Enkapsulasi Metformin dengan Kitosan Nano Partikel sebagai Obat Antidiabetes Tipe II

NANOENKAPSULASI METFORMIN DENGAN
NANOKITOSAN SEBAGAI OBAT ANTIDIABETES
TIPE II

MUHAMMAD GUFRON

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nanoenkapsulasi
Metformin Dengan Nanokitosan Sebagai Obat Antidiabetes Tipe II adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Muhammad Gufron
NIM C34070064

 

ABSTRAK
MUHAMMAD GUFRON. Nanoenkapsulasi Metformin Dengan Nanokitosan
Sebagai Obat Antidiabetes Tipe II. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan
PIPIH SUPTIJAH
Metformin sebagai obat antidiabetes tipe II merupakan obat yang terbukti
ampuh. Metformin memiliki bioavailabilitas 50-60% dengan waktu paruh yang
yaitu 1,5-3 jam. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi metformin agar dapat
mengurangi efek sampingnya. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi
nanopartikel kitosan berupa morfologi, ukuran partikel, gugus fungsi, dan

membandingkan waktu paruh kitosan-metformin dengan metformin terhadap tikus
galur Sparague dawley. Proses enkapsulasi antara kitosan dan metformin berhasil
dilakukan. Hal ini dapat ditunjukkan ukuran kitosan membesar setelah proses
enkapsulasi dengan meformin, peningkatan ukurannya sebesar 92,24 nm. Selain
itu, hasil uji FTIR yang menunjukkan adanya penggabungan gugus fungsi kitosan
dengan metformin dan terlihat pada foto SEM yang dihasilkan. Hasil uji in vivo
menunjukkan bahwa kitosan-metformin dapat 4% lebih efektif menurunkan gula
darah dibandingkan metfromin. Selain itu, dapat menurunkan gula darah hingga 4
jam.  
Kata kunci: diabetes tipe II, metformin, nanokitosan, nanoenkapsulasi,
nanokitosan-metformin

ABSTRACT
MUHAMMAD GUFRON. Nanoenkapsulasi Metformin With Nanokitosan As
Antidiabetic Drug Type II. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH
SUPTIJAH
Antidiabetic drug metformin as type II is a proven remedy. Metformin has
a bioavailability of 50-60% with a half-life is 1.5-3 hours. Therefore, metformin is
necessary modifications in order to reduce side effects. The purpose of this study
was to characterize a chitosan nanoparticle morphology, particle size, functional

groups, and the half-life compared with chitosan-metformin metformin on
Sparague Dawley rat strain. Encapsulation process between chitosan and
metformin successfully done. It can be shown after the enlarged size of chitosan
encapsulation process with meformin, increased size of 92.24 nm. In addition,
FTIR test results indicating the presence of functional group incorporation of
chitosan with metformin and look at the resulting SEM photograph. In vivo test
results showed that the chitosan-metformin 4% more effective in lowering blood
sugar than metfromin. Also, it can lower blood sugar for up to 4 hours.
Keywords: metformin, nanochitosan,
metformin, type II diabetes

nanoencapsulation,

nanochitosan-

NANOENKAPSULASI METFORMIN DENGAN
NANOKITOSAN SEBAGAI OBAT ANTIDIABETES
TIPE II

MUHAMMAD GUFRON


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul

: Enkapsulasi Metformin dengan Kitosan Nano Partikel sebagai
Obat Antidiabetes Tipe II
Nama
: Muhammad Gufron
NIM

: C34070064
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh,

Dr. Pipih Suptijah, MBA.
Pembimbing II

Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.
Pembimbing I

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil
Ketua Departemen

Tanggal lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)

PRAKATA
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih juga penulis ucapkan pada Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim,
M.Sc dan Ibu Dr. Pipih Suptijah, MBA atas bantuan dan bimbingannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini sebaik mungkin. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sangat besar pada kedua orang tua penulis atas
doa dan motivasinya untuk kelancaran serta kesuksesan penulis. Penulis juga
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Iqbal, Rama, teman-teman
Teknologi Hail Perairan (angkatan 43, 44, 45 dan 46) serta karyawan Departemen
Teknologi Hail Perairan yang setia membantu dan memberikan semangat kepada
penulis.
Penulis sadar bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan yang diharapkan, oleh karena itu saran dan kritik yang dapat
membuat usulan penelitian ini menjadi lebih baik sangat diharapkan oleh penulis.
Penulis berharap penelitian ini akan berjalan dengan baik dan lancar.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bogor, September 2013

Muhammad Gufron

 


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
Latar Belakang..................................................................................................... 3
Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5

Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 5
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 5
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 5
Bahan dan Alat .................................................................................................... 5
Metode Pembuatan Nano Partikel Kitosan.......................................................... 5
Tahapan pengujian dan menganalisis karakteristik nano kitosan........................ 7
Proses Enkapsulasi .............................................................................................. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7
Nanopartikel Kitosan ........................................................................................... 7
Analisis (Fourier Transform Infrared) FTIR ....................................................... 7
Analisis In Vivo................................................................................................. 10
KESIMPULAN ..................................................................................................... 13
SARAN ................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13
LAMPIRAN .......................................................................................................... 16
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 19
 

 


DAFTAR TABEL

1

Hasil pengukuran gula darah

9

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5

Diagram Alir Enkapsulasi Metformin dengan Nanokitosan
Nilai hasil uji PSA
Kurva hasil uji FTIR
Hasil SEM kitosan-metformin

Grafik persentase pengukuran gula darah

5
7
8
10
12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) 
2 Proses Pengukuran Gula Darah Pada Tikus Putih
3 Hasil pengukuran PSA

 

14 

15
18


1
 

PENDAHULUAN
 

Latar Belakang
Diabetes mellitusmerupakan penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh
yang dicirikan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) disertai gangguan
pada metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai dampak dari menurunnya
fungsi insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Menurut hasil
survei WHO (2008), jumlah penderita Diabetes mellitusdi Indonesia menduduki
ranking ke-4 terbesar di dunia. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah
penderita diabetes mellitus pada tahun 2006 telah mencapai 366 juta orang. Pada
tahun itu, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita diabetes mellitus di
Asia Tenggara. Sebanyak 80% responden Diabetes mellitus menderita diabetes
mellitus tipe 2 dan mereka membutuhkan pengobatan secara terus menerus
sepanjang hidupnya (WHO 2008).
Diabetes mellitus tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat defisiensi insulin relatif dan atau
ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Nita et al. 2012). Pada penderita DM
tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel
berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil
masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa
menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak
pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. DM tipe 2 sering kali
tidak dapat dirasakan gejala-gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak
terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi bermacam-macam komplikasi
(Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).
Metformin adalah obat oral untuk DM tipe 2 yang dapat membantu
menurunkan kadar gula darah dalam tubuh dengan mengurangi jumlah gula yang
diproduksi oleh hati, serta secara bersamaan meningkatkan kemampuan
penyerapan gula dari otot-otot. Selain itu, metformin juga dapat meningkatkan
sensitivitas insulin, mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sekresi
insulin (Tan 2011). Metformin diperkirakan mempunyai bioavailabilitas oral
50%-60%, kelarutannya dalam lipid rendah, dan volume distribusinya pada cairan
tubuh. Selain itu, metformin mempunyai waktu paruh yaitu 1,5-3 jam. Dengan
waktu paruh secepat itu, metformin harus sering dikonsumsi. Menurut Tan
(2011) pemberian metformin pada penderita diabetes minimum dua atau tiga kali
sehari. Penggunaan metformin umumnya akan menimbulkan efek yang kurang
baik untuk tubuh. Efek samping yang sering muncul adalah gejala gastrointestinal
diantaranya mual, muntah, kembung, nyeri epigastrium dan diare. Penggunaan
secara terus menerus dapat meningkatkan risiko asidosis laktat sehingga dapat
berakibat fatal. Kerja metformin pada glukoneogenesis di duga mengganggu
pengambilan asam laktat oleh hati. Hal ini dapat diminimalkan dengan
meningkatkan bioavailabilitas dan memperpanjang waktu paruh metformin.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah nanoenkapsulasi.
Nanoenkapsulasi merupakan salah satu cara penyalutan dalam skala nano untuk

 

2
 

mengendalikan laju pelepasan senyawa yang disalutnya. Beberapa polimer
turunan selulosa misalnya hidroksipropil metil selulosa (HPMC) dan etil selulosa
(EC) telah banyak digunakan dalam sediaan lepas terkendali (Wade 1994 dalam
Sutriyo et al. 2005). Kitosan memiliki struktur mirip selulosa dan mampu
membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam pengantaran obat (Sutriyo
et al. 2005). Kitosan dapat membentuk gel (hidrogel) karena tautan silang kitosankitosan yang terjadi secara ionik (Berger et al. 2004). Kitosan dalam bentuk gel
telah digunakan sebagai penyalut obat antiradang ketoprofen (Yamada et al. 2001)
dan propanolol hidroklorida (Sutriyo et al. 2005). Dalam penelitian ini kitosan
digunakan sebagai penyalut. Hal ini karena kitosan memiliki struktur mirip
selulosa dan mampu membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam
pengantaran obat. Menurut Hu et al. (2007) salah satu bahan yang aman
digunakan sebagai penyalut adalah kitosan yang merupakan hasil ekstraksi limbah
kulit hewan golongan Crustacea. Selain itu, kitosan merupakan polisakarida
alami yang memiliki sifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel, hanya
saja dalam bentuk gel bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi (Lee et al. 2006).
Modifikasi yang pernah dilakukan ialah dengan menambahkan senyawa penautsilang glutaraldehida dari bahan saling tembus (interprenetrating agent) polivinil
alcohol (PVA) (Wang et al. 2004). Bahan saling tembus lainnya yang pernah
digunakan adalah gom guar (Sugita et al. 2006) dan karboksimetil-selulosa
(Sugita et al. 2007). Modifikasi tersebut menghasilkan sifat reologi kitosan yang
lebih kuat dibandingkan dengan tanpa modifikasi.
Keuntungan penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantaran terkendali
obat ialah ukuran dan karakterisktik permukaan nanopartikel mudah dimanipulsai
untuk mencapai target pengobatan. Nanopartikel juga mengatur dan
memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor ke sasaran dan obat dapat
dimasukkan ke dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju
target pengobatan (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel memiliki kelebihan
yaitu daya serap intraseluler yang relatif tinggi. Ukuran nanometer mampu
melewati biological barrier (Reis et al. 2005). Beberapa hasil penelitian
menjelaskan bahwa jumlah nanopartikel yang melewati epitelium usus lebih besar
daripada mikrosfer (>1 µm) (Wu et al. 2005).
Tujuan penelitian ini adalah uji karakteristik kitosan-metformin
menggunakan tiga cara yaitu uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsional, uji
PSA untuk mengetahui ukuran partikel dan uji SEM untuk melihat morfologi
partikel. Selain itu, untuk mengetahui bioavailabilitas kitosan-metformin dengan
metode in vivo digunakan tikus putih jenis Sparague-Dawley.
Rumusan Masalah
Metformin yang digunakan untuk penyembuhan diabetes selama ini
masih memiliki efek samping yang berbahaya terhadap ginjal. Kitosan
Nanopartikel diharapkan dapat mengurangi efek samping metformin dan
menambahkan aktivitas antidiabetes.

3
 

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi nanopartikel kitosan
berupa morfologi, ukuran partikel, gugus fungsi, dan membandingkan waktu
paruh kitosan-metformin dengan metformin terhadap tikus galur Sparague
dawley.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai jalan keluar terhadap
potensi obat-obatan yang selama ini digunakan namun masih memiliki efek
samping yang dapat membahayakan tubuh dengan cara membuat enkapsulasi
nano kitosan. Manfaat lain yang didapatkan ialah penambahan mutu dari aktivitas
antidiabetes metformin yang ditambah kemampuan antidiabetes dari nano kitosan.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah penambahan enkapsulasi nano kitosan
pada metformin akan dapat minimalisir efek samping dari penggunaan metformin
dan menambah kemampuan dari aktivitas antidiabetes metformin.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan Agustus 2013
di Laboratorium Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor (IPB), Kampus
IPB Dramaga, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan serbuk,
aluminium foil, aquades, larutan asam asetat 0,1%, larutan tween80 0,01%,
larutan tripolipospat 0,1%, metformin dan tikus galur Sparague dawley.
Alat-alat yang dipakai adalah neraca analitik, sudip, batang pengaduk,
beaker glass, pipet tetes, gelas ukur, semprotan, spray dryer dan WiseStir MSH200.
Metode Pembuatan Nano Partikel Kitosan
Penelitian utama meliputi tahapan pembuatan nanopartikel kitosan yang
mengacu pada metode Wahyono (2010) yaitu pengadukan magnetik pada suhu
kamar dengan 3% (b/v) kitosan dalam asam asetat 1% sebanyak 100 mL,
kemudian dilakukan pemotongan ikatan gel lunak menggunakan metode yaitu
magnetic stirrer selama 2 jam dengan kecepatan 1400 rpm. Kemudian tambahkan

 

4
 

larutan tween 80 0,01% ditambahkan sebanyak 2 semprotan yang dapat
memisahkan antara gel satu dengan gel lainnya, distirrer selama 30 menit. Setelah
itu, 100 mL tripoliphospat 0,1% ditambahkan bertujuan agar ukuran partikel yang
dihasilkan tetap stabil, distirrer selama 30 menit. Larutan nano kitosan tambahkan
metformin sebanyak 8% dari penggunaan kitosan, kemudian distirrer selama 15
menit. Tahap terahkir larutan campuran di spray drying.
Produk yang telah jadi kemudian diuji untuk mengetahui ukuran partikel,
struktur molekul, dan efektifitasnya. Uji ukuran partikel dengan menggunakan
Particel Size Analysis (PSA), melihat struktur patikel dengan menggunakan
Scaning Electron Microscope (SEM), dan uji bioavibilitas dengan uji in vivo
menggunakan tikus galur Sparague dawley.
Proses Enkapsulasi
3 gr kitosan serbuk

dilarutkan dengan
Asam Asetat 1%

Penambahan
Tween 0,1%,
10 µl

Homogenisasi, 1400
rpm, 2 jam

Homogenisasi, 6000
rpm, 30 menit

Analisis

Penambahan
Tripolipospat 0,1%,
100 ml

Nano Kitosan (cair)
Penambahan
Metformin

 

Homogenisasi, 1400
rpm, 30 menit

 
 

Spray Drying

 
Analisis

 
 

Kitosan Metformin

Analisis
Analisis

Gambar 1 Diagram alir enkapsulasi metformin dengan nanokitosan

5
 

Tahapan pengujian dan menganalisis karakteristik nano kitosan
Uji stabilitas ukuran partikel dengan PSA (Particel Size Analizer) untuk
mengetahui potensial Zeta, distribusi partikel dan diameter nano kitosan.
Selanjutnya nano kitosan yang paling stabil dikeringkan dengan Spray dryer.
Tahap
terakhir
adalah
karakterisasi
nanopartikel
yang
dihasilkan melalui SEM untuk mengetahui karakteristik dan morfologi
nanopartikel kitosan serta keadaan missel yang memiliki stabilitas yang konstan.
Uji stabilitas nano kitosan dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Setelah
itu, dilakukan uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsional nano kitosan tersebut.
Tahapan uji in vivo
Uji in vivo dilakukan dengan menggunakan tikus putih galur Sparague
dawley. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu pemberian larutan gula dan
tidak pemberian larutan gula (normal). Untuk kelompok yang diberi larutan gula
dibagi lagi menjadi 3 kelompok yaitu pemberian larutan gula saja (kontrol
negatif), pemberian larutan metformin (kontrol positif) dan pemberian larutan
kitosan-metformin. Setelah dikelompokkan tikus diukur gula darahnya. Gula
darah diukur dengan glukosa meter merk easytouch. Tikus yang sudah diukur gula
darahnya diberikan larutan gula sebanyak 2 mL lalu gula darah diukur kembali
setelah 1 jam. Kemudian tikus diberi perlakuan sesuai yang telah dikelompokkan
lalu diukur gula darahnya setiap 1,5 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanopartikel Kitosan
Kitosan yang digunakan adalah kitosan larut asam. Pembuatan
nanopartikel kitosan mengacu pada Wahyono (2010). Kitosan memiliki struktur
mirip selulosa dan mampu membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam
pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Kitosan merupakan polimer alam yang
bersifat non-toksik, biokompatibel, biodegradabel, polikationik dalam suasana
asam (Sutriyo et al. 2005) dan dapat membentuk gel (hidrogel) karena tautan
silang kitosan-kitosan yang terjadi secara ionik (Berger et al. 2004). Kitosan
dalam bentuk gel telah digunakan sebagai penyalut obat antiradang ketoprofen
(Yamada et al. 2001) dan propanolol hidroklorida (Sutriyo et al. 2005). Selain itu,
kitosan berperan penting dalam sistem penghantar protein atau peptide oleh
nanopartikel kitosan (Xu et al. 2003), serta dapat termodifikasi dengan gugusgugus hidrofobik (kolesterol) dan hidrofilik (polietilen glikol) (Jang et al. 2002). 
Pada penelitian ini, larutan kitosan 3% (b/v) dicampur dengan tripolipospat
konsentrasi 0,1% (b/v). Pencampuran polimer kitosan dengan polianion sodium
tripolipospat yang menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino
kitosan dengan muatan tripolipospat. Tripolipospat dianggap sebagai pengikat
silang yang paling baik (Mohanraj dan Chen 2006). Shu dan Zhu (2002)
melaporkan bahwa penggunaan tripolipospat untuk pembentukan gel kitosan

 

6
 

dapat meningkatkan mekanik dari gel yang terbentuk. Hal ini karena tripolipospat
memiliki rapatan mutatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan
polikationik kitosan akan lebih besar. Peran tripolipospat sebagai zat pengikat
silang akan memperkuat matriks nanopartikel kitosan. Menurut Mi et al. (1999)
dalam Rachmania (2011) penambahan jumlah tripolipospat akan menurunkan
ukuran nanopartikel, semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara kitosan
dan tripolipospat akan meningkatkan kekuatan matriks kitosan sehingga akan
membuat nanopartikel semakin kuat dan keras, serta semakin sulit terpecah
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Konsentrasi kitosan yang tinggi dengan
penambahan tripolipospat yang tetap akan menyababkan penggumpalan
(aglomerisasi) pada molekul kitosan sehingga proses pemecahan menjadi kurang
efektif. Larutan kitosan yang telah tercampur dengan tripolipospat ditambah
dengan surfaktan. Surfaktan yang digunakan adalah tween 80 dengan konsentrasi
0,01% (b/v). Menurut Silvia et al. (2006) penambahan surfaktan dapat
memperkecil ukuran partikel kitosan. Tween 80 adalah zat yang banyak dipakai
sebagai surfaktan. Hal ini karena tween 80 memiliki sifat nontoksik, selain itu
tween 80 banyak digunakan sebagai emulsifier dan penstabil pada bidang pangan
dan farmasi. Dalam pembuatan nanopartikel kitosan surfaktan berfungsi sebagai
emulsifier. Larutan nanopartikel kitosan yang telah homogen kemudian dispray
drying.
Analisis Particles Size Analyzer (PSA)
Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan analisis
gambar atau beberapa jenis penghitungan partikel. Nanokitosan yang dihasilkan
diuji ukurannya menggunakan alat Particels Size Analyzer (PSA). Hasil pengujian
PSA pada Gambar 4. Nilai hasil uji PSA nanopartikel kitosan dan kitosan
metformin. Berdasarkan hasil uji PSA diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata
ukuran kitosan dan kitosan-metformin adalah 259,22 nm dan 351,46 nm. Ukuran
kitosan membesar setelah proses enkapsulasi dengan mefromin. Peningkatan
ukurannya sebesar 92,24 nm. Hasil ini menunjukkan proses enkapsulasi berhasil.
Hasil yang didapatkan sudah termasuk dalam kategori nanopartikel. Menurut
Mohanraj (2006) nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berbentuk padat
dengan ukuran sekitar 10-1000 nm. Hal yang berpengaruh dalam teknologi
pembuatan nanopartikel adalah metode preparasi yang dilakukan. Metode
pengaduk magnet dapat menghasilkan partikel yang lebih stabil dengan ukuran
yang lebih merata, rata-rata ukuran partikel dibawah 1000 nm (Hermanus 2012).
Menurut Rachmania (2011) pengaruh cara pengecilan ukuran dengan pengaduk
magnet pada kecepatan tinggi dapat menyamaratakan energi yang diterima oleh
seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen. Pada
ultrasonikator penyebaran energinya kurang merata, sehingga energi yang
dipantulkan pada molekul dalam larutan berbeda-beda. Pemantulan yang berbedabeda menyebabkan molekul dalam larutan tidak sama, ada yang lebih dahulu dan
ada yang lebih lama sehingga ukuran partikel yang dihasilkan tidak homogen
(Wulandari 2010). Selain itu, penggunaan tripolipospat yang tepat dapat

7
 

menurunkan ukuran nanopartikel dan meningkatkan kekuatan matriks kitosan
sehingga membuat nanopartikel semakin kuat dan sulit terpecah (Mi et al. dalam
Rachmania 2011).





Gambar 2 nilai hasil uji PSA (a) nanopartikel kitosan dan (b) kitosan metformin
Analisis (Fourier Transform Infrared) FTIR
Spektrum inframerah dapat mendeteksi keberadaan gugus fungsi yang
digunakan untuk identifikasi senyawa dalam suatu sampel (Zhang et al. 2007).
Prinsip kerja FTIR berdasarkan pada serapan atau transmitan sinar infra merah
oleh molekul penyusun suatu senyawa pada sampel. Apabila frekuensi dari suatu
vibrasi gugus fungsi sama dengan frekuensi radiasi sinar infra merah maka
molekul akan menyerap sinar tersebut. Hal ini menyebabkan tidak semua sinar
infra merah diserap oleh molekul, sebagian lainnya diteruskan (Rahmi 2012).
Hasil yang diperoleh dari FTIR berupa grafik transmitan. Analisis FTIR dapat
digunakan untuk mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa organik maupun
senyawa polimer pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Penentuan bilangan
gelombang tersebut karena sesuai dengan penentuan gugus fungsi senyawa
organik (Nuance 2004 dalam Rachmania 2012). Analisis FTIR dapat digunakan
untuk mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa organik maupun senyawa
polimer pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Penetuan bilangan gelombang
tersebut dikarena sesuai dengan penentuan gugus fungsi senyawa organik (Nuance
2004 dalam Rachmania 2012).

 

8
 

A

B

C

Gambar 3 kurva hasil uji FTIR (A) kitosan, (B) metformin dan (C) nanopartikel
kitosan-metformin

9
 

Kurva transmitran hasil FTIR menunjukkan profil kimiawi berupa pola
spektrum. Dalam penelitian terdapat 4 sampel yang diuji yaitu kitosan,
nanopartikel kitosan, metformin dan nanopartikel kitosan-metformin. Menurut
Firdaus et al. (2008) kitosan memiliki gugus spesifik, yaitu (–NH2) dan (–OH).
Dapat dilihat pada kurva FTIR kitosan (a) gugus amina (–NH2) berada pada
bilangan gelombang 1651 cm-1, sedangkan gugus hidroksil (–OH) berada pada
bilangan gelombang 3441 cm-1. Keberadaan bilangan gelombang tersebut pada
kurva FTIR nanokitosan (b) mengalami pergeseran gugus amina (–NH2) berada
pada bilangan gelombang 1643 cm-1, sedangkan gugus hidroksil (–OH) pada
bilangan gelombang 3410 cm-1. Menurut Pebriani et al. (2012) serapan bilangan
gelombang gugus amina (–NH2) dan gugus hidroksil (–OH) pada kitosan komersil
berada pada bialngan gelombang 1655 cm-1 dan 3450 cm-1.
Bilangan gelombang 1317,14 cm-1, 1257,36 cm-1 dan 1156,12 cm-1
menunjukkan vibrasi gugus asetil (-CH3CO-), metil (–CH3) dan rentangan (-CO-).
Ketiga gugus tersebut merupakan gugus metal (Pebriani et al.2012). Gugus-gugus
tersebut pun terlihat pada kurva FTIR kitosan (a) dan nanokitosan (b). Pada Kurva
FTIR kitosan dan nanokitosan terdapat gugus metil pada bilangan gelombang
1319 cm-1, 1257 cm-1 dan 1149 cm-1. Menurut Pebriani et al. (2012) kitosan yang
masih memiliki gugus metil menunjukkan bahwa proses deasetilasi yang
dilakukan kurang optimum, kemurniannya masih rendah, masih mengandung
banyak pengotor dan adanya air yang mungkin terserap sehingga mempengaruhi
ikatan antar molekul yang menyebabkan perbedaan daerah serapan.
Kurva hasil FTIR metformin pada gambar (c) menunjukkan bahwa
metformin memiliki beberapa gugus yaitu gugus (C-O-C), rentangan (-CO-)
gugus metil (-CH3), garam karboksilat, gugus (C=C) dan gugus hidroksil (-OH)
yang berturut-turut terdapat pada bilangan gelombang 1057 cm-1, 1165 cm-1, 1265
cm-1, 1466 cm-1, 1558 cm-1, 3371 cm-1. Menurut Wahyono (2010) gugus (C-O-C),
, dan gugus hidroksil (-OH) terletak pada bilangan gelombang 1027 cm-1, 1410
cm-1, 3400 cm-1. Menurut Pebriani et al. (2012) rentangan (-CO- dan gugus metil
(-CH3) berada pada bilangan gelombang 1156,12 cm-1 dan 1258,32 cm-1.
Sedangkan menurut Hermanus (2012) gugus (C=C) berada pada bilangan
gelombang 1520 cm-1.
Kurva hasil FTIR kitosan-metformin pada gambar (d) menunjukkan
gabungan gugus kitosan dan metformin bahkan terdapat puncak baru. Gugus yang
terdapat pada kitosan-metformin yaitu gugus (C-O-C) pada bilangan gelombang
1080 cm-1, rentangan (-CO-) pada bilangan gelombang 1149 cm-1, gugus metil (CH3), gugus asetil (-CH3CO-) pada bilangan gelombang 1319 cm-1, garam
karboksilat pada bilangan gelombang 1412 cm-1, gugus (C=C) pada bilangan
gelombang 1566 cm-1, gugus amina (–NH2) pada bilangan gelombang 1651 cm-1
dan gugus hidroksil (–OH) pada bilangan gelombang 3418 cm-1. Selain itu,
munculnya puncak baru yang terdapat pada bilangan gelombang 2924 cm-1.
Menurut Hermanus (2012) pada panjang gelombang 2921 cm-1 terdapat gugus (CH) regang.

 

10
 

Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa
difraksi pada sudut yang sangat kecil (Samsiah 2009 dalam Wulandari 2010).
Cara kerja mikroskop ini adalah dengan memancarkan elektron ke permukaan
spesimen. Informasi tentang permukaan partikel dapat diperoleh dengan
pengenalan probe dalam lintasan pancaran elektron yang mengenai permukaan
partikel. Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang menangkap elektron pada
terowongan antara permukaan partikel spesimen dengan tip probe atau sebuah
probe yang menangkap gaya dorong antara permukaan dengan tip probe (Poole &
Owens 2003). Hasil karakteristik SEM kitosan nanopartikel memperlihatkan
partikel yang berupa bulatan menyerupai bola. Ukuran partikel dapat ditentukan
dengan mengukur diameter bola tersebut. Perbesaran yang digunakan yaitu 1000
kali. SEM digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Hasil morfologi
kitosan-metformin pada gambar 4 menunjukkan proses enkapsulasi yang
dilakukan sudah berhasil.

 

Gambar 4 hasil SEM kitosan-metformin
Gambar 4 di atas memperlihatkan adanya gumpalan-gumpalan berbentuk
bola. Gumpalan tersebut merupakan penggabungan antara kitosan dan metformin.
SEM menggunakan elektron dan cahaya tampak sebagai sumber cahayanya.
Elektron menghasilkan gelombang yang lebih pendek dibandingkan cahaya foton
dengan ukuran 0,1 nm dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang lebih baik
(Balaz 2008). Namun, hasil di atas tidak terlihat jelas. Hal ini karena tidak
dilakukan pelapisan pada saat pengambilan gambar. Pelapis yang digunakan yaitu
pelapis yang bersifat konduktor. Pelapis yang umumnya digunakan antara lain

11
 

platina, emas, dan perak. Namun, emas lebih banyak digunakan sebagai pelapis
sampel karena harganya yang lebih murah dibandingkan paltina dan memiliki
daya konduktor yang lebih baik dibandingkan perak (Poole & Owens 2003).

Analisis In Vivo
Uji in vivo dilakukan untuk membandingkan waktu penurunan kadar gula
darah kitosan-metformin dengan metformin. Tikus yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus putih jenis Sparague-Dawley berjenis kelamin jatan
dengan berat badan sekitar 230-250 g. Tikus putih jenis Sparague-Dawley dipilih
karena memiliki karakteristik nokturnal, yaitu aktivitasnya malam hari dan tidur
pada siang hari, tidak mempunyai gall blader (kantung empedu), tidak dapat
mengeluarkan isi perut (muntah), dan tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun
kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah 100 hari (Mustofa et al. 2012).
Tabel 1 hasil pengukuran gula darah

Kelompok

Jam ke1

2

3

4

5

(I)

Normal

115

120

120

119

112

(II)

Glukosa

99

138

114

106

104

(III) Metformin

117

170

130

115

114

123

154

121

110

91

(IV)

Kitosanmetformin

*gula darah diukur dengan satuan mG/dL

Data di atas merupakan hasil rata-rata untuk 3 kali ulangan pada setiap
perlakuannya. Pada kelompok (I) memiliki kadar gula darah yang relatif stabil
dengan kisaran 112-120 mG/dL. Hal ini karena kelompok (I) tidak dilakukan
pemberian larutan gula sehingga kisaran yang terjadi tidak terlalu jauh.
Sedangkan pada kelompok yang dilakukan pemberian larutan gula (II), (III) dan
(IV) menunjukkan kenaikan kadar gula darah. Pada kelompok (II) terlihat
peningkatan gula darah dari 99 mG/dL menjadi 138 mG/dL selama 1 jam setelah
pemberian larutan gula 2 mL. Peningkatan ini juga terlihat pada kelompok (III)
dan (IV) masing-masing naik dari 117 mG/dL menjadi 170 mG/dL dan 123
mG/dL menjadi 154 mG/dL.
Pada jam ke-2 penurunan kadar gula darah terlihat pada tikus kelompok
(II), (III) dan (IV) dengan masing-masing penurunan dari 134 mG/dL menjadi
114 mG/dL, 170 mG/dL menjadi 130 mG/dL dan 154 mG/dL menjadi 121
mG/dL. Penurunan kadar gula darah terus menurun pada jam ke-3 untuk tikus

 

12
 

kelompok (II), (III) dan (IV) dengan masing-masing penurunan dari 114 mG/dL
menjadi 106 mG/dL, 130 mG/dL menjadi 115 mG/dL dan 121 mG/dL menjadi
110 mG/dL. Pada jam ke-4 masih terlihat penurunan, namun penurunan yang
terlihat signifikan hanya pada kelompok (IV) yaitu perlakuan kitosan-metformin
dengan penurunan dari 110 mG/dL menjadi 91 mG/dL.

Gambar 5 grafik persentase pengukuran gula darah
Pada gambar 5 grafik di atas dapat terlihat tikus kelompok (I) normal
memiliki grafik yang relatif datar dengan nilai 112-120 mG/dL. Hal ini karena
tikus yang digunakan tidak diberikan perlakuan puasa sebelumnya sehingga kadar
gula tikus kelompok (I) memiliki nilai yang tinggi. Menurut Kanon et al. (2012),
kadar gula darah normal tikus yaitu < 110 mG/dL. Pada tikus kelompok (II) pada
jam ke-1 terlihat peningkatan kadar gula darah kemudian menurun pada jam ke-2.
Pada jam ke-3 dan ke-4 kadar gula darah stabil karena pada keadaan normal kadar
glukosa di dalam plasma akan kembali ke kondisi basal pada menit ke- 120
setelah pemberian glukosa monohidrat yaitu kurang dari 140 mG/dL (Price &
Wilson 2006 dalam Mustofa et al. 2012). Pada tikus kelompok (III) metformin
terlihat peningkatan kadar gula darah yang drastis pada jam ke-1, kemudian
menurun drastis pada jam ke-2 lalu stabil pada jam ke-3 dan ke-4. Metformin
yang memiliki waktu paruh 1,5-3 jam sehingga metfomin hanya dapat berada
dalam tubuh sampai jam ke-3. Pada tikus kelompok (IV) kitosan-metformin
peningkatan terjadi pada jam ke-1 lalu menurun terus menerus dari jam ke-2
sampai jam ke-4 secara perlahan-lahan. Pada gambar 5 grafik persentase
pengukuran gula darah terlihat bahwa kelompok (III) dapat menurunkan gula
darah hingga 47 %, sedangkan kelompok (IV) dapat menurunkan gula darah
hingga 52% dari kadar gula darah sebelumnya. Ini menunjukkan kitosanmetformin yang dihasilkan mampu meningkatkan efektifitas penyerapan 4% lebih
baik dari metformin. Selain itu, kitosan-metformin dapat menurunkan kadar gula
darah sampai 4 jam. Wahyono (2010) menjelaskan enkapsulasi dengan

13
 

menggunakan nanokitosan sebagai sistem pengantar obat memiliki kemampuan
untuk bisa melewati penghalang (barrier) dalam sistem metabolism tubuh, dapat
mencapai target pengobatan dan melepaskan zat aktif pada tempat yang spesifik di
dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan.
 
 

KESIMPULAN
Proses enkapsulasi antara kitosan dan metformin berhasil dilakukan. Hal
ini dapat ditunjukkan ukuran kitosan membesar setelah proses enkapsulasi dengan
meformin, peningkatan ukurannya sebesar 92,24 nm. Selain itu, hasil uji FTIR
yang menunjukkan adanya penggabungan gugus fungsi kitosan dengan metformin
dan terlihat pada foto SEM yang dihasilkan. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa
kitosan-metformin dapat 4% lebih efektif menurunkan gula darah dibandingkan
metfromin. Selain itu, dapat menurunkan gula darah hingga 4 jam.  
 

SARAN
Untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan kitosan yang memiliki
tingkat kemurnian yang lebih tinggi agar hasil yang didapat lebih baik lagi dari
sisi ukuran dan gugus-gugusnya. Selain itu, perlu uji lanjutan untuk mengetahui
efek sampingnya dan dosis yang tepat untuk manusia.

 

DAFTAR PUSTAKA

Berger J, Reist M, Mayer JM, Felt O, Gurni R. 2004. Structure and interactions in
covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical
applications. Eur Journal Pharmaceutics Biopharm (57):193-194.
Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2005.
Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal.
Firdaus F, Darmawan E. Mulyaningsih. 2008. Karakteristik spectra infrared (IR)
kulit udang, kitin, dan kitosan yang dipengaruhi oleh proses demineralisasi,
deproteinasi, deasetilasi I, dan deasetilasi II. Jurnal Ilmiah Farmasi 4: 11-12.

 

14
 

Hermanus DKN. 2012. Sintesis dan Karakteristis Nanopartikel Ekstrak Kulit
Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sebagai Bahan Suplemen
Antihiperkolesterolemia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Hu Z, Chan WL, Szeto Ys. 2007. Nanocomposite of chitosan and silver oxide and
its antibacterial property. Journal Appl Polym Sci. (108): 52-56.
Jang M, Kim D. 2002. The investigation on characterization of chitosan
nanoparticle modified with hydrophobic moiety. Applied Chemistry 6 1:1922.
Kanon MQ, Fatmawati, Widdhi B. 2012. Uji Ekstrak Kulit Buah salak (Salacca
zalacca (Gaertn.) Voss) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih
Jantan Dalur Wistar (Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi Sukrosa. Manado:
Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
UNSRAT.
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles- A review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 5 (1):561-573.
Mustofa, Yuniastuti A, Marianti A. 2012. Efek Pemberian Jus Lidah Buaya
Terhadap Kadar Gluksa Darah Tikus Putih. Jurnal Biologi Unnes Vol. 1 (1).
Nita Y, Yuda A, Nugraheni G. 2012. Pengetahuan pasien tentang diabetes dan
obat antidiabetes oral. Jurnal Farmasi Indonesia 6: 38-47.
Pebriani RH, Yetria R, Zulhadjri. 2012. Modifikasi Komposisi pada Proses
Sintesis Komposit TiO2-Kitosan. Jurnal Kimia Unand Vol. 1 (1).
Poole CPJr, Owens FJ. 2003. Introduction to Nanotechnology. New Jersey: John
Wiley & Sons Inc.
Rachmania D. 2011. Karakterisasi nano kitosan cangkang udang vanamei dengan
metode gelasi ionik [Skipsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Reis CP, Neufeld RJ, Riberio AJ, Veiga F. 2005. Nanoencapsulation I. Methods
for preparation of drug-laded polymeric nanoparticles. Nanomed:
Nanotechnol, Biol Med (2):8-21.
Silvia SS, Catarina M. 2006. Microencapsulation of Hemoglobin in Chitosancoated Algintae Microspheres Prepared by Emulsification/Internal Gelation.
The AAPS Journal 7 (4) Article 88.
Shu XZ, Zhu KJ. 2002. Controlled Drug Release Properties of Ionically Crosslinked Chitosan beads: The influence of anion structure. International
Journal of Pharmaceutics (233): 217-225.

15
 

Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanolol
hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa dan hidroksipropil metil
selulosa. Maj Ilmu Kefarmasian (2):145-153.
Sugita P, Sjachriza A, Lestari SI. 2006.  Sintesis dan optimalisasi gel kitosangomguar. Journal Natur 9:32-36.
Sugita P, Sjachriza A, Rachmanita. 2007.  Sintesis dan optimalisasi gel 
kitosankarboksimetilselulosa. Journal Alchemy 6:57-58.
Tan T. 2011. Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Pemakaian Metformin
XR dan Metformin IR dalam Pengobatan PCOS yang Resisten
terhadap Clomiphene Citrate [Tesis]. Medan : Departemen Obstetri Dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rsup. H.
Adam Malik.
Wahyono D. 2010. Ciri nanopartikel kitosan dan pengaruhnya pada ukuran
partikel dan efesiensi penyalutan ketoprofen (tesis). Bogor: Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
WHO. 2010. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and it’s
complications. Geneva: WHO Publishing.
Wulandari T. 2010. Sintesis nanopartikel ekstrak temulawak (Crucuma
xanthorrhiza Roxb.) berbasis polimer kitosan-TPP dengan metode emulsi
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Wu Y, Xu Y, Du Y. 2005. Chitosan nanoparticles as a novel delivery system for
ammonium glycyrrhizinate. International Journal of Pharmaceutics (295):
235-245.
Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004.
Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl
alcohol) hydrogel. Polym Int (53): 911-918.
Xu Y, Du Y. 2003. Effect of molecular structure of chitosan on protein delivery
properties of chitosan nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics
250:215-226.
Yamada T, Onishi H, Machida Y. 2001. In vitro and in vivo evaluation of
sustained release chitosan-coated ketoprofen microparticles. Yakugaku
Zasshi (121): 239-245.
Zhang H, Zhou K, Li Z, Huang S.2009. Plate-like hydroxyapatite nanoparticles
synthesized by the hydrothermal method. Journal Physic, Chemical and
Solids (70): 23-248.

 

16
 

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM)
Hasil gambaran Scanning Electron Microscope (SEM) nanokitosan

Hasil gambaran Scanning Electron Microscope
metformin

(SEM) nanokitosan-

17
 

Lampiran 2. Proses Pengukuran Gula Darah Pada Tikus Putih
Proses pemberian larutan gula pada tikus putih

Proses pengambilan darah tikus putih

Proses pengukuran darah tikus putih

 

18
 

Lampiran 3. Hasil pengukuran PSA

 
 

 
 

19
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada.tanggal 16 Maret 1990, yang merupakan
anak keempat pasangan bapak Dahlan dan ibu Chozannah.
Pendidikan formal ditempuh penulis mulai dari SD N 20 Tebet Timur,
Jakarta pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan
pendidikan Menengah di SMP Negeri 265 Jakarta, Jakarta selatan pada tahun
2001 dan lulus pada tahun 2004, dan SMA Negeri 37 Jakarta, Jakarta Selatan pada
tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama perkuliahan, penulis aktif berorganisasi dalam Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN), Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan tahun kepengurusan 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi
Asisten mata kuliah TPHP pada tahun 2011-2012.
Penulis melakukan praktek lapangan dan menyelesaikan laporan praktek
lapangan yang berjudul “Sanitasi dan Higiene dalam Proses Bandeng Cabut
Duri pada UD. Rindang” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata
kuliah Praktek Lapangan dan Integrated Quality Assurance (THP497).