ANALISIS KO TEKS DAN KONTEKS DALAM WACAN

ANALISIS KO-TEKS DAN KONTEKS
DALAM WACANA TEKS FILM DORAEMON (WTFD)
Oleh: Nurhidayati
Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang
Alamat Email: [email protected]
Critical discourse analysis is a method of analysis that can lead to a correct
understanding of discourse. Among the aspects that determine the validity of
discourse analysis is by utilizing the co-text and discourse context. This
research aims to describe aspects of the context and contexts that are
represented in the text of the film Doraemon. The method of this research is
qualitative research, text data taken from transcription of Doraemon movie
texts that aired RCTI on every Sunday at 08.00-09.00. The randomly generated
text is retrieved. Then the data were analyzed by content analysis techniques,
and presented freely informally. The results showed that the co-text aspects that
influence the understanding of Doraemon movie text in the form of sentence or
speech conversation on the text that precedes and follows which supports the
meaning of the text afterwards or before. The context aspect that influences the
understanding of discourse of Doraemon film text is in the context of situation
and cultural context.
Keywords: co-text, context, discourse, film text, Doraemon.

Analisis wacana kritis merupakan metode analisis yang dapat menghantarkan
pada pemahaman wacana yang benar. Di antara aspek yang menentukan
kesahihan analisis wacana adalah dengan memanfaatkan aspek ko-teks dan
konteks wacana. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aspek koteks
dan konteks yang terrepresentasi pada teks film Doraemon. Metode penelitian
ini adalah penelitian kualitatif , data teks diambil dari transkripsi teks film
Doraemon yang ditayangkan RCTI pada setiap hari minggu pukul 08.00-09.00.
teks yang dijadikan data diambil secara acak. Kemudian data dianalisis
dengan teknik analisis isi, dan disajikan secara informal bebas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aspek ko-teks yang mempengaruhi pemahaman teks film
Doraemon berupa kalimat atau tuturan percakapan pada teks yang
mendahului dan mengikutnya yang mendukung arti teks sesudahnya atau
sebelumnya. Sedang aspek konteks yang mempengaruhi pemahaman wacana
teks film Doraemon adalah berupa konteks situasi dan konteks kultural.

Kata kunci: ko-teks, konteks, wacana, teks film, Doraemon.
Film Doraemon merupakan salah satu film anak-anak yang sampai saat ini masih
ditayangkan oleh salah satu pemancar televisi di Indonesia. Film tersebut sangat
digemari, baik oleh anak-anak maupun remaja. Film Doraemon merupakan film
yang menyajikan dan menghayalkan teknologi super canggih yang dihasilkan dari

kantong ajaib pemeran utama film tersebut yaitu Doraemon.

1

Doraemon adalah robot kucing laki-laki yang merupakan sahabat setia seorang
anak laki-laki cengeng yang bernama Nobita. Doraemon selalu menyediakan
apapun yang diinginkan oleh Nobita. Selain itu dalam film ini juga ditampilkan
tokoh-tokoh pendukung yang juga merupakan teman-teman Nobita yaitu Giant
(anak laki-laki yang tubuhnya besar yang selalu inigin menang), Soneo (anak
orang kaya), Sizuka (anak wanita yang disukai Nobita), serta orang tua masingmasing.
Wacana dalam kajian ini dipahami dari 3 dimensi kewacanaan secara
simultan, yaitu (1) dimensi teks bahasa, (2) dimensi praksis wacana yaitu aspek
yang berkaitan dengan partisipan dan konteks wacana, dan (3) dimensi praksis
sosiokultural yaitu perbedaan dimensi sosial masyarakat institusi dan kebudayaan
yang menentukan bentuk dan makna sebuah wacana. Wacana ini menarik untuk
dikaji berkaitan dengan para pemeran film tersebut yang mempunyai karakter
yang bervariasi dan merupakan film yang digemari baik oleh anak-anak maupun
remaja.
Dalam menafsirkan suatu kalimat dalam wacana seorang analis wacana
selalu dibatasi penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut koteks. Setiap teks menciptakan ko-teksnya sendiri. Koteks mempunyai kekuataan

untuk menafsirkan wacana, bahkan juga untuk teks yang tidak mempunyai
informasi mengenai tempat dan waktu, penutur, dan penerima tuturan. Ko-teks
dapat berfungsi untuk merekonstruksikan sekurang-kurangnya bagian tertentu dari
konteks fisiknya dan kemudian sampai pada suatu tafsiran mengenai teksnya.
Selain itu, kajian wacana didasarkan pada kenyataan bahwa pemakai
bahasa tidak berpegang pada kebenaran bentuk dan struktur semata, melainkan
juga pada kaidah-kaidah lain yang berlaku, yang berkaitan dengan pengetahuan
pemakai bahasa mengenai dunia. Pengetahuan pemakai bahasa tersebut meliputi
pengetahuan yang berhubungan dengan konteks. Melalui konteks tersebut, analis
wacana berusaha membuat pengertian dan melakukan interpretasi yang memadai
sebagaimana dimaksudkan oleh penutur. Usaha analis dalam menginterpretasi
hingga sampai pada kebenaran maksud merupakan kunci utama dalam analisis
wacana (Brwon & Yule, 1996:39).

2

Dalam menganalisis

wacana diperlukan interpretasi untuk dapat


memahami maksud yang disampaikan oleh penutur, dengan menggunakan
prinsip-prinsip penafsiran yaitu prinsip interpretasi lokal (prinsip lokalitas), dan
prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal memberikan tuntunan kepada partisipan
tutur/analis wacana untuk tidak menciptakan konteks yang lebih luas dari yang
diperlukan agar diperoleh suatu interpretasi yang sangat mendekati maksud
aslinya. Prinsip ini sangat tergantung pada kemampuan analis wacana dalam
menggunakan dunia luas dari pengalaman masa lampau yang telah dimilikinya
untuk menginterpretasikan gaya bahasa yang dijumpainya (Wahab,1990:56).
Adapun prinsip analogi didasarkan pada pengalaman masa lampau yang
relevan. Dalam prinsip analogi segala sesuatu diasumsikan seperti dalam keadaan
sebelumnya, kecuali jika analis mendapatkan informasi bahwa beberapa aspek
telah berubah. Dengan demikian, pemahaman terhadap wacana didasarkan pada
pengetahuan pribadi analis wacana berkaitan dengan maksud yang dituturkan,
terhadap pribadi dan prilaku penutur, serta terhadap konteks-konteks yang
melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut.
Dengan mengacu pada pendapat Cooks (1989:9-10) dan Mey (1993:184185), ko-teks dipahami sebagai lingkungan kebahasaan yang melingkupi suatu
wacana, yang dapat berwujud ujaran, kata, kalimat, paragraf, atau wacana.
Dengan demikian, dalam menafsirkan sebuah wacana penganalis dibatasi
penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut ko-teks. Setiap
teks menciptakan ko-teksnya sendiri. Ko-teks mempunyai kekuataan untuk

menafsirkan wacana, bahkan juga untuk teks yang tidak mempunyai informasi
mengenai tempat dan waktu, penutur, dan penerima tuturan. Ko-teks dapat
berfungsi untuk merekonstruksikan sekurang-kurangnya bagian tertentu dari
konteks fisiknya dan kemudian sampai pada suatu tafsiran mengenai teksnya.
Meskipun ko-teks mempunyai pengaruh yang kuat dalam analisis wacana,
penganalisis harus memperluas visinya dari ko-teks menjadi konteks yaitu
keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi produksi
bahasa. Dengan mengikuti pendapat Halliday & Hasan (1985:12-20), konteks
yang secara harfiah diartikan sebagai something accompanying text, yaitu sesuatu

3

yang inheren dan hadir bersama teks. Konteks diungkapkan melalui karakterisasi
bahasa yang digunakan penutur. Oleh Halliday, something di atas diolah menjadi
sesuatu yang telah ada dan hadir dalam partisipan sebelum tindak komunikasi
dilakukan, karena itu konteks mengacu pada konteks kultural dan konteks sosial
yang diidentifikasikan atas ranah, tenor, dan modi (Halliday, 1978:67; Wirth,
1984:95).
Aspek konteks mengacu pada segala latar belakang pengetahuan, situasi,
dan teks. Konteks sebagai pengetahuan berkaitan dengan kompetensi komunikasi

yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan
mewadai sebuah tuturan. Konteks sebagai situasi berkaitan dengan kompetensi
sosial, budaya, dan strategi; dan konteks sebagai teks berkaitan dengan
keberadaan unsur-unsur teks yang bisa dipisahkan, diartikan, dan dimaknai
sebagaimana pendapat Schiffrin (1994:66) dan Leech (1983:13-14).
Dalam kajian ini, pemahaman konteks diarahkan pada pengertian sempit
dan luas. Dalam pengertian sempit, konteks mengacu pada faktor di luar teks.
Sedang dalam pengertian luas, konteks dapat didefinisikan sebagai pengetahuan
yang relevan dengan ciri dunia dan ko-teks. Pengetahuan yang relevan dengan ciri
dunia berkaitan dengan situasi fisik, situasi sosial dan budaya, penanggap,
skemata mereka, dan teks lain (interteks) (Cook,1989:24).
Sesuai dengan pendapat Brown & Yule (1996:35-40), konteks situasi yang
akan dideskripsikan menghubungkan kategori-kategori berikut. (1) Ciri-ciri yang
relevan dari para peserta: orang-orang, kepribadian pada perbuatan verbal, dan
nonverbal para peserta; (2) tujuan-tujuan yang relevan; dan (3) akibat perbuatan
verbal. Wacana dalam teks film Doraemon dipandang sebagai satu unit bahasa
yang dalam penggunaannya dibentuk oleh struktur dan tekstur tertentu, unit
semantis yang kohesif dan koheren, dan proses sosiosemantis yang dilengkapi
konteks situasi serta konteks kultural (Halliday & Hasan, 1985:12-25; Brown &
Yule, 1996:35).

Teks tersebut dieksplanasi dan dipandang sebagai rekaman kebahasaan
yang utuh dalam suatu peristiwa komunikasi. Ciri keutuhan teks terletak pada
pertimbangan berbagai unsur yang terlibat dalam tindak komunikasi pada proses

4

pemaknaan rekaman kebahasaan berlangsung (Djajasudarna, 1994:76; Brown &
Yule, 1996:7). Teks merupakan manifestasi wacana secara penuh, Recour
mendefinisikan teks sebagai “any discours fixed by writing” yang bermakna
sekumpulan wacana yang dijalin atau diawetkan melalui tulisan. Tulisan
merupakan medium di mana sekumpulan wacana dijalin yang menurut Ricoueur
teks merupakan karya yang merupakan sebuah totalitas singular. Teks juga
mengusung ciri-ciri yang melekat pada wacana yaitu berada dalam dialektika
peristiwa makna dan dialektika pengertian acuan (Mukalam & Hadi Hardono,
2006).
Hal ini didasarkan pada konsep Van Dijk (1977:94) bahwa pemahaman
tentang konteks terhadap suatu teks sangat dibutuhkan sebagai prasyarat untuk
menjadikan suatu bentuk ekspresi kebahasaan bermakna. Pengetahuan konteks
merupakan bagian dari struktur mental individu dan sistem konvensi interaksional
suatu masyarakat.

Dengan mengacu pada pandangan Halliday & Hasan (1985:12-20),
konteks sosial wacana yang merupakan lingkungan terjadinya tuturan mencakup
(1) medan wacana (field of discourse), (2) pelibat wacana (tenor of discourse),
dan (3) sarana /organisasi wacana (mode of discourse).
Medan wacana mengacu pada hal-hal yang terjadi, pada sifat tindakan
sosial yang sedang berlangsung, segala sesuatu yang sedang dilakukan para
pelibat/peserta yang didalamnya bahasa memegang peranan. Pelibat wacana
mengacu pada orang-orang, sifat, kedudukan, serta jenis hubungan peranan.
Sarana/organisasi wacana merupakan bagian yang diperankan oleh bahasa seperti
penyusunan simbol-simbol tekstual dan fungsinya dalam suatu konteks,
salurannya, mode retorikanya misalnya (membujuk, menjelaskan, mendidik, dan
sebagainya).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dan dianalisis dengan teknik analisis isi wacana, yang tidak hanya
difokuskan pada struktur wacana namun juga sampai pada fungsi wacana. Data

5

diambil secara acak dari transkripsi teks film Doraemon yang ditayangkan stasiun

TV RCTI pada setiap hari Minggu jam 08.00-09.00 pagi.
Tujuan analisis wacana teks dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek koteks dan konteks mempengaruhi pemahaman kalimat dalam wacana teks film
Doraemon? Aspek ko-teks berbentuk kata, kalimat, paragraf, wacana, atau teks
lain yang ada di luar teks yang dikaji sebagaimana pendapat Cook (1989:10) dan
Mei (1993:184) dan (2) aspek konteks yang meliputi medan wacana, pelibat
wacana, dan organisasi wacana, sebagaimana digambarkan oleh Haliday & Hasan
(1985:12) berikut ini.

6

KONTEKS
WACANA

KONTEKS
SITUASI

MEDAN
WACANA

PELIBAT

WACANA

ORGANISASI
WACANA

KONTEKS
KULTURAL

Aktivitas/peristiwa sosial:
Apa aktivitasnya?
Bagaiman proses dan
struktur partisipannya,
serta keadaan yang
melingkupinya?

-Sistem budaya
- Sistem norma
- Sistem artifak
yang merupakan
pengetahuan, praanggapan, dan

pikiran bersama

Partisipan:
Bentuk partisipasinya
Statusnya
Perannya

Simbol kebahasaan:
Sebutan, fokus imperative,
kohesi, dan koherensi

7

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini dibahas aspek ko-teks dan aspek konteks yang mendukung
terciptanya wacana teks film Doraemon. Melalui pemahaman aspek ko-teks dan
konteks tersebut pembaca dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif
terhadap wacana teks film Doraemon.
Para pemeran dalam film Doraemon ini adalah: (1) Doraemon (D), (2)
Nobita (N), (3) Ibu (I), (4) Bapak (B), (5) Sizuka (S), (6) Suneo (SN), (7) Giant
(G), (8) alat Doraemon (A) (9) penagih koran (PK), dan (10) pedagang keliling
(PK) dan yang dimaksud dengan Tt adalah tuturan.
Teks 1 (Film Doraemon 1)
Tt 1. I
2. B
3. N
4. I
5. B
6. I
7. N

: Kami mau ke Hokkaido untuk menghadiri pesta pernikahan
saudara sepupumu, Sumire.
: Pulangnya besok malam
: Aku juga mau ikut
: Kan kamu nggak boleh bolos sekolah 2 hari.
: Lebih enak tinggal di rumah kan ada Doraemon.
: Iya, benar kalau ditemani Doraemon aku tak perlu cemas.
: Selamat jalan.

Kata kami pada tuturan pertama yang diucapkan oleh ibu Nobita adalah
kami yang mempunyai makna lebih dari satu orang. Hal ini akan bisa dipahami
siapa yang dimaksud dengan kami selain ibu Nobita adalah dengan melihat aspek
konteks tuturan berupa medan wacana dan pelibat wacana yang pada waktu
tuturan tersebut diucapkan ibu Nobita sedang bersama ayahnya dalam keadaan ibu
dan bapaknya sudah siap pergi dengan pakaian khusus sambil membawa
perlengkapan koper dan bekal. Pemahaman tuturan kesatu ini juga ditunjang oleh
aspek ko-teks yang berupa tuturan kedua yang diucapkan oleh ayah Nobita yang
menyatakan bahwa mereka akan pulang dari Hokaido besok malam. Kata nya
pada tuturan 2 dipahami berdasarkan aspek ko-teks berupa pernyataan pada
kalimat 1. Adapun tuturan 3 juga baru bisa dipahami jika kita memperhatikan
aspek ko-teks atau kalimat yang mengelilinginya yaitu tuturan 1. Jika tuturan 3
didengarkan secara terpisah tidak akan diketahui kemanakah Nobita akan ikut?
Siapakah yang akan diikuti oleh Nobita?.

8

Tuturan 4 yang diucapkan oleh ibu Nobita bisa dipahami bahwa konteks
kultural yang melingkupi budaya dan norma para partisipan tuturan tidak
menghendaki seorang anak bolos sekolah 2 hari. Adapun tuturan 5 dan 6 dapat
dipahami bahwa mereka sudah tahu kehebatan Doraemon sehingga ibu dan ayah
Nobita mempercayai Doraemon untuk menemaninya di rumah. Hal ini juga
dipertegas oleh aspek ko-teks berupa tuturan 7 yang diucapkan oleh Nobita yaitu
dia tidak juga menyangkal akan skemata orang tuanya tentang dapat
dipercayainya Doraemon untuk menemaninya, dan ucapan Selamat jalan
menyatakan bahwa ia sudah siap ditinggal pergi dengan ditemani Doraemon.
Teks pertama tersebut jika sekilas dibaca oleh orang yang tidak
mempunyai pengetahuan tentang siapa Doraemon akan bertanya–tanya siapakah
Doraemon, sehingga orang tua tidak perlu cemas meninggalkan anaknya sendirian
karena telah ditemani oleh Doraemon.
Teks II (Film Doraemon 1)
Tt 1.
2.

N
D

3.
4.

N
D

: Doraemon, ada sesuatu yang menyulitkan!
: Wah, Nobita ada yang perlu dibicarakan. Aku ada urusan
mendadak, jadi 2 atau 3 hari aku pergi.
: Tapi.....
: Oh ya. Pakai ini saja” Tali Penolong”. Karena tali ini akan
menolong apa saja. Sudah ya!

Untuk memahami teks II ini misalnya tuturan 1 tentang apa yang
dimaksud dengan sesuatu yang menyulitkan adalah harus dipahami dari ko-teks
yang mendahuluinya berupa teks I yang menyatakan bahwa Nobita telah ditinggal
pergi oleh orangtuanya selama 2 hari. Tuturan 2 dari Doraemon dapat dipahami
dari konteks situasi berupa aspek pelibat wacana yaitu Doraemon yang statusnya
sebagai sahabat Nobita yang sudah memahami karakter Nobita yang cengeng
sehingga ia tidak menanggapi kesulitan yang dihadapi oleh Nobita, bahkan
Doraemon tidak ingin tahu apa kesulitan yang akan dikatakan oleh Nobita, bahkan
dia mengatakan akan meninggalkannya juga. Hal tersebut sesuai dengan
pandangan Halliday & Hasan (1985:12-20), bahwa konteks sosial wacana yang
merupakan lingkungan terjadinya tuturan mencakup (1) medan wacana (field of
discourse), (2) pelibat wacana (tenor of discourse), dan (3) sarana /organisasi
wacana (mode of discourse).

9

Tuturan 3 dari Nobita yaitu tapi.... tidak akan bisa dipahami jika tidak
mengetahui konteks situasi sebagaimana pendapat Halliday dan Hasan (1989:1220) yang menyatakan bahwa menurut asumsi pendekatan sosiosemantik, subjek
merekayasa piranti konteks menjadi fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual.
Dalam tuturan 3 tersebut penutur menggunakan fungsi interpersonal yaitu
merekayasa konteks hubungan peran, status dan hubungan sosial pemakai bahasa
untuk memilih unsur-unsur leksis yang tepat, yaitu berupa kata tapi.. Kata tersebut
sudah bisa dipahami oleh mitra tuturnya yaitu Doraemon bahwa sahabatnya
Nobita pasti membutuhkan bantuan alatnya yang ada pada kantong ajaibnya.
Dengan demikian, tuturan 4 dari Doraemon menyatakan bahwa Doraemon telah
memberikan alatnya berupa tali penolong yang selanjutnya dia pergi.
Pada seri cerita yang lain dengan judul Kalender yang berubah tanggal,
konteks situasi khususnya yang terkait dengan pelibat wacana ini, sebagaimana
terdapat pada kutipan teks berikut.
TEKS III (Film Doraemon 2)
N

: Tak lama lagi hari Natal tiba, apa tidak bisa dipercepat?
Hai Mon! Rubah kalender?

D

: Bisa bisa. Kalender yang berubah tanggal.
Kalau skrupnya diputar, tanggalnya akan berubah.

Teks ketiga tersebut juga merupakan kutipan yang memanfaatkan aspek
konteks yang berupa pelibat wacana. Pada teks tersebut yang menjadi pelibat
wacana adalah Nobita dan Doraemon yang masing-masing pemeran sudah tahu
karakter masing-masing mitra tuturnya. Nobita yang sudah lama menjadi sahabat
Doraemon selalu ingin menempuh jalan pintas dan selalu merengek pada
Doraemon untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Fungsi interpersonal
digunakan penutur melalui ucapannya untuk merubah kalender dan mempercepat
tanggal. Ucapan Nobita tersebut sudah bisa dipahami oleh mitra tuturnya yaitu
Doraemon, dengan pemahaman bahwa Nobita meminta Doraemon untuk

10

mengeluarkan kantong ajaibnya sehingga diperoleh alat yang dapat mempercepat
waktu.
Pada seri cerita yang lain, yang berjudul Menukar Mama, aspek konteks
yang berupa pelibat wacana ini nampak pada kutipan teks film berikut.
Teks IV (Film Doraemon 3)
S

: Aku tak salah, yang salah papa.

SN

: Dari dulu mamaku selalu begitu

N

: Sudah tak sayang sudah tak ramah. AA… Malangnya aku, mungkin hanya aku
saja.

D

: Sudah, kalian tak boleh berkata begitu. Mau tahu sebabnya, segera kita menukar
mama.

S

: EE…

D

: Siapkan foto Ibu kalian, dikocok, cya…cya…, dibagi tiga.
Nobita mendapat ibunya Shizuka.
Shizuka mendapat ibunya Suneo
Suneo mendapat ibunya Nobita.
Bagaimana setuju tidak?
Nah, masukkan masing-masing lembar kasus keluarga.
Pulanglah ke Ibu yang baru.

N

: Jadi Ibuku diganti ya.

Empat pelibat wacana pada kutipan teks IV di atas adalah Shizuka, Suneo,
Nobita, dan Doraemon merupakan teman yang sudah memahami karakter masingmasing dan sudah mengetahui kelebihan Doraemon, sehingga semua pelibat
wacana tidak menolak apa yang diminta Doraemon untuk mengganti mama.
Istilah mengganti mama merupakan hal yang tak biasa di mata anak yang belum
mengetahui siapa itu Doraemon. Sebagaimana dinyatakan oleh Brown & Yule
(1986:1) bahwa analisis wacana tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk
linguistik yang bebas dari tujuan dan fungsi yang dirancang untuk menggunakan
bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia. Hal tersebut sesuai dengan hasil

11

penelitian Soimah (2013) yang menyatakan bahwa pemahaman wacana
dipengaruhi oleh koneks fisik, epistemik, dan sosial.
Teks V (Fil Doraemon 1)
Tt. 1. N
2. A
3. N

: Keterlaluan, keterlaluan, semuanya meninggalkanku sendirian.
: Syuu----------sst
: Hugh, menyebalkan, aku nggak mau dihibur olehmu.
Ah membosankan sekali. Main di luar juga nggak bisa.
Siapa yang mau menggantikanku jaga rumah?
Eh, kamu mau menjaga rumah?
Tapi, tali kan belum pernah menjaga rumah.
Nggak apa-apa?
Kalau begitu tolong ya.
Tapi aku jadi khawatir.

Untuk memahami teks V tersebut diperlukan pemahaman tentang ko-teks
berupa teks yang mendahuluinya. Contoh tuturan 1 bisa dipahami dari ko-teks
berupa teks I dan II bahwa yang dimaksud dengan semuanya adalah ibu, bapak
(ibu dan ayah Nobita) dan Doraemon yang telah meninggalkan Nobita. Tuturan 2
sulit dipahami jika tuturan itu tidak dikaitkan dengan medan wacana berupa
proses dan struktur partisipan, serta keadaan yang melingkupi sebagaimana
dinyatakan oleh Halliday dan Hasan (1985:12-15). Medan wacana pada teks V ini
menyatakan bahwa Nobita tinggal di rumah dengan hanya ditemani oleh alat
Doraemon yaitu berupa tali penolong yang dapat dirujuk dari ko-teks yang ada
pada teks II.
Tuturan 2 menyatakan tentang proses bekerjanya alat Doraemon yang
pada waktu terjadinya tuturan merupakan bagian dari partisipan yang dapat
bersuara, bergerak, dan berpartisipasi serta berperan membantu Nobita dalam
menjaga rumah.
Teks VI (Film Doraemon 1)
Tt. 1 PK
2.A
3. PK
4. N

: Selamat siang. Tagihan koran! Permisi.... Ah tak ada yang di
rumah, repot juga nih.
: Derrrt...srut srut.............
: Ini kembali dan kwitansinya, terimakasih.
: Wah berhasil juga.

12

Teks VII (Film Doraemon 1)
Tt.1. PK
2. A
3. PK

: Permisi, saya pedagang keliling. Apa anda mau belanja?
: Tak perlu apa-apa.
: Aku tak akan pulang.
: Uh.... Aku gagal.

Pada teks VI dapat ditemukan konteks kultural berupa budaya norma di
masyarakat Jepang tentang tata cara tagihan koran dan pedagang keliling yang
menawarkan barangnya. Konteks situasi pada teks VI dan VII mengacu pada
pendapat Brown & Yule (1996:35) yang menjelaskan tentang hubungan kategorikategori ciri-ciri yang relevan dari para peserta tuturan berupa perbuatan verbal
dan nonverbal, serta tujuan-tujuan yang relevan dari tuturan serta akibat dari
perbuatan.
Sebagaimana teks VI yang peserta tuturnya adalah manusia dan alat
Doraemon. Penagih koran yang tidak menemukan seorangpun di rumah Nobita,
akan tetapi dia merasa lega karena telah menemukan apa yang diminta, yaitu uang
tagihan koran. Budaya mengucapkan terimakasih selalu melekat meskipun yang ia
hadapi bukan manusia.
Teks VIII (Film Doraemon 1)
Tt 1. N
2. SN
3. G
4. N
5. G
6. N
7. A
8. N
9. S + G
10. N
11. G
12. N

: Aman deh..... main ke rumah Shizuka ah..........
: Main kasti yuk!
: Ayo ikut!
: Sebel, kalau kalah aku pasti dipukul.
: Hei Nobita! Awas kalau kamu bikin kesalahan!
: Ah..... pakai mengancam segala.......
: Waa, sudah dipukul tinggi sekali bolanya.
: Ini sih nggak bisa ditangkap
: Syut...Tap...plop.
: Kapan kamu datang ke sini? Dan bagaimana menjaga rumahnya?
Hah, sudah dikunci?
: Tangkapan yang bagus. Permainanmu bagus. Giliranmu memukul
sekarang!
: Tolong ya masukkan ke kantong.
: Ini kesempatan, kalau nggak terpukul keterlaluan!
: Lagi-lagi begitu.
Tak. Waa. Home run! Waa...waa...Nobita hebat!.

13

Konteks yang melatarbelakangi teks VIII ini adalah merujuk pada suasana
di luar rumah. Tuturan pertama merujuk pada aspek koteks yang dipahami dari
wacana pada teks VII yaitu tentang kemampuan alat Doraemon untuk menjaga
rumah, melayani penagih koran, dan mengusir pedagang keliling yang bandel. Hal
ini sesuai dengan pendapat Cook (1989:9) yang menyatakan bahwa dalam
menafsirkan suatu kalimat dalam wacana seorang analis selalu dibatasi
penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut ko-teks. Ko-teks
dapat berupa ujaran, kata, kalimat, paragraf, wacana, atau teks lain.
Tuturan pertama yang diucapkan Nobita dapat dipahami bahwa kalimat ini
diucapkan pada konteks fisik dan keadaan Nobita sedang dalam perjalanan ke
rumah Shizuka. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahab (1990:57-60) bahwa analis
wacana memerlukan interpretasi untuk dapat memahami maksud yang
disampaikan oleh penutur dengan menggunakan prinsip interpretasi lokal
sehingga tidak menciptakan konteks yang lebih luas dari yang diperlukan.
Adapun prinsip analogi dari tuturan pertama dan kedua ini dapat
digambarkan bahwa pada saat Nobita sedang dalam keadaan senang karena akan
bermain ke rumah Shizuka (teman perempuan yang disukainya), tiba-tiba ia
dikejutkan oleh suara Suneo dan Giant yang mengajaknya main kasti dengan
perkataan yang bernada mengancam.
Berdasarkan aktivitas sosial dan proses kegiatan serta partisipan yang
merupakan bagian dari medan wacana dan berdasarkan prinsip analogi dapat
dipahami bahwa Nobita sedang dalam keadaan sulit, karena ulah Giant dan Suneo
(teman yang selalu mengganggunya) di lapangan kasti. Pada saat sulit tersebut
alat Doraemon datang membantunya sehingga permainan berakhir dengan
kemenangan Nobita.
Teks IX (Film Doraemon 1)
Tt. 1. N
2. S
3. N

: Kamu benar-benar bisa diandalkan, ya.
Shizuka ayo main denganku!
: Aku sedang disuruh Ibu.
: Jadi setelah kamu pulang kita main.

14

4. S
5. N
6. A
7. N
8. S

: Tempatnya jauh sekali lho.
: Kamu mau jadi apa?
: Toplak-toplak.....
: Dengan kuda lebih cepat.
: Kyaaaa... cepat sekali!

Teks IX dapat dipahami bahwa konteks situasi yang terjadi meliputi
aktivitas yang menyenangkan karena penutur dan mitranya adalah pelibat wacana
yang mempunyai hubungan akrab dan saling menyukai serta ditambah dengan alat
Doraemon yang selalu membantu keperluan mereka. Sesuai dengan pendapat
Brown & Yule (1996:35-40), bahwa dalam menganalisis sebuah wacana , konteks
situasi yang akan dideskripsikan menghubungkan kategori-kategori berikut. (1)
Ciri-ciri yang relevan dari para peserta: orang-orang, kepribadian pada perbuatan
verbal, dan nonverbal para peserta; (2) tujuan-tujuan yang relevan; dan (3) akibat
perbuatan verbal. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Riski (2015) bahwa
analisis wacana kritis merupakan alat praktis untuk menciptakan pemahaman
wacana yang benar.
Tuturan 1 menyatakan tentang kepuasan Nobita terhadap alat Doraemon
yang telah membantunya dalam permainan kasti, sebagaimana dapat dilihat pada
koteks yang mendahuluinya. Tuturan 2 dapat dipahami dari aspek kultural, di
mana norma budaya dari anak yang berbakti pada ibunya yang melekat pada diri
pemeran Shizuka ini. Tuturan 5 sebenarnya merupakan penolakan yang halus dari
Shizuka. Akan tetapi Nobita yang sangat menyukai Shizuka tidak mau menyerah,
ia lalu memanfaatkan alat Doraemon dan mengubahnya menjadi kuda sehingga
dapat mengantarkan Shizuka ke tempat yang dituju dengan cepat. Dengan
demikian, akhirnya keduanya mempunyai kesempatan bermain bersama.
SIMPULAN
Dari uraian analisis wacana tentang ko-teks dan konteks pada wacana teks
film Doraemon tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Aspek ko-teks yang
mempengaruhi pemahaman teks film Doraemon berupa kalimat, atau wacana
berupa teks yang mendahului dan mengikutnya yang mendukung arti teks sesudah
atau sebelumnya. Adapun aspek konteks yang mempengaruhi pemahaman wacana

15

teks film Doraemon adalah berupa konteks situasi dan konteks kultural. Konteks
situasi mengacu pada medan wacana, pelibat wacana, dan organisasi wacana.
Medan wacana tertentu mempengaruhi penutur untuk memilih tuturan tertentu
sesuai dengan pelibat wacana yang lain. Disamping itu juga aspek skemata atau
pengetahuan para pelibat wacana juga mempengaruhi tuturan para pemain film
Doraemon ini. Begitu juga konteks kultural dari film tersebut yang menyatakan
bahwa norma atau aturan tertentu berlaku di negara tempat pembuatan film
tersebut yaitu negara Jepang tentang larangan seorang anak membolos dalam
waktu 2 hari, budaya mengucapkan terimakasih, berbakti pada orang tua, serta
aspek kultural yang terkait dengan sikap dan sifat para pelibat wacana yaitu sikap
dan sifat Shizuka yang baik hati, dan sopan, lembut dan taat pada orang tua, sikap
Giant yang kasar, sifat dan sikap Nobita yang cengeng dan selalu mengandalkan
pada alat Doraemon.
DAFTAR RUJUKAN
Brown, G. & Yule, G. 1996. Discourse Analisys. Cambridge: Cambridge
University Press.
Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana, Pemahaman dan Hubungan Unsur.
Bandung: Eresco.
Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics. London: University Park
Press.
Halliday, M.A.K. Hasan R. 1985. Language, Context, and Text: Aspect of
Language in A Social Semaiotic Perspective. London: Oxford University
Press.
Leech, G. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh: M.D.D. Oka. I.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics an Introduction. Oxford: Blackwell Publishers.
Mukalam & Hadi Hardono, P. 2006. Teori Interpretation Paul Ricoueur Telaah
tentang Kritiknya atas Hermenutika Romantis dan Strukturalisme. Dalam
Humanioka, 19(2) April 2006. Yogjakarta: Fakultas Ilmu Budaya.
Riski, Juni wati Sri. 2015. Memahami Wacana Media dengan Pendekatan Analisis
Wacana Kritis. Jurnal Ilmu dakwah dan Komunikasi Islam. ISSN: 2085-6113.
Volume 6, No 2, 2012.

16

Schiffrin, D. 1994. Approaches to Discourse. USA: Blackwell Publisher.
Soimah, Ari Rachmawati. 2013.Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual dalam
Novel Prawan Ngisor Kreteg Karya Soetarno. Dalam: Jurnal Pendidikan
bahasa, Sastra dan Budaya Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Vol. 03/No.04/ November 2013.
Stubbs, M. 1983. Discourse Analysis. Chicago: The University of Chicago Press.
Van Dijk, Teun, A. 1977. Text and Context. London: Longman.
Wahab, Abdul. 1988. Linguistik: dari Pra-Sokrates ke Pragmatik. Malang:
Penyelenggaraan
Pendidikan
Pascasarjana
Proyek
Peningkatan/
Pengembangan Perguruan Tinggi IKIP Malang.
Wahab, Abdul. 1990. Butir-Butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University
Press.
Wirth, Jessica R. 1984. Assessing Linguistic Arguments. New York: John Wiley
and Sons.

17

LAMPIRAN
Teks Film Doraemon 1:
TEMAN YANG PANJANG DAN PENDEK
I
B
N
I
B
I
N
N
D
N
D
N
A
N

PK
A
PK
N
PK
A
PK
N
SN
G
N
G
N
A
N

: Kami mau ke Hokkaido untuk menghadiri pesta pernikahan
saudara sepupumu, Sumire.
: Pulangnya besok malam
: Aku juga mau ikut
: Kan kamu nggak boleh bolos sekolah 2 hari.
: Lebih enak tinggal di rumah kan ada Doraemon.
: Iya, benar kalau ditemani Doraemon aku tak perlu cemas.
: Selamat jalan.
: Doraemon, ada sesuatu yang menyulitkan!
: Wah, Nobita ada yang perlu dibicarakan. Aku ada urusan
mendadak, jadi 2 atau 3 hari aku pergi.
: Tapi.....
: Oh ya. Pakai ini saja” Tali Penolong”. Karena tali ini akan
menolong apa saja. Sudah ya!
: Keterlaluan, keterlaluan, semuanya meninggalkanku sendirian.
: Syuu----------sst
: Hugh, menyebalkan, aku nggak mau dihibur olehmu.
Ah membosankan sekali. Main di luar juga nggak bisa.
Siapa yang mau menggantikanku jaga rumah?
Eh, kamu mau menjaga rumah?
Tapi, tali kan belum pernah menjaga rumah.
Nggak apa-apa?
Kalau begitu tolong ya.
Tapi aku jadi khawatir.
: Selamat siang. Tagihan koran! Permisi.... Ah tak ada yang di
rumah, repot juga nih.
: Derrrt...srut srut.............
: Ini kembali dan kwitansinya, terimakasih.
: Wah berhasil juga.
: Permisi, saya pedagang keliling. Apa anda mau belanja?
: Tak perlu apa-apa.
: Aku tak akan pulang.
Uh.... Aku gagal.
: Aman deh..... main ke rumah Shizuka ah..........
: Main kasti yuk!
: Ayo ikut!
: Sebel, kalau kalah aku pasti dipukul.
: Hei Nobita! Awas kalau kamu bikin kesalahan!
: Ah..... pakai mengancam segala.......
: Waa, sudah dipukul tinggi sekali bolanya.
: Ini sih nggak bisa ditangkap
: Syut...Tap...plop.
: Kapan kamu datang ke sini? Dan bagaimana menjaga rumahnya?
Hah, sudah dikunci?

18

S+G
N
G
N
N
S
N
S
N
A
N
S

: Tangkapan yang bagus. Permainanmu bagus. Giliranmu memukul
sekarang!
: Tolong ya masukkan ke kantong.
: Ini kesempatan, kalau nggak terpukul keterlaluan!
: Lagi-lagi begitu.
Tak. Waa. Home run! Waa...waa...Nobita hebat!.
: Kamu benar-benar bisa diandalkan, ya.
Shizuka ayo main denganku!
: Aku sedang disuruh ibu.
: Jadi setelah kamu pulang kita main.
: Tempatnya jauh sekali lho.
: Kamu mau jadi apa?
: Toplak-toplak.....
: Dengan kuda lebih cepat.
: Kyaaaa... cepat sekali!

Teks Film Doraemon 2
KALENDER YANG BERUBAH TANGGAL
N
: Ya…ya…tak apa-apa. Sekarang aja Bu. Sama saja kan sekarang atau
besok. Ayolah Bu.
I
: Sabar dong, sekarang kan baru tanggal 22 Desember. Itu hadiah Natal!
Sebaiknya sih diberikan pada hari Natal.
N
: Aku dapat hadiah Roll Skate.
D
: Asyik ya.
N
:Kenapa tidak cepat diberikan ya. Aku ingin pakai sepuasnya. Gampang
sih, tapi ibu pasti tak akan mengerti.
Hari ini hari Senin, cuaca cerah.Tapi tak bias apa-apa.
Tak lama lagi hari natal tiba. Apa tidak bias dipercepat.
T
: Minggu petang, Apa kabar Anda semua?
I
: Hari Minggu?
N
: Terlanjur
I
: Televisi..tak pantas mengatakan hal yang tak benar.
D
: Ya baguskan?
N
: Yang penting hadiahnya.
I
: Rencananya kita akan beli hari Minggu, tapi semuanya kelupaan.
A.. bila dilihat lagi, hari ini benar-benar tanggal 22.
N
:Mau shopping, selamat berbelanja. Pasti maubeli skate.
… dan seterusnya.
Teks Film Doraemon 3
D

: Siapkan foto Ibu kalian semua.
Dikocok cya cya, dibagi 3,NObita dapat ibunya Shizuka.
Shizuka mendapat ibunya Suneo.
Soneo mendapat ibunya Nobita.
Bagimana setuju tidak? Seandainya ditukar saja.
Nah , masukkan masing-masing lembar “kasus keluarga”.
Pulanglah ke Ibu yang baru.

19

N
D
N
D
I
D

: Jadi Ibuku diganti ya?
: Udahlah pulang saja jangan khawatir.
: Ada PR, aku mau ambil buku catatan dulu.
: E…tunggu tunggu.
: Oh Nobita. Soneo sedang tak ada di rumah, ada perlu?
: Ini kan sudah jadi rumah Soneo?
Rumahmu di sini sambil mengucapkan salam.
N
: Malu ah.
D
: Tak apa-apa.
I
: Adaapa?
N
: Maaf mengganggu.
D
: Tidak enak ya?
N
: Keringat dingin. Mesti bagaimana nih.
D
: Jadi repot ya. Tidak betah ya lama-lama di rumah ini.
… dan seterusnya.

20