Perbedaan Morfometrik Permukaan Tubuh Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar Berdasarkan Variabel Pembeda Permukaan Linear Tubuh

RINGKASAN
Ika Aprilya Kurniawati. D14080134. 2012. Perbedaan Morfometrik Permukaan
Tubuh Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar Berdasarkan Variabel
Pembeda Permukaan Linear Tubuh. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rukmiasih, M.S.
Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung di Pulau Jawa masih
beragam. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan morfometrik ukuran linear
permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Variabel ukuran linear
permukaan tubuh yang diamati antara lain panjang femur (X1), panjang tibia (X2),
panjang shank (X3), lingkar shank (X4), panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6),
tinggi jengger (X7) dan panjang jari ketiga (X8). Ayam Kampung yang digunakan
sebanyak 102 ekor ayam Kampung Ciamis (45 ekor ayam jantan dan 57 ekor ayam
betina); 109 ekor ayam Kampung Tegal (20 ekor ayam jantan dan 89 ekor ayam
betina); dan 118 ekor ayam Kampung Blitar (38 ekor ayam jantan dan 80 ayam
betina). Analisis data menggunakan statistik deskriptif, statistik T2-Hotelling, analisis
diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis.
Statistik deskriptif menyatakan bahwa ayam Kampung merupakan tipe ayam
dwiguna yang pada masing-masing lokasi mengalami penekanan arah seleksi ke tipe
pedaging dan petelur pada ayam Kampung Ciamis, ke tipe petelur pada ayam

Kampung Tegal dan ke tipe pedaging pada ayam Kampung Blitar. Hasil statistik T2Hotelling menunjukkan bahwa ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Bitar; baik jantan
maupun betina berbeda (P 0, maka kelompok ayam Kampung tersebut digolongkan ke dalam

kelompok ayam Kampung lokasi 1
2. Jika y0

m ≤ 0, maka kelompok ayam

ampung tersebut digolongkan ke dalam

kelompok ayam Kampung lokasi 2
Analisis Wald-Anderson
Penggolongan

berdasarkan kriteria statistik Wald-Anderson menurut

Gaspersz (1992) sebagai berikut:
W=

SG-1


1



1+

) SG-1

1

Keterangan:
W

: nilai uji statistik Wald-Anderson
: vektor variabel acak individu

SG-1
1


: invers matrik gabungan
: vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok ayam Kampung lokasi 1

19

: vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok ayam Kampung lokasi 2
Kriteria penggolongan berdasarkan statistik Wald-Anderson (Gaspersz, 1992)
adalah:
1. Pengalokasian

ke dalam kelompok 1, jika W > 0

2. Pengalokasian

ke dalam kelompok , jika W ≤ 0

Analisis D2-Mahalanobis
Jarak ketidakserupaan morfometrik antara dua kelompok ayam Kampung
dihitung berdasarkan Gaspersz (1992), sebagai berikut:
D2-Mahalanobis =


1

SG-1

1

Keterangan:
1

: vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok ayam Kampung lokasi 1
: vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok ayam Kampung lokasi 2

SG-1

: invers matrik gabungan

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Ciamis Jawa Barat
Kabupaten Ciamis terletak di provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di sebelah utara,
Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat, Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur dan
Samudra Indonesia di sebelah selatan. Luas total dari Kabupaten Ciamis adalah
244.479 ha dan secara geografis terletak pada 1080 20’
70 41’

1080 40’ B dan 70 40’ 0”

0” LS. Kabupaten Ciamis merupakan daerah yang baik untuk

pengembangan pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan dan pariwisata. Jenis tanah
yang mendominasi Kabupeten Ciamis adalah tanah latosol, podsolik, aluvial dan
grumusol (Dinas Provinsi Jawa Barat, 2010). Kabupaten Ciamis terletak pada
ketinggian 731 mdpl. Suhu udara di Kabupaten Ciamis berkisar 21-31 °C;
kelembaban sebesar 58-93% dan kecepatan angin sebesar 20 km/jam (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2012).
Kabupaten Ciamis sangat berpotensi untuk pengembangan ayam Kampung

karena populasi ayam Kampung di daerah ini cukup banyak, yaitu 2814759 ekor
(Badan Pusat Statistik, 2010). Gambar 10 menyajikan denah lokasi penelitian di
daerah Sindangrasa dan Imbanagara Kabupaten Ciamis. Salah satu daerah
pengembangan ayam Kampung di Kabupaten Ciamis adalah daerah Sindangrasa dan
Imbanaraga. Kedua daerah ini dijadikan pusat ayam Kampung di bawah pengawasan
HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Ayam Kampung di daerah
ini merupakan ayam dwiguna (sebagai pedaging dan petelur). Sebagian besar
masyarakat di kedua daerah tersebut masih memelihara ayam Kampung sebagai
tabungan hidup dan untuk menyalurkan hobi, sehingga kepemilikan ayam Kampung
berjumlah tidak terlalu banyak. Kandang ayam Kampung dibuat sederhana dan
diletakkan di belakang rumah.
Sistem pemeliharaan ayam Kampung di daerah Ciamis bersifat semi intensif.
Pelepasan ayam sepanjang hari setelah ayam diberi makan pada pagi hari dan ayam
akan kembali menjelang sore hari. Pakan yang diberikan pada ayam Kampung di
daerah Ciamis berupa limbah dapur ditambah dengan dedak padi. Terdapat pula
beberapa jenis tanaman di sekitar rumah peternak seperti pohon mangga, rambutan,

pisang, jati dan pohon bambu yang digunakan ayam sebagai sumber pakan. Selain
itu, naungan pohon bambu juga digunakan untuk tempat berlindung dari terik
matahari dan hujan. Pemberian vitamin antistres juga dilakukan oleh beberapa warga

yang memiliki ayam Kampung, terutama pada jumlah banyak.

Lokasi Penelitian
Lokasi
Penelitian
Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian di Daerah Sindangrasa dan Imbanagara
Kabupaten Ciamis
Kabupaten Tegal Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki populasi ayam Kampung
terbanyak di Pulau Jawa (Badan Pusat Statistik, 2010). Salah satu daerah penyebaran
ayam Kampung di Jawa Tengah adalah Kabupaten Tegal dengan populasi ayam
Kampung sebanyak 2448752 ekor. Kecamatan Mejasem Timur merupakan salah satu
daerah di Kabupaten Tegal yang memiliki potensi ayam Kampung yang cukup
tinggi. Sebagian besar warga masyarakat daerah tersebut memelihara ayam
Kampung walaupun hanya dalam skala rumah tangga. Ayam Kampung dipelihara
hanya dijadikan sebagai tabungan hidup. Gambar 11 menyajikan denah lokasi
penelitian di daerah Mejasem Timur Kabupaten Tegal.
Kabupaten Tegal terletak antara 1080 57'6" - 1090 21'30" BT dan antara 600

50'41"

70 15'30" LS. Daerah ini memiliki lokasi yang strategis dengan fasilitas

pelabuhan karena terletak pada jalur Semarang
Tegal

Tegal

Cirebon serta Semarang

Purwokerto dan Cilacap. Kabupaten Tegal memiliki luas total 878,79 Km2

22

yang terbagi atas tiga daerah yaitu daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi.
(Pemerintah Kabupaten Tegal, 2011). Kabupaten Tegal memiliki ketinggian 12002050 mdpl. Rata-rata suhu udara daerah Tegal adalah 23-32 °C dengan kelembaban
sebesar 55-88% serta memiliki kecepatam angin sebesar 25 km/jam (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2012).


Lokasi
Penelitian

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian di Daerah Mejasem Timur Kabupaten Tegal
Pemeliharaan ayam Kampung di Kecamatan Mejasem Timur dilakukan
secara semi intensif. Ayam tidak dikandangkan khusus tetapi diberi naungan untuk
beristirahat pada malam hari. Naungan dapat berupa rumah kosong yang tidak
digunakan, gudang bahkan sudut-sudut dapur yang juga tidak banyak digunakan.
Kurungan ayam juga digunakan untuk mempermudah penanganan. Ayam Kampung
diberi pakan limbah rumah tangga ditambah dengan dedak padi; yang diberikan pada
pagi hari sebelum dilepas. Ayam dilepas untuk mencari makan sendiri di areal sekitar
rumah atau pekarangan dan area persawahan. Pekarangan rumah ditanami pohon
mangga, pohon pisang, tanaman pagar dan tanaman bunga.
Kabupaten Blitar Jawa Timur
Kabupaten Blitar merupakan daerah yang memiliki populasi ayam Kampung
terbanyak di wilayah Jawa Timur menurut data Badan Pusat Statistik (2010) dengan
populasi sebanyak 2039460 ekor. Salah satu daerah pengembangan usaha ayam
Kampung di Blitar adalah di daerah Duren Kecamatan Talun. Kabupaten Blitar

terletak di kawasan selatan Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Samudera
23

India pada 111040’

112010’ B dan 7058’

809’51’’ LS dengan luas total 1.588,79

km2 (Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Kabupaten Blitar terletak di ketinggian
150 mdpl. Suhu rata-rata Kabupaten Blitar adalah 20-30 °C dengan kelembaban
sebesar 60-92% serta memiliki kecepatam angin sebesar 35 km/jam (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2012). Gambar 12 menyajikan denah lokasi
penelitian di daerah Duren Kabupaten Blitar.

Lokasi Penelitian

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 12. Peta Lokasi Penelitian di Daerah Duren Kabupaten Blitar

Tanah di Kabupaten Blitar merupakan tanah regolos yang berwarna abu-abu
kekuningan,

bersifat

masam,

gembur

dan

peka

terhadap

erosi

(Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur, 2010). Kabupaten Blitar berpotensi
untuk dikembangkan sebagai daerah usaha pertanian dan peternakan. Kesuburan
tanah Kabupaten Blitar merupakan sumbangan dari aktivitas Gunung Kelud dengan
32 aliran sungai yang menopang kesuburan areal persawahan, sehingga sumber
pakan tersedia sepanjang tahun (Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011).
Peternakan ayam Kampung di daerah Duren berskala rumah tangga yang
yang dipelihara secara semi intensif dengan jumlah kepemilikan ayam Kampung
berkisar 1 10 ekor. Beberapa rumah tangga memiliki ayam Kampung lebih dari 10
ekor yang dimanfaatkan sebagai indukan dan sebagai hobi. Ayam dilepas setelah
diberi makan pada pagi hari dan dibiarkan sampai dengan kembali ke kandang pada
sore hari. Ayam dibiarkan mencari makan secara bebas di sekitar area rumah yang
banyak ditumbuhi pohon pisang, pohon mangga, pohon jati dan tanaman bunga.

24

Terdapat pula ayam yang ditempatkan sepanjang hari dengan pakan yang selalu
disediakan tetapi ayam masih diberikan kebebasan untuk bergerak di dalam area
rumah yang diberi pembatas meskipun beratapkan langit. Bangunan tidak permanen
berukuran kecil digunakan ayam untuk beristirahat pada saat berlindung dari hujan
dan terik matahari. Bangunan tersebut dibuat dari bambu dengan desain sederhana
yang diletakkan di belakang rumah. Pakan yang diberikan berupa limbah dapur yang
diberi tambahan dedak padi dan jagung. Vitamin antistres terkadang juga diberikan
pada ayam Kampung tersebut.
Analisis Statistik Deskriptif
Hasil analisis deskriptif pengukuran panjang femur (X1), panjang tibia (X2),
panjang shank (X3), lingkar shank (X4), panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6),
tinggi jengger (X7) dan panjang jari ketiga (X8) ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar; disajikan pada Tabel 3. Ayam Kampung dibedakan menjadi jantan dan betina.
Tabel 4 menyajikan rekapitulasi urutan kelas ukuran-ukuran linear permukaan tubuh
berdasarkan Tabel 3.
Hasil pengukuran beberapa variabel pada tubuh ayam Kampung pada
masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan bahwa secara umum ukuran linear
permukaan tubuh ayam jantan lebih besar. Soeparno (2005) menyatakan bahwa jenis
kelamin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan laju
pertumbuhan pada ternak. Jenis kelamin yang berbeda menghasilkan hormon
kelamin yang berbeda yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan. Herren (2012)
juga menyatakan bahwa hormon testostron pada dosis rendah mampu meningkatkan
pelebaran epiphysis tulang dan membantu kerja hormon pertumbuhan, sedangkan
hormon estrogen justru menghambat pertumbuhan kerangka. Testosteron pada jantan
berperan sebagai steroid dari androgen yang memicu pertumbuhan yang lebih cepat.
Sulandari et al. (2007b) menyatakan bahwa ayam Kampung merupakan ayam tipe
dwiguna, karena peternak menyeleksi ke arah pedaging dan petelur. Seleksi ke arah
pedaging berdasarkan bobot badan, sedang seleksi ke arah petelur berdasarkan
produksi telur. Seleksi ke arah pedaging diperlihatkan dengan hasil keragaman yang
relatif rendah pada sifat-sifat ukuran linear permukaan tubuh yang berkorelasi erat
dengan bobot badan. Hasil penelitian Kusuma (2002) menyatakan korelasi positif
antara bobot badan dan panjang femur (X1), antara bobot badan dan panjang

25

tibia(X2), antara bobot badan dan panjang shank (X3); berturut-turut sebesar 0,396;
0,761 dan 0,706.
Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel-Variabel
Ukuran Linear Permukaan Tubuh pada Ayam Kampung Jantan dan Betina
di Lokasi Ciamis, Tegal dan Blitar
Variabel

Ciamis
(n=101)
♂ n=45

♀ n=56

Tegal
(n=109)
♂ n= 0

♀ n=89

Blitar
(n=118)
♂ n=38

♀ n=80

----------------------------------------(mm)----------------------------------------Panjang
Femur
(X1)

127,39 ±
15,53
(12,19%)

120,12 ±
18,50
(15,40%)

129,45 ±
16,32
(12,61%)

117,63 ±
16,45
(13,98%)

129,57 ±
17,29
(13,34%)

118,12 ±
16,62
(14,07%)

Panjang
Tibia
(X2)

162,11 ±
16,12
(9,95%)

142,64 ±
20,55
(14,41%)

152,70 ±
17,75
(11,62%)

137,86 ±
15,48
(11,23%)

170,02 ±
16,31
(9,59%)

146,02 ±
13,33
(9,13%)

Panjang
Shank
(X3)

103,22 ±
10,82
(10,48%)

85,48 ±
11,94
(13,97%)

99,10 ±
10,59
(10,68%)

82,04 ±
7,89
(9,62%)

114,95 ±
10,42
(9,06%)

88,18 ±
8,88
(10,07%)

Lingkar
Shank
(X4)

52,63 ±
7,03
(13,36%)

44,82 ±
3,86
(8,61%)

48,85 ±
5,70
(11,66%)

41,83 ±
3,96
(9,45%)

53,08 ±
6,62
(12,48%)

43,40 ±
3,64
(8,39%)

Panjang
Sayap
(X5)

163,55 ±
18,55
(11,34%)

154,67 ±
20,48
(13,24%)

154,06 ±
15,06
(9,77%)

139,96 ±
16,11
(11,51%)

151,75 ±
19,70
(12,98%)

148,12 ±
16,56
(11,18%)

Panjang
Maxilla
(X6)

36,36 ±
5,05
(13,89%)

32,86 ±
3,63
(11,04%)

32,46 ±
6,04
(18,59%)

30,41 ±
4,80
(15,78%)

37,11 ±
4,44
(11,97%)

32,52 ±
4,03
(12,40%)

Tinggi
Jengger
(X7)

26,55 ±
15,10
(56,87%)

10,76 ±
6,13
(56,99%)

19,23 ±
9,70
(50,42%)

10,58 ±
5,60
(52,95%)

18,79 ±
8,36
(44,47%)

7,85 ±
3,26
(41,55%)

Panjang
Jari
Ketiga
(X8)

62,16 ±
7,55
(12,15%)

53,72 ±
7,05
(13,12%)

64,33 ±
7,43
(11,54%)

54,46 ±
5,90
(10,84%)

71,35 ±
5,48
(7,68%)

60,79 ±
7,01
(11,53%)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n menunjukkan jumlah
sampel (ekor)

Uraian berikut ini menyajikan kondisi masing-masing populasi ayam
Kampung yang diamati berdasarkan nilai rataan dan koefisien keragaman variabel
linear permukaan tubuh pada masing-masing lokasi pengamatan (Tabel 4). Lingkar

26

Tabel 4. Urutan Kelas Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh yang Berkorelasi
dengan Produksi Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan
yang Berbeda
Variabel

Jantan

Betina

Ciamis

Tegal

Blitar

Ciamis

Tegal

Blitar

Panjang Femur

3*

2

1

1

3*

2

Panjang Tibia

2

3

1*

2

3

1*

Panjang Sayap

1

2*

3

1

3

2*

Keterangan: tanda (*) adalah ukuran linear yang terseleksi; 1=besar; 2=sedang; 3=kecil

shank (X4) tidak berhubungan langsung dengan produksi daging dan telur. Lingkar
shank (X4) dihubungkan dengan kemampuan unggas menopang tubuh (Mulyono et
al., 2009). Keragaman lingkar shank (X4) pada ayam betina pada masing-masing
lokasi pengamatan ditemukan lebih rendah dibandingkan ayam jantan. Hal yang
sama juga pada rataan ukuran lingkar shank (X4). Ukuran lingkar shank (X4) ayam
betina lebih kecil dibandingkan ayam jantan. Keseragaman yang tinggi pada ukuran
lingkar shank (X4) menunjukkan bahwa ukuran lingkar shank (X4) telah terseleksi
sebagai akibat dari seleksi tidak langsung terhadap sifat produksi telur. Betina
dengan bobot badan rendah memiliki lingkar shank (X4) yang rendah pula. Pada
pengamatan ini secara tidak langsung peternak telah menyeleksi lingkar shank (X4)
atau lingkar shank (X4) telah terseleksi. Ayam betina yang berproduksi telur tinggi
memiliki ukuran tubuh kecil atau memiliki bobot yang ringan. Korelasi antara
produksi telur dan bobot badan ditemukan negatif (Nestor et al., 2000). Secara tidak
Tabel 5. Urutan Kelas Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh yang Berkorelasi
dengan Daya Adaptasi (Seleksi Alam) pada Ayam Kampung Jantan dan
Betina di Lokasi Pengamatan yang Berbeda
Variabel

Jantan

Betina

Ciamis

Tegal

Blitar Ciamis

Tegal

Blitar

Panjang Maxilla

2

3

1*

1*

3

2

Tinggi Jengger

1

2

3*

1

2

3*

Panjang Jari Ketiga

3

2

1*

3

2*

1

Panjang Shank

2

3

1*

2

3*

1

Lingkar Shank

2

3*

1

1

3

2*

Keterangan: tanda (*) adalah ukuran linear yang terseleksi; 1=besar; 2=sedang; 3=kecil

27

langsung seleksi bobot badan pada betina ke arah negatif, telah dilakukan oleh
peternak.
Berikut ini diuraikan perolehan rataan ukuran linear permukaan tubuh dan
koefisien keragaman ayam Kampung pengamatan pada sifat-sifat yang berhubungan
dengan produksi sebagai akibat tidak langsung dari seleksi peternak terhadap sifat
produksi telur dan daging (Tabel 4). Panjang femur (X1) merupakan satu-satunya
variabel linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan Ciamis yang terseleksi
paling ketat diantara ayam Kampung jantan di lokasi pengamatan lain; dengan rataan
terendah (Tabel 4). Panjang tibia (X2) meskipun bukan merupakan variabel yang
paling terseleksi diantara ayam Kampung jantan pada lokasi pengamatan lain, tetapi
memiliki rataan diantara ayam Kampung jantan Tegal dan Blitar. Panjang sayap (X5)
ayam Kampung jantan Ciamis memiliki rataan yang tertinggi. Ayam Kampung
betina Ciamis tidak terseleksi paling ketat diantara ayam Kampung betina lokasi
pengamatan lain; tetapi memiliki rataan yang paling besar pada panjang femur (X1)
dan panjang sayap (X5). Panjang tibia (X2) memiliki rataan diantara ayam Kampung
betina Tegal dan Blitar. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung
Ciamis belum mendapatkan seleksi yang lebih mengarah