untuk mengoperasikan perangkat komputer.

4. Sikap birokrasi atau para pelaksana SMM ISO 9001:2008 Fakultas Hukum seakan menolak terhadap implementasi kebijakan sehingga implementasi kebijakan menghadapi kendala. Bentuk penolakan yang terjadi seperti acuh dan seolah-olah lupa akan standarisasi yang ada dalam manajemen SMM ISO 9001:2008, sehingga realiasi perubahan yang terjadi masih belum tercapai dengan maksimal.

5. Struktur Organisasinya sudah mengikuti, sudah mengkhendaki, saling kordinasi dan menggambarkan strukturnya sudah sesuai dengan kondisi yang seharusnya. Struktur birokrasi di Fakultas Hukum juga sudah sesuai artinya pendelegasian tugas di Fakultas Hukum sudah tepat. Selain itu struktur organisasi di Fakultas Hukum dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sudah berjalan sesuai prosedur dengan penuh tanggung jawab moral.


(3)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Implementasi Sistem Manajemen Mutu Internasional Standar Organisasi (SMM ISO 9001:2008) di Fakultas Hukum Universitas Lampung, dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Implementor yang mengemban tanggung jawab sebaiknya bisa lebih meningkatkan kordinasi dan memberikan komunikasi yang baik terhadap seluruh bagian seperti bagian akademik, bagian kemahasiswaan dan alumni, bagian umum dan keuangan serta bagian perencanaan dan kepegawaian juga bagian lainnya yang ada di lingkungan Fakultas Hukum agar lebih bersinergi dan bekerja sama dalam memberikan informasi tentang pentingnya implementasi SMM ISO 9001:2008. Setidaknya seluruh satker harus mengadakan rapat bulanan khusus membahas perkembangan dan pencapaian dari SMM ISO 9001:2008.

2. Dari segi sumber daya, bagi tenaga kependidikan perlu diberikan pelatihan dalam hal perawatan, pemeliharaan, perbaikan sekaligus penggunaan perangkat elektronik komputer agar meminimalisir terjadinya kerusakan yang dapat mengakibatkan terkendalanya proses Implementasi SMM ISO 9001:2008. Fakultas Hukum juga harus sering mengadakan penyelenggaraan pelatihan, manajemen pembelajaran dan administrasi berbasis IT, peningkatan dan pengembangan kemampuan karyawan dalam memberikan pelayanan akademik, keuangan dan kemahasiswaan.


(4)

102

3. Sikap team work SMM ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum sebaiknya menerima dan mengikuti Standar Operasional Prosedur dalam implementasi SMM ISO 9001:2008. Tim harus berusaha keras untuk melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan yang sedang berlangsung demi pencapaian target dan peningkatan mutu terus menerus.

4. Mengingat pentingnya struktur organisasi yang berkualitas baik dalam pelaksanaan implementasi SMM ISO 9001:2008 di Fakultas Hukum, maka seluruh unsur yang terlibat dalam Fakultas Hukum Universitas Lampung hendaknya mempertimbangkan kesanggupan kerja sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan. Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Abdul Wahab, Solichin. 2010. Analisis Kebijakan Publik. Teori dan Aplikasinya. Malang: Penerbit PT. Danar Wijaya Brawijaya University Press

Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit CV. Alfabeta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ekana, Yana dan Susetyo. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Lampung: Universitas Lampung

Erwin Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulystiastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Gava Media

Moleong, Lexy. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Muchlis. 2014. Kebijakan Publik, Proses, Analisis, Dan Partisipasi. Bogor: Ghalia Indoneiasi

Panduan Rencana Strategik Universitas Lampung Tahun 2011-2015. Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung


(6)

Pramusinto, Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokras.

Kepemimpinan dan Pelayanan Publik. Yogyakarta: Penerbit Gava Media

Purwadi. 2012. ISO 9001:2008 Document Development Compliance Manual. Jakarta: Media Guru

Sallis, Edward. 2011. Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan. Jogjakarta: Penerbit IRCiSoD

Suryatama, Erwin. 2014. Aplikasi ISO Sebagai Standar Mutu. Kata Pena. Penerbit@gmail.com

Tjipto, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi

Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada

Dokumen dan Peraturan Perundang-undangan :

Dokumen Daftar Inventaris Ruangan Fakultas Hukum Universitas Lampung Tahun 2015

Dokumen Daftar Urut Kepangkatan Dosen dan Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung Tahun 2015

Dokumen Manual Mutu Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Fakultas Hukum Universitas Lampung

Dokumen Standar Operasional Prosedur semua klausal di seluruh bagian pada Fakultas Hukum Universitas Lampung

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional