Perlakuan Cekaman In Vitro Terhadap Tunas Aksiler Mucuna bracteata untuk Peningkatan Jumlah Tunas

PERLAKUAN CEKAMAN IN VITRO TERHADAP TUNAS
AKSILER Mucuna bracteata UNTUK PENINGKATAN
JUMLAH TUNAS

TIARA DWI KURNIASARI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
TIARA DWI KURNIASARI. Perlakuan Cekaman In Vitro Terhadap Tunas
Aksiler Mucuna bracteata untuk Peningkatan Jumlah Tunas. Dibimbing oleh I
MADE ARTIKA dan TETTY CHAIDAMSARI.
Mucuna bracteata merupakan tanaman yangdigunakan sebagai legume cover
crop, yakni tanaman penutup tanah yang berfungsi menekan pertumbuhan gulma.
Produktivitas tunas M.bracteata dalam kultur jaringan mempengaruhi hasil
industri perkebunan. Namun, terdapat kendala, yakni pada subkultur tertentu di
media multiplikasi ke subkultur selanjutnya terjadi penurunan tunas. Penelitian ini

bertujuan meningkatkan jumlah tunas M. bracteata dengan metode cekaman pada
kultur induksi tunas. Perlakuan cekaman media dilakukan selama 14 hari di ruang
gelap dan terang dengan komposisi media MS makro 0-25% (A), 25-50% (B), dan
50-75% (C), sukrosa 50-75% (D), serta vitamin 50-75% (E). Setelah dilakukan
pengamatan selama dua bulan, komposisi perlakuan (A), (B), dan (E) jumah tunas
eksplannya tetap bahkan menurun. Berbeda dengan (C), jumlah tunas eksplan
terus meningkat 100%. Hal serupa juga terjadi pada perlakuan (D) walaupun tidak
sebaik (A). Perbedaan ruang penyimpanan mempengaruhi morfologi eksplan.
Eksplan yang diinkubasi di ruang gelap mirip dengan kecambah, sedangkan
eksplan yang diinkubasi di ruang terang morfologinya serupa dengan tanaman
aslinya. Hal ini menunjukkan bahwa media cekaman yang paling baik digunakan
adalah perlakuam MS makro 0-25% (C) di kondisi terang.

ii

ABSTRACT
TIARA DWI KURNIASARI. In Vitro Stress Treatment On Axillary Shoots of
Mucuna bracteata to Increase Shoot Number. Under the direction of I MADE
ARTIKA and TETTY CHAIDAMSARI.
Mucuna bracteata is a plant that is very effectively used as a legume cover

crop (LCC), which is a cover crop plant that have a function to suppress weeds
growth. Productivity of M. bracteata shoots in tissue culture have an effect in the
plantation industry. However, at a certain subculture from the multiplication
medium to the next subculture, there is a decline in shoot growth of M. bracteata.
This study aims is to increase the number of shoots of M. Bracteata with stress
methods of culture induction of shoots. Medium stress treatments performed for
14 days in the dark and bright with the composition of medium MS macro 0-25%
(A), MS macro 25-50% (B), MS macro 50-75% (C), sucrose 50-75% (D), and
vitamins 50-75% (E). After observation for two months, the number of shoots is
same between sample with the media's treatment of (A), (B), and (E), even the
number is decreasing 100%. That is unlike the (C) which the number of shoots is
increase. Similar thing occurs in (D) treatment, although it is not as good as (C).
Differences of storage space affect the morphology of the explants. Explants were
incubated in the dark room similar to the sprouts, while the explants were
incubated in the light have a morphology that similar to the original plant. This
shows that the best media of stress treatment used is a composition of MS macro
0-25% (C) in bright conditions.

iii


PERLAKUAN CEKAMAN IN VITRO TERHADAP TUNAS
AKSILER Mucuna bracteata UNTUK PENINGKATAN
JUMLAH TUNAS

TIARA DWI KURNIASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
iv

Judul Skripsi
Nama

NIM

: Perlakuan Cekaman In Vitro Terhadap Tunas Aksiler Mucuna
bracteata untuk Peningkatan Jumlah Tunas
: Tiara Dwi Kurniasari
: G84070056

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua

Dr. Tetty Chaidamsari, M. Si
Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia


Tanggal Lulus:

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Perlakuan Cekaman In Vitro Terhadap Tunas Aksiler Mucuna bracteata
untuk Peningkatan Jumlah Tunas”. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan
mulai dari Maret sampai Juni 2011, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan,
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini, antara lain kepada Dr. Ir. I Made
Artika, M.App.Sc selaku pembimbing utama dan Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si
selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan saran, kritik, dan
bimbingannya serta Mba Herti, Mba Aan, Mba Dini, Mba Nina serta segenap staf
di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia atas peran dan kerjasamanya yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, kakak,
adik, dan Biokimia 44 untuk semua doa, dukungan, dan bimbingan yang sangat
berarti bagi penulis. Serta kepada kabinet BEM KM IPB BERSAHABAT,
penghuni Wisma Balio Atas dan teman-teman yang senantiasa memberikan
motivasi dan doa. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua orang yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2012

Tiara Dwi Kurniasari

vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 2 Januari 1989 dari ayah Yogo
Utomo dan ibu Sugiwiarti. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Pendidikan penulis dimulai dari SD Bani Saleh 5 Bekasi, kemudian melanjutkan
pendidikan ke SMPN 1 Bekasi. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 4 Bekasi
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan, diantaranya penulis aktif sebagai sekretaris gedung Asrama Putri
TPB, sebagai sekretaris departemen Pengembangan Potensi Sumber Daya
Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Mahasiswa dan Ilmu
Pengetahuan Alam (BEM FMIPA), kabinet Ksatria Pembaharu 2008/2009 dan
bendahara umum kabinet Totalitas Kebangkitan, BEM FMIPA 2009/2010. Pada
tahun 2010/2011, penulis aktif sebagai bendahara umum Badan Eksekutif
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB kabinet IPB Bersahabat. Penulis juga aktif
sebagai asisten Pendidikan Agama Islam, pengajar privat dan staf pengajar
bimbingan belajar Gama UI serta tim pendidik Lembaga Swadaya Masyarakat
Rubi Indonesia. Penulis termasuk salah satu penerima hibah Wirausaha Muda
Mandiri 2009/2010. Selain itu, penulis termasuk 10 terbaik Surat Untuk Rektor
pada tahun 2011. Penulis melakukan Praktik Lapang di PT Martina Berto sebagai
staf Quality Control dan melakukan penelitian di Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Taman Kencana, Bogor.

vii

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 1
Mucuna bracteata .......................................................................................................... 1
Kultur Jaringan............................................................................................................... 2
Media ............................................................................................................................. 3
BAHAN DAN METODE .................................................................................................. 5
Alat dan Bahan ............................................................................................................... 5
Metode ........................................................................................................................... 5
Persiapan Media dan Kondisi Kultur ............................................................................. 5
Penanaman eksplan Mucuna bracteata ...................................................................... 5
Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman ....................................................................... 5
Pemeliharaan .............................................................................................................. 5
Pengamatan ................................................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 6
Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman ........................................................................... 6
Perlakuan Cekaman Media MS makro terhadap Tunas Aksiler Mucuna bracteata ....... 7
Perlakuan Cekaman Surosa, Vitamin, dan MS makro 0-25% terhadap Tunas Aksiler

Mucuna bracteata .......................................................................................................... 8
Perlakuan Cekaman In Vitro Cahaya Terang dan Gelap Terhadap Tunas Aksiler
Mucuna bracteata ........................................................................................................ 10
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 11
Simpulan ...................................................................................................................... 11
Saran ............................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 11
LAMPIRAN..................................................................................................................... 14

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Daun Mucuna bracteata.......................................................................... ..2
2 Mucuna bracteata di perkebunan kelapa sawit ....................................... ..2
3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada berbagai perlakuan cekaman .... ..6
4 Peningkatan jumlah tunas pada perlakuan MS makro ............................ ..7
5 Struktur kinetin........................................................................................ ..8
6 Struktur Benzil Amino Purin .................................................................. ..8
7 Peningkatan jumlah tunas pada perlakuan sukrosa, vitamin, dan MS

makro....................................................................................................... ..8
8 Morfologi eksplan Mucuna bracteata setelah mengalami cekaman....... 10
9 Eksplan Mucuna bracteata pada perlakuan cekaman gelap ................... 11
10 Peningkatan jumlah tunas pada perlakuan MS makro dengan perlakuan
cahaya ...................................................................................................... 11

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Unsur hara esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi dan konsentrasi
yang berkecukupan.................................................................................. ..4
2 Media perlakuan ...................................................................................... ..5
3 Kode perlakuan pemeliharaan ................................................................. ..5
4 Komposisi media Murashige dan Skoog................................................. 16
5 Komposisi media multiplikasi................................................................. 16
6 Data peningkatan jumlah tunas Mucuna bracteta................................... 17

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir metode penelitian. ............................................................... 15
2 Komposisi media perlakuan. .................................................................... 16

3 Data peningkatan jumlah tunas Mucuna bracteata.................................. 17

ix

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lahan perkebunan
yang luas dan tidak terlepas dari masalah
gulma. Mucuna bracteata merupakan tanaman
yang sangat efektif digunakan sebagai legume
cover crop (LCC), yakni tanaman penutup
tanah yang berfungsi menekan pertumbuhan
gulma, sehingga biaya produksi untuk
memberantas gulma dapat
berkurang.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap kesuburan
tanah ternyata M. bracteata memenuhi syarat
sebagai penutup tanah yang ideal. Tanaman
ini menghasilkan bahan organik yang tinggi
dan akan sangat bermanfaat jika ditanam di
daerah yang sering mengalami kekeringan dan
pada areal yang rendah kandungan organik
(Subronto dan Harahap 2002).
Tingkat kesuburan yang relatif tinggi dan
kelembaban yang selalu terjaga diduga
menjadi penyebab utama produktivitas
tanaman di areal berpenutup tanah
M.
bracteata lebih tinggi dibandingkan pada
areal berpenutup tanah kovensional. Serasah
yang berasal dari biomassa penutup tanah M.
bracteata yang jumlahnya sangat besar
merupakan sumber hara penting bagi
peningkatan kesuburan tanah (Sebayang et. al
2004).
Menurut Wilmot (2008) pemberian pupuk
buatan atau organik, pergiliran tanaman
dengan
tanaman
Leguiminosa
dan
menghindari pembakaran atau sisa-sisa
tanaman adalah cara untuk menghindari dan
memulihkan kerusakan tanah. Jenis tanaman
ini merupakan tanaman polong-polongan
dengan sistem perakaran
yang mampu
bersimbiosis dengan bakteri rhizobium dan
membentuk bintil akar yang mempunyai
kemampuan mengikat nitrogen dari udara
(Purwanto 2007).
Mucuna salah satu tanaman polongpolongan yang memenuhi syarat sebagai
penutup lahan karena tumbuh cepat sehingga
bisa menutup tanah dalam jangka waktu
singkat, memiliki perakaran yang lebar dan
kokoh ke dalam, dan ditanam pada daerah
kering Mucuna memiliki efisiensi tinggi
terhadap air (Pahan 2008). Selain itu, M.
bracteata dikenal sebagai tanaman yang
sangat toleran dan dapat tumbuh dengan baik
pada berbagai jenis tanah (Aulia 2011).
M. bracteata juga memiliki kelemahan,
yakni bibitnya hanya ada di India, harganya
relatif mahal dan pertumbuhannya hanya
sekitar 50% dari semula. Sebaliknya,
kebutuhan benih dan bibit M. bracteata terus
meningkat karena semakin banyak orang yang

menyadari manfaat tumbuhan ini. Melalui
perbanyakan konvensional sangat sulit untuk
memenuhi kebutuhan bibit yang sangat tinggi
dengan waktu relatif cepat. Kebutuhan
tersebut
dipenuhi
dengan
melakukan
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan. Teknik kultur jaringan adalah teknik
perbanyakan tanaman secara vegetatif
menggunakan bagian tertentu dari tanaman
dengan jumlah sangat kecil. Teknologi kultur
jaringan telah terbukti dapat digunakan
sebagai teknologi pilihan yang menjanjikan
untuk pemenuhan kebutuhan bibit tanaman
yang akan dieksploitasi secara luas (Benson
2000). Satu eksplan tanaman ini, dapat
diperbanyak minimal berjumlah tiga kali lipat
dari semula.
Pada subkultur ketiga dari media
multiplikasi ke subkultur selanjutnya terjadi
penurunan pertumbuhan tunas M. bracteata.
Hal ini sangat menghambat produktivitas
kultur jaringan M. bracteata. Penelitian
mengenai perlakuan cekaman in vitro
terhadap tunas aksiler M. bracteata untuk
peningkatan jumlah tunas penting untuk
dilakukan guna mendapat solusi dari
permasalahan yang ada.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan
jumlah tunas M. bracteata dengan metode
cekaman pada kultur induksi tunas. Hipotesis
yang diajukan adalah perlakuan cekaman in
vitro terhadap tunas M. bracteata dapat
meningkatkan hasil kultur jaringan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai media dan perlakuan
yang cocok untuk meningkatkan produktivitas
M. bracteata.
TINJAUAN PUSTAKA
Mucuna bracteata
Tanaman M. bracteata merupakan salah
satu tanaman kacang-kacangan yang pertama
kali ditemukan di areal hutan Negara bagian
Tripura, India Utara, dan telah ditanam secara
luas sebagai penutup tanah di Perkebunan
Karet Kerala, India Selatan. Tanaman ini
pertama kali ditanam sebagai tanaman pakan
hijau (CSIR, 1962; Duke, 1981; Wilmot-Dear,
1984). M. bracteata memiliki daun trifoliat
berwarna hijau gelap dengan ukuran 15 cm x
10 cm (Gambar 1). Helaian daun akan
menutup apabila suhu lingkungan terlalu
tinggi (termonasti), sehingga sangat efisien
dalam mengurangi penguapan permukaan
(Harahap et al. 2008).
Tanaman
ini
termasuk
kelas
dicotyledoneae dan berfamili leguminosae

2

(Preston 2003). Mucuna tidak dapat
menghasilkan polong bila ditanam di dataran
rendah, di tempat asalnya tanaman ini tumbuh
pada ketinggian 5.000 kaki di atas permukaan
laut. Sulur dengan nodus
yang kontak
langsung dengan tanah membentuk akar yang
dapat menembus ke dalam tanah hingga 2-3
m, laju pertumbuhan akar cukup tinggi,
sehingga pada umur di atas tiga tahun akar
utamanya dapat mencapai kedalaman 3 m
(Subronto dan Harahap 2002).
Tanaman M.bracteata (Gambar 2)
mampu tumbuh dengan baik pada kondisi
tanam dengan pH 5 sampai 8. Meskipun
kondisi tanah miskin hara, tanaman ini
mampu menghasilkan bahan organik dari sisasisa tanaman sebesar 1.75 ton/ha (Kaljeet
2011).
Keunggulan M. bracteata sebagai LCC,
antara lain pertumbuhan yang cepat dan
menghasilkan biomassa yang tinggi, mudah
ditanam dengan input yang rendah, tidak
disukai ternak karena kandungan fenol yang
tinggi, toleran terhadap serangan hama dan
penyakit, memiliki sifat allelopati sehingga
memiliki daya kompetisi yang tinggi terhadap
gulma, memiliki perakaran yang dalam,
sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah
dan menghasilkan serasah yang tinggi sebagai
humus yang terurai lambat. Kesuburan tanah
berimbaskan dapat mengendalikan erosi,
sebagai Leguminosae dapat menambat
nitrogen bebas dari udara, relatif lebih tahan
naungan dan cekaman kekeringan (Subronto
dan Harahap 2002).

Gambar 1 DaunMucuna bracteata (PPKS
2011)

Gambar 2 Mucuna bracteata di perkebunan
kelapa sawit (Vissoh 2005)

Tanaman ini menghasilkan bahan
organik yang tinggi dan akan sangat
bermanfaat jika ditanam di daerah yang sering
mengalami kekeringan terutama pada areal
yang
rendah
kandungan
organiknya.
Kandungan karbon, total fosfor, dan kalium
tukar dalam tanah yang ditumbuhi
M.
bracteata
meningkat sangat tajam
dibandingkan dengan lahan yang ditumbuhi
gulma (Subronto dan Harahap 2002).
Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan tanaman adalah
metode atau teknik mengisolasi jaringan,
organ sel, maupun proptoplas tanaman,
menjadikan eksplan dan menumbuhkannya
dalam media pertumbuhan yang aseptik
sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan
berkembang, berorganogenesis, dan dapat
menjadi tanaman sempurna (Matjik 2005).
Kultur jaringan mengandung dua prinsip dasar
yang jelas, yaitu bahan tanam yang bersifat
totipotensi dan budidaya yang terkendali.
Santoso (2003) menjelaskan bahwa teknik
kultur jaringan berkembang dari totipotensi
sel, sehingga akhirnya menjadi suatu teknik
perbanyakan tanaman secara vegetatif yang
banyak digunakan. Kultur jaringan in vitro
terbukti sangat efisien digunakan untuk
pemeliharaan sumber genetik, bernilai
ekonomi tinggi karena tidak memerlukan
tempat yang luas. Kultur jaringan juga dapat
mengurangi resiko kerusakan oleh hama,
penyakit serta memudahkan pengawasan dan
pengelolaan (Anderson 2000).
Metode perbanyakan tanaman secara in
vitro menurut George dan Sherrington (1984)
dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar dan
pembentukan tunas-tunas adventif atau
embrio somatik adventif, secara langsung
pada eksplan atau secara tidak langsung
melalui jaringan kalus.
Menurut Novita (2003). kultur jaringan
dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya
a) kultur meristem yaitu budaya jaringan
dengan menggunakan eksplan dari jaringan
muda atau meristem; b)kultur haploid yaitu
kultur yang berasal dari bagian reproduktif
tanaman seperti pollen (serbuk sari) dan
anther (kepala sari); c) kultur protoplas yaitu
budidaya jaringan dengan menggunakan
eksplan dari protoplas; d) fusi protoplas yaitu
menyilangkan dua macam protoplas menjadi
satu, kemudian dibudidayakan sampai
menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat
baru.

3

Syarat awal untuk menerapkan metode
kultur
jaringan
sebagai
suatu
cara
perbanyakan pada suatu tanaman, yaitu 1)
kecepatan organogenesis atau embriogenesis
untuk pembentukan planlet tinggi; 2) planlet
yang dihasilkan secara in vitro harus bertahan
di lapang seperti yang diharapkan atau lebih
baik; 3) penggunaan kultur jaringan dapat
memberikan keuntungan lebih dibandingkan
sistem perbanyakan secara konvensional, dan;
4) sifat-sifat yang diinginkan harus
dipertahankan. Teori sel menyatakan bahwa
sel tanaman mengandung informasi genetik
dan organel-organel yang penting untuk
beregenerasi menjadi tanaman utuh bila
ditempatkan
dan
ditumbuhkan
pada
lingkungan yang cocok (Sa’adah 2009).
Lingkungan tumbuh merupakan salah
satu faktor pendukung dalam kultur jaringan.
Lingkungan tumbuh yang dibutuhkan tanaman secara kultur in vitro dapat berbeda dengan
tanaman yang ditumbuhkan secara in vivo.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kultur secara
in vitro adalah cahaya, temperatur, kelembaban, karbondioksida, dan oksigen (Wetherell
1982). Unsur cahaya yang harus diperhatikan
adalah kualitas cahaya, panjang penyinaran,
dan intensitas cahaya. Cahaya yang baik untuk
pertumbuhan kultur adalah cahaya putih.
Lampu fluorescent sangat baik dan sangat
efisien dalam penggunaan energi bila
dibandingkan dengan lampu pijar (Gunawan
1992). Suhu pada kultur jaringan biasanya
dipertahankan konstan pada 24-260C.
Kelembaban ruang kultur yang terlalu tinggi
menyebabkan
terjadinya
pertumbuhan
mikroba di luar kultur. Hal ini dapat
menaikkan derajat kontaminasi (Wetherell
1982).
Selain faktor lingkungan, genotip
tanaman asal eksplan diisolasi juga
mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut
dapat diamati pada perbedaan eksplan masingmasing varietas untuk tumbuh dan
beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah
tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas
aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada
pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus
serta regenerasi kalus menjadi tanaman
lengkap baik melalui pembentukan organorgan adventif maupun embrio somatik.
Regenerasi dan perkembangan organ adventif
dan embrio somatik juga sangat ditentukan
oleh varietas tanaman induk. Perbedaan

pengaruh genetik ini disebabkan karena
perbedaan kontrol genetik dari masing-masing
varietas serta jenis kelamin tanaman induk.
Menurut Nugroho (1996) semakin besar
ukuran eksplan semakin tinggi kemampuannya untuk hidup dan semakin cepat tumbuh.
Tetapi semakin besar pula kemungkinan
terjadi kontaminasi. Eksplan yang digunakan
umumnya berukuran panjang 5 mm-10 mm.
Media
Faktor penting yang menentukan
keberhasilan kultur jaringan diantaraya adalah
komposisi media tanam dan bentuk media
(Sumardi 2011). Media tumbuh sangat
penting untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman optimal, sehingga perlu adanya suatu
usaha mencari media tumbuh yang sesuai.
Harjadi (1989) menyatakan bahwa media
tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran
tanah (soil-mixes) yang mengandung tanah
alami dan campuran tanpa tanah (soillessmixes) yang tidak mengandung tanah.
Bahan-bahan campuran media tanam
harus memiliki peranan yang khusus di dalam
campuran tersebut. Faktor yang harus
dipertahankan dalam memilih media untuk
dijadikan campuran antara lain kualitas dari
bahan tersebut, tersedia di pasaran, murah,
mudah cara penggunaannya, dapat digunakan
untuk berbagai macam tanaman, tidak
membawa hama dan penyakit, mempunyai
drainase dan kelembaban yang baik, memiliki
pH yang sesuai dengan jenis tanaman dan
mengandung unsur hara untuk mendukung
pertumbuhan tanaman (Acquah 2002).
Pada kultur jaringan terdapat beberapa
macam media, yaitu media padat, semi padat,
dan media cair. Media padat dan semi padat
dibuat dengan menggunakan agar, sedangkan
media cair dibuat tanpa penambahan agar.
Pemilihan jenis media yang digunakan untuk
kultur jaringan bergantung pada jenis tanaman
yang digunakan, faktor aerasi, bentuk
pertumbuhan dan diferensiasi yang diinginkan.
Penggunaan media cair
memiliki
kelebihan yaitu eksplan dapat menyerap unsur
hara dari media dengan mudah karena pada
prinsipnya eksplan yang dikulturkan harus
bersinggungan atau terkena medianya
(Yusnita, 2003) tetapi media cair tersebut
memiliki
kelemahan
seperti
sering
tenggelamnya eksplan di dalam media yang
menyebabkan aerasinya kurang baik. Pada
penggunaan media padat dalam suatu teknik
kultur jaringan memiliki keuntungan, yaitu
eksplan kecil mudah terlihat, eksplan berada

4

diatas permukaan media sehingga tidak
memerlukan alat bantu untuk aerasi, tunas dan
akar tanaman tumbuh teratur (George dan
Sherrington 1984). Kekurangan media padat
adalah dapat mengakibatkan penghambatan
pada pertumbuhan akar dan sulitnya
penyerapan unsur hara dari dalam media oleh
akar eksplan.
Komposisi media yang digunakan
tergantung pada tanaman yang akan
dikulturkan. Kebutuhan nutrisi kebanyakan
tanaman secara umum adalah sama (Tabel 1).
Media kultur jaringan pada prinsipnya harus
menyediakan unsur-unsur
hara
untuk
pertumbuhan seperti unsur-unsur hara yang
terkandung di dalam tanah. Media kultur
jaringan terdiri atas hara makro dan mikro,
campuran garam-garam anorganik, karbon,
vitamin, asam amino, zat pemadat (agar),
gula, dan zat pengatur tumbuh (Santoso
2003).
Unsur makro yang sering digunakan
adalah media Murashige dan Skoog (MS),
karena banyak tanaman memberikan respon
yang baik pada penggunaan media MS. Media
MS tidak digunakan untuk beberapa spesies
tanaman berkayu karena kandungan garamnya
relatif tinggi.

Unsur-unsur mikro memilki fungsi
penting dalam fungsi enzim sebagai ko-faktor
(Collin dan Edwards 1998). Gula merupakan
sumber energi dan karbon bagi tanaman. Jenis
gula yang terbaik dalam kultur in vitro adalah
sukrosa, karena translokasi sukrosa ke
meristem apikal lebih efektif.
Vitamin adalah bahan organik bagian dari
enzim yang esensial untuk metabolisme
(Lieberman dan Bruning 1990). Vitamin
diperlukan tanaman untuk pertumbuhan
jaringan. Vitamin yang biasanya digunakan
adalah vitamin B1 (thiamin), vitamin B6
(pyridoxine)
dan
niasin.Asam
amino
diperlukan dalam mensintesis protein dan
diferensiasi dari jaringan.Asam amino yang
diperlukan adalah asam aspartat, glisin, dan
tirosin (Gunawan 1992).
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa
organik bukan nutrisi yang aktif dalam
konsentrasi rendah dan menimbulkan tanggap
secara biokimia, fisiologis, dan morfologis
(Watimena 1988). Zat pengatur tumbuh yang
sering digunakan dalam kegiatan kultur
jaringan adalah auksin, sitokinin, dan asam
absisi (Gunawan 1992). Zat pengatur tumbuh
yang biasa digunakan untuk peningkatan
jumlah tunas adalah benzin amino purin
(BAP).

Tabel 1 Unsur hara esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi dan konsentrasi yang berkecukupan
Unsur

Simbol

Bentuk tersedia

Konsentrasi (ppm)

Berkecukupan (%)

Karbon

C

CO2

450.000

45

Hidrogen
Oksigen

H
N

H2O
O2, H2O

450.000
60.000

45
6

Nitrogen

O

NO3-, NH4+

15.000

1,5

10.000

1

Kalium

K

+

K

+

Kalsium
Magnesium

Ca
Mg

Ca2
Mg2+

5.000
2.000

0,5
0,2

Fosfor

P

H2PO4-, HPO42-

2.000

0,2

Belerang

S

SO4

1.000

0,1

100

0,01

100

0,01

Khlor
Besi

Cl

-

Cl

2+

3+

Fe

Fe , Fe

Mangan

Mn

2+

Mn

50

0,005

Boron

B

H3BO3

20

0,002

2+

20

0,002

2+

Seng
Tembaga
Molibdenum

Zn

Zn

Cu

Cu

6

0,0006

Mo

MoO42-

0,1

0,00001

Sumber :Lakitan 2011

5

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang digunakan selama
penelitian meliputi gelas piala, gelas ukur,
mesin autoklaf, pH meter, botol kecil, labu
erlenmeyer, timbangan analitik, mikropipet,
tip, aluminium foil, korek api, laminar flow,
cawan petri, bunsen, tisu steril, pinset, pisau
steril, dan plastik wrap.
Bahan-bahan yang digunakan selama
penelitian adalah eksplan sub kultur kedua,
alkohol, dan spiritus. Aquades steril, gula
pasir, KOH 1 N, HCl 1 N, agar, garam- garam
makro dan mikro, vitamin, benzil amino purin
(BAP), dan stok larutan MS cair digunakan
sebagai bahan pembuatan media.
Metode
Persiapan Media dan Kondisi Kultur
Persiapan media dilakukan dengan
sterilisasi alat dan bahan terlebih dahulu.
Sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan
menggunakan mesin autoklaf selama 15 menit
pada suhu 1210C dan tekanan 1 atm.
Sterilisasi
laminar
dilakukan
dengan
menggunakan sinar UV dan alkohol 70%.
Terdapat lima jenis media yang berbeda
komposisinya (Tabel 2). Selanjutnya pH
media ditepatkan dengan menggunakan
larutan HCl 1 N dan KOH 1 N hingga
mencapai nilai pH 5.7-5.8. Kemudian
kedalamnya ditambahkan aquades steril untuk
mencapai volume media yang diinginkan.
Media selanjutnya ditambahkan dengan agar
sebanyak 2 gram/L. Setelah itu, media
diautoklaf pada suhu 1210C dan tekanan 1 atm
selama 15 menit lalu dituang ke dalam botol
steril di ruang laminar.
Tabel 2 Media perlakuan
Kode

Unsur Media

Perlakuan (mL/L)

A

MS- Makro

50- 75%

B
C

MS- Makro
MS- Makro

25- 50%
1- 25%

D

Sukrosa

50- 75%

E

Vitamin

50- 75%

Penanaman eksplan Mucuna bracteata
Eksplan yang dipilih adalah eksplan
yang telah berumur kurang lebih lima sampai
enam bulan dan secara fisiologis dapat
disubkultur kembali dan tidak berpotensi
untuk didewasakan. Eksplan M. bracteata
tersebut segera ditanam ke media perlakuan

A, B, C, D, atau E. Setelah itu, botol ditutup
kembali dengan kertas wrap. Penanaman pada
medium dilakukan di laminar flow cabinet
secara aseptik. Semua alat-alat yang
digunakan dalam proses penanaman harus
dalam keadaan steril.
Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman
Cekaman
dilakukan
dengan
tiga
perlakuan, yakni di media cekaman selama 7
hari, 10 hari, dan 14 hari. Selain perlakuan
terhadap jangka waktu, cekaman dilakukan
dengan dua kondisi, yakni terang dan gelap.
Dari tiga perlakuan jangka waktu cekaman,
kemudian dipilih perlakuan yang hasil
peningkatan eksplannya paling optimal.
Optimalisasi jumlah tunas ditentukan dengan
membandingkan selisih jumlah tunas diawal
kulturdan di akhir subkultur.
Pemeliharaan
Botol-botol yang telah berisi eksplan dan
telah ditutup kembali dengan kertas wrap
diletakkan pada rak kultur di ruang kultur.
Suhu ruangan di ruang kultur berkisar antara
25-280C dilengkapi dengan air conditioner
(AC). Setelah empat belas hari, eksplan
dipindahkan kembali ke media multiplikasi
dan diamati perubahannya setiap hari. Setiap
20 hari eksplan disubkultur kembali ke media
multiplikasi. Masing-masing botol eksplan
diberi kode, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kode perlakuan pemeliharaan
Perlakuan
Kode Keterangan
perlakuan
MS- Makro A
Kondisi A terang
50-75%
Ag
Kondisi A gelap
MS- Makro B
Kondisi B terang
25-50%
Bg
Kondisi B gelap
MS- Makro C
Kondisi C terang
0-25%
Cg
Kondisi C gelap
Sukrosa
D
Kondisi D terang
50-75%
Dg
Kondisi D gelap
Vitamin
E
Kondisi E terang
50-75%
Eg
Kondisi E gelap
Tidak ada
N
Kontol
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap hari. Saat
pengamatan yang diamati adalah peningkatan
jumlah tunas dan kontaminasi bakteri dan
jamur. Jika terdapat kontaminasi maka
eksplan segera dipindahkan ke media baru
yang steril. Pengamatan jumlah tunas
dilakukan dengan cara menghitung selisih
jumlah tunas eksplan ketika awal kultur dan
akhir subkultur.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman
Kultur jaringan M. bracteata diawali dari
biji yang ditanam dalam media pasir selama
14 hari. Setelah itu, pucuk daun sebagai
eksplan dipindahkan dalam media induksi
tunas selama 60 hari. Kemudian eksplan yang
telah bertambah tunasnya disubkultur pada
media multiplikasi hingga eksplan siap untuk
disubkultur dalam media pendewasaan selama
satu bulan. Selanjutnya dipindahkan ke media
perakaran selama 9 hari. Setelah itu, eksplan
siap diaklimatisasi.
Eksplan di media multiplikasi mengalami
peningkatan jumlah tunas. Pada kurun waktu
satu bulan, disubkultur pertama dan kedua
rata-rata peningkatan jumlah tunas sebanyak
empat buah. Namun, pada subkultur ketiga
tidak terjadi peningkatan jumlah tunas.
Pada penelitian ini, sebelumnya dilakukan perlakuan cekaman untuk menentukan
waktu yang tepat membuat eksplan stres.
Perlakuan jangka waktu cekaman, yakni di
media cekaman selama 7 hari, 10 hari, dan 14
hari. Selain perlakuan terhadap jangka waktu,
cekaman juga dilakukan dengan dua kondisi
cahaya, yakni terang dan gelap. Saat keadaan
tercekam eksplan menunjukkan tanda-tanda
kekurangan unsur hara, eksplan menanggapi
kurangnya pasokan unsur esensial dengan
menunujukkan gejala yang khas. Gejala yang
terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan
akar, batang atau daun. Gejala kekurangan

suatu unsur esensial bergantung pada dua
faktor, yakni fungsi unsur tersebut dan
kemudahan unsur tersebut berpindah dari
daun tua ke daun yang lebih muda (Salisbury
dan Ross 1995). Eksplan pada kondisi gelap
tumbuh menyerupai kecambah. Hal ini
dikarenakan tanaman kekurangan cahaya
untuk mengaktifkan zat hijau daun. Selain itu,
tanaman dengan perlakuan cekaman dikondisi
gelap akan mengaktifkan hormon auksin
endogennya, sehingga akan terjadi pemanjangan sel yang cukup tinggi (Joyce 2003).
Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman
secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan hormon yang ada dalam eksplan. Hormon
dalam eksplan bergantung pada hormon
endogen dan hormon eksogen yang diserap
dari media tumbuh (Wattimena1992).
Penambahan hormon eksogen akan berpengaruh terhadap jumlah dan kerja hormon
endogen untuk mendorong pertumbuhan dan
perkembangan eksplan (Gunawan 1998).
Hormon eksogen diberikan dalam bentuk
BAP (Ardiana 2009).
Hasil pada Gambar 3 menunjukkan
bahwa perlakuan cekaman media selama 7
hari dan 10 hari, eksplan tidak mengalami
peningkatan jumlah tunas yang banyak, tapi
yang terjadi adalah beberapa eksplan mati
setelah perlakuan cekaman. Hal ini
menandakan bahwa cekaman selama 7 hari
dan 10 hari dengan perlakuan cahaya terang
dan gelap menyebabkan stres yang negatif
bagi eksplan.

12
10

Peningkatan jumlah tunas

8
6
4
2
0
A

Ag

B

Bg

C

Cg

D

Dg

E

Eg

N

-2
-4
media perlakuan

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari (
(
), dan 14 hari (
)

), 10 hari

7

Perlakuan CekamanMedia MS makro
terhadap Tunas Aksiler Mucuna bracteata
Tumbuhan adalah organisme autotrofik,
mensintesa sendiri senyawa organik yang
diperlukan untuk tumbuh dari senyawa
anorganik. Untuk dapat melakukan kehidupan autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan
sistem penyerapan unsur hara dan sistem
biosintesis yang bertugas untuk mengubah
senyawa anorganik yang diserap menjadi
senyawa organik (Adipura 2009).
Pada tumbuhan tingkat tinggi, sistem
penyerapan unsur hara biasanya berupa suatu
organ yang dikenal sebagai akar dan sistem
pemanenan energi sinar matahari untuk
mensintesa senyawa organik karbohidrat
dikenal dengan daun. Pada beberapa spesies,
sistem ini mengalami adaptasi struktur yang
disesuaikan dengan lingkungan hidupnya
(Altman 2003).
Perlakuan cekaman merupakan perlakuan
mengurangi jumlah unsur-unsur esensial yang
terdapat pada media kultur jaringan.
Perlakuan cekaman dilakukan selama 14 hari.
Unsur-unsur esensial yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah relatif besar
diistilahkan sebagai unsur-unsur makro
(Zulkarnain 2009). Terdapat dua kriteria
utama untuk menentukan keesensialan suatu
unsur bagi tanaman. Pertama, suatu unsur
disebut esensial jika tanaman tidak mampu
menyempurnakan daur hidupnya tanpa unsur
tersebut. Kedua, suatu unsur adalah esensial
bila unsur tersebut menjadi bagian dari
molekul atau kandungan tumbuhan yang
esensial bagi tanaman itu (Salisbury dan Ross
1995). Sehingga tanaman tidak dapat
melakukan proses-proses biokimiawi untuk
menunjang daur hidupnya. Unsur-unsur
makro karbon, hidrogen, dan oksigen tersedia

bagi tanaman melalui air dan udara.
Sementara itu, kebutuhan akan unsur-unsur
makro yang lain seperti nitrogen, fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, dan belerang
dipenenuhi melalui media tumbuh.
Dari hasil pengamatan (Gambar 4),
perlakuan MS makro 50-75% (A), 25-50%
(B), dan 0-25% (C) menunjukkan bahwa
perlakuan MS makro 0-25% (C) peningkatan
jumlah tunasnya paling banyak daripada
perlakuan cekaman A dan B hingga hari ke35.
Pada perlakuan cekaman A, hampir setiap
minggu peningkatan jumlah tunas terus
meningkat walaupun tidak terlalu banyak.
Berbeda dengan perlakuan cekaman B,
peningkatan jumlah tunas terjadi hingga
minggu keempat. Setelah itu, tanaman
mengalami kerontokkan dalam jumlah yang
cukup banyak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Salisbury dan Ross (1995) bahwa
pertumbuhan tanaman yang kekurangan
nitrogen akan lambat. Ditandai dengan daun
menguning dan mengering, lalu rontok. Dapat
pula diartikan cekaman optimum terjadi
dengan perlakuan C. Pada perlakuan A dan B,
komposisi media cekaman belum optimum
untuk mengkondisikan eksplan stres.
Eksplan selama di media cekaman telah
beradaptasi dengan kondisi miskin unsur
nitrogen. Ketika dipindahkan ke media yang
kaya nutrisi maka penyerapan nutrisinya akan
terjadi secara sempurna. Masing-masing unsur
hara berfungsi secara optimum.
16
14

Peningkatan jumlah tunas

Berbeda dengan perlakuan cekaman
media selama 14 hari, eksplan mengalami
gejala kekurangan unsur hara. Namun, setelah
melewati masa stres eksplan mengalami
peningkatan jumlah tunas yang banyak. Hal
ini menunjukkan bahwa cekaman selama 14
hari merupakan waktu yang optimal untuk
eksplan memacu hormon pertumbuhannya.
Hormon sitokinin merupakan salah satu
hormon pertumbuhan pada kultur jaringan
tanaman. Fungsi hormon ini antara lain untuk
proses pembelahan sel dan pada beberapa
tanaman, sitokinin dibutuhkan untuk proliferasi kalus (Wattimena1992). BAP dengan
konsentrasi yang tepat dibutuhkan dalam
perpanjangan tunas pada kultur jaringan
(Ardiana 2009).

12
10
8
6
4
2
0
7

14

21

28

35

Hari keGambar 4 Peningkatan jumlah tunas pada
perlakuan MS makro 50-75% (A
terang (
), 25-50% (B terang
( )),,dan 0-25% (C terang ( ))

8

Pada kultur in vitro, nitrogen diberikan
dalam jumlah terbesar dalam bentuk senyawa
NH4NO3 dan KNO3. Senyawa NH4NO3 dan
KNO3 terdapat di larutan stok media MS
makro. Nitrogen dalam tanaman berfungsi
untuk memacu pertumbuhan tanaman secara
umum, terutama pada fase vegetatif, berperan
dalam pembentukan klorofil, lemak, enzim,
dan persenyawaan lain, merupakan bagian
dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri, sintesis
asam amino dan protein dalam tanaman,
morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas),
pertumbuhan dan pembentukan embrio
zigotik.
Nitrogen dalam tanaman dibutuhkan
dalam bentuk nitrat (NO3-). Nitrat sering
diserap terlalu cepat sehingga menyebabkan
pH larutan hara naik dengan cepat pula. Hal
ini dikarenakan penyerapan nitrat disertai
dengan penyerapan H+ atau pengeluaran OHuntuk
mempertahankan
kesetimbangan
muatan. Oleh karena itu, pemberian nitrogen
dalam bentuk garam amonium agar masalah
pH dapat diperkecil. Mekanismenya adalah
penyerapan NH4+ dan kation lain terjadi
bersamaan dengan penyerapan OH - atau
perpindahan H+ dari akar ke larutan sekitarnya
(Chandler 1983).
Selain nitrogen, hormon sitokinin sangat
mempengaruhi peningkatan jumlah tunas.
Sitokinin adalah kelompok senyawa organik
yang menyebabkan pembelahan sel yang
dikenal dengan proses sitokinesis (Armini et
al. 1992). Menurut Arteca (1996), sitokinin di
substitusi komponen-komponen adenin yang
meningkatkan pembelahan sel dan fungsi
pertumbuhan lainnya yang prosesnya sama
seperti kinetin (N6 furfuril adenin), suatu
turunan dari basa adenin (Gambar 5)
(Wattimena 1998).
Sitokinin merupakan zat penumbuh
tumbuhan yang mendorong pembelahan
(sitokinesis). Beberapa macam sitokinin
merupakan sitokinin alami, yakni kinetin dan
zeatin. Sitokinin alami dihasilkan pada
jaringan yang tumbuh aktif terutama pada
akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang
diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh
xilem menuju sel-sel target pada batang.
BAP merupakan sitokinin sintetik turunan
adenin yang disubtitusi pada posisi 6 yang
strukturnya serupa dengan kinetin (Wattimena
1998). Sitokinin ini sangat aktif dalam
mendorong pertumbuhan jumlah tunas M.
bracteata. Bentuk isomer 1-benzil adenin
mempunyai aktivitas kimia yang rendah.
Untuk dapat aktif harus dirubah menjadi 6benzil adenin (Gambar 6).

Gambar 5 Struktur kinetin

Gambar 6 Struktur Benzil Amino
Purin (Benzil adenin)
Perlakuan Cekaman Surosa, Vitamin, dan
MS makro 0-25% terhadap Tunas Aksiler
Mucuna bracteata
Komponen medium kultur jaringan, tidak
hanya berupa unsur hara saja, tapi juga perlu
adanya sukrosa sebagai sumber karbon dan
energi. Sukrosa adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa. Dalam tanaman, sukrosa
merupakan produk fotosintesis antara yang
paling utama. Sukrosa merupakan bentuk
utama dalam transport gula dari daun ke
bagian-bagian lain tanaman melalui sistem
vaskular. Keuntungan sukrosa dibandingkan
glukosa sebagai bentuk transport gula karena
atom karbon anomernya berada dalam
keadaan terikat, jadi melindungi sukrosa dari
serangan oksidatif atau hidrolitik oleh enzimenzim tanaman sampai molekul ini mencapai
tujuan akhirnya di dalam tanaman (Lehninger
1982).
Pada kultur memperlihatkan respon
pertumbuhan yang optimum dengan pemberian disakarida dalam bentuk sukrosa. Sukrosa
ataupun D-glukosa biasanya diberikan pada
konsentrasi 20.000-30.000 mg/L. Ketika
tanaman diberi perlakuan cekaman sukrosa
50-75% selama empat belas hari, maka yang
terjadi adalah tanaman mengalami peningkatan jumlah tunas walaupun sempat terhenti di
minggu berikutnya. Pada saat eksplan di
media cekaman sukrosa, tekanan osmotiknya
tidak berfungsi optimal. Akibatnya pengangkutan unsur-unsur hara esensial dalam

9

bahwa cekaman dengan perlakuan vitamin 5075% tidak optimum untuk membuat eksplan
stres dan memacu hormon pertumbuhannya.
Berbeda dengan perlakuan MS makro 025% (C) yang menghasilkan cekaman
optimum. Jumlah MS makro dibutuhkan
paling banyak daripada komposisi media yang
lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan utama
MS makro adalah nitrogen yang merupakan
unsur hara esensial dalam tanaman sehingga
ketika kondisi kekurangan MS makro tanaman
mengalami stres. Kondisi stres selama
perlakuan yang memacu hormon pertumbuhan
tanaman untuk memperbanyak tunasnya.
Peningkatan jumlah tunas terjadi secara
linear setiap minggunya dan cukup banyak
jumlahnya dibandingkan dengan perlakuan
cekaman yang lain, sehingga pada hari ke-35
tanaman dapat disubkultur kembali hingga 4-5
botol steril kultur jaringan. Selain disubkultur
kembali, tanaman yang mengalami cekaman
dengan perlakuan C, cukup baik dan relatif
lebih cepat untuk didewasakan di media
pendewasaan. Dapat dilihat secara berturutturut perkembangannya pada Gambar 8. Pada
Gambar 8a, keadaan M. bracteata sudah
memilik tunas, namun tidak sebanyak pada
hari ke-14 (Gambar 8b). Keadaan batang pada
hari ke-14 juga lebih kokoh daripada ketika
awal subkultur. Setelah hari ke-21 (Gambar
8c) daun-daun pada eksplan mulai membuka
sebagian. setelah hari ke-42, daun pada
eksplan telah membuka secara keseluruhan
(Gambar 8d). Hal ini menandakan eksplan
sudah siap untuk dipindahkan ke media
pendewasaan. Setelah di media pendewasaan
selam 14 hari (Gambar 8e), maka eksplan
dipindahkan ke media perakaran (Gambar 8f).
16
14

Peningkatan jumlah tunas

kultur jaringan kurang sempurna dan
mengganggu kerja metabolisme eksplan.
Menurut Iraqi dan Tremblay (2001),
sukrosa pada media berperan dalam induksi
maupun pendewasaan embrio somatik. Hal ini
dikarenakan, pertama, sukrosa dihidrolisis
enzim invertase dan sukrosa-sintase menjadi
heksosa yaitu glukosa dan fruktosa yang bisa
langsung dimanfaatkan tumbuhan. Kedua
hasil hidrolisis sukrosa meningkatkan
konsentrasi osmotik media. Ketiga, sukrosa
berperan sebagai sinyal bagi sintesis protein
penyimpan. Oleh karena itu, saat di media
cekaman pada tanaman terdapat kekeringan
pada daun-daunnya disebabkan terhambat
oleh potensi osmotik yang berkurang di
medium.
Suatu respon fisiologi yang cukup
penting ialah kemampuan tanaman mempertahankan tekanan turgor dengan menurunkan
potensial osmotik sebagai mekanisme
toleransi terhadap kondisi cekaman (Hamim et
al. 1996). Banyak proses fisiologi dan
biokimia dalam tumbuhan yang sangat
dipengaruhi oleh perubahan tekanan turgor
(Watanabe 2000). Menurut Haledan Orcutt
(1987) faktor yang dapat membantu
mempertahankan turgor ialah penurunan
potensial
osmotik
dan
kemampuan
mengakumulasi senyawa-senyawa terlarut.
Dalam proses penyesuaian osmosis,
senyawa-senyawa
terlarut
yang
biasa
diakumulasi ialah gula dan asam amino
(Girousse et al. 1996). Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah gula dan asam amino
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
(Sopandi et al. 1996).
Komponen penyusun media kultur
jaringan meliputi garam-garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, vitamin, asam-asam amino
dan amida, sukrosa, agar, dan air. Salah satu
perlakuan dalam penelitian ini adalah
pemberian vitamin 50-75% ke dalam media
selama 14 hari. Dapat dilihat pada gambar 5,
peningkatan jumlah tunas setelah hari ke-21
terjadi penurunan setiap minggunya hingga
hari ke-28. Setelah itu, peningkatan jumlah
tunas terjadi walau tidak terlalu banyak
jumlahnya.
Vitamin memiliki fungsi katalitik pada
sistem enzim dan dibutuhkan dalam jumlah
kecil. Pada saat eksplan di media cekaman
vitamin, eksplan tidak dalam kondisi tercekam
karena ia mampu memproduksi vitaminnya.
Hal ini, selaras dengan penelitian Dravnicks
(1969) bahwa kultur salah satu tanaman
model, yakni tembakau mampu memproduksi
sendiri vitaminnya. Hal ini menandakan

12
10
8
6
4
2
0
7

14

21

28

35

Hari keGambar 7 Peningkatan jumlah tunas pada
media MS makro 0-25% (C
terang ( )), sukrosa 50-75 (D
terang ( )), dan vitamin 50-75%
(E terang ( ))

10

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

(f)

Gambar 8 Morfologi eksplan Mucuna bracteata setelah mengalami cekaman; (a) awal subkultur;
(b) eksplan pada hari ke-14; (c) eksplan pada hari ke 21; (d) eksplan pada hari ke 42,
siap untuk pendewasaan; (e) eksplan dimedia pendewasaan; (f) planlet Mucuna
bracteata yang telah berakar mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Konsentrasi perlakuan cekaman media C
merupakan konsentrasi yang paling ideal.
Eksplan yang telah beradaptasi pada media
yang miskin hara, lalu dipindahkan ke media
yang kaya akan unsur haranya, maka
penyerapan seluruh nutrisinya akan terserap
sempurna dan semua aspek yang menunjang
pertumbuhan eksplan seperti hormon tumbuh
(auksin dan sitokinin) dapat berperan secara
optimal (Sumardi 2011).
Selain media dan kurun waktu cekaman,
seleksi eksplan juga menentukan keberhasilan
penelitian. Terdapat tiga aspek utama dalam
seleksi eksplan, yaitu genotip, umur, dan
kondisi fisiologis bahan tersebut (Pierik
1997). Keadaan lingkungan kultur, seperti
cahaya, suplai air, suplai hara, dan zat
pengatur tumbuh dapat dimodifikasi untuk
mengontrol kondisi fisiologis eksplan.
Perlakuan Cekaman In Vitro Cahaya
Terang dan Gelap Terhadap Tunas Aksiler
Mucuna bracteata
Perlakuan cekaman terhadap cahaya juga
dilakukan, yakni cahaya terang dan gelap.

Pada dasarnya, peranan cahaya tidak terlalu
penting
pada
fotosintesis
in
vitro
dibandingkan dengan fotosintesis in vivo. Hal
ini dikarenakan, laju fotosintesis kebanyakan
bahan tanaman yang dikulturkan secara in
vitro lebih rendah karena kultur tersebut
sangat bergantung pada suplai sukrosa dari
media. Cahaya pada kultur jaringan
berpengaruh terhadap fotomorfogenesis bukan
fotosintesis. Proses fotomorfogenesis dibantu
oleh kerja hormon auksin endogen.
Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa
perlakuan cekaman dengan cahaya gelap akan
menghasilkan pertumbuhan yang ditandai
dengan terjadinya pemanjangan sel (batang),
tetapi tidak terjadi perbanyakan tunas
sehingga eksplan yang ditanam hanya terlihat
bertambah tinggi seperti kecambah. Hal ini
dikarenakan
auksin
endogen
lebih
berpengaruh daripada hormon eksogen yang
diberikan. Selain itu, eksplan memiliki batang
berwarna putih karena kekurangan cahaya
untuk mengaktifkan zat hijau daun.
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa
pencahayaan terang lebih efektif untuk

11

16

Peningkatan Jumlah tunas

peningkatan
jumlah
tunas
karena
pertumbuhan in vitro jaringan tanaman yang
telah terorganisasi membutuhkan cahaya
untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
melakukan fotomorfogenesis.
Menurut Gunawan (1992), level zat
pengatur tumbuh endogen merupakan salah
satu faktor yang mendorong proses
pertumbuhan dan morfogenesis. Pada kondisi
gelap, hormon auksin endogen akan terpacu
untuk melakukan pembelahan sel. Auksin
yang terkandung dalam eksplan berperan
memacu pertumbuhan batang eksplan, sintesis
nukleotida DNA dan RNA serta sintesis
protein dan enzim yang selanjutnya digunakan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
pada eksplan.
Auksin dapat mempengaruhi pertumbuhan jaringan melalui dua cara. Pertama, auksin
menginduksi ion H+ keluar sel melalui
dinding sel. Pengasaman dinding sel
menyebabkan K+ diambil, dan pengambilan
ini mengurangi potensial air dalam sel.
Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel
membesar. Kedua yaitu dengan mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, diduga melalui transkripsi
molekul RNA, dan akhirnya menyebabkan
terjadinya pengaturan senyawa-senyawa yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan sel
tanaman (Gunawan 1992).
Auksin merupakan senyawa kimia yang
memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang.
Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh
tumbuhan, misalnya IAA (asam indolasetat),
PAA (asam fenilasetat), 4-chloroIAA (asam
4-kloroidol asetat)
dan IBA (asam
indolebutrik). Auksin sintetik, misalnya NAA
(asam naftalen astetat), 2,4 D (2,4 asam
diklorofenoksiasetat) dan MCPA (asam 2metil-4klorofenoksiasetat).

14
12
10
8
6
4
2
0
7

14

21

28

35

Hari keGambar 10 Peningkatan jumlah tunas pada
perlakuan MS makro dengan
cahayaterang (
) dan cahaya
gelap ( )
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan cekaman terhadap eksplan M.
bracteata ternyata m