Sikap Masyarakat Desa Gunung Masigit Terhadap Penetapan Karst Pasir Pawon Sebagai Kawasan Lindung

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA
SIKAP MASYARAKAT DESA GUNUNG MASIGIT TERHADAP
PENETAPAN KARST PASIR PAWON SEBAGAI KAWASAN LINDUNG

BIDANG KEGIATAN:
PKM-AI

Diusulkan oleh:
Agung Gunawan

E34062360

2006

Rian Ristia Wulandari E

E34070006

2007

Agrini Vera Utari


E34080036

2008

Soraya Nurul Ichwani

E34080030

2008

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

HALAMAN PENGESAHAN
USULAN PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA ARTIKEL ILMIAH
1. Judul Kegiatan
2. Bidang kegiatan
3. Bidang Ilmu

4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Jurusan

: “Sikap Masyarakat Gunung Masigit
terhadap Penetapan Karst Pasir Pawon
sebagai Kawasan Lindung
: (√ ) PKM-AI ( ) PKM-GT
: Pertanian

: Agung Gunawan
: E34062360
: Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata
: Institut Pertanian Bogor
d. Universitas/Institut/Politeknik
e. Alamat Rumah dan No.Tel./HP : Desa Cikawung, RT 10 RW 03
Kec.Terisi-Indramayu/085213269505
f. Alamat email

: agung_gunawan72@yahoo.com
5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 4 orang
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc
b. NIP
: 19710215 199512 2001
c. Alamat Rumah dan No.Tel./HP : Jl. Praja Raya No. 8 Kebayoran Lama
Jakarta Selatan.

Bogor, 4 Maret 2011
Menyetujui
Ketua Departemen/Program Studi/
Pembimbing Unit Kegiatan Mahasiswa

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP. 19580915 198403 1003

Wakil Rektor
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan,


Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M. S
NIP. 19581228 198503 1003

Ketua Pelaksana Kegiatan

Agung Gunawan
NIM. E34062360

Dosen Pendamping

Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc
NIP. 19710215 199512 2001

i

SURAT PERNYATAAN SUMBER PENULISAN
Dengan ini menyatakan bahwa Program Kreativitas Mahasiswa yang
disusun oleh :
Nama Pelaksana Kegiatan : Agung Gunawan

E34062360
Rian Ristia Wulandari E
E34070006
Agrini Vera Utari
E34080036
Soraya Nurul Ichwani
E34080030
Judul
: “Sikap Masyarakat Gunung Masigit terhadap
Penetapan Karst Pasir Pawon sebagai Kawasan
Lindung”
Merupakan hasil dari kegiatan lapang Kelompok Pemerhati Goa “HIRA”,
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(Himakova), Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan belum pernah
diterbitkan/dipublikasikan sebelumnya.

Bogor, 4 Maret 2011
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata,


Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP. 19850915 198403 1 003

Ketua Pelaksana Kegiatan,

Agung Gunawan
NIM. E34062360

ii

1

SIKAP MASYARAKAT DESA GUNUNG MASIGIT TERHADAP
PENETAPAN KARST PASIR PAWON SEBAGAI KAWASAN LINDUNG
Agung Gunawan, Agrini Vera Utari, Rian Ristia Wulandari E,
Soraya Nurul Ichwani
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Abstrak

Penemuan benda-benda arkeologis termasuk kerangka manusia yang diduga
sebagai nenek moyang Suku Sunda di wilayah Karst Pasir Pawon telah banyak
mengungkap sejarah Bandung. Banyak kebijakan daerah yang telah dikeluarkan
sebagai upaya perlindungan Karst Pasir Pawon yang mengarah kepada
penetapannya sebagai kawasan lindung. Namun implementasinya sulit karena
secara ekonomi, masyarakat sekitar sangat bergantung dengan usaha
pertambangan yang secara intensif ditemukan di kawasan ini baik dalam skala
kecil maupun besar. Sehingga timbul ketimpangan antara faktor lingkungan
dengan pembangunan. Masyarakat adalah pihak yang memiliki interaksi tinggi
dengan kawasan, sehingga kebijakan apapun yang berpengaruh terhadap
kawasan akan berdampak kepada mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sikap masyarakat Desa Gunung Masigit sebagai desa terdekat
dengan Pasir Pawon terhadap penetapan Karst Pasir Pawon sebagai kawasan
lindung. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode observasi, studi
pustaka, dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat yang dilakukan
selama empat hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mata pencaharian
utama sebagian besar masyarakat Desa Gunung Masigit adalah sebagai pekerja
tambang batu kapur. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat
memandang karst hanya dapat digunakan sebagai barang tambang. Sehingga
masyarakat yang berprofesi sebagai penambang memiliki sikap yang negatif

terhadap rencana penetapan Pasir Pawon sebagai kawasan lindung karena akan
membatasi pemanfaatan kawasan sebagai bahan tambang. Sedangkan
masyarakat yang berprofesi sebagai petani memiliki sikap yang positif terhadap
rencana penetapan Karst Pasir Pawon sebagai kawasan lindung karena pada
dasarnya mereka merasa tidak diuntungkan juga dengan adanya kegiatan
pertambangan.
Kata kunci :Pasir Pawon, kawasan lindung, sikap, masyarakat

Abstract
The discovery of archaeological objects including a human skeleton that was
thought to be the ancestor of Sundanese People in Pasir Pawon Karst area had
much to reveal the history of Bandung. Many local policies had been issued to
safeguard Pasir Pawon Karst that directed toward the establishment of the area

2

as a protected area. However, its implementation was difficult since most of the
livelihoods of the local people dependent on mining, which could be found
intensively in this area. This had caused an imbalance between environment with
development. The community had high interaction with the area thus any policy

affecting the area would in turn affected them. The objective of this study was to
identify community’s attitudes in Gunung Masigit Village, as the closest village to
Pasir Pawon, towards the establishment of Pasir Pawon as a protected area.
Data were collected using observation, literature studies, and in-depth interviews
conducted with community leaders for four days. The results showed that the main
livelihood of the majority of Gunung Masigit community was limestone quarry
workers. This was because most people perceived that karst could only be used
for mining purposes. Therefore, people who were miners had negative attitudes
towards the establishment of Pasir Pawon as a protected area because it would
limit the use of the area for mining. While people who worked as farmers had
positive attitudes towards the establishment of Pasir Pawon Karst as a protected
area because basically they did not feel any advantage from mining activities.
Keyword : Pasir Pawon, protected area, behaviour, community

PENDAHULUAN
Latar belakang
Kawasan Citatah yang terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung
Barat merupakan kawasan karst tertua di Jawa Barat (1,2). Kawasan ini memiliki
potensi besar antara lain sumberdaya batuan kapur, perkebunan cokelat, karet,
area Pusdik TNI AD, mata air dan objek wisata (1,2). Selain itu, wilayah batuan

gampingnya (karst) merupakan penampung air terutama pada musim hujan dan
sebagai cadangan ketika musim kemarau (3). Tidak seperti kawasan karst pada
umumnya yang lebih banyak disorot dari aspek ekologi, penemuan-penemuan
arkeologis di Karst Citatah tepatnya di wilayah Pasir Pawon memiliki nilai
penting dalam aspek kebudayaan, karena merupakan sebuah situs hunian purba
(4,5). Penemuan-penemuan tersebut telah menyita banyak perhatian dari berbagai
kalangan karena ditemukannya kerangka manusia purba yang diduga merupakan
nenek moyang Suku Sunda (6). Berkat penemuan situs manusia Pawon tersebut,
nilai sejarah Kota Bandung dapat terungkap. Goa Pawon tempat ditemukannya
rangka manusia purba ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya (2).
Melihat kepada nilai penting sejarah dan budaya kawasan ini, maka
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki inisiatif untuk melidungi kawasan Karst
Pasir Pawon melalui penetapan beberapa kebijakan daerah. Kebijakan
perlindungan Karst Pasir Pawon sebagai sebuah kawasan yang wajib dilindungi
juga tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (7), yang
menyebutkan bahwa Daftar Kawasan Lindung termasuk diantaranya adalah
daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi sebagai
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.

3


Implementasi kebijakan-kebijakan tersebut tidaklah tanpa kendala.
Citatah merupakan kawasan pertambangan batu kapur yang cukup besar.
Menurut data penelitian (8), jumlah perusahaan tambang di wilayah ini mencapai
30 perusahaan dari skala kecil sampai besar. Aktivitas penambangan
dikhawatirkan makin mendekat dan akan merambah ke Pasir Pawon yang akan
mengancam situs purbakala dan nilai-nilai strategis lainnya yang terdapat di Goa
Pawon dan sekitarnya. Pada kenyataannya, sudah tampak gejala kerusakan pada
kawasan yang ditunjukkan dengan hilangnya beberapa sumber mata air dan
konflik sosial (8).
Layaknya konflik yang dihadapi oleh semua sumberdaya alam pada
umumnya, Karst Pasir Pawon menghadapi dua isu penting: apakah kawasan karst
tersebut perlu dipertahankan untuk melestarikan nilai penting budaya yang
terkandung atau dimanfaatkan untuk aktivitas pembangunan. Dalam menghadapi
dilemma “konservasi atau konversi” ini, perlu diperhatikan dampak terhadap
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Pasir Pawon. Masyarakat sekitar
kawasan merupakan aktor utama dalam pengelolaan kawasan (9). Sehingga
upaya perlindungan kawasan perlu memperhatikan dampak ekonomi bagi
masyarakat (10). Profil Desa Gunung Masigit menunjukkan bahwa pertambangan
merupakan mata pencaharian utama masyarakat di sekitar Pasir Pawon (11).
Pengalihan alternatif mata pencaharian tidak akan mudah diterima masyarakat,
karena pertambangan sudah menjadi pekerjaan sejak dulu. Sehingga untuk
mencapai upaya perlindungan kawasan perlu dilakukan pendekatan kepada
masyarakat secara langsung (12).
Pendekatan yang dilakukan harus
mempertimbangkan sikap masyarakat terhadap upaya perlindungan Pasir Pawon.

Rumusan Masalah
Kebijakan perlindungan Pasir Pawon sebagai kawasan lindung akan
mempengaruhi perilaku masyarakat kedepannya. Masyarakat sekitar Pasir Pawon
bisa saja diuntungkan dengan terlindunginya kawasan tersebut, namun bisa juga
secara ekonomi terkekang karena pembatasan aktivitas pertambangan. Hal ini
dapat mempengaruhi perilaku yang tidak diinginkan seperti munculnya konflik
horizontal antar masyarakat maupun konflik vertikal dengan pemerintah. Perilaku
seseorang dipengaruhi oleh sikapnya (13). Oleh karena itu, rencana upaya
perlindungan suatu kawasan terlebih dahulu harus memperhatikan sikap
masyarakatnya, karena masyarakat merupakan agen penting dalam pencapaian
keberhasilan pengelolaan (9). Hasil penelitian Reindrasari (13) menunjukkan
bahwa sikap masyarakat penambang di kawasan karst banyak dipengaruhi oleh
faktor ekonomi, pergaulan, pendidikan, dan sosial.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diuraikan beberapa pertanyaan
penting dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Sejauh mana ketergantungan masyarakat terhadap pertambangan di Karst
Pasir Pawon?
2. Kebijakan daerah apa saja yang terkait dengan konservasi Karst Pasir Pawon?
3. Bagaimana sikap masyarakat terhadap penetapan perlindungan Karst Pasir
Pawon?

4

Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dari kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi sikap
masyarakat terhadap rencana penetapan Karst Pasir Pawon sebagai kawasan yang
dilindungi. Sehingga untuk mencapai tujuan utama tersebut terdapat tujuan-tujuan
khusus yaitu:
1. Mengidentifikasi ketergantungan masyarakat terhadap pertambangan di Karst
Pasir Pawon.
2. Mengidentifikasi kebijakan daerah yang terkait dengan konservasi Karst Pasir
Pawon khususnya masyarakat.
3. Mengidentifikasi sikap masyarakat terhadap penetapan perlindungan Karst
Pasir Pawon.
Manfaat
Manfaat dari artikel ini antara lain:
1. Stakeholders, menambah informasi serta pengetahuan mengenai nilai penting
karst dan sejauh mana persepsi serta sikap masyarakat sekitar terhadap Karst
Pasit Pawon. Sehingga pada akhirnya dapat dijadikan acuan untuk
pengelolaan Karst Citatah kedepan.
2. Ilmu pengetahuan, dapat dijadikan rujukan serta kepentingan untuk penelitian
selanjutnya mengenai pengelolaan karst dan permasalahannya.

METODE
Waktu dan Lokasi
Observasi lapang dilakukan selama 4 hari dari tanggal 20-23 Januari 2011.
Lokasi kegiatan adalah kawasan Karst Pasir Pawon, Desa Gunung Masigit,
Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Desa Gunung Masigit adalah desa
terdekat dengan Pasir Pawon.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain kamera,
panduan wawancara, dokumen, dan peralatan tulis.
Metode Pengambilan Data
Jenis Data
Uraian data yang diambil dalam kegiatan ini dapat dilihat pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Data dan informasi yang diambil selama kegiatan
No.

Parameter

Variabel

Metode

Sumber

1.

Kondisi
sosialekonomi
masyarakat

Mata pencaharian, tingkat
pendidikan, interaksi
masyarakat dengan Pasir
Pawon

Wawancara, studi
pustaka

Narasumber, buku,
internet

3.

Peran aktif
masyarakat

Jenis kegiatan konservasi
yang dilakukan, kelompokkelompok masyarakat,
konflik sosial, kendala

Wawancara,
observasi, studi
pustaka

Narasumber,
lapangan, buku,
jurnal

5.

Kebijakan
daerah terkait

Isi kebijakan, tujuan
kebijakan

Studi pustaka

Internet, beberapa
kebijakan daerah
terkait

Metode
Tabel 1 menunjukkan metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini
sesuai dengan data yang dibutuhkan. Uraian setiap metode tersebut adalah
sebagai berikut:
Observasi
Kegiatan observasi langsung bertujuan untuk mengamati secara langsung pada
masyarakat dalam hal pengelolaan kawasan karst Pasir Pawon dan mengetahui
masalah-masalah serta kendala pengelolaan yang terjadi di lapangan.
Wawancara
Wawancara mendalam (in-depth interview) dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan secara fleksibel, terbuka, dan tepat sasaran. Kegiatan wawancara
meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat, persepsi terhadap Karst Pasir Pawon,
interaksi terhadap kawasan, kontribusi terhadap konservasi Karst Pasir Pawon.
Wawancara pada informan kunci dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2 Informan kunci yang diwawancarai
No.

Peran

Nama

Keterangan

1.

Pekerja
tambang

Dede Jumar dan Ade
Wiharya

Penggali dan sopir truk
tambang batu kapur

2.

Pekerja nontambang

Koswara

Ketua RT 4 RW 15
(RT terdekat Pasir
Pawon)

3.

Aparat desa

Kiki

Sekretaris Desa
Gunung Masigit

6

Studi pustaka
Studi ini dilakukan untuk mendukung keabsahan dan pendalaman data yang akan
dilakukan analisis. Studi pustaka dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan
observasi. Hasil dari studi pustaka menunjang data primer yang diperoleh saat
observasi lapang. Sumber pustaka yang digunakan berupa buku, jurnal, laporan,
internet yang terkait dengan kegiatan konservasi kawasan Karst Citatah.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.
Analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketergantungan Masyarakat terhadap Sumberdaya Alam Pasir Pawon
Interaksi masyarakat dengan kawasan Pasir Pawon cukup tinggi mulai dari
pemanfaatan batu kapur, lahan pertanian, air, dan sebagainnya. Kondisi
topografinya yang sebagian besar merupakan perbukitan dan lereng gunung
menyulitkan masyarakat untuk meningkatkan penghasilannya dari sektor
pertanian, sehingga lebih banyak memanfaatkan potensi bahan tambangnya.
Jumlah total laki-laki usia 20-45 tahun adalah 2.850 orang dan 65% -nya bekerja
disektor pertambangan baik skala kecil (buruh) maupun besar (Gambar 1a).
Menurut informasi dari Bapak Koswara (Ketua RT, 21 Januari 2011, komunikasi
pribadi) tambang merupakan satu-satunya sumberdaya alam yang bisa
mendatangkan keuntungan bagi masyarakat. Kegiatan bercocok tanam (Gambar
1b) hanya sebatas pemenuhan kebutuhan harian dan belum banyak dipasarkan.
Sebagian warga juga memanfaatkan tumbuhan yang ada untuk pakan ternak
(Gambar 1c). Warga yang tidak bekerja di sektor pertambangan, bekerja sebagai
petani, pedagang, karyawan pabrik non-tambang, wiraswasta, dan PNS tetapi
potensinya tidak sebaik pertambangan (11).

(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Aktifitas masyarakat di Pasir Pawon: (a) pertambangan (b) bercocok
tanam (c) pengambilan pakan ternak.

7

Sebagian besar pendidikan masyarakat Desa Gunung Masigit hanya pada
tingkat SD. Namun, mereka telah memiliki kelompok-kelompok masyarakat
seperti kelompok tani, paguyuban, pecinta alam setempat, dll (Koswara, Ketua
RT, 21 januari 2011, komunikasi pribadi). Kegiatan rutin yang dilakukan
masyarakat sekitar dalam perlindungan Pasir Pawon dan sekitarnya meliputi
kegiatan pembersihan yang sifatnya sukarela (Gambar 2a), dan sudah rutin
dilakukan seminggu sekali, jauh sebelum situs hunian purba ditemukan. Warga
yang ikut hanya sebatas perwakilan dari tiap RT dalam satu RW yang paling
dekat dengan Pasir Pawon. Selain itu, mereka sesekali melakukan penanaman
bibit pohon selong melalui swadaya masyarakat (Gambar 2b). Dinas kehutanan
dan LSM juga pernah memberikan bibit untuk ditanam di kawasan ini dan
masyarakat sebagai penggerak teknisnya.

(a)

(b)

Gambar 2. Upaya perlindungan Pasir Pawon oleh masyarakat: (a) aksi bersih di
sekitar Goa Pawon (b) penanaman bibit.
Kebijakan Perlindungan Kawasan Pasir Pawon
Kebijakan Provinsi Jawa Barat terkait perlindungan Karst Pasir Pawon
terdapat pada Pasal 62, huruf a Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2006 (14) yang
menetapkan kawasan Karst Citatah-Tagog Apu dan Goa Pawon sebagai kawasan
yang harus dilindungi. Pasal 14 Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2002 (15) telah
mengatur setiap perencanaan pengembangan wilayah pada kawasan ini yang juga
ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi, bahwa kawasan resapan air
dan kawasan karst wajib mendapatkan pertimbangan geologi dari dinas terkait.
Selain itu, diperkuat juga oleh Pergub Jabar No. 20 Tahun 2006 (16) tentang
Perlindungan Kawasan Karst di Jawa Barat. Kebijakan-kebijakan tersebut juga
dibantu dengan dikeluarkannya Perbup Bandung Barat No. 7 Tahun 2010 (17)
terutama pada pasal 12 huruf a yang menerangkan pentingnya perlindungan Goa
Pawon dan lingkungannya dari aspek budaya sebagai benda cagar budaya karena
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan Bangsa
Indonesia, sifatnya yang memberi corak khas dan unik serta jumlah dan jenisnya
sangat terbatas dan langka.
Perbup Bandung Barat No. 7 Tahun 2010 lebih jauh menetapkan area
seluas 31,9 ha di kawasan Pasir Pawon dan sekitarnya sebagai area yang tidak
diperbolehkan adanya aktifitas pertambangan. Masalah muncul karena sebagian
kawasan yang terkena dampak dari Perbup adalah hak milik masyarakat, sehingga

8

masyarakat merasa haknya dalam mengelola tanahnya terganggu. Dampak
penutupan usaha tambang karena adanya Perbup juga telah dirasakan oleh warga
yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tambang di lokasi tersebut.
Sejauh ini masyarakat selalu menjadi sorotan utama dalam masalah
pengelolaan karst terutama tambang kapur, karena memang mereka belum terlalu
memahami nilai penting karst dari aspek non tambang (10,18). Masyarakat Desa
Gunung Masigit tidak memiliki alternatif lain sebagai sumber pendapatannya,
selain pertanian yang tidak banyak mendatangkan keuntungan. Jelas sekali bahwa
walaupun secara hukum Pasir Pawon wajib untuk dilindungi, namun
kenyataannya sulit untuk diimplementasikan karena mempengaruhi kehidupan
warga sekitar kawasan.
Sikap Masyarakat terhadap Penetapan Karst Pasir Pawon Sebagai Kawasan
Lindung
Pembangunan yang berwawasan lingkungan sangatlah penting untuk
tercapainya pembangunan yang berkelanjutan melalui tiga aspek yaitu sosial,
ekonomi, dan lingkungan (19). Salah satu aspek yang paling mendasar dalam
upaya kegiatannya adalah sosial (masyarakat), karena bagaimanapun masyarakat
merupakan pihak yang paling tinggi tingkat aktifitasnya dengan kawasan tersebut
sebagai ujung tombak para perusahaan tambang batu kapur. Walaupun
masyarakat bukan pemangku kepentingan kunci di sini, dalam arti mereka tidak
memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan secara legal, namun semua
rencana kegiatan yang akan dilakukan di kawasan ini memiliki dampak yang akan
langsung dirasakan oleh masyarakat. Sehingga peran serta masyarakat sangat
penting. Peran ini dapat ditingkatkan dengan mengetahui sikap masyarakat
terhadap kawasan.
Adanya rencana penetapan Pasir Pawon sebagai Kawasan Lindung akan
terhambat karena sebagian besar masyarakat bekerja sebagai buruh tambang.
Kendala dalam upaya perlindungan yang paling berarti adalah tidak semua warga
sadar dan peduli terhadap upaya ini. Masyarakat kurang diberikan keleluasaan
untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kegiatan konservasi ini. Sedangkan
salah satu tujuan dari Perbup Bandung Barat No. 7 tahun 2010 Pasal 18 (17)
adalah bahwa didalam pengawasan preventif sebagai upaya konservasi perlu
pembinaan hukum dan peningkatan peran masyarakat. Jelas sekali bahwa sebagai
ujung tombak pengelolaan, masyarakat harus diberikan porsi lebih dalam peran
ini. Kebijakan-kebijakan yang telah adapun baik pada level atas ataupun bawah
harus lebih dioptimalkan dan ditingkatkan upaya sosialisasinya ke masyarakat
(20). Namun pada kenyataannya, seringkali masyarakat kurang mendapatkan
sosialisasi yang jelas dari pihak pemerintah tingkat atas. Mereka hanya dilibatkan
secara teknis tanpa diberi sosialisasi mengenai pengelolaan Pasir Pawon oleh
pemerintah. Hal inilah yang menjadi “benang merah” permasalahan perlindungan
Pasir Pawon.
Rencana untuk beralih dari petani juga sulit dilaksanakan, karena tidak
semua dari mereka memiliki lahan untuk bertani. Keterampilan merekapun kurang
untuk bekerja dibidang lain, karena kurang percaya diri jika memulai bekerja dari
awal lagi pada bidang yang berbeda. Sehingga banyak dari masyarakat yang

9

berkerja sebagai penambang atau di sekitor penambangan di sekitar kawasan yang
tidak setuju dengan adanya rencana menjadikan Pasir Pawon sebagai Kawasan
Lindung. Masyarakat yang setuju dengan rencana menjadikan Pasir Pawon
sebagai Kawasan Lindung adalah mereka yang sebagian besar bekerja di bidang
pertanian. Jika tidak segera diperhatikan, ada kekhawatiran bahwa masyarakat
yang tadinya tidak menambang mungkin akan beralih profesi menjadi penambang
melihat kesejahteraan penambang lainnya (Dede Jumar, mantan buruh tambang,
22 Januari 2011, komunikasi pribadi). Sehingga perlu adanya variasi-variasi mata
pencaharian lain (9) sebagai pengalihan konsentrasi masyarakat dari tambang ke
non-tambang.

KESIMPULAN
Hampir 65% masyarakat Desa Gunung Masigit adalah pekerja tambang.
Interaksi yang tinggi dengan pertambangan menemui kesulitan dengan berbagai
upaya perlindungan Pasir Pawon yang ditetapkan pemerintah melalui Perda
Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi,
Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung,
Pergub Jabar No. 20 Tahun 2006 tentang Perlindungan Kawasan Karst di Jawa
Barat, dan Perbup Bandung Barat No. 7 Tahun 2010 tentang Perlindungan
Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya.
Rencana pengelolaan Pasir Pawon yang dilakukan oleh Pemkab Bandung
Barat belum dipahami secara benar oleh masyarakat sekitar. Hal ini karena
masyarakat belum optimal dilibatkan dalam perencanaan konsep pengelolaan.
Padahal masyarakat adalah pihak yang pasti terkena dampak langsung dalam
pengelolaannya, walaupun memang masyarakat tidak bisa menentukan wewenang
secara legalitas. Sosialisasi yang dilakukan oleh Pemkab belum dirasakan oleh
masyarakat. Kendala sosialisasi disebabkan oleh persepsi dan sikap masyarakat
yang masih menganggap bahwa karst hanya dapat dimanfaatkan untuk
pertambangan. Persepsi negatif terhadap rencana ini dikemukan oleh masyarakat
yang berpforfesi sebagai penambang sementara persepsi positif diberikan oleh
masyarakat yang berprofesi sebagai petani.

DAFTAR PUSTAKA
(1)

(2)

(3)
(4)

Bachtiar T. Gunung Kapur Rajamandala Sebagai Tempat Kerja Lapangan.
Di dalam: Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung:
Kelompok Riset Cekungan Bandung; 2004.
Suganda H. Kawasan Karst Citatah: Pusaka Masyarakat Sunda. Di dalam:
Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung:
Kelompok Riset Cekungan Bandung; 2004.
Samodra H. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia. Bandung:Badan
Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral; 2001.
PTKA Jurusan Arkeologi FIB UGM. Gua dan Ceruk. Yogyakarta:PTKA
Jurusan Arkeologi FIB UGM; 2003.

10

(5)
(6)

(7)

(8)

(9)
(10)

(11)

(12)
(13)

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

(19)

(20)

Mohr CE, Poulson TL. The Live of The Cave. America:United States of
America; 1969.
Koesoemadinata RP. Taman Bunga Karang di Perbukitan Rajamandala. Di
dalam: Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung:
Kelompok Riset Cekungan Bandung; 2004.
Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor : KEP-11/MENLH /3/1994 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan
yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Yunianto B. Analisis Kebijakan: Pemanfaatan Ruang Kawasan Karst
Citatah – Rajamandala untuk Pertambangan dan Industri Pengolahan Kapur
di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat; 2008.
Manullang S. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Kawasan Konservasi; 1999.
Wahyono A. Analisis Kebijakan Penegakan Hukum pada Pengelolaan
Kegiatan Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan. Penduduk &
Pembangunan XI (1 & 2); . 2000. hlm 63-75.
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Laporan Profil
Desa Gunung Masigit. Desa Gunung Masigit : Pemkab Bandung Barat;
2010.
Azhari SK. Norma Hukum dan Bisnis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Jurnal Sosioteknologi edisi 12 Tahun 6; 2007. hlm 289-293.
Reindrasari SD. Persepsi Masyarakat Penambang dan Pengolah Kapur
terhadap Aktivitas Penambangan di desa Redisari Kawasan Ekokarst
Gombong Selatan, Kebumen, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultahs Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor; 2007.
Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No: 2 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No: 2 Tahun
2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.
Provinsi Jabar. Peraturan Gubernur Jawa Barat No: 20 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Kawasan Karst di Jawa Barat.
Kabupaten Bandung Barat. Peraturan Bupati Bandung Barat No: 7 Tahun
2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya.
Falah R. Upaya perlindungan karst dan pembelajaran masyarakat melalui
kegiatan speleologi partisipatif. Di dalam: Indonesian Scientific Karst
Forum. Prosiding ISKF #1; Yogyakarta, 19-20 Agustus 2008. Yogyakarta:
Goenoeng Sewoe Karst Forum; 2008.
Samodra H. Inventarisasi dan Identifikasi Kars Pegunungan Selatan Jawa
Timur (Segmen Pacitan-Malang): Sebagai Arahan Klasifikasi dan Rencana
Pengelolaannya Secara Berkelanjutan. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi; 2003.
[ITTO] International Tropical Timber Organization. Sistem Tenurial Dan
Pengelolaan Lahan Secara Kolaboratif. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam; 2010.