Perencanaan Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor Pada Persimpangan Bersinyal Di Medan (Studi Kasus: Persimpangan Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brigjend Katamso)

(1)

PERENCANAAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) SEPEDA

MOTOR PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DI MEDAN

(STUDI KASUS: PERSIMPANGAN Jl. Ir. H. JUANDA –

Jl. BRIGJEND KATAMSO)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

NAOMI ASTUTI PURBA 10 0424 047

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PERENCANAAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) SEPEDA MOTOR PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DI MEDAN (STUDI KASUS:

PERSIMPANGAN Jl. Ir. H. JUANDA – Jl. BRIGJEND KATAMSO) TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh :

NAOMI ASTUTI PURBA 10 4240 047

Pembimbing :

Ir. Jeluddin Daud, M. Eng NIP : 19511103 198003 1 002

Penguji I Penguji II

Ir. Indra Jaya Pandia, MT Medis S. Surbakti, ST, MT

NIP. 19560618 198801 1 001 NIP. 19710914 200012 1 001 Mengesahkan

Koordinator, PPSE Ketua

Departemen T. Sipil FT USU Departemen T. Sipil FT USU

Ir. Zulkarnain A. Muiz, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP : 19560326 198103 1003 NIP : 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Perencanaan Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Medan (Studi Kasus: Persimpangan Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brigjend Katamso)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada beberapa pihak yang berperan penting, yaitu :

1. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak

memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis M.Eng.Sc selaku Koordinator Teknik Sipil

Ekstension Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT, dan Bapak Medis, ST, MT selaku Dosen

Pembanding, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Ami Kholis Hasibuan, SST, MT selaku Kepala Sub Bagian Penyusunan

Program Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Medan yang telah memberi saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

7. Orang tua tercinta, E. Purba dan T. Panjaitan yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat, beserta saudara-saudari tersayang, Parrona, Mangondihon, Mayesti, Agnes, Marcel, Feby, Ony, Esi dan seluruh keluarga terkasih yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

10.

Sahabat-sahabatku yang terkasih, Ivany, Andri, Herbet, Faber, Anne, Ida, Ivan,

Indra, Marice, Rensiska, Suyono, Sartika, Franki, Zulfikri, Pasiat, Prima, Jusak, Kak Sherly, Kak Juni dan sahabat-sahabat saya sekaligus rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2013

Penulis,

Naomi Astuti Purba 10 0424 047


(5)

ABSTRAK

Ruang Henti Khusus sepeda motor merupakan salah satu fasilitas bagi sepeda motor untuk berhenti di persimpangan selama fase merah. Ruang Henti Khusus ini telah diujicobakan dalam skala terbatas untuk mendukung pergerakan sepeda motor pada persimpangan bersinyal di kota-kota besar di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi simpang tersebut kemudian direncanakan Ruang Henti Khusus sesuai dengan banyaknya penumpukan sepeda motor selama fase merah di persimpangan tersebut. Evaluasi simpang dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Metode perhitungan berpedoman pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 dan Pedoman Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Kawasan Perkotaan.

Perilaku lalu lintas persimpangan kondisi eksisting adalah, kapasitas pendekat utara 1345 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,653, panjang antrian 224 m dan tundaan rata-rata 84,1 det/smp. Kapasitas pendekat selatan 943 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,921, panjang antrian 255 m, dan tundaan rata-rata 128,9 det/smp. Kapasitas pendekat timur 910 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,905, panjang antrian 263 m, dan tundaan rata-rata 128,5 det/smp. Kapasitas pendekat barat 1433 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,944, panjang antrian 389 m, dan tundaan rata-rata 113 det/smp.

Desain Ruang Henti Khusus pada pendekat utara yaitu 2 lajur dengan lajur

pendekat dan luasnya 88,4 m2; pada pendekat selatan yaitu 2 lajur dengan lajur

pendekat dan luasnya 82,8 m2; pada pendekat timur yaitu 3 lajur tanpa lajur

pendekat dan luasnya 94,5 m2; pendekat barat yaitu 3 lajur tanpa lajur pendekat dan luasnya 108 m2.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Umum ...1

I.2 Latar Belakang ...2

I.3 Perumusan Masalah Penelitian...4

I.4 Tujuan Penelitian...4

I.5 Manfaat Penelitian...5

I.6 Ruang Lingkup Penelitian ...5

I.7 Sistematika Penulisan ...………..6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. .7

II.1 Umum ...7

II.2 Simpang Bersinyal ...8

II.2.1 Pengaturan Fase pada persimpangan bersinyal ...9

II.3 Prinsip Utama Analisa Simpang Bersinyal ...13

III.3.1 Geometri...13

III.3.2 Arus lalu lintas ...14

II.3.3 Model Dasar ...14


(7)

II.3.5 Kapasitas dan derajat kejenuhan ...18

II.3.6 Perilaku lalu lintas...18

II.4 Tingkat Pelayanan (LOS-level of service) ...22

II.5 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)...24

II.6 Populasi Sepeda Motor...24

II.7 Kecelakaan yang melibatkan sepeda motor ...25

II.8 Karakteristik lalu lintas sepeda motor ...29

II.9 Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor ...29

II.10 Advanced Stop Lines (ASLs) ...31

II.10.1 Penerapan ASLs di Belanda...31

II.10.2 Penerapan ASLs di Inggris ...32

II.11 Perencanaan Ruang Henti Khusus (RHK) ...35

II.11.1 Kriteria Kebutuhan RHK ...36

II.11.2 Perancangan marka ...43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

III.1 Tahapan Persiapan ...50

III.2 Tahapan Kerja Penelitian ...52

III.3 Metode Survei dan Parameter Studi ...53

III.3.1 Penentuan Lokasi ...53

III.3.2 Periode Survei ...55

III.3.3 Parameter Studi ...56

III.4 Analisa Persimpangan dengan MKJI 1997 ...57

III.5 Perancangan Ruang Henti Khusus (RHK) ...58


(8)

III.6.1 Waktu Pelaksanaan ...59

III.6.2 Prosedur Pelaksanaan ...59

III.7.3 Tenaga dan Peralatan ...60

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN ... 62

IV.1 Data Geometrik Simpang ...62

IV.2 Tata Guna Lahan ...64

IV.3 Data Lalu Lintas ...64

IV.3.1 Data lalu lintas untuk perhitungan perilaku lalu lintas dengan metode MKJI 1997 ...65

IV.3.2 Profil volume sepeda motor ...70

IV.3.3 Data Traffic Light Tiap Simpang ...73

IV.4 Analisa Simpang dengan Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 ...74

IV.4 1 Perhitungan Arus Lalu Lintas ...75

IV.4.2 Perhitungan Kapasitas ...78

IV.4.3 Perilaku Lalu Lintas ...85

IV.5 Perancangan Ruang Henti Khusus (RHK) ...85

IV.5.1 Pendekat Utara ...85

IV.5.2 Pendekat Selatan ...89

IV.5.3 Pendekat Timur ...92

IV.5.4 Pendekat Barat ...95

IV.6 Gambaran Visual Keadaan Lalu Lintas setelah ada Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor di Persimpangan...98


(9)

V.1 Kesimpulan...99 V.2 Saran ...101 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau ... ..11

Tabel 2.2 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang ... 14

Tabel 2.3 ITP pada persimpangan berlalu lintas ... 22

Tabel 2.4 Ranmor yang Terlibat Laka Lantas (Tahun 2007 – 2012)... 26

Tabel 2.5 Kapasitas RHK tipe kotak 2 lajur ... .39

Tabel 2.6 Kapas itas RHK tipe kotak 3 lajur ... .39

Tabel 2.7 Kapasitas RHK tipe P dengan 2 lajur ... 40

Tabel 2.8 Kapasitas RHK tipe P dengan 3 lajur ... 41

Tabel 2.9 Penentuan pe ndekat kiri atau kanan ... 42

Tabel 2.10 Ukuran Marka lambang sepeda motor ... 46

Tabel 4.1 Kondisi Geometrik Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brig. Katamso... 63

Tabel 4.2 Perhitungan volume lalu lintas per jam ... 66

Tabel 4.3 Volume dan PHF Maksimum ... ...68

Tabel 4.4 Arus lalu lintas pada kondisi PHF tertinggi (kend/jam) ... .68

Tabel 4.5 Arus lalu lintas pada kondisi PHF tertinggi (smp/jam) ... ..70

Tabel 4.6 Data penumpukan sepeda motor ... ...71

Tabel 4.7 Proporsi dan rata-rata penumpukan sepeda motor ... ...73

Tabel 4.8 Fase sinyal persimpangan ... 73

Tabel 4.9 Formulir SIG II MKJI 1997 ... ...75

Tabel 4.10 Formulir SIG IV MKJI 1997 ... ...83


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pengaturan Simpang dengan Dua Fase...11

Gambar 2.2 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase denganLate Cut-Off...12

Gambar 2.3 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase denganEarly-Start...12

Gambar 2.4 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan...12

Gambar 2.5 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan...13

Gambar 2.6 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan...13

Gambar 2.7 ASLs tanpa lajur pendekat (Inggris)...33

Gambar 2.8 ASLs dengan lajur pendekat pada sisi dekat (near-side) (Inggris)...34

Gambar 2.9 ASLs dengan lajur pendekat di tengah (Inggris)...34

Gambar 2.10 Penempatan RHK pada lajur pendekat dipersimpangan dengan pulau jalan...36

Gambar 2.11 Potongan melintang lebar lajur minimum...37

Gambar 2.12 Penumpukan sepeda motor...37

Gambar 2.13 Ruang Statis Sepeda Motor...38

Gambar 2.14. RHK tipe kotak (RHK tanpa lajur pendekat)...39

Gambar 2.15 RHK tipe P (RHK dengan lajur pendekat)...40

Gambar 2.16 RHK dengan lajur pendekat...44

Gambar 2.17 Marka area...45


(12)

Gambar 2.19 Ukuran marka lambang panah...47

Gambar 2.20 Rambu petunjuk RHK...49

Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian...51

Gambar 3.2 Peta Lokasi Survei Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brigjend Katamso...55

Gambar 3.3 Diagram Alir Langkah-langkah Perancangan RHK...58

Gambar 4.1 Kondisi Geometrik Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brig. Katamso...63

Gambar 4.2 Grafik Arus Lalu Lintas persimpangan Jl.Brigjen Katamso – Jl. Ir.H.Juanda...69

Gambar 4.3 Grafik Penumpukan sepeda motor Jl.Brigjen Katamso -Jl. Ir.H. Juanda ...71

Gambar 4.4 Siklus traffic light simpang...74

Gambar 4.5 Desain area merah RHK untuk pendekat utara...87

Gambar 4.6 Dimensi marka lambang RHK untuk pendekat utara...87

Gambar 4.7 Desain RHK untuk pendekat utara...88

Gambar 4.8 Desain area merah RHK untuk pendekat selatan...90

Gambar 4.9 Dimensi marka lambang RHK untuk pendekat selatan...90

Gambar 4.10 Desain RHK untuk pendekat selatan...91

Gambar 4.11 Desain area merah RHK untuk pendekat timur...93

Gambar 4.12 Dimensi marka lambang RHK untuk pendekat timur...93

Gambar 4.13 Desain RHK untuk pendekat timur...94

Gambar 4.14 Desain area merah RHK untuk pendekat barat...96

Gambar 4.15 Dimensi marka lambang RHK untuk pendekat timur...96


(13)

DAFTAR NOTASI

C : Kapasitas (smp/jam)

Co : Kapasitas dasar (smp/jam)

S : Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam

pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)

c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan

sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

FCW : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas

FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan / kereb

FCCS : Faktor penyesuian ukuran kota

FCSP : Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak

terbagi), bernilai 1,0 untuk jalan terbagi dan jalan jalan satu arah

LTI : Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

FR : Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit : Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada

suatu fase sinyal.

E(FRcrit) : Rasio arus simpang

g : Waktu hijau (det).

gi : Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya


(14)

DS : derajat kejenuhan

GR : rasio hijau

c : waktu siklus

C : Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (SxGR)

Q : arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

Dj : tundaan rata-rata pada pendekat j (det/smp)

DTj : tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)

DGj : tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)

DTj : tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)

GR : rasio Hijau (g/c)

DS : Derajat kejenuhan

DGj : tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)

Psv : rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

Pt : rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

QL : Panjang Antrian (m)

MC : Sepeda motor

LV : Kendaraan ringan

HV : Kendaraan berat

Emp : Faktor konversi kendaraan

Smp : Satuan Mobil Penumpang

n : Banyak Kendaraan

T : Tundaan

NSV : Jumlah kendaraan terhenti smp/jam


(15)

ABSTRAK

Ruang Henti Khusus sepeda motor merupakan salah satu fasilitas bagi sepeda motor untuk berhenti di persimpangan selama fase merah. Ruang Henti Khusus ini telah diujicobakan dalam skala terbatas untuk mendukung pergerakan sepeda motor pada persimpangan bersinyal di kota-kota besar di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi simpang tersebut kemudian direncanakan Ruang Henti Khusus sesuai dengan banyaknya penumpukan sepeda motor selama fase merah di persimpangan tersebut. Evaluasi simpang dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Metode perhitungan berpedoman pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 dan Pedoman Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Kawasan Perkotaan.

Perilaku lalu lintas persimpangan kondisi eksisting adalah, kapasitas pendekat utara 1345 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,653, panjang antrian 224 m dan tundaan rata-rata 84,1 det/smp. Kapasitas pendekat selatan 943 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,921, panjang antrian 255 m, dan tundaan rata-rata 128,9 det/smp. Kapasitas pendekat timur 910 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,905, panjang antrian 263 m, dan tundaan rata-rata 128,5 det/smp. Kapasitas pendekat barat 1433 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,944, panjang antrian 389 m, dan tundaan rata-rata 113 det/smp.

Desain Ruang Henti Khusus pada pendekat utara yaitu 2 lajur dengan lajur

pendekat dan luasnya 88,4 m2; pada pendekat selatan yaitu 2 lajur dengan lajur

pendekat dan luasnya 82,8 m2; pada pendekat timur yaitu 3 lajur tanpa lajur

pendekat dan luasnya 94,5 m2; pendekat barat yaitu 3 lajur tanpa lajur pendekat dan luasnya 108 m2.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dan salah satu indikator kota yang baik, yang dapat ditandai dengan sistem transportasinya. Sektor transportasi harus mampu memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat dengan segala kegiatannya di semua lokasi yang berbeda yang tersebar dengan karakteristik fisik yang berbeda pula. Di daerah perkotaan, berbagai masalah dalam transportasi sering terjadi dan dijumpai seperti: kemacetan lalu lintas, pelayanan angkutan umum yang kurang memadai, polusi akibat kendaraan bermotor, manajemen persimpangan yang kurang optimal dan angka kecelakaan yang semakin meningkat. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor yaitu pertumbuhan kendaraan yang tidak terkontrol, prasarana yang kurang memadai, rendahnya disiplin masyarakat dalam berlalu lintas dan dominannya penggunaan angkutan pribadi daripada angkutan umum.

Transportasi yang lancar selain mencerminkan keteraturan kota juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota tersebut. Dengan demikian sistem transportasi, sitem pergerakan dan sistem kegiatan tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan dan perencanaan transportasi karena merupakan tiga hal yang saling terkait. Perencanaan transportasi juga harus melihat dampak bagi transportasi lain sehingga dapat saling mendukung untuk transportasi yang lancar, aman, nyaman dan efisien.


(17)

I.2 Latar Belakang

Pertumbuhan populasi sepeda motor dewasa ini telah membawa sejumlah fenomena menarik terhadap lalu lintas hampir di setiap ruas-ruas jalan, khususnya ruas-ruas jalan perkotaan. Penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan mengenai sepeda motor pada kurun waktu 2007-2012 menunjukkan komposisi sepeda motor rata-rata dalam lalu lintas berada pada kisaran 60-75%. Kepemilikan sepeda motor meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan jumlah sepeda motor mencapai 19% hingga 37% setiap tahunnya dan pada tahun 2011 populasi sepeda motor mencapai 67,83 juta unit (AISI, 2012). Sementara itu, di kota Medan sepeda motor pada tahun 2011 sudah mencapai 2,5 juta unit (Dinas Perhubungan Kota Medan, 2011).

Keberadaan sepeda motor di Indonesia telah menjadi bagian dari sistem transportasi kota. Kondisi umum sepeda motor yang umumnya memiliki ukuran kecil, memiliki fleksibilitas dalam bermanuver, mampu dan lincah untuk melintas dan menerobos kemacetan, kemudahan untuk parkir dimana saja dan harganya yang terjangkau menjadi faktor pendorong kepemilikan jenis kendaraan ini.

Berdasarkan data statistik kecelakaan nasional yang dikeluarkan oleh Kepolisisan Republik Indonesia (2009), menggambarkan dari total kecelakaan pada tahun 2008 (130.062 kecelakaan), sekitar 75% (95.209 kecelakaan) diantaranya melibatkan sepeda motor. Secara umum, terjadinya kecelakaan disebabkan oleh empat faktor yaitu manusia (pengendara), kendaraan, kondisi jalan, dan lingkungan. Faktor manusia menjadi faktor paling dominan dalam kecelakaan yang didahului


(18)

dengan pelanggaran rambu-rambu atau ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku.

Banyak pengendara sepeda motor yang melintas di sembarang jalur, padahal, berdasarkan UU No.22 tahun 2009 menyatakan bahwa “sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri”, akibatnya kemacetan dan kecelakaan di sejumlah ruas jalan dan persimpangan semakin bertambah.

Penumpukan sepeda motor yang tidak beraturan yang memenuhi ruas jalan dan mulut-mulut persimpangan selama fase merah sangat berpengaruh pada penurunan kinerja persimpangan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan rekayasa lalu lintas dengan cara memberikan ruang henti khusus untuk sepeda motor (RHK). Dengan memisahkan sepeda motor dari kendaraan lain diharapkan mampu mengurangi hambatan yang berasal dari sepeda motor, sehingga dapat meningkatkan arus lalu lintas yang dilewatkan pada waktu nyala hijau di persimpangan bersinyal (Idris M, 2010). Model RHK untuk sepeda motor dikembangkan dari model Advanced Stop Lines (ASLs) untuk sepeda, yaitu fasilitas yang diperuntukkan bagi sepeda yang ditempatkan di depan antrian kendaraan bermotor (Wall GT et al, 2003).

Pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum sudah mulai memperkenalkan

RHK ini di beberapa kota di Indonesia pada tahun 2010 hingga awal 2012.

Pionirnya adalah kota Bandung dan Denpasar yang mulai uji coba pada September 2010. Setelah itu, adalah Tangerang, Bekasi dan Bogor, pada November dan Desember 2011 (Amelia 2011). Setelah diterapkannya RHK ini, kemudian telah


(19)

dilakukan studi lanjut di Bandung yang menyatakan bahwa terdapat penurunan tingkat konflik yang signifikan mencapai 71% di pagi hari dan 61% di sore hari, selanjutnya peningkatan volume lalu lintas yang masuk ke persimpangan mencapai 10,3% (pagi) dan 9,4% (sore). Sama halnya dengan studi lanjut yang dilakukan di kota lain yaitu Denpasar, Tangerang, Bekasi dan Bogor, semuanya menunjukkan dampak yang positif.

Melihat peningkatan sistem lalu lintas yang semakin baik di kota-kota tersebut, maka penulis mencoba untuk merencanakan RHK di kota Medan. Skripsi ini akan mengkaji perilaku lalu lintas secara umum, dan desain Ruang Henti Khusus atau Exclusive Stoping Spaces for Motorcycle (ESSM) di persimpangan bersinyal,

dengan daerah tinjauan persimpangan Jl. Ir. H. Juanda dan Jl. Brigjen Katamso.

I.3 Perumusan Masalah Penelitian

Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana karakteristik arus lalu lintas, khususnya sepeda motor di persimpangan bersinyal Jl. Ir. Hj. Juanda, dan Jl. Brig. Jend. Katamso?

2. Bagaimanakah perilaku lalu lintas di persimpangan tersebut?

3. Seperti apakah desain Ruang Henti Khusus (RHK) di persimpangan tersebut?

I.4 Tujuan Penelitian

Studi ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi permasalahan lalu lintas khususnya sepeda motor di persimpangan Jl. Ir. Hj. Juanda, dan Jl. Brig. Jend. Katamso.


(20)

3. Merencanakan Ruang Henti Khusus (RHK) bagi pengguna sepeda motor di persimpangan Jl. Ir. Hj. Juanda, dan Jl. Brig. Jend. Katamso.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk memberikan alternatif yang menguntungkan dalam menangani permasalahan lalu lintas di kota Medan khususnya di persimpangan Jl. Ir. Hj. Juanda, dan Jl. Brig. Jend. Katamso.

2. Dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan berlalulintas khususnya di persimpangan.

3. Memberikan usulan sebagai bahan dasar pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Medan khususnya instansi yang terkait yaitu DLLAJ agar kinerja simpang dapat menjadi lebih baik.

I.6 Ruang Lingkup Penelitian

Studi ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:

1. Simpang yang akan dikoordinasi adalah empat buah simpang yang

berurutan. Tidak menghitung penghematan energi bahan bakar,

pengurangan jumlah kecelakaan dan dampak lingkungan.

2. Lokasi yang diteliti adalah persimpangan Jl. Ir. Hj. Juanda, dan Jl. Brig.

Jend. Katamso.

3. Metode yang digunakan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia

(MKJI) dan Pedoman Perencanaan teknis ruang henti khusus (RHK) sepeda motor pada simpang bersinyal di kawasan perkotaan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tahun 2012.


(21)

I.7 Sistematika Penulisan

Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis besar adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Mengemukakan tentang informasi secara umum dari penelitian ini yang berkenaan dengan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, hipotesa, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang teori-teori yang dijadikan dasar dalam analisa dan pembahasan masalah, serta beberapa defenisi dari studi literature yang berhubungan dalam penulisan ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bagian ini berisi tentang penentuan lokasi penelitian, alat penelitian, jadwal penelitian, dan tahap penelitian

BAB IV ANALISA DATA

Menyajikan data yang diperoleh dari hasil pengumpulan yang diperoleh dari hasil perhitungan dan pengujian dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut kemudian diolah dan dianalisa sehingga akan menghasilkan informasi yang berguna.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dikemukakan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran dari peneliti berdasarkan analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Persimpangan jalan dapat diartikan sebagai dua jalur atau lebih ruas jalan yang berpotongan, dan termasuk didalamnya fasilitas jalur jalan dan tepi jalan. Sedangkan setiap jalan yang memencar dan merupakan bagian dari persimpangan tersebut dikatakan dengan lengan persimpangan. Persimpangan jalan merupakan suatu hal yang penting untuk dianalisa karena sangat berpengaruh terhadap aliran dan keselamatan berlalu lintas.

Persimpangan dapat dikatakan sebagai bagian yang penting dari jalan perkotaan sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan, biaya operasi, waktu perjalanan, kenyamanan dan keamanan akan tergantung pada perencanaan suatu persimpangan.

Untuk peningkatan hal-hal di atas maka perencanaan suatu persimpangan dan pengaturan lalu lintas pada suatu persimpangan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan, karena persimpangan tidak hanya digunakan oleh kendaraan bermotor akan tetapi juga oleh para pejalan kaki. Kompleksitas arus kendaraan pada persimpangan akan menimbulkan konflik.

Pada persimpangan dengan arus lalu lintas yang besar perlu diadakan perencanaan, perancangan dan pengaturan lalu lintas diantaranya dalam bentuk


(23)

(RHK) untuk sepeda motor yang diharapkan dapat mengurangi antrian dan tundaan yang dialami oleh kendaraan, dan juga kemungkinan terjadinya kecelakaan di persimpangan akan dapat dikurangi.

Beberapa hasil studi dan identifikasi menunjukkan bahwa lokasi kemacetan secara umum terjadi pada persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak di sepanjang ruas jalan. Sebab-sebab terjadinya kemacetan di persimpangan antara lain adanya konflik akibat pergerakan-pergerakan kendaraan yang membelok dan adanya masalah pada pengendalian lalu lintas di persimpangan tersebut. Sedangkan permasalahan yang timbul di ruas jalan karena adanya gangguan kelancaran lalu lintas dapat diakibatkan berbagai akses jalan yang berkumpul pada satu ruas jalan, bercampurnya segala jenis kendaraan atau dari tingkah laku para pengemudi kendaraan itu sendiri. Karena ruas jalan pada suatu persimpangan digunakan secara bersama-sama maka kondisi suatu persimpangan harus direncanakan sebaik mungkin.

II.2 Simpang Bersinyal

Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa

lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light).

Berdasarkan MKJI 1997, adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas (traffic

light)pada persimpangan antara lain:

a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas kendaraan dari masing-masing lengan.

b. Memberi kesempatan kepada kendaraan/dan pejalan kaki yang berasal dari jalan kecil yang memotong ke jalan utama.


(24)

c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah bertentangan.

Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada

persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang

dialami oleh arus yang melalui simpang. Tundaan terdiri atas tundaan geometri

(geometric delay) dan tundaan lalu lintas (traffic delay). Parameter persimpangan

yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal. Nilai angka henti merupakan jumlah berhenti kendaraan rata-rata akibat adanya hambatan simpang, juga termasuk kendaraan berhenti berulang-ulang dalam suatu antrian. Sedangkan rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa terhenti sebelum mencapai garis henti. Kendaraan yang berhenti ini akibat adanya pengendalian sinyal. Hal lain yang perlu juga mendapat perhatian adalah besarnya panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat. Parameter-parameter ini yang mampu menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada suatu persimpangan.

II.2.1 Pengaturan Fase pada persimpangan bersinyal

Pemisahan berdasarkan waktu untuk menghindari/mengurangi adanya konflik baik primer maupun sekunder dikenal dengan istilah pengaturan fase. Pengaturan fase harus dilakukan analisis terhadap kelompok pergerakan kendaraan dari seluruh yang ada sehingga terwujud:

a. Pengurangan konflik baik primer maupun sekunder; b. Urutan optimum dalam pergantian fase;


(25)

c. Mempertimbangkan waktu pengosongan (clearance time) pada daerah

persimpangan.

Pengaturan antar fase diatur dengan jarak waktu penyela/waktu jeda supaya terjadi kelancaran ketika pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu antar

hijau (intergreen) yang berfungsi sebagai waktu pengosongan (clearance time).

Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua(all red). Waktu

antar hijau bertujuan untuk:

a. Waktu kuning: peringatan bahwa kendaraan akan berangkat maupun berhenti.

Besaran waktu kuning ditetapkan berdasarkan kemampuan seorang

pengemudi untuk dapat melihat secara jelas namun singkat sehingga dapat sebagai informasi untuk ditindaklanjuti dalam pergerakannya. Penentuan ini biasanya ditetapkan sebesar tiga detik dengan anggapan bahwa waktu tersebut sudah dapat mengakomodasikan ketika terjadi kedipan mata.

b. Waktu semua merah: untuk memberikan waktu pengosongan (clearance

time) sehingga resiko kecelakaan dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan

supaya akhir rombongan kendaraan pada fase sebelumnya tidak berbenturan dengan awal rombongan kendaraan fase berikutnya. Besaran waktu semua merah sangat tergantung pada kondisi geometrik simpang sehingga

benar-benar cukup untuk sebagai clearance time. Pertimbangan yang harus

diperhitungkan adalah waktu percepatan dan jarak pada daerah clearance


(26)

Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau

Ukuran simpang Lebar jalan

rata-rata (m)

Nilai Lost Time (LT) (detik/fase)

Kecil 6-9 4

Sedang 10-14 5

Besar > 15 > 6

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

Jika diinginkan tingkat keselamatan yang tinggi pada gerakan belok kanan maka pengaturan fase dapat ditambah jumlahnya lebih dari dua fase. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada penurunan kapasitas dan perpanjangan waktu siklus. Dengan demikian apabila tidak ada pergerakan kendaraan lain yang menghalangi dengan

melakukan gerakan yang berlawanan dengan menyilang (crossing) maka disebut

dengan istilahProtected (P)dan sebaliknya disebut dengan istilahOpposite) (O).

Berdasarkan buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, berbagai contoh kasus pengaturan fase adalah sebagai berikut:

a. Pengaturan dua fase: pengaturan ini hanya diperlukan untuk konflik primer yang terpisah

Fase A Fase B

Gambar 2.1 Pengaturan Simpang dengan Dua Fase


(27)

b. Pengaturan tiga fase: pengaturan ini digunakan untuk kondisi penyisaan akhir

(late cut-off)untuk meningkatkan kapasitas arus belok kanan

Fase A Fase B Fase C

Gambar 2.2 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase denganLate Cut-Off

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal 2-5)

c. Pengaturan tiga fase: dilakukan dengan cara memulai lebih awal(early start)

untuk meningkatkan kapasitas belok kanan

Fase A Fase B Fase C

Gambar 2.3 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase denganEarly-Start

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal 2-5)

d. Pengaturan tiga fase: dengan belok kanan terpisah pada kedua jalan

Fase A Fase B Fase C

Gambar 2.4 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal 2-5)


(28)

e. Pengaturan empat fase: dengan belok kanan terpisah pada kedua jalan

Fase A Fase B Fase C Fase D

Gambar 2.5 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal 2-5)

f. Pengaturan empat fase: dengan arus berangkat dari satu persatu pendekat

pada saatnya masing-masing.

Fase A Fase B Fase C Fase D

Gambar 2.6 Pengaturan Simpang dengan Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal 2-5)

II.3 Prinsip Utama Analisa Simpang Bersinyal

III.3.1 Geometri

Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat.


(29)

Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (We) ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.

III.3.2 Arus lalu lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode,

misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan

sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST dan

belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.

Tabel 2.2 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang

Jenis Kendaraan Nilai emp untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan

Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0

Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3

Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

Contoh : Q = QLV + QHV × empHV + QMC × empMC

II.3.3 Model Dasar

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut

C = S × g/c (1)

Dimana:

C = Kapasitas (smp/jam)

S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam


(30)

g = Waktu hijau (det).

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal

yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya. Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau. Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai

'Kehilangan awal'dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau

menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif. Jadi besarnya waktu

hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:

Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir (2)

Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvei telah ditarik kesimpulan bahwa rata-rata besarnya kehilangan awal dan tambahan akhir, keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (2) di atas, untuk kasus standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing-masing lokasi, dapat


(31)

digunakan pada rumus (2) di atas, untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya

S = S0 × F1 × F2 × F3 × F4 ×….× Fn (3)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We):

So = 600 × We (4)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini

- Ukuran kota CS, jutaan penduduk

- Hambatan samping SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor

- Kelandaian G, % naik(+) atau turun (-)

- Parkir P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.

- Gerakan membelok RT, % belok-kanan LT, % belok-kiri

Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak jalan" dari sebelah kiri yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu-lintas lurus yang berlawanan.


(32)

Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor- faktor tersebut tidak linier. Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan ukuran kota, hambatan samping, kelandaian dan parkir sebagaimana terdapat dalam rumus (3) di atas.

II.3.4 Penentuan waktu sinyal.

Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu

simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (gi)

pada masing-masing fase (i). Waktu Siklus

c= (1,5 x LTI + 5) / (1 -FRcrit) (5)

Dimana:

c = Waktu siklus sinyal (detik)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada

suatu fase sinyal.

E(FRcrit) = Rasio arus simpang

= jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang


(33)

akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E (FRcrit) mendekati atau lebih dari satu maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.

Waktu Hijau

gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit) (6)

Dimana:

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil pun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus (5) dan (6) diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

II.3.5 Kapasitas dan derajat kejenuhan

Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.

Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:

DS = Q/C = (Q×c) / (S×g) (7)

II.3.6 Perilaku lalu lintas

Berbagai ukuran perilaku lalu lintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan tundaan, sebagaimana diuraikan di bawah ini:


(34)

a. Panjang Antrian

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2).

NQ = NQ1 + NQ2 (8)

Dengan

NQ1 = (8.1)

Untuk DS > 0,5

Untuk DS < 0,5 : NQ = 0

NQ2

=

(8.2)

Dimana:

NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah

DS = derajat kejenuhan

GR = rasio hijau

c = waktu siklus

C = Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (SxGR)

Q = arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

Untuk keperluan perencanaan, manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai rata-rata ini ke tingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki. Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang

dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian lebar masuk.


(35)

b. Kendaraan Terhenti

Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai:

NS = (10)

Dimana,

c = waktu siklus (det)

Q = arus lalu lintas (smp/jam)

Jumlah kendaraan terhenti (Nsv) masing-masing pendekat dihitung sebagai:

Nsv= Q x NS (smp/jam) (11)

Angka henti seluruh simpang diperoleh dengan membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan anus simpang total Q dalam kend/jam.

NSTOT = (12)

c. Tundaan

Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:

1. Tundaan Lalu Lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang

2. Tundaan Geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:

Dj = DTj + DGj (13)

Dimana:

Dj = tundaan rata-rata pada pendekat j (det/smp)


(36)

DGj = tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)

Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut (didasarkan pada Akcelik 1988)

DT = c x (14)

Dimana:

DTj = tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)

GR = rasio Hijau (g/c)

DS = Derajat kejenuhan

C = Kapasitas (smp/jam)

NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-faktor “luar” seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual tersebut.

Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut:

DGj = (1 – Psv) x Pt x 6 + (Psv x 4) (15)

Dimana,

DGj = tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)

Psv = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

Pt = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan:

1. Kecepatan = 40 km/jam;


(37)

3. Percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2;

4. Kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.

Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat demikian juga dari suatu simpang secara keseluruhan.

II.4 Tingkat Pelayanan (LOS-level of service)

Tingkat pelayanan (LOS-level of service) untuk persimpangan berlalu lintas

adalah ukuran kualitas kondisi lalu lintas yang dapat diterima pengemudi kendaraan. Tingkat pelayanan umumnya digunakan sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat dari peningkatan volume setiap ruas jalan yang dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A sampai F. Apabila volume meningkat maka tingkat pelayanan menurun, suatu akibat dari arus lalu lintas yang lebih buruk dalam kaitannya dengan karakteristik pelayanan. Hubungan tundaan dengan tingkat pelayanan sebagai acuan penilaian simpang, terlihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 ITP pada persimpangan berlampu lalu lintas Indeks Tingkat Pelayanan

(ITP) Tundaan kendaraan (detik)

A ≤ 5,0

B 5,1 - 15,0

C 15,0 - 25,0

D 25,1 - 40,1

E 40,1 - 60,0

F ≥ 60


(38)

Indeks Tingkat Pelayanan A, didefenisikan sebagai lalu lintas dengan tundaaan sangat rendah, yaitu kurang dari 5 detik tiap smp. Kondisi ini sangat baik, dimana mayoritas kendaraan melaju dengan kecepatan tertentu tanpa berhenti ketika fase hijau di persimpangan. Waktu siklus yang singkat juga merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan tundaan yang singkat.

Indeks Tingkat Pelayanan B, didefenisikan sebagai lalu lintas dengan tundaaan antara 5,1 - 15,0 detik tiap smp. Kondisi ini baik, dimana waktu siklusnya lebih tinggi daripada ITP A, yang mengakibatkan tundaan lebih tinggi.

Indeks Tingkat Pelayanan C, didefenisikan sebagai lalu lintas dengan tundaaan antara 15,0 - 25,0 detik tiap smp, dimana tundaan yang lebih tinggi dapat disebabkan karena waktu siklus yang lebih lama. Gerakan kendaraan mulai melambat bahkan beberapa kendaraan mulai berhenti ketika waktu hijau pada level ini.

Indeks Tingkat Pelayanan D, didefenisikan sebagai lalu lintas dengan tundaaan antara 25,1 - 40,1 detik tiap smp. Pada level ini, pengaruh kemacetan mulai terlihat. Tundaan yang semakin lama disebabkan oleh kombinasi lalu lintas yang

kurang baik, waktu siklus dan rasiov/cyang meningkat.

Indeks Tingkat Pelayanan E, didefenisikan sebagai lalu lintas dengan tundaaan antara 40,1 - 60,0 detik tiap smp. Kondisi ini dianggap sebagai batas tundaan yang dapat diterima, dimana nilai tundaan yang tinggi secara umum disebabkan karena lalu lintas yang buruk, waktu siklus dan rasio v/cyang tinggi, dan

kemacetan semakin terlihat pada level ini.

Indeks Tingkat Pelayanan F, didefenisikan sebagai lalu lintas dengan


(39)

oleh pengemudi, dimana kondisi ini sering terjadi dengan kondisi lewat jenuh, dan arus lalu lintas yang melebihi kapasitas persimpangan. Lalu lintas yang sangat buruk dan waktu siklus yang sangat tinggi menjadi penyebab utama tundaan pada level ini.

II.5 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah suatu metode yang dirancang untuk memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan kapasitas jalan di Indonesia, termasuk untuk masalah persimpangan bersinyal. Sistem perhitungan persimpangan yang disediakan berupa formulir isian SIG I sampai dengan SIG V. Adapun isi dari tiap-tiap SIG tersebut adalah sebagai berikut:

a. SIG I, menetapkan jenis fase dan penentuan geometric jalan dengan nilai Wmasuk dan Wkeluar.

b. SIG II, menghitung data arus lalu lintas.

c. SIG III, untuk mendapatkan waktu merah dan waktu hilang tiap fase.

d. SIG IV, dari hasil data-data pada SIG sebelumnya, kita dapat memperoleh nilai Kapasitas (C), Waktu Hijau (g), dan Derajat Kejenuhan (DS).

e. SIG V, mengetahui besarnya antrian,number of stop, dan tundaan.

II.6 Populasi Sepeda Motor

Sepeda motor saat ini merupakan moda transportasi yang mendominasi di jalan raya. Hingga akhir 2012, data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) menyebutkan, jumlah sepeda motor mencapai 77,7 juta unit. Angka itu setara dengan sekitar 83% dari total kendaraan yang mencapai 94 juta unit.


(40)

Populasi sepeda motor naik 12% dibandingkan jumlah per akhir 2011 yang mencapai 69 juta unit. Atau, ada penambahan sekitar 8 juta unit.

Penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan mengenai sepeda motor pada kurun waktu 2007-2012 menunjukkan komposisi sepeda motor rata-rata dalam lalu lintas berada pada kisaran 60-75%., padahal di dalam MKJI, perbandingan komposisi sepeda motor untuk kota berukuran 1 – 3 juta, adalah kendaraan ringan (60%) : kendaraan berat (8%) : sepeda motor (32%). Perubahan komposisi ini memperlihatkan sebuah fenomena baru, dan ini diperkirakan akan mempengaruhi karakteristik lalu lintas yang pada akhirnya diperkirakan dapat menurunkan kinerja prasarana lalu lintas, termasuk kinerja ruas-ruas jalan serta persimpangan bersinyal maupun persimpangan tak bersinyal.

Tingginya populasi sepeda motor tersebut tentu membawa sejumlah persoalan terutama di perkotaan, seperti persoalan kemacetan dan pertumbuhan sepeda motor masih belum terimbangi oleh pertumbuhan prasarana lalu lintas yang memadai. Akibatnya hampir di setiap simpul persimpangan terjadi tundaan yang sebagian besar diperkirakan sudah melampaui angka kritis yang menyebabkan tidak terpenuhinya kapasitas persimpangan.

II.7 Kecelakaan yang melibatkan sepeda motor

Kecelakaan di jalan yang melibatkan sepeda motor menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan moda lainnya. Oleh karena itu upaya untuk mencari jalan pemecahan masalah kecelakaan sepeda motor dipandang sangat penting sehingga tingkat resiko kecelakaan dapat berkurang.


(41)

Dari segi kuantitas baik kerugian material maupun korban manusia, kerugian akibat kecelakaan sangat signifikan. Data statistik kecelakaan nasional yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia (2009), menggambarkan dari total kecelakaan pada tahun 2008 (130.062 kecelakaan), Sekitar 75% (95.209 kecelakaan) diantaranya melibatkan sepeda motor. Persentase kecelakaan yang melibatkan sepeda motor di Indonesia merupakan salah satu tertinggi di antara negara-negara Asia.

Sementara itu, berdasarkan data statistik kecelakaan nasional yang

dikeluarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Daerah Sumatera Utara, Resor Kota Medan (2007 - 2012), dari total kecelakaan pada tahun 2007 - 2012 (13.698 kecelakaan), 56% (7672 kecelakaan) melibatkan sepeda motor, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4 Ranmor yang Terlibat Laka Lantas (Tahun 2007 – 2012)

No Tahun

Kendaraan yang terlibat laka lantas

Sepmor Betor

Mopen Mobar Bus

Ransus Sep. Dayung Umum Tdk umum Umum Tdk umum Umum Tdk umum

1 2007 896 73 164 166 153 66 36 13 3 34

2 2008 916 62 139 210 185 54 20 2 4 30

3 2009 1101 104 175 332 159 68 27 4 2 31

4 2010 957 94 237 504 193 124 28 1 5 16

5 2011 1881 150 213 510 173 104 17 0 8 29

6 2012 1921 140 173 596 221 109 22 2 8 33

(Sumber: Satlantas Poltabes Medan)

Secara umum, terjadinya kecelakaan disebabkan oleh kemungkinan empat faktor yaitu manusia (pengendara), kendaraan, kondisi jalan, dan lingkungan.


(42)

a. Faktor manusia.

Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku maupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.

b. Faktor kendaraan.

Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara regular.

c. Faktor jalan.

Terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.

d. Faktor lingkungan.

Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya


(43)

hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa menggangu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan.

Sebagai upaya pencegahan kecelakaan sepeda motor bank pembangunan Asia (ADB) telah mengidentifikasi adanya 14 aspek yang dapat diinterpensi untuk

mengurangi angka dan resiko kecelakaan. Secara operasional sektor-sektor ini

dikelompokkan kedalam lima pendekatan yang dikenal sebagai Pendekatan 5-E, yaitu:

a. Pendekatan rekayasa (engineering);

Meliputi standard keselamatan kendaraan, sistem data kecelakaan lalu lintas, perencanaan dan desain jalan berkeselamatan, perbaikan lokasi rawan kecelakaan, dan riset keselamatan jalan.

b. Pendididkan (education);

Meliputi pendidikan keselamtan jalan untuk anak, pelatihan & pengujian pengemudi, dan kampanye & sosialisasi keselamtan jalan

c. Penegakan hukum (enforcement);

Meliputi posisi lalulintas & penegakan hukum, dan peraturan lalulintas.

d. Penggalakan dan penggalangan (encouragement);

Meliputi asuransi keselamatan jalan, koordinasi & manajemen keselmatan.

e. Kesiapan tanggap darurat (emergency preparedness).


(44)

II.8 Karakteristik lalu lintas sepeda motor

Keberadaan sepeda motor di Indonesia telah menjadi bagian dari sistem transportasi kota dan memiliki peranan penting sebagai alat transportasi. Kondisi umum sepeda motor umumnya memiliki fleksibilitas dalam bermanuver dan kemudahan untuk parker dimana saja. Sepeda motor memiliki kemampuan dan kelincahan untuk melintas dan menerobos daerah kemacetan. Harga sepeda motor murah dan mampu untuk dimiliki oleh banyak penduduk di negara berkembang dengan pendapatan ekonomi rendah.

Tingkat keselamatan merupakan salah satu kendala utama dalam

perkembangan sepeda motor. Sepeda motor rentan terhadap stabilitas gerakan mengingat hanya memiliki dua roda sehingga mudah terguling. Pengendara sepeda motor tidak terlindung oleh rangka kendaraan sehingga ketika terjadi ketidak-seimbangan maka pengendara sepada motor mudah terpelanting, sehingga sepeda motor dianggap sebagai salah satu model berkendaraan yang lebih berbahaya.

II.9 Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor

Salah satu fenomena menarik dari kehadiran sepeda motor pada

persimpangan bersinyal adalah terjadinya penumpukan sepeda motor di mulut-mulut persimpangan khususnya pada fase merah. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya fasilitas berhenti sepeda motor pada persimpangan bersinyal. Fasilitas yang tersedia hanya garis henti serta ruang di belakang garis henti secara bersamaan dengan kendaraan bermotor lainnya. Penggunaan garis henti secara bersaman pada beberapa persimpangan bersinyal dinilai sudah tidak memadai lagi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi persimpangan, dimana keberadaan sepeda motor pada


(45)

persimpangan banyak yang melanggar peraturan seperti melampaui garis henti dan mengganggu pergerakan kendaraan bermotor lainnya karena menggunakan lajur belok kiri langsung untuk mengantri di persimpangan.

Ruang henti khusus (Exclusive Stopping Space) untuk sepeda motor,

disingkat RHK pada persimpangan merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah penumpukan sepeda motor pada persimpangan bersinyal. RHK sepeda motor merupakan fasilitas ruang berhenti untuk sepeda motor selama fase merah yang ditempatkan di depan antrian kendaraan bermotor roda empat. RHK ditempatkan di depan garis henti untuk kendaraan bermotor roda empat, akan tetapi penempatannya tidak melewati ujung pendekat persimpangan. RHK ini dibatasi oleh garis henti untuk sepeda motor dan marka garis henti untuk kendaraan bermotor roda empat lainnya. Kedua marka garis henti ini ditempatkan secara berurutan dan dipisahkan oleh suatu ruang dengan jarak tertentu.

Model RHK untuk sepeda motor dikembangkan dari model Advanced Stop

Lines (ASLs) untuk sepeda, yaitu fasilitas yang diperuntukkan bagi sepeda yang

ditempatkan di depan antrian kendaraan bermotor (Wall GT et al, 2003). Model RHK yang akan dikembangkan dilengkapi dengan lajur pendekat yang dimaksudkan untuk memudahkan sepeda motor mendekat ke ruang penungguan (reservoir). RHK berfungsi untuk membantu sepeda motor langsung ke persimpangan secara efektif dan aman yang memungkinkan sepeda motor untuk bergerak lebih dahulu dari kendaraan roda empat dan membuat persimpangan bersih lebih dahulu. Hal ini akan membuat kendaraan lain lebih mudah bergerak serta dapat mengurangi resiko konflik lalu lintas yang diakibatkan oleh berbagai maneuver kendaraan bermotor khususnya maneuver sepeda motor yang akan berbelok (belok kanan).


(46)

II.10 Advanced Stop Lines (ASLs)

Advanced Stop Lines (ASLs) merupakan suatu fasilitas untuk sepeda yang didesain untuk memberikan prioritas kepada sepeda pada persimpangan bersinyal. ASLa adalah marka garis henti yang disiapkan sebagai marka garis henti kedua pada persimpangan bersinyal di depan garis henti kendaraan bermotor roda empat lainnya. Di antara kedua garis henti ini, terbentuk suatu areal yang dikenal sebagai area reservoir yang merupakan area penungguan selama fase merah, yang memungkinkan sepeda dapat menuggu di depan kendaraan bermotor lainnya di kaki persimpangan. Sebagai pelengkap ASLs biasanya dibuatkan lajur pendekat sepeda untuk memudahkan sepeda menuju area reservoir ketika kendaraan lainnya menunggu pada saat fase merah. Secara umum ASLs dapat membantu sepeda antara lain:

a. Menempatkan sepeda pada suatu posisi yang mudah terlihat oleh kendaraan bermotor lainnya di persimpangan,

b. Memungkinkan sepeda untuk bergerak lebih dahulu serta menghindarkan dari kemungkinan terpotong oleh pergerakan kendaraan bermotor lainnya, dan c. Memungkinkan sepeda melakukan pergerakan (manuver) secara aman dan

nyaman di persimpangan.

II.10.1 Penerapan ASLs di Belanda

Pada tahun 1978, ASLs diperkenalkan di Leiden (Netherland) pada empat persimpangan. Berdasarkan hasil penerapan tersebut ternyata ASLs memberikan kontribusi terhadap arus lalu lintas seperti halnya mengurangi koflik lalu lintas antara sepeda dengan kendaraan bermotor lainnya (Wall GT et al, 2003). Penerapan ASLs


(47)

selain menurunkan konflik, ternyata ASLs merupakan salah satu solusi murah yang sangat bermanfaat bagi pengguna dan pengemudi kendaraan bermotor.

Lebih lanjut, penerapan ASLs juga dilakukan di beberapa kota di Belanda pada tahun 1983 dengan beberapa variasi desain. Desain ASLs dibuat dengan

mempertimbangkan lajur pendekat sepeda pada sisi dekat (near-side lane) dan

dengan membuat tanda atau simbol sepeda pada area tunggu (waiting area atau

reservoir) di depan garis henti kendaraan bermotor. Bahkan pada beberapa desain

ASLs juga dilengkapi dengan tulisan CYCLIST (sepeda) yang dicat pada area tunggu guna mengurangi kendaraan bermotor berhenti pada area tersebut, dan untuk mendorong sepeda menggunakan fasilitas tersebut. Pada salah satu site, desain ASLs dibuat dengan warna merah pada permukaan jalan baik pada lajur sepeda maupun pada area tunggunya. Lebih lanjut, studi yang dilakukan di Leiden (1982) dan Enshede (Solomons-1985) menunjukkan bahwa mayoritas pengguna kendaraan bermotor dan sepeda mengerti dan menuruti lay-out ASLs yang diterapkan.

II.10.2 Penerapan ASLs di Inggris

Mengikuti keberhasilan penerapan ASLs di Netherland, Inggris pertama kali memperkenalkan konsep tersebut di Oxport (1984), Newark (1989), Bristol (1991). Hasil riset yang dilakukan oleh TRL pada ketiga kota tersebut memperlihatkan penerapan ASLs yang dinilai memuaskan dan umumnya mudah dipahami oleh pengguna jalan. Pada setiap site yang diteliti, menunjukkan lebih dari 75% pengguna sepeda menggunakan lajur sepeda dan area tunggu, serta lebih dari 90% pengguna kendaraan bermotor keluar dari lajur sepeda. Secara keseluruhan, 82% kendaraan bermotor sampai di persimpangan ketika sinyal merah berada di luar area tunggu (reservoir).


(48)

Gambar 2.7 ASLs tanpa lajur pendekat (Inggris)

Model penanganan yang diterapkan di keempat kota Oxport, Newark, Bristol dan Menchester merupakan penyempurnaan desain yang diterapkan di Belanda. Dari desain pertama telah ada penambahan sinyal yang dibuat pada garis henti kendaraan bermotor, lajur untuk sepeda motor dan perambuan yang lengkap. Berdasarkan hasil survey terakhir oleh Wheleer pada tahun 1992 (Wall GT et al, 2003) menunjukkan bahwa lajur sepeda dan penyempurnaan ASLs yang digunakan sangat memuaskan bagi kebanyakan pengguna sepeda, sama dengan hasil survey sebelumnya. Hal ini tampak memungkinkan bahwa penyempurnaan lay-out dengan kombinasi pembuatan lajur sepeda serta pewarnaan lajur dan area tunggu sepeda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 adalah lebih efektif meningkatkan kendaraan bermotor mengikutinya.


(49)

Gambar 2.8 ASLs dengan lajur pendekat pada sisi dekat (near-side) (Inggris)

Wheleer pada tahun 1995 sebagaimana dikutip dari paper Wall GT et al (2003) menyarankan bahwa lajur sepeda yang ditempatkan di tengah di antara lajur belok kiri (belok kanan untuk kondisi Indonesia) dan ujung depan semua lajur kendaraan sangat perlu dipertimbangkan (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 ASLs dengan lajur pendekat di tengah (Inggris)

Desain ini dinilai penting khususnya untuk lengan persimpangan dengan arus kendaraan belok kiri yang besar serta arus sepeda menerus (lurus) yang besar. Beberapa studi yang dilakukan juga memperlihatkan bahwa proporsi pengguna sepeda (cyclist) yang besar menggunakan sisi dekat lajur pendekat sepeda untuk belok kiri atau menerus. Hanya sedikit sepeda menggunakan panjang lajur sisi dekat


(50)

hingga ke garis henti untuk belok kanan. Mayoritas sepeda akan belok kanan menggunakan bagian atau tidak menggunakan lajur sepeda. Ditemukan juga bahwa lajur sepeda yang dibuatkan di tengah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9 memainkan fungsi untuk memudahkan penempatan sepeda ke kanan kendaraan.

Menggunakan hasil-hasil studi yang telah dilakukan, beberapa pedoman (guideline) penerapan ASLs yang telah dibuat, antara lain menyarankan agar:

a. Menggunakan desain lay-out ASLs terbaru tanpa menggunakan sinyal tambahan,

b. Menggunakan warna permukaan berbeda dari warna lajur lalu lintas untuk lajur sepeda dan area tunggu sepeda,

c. Menggunakan logo sepeda baik pada lajur sepeda maupun pada area tunggu sepeda,

d. Menyediakan lajur pendekat untuk sepeda dengan lebar minimum 1,5 meter, e. Menggunakan lajur pendekat sepeda bukan sisi dekat jika terdapat lebih dari

satu lajur kendaraan dan proporsi arus belok kanan yang besar,

f. Menghilangkan semua gangguan samping pada lajur sepeda seperti parkir atau aktifitas yang dapat mengganggu pergerakan sepeda.

II.11 Perencanaan Ruang Henti Khusus (RHK)

Prinsip penetapan perlunya RHK sepeda motor pada dasarnya diawali dengan asumsi meningkatnya jumlah sepeda motor yang digambarkan dengan volume penumpukan sepeda motor serta proporsi sepeda motor (Kementerian Pekerjaan Umum Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Simpang Bersinyal di Kawasan Perkotaan). Terdapat 2 (dua) kriteria utama untuk menentukan


(51)

kebutuhan RHK sepeda motor, yaitu persyaratan geometri dan kondisi lalu lintas persimpangan.

II.11.1 Kriteria Kebutuhan RHK

a. Geometri Simpang Bersinyal

Penempatan RHK sepeda motor dapat dilakukan pada:

1. Persimpangan yang memiliki minimum dua lajur pada pendekat simpang. Kedua lajur pendekat tersebut bukan merupakan lajur belok kiri langsung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Penempatan RHK pada lajur pendekat dipersimpangan dengan pulau jalan

2. Lebar lajur pendekat simpang diisyaratkan 3,5 meter pada pendekat simpang tanpa belok kiri langsung. Hal ini dimaksudkan agar terdapat ruang bagi sepeda motor untuk memasuki RHK seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.


(52)

Gambar 2.11 Potongan melintang lebar lajur minimum.

b. Kondisi lalu lintas

Persyaratan kondisi lalu lintas untuk penempatan RHK pada persimpangan bersinyal, adalah:

1. Bila penumpukan sepeda motor tanpa beraturan dengan jumlah minimal 30 sepeda motor perwaktu merah di pendekat simpang dua lajur atau minimal 45 sepeda motor perwaktu merah di pendekat simpang tiga lajur.

2. Untuk pendekat simpang lebih dari tiga lajur, jumlah penumpukan sepeda motor secara tak beraturan tersebut minimum 15 sepeda motor per lajurnya. Jadi jumlah penumpukan sepeda motor minimum 15 sepeda motor dikali dengan jumlah lajur pada pendekat persimpangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Penumpukan sepeda motor


(53)

c. Dimensi Rencana Sepeda Motor

Dimensi RHK ditentukan dari dimensi ruang statis sepeda motor, sedangkan ruang statis sepeda motor diperoleh dari dimensi (panjang x lebar) rata-rata dari sepeda motor rencana. Sepeda motor rencana ditentukan dari populasi kelas sepeda motor terbanyak di Indonesia. Berdasarkan populasi, klasifikasi sepeda motor yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah jenis sepeda motor dengan ukuran silinder 110-125 cc.

Lebar ruang statis sepeda motor di lapangan didasarkan atas lebar yang dibutuhkan oleh sepeda motor ketika berhenti di lajur lalu lintas secara parallel. Untuk setiap 1 (satu) sepeda motor dalam kondisi statis atau tidak bergerak selama fase merah di persimpangan bersinyal membutuhkan lebar ruang minimum X sepanjang 0,75 meter. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Ruang Statis Sepeda Motor

d. Tipikal Desain RHK

Secara umum ada 2 (dua) tipikal RHK, yaitu RHK tipe kotak dan RHK tipe P.


(54)

1. RHK tipe kotak (RHK tanpa lajur pendekat)

RHK tipe kotak didesain apabila proporsi sepeda motor di tiap lajurnya relatif sama. Dimensi RHK tipe kotak dan kapasitasnya diberikan pada Gambar 2.14, Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.

Gambar 2.14. RHK tipe kotak (RHK tanpa lajur pendekat)

Tabel 2.5 Kapasitas RHK tipe kotak 2 lajur

(Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus)

Tabel 2.6 Kapasitas RHK tipe kotak 3 lajur

(Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus) Panjang Lajur RHK

(m)

Luas (m2) Kapasitas

Sepeda Motor Maksimal

Lajur 1 Lajur 2 Total

8 28 28 56 37

9 31,5 31,5 63 42

10 35 35 70 46

11 38,5 38,5 77 51

12 42 42 84 56

Lebar Bagian Utama RHK(m)

Luas (m2) Kapasitas

Sepeda Motor Maksimal

Lajur 1 Lajur 2 Lajur 3 Total

8 28 28 28 84 56

9 31,5 31,5 31,5 94,5 63

10 35 35 35 105 70

11 38,5 38,5 38,5 115,5 77


(55)

2. RHK tipe P (RHK dengan lajur pendekat)

RHK tipe P adalah area RHK dengan perpanjangan pada pendekat simpang paling kiri yang berfungsi untuk menampung banyaknya volume sepeda motor yang bergerak di lajur kiri. Desain RHK tipe P ditunjukkan pada Gambar 2.15.

Perpanjangan RHK (RHK tipe P) dapat digunakan apabila volume sepeda motor yang bergerak pada lajur kiri melebihi 60% untuk RHK dengan dua lajur dari seluruh pergerakan sepeda motor pada pendekat simpang. Kapasitas RHK tipe P dengan 2 lajur dan 3 lajur ditunjukkan pada Tabel 2.7 dan Tabel 2.8.

Gambar 2.15 RHK tipe P (RHK dengan lajur pendekat)

Tabel 2.7. Kapasitas RHK tipe P dengan 2 lajur Lebar Bagian

Utama RHK (m)

Luas (m2) Kapasitas Sepeda

Motor Maksimal

Lajur 1 Lajur 2 Total

8 28 42 70 46

9 31,5 45,5 77 51

10 35 49 84 56

11 38,5 52,5 91 60

12 42 56 98 65

(Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus)

Bagian Utama RHK


(56)

Pada RHK dengan 3 lajur perpanjangan RHK, dapat dilakukan apabila jumlah volume dua lajur paling kiri melebihi 70% dari seluruh pergerakan sepeda motor pada pendekat simpang.

Tabel 2.8 Kapasitas RHK tipe P dengan 3 lajur Lebar Bagian

Utama RHK (m)

Luas (m2) Kapasitas

Sepeda Motor Maksimal

Lajur 1 Lajur 2 Lajur 3 Total

8 28 28 42 98 65

9 31,5 31,5 45,5 108,5 72

10 35 35 49 119 79

11 38,5 38,5 52,5 129,5 86

12 42 42 56 140 93


(57)

Tabel 2.9 - Penentuan pendekat kiri atau kanan

(Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus) Jumlah

pendekat Penumpukan sepeda motor Pendekat RHK

2 Lajur


(58)

II.11.2 Perancangan marka

Bahan marka yang digunakan untuk RHK adalah Coldplastic MMA Resin

dengan ketebalan 3 mm. Berdasarkan jenisnya, marka yang digunakan untuk RHK adalah:

a. Marka membujur garis utuh dan marka melintang garis henti, yaitu;

1. Marka membujur garis utuh dan marka melintang garis henti berupa garis

menerus yang menjadi garis tepi RHK sepeda motor.

2. Marka ini berfungsi untuk memperjelas batas–batas RHK dan sebagai

area tempat sepeda motor berhenti.

3. Marka ini menggunakan bahancoldplastic dan ketebalan marka adalah 3

mm dengan warna marka putih. Marka membujur garis utuh memiliki lebar 12 m, marka melintang garis henti mempunyai lebar 30 cm.

4. Marka membujur garis utuh memiliki tiga jenis garis marka yaitu garis tepi

luar, garis tepi dalam dan garis pengarah. Garis pengarah dimulai dari marka melintang garis henti kendaraan roda empat atau lebih dengan panjang 20 m. Marka membujur garis utuh dan marka melintang garis henti ditunjukkan pada Gambar 2.16.


(59)

Gambar 2.16 RHK dengan lajur pendekat

5. Garis pengarah yang terdapat pada area RHK memiliki panjang jarak

antaramarka melintang garis henti sepeda motor dan kendaraan roda empat dan lambang sepeda motor di bagi dua. Panjang marka membujur garis pengarah (l/2) dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

4 2

/ PanjangBagianUtamaRHK PanjangLamabangSepedaMotor

l   (16)

b. Marka area

1. Marka area RHKdi persimpangan digunakan untuk mempertegas

keberadaan RHK dan berbentuk persegi empat jika tanpa lajur pendekat.

2. Jika tanpa lajur pendekat, marka ini menjadi area diletakkannya marka lambang sepeda motor.


(60)

3. Marka area RHK mempunyai ukuran sesuai dengan lebar jalan dan panjangnya ditentukan dari penumpukkan sepeda motor dari hasil survei pada saat perancangan desain RHK.

4. Marka area RHK menggunakan bahan coldplastic warna merah dan

memiliki tiga lapisan, yaitu lapi satu adalah marka coldplastic warna

merah, lapis dua agregat merah dan lapis tiga marka coldplastic warna

merah. Marka area merah dan detail potongannya ditunjukkan pada Gambar 2.17 dan Gambar 2.18.

Gambar 2.17 Marka area

Gambar 2.18 Detail Pot I c. Marka lambang sepeda motor

1. Berfungsi untuk menunjukkan bahwa area tersebut adalah khusus untuk berhentinya sepeda motor saat menunggu waktu merah di persimpangan.

Warna Merah


(61)

2. Marka lambang sepeda motor berupa gambar pada perkerasan jalan yang memanjang ke jurusan arah lalu lintas dan terletak di atas marka area RHK.

3. Bahan yang digunakan berupa bahan coldplastic MMA resin atau marka

thermoplastic berwarna putih. Ukuran marka lambang sepeda motor

ditunjukkan Tabel 2.10

Tabel 2.10 Ukuran Marka lambang sepeda motor


(62)

d. Marka lambang panah

1. Berfungsi sebagai pemberi petunjuk arah pada masing-masing lajur yang menuju RHK.

2. Marka panah ditempatkan dengan jarak (5) lima meter di belakang marka melintang garis henti kendaraan roda empat atau lebih. Marka lambang panah pada RHK ditunjukkan pada Gambar 2.19.


(63)

e. Perancangan rambu petunjuk RHK

Ketentuan dalam merancang rambu petunjuk RHK adalah:

1. Rambu yang digunakan merupakan rambu jenis RPPJ dengan tiang rambu

pipa baja berdiameter dalam minimal 6" yang digalvanisir dengan proses celupan panas.

2. Rambu petunjuk RHK harus mempunyai permukaan bahan yang

memantul dan lembaran pemantul yang dianjurkan adalah jenis high intensity grade.

3. Pelat untuk rambu harus merupakan lembaran rata dari campuran

aluminium keras. Mutu beton yang digunakan untuk pondasi rambu jalan adalah kelas K-175.

4. Rambu ini ditempatkan 50 meter sebelum memasuki persimpangan yang


(64)

(65)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam melakukan penyusunan Tugas Akhir dibutuhkan metodologi yang akan digunakan agar kegiatan yang dilaksanakan tetap berada pada koridor yang telah direncanakan sejak awal. Adapun tahapan penyusunan Tugas Akhir ini seperti yang terlihat dalam bagan alir (Gambar 3.1) di bawah ini.

III.1 Tahapan Persiapan

Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan rencana agar diperoleh waktu yang efektif dan efisien dalam mengerjakan penelitian ini. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan pendahuluan agar didapat gambaran umum dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada di lapangan. Lingkup pekerjaan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut:

a. Studi pustaka terhadap materi terkait dengan penelitian yang dilakukan; b. Menentukan kebutuhan data;


(66)

Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian Mulai

Survei Pendahuluan dan Penentuan Lokasi Penelitian

Penetapan Metode Survei dan Parameter Studi

Data Sekunder: Peta Lokasi Penelitian Data Primer:

- Geometrik

- Kondisi Lingkungan Sekitar

- Pengoperasian Lalu Lintas

- Kondisi Arus Lalu Lintas,

Volume, dan Jenis Kendaraan

- Panjang Antrian Lapangan

Analisa

Perancangan Ruang Henti Khusus (RHK) Perilaku Lalu Lintas :

- Panjang Antrian

- Jumlah Kendaraan

Terhenti

- Tundaan

Kesimpulan


(67)

III.2 Tahapan Kerja Penelitian

Untuk mendapatkan data yang diinginkan serta memperoleh hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, berikut diberikan tahapan-tahapan pekerjaan penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Penelitian ini dimulai dengan proses identifikasi masalah kemudian dirumuskan menjadi tujuan penelitian, seperti yang telah dijelaskan pada Bab I;

b. Setelah dirumuskannya tujuan penelitian, tahapan selanjutkan adalah

studi/survey pendahuluan (pilot study) untuk menentukan ruang lingkup

pembahasan dan pembatasan masalah yang akan dibahas, identifikasi data yang dibutuhkan, teknik/cara pengumpulan data, termasuk waktu pelaksanaan survei. Survei pendahuluan ini juga ditunjang dengan studi literatur dari berbagai sumber terkait dengan perencanaan lalu lintas, Ruang Henti Khusus (RHK), perhitungan MKJI 1997 untuk simpang bersinyal, dan rujukan beberapa studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini;

c. Tahapan pelaksanaan survei adalah proses pengumpulan data yang akan diolah sehingga dapat digunakan sebagai input dalam proses analitis selanjutnya. Pengumpulan data dan analitis dalam penelitian ini secara garis besar terkait dengan perilaku lalu lintas di persimpangan meliputi kondisi geometrik simpang yang diamati, arus lalu lintas, panjang antrian, waktu

siklus traffic light. Kemudian dilakukan juga pengumpulan data dan analisa

untuk perancangan Ruang Henti Khusus (RHK) di persimpangan yang ditinjau.


(68)

d. Survei perilaku lalu lintas dilakukan pada jam puncak (peak hour) dimana

kondisi lalu lintas padat;

e. Setelah dilakukan survei perilaku lalu lintas di persimpangan yang diamati, tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Analisis untuk mengetahui kinerja persimpangan dengan MKJI menggunakan formulir isian SIG berdasarkan data yang diperoleh. Sedangkan perancangan Ruang Henti Khusus (RHK) menggunakan formulir isian penumpukan sepeda motor sesuai dengan lajur pada masing-masing lengan persimpangan, selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk menentukan dimensi Ruang Henti Khusus (RHK) pada masing-masing lengan persimpangan.

f. Setelah tahap-tahap di atas dilakukan, maka akan diperoleh beberapa

kesimpulan berupa perilaku lalu lintas dan dimensi Ruang Henti Khusus di persimpangan tersebut.

III.3 Metode Survei dan Parameter Studi

Metode survei, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung kondisi eksisting di lapangan. Hal ini mutlak dilakukan agar dapat diketahui kondisi aktual pada saat ini, sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan dan penarikan kesimpulan atas permasalahan yang ingin diselesaikan. Data yang diperoleh dalam kegiatan survei ini adalah data primer.

III.3.1 Penentuan Lokasi

Sesuai dengan tujuan tugas akhir ini yaitu untuk merencanakan Ruang Henti Khusus (RHK) pada persimpangan di kota Medan, maka terlebih dahulu penulis mengidentifikasi jumlah persimpangan bersinyal yang ada di kota Medan.


(69)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan kota Medan tahun 2013, kurang lebih terdapat 155 titik persimpangan di kota Medan, dan diperkirakan lebih dari setengahnya adalah persimpangan yang ada masalah dengan kemacetan, antrian yang cukup panjang pada masing-masing lengan terutama yang terjadi pada jam-jam

sibuk (peak hour) atau pada kondisi arus lalu lintas jenuh. Karena keterbatasan

penulis, maka untuk perencanaan ini penulis hanya meneliti satu persimpangan saja, yaitu persimpangan Jl. Ir. H. Juanda dengan Jl. Brigjend Katamso, dimana kondisi persimpangan ini cukup bermasalah dengan kemacetan pada saat jam sibuk.

Pengamatan lalu lintas tidak hanya menghitung volume lalu lintas aktual, akan tetapi juga perhitungan mengenai arus lalu lintas pada saat kondisi jenuh dengan tujuan untuk melihat gambaran jumlah kendaraan tiap jam tiap lajur pada masing-masing lengan jika waktu hijau efektif yang tersedia selama satu jam penuh dan diusahakan agar arus kendaraan tidak pernah berhenti.

Adapun lokasi pengamatan diusahakan pada persimpangan yang memiliki pembagian lajur dan rambu yang melarang kendaraan parkir pada lengan persimpangan. Kondisi ini dapat dianggap mewakili kondisi persimpangan yang tertib.


(70)

Gambar 3.2 Peta Lokasi Survei Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brigjend Katamso

(Sumber: www.googleearth.com)

III.3.2 Periode Survei

a. Perhitungan Arus Lalu Lintas Aktual

Pengamatan arus lalu lintas didasarkan pada pengamatan arus rata-rata pada satu periode jam puncak. Berdasarkan pengamatan pendahuluan yang dilakukan secara visual pada persimpangan yang diamati didapat bahwa perkiaraan terjadinya jam puncak adalah selama selama periode pagi antara pukul 06.30 WIB s.d 08.30


(71)

WIB, siang antara pukul 12.00 WIB s.d 14.00 WIB dan sore antara pukul 17.00 WIB s.d 19.00 WIB.

Arus lalu lintas yang melewati persimpangan dilakukan pengelompokan berdasarkan jenis kendaraan dan distribusi pergerakan yakni membelok ke kiri, ke kanan dan lurus.

Survei untuk perencanaan Ruang Henti Khusus dilakukan pada saat lampu merah dan hanya menghitung jumlah sepeda motor yang berhenti dengan metode sebagai berikut:

1. Waktu survei dilaksanakan pada jam puncak (peak hour) yang dibagi ke

dalam tiga sesi, yaitu: pagi hari (dimulai pukul 06.30), siang hari (dimulai pukul 12.00), sore hari (dimulai pukul 17.00) selama 7 (tujuh) hari;

2. Durasi survei minimum 10 fase per sesi waktu dengan total 30 fase per hari.

b. Geometrik Jalan

Geometrik simpang yang dibutuhkan sebagai data masukan yakni lebar jalan,

jumlah lajur, lebar efektif jalan dan lebar per lajur. Pelaksanaan pengukuran

dilakukan saat lalu lintas sepi yakni pada waktu dini hari, untuk menghindari terganggunya arus lalu lintas.

III.3.3 Parameter Studi

Parameter studi yang digunakan untuk menilai kinerja persimpangan yang diamati adalah sebagai berikut:


(72)

a. Derajat kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan menunjukkan apakah suatu simpang masih bisa melayani demand yang ada atau tidak;

b. Antrian

Panjang antrian pada tiap lengan akan menjadi indikator pelayanan dari masing-masing pendekat;

c. Jumlah kendaraan terhenti(Number of Stop)

(Number of Stop) adalah jumlah berapa kali kendaraan berhenti di

persimpangan, dan hal ini dapat dijadikan indikator pelayanan untuk kendaraan yang lewat;

d. Tundaan

Tundaan merupakan indikator utama kinerja simpang secara keseluruhan.

III.4 Analisa Persimpangan dengan MKJI 1997

Untuk keperluan analisa persimpangan dengan MKJI digunakan formulir-formulir berikut ini:

1. SIG-I Geometrik, Pengaturan Lalu-Lintas, Lingkungan 2. SIG-II Arus Lalu-Lintas

3. SIG-III Waktu Antar Hijau, Waktu Hilang 4. SIG-IV Penentuan Waktu Sinyal, Kapasitas


(73)

III.5 Perancangan Ruang Henti Khusus (RHK)

Adapun prosedur dalam perancangan RHK adalah sebagai berikut, seperti yang dijelaskan pada Gambar 3.3.


(1)

IV.6 Gambaran Visual Keadaan Lalu Lintas setelah ada Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor di Persimpangan

Melihat keberhasilan Ruang Henti Khusus yang telah diterapkan di daerah lain, seperti Bandung, Denpasar, Tangerang, Bekasi dan Bogor, adapun perubahan yang terjadi di setiap persimpangan yang diberi RHK secara visual adalah:

- Karena pelepasan sepeda motor yang lebih cepat, besar kemungkinan dalam waktu tertentu, jumlah kendaraan yang diloloskan oleh mulut persimpangan akan lebih maksimal, dengan demikian kinerja persimpangan tersebut akan lebih maksimal,

- Terkadang sepeda motor juga bisa mempengaruhi panjang antrian di persimpangan, namun setelah adanya Ruang Henti Khusus (RHK), besar kemungkinan antrian dapat berkurang, dimana selama ini bisa saja sepeda motor mengantri di jalur kendaraan roda empat yang menyebabkan antrian bertambah,

- Konflik yang terjadi di mulut persimpangan juga dapat diminimalisir, karena dengan adanya Ruang Henti Khusus (RHK), kondisi persimpangan akan lebih teratur, dengan demikian tingkat kecelakaan juga akan berkurang

- Pelanggaran lalu lintas akan berkurang dengan adanya Ruang Henti Khusus (RHK), dimana ketika kondisi sebelum adanya RHK, pelanggaran kerap kali terjadi seperti menembus lampu merah, melewati garis henti, dan mengambil jalur kiri yang menghambat pergerakan belok kiri langsung dan mayoritas pelanggaran tersebut dilakukan oleh pengendara sepeda motor.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Hasil perancangan Ruang Henti Khusus pada Persimpangan Jalan Brig. Katamso – Jalan Ir. H. Juanda adalah sebagai berikut:

1. Geometrik

a. Pendekat Utara

RHK = 2 lajur dengan lajur pendekat

Lebar RHK = 2 x 3,4 m

Panjang utama bagian RHK = 11 m Dimensi lajur pendekat = 3,4 m x 4 m b. Pendekat Selatan

RHK = 2 lajur dengan lajur pendekat

Lebar RHK = 2 x 3,45 m

Panjang utama bagian RHK = 11 m

Dimensi lajur pendekat = 3,45 m x 4 m c. Pendekat Timur

RHK = 3 lajur tanpa lajur pendekat

Lebar RHK = 3 x 3,5 m

Panjang utama bagian RHK = 9 m d. Pendekat Barat


(3)

Panjang utama bagian RHK = 10 m

2. Lalu lintas

Berdasarkan analisa yang dilakukan, diperoleh perilaku lalu lintas sebagai berikut:

a. Nilai derajat kejenuhan untuk pendekat utara adalah 0,653; untuk pendekat selatan 0,921; untuk pendekat timur adalah 0,905; dan untuk pendekat barat adalah 0,944.

b. Panjang antrian untuk pendekat utara adalah 224 m; untuk pendekat selatan 255 m; untuk pendekat timur adalah 263 m; dan untuk pendekat barat adalah 389 m.

c. Jumlah kendaraan terhenti untuk pendekat utara adalah 669 smp/jam; untuk pendekat selatan 812 smp/jam; untuk pendekat timur adalah 764 smp/jam; dan untuk pendekat barat adalah 11254 smp/jam.

d. Tundaan rata-rata diperoleh untuk pendekat utara adalah 84,2 detik; untuk pendekat selatan 128,9 detik; untuk pendekat timur adalah 128,5 detik; dan untuk pendekat barat adalah 113 detik.

3. Keselamatan

Jumlah kendaraan pada suatu simpang sangat ditentukan dari banyaknya konflik kendaraan yang terjadi di simpang jalan tersebut. Pada persimpangan Jalan Brig. Katamso – Jalan Ir. H. Juanda terdapat 4 fase pergerakan dimana terdapat fase hijau awal pada fase ke 3, sehingga tidak terdapat konflik kendaraan terlawan pada persimpangan tersebut.


(4)

V.2 Saran

Melihat keberhasilan Ruang Henti Khusus di beberapa kota besar di Indonesia, beberapa saran dari studi ini antara lain:

a. Perlunya sosialisasi guna memberikan pemahaman tentang fungsi Ruang Henti Khusus, sehingga tercipta lingkungan jalan yang tertib dan lancar b. Perlunya pemantapan koordinasi antar instansi sehingga rancangan perubahan

atau pengembangan tata ruang dapat menyertakan penataan dan peningkatan jaringan jalan sesuai dengan peraturan yang ada

c. Perancangan ini masih memerlukan studi lanjutan untuk meningkatkan kinerja simpang karena hal ini tidak terlepas dari volume lalu lintas akibat pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua yang terus meningkat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amelia Sri S.T, M.T & Mulyadi Agah Muhammad S.T, M.T. 2012.Fasilitas Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Perkotaan :

Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Direktorat Binamarga.1997.Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

Departemen Pekerjaan Umum. 2012. Pedoman Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Perkotaan.

Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan : Bandung Fadilla Muhammad. 2011.Peranan Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan

Bandung dalam Mensosialisasikan Program Ruang Henti Khusus di Kalangan Pengendara Roda Dua di Bandung. Perpustakaan UNIKOM : Bandung

Idris Muhammad. 2010. Kriteria Lajur Sepeda Motor untuk Ruas Jalan Arteri Sekunder. Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan : Bandung

Idris Muhammad. 2009. Penerapan Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal. Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan : Bandung

Khisty C. Jotin & Lall B. Kent. 2003. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga

Khisty C. Jotin & Lall B. Kent. 2005. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga

McShane William R & Roess Roger P. 1990. Traffic Engineering. New Jersey: Englewood Cliffs

Morlok, E.K.1988. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Erlangga


(6)

Ngurah Arya Kepakisan. 2013. Perancangan Lajur Khusus Sepeda Motor dan Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Persimpangan Jalan Laswi-RE. Martadinata-Jendral Achmad Yani Kota Bandung. Politeknik Negeri Bandung : Bandung

Syahputra Fuzi. 2009.Optimasi Simpang Jl. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan. Universitas Sumatera Utara : Medan

Tamin Z. Ofyar. 2008. Perencanaan, Pemodelan & Rekayasa Transportasi, Teori, Contoh Soal dan Aplikasi. Bandung : Penerbit ITB

Wall GT, Davies DG & Crabtree M. 2003.Capacity Implcations of Advanced Stop Lines for Cyclist. London, UK: TRL Report TRL 585. Transport Research Laboratory


Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal Akibat Perubahan Fase (Studi Kasus : Jln. Brigjend. Katamso – Jln. Jend. AH Nasution)

6 76 104

EFEKTIVITAS PENERAPAN RUANG HENTI KHUSUS SEPEDA PADA SIMPANG BERSINYAL EFEKTIVITAS PENERAPAN RUANG HENTI KHUSUS SEPEDA PADA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS PERSIMPANGAN Jl. SENOPATI-Jl. KH.AHMAD DAHLAN DENGAN Jl.TRIKORA-Jl. A.YANI, YOGYAKARTA, D.I.Y).

2 7 15

PENDAHULUAN EFEKTIVITAS PENERAPAN RUANG HENTI KHUSUS SEPEDA PADA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS PERSIMPANGAN Jl. SENOPATI-Jl. KH.AHMAD DAHLAN DENGAN Jl.TRIKORA-Jl. A.YANI, YOGYAKARTA, D.I.Y).

1 3 5

TINJAUAN PUSTAKA EFEKTIVITAS PENERAPAN RUANG HENTI KHUSUS SEPEDA PADA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS PERSIMPANGAN Jl. SENOPATI-Jl. KH.AHMAD DAHLAN DENGAN Jl.TRIKORA-Jl. A.YANI, YOGYAKARTA, D.I.Y).

0 8 7

KESIMPULAN DAN SARAN EFEKTIVITAS PENERAPAN RUANG HENTI KHUSUS SEPEDA PADA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS PERSIMPANGAN Jl. SENOPATI-Jl. KH.AHMAD DAHLAN DENGAN Jl.TRIKORA-Jl. A.YANI, YOGYAKARTA, D.I.Y).

0 3 28

Studi Ekivalensi Sepeda Motor Pada Persimpangan Bersinyal.

0 1 6

Evaluasi Keberhasilan Kinerja Ruang Henti Khusus Pada Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Simpang Bersinyal Jl. Sudirman - Jl. Waturenggong).

7 13 38

Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Jl. K. H. Dewantara - Jl. Kartika - Jl. Mojo bab 1

0 1 5

EFEKTIVITAS PENERAPAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) DI PERSIMPANGAN JALAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Persimpangan Jalan Pasteur-Pasirkaliki Kota Bandung

0 0 8

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik UISU marwanft.uisu.ac.id Abstrak - ANALISA NILAI RUANG HENTI KHUSUS (RHK) KENDARAAN RODA DUA DI PERSIMPANGAN JL. IMAM BONJOL – JL. PERDANA KOTA MEDA

0 0 8