BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 35 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005
sebesar 10 sepuluh per seratus dari kew ajiban moneter dapat
tercapai. Dalam hal modal Bank Indonesia sudah mencapai 10
sepuluh per seratus dari kew ajiban moneter, sebagian dari surplus yang
diperoleh Bank Indonesia diserahkan kepada negara melalui pemerintah.”
Penyerahan surplus kepada pemerintah tersebut dimaksudkan
agar Bank Indonesia dapat berbagi peran dalam proses pembangunan
bagi kesejahteraan rakyat, khususnya dalam bentuk penyisihan
dana dari sisa surplus Bank Indonesia apabila ada.
3
4. UU No. 3 Tahun 2004 tanggal
15 Januari 2004 Sesuai dengan Pasal II ayat 4 UU No.
3 tahun 2004 diatur bahw a ”
Sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur bahw a atas surplus Bank Indonesia dikenakan pajak
penghasilan, maka berdasarkan undang-undang ini surplus Bank
Indonesia tidak dikenakan pajak penghasilan.”
Dari ketentuan tersebut tampak bahw a tidak dikenakannya pajak
atas surplus Bank Indonesia bersifat
sementara yaitu sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur pengenaan pajak penghasilan atas surplus Bank
Indonesia.
3
Dawam Rahardjo, et al, Independensi BI Dalam Kemelut Politik, Cidesindo, Jakarta, 2000, hal. 78.
III. PANDANGAN TERHADAP
RENCANA PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS
BANK INDONESIA Sebagai tanggapan atas rencana
pengenaan pajak penghasilan atas surplus Bank Indonesia,
dikemukakan beberapa pandangan sebagai berikut :
1. Bank Indonesia adalah
sebagai Lembaga Negara Eksistensi suatu Bank Sentral diakui
oleh UUD 1945 yaitu dalam Pasal 23 D
4
yang menetapkan bahw a negara memiliki suatu Bank Sentral
yang susunan, kedudukan, kew enangan, tanggung jaw ab dan
independensinya diatur dengan undang-undang.
Selanjutnya dalam Pasal 4 UU No. 3 Tahun 2004 diatur bahw a Bank
Indonesia merupakan Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan
lembaga negara. Disamping itu dalam penjelasan pasal tersebut
secara eksplisit disebutkan bahw a Bank Indonesia adalah sebagai
badan hukum publik yang berw enang menetapkan peraturan
dan mengenakan sanksi dalam batas kew enangannya.
Berdasarkan hal tersebut, dalam rencana pengenaan pajak kepada
Bank Indonesia, harus dilihat dari kedudukan Bank Indonesia yaitu
sebagai lembaga negara dan badan hukum publik.
4
Amandemen keempat UUD 1945
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 36 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005
Dalam konteks keuangan negara, adalah tidak tepat apabila Bank
Indonesia sebagai badan hukum publik dikenakan pajak. Hal ini
sejalan dengan pendapat Prof. Ray M . Sommerfeld, Hershel M .
Anderson dan Horace R. Brock:
A tax can be defined meaningfully as any non penal
yet compulsory transfer of resources from the private to the
public sector, levied on the basis of predetermined criteria and
w ithout receipt of a specific benefit of equal value, in order
to accomplish some of nation’s economic and social objectives
5
Dari hal tersebut di atas terlihat bahw a hakikat pajak adalah
merupakan iuran dari sektor sw asta ke sektor publik yaitu negara,
sehingga apabila Bank Indonesia sebagai badan hukum publik
dikenakan pajak, hanya merupakan perpindahan dari kantong yang satu
ke kantong yang lain.
2. Tujuan Bank Indonesia untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
merupakan pencerminan dari
5
Ray M. Sommerfeld et al, Introduction to Taxation, New York, Harcourt Brace Janovich, Inc,
1981 hal.1 Pendapat tersebut dikutip dari buku R. Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan, Ind Hill-Co,
Jakarta, 1996, hal 1-2. Bandingkan dengan pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro yaitu pajak
adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung.
kontribusi Bank Indonesia kepada masyarakat
Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 UU No. 3 Tahun 2004 ditentukan
bahw a tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank
Indonesia mempunyai tugas: a.
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b. mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran; c.
mengatur dan mengaw asi bank.
Kestabilan rupiah tersebut dapat diukur dari kestabilan harga barang
dan jasa di dalam negeri atau inflasi dan kestabilan nilai tukar rupiah.
Secara makro, tercapainya stabilitas moneter, inflasi yang rendah, dapat
meningkatkan daya beli masyarakat dan menunjang kesinambungan
pembangunan dalam jangka panjang. Secara mikro, stabilitas
moneter akan menguntungkan Pemerintah. Suku bunga yang
rendah pada kondisi moneter stabil dapat menurunkan beban
pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga hutang dalam
negeri. Selain itu, nilai tukar yang stabil dapat mengurangi kew ajiban
hutang luar negeri Pemerintah. Dalam rangka mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut, diperlukan biaya yang
sangat besar dan menjadi tanggungan Bank Indonesia
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 37 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005
sepenuhnya, meskipun di banyak negara common practices
merupakan beban Pemerintah. Namun demikian Bank Indonesia
sebagai lembaga non profit oriented tidak memperhitungkan untung rugi
artinya berapapun biaya yang harus ditanggung akan tetap dilaksanakan
sepanjang tujuan tersebut dapat tercapai. Tugas ini secara nyata
mencerminkan kontribusi Bank Indonesia sebagai lembaga publik
kepada masyarakat. Pengenaan pajak terhadap Bank
Indonesia dapat mengurangi kemampuan keuangan Bank
Indonesia dalam menyerap likuiditas perekonomian dan pada gilirannya
dapat mendorong terjadinya inflasi yang tinggi dan nilai tukar Rupiah
yang tidak stabil. Hal ini selanjutnya akan menurunkan daya beli dan
kesejahteraan masyarakat. Dari sisi pemerintah, tingginya suku bunga
akibat kebijakan moneter yang ketat dalam memerangi inflasi, dapat
meningkatkan beban hutang dalam negeri pemerintah. Selain itu,
depresiasi nilai tukar rupiah yang terlalu besar mengakibatkan
membengkaknya kew ajiban hutang luar negeri Pemerintah yang akan
menambah beban APBN.
3. Dampak terhadap keuangan