Perilaku Penyimpangan Positif (Positive Deviance) Masyarakat Desa Gunung Masigit terhadap Konservasi Karst Citatah

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku menyimpang pada umumnya lebih sering diartikan sebagai perilaku yang negatif. Becker (1963) menerangkan bahwa, penyimpangan bukanlah suatu tindakan yang dilakukan seseorang, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi terhadap pelaku tindakan tersebut karena tidak ada sanksi yang diberikan bagi penyimpangan yang dapat diterima (positif). Dodge (1985) mengatakan, terdapat dua bentuk penyimpangan perilaku dalam lingkungan masyarakat yaitu penyimpangan negatif yang merupakan perilaku yang tidak diterima masyarakat karena dianggap melanggar norma-norma yang berlaku serta penyimpangan positif (positive deviance) yaitu perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan Zuldesni (2009) bahwa, penyimpangan positif merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok dan atau individu yang berbeda dengan individu lainnya terhadap sumberdaya yang sama, yang cenderung mengarah kepada hal-hal yang positif terhadap lingkungannya.

Konsep penyimpangan positif telah diterapkan oleh kalangan praktisi untuk memberdayakan individu masyarakat penyimpangan positif sebagai model dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam komunitas yang sama seperti menanggulangi permasalahan kekurangan gizi masyarakat, ekonomi perusahaan dan pendidikan. Menariknya, konsep penyimpangan positif ini belum pernah diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara masyarakat dengan lingkungan (konservasi) seperti dalam menjaga kelestarian sumberdaya yang terbatas yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Batu gamping merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui karena terbentuk jutaan tahun lamanya dari cangkang-cangkang binatang laut yang sudah mati. Kawasan batu gamping yang telah melalui proses karstifikasi (karst) merupakan kawasan dengan perlindungan tata air, sehingga keberadaannya sangat penting. Banyak kawasan karst yang memiliki sumberdaya selain batu


(2)

gamping yang terbatas sehingga masyarakat sekitar kawasan banyak yang berprofesi sebagai penambang.

Penyimpangan positif Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat Kabupaten Bnadung Barat terhadap kawasan Karst Citatah yaitu kelompok masyarakat (minoritas) yang beralih profesi dari sektor tambang ke sektor non-tambang serta melakukan tindakan-tindakan positif (konservasi) dalam melindungi Karst Citatah dimana, mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai penambang batu gamping. Perilaku ini menunjukkan, telah terjadi perubahan perilaku kelompok penyimpangan positif terhadap keberadaan kawasan karst yang akan memberikan dampak positif terhadap diri sendiri, kelompok maupun lingkungan yang dipengaruhi oleh motivasi masyarakatnya itu sendiri. Hal ini disebabkan karena, kelompok penyimpangan positif merupakan individu-individu yang kreatif sebagai konsekuensi adanya pesona, interaksi simbolik dan kharisma dari individu itu sendiri (Zuldesni 2009).  

Mengetahui cara pandang dan pola pikir masyarakat yang memiliki perilaku positif serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menjadi sangat penting jika sebuah adopsi ingin diterapkan atau dikembangkan agar dapat mempengaruhi individu lain yang dianggap negatif mempunyai perilaku negatif terhadap keberadaan sumberdaya karst sehingga tercipta hubungan mutualis antara kesejahteraan masyarakat dengan kelestarian kawasan karst.

1.2 Rumusan Masalah

Karst Citatah adalah salah satu kawasan karst yang terdapat di Provinsi Jawa Barat yang terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Kawasan ini merupakan areal penambangan batu gamping dalam skala kecil dan besar yang mempekerjakan masyarakat yang tinggal berbatasan dengan kawasan tersebut. Kemudahan dalam mendapatkan sumberdaya batu gamping serta penghasilan di sektor tambang yang dianggap lebih tinggi dibandingkan sektor non-tambang menyebabkan sebagian besar masyarakatnya bergantung kepada sektor tambang. Meskipun demikian, hal ini tidak menyurutkan motivasi beberapa individu maasyarakat untuk beralih profesi dari sektor tambang ke non-tambang bahkan, kelompok ini melakukan kegiatan positif untuk lingkungan sehingga


(3)

dikategorikan sebagai kelompok penyimpangan positif. Selain itu kawasan ini juga dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, sumber air dan wisata, sehingga interaksi masyarakat dengan Karst Citatah cukup tinggi.

Menarik untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang positif kelompok masyarakat di Karst Citatah karena bermanfaat bagi upaya-upaya kelestarian kawasan, diperlukan suatu analisis sosiologis dengan cara menelaah perilaku penyimpangan positif yang terjadi serta motivasi yang mempengaruhi kelompok penyimpangan positif tersebut. Berdasarkan pemaparan diatas dapat diuraikan beberapa pertanyaan penting dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana perilaku kelompok penyimpangan positif dan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam upaya perlindungan kawasan Karst Citatah?

2. Bagaimana persepsi kelompok penyimpangan positif terhadap keberadaan kawasan Karst Citatah?

3. Faktor-faktor apa yang mendorong terciptanya penyimpangan positif pada masyarakat Desa Gunung Masigit?

1.1 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku masyarakat penyimpangan positif Desa Gunung Masigit dalam konservasi kawasan Karst Citatah serta faktor – faktor yang mempengaruhinya. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji perilaku kelompok penyimpangan positif dalam upaya perlindungan kawasan Karst Citatah.

2. Mengidentifikasi persepsi kelompok penyimpangan positif terhadap keberadaan kawasan Karst Citatah.

3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pada kelompok penyimpangan positif di Desa Gunung Masigit


(4)

1.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya konservasi kawasan Karst Citatah serta dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan yang lebih menguntungkan, baik bagi masyarakat, stakeholder maupun kelestarian kawasan. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk membuat dan mengembangkan program-program perubahan perilaku dan adopsi dalam upaya perlindungan suatu kawasan.


(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpangan Positif (Positive Deviance)

Penyimpangan positif (positive deviance) adalah sebuah proses yang mengidentifikasi praktik-praktik yang dapat dijangkau, diterima dan berlangsung lama yang telah digunakan di masyarakat oleh mereka yang memiliki sumberdaya terbatas. Istilah “penyimpangan” umumnya diartikan negatif terutama apabila bertentangan dengan adat dan budaya (DEPKES 2005). Sternin (2007) menyatakan, positive deviance adalah suatu pendekatan pengembangan yang berbasis masyarakat, berdasarkan kenyataan bahwa pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat pada prinsipnya dapat ditemukan didalam masyarakat itu sendiri.

Pendekatan positive deviance lebih menekankan kepada pendekatan sistem yaitu mencari solusi masalah dari dalam sistem itu sendiri. Sistem akan lebih toleran terhadap solusi yang ditemukan saat diterapkan pada skala yang lebih luas. Singkatnya, pendekatan positive deviance adalah pendekatan pemecahan masalah yang menekankan pada pembelajaran (learning) dibanding pengajaran (teaching) (Sternin 2007). Logika dari pendekatan ini adalah mencari alasan mengapa sebagian individu-individu berhasil mengatasi suatu masalah yang sama yang dihadapi oleh individu-individu lain dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat disebarkan keanggota masyarakat lainnya.

Kelompok penyimpangan positif akan menciptakan solusi yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Triadi (2008) menyebutkan pendekatan penyimpangan positif memberikan tiga keuntungan penting dalam usaha untuk mengadopsi dan memberlakukan solusi dari luar komunitas ataupun lingkungan itu sendiri. Pertama, kemajuan terjadi dengan cepat tanpa memerlukan analisa dan sumberdaya yang berasal dari luar dalam jumlah yang besar artinya. Pendekatan penyimpangan positif tidak membutuhkan pakar atau profesor tetapi hanya butuh orang yang mampu mentransformasikan dan menfasilitasi komunitas. Kedua, hasil yang diperoleh dapat berkelanjutan, karena solusi dari masalah terletak didalam masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat tidak akan merasakan


(6)

kesulitan dalam mengakses kebutuhan mereka karena mereka memiliki apa yang mereka butuhkan. Mereka hanya melakukan hal sederhana menuju perubahan yang sangat besar dan signifikan. Ketiga, pendekatan penyimpangan positif dapat diterapkan secara luas karena ada dalam setiap komunitas. Apapun komunitasnya pasti mempunyai perilaku menyimpang yang secara positif dan tegas membuktikan keberhasilan menurut karakteristik komunitas itu sendiri karena, karakteristik komunitas dan sumberdaya di suatu tempat berbeda-beda.

2.2Karakteristik Individu Kelompok Penyimpangan Positif

Penyimpangan merupakan konsekuensi karena adanya sangsi yang diberlakukan oleh suatu komunitas, sehingga dapat dikatakan bahwa penyimpangan adalah bentuk deviasi dari norma. Ada banyak teori yang menjelaskan bagaimana individu-individu tertentu dapat melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang atau diluar norma, terutama teori tentang penyimpangan yang negatif. Tetapi belum terdapat teori yang cukup memadai untuk menjelaskan penyimpangan yang bersifat positif. Beberapa karakteristik individu penyimpangan positif yang dikemukakan oleh para ahli sosiologi, antara lain:

1. Adanya kekuatan relijius.

West (2003) mengatakan bahwa, kekuatan relijius yaitu kekuatan yang penuh dengan kebaikan, pelindung tatanan fisik dan normal, pemberi kehidupan, kesehatan dan semua kualitas-kualitas nilai manusia. Dari penjelasan tersebut, West membagi kekuatan relijius menjadi murni dan tidak murni. Antara kekuatan murni dengan kekuatan yang tidak murni tidak memiliki batas-batas yang jelas sama halnya antara penyimpangan positif dengan penyimpangan negatif yang dapat terjadi pada diri seseorang.

2. Adanya Pesona.

West (2003) mencoba menjelaskan fenomena penyimpangan positif yang disebabkan oleh adanya pesona karena dapat mempengaruhi dan meyakinkan banyak orang untuk ikut serta dengan individu penyimpangan tersebut. Individu tersebut mampu mempengaruhi individu yang lain dalam suatu komunitas sesuai dengan teori kognitif sosial.


(7)

Bandura (1986) mendefinisikan, teori kognitif sosial sebagai teori belajar sosial. Lebih lanjutnya Pervin (1996) mengkategorikan teori kognitif ini menjadi 3 komponen antara belajar dari perilaku, keyakinan diri dari individu dan standar dan tujuan yang dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai:

a) Belajar perilaku yaitu seseorang belajar melalui observasi, sehingga muncul adanya model. Contoh pada observasi dan belajar dari contoh, seseorang membutuhkan aspek kognitif untuk mengolah informasi tentang perilaku. Individu akan meniru perilaku dari orang yang dicontohnya untuk hadiah baik yang positif maupun negatif.

b) Keyakinan diri adalah suatu keyakinan individu akan kemampuannya untuk menghadapi situasi tertentu. Keyakinan akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang dilakukan, usaha yang dibutuhkan, lamanya seseorang bertahan dalam suatu tugas, dan reaksi emosional ketika mengantisipasi suatu situasi.

c) Standar dan tujuan. Kognitif mempengaruhi motivasi seseorang dan motivasi berkaitan dengan tujuan dan standar. Tujuan adalah hasil akhir yang diinginkan dan standar adalah acuan dalam berperilaku atau kinerja yang diinginkan.

3. Adanya orang asing ( The Stranger)

West (2003) menghubungkan penyimpangan positif terhadap orang asing yaitu orang luar yang datang ke suatu komunitas tetapi dapat eksis dalam kelompok. Walaupun tidak diakui sebagai anggota kelompok, namun ia memiliki pengaruh yang besar terhadap kelompok tersebut.

4. Adanya Kharisma

Giddens (1986) mendefinisikan kharisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang mempunyai sifat-sifat unggul, khas dan luar biasa dalam komunitas masyarakat.

2.3 Persepsi dan Perilaku

MacMahon dan MacMahon (1986) menyatakan bahwa persepsi adalah proses penginderaan terhadap informasi untuk membuat penafsiran dan pengertian. Desirato dalam Rahmat (1986) menyatakan persepsi sebagai


(8)

pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan suatu proses organisasi dan interpretasi pola-pola dorongan yang muncul dari lingkungan (Harun 1987). Beberapa pengertian persepsi, diantaranya adalah:

1. Suatu kajian melalui pemikiran atau pengenalan melalui pemikiran spontan 2. Pemahaman atau pemikiran yang berkembang melalui panca indra

3. Suatu teladan atau kualitas pandangan hidup

4. Pendapat terhadap sesuatu yang tertangkap dalam perasaan 5. Hasil atau bentuk pengejawantahan perasaan

Tingkat pengertian atau pemahaman, mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu hal yang pada akhirnya akan membentuk pola sikap dan perilaku sehubungan dengan apa yang dipahami tersebut. Menurut Thordike (1968) dalam Harihanto (2001), persepsi terbentuk karena faktor hereditas (keturunan atau bawaan) dan lingkungan antara lain bakat, minat, kemampuan, perasaan, fantasi dan tanggapan yang dibawa semenjak lahir serta faktor internal seperti pendidikan, lingkungan sosial dan status sosial.

Persepsi dapat dipahami dengan melihatnya sebagai suatu proses aktif yang dilakukan oleh seseorang untuk memberikan makna tertentu pada lingkungannya (manusia, objek, peristiwa, situasi, dan fenomena lain) dengan memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan lingkungan tersebut (Wood 2007). Pendekatan penyimpangan positif sebaiknya menggunakan pendekatan PAK (Practice, Attitude, Knowledge) artinya karakter kelompok penyimpangan positif dalam kaitannya dengan persepsi terhadap lingkungan, tidak membutuhkan banyak waktu dalam membuat perubahan karena, masyarakat lebih efektif untuk mengadopsi apa yang dilakukan orang lain yang mereka kenal maupun tidak dikenal. Kelompok penyimpangan positif dimulai dari praktik dimana, komunitas mengadopsi perilaku yang merupakan proses aktif terhadap lingkungan tidak berupa ceramah ataupun cerita. Proses aktif terdiri dari tiga proses yang kontinyu dan terpadu yaitu seleksi/pemilihan, pengorganisasian, dan interpretasi stimuli terhadap sensori/indera sehingga, memberikan suatu gambaran yang bermakna dan koheran (Wood 2007).


(9)

3.4 Pemanfaatan Sumberdaya Alam Karst

Samodra (2002) menyatakan, penduduk kawasan karst dan juga pendatang merupakan sumberdaya manusia yang bersifat membangun dan sekaligus merusak. Kawasan karst dikenal memiliki daya dukung lingkungan sangat rendah dan sering mengalami tekanan langsung dan tidak langsung yang berat dari penduduk yang tinggal didalam dan disekitarnya. Beberapa jenis tekanan bersumber dari kurangnya pengertian dan pemahaman masyarakat setempat terhadap lingkungan hayati dan nirhayati kawasan karst yang bersifat rapuh. Keberadaan mata air dan sungai bawah tanah di kawasan ini menjamin suplai air tawar yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan karst untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Eksploitasi terhadap kawasan karst jelas menggambarkan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat akibat desakan untuk menggali material sebagai sumber bahan tambang (batu gamping). Jika hal itu terus menerus dikerjakan maka dapat mengurangi daya dukung kawasan karst (Suhardi 2002).

Masyarakat pedesaan yang tinggal di sekitar kawasan karst tergolong masyarakat miskin sumberdaya karena keterbatasan dalam sumberdaya pertanian yang tersedia. Deliarnov (1995) menyebutkan, profil wilayah yang miskin sumber daya berupa rataan curah hujan tahunan pada umumnya berkisar antara 1000 - 2000 mm dengan suhu rata-rata berkisar C - 6 C dan jenis tanah yang dominan adalah mediteran, kambisol dan litosol.

Proses pengentasan kemiskinan akibat sumberdaya terbatas akan berhasil apabila terjadi pendinamisan masyarakat secara keseluruhan. Disamping itu, pola adaptasi baru akan dapat dilalui masyarakat apabila tidak ada perintang yang dapat menghambat terjadinya perkembangan tersebut. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada intervensi dari lembaga terkait secara langsung yang cukup intensif, yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dengan jalan pembangunan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar. Penanganan masalah ini pada prinsipnya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan rendahnya akses kelompok masyarakat terhadap peluang- peluang yang tersedia.


(10)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan Karst Citatah tepatnya di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2011 - Januari 2012.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, peta kawasan Karst Citatah, perekan suara, kamera digital dan panduan wawancara.

Keterangan:  : Desa Gunung Masigit

Sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan Bandung 2010 Skala 1 : 25000

         U 

Bandung  Cianjur


(11)

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden yang meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat, perilaku dan persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya Karst Citatah serta, interaksi dan kontribusi masyarakat terhadap perlindungan Karst Citatah. Selain itu, didapatkan juga data dari buku-buku, jurnal, majalah, artikel ilmiah, tesis, serta laporan statistik kabupaten, kecamatan dan potensi desa tempat penelitian (Tabel 1).

Tabel 1 Data yang dikumpulkan.

Parameter Variabel Sumber data Kondisi sosial

ekonomi masyarakat Desa Gunung Masigit

Jumlah dan komposisi penduduk, asal masyarakat, sumber mata pencaharian utama dan sampingan saat ini dan sejarah pekerjaan

Wawancara, observasi lapang dan studi pustaka Persepsi masyarakat

TentangKarst Citatah

Pengetahuan masyarakat tentang fungsi Karst Citatah, motif pemanfaatan Karst Citatah dan sumber informasi pemanfaatan Karst Citatah

Wawancara dan observasi lapang Persepsi masyarakat

tentang pengelolaan Karst Citatah

Pengetahuan tentang kebijakan pengelolaan kawasan Karst Citatah, pengetahuan tentang rencana pengelolaan Karst Citatah, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Karst Citatah, kompensasi kepada masayarakat sebagai dampak kebijakan pengelolaan Karst Citatah dan penyuluhan tentang pengelolaan Karst Citatah

Wawancara dan observasi lapang

Aktifitas (kegiatan sosial, ekonomi,) masyarakat di dalam kawasan karst

Bentuk aktifitas yang dilakukan terhadap Karst Citatah, frekuensi/intensitas kegiatan, dampak yang ditumbulkan terhadap Karst Citatah, inisiatif masyarakat terhadap perlindungan Karst Citatah, motivasi masyarakat dalam perlindungan Karst Citatah, kendala yang dihadapi

Wawancara dan observasi lapang

3.4 Teknik Penentuan Responden

Pengambilan sampel menggunakan teknik disproporsional sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan jumlah masing-masing kelompok subjek, dengan karakteristik responden usia produktif dan jenis kelamin laki-laki dengan asumsi bahwa, laki-laki yang bekerja memiliki peluang berinteraksi lebih tinggi dengan kawasan. Responden penelitian meliputi:

• Masyarakat penambang yaitu masyarakat yang berprofesi sebagai penambang, pembakaran maupun penjual batu gamping untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam selang waktu 5 tahun terakhir.


(12)

• Masyarakat alih profesi yaitu kelompok masyarakat yang pada awalnya bekerja di sektor tambang dan kemudian beralih profesi ke sektor non tambang seperti pertanian dan perdagangan.

• Masyarakat non-tambang yaitu masyarakat yang tidak pernah bekerja di sektor tambang termasuk sebagai penambang, pembakar maupun penjual sumberdaya batu gamping.

Monografi Desa Gunung Masigit tahun 2010 menunjukkan, jumlah laki-laki usia produktif sebanyak 2472 orang (masyarakat penambang 1523 orang dan masyarakat non tambang 923 orang). Berdasarkan wawancara dengan kepala Desa Gunung Masigit, terdapat sekitar 26 orang masyarakat alih profesi, sehingga jumlah responden dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan persamaan Slovin yaitu:

Jumlah sampel N N

.

=

96,11 ≈ 96 orang

Jumlah sampel per kelompok masyarakat ditentukan berdasarkan pertimbangan jumlah masyarakat alih profesi.

a. Masyarakat penambang = 35 orang b. Masyarakat alih profesi = 26 orang c. Masyarakat yang tidak menambang = 35 orang

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Metode sensus dilakukan untuk mengidentifikasi semua masyarakat alih profesi.

2. Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan fisik tempat penelitian, pemanfaatan sumberdaya alam karst serta kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Hasil dari observasi dideskripsikan sesuai keadaan yang sebenarnya.

Dimana: N: Jumlah total populasi e: Sampling error 0,1 dengan


(13)

3. Wawancara dilakukan kepada masing-masing kelompok masyarakat menggunakan teknik wawancara mendalam (In-depth Interview). Tahapan wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain, wawancara dengan masyarakat penambang, masyarakat non-tambang serta masyarakat alih profesi.

4. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan data-data yang sudah ada sebelumnya berupa buku-buku, majalah, jurnal ilmiah, tesis yang berkaitan dengan penelitian, serta laporan statistik dari pihak kabupaten, kecamatan maupun desa tempat penelitian.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis bersumber dari jawaban responden terhadap pertanyaan penelitian yang diberikan dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert merupakan penskalaan pernyataan sikap dan persepsi yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Jumlah alternatif respon yang digunakan pada skala Likert dalam penelitian ini ada tiga jenis (setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju). Penyusunan kuesioner ini juga dikelompokkan dalam item pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable).

Pernyataan dalam item yang mengandung mengandung nilai-nilai yang positif dan nilai-nilai yang diberikan ialah :

Tabel 2 Skoring penilaian jawaban responden berdasarkan skala Likert.

Pilihan jawaban Favourable (positif) Unfavourable (negatif)

Setuju 3 1

Ragu-ragu 2 2

Tidak setuju 1 3

Hasil dari kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah responden sehingga diperoleh nilai yang dapat menggambarkan tingkat sikap responden (Tabel 3). Interval nilai rata-rata dari pernyataan/ tanggapan untuk tingkat persepsi dapat dilihat pada tabel berikut :


(14)

Tabel 3 Nilai tingkat sikap responden berdasarkan skala Likert.

Interval nilai tanggapan Tingkat persepsi 2,00 – 3,00

1,00 – 1,99 0,00 – 0,99

Tinggi Sedang Rendah

Setelah mengetahui jawaban responden atas pertanyaan kuesioner yang diberikan, kemudian ditabulasikan ke dalam sotfware SPSS 16.0 (data entry) untuk menghasilkan data mentah (rawdata). Selanjutnya, dilakukan analisis secara deskriptif untuk menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian. Analisis data yang digunakan berupa tabulasi (penyajian data dalam bentuk tabel). Analisis ini bertujuan untuk mengubah kumpulan data menjadi suatu informasi yang mudah dipahami dengan bentuk yang lebih ringkas. Analisis deskriptif nilai diwakili oleh tabel frekuensi, persentase, dan berbagai grafik. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat persepsi masyarakat terhadap Karst Citatah, digunakan uji non parametrik. Pengolahan data dengan cara uji non parametrik merupakan pengujian hipotesa kerja (H

o), yaitu:

H = Kecocokan baik

H = Kecocokan tidak baik

Analisis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat persepsi dari masing-masing kelompok masyarakat yaitu menggunakan metode uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat persepsi responden pada beberapa pola yang diteliti (Barizi & Nassoetion 1983). Perhitungan dalam uji ini menggunakan rumus sebagai berikut: 

Keterangan:

Σ

H : nilai statistik hitung

N : jumlah ukuran sampel dari keseluruhan sampel

R : jumlah peringkat dari sampel ke-i

N : jumlah ukuran sampel ke-i

Hasil jawaban responden yang telah dihitung dengan menggunakan SPSS 16.0 dengan uji Kruskal-Wallis, maka akan didapatkan nilai Asym.Sig. Nilai Asym.Sig dibandingkan α pada tingkat kepercayaan 95% dengan derajat bebas


(15)

tertentu. Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai α > Asym.Sig, maka tolak H yang berarti bahwa terdapat perbedaan tingkat persepsi responden terhadap keberadaan kawasan Karst Citatah, dan (b) apabila α < Asym.Sig , maka terima H yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat persepsi responden terhadap keberadaan kawasan Karst Citatah.


(16)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah

Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten Bandung Barat dengan luas wilayah 10.320 ha berupa lahan sawah 1.794 ha dan darat 8.526 ha. Sebelum memasuki Kota Bandung, antara Cianjur-Padalarang terlihat rangkaian perbukitan Karst Citatah. Bentang alam Karst Citatah yang membentang kearah barat mulai dari Tagogapu sebelah utara Padalarang, hingga ke selatan Rajamandala, merupakan bentang alam yang tidak sepenuhnya terbentuk seperti karst tropis, tetapi gejala-gejala pelarutan batu gampingnya termasuk cukup intensif. Perbukitan yang sebenarnya memanjang hingga ke Pelabuhan Ratu tetapi terpotong oleh tutupan endapan gunung api di beberapa tempat antara Cianjur-Sukabumi. Menurut pustaka, geologi rangkaian ini disebut Pegunungan Rajamandala (Brahmantyo 2004).

Ujung timur laut jalur perbukitan ini adalah Pasir Kemuning di dekat Kampung Togogapu, kemudian memotong jalan raya di sekitar Situ Ciburuy. Jalur perbukitan ini sebenarnya dibagi menjadi dua oleh jalan raya Padalarang-Cianjur. Disebelah utara jalan raya terdapat rangkaian bukit-bukit terjal berbentuk kerucut yaitu Pasir Parang, Pasir Bangkung, Pasir Bancana, Pasir Pawon, Gunung Masigit, dan Pasir Mawar. Di sebelah selatan jalan raya terdapat perbukitan yang sifatnya menerus dengan puncak-puncak bernama Gunung Hawu, Pasir Pabeasan, Lampengan, Pasir Bande, Pasir btununggal, Pasir Balukbuk, Gunung Guha, Pasir Orayan, Batu Gede, Pasir Sukarame, dan Pasir Sangiang Tikoro (Koesoemadinata 2004).

4.2 Kondisi Masyarakat

Berdasarkan data dari Kecamatan Cipatat, jumlah penduduk sampai Juli 2008 berjumlah 114.647 jiwa, terdiri laki-laki 57.787 jiwa dan perempuan 56.860 jiwa, dengan mata pencaharian sebagai petani 11.274 orang, buruh tani 4.160 orang, buruh pabrik 10.036 orang, TNI/POLRI 91 orang, dan PNS 412 orang. Data penduduk yang bekerja sebagai penambang tidak tercatat, namun sudah


(17)

termasuk dalam data buruh pabrik di atas (Kecamatan Cipatat 2007 dalam Yunianto 2008).

Kecamatan Cipatat saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, karena didukung oleh infrastruktur perhubungan yang cukup memadai, lokasi wilayah yang dilalui jalan perlintasan dan dekat dengan ibukota kabupaten, serta potensi sumber daya alam yang cukup, seperti bahan tambang, pertanian, perkebunan coklat, karet dan tanaman keras lainnya (Yunianto 2008).

4.3 Pemanfaatan Kawasan Karst Citatah

Sumberdaya alam yang diusahakan di Kecamatan Cipatat antara lain; pertambangan bahan galian Golongan C berjumlah 36 usaha, industri besar 15 usaha, dan industri kecil 50 usaha. Pertambangan galian Golongan C yang jumlahnya mencapai 36 usaha adalah kegiatan pertambangan yang berizin bupati dan camat, meliputi bahan galian marmer dengan luas 88,87 ha, pasir 40,9 ha, gamping 9 ha, andesit 1 ha dan kuarsa 7,9 ha. Sedangkan industri besar yang berjumlah 15 usaha dan industri kecil 50 usaha tidak diperoleh data yang rinci, tetapi didalamnya sudah termasuk industri pengolahan gamping yang berkembang pesat seiring dengan kegiatan pertambangan (Kecamatan Cipatat 2007 dalam Yunianto 2008).

Keunikan dari bentang alam Karst Citatah adalah merupakan kompleks perbukitan batu gamping tertua di pulau Jawa. Bukti lain yang memiliki keunikan adalah Goa Pawon. Goa Pawon terletak di sisi tebing bukit Karst Gunung Masigit yang oleh penduduk setempat dinamakan Goa Pawon. Dalam bahasa Sunda, pawon artinya dapur. Situs Goa Pawon merupakan situs kepurbakalaan yang berumur sekitar 6.000-10.000 tahun yang lalu. Menurut arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung, sebagai bukti bahwa Goa Pawon pernah dihuni oleh manusia purba secara terus-menerus, goa ini terdiri dari beberapa ruangan yang kemudian diberi nama-nama khusus, seperti ruang utama, ruang makan, ruang dapur, ruang anak, dan lain-lain. Apalagi, di tempat ini kemudian ditemukan peralatan batu berbentuk sederhana sampai pecahan-pecahan gerabah dengan pola hias dalam jumlah yang sangat berlimpah dan bervariasi. Jika kita mengunjungi goa itu sekarang, barang-barang tersebut tidak lagi berada di tempatnya semula,


(18)

melainkan berada di Balar Bandung. Meski demikian, ruang-ruang yang dimaksudkan masih dapat kita lihat.

Selain itu juga terdapat Bukit Pawon dan Bukit Gunung Masigit. Kedua bukit ini jika dilihat dari arah Jakarta-Bandung memiliki pesona yang luar biasa ditambah dengan posisinya yang menghadap ke lembah Ci Bukur. Disamping potensi batu gamping, ditemukan juga berbagai jenis batuan lain, seperti batu pasir dan batu lempung yang berumur puluhan juta tahun. Batuan-batuan yang cukup keras ini tersingkap kepermukaan dan pada bagian sungai yang dangkal perlapisan batuan yang berada di bawah aliran sungai jernih itu terlihat indah sekali (Yulianto 2004).

4.4 Kebijakan Daerah terkait Konservasi Karst Citatah

Identifikasi kebijakan daerah yang sudah diterapkan terkait konservasi Karst Citatah dapat diketahui dari hasil wawancara stakeholders. Beberapa kebijakan tersebut adalah Peraturan Bupati (Perbup) Bandung Barat Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya. Beberapa kebijakan daerah yang melatar belakangi Perbup tersebut dibuat yaitu Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 20 Tahun 2006 tentang Perlindungan Karst di Jawa Barat.

Secara umum, isi bagaimana kebijakan daerah terkait konservasi Karst Citatah adalah sebagai berikut:

1) Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi. Secara umum isi Perda tersebut meliputi kewenangan pemerintah daerah, ketentuan pengelolaan yang meliputi inventarisasi, pemanfaatan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta ketentuan tentang pidana dan penyidikan. Gubernur Jabar memiliki wewenang dalam upaya implementasi Perda tersebut dan dibantu oleh Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Perda tersebut belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, salah satunya adalah belum terealisasikannya dalam hal tindak


(19)

pidana. Padahal sebelum dikeluarkannya Perbup Nomor 7 Tahun 2010 terdapat aktifitas pertambangan batu kapur di sekitar Goa Pawon.

2) Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Perda ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:

a. Mewujudkan pencapaian kawasan lindung di Jawa Barat seluas 45% pada tahun 2010, yang meliputi kawasan berfungsi lindung di dalam dan di luar kawasan hutan;

b. Mewujudkan keseimbangan ekosistem kawasan dan kelestarian lingkungan yang mencakup sumber daya alam, sumber daya air, sumber daya buatan dan nilai sejarah budaya bangsa;

c. Mewujudkan pengelolaan kawasan lindung yang bertumpu pada kewenangan Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota dan kearifan nilai budaya setempat;

d. Mengangkat, mengakui dan mengukuhkan hak-hak dasar masyarakat adat di Jawa Barat dalam penyelenggaraan, pelestarian dan pemulihan kawasan lindung;

e. Mewujudkan sinergitas dan keterpaduan yang harmonis antar daerah dan antar sektor;

f. Mewujudkan sistem informasi pengelolaan kawasan lindung;

g. Mewujudkan kelembagaan yang kuat, efektif dan responsif dalam pengelolaan kawasan lindung;

h. Memperluas dan menguatkan komitmen untuk membangun kerjasama dan kemitraan dengan dunia usaha, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemangku kepentingan lainnya;

i. Menguatkan partisipasi masyarakat dan pengakuan terhadap masyarakat adat.

Secara umum isi Perda ini meliputi ruang lingkup dan kriteria kawasan lindung, penetapan kawasan lindung Jabar, pengelolaan, pembiayaan, pengawasan, pemanfaatan, partisipasi masyarakat sekitar, larangan dan sanksi. Menurut Pasal 62 dalam Perda ini menyatakan bahwa kawasan konservasi geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 sampai dengan pasal 44 yaitu Goa Pawon


(20)

termasuk kedalam kawasan cagar alam geologi yang harus dilindungi dan Karst Citatah-Tagog Apu termasuk kedalam kawasan karst yang harus dilindungi.

3) Pergub Nomor 20 Tahun 2006 tentang Perlindungan Karst di Jawa Barat. Tujuan dari Perda ini adalah sebagai berikut:

a. Memanfaatkan sumberdaya alam batu gamping berbentang alam karst secara adil dan berimbang, yang sebesar-besarnya unuk kemakmuran rakyat;

b. Mewujudkan kesamaan gerak, langkah, dan rencana aksi kegiatan dengan memperhatikan kandungan nilai strategisnya;

c. Terciptanya kegiatan yang harmonis, sebagai perwujudan dari azas pemanfaatan dan konservasi.

Secara umum isi dari Pergup tersebut meliputi nilai strategis kawasan karst; inventarisasi dan penyelidikan kawasan karst; klasifikasi kawasan karst; dan konservasi dan pemanfaatan kawasan karst.

4) Perbup Bandung Barat Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya. Tujuan dari Perda ini adalah sebagai berikut:

a. Memanfaatkan Kawasan Situs Goa Pawon sebagai kawasan benda cagar budaya dan situs sehingga perlu adanya perlindungan dan pemeliharaan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran;

b. Menjamin kelestarian sumberdaya alam, benda cagar budaya, keanekaragaman hayati dan tata ruang;

c. Menjamin ketersdiaan dan keamanan sumberdaya alam, flora dan fauna baik untuk masa kini maupun di masa-masa yang akan datang.


(21)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perilaku Kelompok Penyimpangan Positif

Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah untuk mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja. Kegiatan penambangan merupakan suatu kegiatan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian dan pengangkutan mineral bahan tambang. Perusahaan tambang batu gamping dalam skala kecil maupun skala besar yang banyak ditemukan di Karst Citatah telah memperkerjakan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan.

Ketersediaan bahan galian di Desa Gunung Masigit sangat beragam (Tabel 4). Keragaman tersebut disatu sisi akan meningkatkan sumber mata pencaharian bagi masyarakat, namun dari sisi lain, jika dilakukan eksploitasi secara berlebihan mengakibatkan terganggunya sumber mata air disekitar kawasan yang disebabkan karena kegiatan pertambangan batu gamping yang dilakukan dengan sistem terbuka.

Tabel 4 Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan pertambangan di Desa Gunung Masigit

Sektor Profesi Masyarakat

Pertanian -Petani (323 orang) -Buruh tani (685 orang) Pertambangan dan bahan

galian C

-Penambang galian C kerakyatan (6 orang) -Pemilik usaha pertambangan skala kecil dan besar (3 orang)

-Buruh usaha tambang (90 orang) Industri kecil -Tukang batu (24 orang)

Industri menengah dan besar

-Karyawan perusahaan swasta (1.780 orang) Sumber: Laporan Desa Gunung Masigit 2011

Tabel 4 menerangkan bahwa, sektor yang paling penting yang terdapat di Desa Gunung Masigit berupa pertanian dan pertambangan. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya pada lahan di Karst Citatah baik langsung ataupun tidak langsung seperti di sektor pertanian dan pertambangan. Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tambang bisa lebih besar dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian karena, sektor pertambangan


(22)

mencakup buruh, pemilik tanah, sopir truk, karyawan perusahaan, sampai distributor.

Data yang menyebutkan secara pasti mengenai jumlah masyarakat yang bekerja pada sektor tambang memang belum tercatat. Menurut Yunianto (2008), berdasarkan data dari Kecamatan Cipatat, jumlah penduduk sampai Juli 2008 berjumlah 114.647 jiwa, dengan mata pencaharian sebagai petani 11.274 orang, buruh tani 4.160 orang, buruh pabrik 10.036 orang, TNI/POLRI 91 orang, dan PNS 412 orang. Data penduduk yang bekerja sebagai penambang tidak tercatat, namun sudah termasuk dalam data buruh pabrik di atas. Kondisi tersebut menegaskan bahwa sektor tambang begitu penting bagi masyarakat dan telah menyerap tenaga kerja yang signifikan sehingga, perilaku masyarakat Desa Gunung Masigit terhadap Karst Ciatatah terbatas pada pemanfaatan sumberdaya batu gamping Citatah karena memberikan potensi yang besar terhadap perekonomian masyarakatnya.

Sektor tambang sangat potensial dalam meningkatkan perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitarnya, namun terdapat beberapa individu yang tergabung dalam kelompok masyarakat melakukan tindakan-tindakan positif terhadap lingkungannya. Kelompok ini memiliki kemampuan memanfaatkan sumberdaya lain yang ada disekitar tempat tinggalnya untuk kepentingan hidupnya. Berikut beberapa bentuk kegiatan perlindungan yang dilakukan:

5.1.1 Penanaman di Areal Bekas Pertambangan

Kondisi topografi Desa Gunung Masigit yang sebagian besar merupakan perbukitan dan lereng gunung menyulitkan masyarakat untuk meningkatkan penghasilannya dari sektor pertanian sehingga mereka lebih banyak memanfaatkan potensi bahan tambangnya. Batu gamping merupakan sumberdaya alam yang tersedia dalam jumlah besar dan langsung dapat dimanfaatkan. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa, walaupun kegiatan penambangan tetap berlangsung, namun terdapat suatu kelompok yang melakukan kegiatan penanaman pada areal bekas pertambangan di sekitar Gunung Masigit dan Gunung Pawon sebagai upaya untuk mereklamasi kawasan yang pernah rusak oleh aktivitas penambangan. Kegiatan ini dilakukan oleh kelompok masyarakat


(23)

yang terg tanaman y guajava), untuk jeni mahoni (S Ke kelompok dalam ko mampu b tanaman d secara sim Apabila s dipersilahk yang bisa pohonnya

Gambar 2

gabung dala yang ditana nangka (Ar is pepohona Swietenia m egiatan pen k ini karena omunitas te berkoordina dan mereka mbolis ditit sudah bisa kan meman a dijadikan .

2 Perkebun pisang

(a)

am kelomp am berupa j rtocarpus h an seperti al ahagani) (G nanaman ya

a merupakan ersebut. Ke asi dengan a sebagai pe tipkan kepa

dimanfaatk nfaatkannya bahan bak

nan masyara

pok tani, p jenis buah-b heterophyllu lba (Albazia Gambar 2). ang dilakuk n perilaku elompok ya pemerinta enggerak te ada kelomp kan, baik bu a, baik buah ku kerajinan

akat melipu (c)

paguyuban buahan sep us) dan jagu

a falcatari),

kan menunju yang berbe ang melaku ah dan LS

eknisnya. P pok ini untu

uahnya ma h-buahan ya n, tanpa lup

uti: (a) Kebu

dan penci erti jambu ung (Zea m , jati (Tecto

ukkan peril eda dari ma ukan penan SM sebagai Pohon-pohon

uk dirawat aupun kayun ang bisa diju pa menanam un jagung, inta alam. klutuk (Psi mays). Sedan ona grandis) laku kreatif ayoritas ind naman ini i pemberi n yang dita t dan dipeli nya, masya ual atau kay m kembali

(b) cabe da (b) Jenis idium ngkan ), dan f dari dividu juga bibit anam, ihara. arakat yunya bibit an (c)


(24)

5.1.2 Pembersihan di Areal Situs Goa Pawon

Goa Pawon merupakan situs budaya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Bandung Barat, seperti yang terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi pasal 18 ayat 3. Selain itu Goa Pawon juga telah diatur dalam Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya (Gambar 3). Tujuan dari Perda ini adalah:

d. Memanfaatkan kawasan Situs Goa Pawon sebagai kawasan benda cagar budaya dan situs sehingga perlu adanya perlindungan dan pemeliharaan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran

e. Menjamin kelestarian sumberdaya alam, benda cagar budaya, keanekaragaman hayati dan tata ruang

f. Menjamin ketersediaan dan keamanan sumberdaya alam, flora dan fauna baik untuk masa kini maupun di masa-masa yang akan datang.

Gambar 3 Lokasi perlindungan Gunung Masigit dan Goa Pawon Kebijakan tentang keberadaan situs Goa Pawon sebagai benda cagar budaya dan objek wisata prasejarah dapat meningkatkan partisipasi kelompok masyarakat dalam menjaga dan melindungi lingkungan Goa Pawon. Kelompok ini Sumber: Lampiran Perbup No. 7 tahun 2010


(25)

mengatakan, wisata Goa Pawon mampu memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar dengan berjualan dan menjadi pemandu wisata di area Goa Pawon. Oleh karena itu, setiap minggunya dilakukan kegiatan pembersihan yang dikoordinasi oleh Kepala Desa yang bertujuan untuk menjaga warisan prasejarah, juga dapat meningkatkan kenyamanan bagi pengunjung yang datang.

5.1.3 Aksi Larangan Penambangan di Karst Citatah

Kegiatan pro-konservasi lainnya yang ditunjukkan oleh kelompok ini adalah melakukan kegiatan penyematan pita berwarna merah dan putih sepanjang 750 meter dengan lebar 110 cm yang diletakkan di sekeliling puncak Gunung Masigit. Kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang telah ditutup dari praktik penambangan berdasarkan Pergub No. 20 tahun 2006 tentang Perlindungan Karst Jawa Barat, yang ditindak lanjuti dengan perbub No. 7 tahun 2010 tentang Pelestarian Cagar Budaya. Hal ini sebagai bentuk larangan dalam melakukan aktifitas penambangan batu gamping (Gambar 4). Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC), KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang di hadiri oleh Gubernur Jawa Barat. Kegiatan ini menunjukkan bukti kepedulian masyarakat untuk kelestarian kawasan Karst Citatah terhadap kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batu gamping Citatah.

Hasil wawancara dengan koordinator pelaksana kegiatan (komunikasi pribadi, Deden 39 tahun), dari 9 gunung batu di Karst Citatah, Gunung Masigit merupakan salah satu yang dihentikan kegiatan pertambangannya. Harapannya


(26)

semua gunung di Citatah tidak lagi ditambang secara sporadis. Deden menambahkan, dengan adanya larangan-larangan yang dilakukan oleh pihak pemerintah ataupun stakeholder yang didukung oleh masyarakat sekitar, harapannya bisa mengurangi kerusakan yang terjadi di Karst Citatah dan juga, agar pihak pemerintah cepat tanggap dalam memberikan alternatif perkerjaan kepada masyarakat yang memang menggantungkan hidupnya pada batu gamping untuk meningkatkan perekonomiannya.

Tindakan-tindakan positif yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Desa Gunung Masigit menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan perilaku dimana kelompok minoritas ini melakukan tindakan-tindakan yang positif terhadap keberadaan Karst Citatah. Kelompok ini disebut dengan kelompok penyimpangan positif karena sesuai dengan pernyataan Dodge (1985), penyimpangan positif merupakan tindakan-tandakan yang dianggap unggul (superior) karena melebihi pengharapan yang umum dilakukan oleh suatu komunitas kearah yang positif. Dalam setiap masyarakat atau komunitas, ada individu-individu tertentu yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan dan perilaku-perilaku spesial atau tidak umum, memungkinkan mereka mempunyai cara-cara yang lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah dibandingkan dengan tetangga-tetangga mereka yang memiliki sumber yang sama serta mengahadapi resiko yang serupa (Zuldesni 2009).

5.2 Sikap dan Persepsi Kelompok Penyimpangan Positif

Pada dasarnya persepsi, sikap dan perilaku seseorang merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan. Gambar 5 menerangkan bahwa, persepsi seseorang mempengaruhi sikapnya. Meskipun sikap seseorang seharusnya mencerminkan perilakunya, namun karena adanya faktor eksternal yang berpengaruh, maka perilaku belum tentu mencerminkan sikap seseorang. Sikap adalah pola pikir pada seseorang setelah melihat sesuatu hal. Sikap sangat penting dalam kehidupan sosial, seperti tercermin dengan banyaknya tulisan dan penelitian tentang sikap masyarakat (Faturochman 2006). Sikap terbentuk karena keadaan yang pernah dialami. Masyarakat penambang di Desa Gunung Masigit pada umumnya memanfaatkan sumberdaya batu gamping untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Anggapan bahwa hanya batu gampinglah satu-satunya


(27)

sumberdaya yang tersedia (Gambar 6) yang bisa langsung memberikan nilai ekonomi didasarkan atas kemudahan untuk mendapatkan dan mengolahnya. Sikap kelompok masyarakat penambang ini berbeda dengan kelompok penyimpangan positif yang beranggapan bahwa masih banyak sumberdaya lain yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif profesi disektor non-tambang.

PERSEPSI SIKAP PERILAKU

Faktor eksternal

(Sumber: Riendriasari 2007 dalam Sunkar 2007) Gambar 5 Hubungan antara persepsi, sikap dan perilaku

Kelompok Penambang Kelompok Penyimpangan Positif

Gambar 6 Persepsi, sikap dan perilaku masyarakat penambang dan kelompok penyimpangan positif

Gambar 6 menunjukkan, adanya perbedaan persepsi, sikap dan perilaku kelompok masyarakat penambang dengan kelompok penyimpangan positif. Bagi kelompok penambang, hanya batu gamping sumberdaya yang ada di sekitar mereka yang bisa dimanfaatkan. Persepsi ini membentuk pola sikap yang tercermin dalam perilakunya yaitu memanfaatkan sumberdaya batu gamping secara terus menerus. Berdasarkan wawancara dengan kelompok penambang,

Persepsi

Anggapan bahwa hanya gamping yang ada di sekitar mereka

Sikap

Hanya gamping yang bisa dimanfaatkan

Perilaku

Menambang secara terus menerus

Persepsi

Anggapan bahwa tidak hanya gamping yang ada di sekitar mereka

Sikap

Tidak hanya gamping yang bisa dimanfaatkan

Perilaku

Melakukan kegiatan selain menambang


(28)

sebagian b pengolah penamban Fa melakukan masyaraka seseorang pengetahu pendidikan tergolong Sekolah D 0% dan 1 pendidikan Tabel 5 D

ket Da pendidikan diperoleh pada ting masyaraka Walaupun kelompok formal yan perlindung besar mere gamping ngan karena aktor lain y

n aktifitas atnya yang

yang tida uan yang ren

n formal m rendah den Dasar (SD)/ 11,54 untuk n tertinggi p istribusi res

terangan *: alam peng n dengan hasil α = 0, gkat keper at dalam p n tingkat p k penyimpan

ng rendah, gan dan pel

63% 17. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% S pena

eka sudah j dengan ka a tuntutan ke yang mem

penambang tergolong ak pernah ndah (Tabe masyarakat p

ngan persent /Sederajat, k SMA/Se pada SMA/ sponden ber

Kelompok gujian pen

menggunak ,05 < Asym rcayaan 95 pemanfaata endidikan ngan positi namun kelo estarian terh 37.1 .14% 53.85% SD SM mbang no enuh denga ata lain, m ebutuhan hi mpengaruhi

gan adalah rendah. Su mengenyam el 5). Hasil p penambang tase 62,86% 37,14% da derajat. Un Sederajat d rdasarkan ti penyimpan ngaruh per

kan uji Kr mp.Sig = 0,22

5% tidak an Karst C

masyarakat if yaitu sam ompok peny hadap Karst 14% 25.71% 30.77% MP/Sederajat

on tambang

an pekerjaa mereka terp dup. masyaraka tingkat pe udah menja m bangku penelitian m g dan kelom % dan 53,85

n 30,77% u ntuk masyar engan perse ingkat pend ngan positif rilaku mas ruskal-Wall 26. Maka H terdapat h Citatah terh t penamban ma-sama m yimpangan t Citatah. 0 45.71% 11.54% SMA/Sederajat

alih profe

an sebagai paksa mela

at penamba endidikan d adi anggapa pendidikan menunjukka mpok penyi

% untuk tin untuk SMP rakat non t entase 25,71

idikan form

f

syarakat te lis pada ta H0 diterima d

hubungan hadap ting ng tergolon memiliki tin positif mel 0 11.43% 3.85 Perguruan Tin esi* penambang akukan akt ang untuk dan pengeta an umum b n akan mem

an bahwa ti impangan p ngkat pendi P/Sederajat,

tambang, ti 1% dan 11,4 mal erhadap ti araf nyata dengan kata antara per gkat pendid ng sama de ngkat pendi lakukan tind 5% nggi g dan tifitas tetap ahuan bahwa miliki ngkat positif dikan serta ngkat 43%. ngkat 0,05 a lain, rilaku dikan. engan dikan dakan


(29)

Perubahan perilaku kelompok penyimpangan positif merupakan keniscayaan yang mesti dilakukan dalam perubahan kehidupan manusia seiring dengan kebutuhan manusia itu sendiri menuju kehidupan yang lebih layak. Perubahan perilaku kelompok penyimpangan positif menuntut keterlibatan masyarakat sehingga kelestarian sumberdayanya akan tetap terjaga (Triadi 2008).

5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kelompok Penyimpangan Positif

Perbuatan disebut menyimpang apabila perbuatan itu dianggap melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu tindakan yang dilakukan seseorang, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh penentu kebijakan terhadap pelaku tindakan tersebut (Triadi 2008). Hasil wawancara mengindikasikan bahwa, kelompok penyimpangan positif di Karst Citatah terbentuk melalui interaksi sosial yang cukup tinggi antara individu-individu anggota masyarakatnya. Mereka pada akhirnya membentuk kelompok kecil dalam masyarakat untuk melakukan tindakan perlindungan terhadap Karst Citatah.

Adanya kebijakan untuk menutup areal pertambangan dalam rangka perlindungan Karst Citatah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk beralih profesi. Ketika lahan tempat mereka biasa melakukan pengeboran, pembakaran maupun penggilingan batu gamping ditutup, maka kelompok penambang mencari lahan lain yang masih bisa dilakukan aktifitas penambangan. Sedangkan kelompok penyimpangan positif lebih memilih untuk berhenti sebagai penambang dan mencari alternatif pekerjaan lain yang tingkat resikonya jauh lebih rendah.

Kelompok penyimpangan positif memenuhi kebutuhan hariannya dari pekerjaan di sektor non-tambang. Beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk beralih profesi serta melakukan kegiatan-kegiatan yang berdampak positif terhadap lingkungan Karst Citatah adalah umur, pengalaman, kepemilikan lahan, akses terhadap sumberdaya, faktor sosial dan faktor ekonomi.


(30)

5.3.1 Um Tin penyimpan masyaraka kecil pad penyimpan sedangkan Tabel 6 D

ketera Pe dengan m menunjuk dengan ka Karst Cita untuk bera Ad karena tin sudah tida tidak sang pengebora dalam men usia terseb tabel diata usia 36-45 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 mur

ngkatan u ngan posit at penamba da usia ≥ ngan positi n yang palin

istribusi res

angan *: Ke ngujian ko menggunaka kkan hasil b ata lain, te atah terhada alih profesi. danya kece ngkat kema ak maksima ggup lagi an, pembaka ndapatkan b but tidak p as dapat dila

5 tahun (Ta

5.71%0 0

00% 00% 00% 00% 00%

15 – 20 t

Pen

usia masy tif berbeda ang pada u

50 tahun f, persentas ng kecil pad sponden ber

elompok pen orelasi anta

an uji Kr bahwa, α = erdapat hub ap tingkat .

enderungan ampuan ata al lagi. Has untuk mel aran dan la batu gampin produktif la

ahat bahwa, abel 7). Ra

25.71% 22.8

17.14% 2

0

th 21 ‐25 th 25

nambang

yarakat p a-beda (Ta usia 21-25 t n yaitu 2 se terbesar da usia 15-2 rdasarkan ti

nyimpangan ara perilaku ruskal-Wall = 0,05 > A bungan peri umur. Arti masyaraka au kondisi sil wawanca lakukan pe in-lain kare ng yang tin gi dalam m , rata-rata m ahardjo (199

86% 2.86%

22.86% 22.86%

7.69% 3.8

5 ‐30 th 31 ‐35 

Non tambang

penambang, abel 6). P tahun yaitu 2,86%. Ber adalah pad 0 tahun dan ingkatan um n positif u terhadap lis dengan Asymp.Sig ilaku masy nya, umur

at untuk b fisik masy ara menunj ekerjaan-pek

ena diyakini nggi serta re melakukan p masyarakat b 99) menyat 14.25% 8. % 20% 85% 30.77%

th 36 ‐40 th 4

g alih pro

, non-tam Persentase u 25,71%, d

rbeda deng a kisaran u n 21-25 tahu mur

tingkat um n taraf ny

= 0,001. M yarakat dala mempenga beralih pro yarakat dal ukkan, 73,0 kerjaan yan i memiliki t esiko yang b

praktik pen beralih prof takan bahw

57%2.86% 17.14% 11.43 30.77%

11.

41 ‐45 th 46 ‐50

ofesi*

mbang ma terbesar u dan yang p gan masya usia 36-45 t

un yaitu 0%

mur masya yata α = Maka di am pemanf aruhi masya

ofesi diseba lam menam 08% masya ng berat se

tingkat kesu besar. Selai nambangan. fesi pada re wa, rentang 2.86% 3% 2.86% .54% 15.38%

0 th >50 th

aupun untuk paling arakat tahun, %. arakat 0,05 itolak faatan arakat abkan mbang arakat eperti ulitan in itu, Dari ntang umur


(31)

mempengaruhi bidang pekerjaan, selain juga mempengaruhi persepsi seseorang terhadap lingkungannya.

Tabel 7 Lama kelompok penyimpangan positif beralih profesi.

Umur Lama Bekerja

1-2 th 3-4 th 5-6 th 7-8 th 9-10 th 15 – 20 th

21 - 25 th

26 - 30 th 7,69% 31 - 35 th 3,85%

36 - 40 th 30,77% 41 - 45 th 30,77%

46 - 50 th 11,54%

>50 th 15,38%

Kelompok penyimpangan positif berasosiasi dengan lingkungan sekitar membutuhkan waktu yang cukup lama serta di pengaruhi oleh faktor objek/sasaran. Rata-rata kelompok penyimpangan positif beralih profesi ke profesi sekarang telah berlangsung selama 5-6 tahun. Mereka beranggapan, apabila tetap melakukan kegiatan penambangan dengan tingkat resiko yang besar akan menyebabkan gangguan terhadap kesehatannya, dan tidak akan meningkatkan pendapatannya karena faktor usia membuat pekerjaan mereka tidak maksimal. Lain hal nya dengan masyarakat penambang, mereka menganggap bahwa pengalaman dalam menambang akan bertambah dengan bertambahnya usia sehingga bisa meningkatkan pendapatan. Selain itu, tidak adanya pilihan pekerjaan lain dan tidak adanya sumberdaya lain yang dapat dimanfaatkan. Disamping itu, usia juga mempengaruhi kinerja bahwa semakin tua seseorang maka menganggap dirinya semakin berpengalaman dalam bekerja.

5.3.2 Kesehatan

Kegiatan penambangan tidak selamanya menguntungkan tetapi juga dapat merugikan salah satunya mengganggu kesehatan. Kesehatan masyarakat Desa Gunung Masigit sedikit mengkhawatirkan karena banyak penyakit yang diderita masyarakat (Tabel 8).


(32)

Tabel 8 Jumlah dan jenis penyakit yang diderita masyarakat

Jenis Penyakit Jumlah Penderita Perawatan

Jantung 2 orang RS

Lever 1 orang Rumah/RS/Puskesmas Paru-paru 56 orang Rumah/RS/Puskesmas

Stroke 5 orang Rumah/RS

Diabetes melitus 6 orang Rumah/RS/Puskesmas

Ginjal 4 orang Rumah/RS/Puskesmas

ISPA 26 orang Rumah/Puskesmas

ASMA 27 orang Rumah/Puskesmas

Sumber: Laporan Desa Gunung Masigit 2010

Data di atas menjelaskan bahwa, jumlah penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat Desa Gunung Masigit adalah paru-paru dan asma. Hal ini disebabkan karena udara yang terhirup telah tercemar oleh asap pembakaran batu gamping dan kendaraan operasional pengangkut batu gamping. Kondisi ini sama hal nya dengan masyarakat penambang batu gamping di kawasan Karst Gunung Sewu. Sesuai dengan pernyataan Ko (2004), banyak masyarakat menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh debu yang dihasilkan dari pembakaran batu gamping.

5.3.3 Pengalaman

Sehari-hari masyarakat yang tinggal di sekitar Karst Citatah merupakan bagian dari denyut aktivitas yang berlangsung di kawasan ini. Mereka secara otomatis menyaksikan apa yang terjadi di lingkungannya dan secara sadar atau tidak, merasakan dampak yang ditimbulkan dari aktifitas yang mereka lakukan. Pada saat penambang belum sebanyak sekarang, masyarakat beranggapan bahwa batu gamping bisa memberikan kehidupan tanpa mengganggu kelestarian. Lambat laun mereka semakin sadar bahwa, menambang tidak bisa dilakukan secara terus menerus karena dapat merusak lingkungan Karst Citatah sehingga, perilaku kelompok penambang dianggap negatif karena merusak sumberdaya batu gamping yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi Karst Citatah yang sangat signifikan (Gambar 7).


(33)

Gambar 7 La bahwa ke merugikan pengalama lampau ya Hasil waw ketika bek puncak bu tangan. U mempenga pernyataan individu te 5.3.4 Fa D didominas semak bel Perubahan 2005 dan ain halnya egiatan tam n salah satu an individu ang membu wancara den

kerja sebag ukit karst k Untuk itu, p aruhi perila n Umar (2 erhadap ling

aktor Akses Desa Gunu si oleh per lukar. Namu

(

n Kondisi L (c) tahun 2 bagi kelom mbang tida unya terhad masyaraka uat mereka ngan individ ai penamba ketika men pengalaman akunya terh 2009), per gkungannya s terhadap ung Masigi sawahan da un hal ini y

Sumb a) ingkungan 2011. mpok peny k selamany dap lingkun atnya dalam a jera dalam du masyarak ang, pernah ngambil bat n masa lal hadap kebe rilaku seseo a dimasa lal

Sumberda it memiliki an beberap ang menjad ber: Distanbun ( Karst Citat yimpangan ya mengun ngan. Hal m artian, ada m melakuk kat (komuni h terjadi kec tu gamping lu masyarak eradaan Ka orang dipe lu. aya i topografi pa tanaman

di faktor pen nhut Bandung (c)

ah (a) tahun

positif yan ntungkan m ini disebab anya kejadia kan kegiatan

ikasi pribad celakaan ya g yang men kat Desa G arst Citatah engaruhi ol

i yang ber palawija m nghambat m

2011

g Barat

n 2003 (b)

ng berangg melainkan bkan oleh f an-kejadian n penamba di) menyebu

aitu terjatuh nyebabkan

Gunung M h sesuai de

leh pengal rbukit-bukit masyarakat masyarakat u (b) tahun gapan dapat faktor masa angan. utkan, h dari patah Masigit engan laman t dan serta untuk


(34)

beralih profesi karena tidak semua masyarakat mempunyai lahan untuk dikelola sebagai alternatif profesi non tambang. Beberapa dari individu masyarakat yang mempunyai akses terhadap kawasan telah melakukan pengolahan lahan seperti lahan pertanian (Tabel 9). Kelompok penyimpangan positif yang merupakan individu kreatif menganggap tidak hanya batu gamping sebagai sumber penghasilan melainkan masih banyak sumberdaya non tambang yang bisa dimanfaatkan (Tabel 10).

Tabel 9 Nilai komoditas tertinggi hasil SDA Desa Gunung Masigit Potensi Sumberdaya Luas Pemanfaatan Tanaman Pangan Padi ladang (131 ha)

Jagung (130 ha)

Buah-buahan 1,8 ha Jambu klutuk (4,1 ton/ha)

Apotik hidup 5,5 ha jahe (2,75 ton/ha)

Hasil hutan kayu Kayu jati (1.200 m3/tahun)

Peternakan ayam kampung (2.854 ekor dari 474 orang pemilik) domba (2.110 dari 422 orang pemilik)

Perikanan - Sumber: Laporan Desa Gunung Masigit 2010 Tabel 10 Potensi SDA Desa Gunung Masigit

Potensi Non-tambang Luasan Persawahan 141,2 ha

Perkebunan 100,6 ha

Ladang 453,3 ha

Hutan 26 ha (hutan produksi) Sumber: Laporan Desa Gunung Masigit 2010

Tabel 9 dan 10 menerangkan bahwa terdapat beberapa komoditas SDA selain tambang yang berpotensi untuk dikembangkan. Kegiatan pengolahan lahan dalam kaitannya dengan usaha pertanian, dilakukan kelompok penyimpangan positif di lahan yang teraliri sungai Ci Nyusuan dan Ci Bukur yang diolah sebagai lahan persawahan dengan memanfaatkan sumber mata air yang terdapat di kaki Gunung Pawon. Sedangkan hasil tanaman palawija yang menjadi andalan masyarakat Desa Gunung Masigit adalah jagung dan buah-buahan yang bisa dikembangkan lebih lanjut adalah jambu klutuk. Beberapa diantaranya sudah mulai mengusahakan pengolahan jambu biji menjadi dodol jambu biji. Dari sektor peternakanpun memperlihatkan potensi yang cukup baik dimana, ayam kampung dan domba merupakan hewan ternak primadona di desa tersebut.

Peningkatan komoditas non-tambang akan merangsang masyarakat agar tidak selalu bergantung kepada bahan tambang. Namun sejauh ini pengelolaan


(35)

tersebut belum optimal. Salah satu kendalanya adalah tidak semua warga memilik lahan sendiri. Hasil wawancara, hasil dari kegiatannya belum bisa mencukupi dibandingkan dengan kegiatan tambang (buruh). Untuk itu perlu kerjasama antar kelompok tani lintas desa mulai dari segi pra-penanaman sampai pemasaran atau bahkan diciptakan industri rumah tangga kreatif untuk mengakomodir hasil tersebut.

5.3.5 Faktor Sosial

Faktor sosial mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melakukan suatu tindakan seperti pandangan humanistik yaitu perilaku yang ditentukan oleh aspek internal individu seperti faktor pengalaman turun-temurun (Umar 2009). Kelompok penyimpangan positif melakukan tindakan yang positif terhadap kawasan karena adanya dorongan dari orang lain dan juga karena kemauan sendiri. Menurut Ahimsa dkk. (2003), masyarakat seperti ini termasuk kedalam kelompok masyarakat yang sikap dan perilakunya dipengaruhi oleh lingkup hidupan sosialnya yang lebih luas. Adanya interaksi antara beberapa individu dari masyarakat yang melakukan tindakan-tindakan positif dengan anggota masyarakat lainnya akan memberikan dorongan untuk terlibat dalam kegiatan serupa. Ketika seseorang berhasil dalam melakukan suatu kegiatan-kegiatan yang dianggap positif terhadap lingkungan, maka akan menimbulkan ketertarikan individu lain untuk melakukan hal yang sama. Hal ini disebut sebagai pengaruh sosial dalam belajar perilaku (Social Cognitive Theory) dimana seorang individu menjadi acuan bagi individu lain dalam hal apapun yang dilakukannya.

5.3.6 Faktor Ekonomi

Masyarakat Desa Gunung Masigit pada umumnya sangat mau dan ingin beralih dari profesi sebagai penambang. Profesi yang mereka inginkan pada umumnya adalah mencari pekerjaan yang bersih dalam artian, kondisi fisiknya tidak kotor-kotoran dan resiko yang ditimbulkan tidak besar serta gaji yang lebih besar dari sekarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai penambang kurang dari Rp. 500.000,00/bulan dengan persentase sebesar 48,57% (Tabel 11). Sedangkan pendapatan masyarakat


(36)

non-tamba pendapata kelompok persentase dipengaru serta hany hasil pen Gombong Tabel 11 D

Pe masyaraka Asymp.Si 95% terda terhadap t nyaman d untuk mem cocok dan besarnya mengangg

Ha bersedia m keterampi

ang (PNS, an lebih d k penyimpan e 69,23%. R uhi oleh pek

ya mengand nelitian Rie Selatan. Distribusi R keterangan ngujian Kru at terhadap

g = 0,005. apat hubun tingkat pend dengan pro menuhi keb n mempunya resiko yan gap itu sebu asil wawanc meninggalk lan lainnya 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% wirausaha dari 1.000. ngan positif Rendahnya kerjaan yang dalkan pada

endriasari (

Responden B

n * : Kelomp uskal-Walli p tingkat p

Maka d ngan perilak dapatan. Ar fesi sebaga butuhan hid ai keahlian ng menganc uah resiko pe cara menun kan kegiata a yang dap

48.57% 31.43%

penamba kecil <500.00

dan berda .000,-/bulan f, tingkat pe tingkat pe g sebagian satu pekerj (2007) pad Berdasarkan pok penyim is untuk me pendapatan ditolak deng ku masyara rtinya, bagi ai penamba dup sehari-h diprofesi ya cam apabil ekerjaan me njukkan ba an penamb pat menghas 2 % 20% ang 00 sedang agang) suda n dengan endapatanny ndapatan k besar tidak aan saja seb da masyara

n Tingkat Pe

mpangan pos engetahui p n menunjuk gan kata lain kat dalam masyarakat ang karena

harinya dan ang baru. M la terus m ereka sehari ahwa, 71,43 bangan asal silkan alter 20% 28.57% 51.43

non tambang g 500.000‐1.000.

ah tergolon persentase ya tergolong kelompok p k tetap, lama

bagaimana d akat penam endapatan sitif engaruh pe kkan bahw n, pada ting pemanfaata t penamban

tingkat pe n juga, belu Mereka tidak menambang, i-hari. 3% masyara lkan diberi rnatif penda 15.23 6 3% al .000 besaalih

ng besar de e 51,43%.

g sedang de enambang a masa kerj ditunjukkan mbang di

erilaku kelom wa α = 0,0

gkat keperca an Karst C ng, mereka s endapatan c um tentu m k memperdu

karena m

akat penam i pekerjaan apatan. Seb 3% 69.23% 15.38%

lih profesi ar >1.000.000 h profesi* 

engan Dan engan dapat anya, n oleh Karst mpok 05 > ayaan itatah sudah cukup mereka ulikan mereka mbang n dan belum


(37)

berprofesi sebagai penambang, sebagian masyarakat pernah bekerja sebagai pegawai restoran, sopir, penambang pasir dan jasa angkutan roda dua, yang diyakini bahwa penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena rata-rata anggota keluarga masyarakat penambang berjumlah 4-6 orang. Sedangkan bagi kelompok penyimpangan positif, alasan mereka untuk beralih karena mempunyai profesi ganda misalnya menyediakan jasa angkutan roda dua (ojek) dan pendistribusian air minum sehingga tingkat pendapatannya lebih tinggi dari kelompok penambang.


(38)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Tindakan positif yang dilakukan oleh kelompok penyimpangan positif dalam upaya perlindungan Karst Citatah antara lain penanaman di lahan bekas penambangan, pembersihan disekitar situs Goa Pawon dan pemasangan kain merah putih di atas puncak gunung masigit sebagai bukti pelarangan praktik penambangan.

2. Persepsi masyarakat penambang adalah hanya batu gamping sumberdaya yang bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan harian. Sedangkan kelompok penyimpangan positif berpendapat masih banyak sumberdaya lain yang apabila diolah dengan baik, akan mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

3. Faktor yang mempengaruhi perilaku kelompok penyimpangan positif adalah: (1) Umur yang dipengaruhi tingkat kemampuan dan kondisi fisik individu. (2) Kesehatan terkait dengan polusi udara yang tercemar oleh asap pembakaran batu kapur. (3) Pengalaman terkait tingkat kesulitan dalam bekerja. (4) Akses terhadap sumberdaya lain yang dapat dimanfaatkan. (5) Interaksi sosial yaitu adanya dorongan dan sosialisasi dari individu masyarakat sekitar (6) Ekonomi karena mempunyai profesi ganda.

6.2 Saran

1. Pendampingan secara langsung terhadap masyarakat yang telah mendapatkan penyuluhan untuk diterapkan di lapangan.

2. Penyuluhan bagi masyarakat bisa memanfaatkan dan mengaplikasikan keberadaan kelompok penyimpangan positif untuk mempengaruhi individu lain yang belum termasuk bagian dari kelompok ini.

3. Kegiatan pendidikan konservasi maupun upaya konservasi lainnya dapat memanfaatkan keberadaan kelompok penyimpangan positif, sehingga dalam suatu komunitas perlu diidentifikasi kelompok-kelompok penyimpangan positif.


(39)

4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan melalui komunitas yang sudah ada di masyarakat seperti kelompok tani, karang taruna, pecinta alam, dan sebagainya.

5. Masyarakat yang mata pencahariannya dialihkan ke non tambang perlu pendataan dan bimbingan intensif oleh dinas terkait mengenai mata pencahariannya yang baru.

6. Perlunya penelitian lebih lanjut yang intensif terkait karakteristik dan perilaku masyarakat secara umum terhadap keberadaan Karst Citatah.


(40)

PE

DEV

TER

         

KONSE

ERILAKU

VIANCE

)

RHADAP

ERVASI S

IN

U PENYI

MASYAR

P UPAYA

D

D

SUMBER

FAKUL

NSTITUT

IMPANG

RAKAT D

A KONSER

DESTIAN

DEPARTE

RDAYA H

LTAS KE

T PERTA

2012

AN POSI

DESA GU

RVASI K

N NORI

EMEN

HUTAN D

EHUTAN

ANIAN BO

2

ITIF (

POS

UNUNG M

KARST C

DAN EKO

NAN

OGOR

SITIVE

MASIGIT

ITATAH

OWISATA

T

H


(41)

DAFTAR PUSTAKA

[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahhan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 1997. Guidelines for Caves and Karst Protection. Swiss: IUCN and The World Conservation Union.

Ahimsa H.S. dan Putra. 2003. Ekonomi Moral Rasional dan Politik dalam Industri Kecil di Jawa. Esei-Esei Antropologi Ekonomi. Kepel Press. Yogyakarta. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. 2010. Laporan Profil

Desa Gunung Masigit. Desa Gunung Masigit : Pemkab Bandung Barat. Bandura, A. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive

Theory. US: Prentice-Hall Inc.

Barizi, Nasoetion AH. 1983. Metode Statistika. Jakarta: Gramedia.

Becker 1963. Studies in the Sociology of Deviance. New York. The Free Press. Brahmantyo B. 2004. Sebuah Dokumen Tua yang Rapuh Bernama Kars Citatah.

Di dalam: Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. UI Press. Jakarta

Dodge D. 1985. The Over-negativized Conceptualization of Deviance: Deviant Behavior, 6 (1), 17-37.

Faturocman M.A. 2006. Pengantar Psikologi Sosial.

Giddens A. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis karya-tulis Marc, Durkheim dan max Webber. (Penerjemah: Soeheba Kramadibrata). Jakarta. UI-Press.

Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Air Sungai. Disertasi(tidak dipublikasikan). Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Harun R. 1987. Extention Worker’s Perception of Information Media. The Agriculture Center (TAC), Lembang.

Ko. R.K.T. 2004. Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Karst Gunung Sewu. Artikel Workshop Nasional Pengelolaan Kawasan Karst, Wonogiri. Koesoemadinata RP. 2004. Taman Bunga Karang di Perbukitan Rajamandala. Di

dalam: Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan Bandung.


(42)

Krech D, Crutchfield RS, Ballachey EL. 1992. Individual in Society: A Textbook of Social Psycology. New York, San Francisco, Toronto, London; McGraw-Hill Book Company Inc.

MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada Univeristy Press.

MacMahon FB, YW MacMahon. 1986. Psychology: The Hybrid Science. The Dorsey Press Homewood. Illionis.

Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.

Perbup Bandung Barat No. 7 Tahun 2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa Pawon dan Lingkungannya.

Pervin, L.A. 1996. The Science of Personality. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi dan Pertanian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rakhmat J. 1986. Teori-Teori Komunikasi. Bandung. Remajda Karya CV.

Riendriasari S.D. 2007. Persepsi Masyarakat Penambang dan Pengolah Gamping terhadap Aktivitas Penambangan Di Desa Redisari Kawasan Ekokarst Gombong Selatan, Kebumen, Jawa Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Robbins Sp. 2003. Organitation Behavior. Ed ke-10. New Jersey: Prentice Hall Pearson Education International.

Samodra H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Samodra H. 2002. Zonasi, Salah Satu Upaya Pengelolaan Karst Gombong Selatan Secara Berkelanjutan. Makalah Pada Workshop Pengelolaan Kawasan Karst Secara Berkelanjutan di Kabupaten Kebumen, 30-31 oktober 2002. Kebumen.

Sattar A.L. 1985. Persepsi Masyarakat Pedesaan Terhadap Usaha Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan di DAS Bila Walnea Sulawesi Selatan. Tesis (tidak dipublikasikan). Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sternin J. 2007. The Positive Deviance Initiative Story. www.itpin.com. [20 Mei 2009].

Sudaryanto. 1996. Teknik Konservasi lahan Pertambangan [makalah]. Kebumen: LIPI.


(43)

Suhardi. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya Alam dan Masyarakat Di Kawasan Karst. Makalah.

Sunkar A. 2007. Sustainability Of Recources Management System In Karst : Case Study Of Gunung Sewu Karst In Cntral Java. Draft Ph.d Dissertation. Auckland University. New Zealand.

Triadi D. 2008. Positive Deviance sebagai Model Perubahan Perilaku Sosial. Jurnal Sosiologi SIGAI Vol V.

Untung SR, Kusnoto K, Marmer DH. 2004. Kerusakan Lingkungan Biogeofisik-Kimia di Kawasan Citatah dan Alternatif Pemecahannya. Di dalam: Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Umar. 2009. Persepsi dan perilaku masyarakat dalam Pelestarian fungsi hutan sebagai Daerah resapan air ( studi kasus hutan penggaron kabupaten semarang ). Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Vermeulen J, Whitten T. 1999. Biodiveristy and Cultural Property in the Management of Limestone. Washington, D. C: The World Bank.

Wahyono A. 2000. Analisis Kebijakan Penegakan Hukum pada Pengelolaan Kegiatan Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan. Penduduk & Pembangunan XI (1 & 2): 63-75.

West B. 2003. Synergies in deviance, Revisiting the Positive Deviance Debate. Electronic Juornal of Sociology. 7 (4). http:/www.sociology.org/content/vol7.4/west.html

Wood JT. 2007. Interpersonal Communication: Everyday Encounters. Ed ke-5. Belmont, CA: Thomson Wadsworth.

Wong T, E Hamilton-Smith, S Chape dan H friederich. 2001. Proceedings of The Asia Pasific Forum On Karst Ecosystem And World Hertage Gunung Mulu National Park World Heritage. Sarawak, Malaysia.

Yulianto E. 2004. Taman Nasional Citatah: Mimpi yang (Tak) Akan Terbeli? Di dalam: Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Yunianto B. 2008. Analisis Kebijakan: Pemanfaatan Ruang Kawasan Karst Citatah – Rajamandala untuk Pertambangan dan Industri Pengolahan Gamping di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. http://downloads.ziddu.com/downloadfile/6011141/karstcitatah.pdf.html [11 Aprli 2010].

Zuldesni. 2009. Menelaah Konsep Penyimpangan Positif (Positive Deviance) dalam Perspektif Sosiologi. [Paper]. Padang: Laboratorium Sosiologi Fakultas Ilmu Sosioal dan Ilmu Politik, UNAND.


(44)

PE

DEV

TER

         

KONSE

ERILAKU

VIANCE

)

RHADAP

ERVASI S

IN

U PENYI

MASYAR

P UPAYA

D

D

SUMBER

FAKUL

NSTITUT

IMPANG

RAKAT D

A KONSER

DESTIAN

DEPARTE

RDAYA H

LTAS KE

T PERTA

2012

AN POSI

DESA GU

RVASI K

N NORI

EMEN

HUTAN D

EHUTAN

ANIAN BO

2

ITIF (

POS

UNUNG M

KARST C

DAN EKO

NAN

OGOR

SITIVE

MASIGIT

ITATAH

OWISATA

T

H


(45)

PERILAKU PENYIMPANGAN POSITIF (

POSITIVE

DEVIANCE

) MASYARAKAT DESA GUNUNG MASIGIT

TERHADAP UPAYA KONSERVASI KARST CITATAH

DESTIAN NORI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(46)

RINGKASAN

DESTIAN NORI. E34070043. Perilaku Penyimpangan Positif (Positive Deviance) masyarakat Desa Gunung Masigit terhadap Upaya Konservasi Karst Citatah. Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan HARI KUSHARDANTO

Karst Citatah merupakan salah satu kawasan karst yang terdapat di Jawa Barat yang merupakan areal penambangan batu kapur yang mempekerjakan masyarakat sekitar. Desa yang mempunyai interaksi yang tinggi dengan kawasan adalah Desa Gunung Masigit yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor pertambangan. Namun terdapat kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku berbeda dengan masyarakat lainnya karena menganggap kegiatan penambangan dapat merusak kawasan dan mengganggu kesehatan. Kelompok ini disebut kelompok penyimpangan positif (positive deviance) karena kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok dan atau individu ini berbeda dengan individu lainnya terhadap sumberdaya yang sama, yang cendrung mengarah kepada hal-hal yang positif terhadap lingkungannya (Zuldesni 2009).

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu Desember 2011 sampai Januari 2012. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah peta kawasan Karst Citatah, perekam suara, panduan wawancara, kamera, buku catatan harian dan buku catatan harian. Pengumpulan data dilakukan melalui empat metode yaitu metode survei, observasi, wawancara dan studi pustaka. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat penambang, kelompok penyimpangan positif dan masyarakat non-tambang.

Perilaku kelompok penyimpangan positif terhadap perlindungan kawasan Karst Citatah adalah melakukan kegiatan penanaman di areal bekas penambangan yang bekerja sama dengan pemerintah dan stakeholder, melakukan pembersihan di sekitar Goa Pawon yang merupakan Cagar budaya prasejarah dan objek wisata prasejarah serta aksi larangan penambangan yang dilakukan atas kerjasama kelompok penyimpangan positif dengan pemerintah dan FP2KC (Forum Pemuda Peduli Karst Citatah) dan KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung). Kegiatan ini dilakukan dengan penyematan pita merah putih dengan panjang 750 meter dan lebar 110 meter yang di pasang di sekeliling puncak Gunung Masigit sebagai bukti pelarangan penambangan. Perilaku positif ini dipengaruhi oleh persepsi masyarakatnya karena menganggap masih banyak sumberdaya lain yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan penghasilan seperti pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penyimpangan positif antara lain umur, kesehatan, pengalaman, akses terhadap sumberdaya, lingkungan sosial dan ekonomi.

Kata Kunci: Karst Citatah, persepsi, perilaku, faktor perilaku, penyimpangan positif


(1)

Tabel 4 Rekapan Kelompok Masyarakat yang Beralih Profesi kesektor Non-Tambang Inisial

Responden Pekerjaan Pendapatan Pendidikan Umur Jumlah Anggota Keluarga

Lama Bekerja v alih profesi 500000-1000000 SD 39 5 5 tahun x alih profesi >1000000 SMP 33 3 7 tahun z alih profesi 500000-1000000 D1 30 3 2 tahun

ad alih profesi >1000000 SMA 29 4 4 tahun

ai alih profesi 500000-1000000 SD 53 5 10 tahun aj alih profesi 500000-1000000 SD 40 4 4 tahun

ak alih profesi 500000-1000000 SD 43 3 3 tahun

al alih profesi 500000-1000000 SMP 39 4 6 tahun am alih profesi 500000-1000000 SMP 45 5 7 tahun

an alih profesi 500000-1000000 SMA 44 2 2 tahun

ao alih profesi 500000-1000000 SMP 41 4 5 tahun

ap alih profesi 500000-1000000 SD 37 5 7 tahun

aq alih profesi 500000-1000000 SD 39 3 2 tahun

ar alih profesi 500000-1000000 SMA 38 3 1 tahun as alih profesi 500000-1000000 SD 45 4 4 tahun at alih profesi >1000000 SD 56 3 6 tahun

au alih profesi 500000-1000000 SMP 47 4 2 tahun

av alih profesi <500000 SD 55 4 1 tahun

aw alih profesi 500000-1000000 SD 43 3 2 tahun

ax alih profesi <500000 SD 36 2 1 tahun

ay alih profesi 500000-1000000 SMP 49 4 4 tahun az alih profesi <500000 SMP 44 4 6 tahun

ba alih profesi 500000-1000000 SD 37 3 2 tahun

bb alih profesi >1000000 SD 41 3 5 tahun

bc alih profesi 500000-1000000 SD 48 2 5 tahun


(2)

Lampiran 6

Tabel 5 Uji Kruskal-Wallis Kelompok Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Ranks

Profesi N Mean Rank Pendapatan Penambang 35 38.53

non-tambang 35 58.79 Alihprofesi 26 48.08 Total 96

Test Statisticsa,b Pendapatan Chi-Square 10.517

Df 2

Asymp. Sig. .005 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Pendapatan Lampiran 7

Tabel 6 Uji Kruskal-Wallis Kelompok Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Ranks

Pendidikan N Mean Rank Profesi SD 41 44.63

SMP 38 47.45 SMA 12 60.62 perguruantinggi 5 59.10 Total 96

Test Statisticsa,b Profesi Chi-Square 4.349

Df 3

Asymp. Sig. .226 a. Kruskal Wallis Test


(3)

Tabel 7 Uji Kruskal_Wallis Kelompok Masyarakat Berdasarkan Umur

Descriptive Statistics N Mean Std.

Deviation Minimum Maximum

Percentiles

25th 50th (Median) 75th Umur 96 36.03 9.899 20 61 28.00 36.00 44.00 Profesi 96 1.91 .796 1 3 1.00 2.00 3.00

Ranks

Profesi N Mean Rank Umur penambang 35 41.57

non-tambang 35 41.94 alihprofesi 26 66.65 Total 96

Test Statisticsa,b Umur Chi-Square 15.167

df 2

Asymp. Sig. .001 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Umur


(4)

Lampiran 9

Tabel 8 Uji Kruskal-Wallis Kelompok Masyarakat Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Percentiles 25th 50th (Median) 75th JmlhKel 96 2.93 1.481 0 8 2.00 3.00 4.00 Profesi 96 1.91 .796 1 3 1.00 2.00 3.00

Ranks

Profesi N Mean Rank JmlhKel penambang 35 44.84

non-tambang 35 43.24 alihprofesi 26 60.50 Total 96

Test Statisticsa,b JmlhKel Chi-Square 6.981

df 2

Asymp. Sig. .030 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Profesi


(5)

RINGKASAN

DESTIAN NORI. E34070043. Perilaku Penyimpangan Positif (Positive

Deviance) masyarakat Desa Gunung Masigit terhadap Upaya Konservasi Karst

Citatah. Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan HARI KUSHARDANTO Karst Citatah merupakan salah satu kawasan karst yang terdapat di Jawa Barat yang merupakan areal penambangan batu kapur yang mempekerjakan masyarakat sekitar. Desa yang mempunyai interaksi yang tinggi dengan kawasan adalah Desa Gunung Masigit yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor pertambangan. Namun terdapat kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku berbeda dengan masyarakat lainnya karena menganggap kegiatan penambangan dapat merusak kawasan dan mengganggu kesehatan. Kelompok ini disebut kelompok penyimpangan positif (positive deviance) karena kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok dan atau individu ini berbeda dengan individu lainnya terhadap sumberdaya yang sama, yang cendrung mengarah kepada hal-hal yang positif terhadap lingkungannya (Zuldesni 2009).

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu Desember 2011 sampai Januari 2012. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah peta kawasan Karst Citatah, perekam suara, panduan wawancara, kamera, buku catatan harian dan buku catatan harian. Pengumpulan data dilakukan melalui empat metode yaitu metode survei, observasi, wawancara dan studi pustaka. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat penambang, kelompok penyimpangan positif dan masyarakat non-tambang.

Perilaku kelompok penyimpangan positif terhadap perlindungan kawasan Karst Citatah adalah melakukan kegiatan penanaman di areal bekas penambangan yang bekerja sama dengan pemerintah dan stakeholder, melakukan pembersihan di sekitar Goa Pawon yang merupakan Cagar budaya prasejarah dan objek wisata prasejarah serta aksi larangan penambangan yang dilakukan atas kerjasama kelompok penyimpangan positif dengan pemerintah dan FP2KC (Forum Pemuda Peduli Karst Citatah) dan KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung). Kegiatan ini dilakukan dengan penyematan pita merah putih dengan panjang 750 meter dan lebar 110 meter yang di pasang di sekeliling puncak Gunung Masigit sebagai bukti pelarangan penambangan. Perilaku positif ini dipengaruhi oleh persepsi masyarakatnya karena menganggap masih banyak sumberdaya lain yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan penghasilan seperti pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penyimpangan positif antara lain umur, kesehatan, pengalaman, akses terhadap sumberdaya, lingkungan sosial dan ekonomi.

Kata Kunci: Karst Citatah, persepsi, perilaku, faktor perilaku, penyimpangan positif


(6)

SUMMARY

DESTIAN NORI. E34070043. The behavior of Positive Deviance People on The Mountain Village of Masigit Karst Citatah Conservation Efforts. Under Supervision of ARZYANA SUNKAR and HARI KUSHARDANTO

Karst Ciatatah is one of the area’s karst in west java which is a limestone mining area that employ a community around. The village has a high interaction with the region is the mountain village of Masigit, which the majority of citizens work in the mining sector. However, there are group ofpeople who have a different behavior with other community due to mining activity can damage the considers the health and disturbing. This group is called Group of positive deviation due to customs done by group and individual or be confused with other individuals of the same recources which tends to lead to positive things to their environment (Zuldesni 2009).

Subject of this research is a group of positive deviations, groups of miners, and community groups that work aside mine. Time of this research was taken in two months, December 2011 to January 2010. Equipments and materials which were used in this research such as map, tape recorder, interview guides, digital camera and diary. Data were collected through four methods: survey, interview, observation, and study of literature.

The behavior of positive deviations to the protection group the Karst Citatah is doing the activities in the area of the former mining plantation is teaming up with the Goverment and stakeholders, conduct cleanup around Pawon Cave is a prehistoric Pawon temple, and the action of a ban on mining is done in co-operation with the Government group positive deviation and youth care Forum Karst Citatah and Group Research Of Bandung Basin. Activity is done with event red tape white with long 750 meters and wide 110 meter that in pairs around a mountain peak masigit as evidence disallowing mining. The positive behavior is influenced by the perception of the citizens because many still regard the order recources if managed properly will give income such as agriculture. In contrast to the Group’s positive deviation, consider not only the limestone found around them but there are still many other resource if managed properly will get income such as agriculture, trade and entrepreneurial. Deviations positive factors that influence behavior among other age, health, experience, access to the recources, a social environment and economics.

Key Words:Karst Citatah, perception, behavior, factors of behavior, positive deviance