Inisiatif Ratifikasi Konvensi ILO 169
49
2
Satu dekade legislasi masyarakat adat: Trend legislasi nasional tentang keberadaan
dan hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam di Indonesia 1999-2009
tersebut. Namun dalam salah satu peraturan digunakan istilah masyarakat adat seperti di dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Deinisi masyarakat adat di dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ini seiring dengan deinisi tentang masyarakat adat yang
dideinisikan oleh AMAN pada tahun 1999, yang mengidentiikasi masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur secara
turun temurun di wilayah geograis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri.
Di dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil istilah “masyarakat” merujuk kepada masyarakat adat dan masyarakat tradisional.
Masyarakat adat diartikan sebagai kelompok Masyarakat Pesisir yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geograis tertentu karena adanya ikatan
pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan
pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Sedangkan masyarakat lokal adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari
berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil tertentu.
UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai undang- undang terakhir tahun 2009 terkait dengan pengakuan keberadaan dan
hak-hak masyarakat adat memberikan deinisi yang sejalan dengan rumusan defenisi masyarakat adat di dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil. Namun UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kembali menggunakan istilah masyarakat hukum adat, bukan istilah
masyarakat adat. Selain menyebutkan masyarakat adat, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga menyebutkan “masyarakat
tradisional” yang diartikan sebagai masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan
ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.
Meskipun UUD 1945, khususnya Pasal 18B ayat 2 memberikan sejumlah persyaratan pengakuan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat yang
kemudian dilanjutkan oleh beberapa undang-undang seperti UU Sumber Daya Air dan UU Perkebunan, tetapi dalam dua undang-undang terakhir UU
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, persyaratan-persyaratan pengakuan
keberadaan dan hak-hak masyarakat adat sudah tidak dimasukkan.
50 ANTARA TEKS DAN KONTEKS: Dinamika pengakuan hukum terhadap hak masyarakat
adat atas sumber daya alam di Indonesia
Meskipun kedua undang-undang yang disebutkan terakhir ini tidak mencantumkan sejumlah persyaratan pengakuan, tidak berarti bahwa
pengakuan terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup lebih mudah dilakukan. Sampai saat ini belum ada peraturan pelaksana dari kedua undang-undang tersebut yang
bisa dipakai dalam mengidentiikasi masyarakat adat. Sehingga belum dapat diukur efektiitas deinisi ini di lapangan
Sedangkan melihat draft inisiatif dari instansi pemerintah lain tentang pengakuan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, misalkan dari DPD
dan Kementerian Kehutanan, masih menggunakan istilah masyarakat hukum adat. Argumentasi yang selalu dipakai untuk menggunakan istilah
masyarakat hukum adat adalah karena konstitusi secara jelas menyebutkan istilah tersebut, bukan istilah masyarakat adat. Karena undang-undang dan
peraturan perundang-undangan lainnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, maka dianggap istilah yang sah adalah istilah masyarakat hukum
adat, sepanjang konstitusi belum dirubah.
Dapat disimpulkan bahwa istilah tentang masyarakat adat masih beragam dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada dan juga
dalam inisiatif pengaturan yang sedang berlangsung. Dari berbagai regulasi yang ada ditemukan lima istilah untuk menyebut masyarakat adat antara
lain istilah Masyarakat Adat, Masyarakat Hukum Adat, Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat, Masyarakat Tradisional, dan Komunitas Adat Terpencil.