Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan Karakteristik Produksi Dan Fisiologi Pada Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muell. Arg.)
DAFTAR PUSTAKA
Aidi-Daslin, S. Woelan, dan M. Lasminigsih. 2012. Kinerja Klon Karet Unggul
Terkini Pada Skala Pengujian dan Pertaranan Komersial. Prosiding
Konferensi Nasional Karet 2012. Pusat Penelitian Medan. Hal 31-38
Aidi-Daslin, S. Woelan. 2008. Kesesuaian Lateks Klon IRR Seri 100 dan 200
Untuk Pengolahan Lateks Pekat. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional
Pemuliaan Tanaman Karet 2009. Pusat Penelitian Karet. Medan. Hal 356367.
Aidi-Daslin, S. Woelan, M. Lasminingsih, dan H. Hadi. 2009. Kemajuan
Pemuliaan dan Seleksi Tanaman Karet di Indonesia. Prosiding Lokakarya
Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2009. Hal 50-59.
Anwar, C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan
Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan. Pusat
Penelitian Karet.
Boerhendy, I., 1988. Efek Okulasi Tajuk Terhadap Beberapa Sifat Anatomis dan
Fisiologi Tanaman Karet. Balai Perkebunan Rakyat. BPP Sembawa.
Damanik S., Syakir M., T. Made, Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen
Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Danimihardja, S., 1988. Hasil Pengujian Pendahuluan Klon Seri BPPB. Balai
Perkebunan Rakyat. BPP Sembawa.
Direktur Jenderal Perkebunan. 2012. Produktivitas Karet Menurut Provinsi di
Indonesia.
_________________________, 2012. Produksi Karet Menurut Provinsi di
Indonesia.
_________________________, 2012. Luas Areal Karet Menurut Provinsi di
Indonesia.
Nugroho, P. Adi. 2010. Dibalik Hamparan Tanaman Karet. Pusat Penelitian Karet
Medan. Medan.
Lukman, 1984. Pembentukan Lateks dan Hubungannya dengan Penyadapan.
Warta Perkaretan. BPP Sungai Putih.
Liu, B. H. 1998. Genomic: Linkage, maping, and QTL analysis. Washington,
CRC. Proc.
Universitas Sumatera Utara
Lasminingsih, M. Dan A. Situmorang. 1990. Evaluasi Pengujian Lanjutan Klon
Karet di Puslitbun Sembawa. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan
Tanaman Karet 1990. 240-252.
Oktavia, dan M. Lasminingsih. 2010. Pengaruh Kondisi Daun Tanaman Karet
Terhadap Keragaman Hasil Sadap Beberapa Klon IRR. Jurnal Penelitian.
Pusat Penelitian Karet. Medan. Hal 32-40.
Rasjidin, 1989. Bercocok Tanam Karet (Hevea brasilliensis). Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan
Steenis, C.G.G.J.V., 2003. Flora. PT Pradyna Paramita. Jakarta
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam-Tanaman Perkebunan Tahunan.
Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Sianturi, H. S. D. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Suhendry, I. 2002. Klon karet Unggul Harapan Penghasil Lateks-Kayu dari Hasil
Pengujian Pendahuluan. Jurnal Penelitian Karet 2002. 11-29.
Suhendry, I., Aidi-Daslin, S. Woelan, dan R. Azwar. 2001. Evaluasi Pendahuluan
Genotipe Terpilih Penghasil Lateks Kayu. Prosiding Lokakarya Nasional
Pemuliaan Karet. Pusat Penelitian Karet. Hal 173-187.
Wan Razali Mohd, Rosmi Maidin, Ali Surjan and Johani Mohd Zain. 1983.
Double Entry Volume Table Equations for Source RRIM 600 Series Clone
of Rubber. The Malaysia Forester. 46-59.
Woelan, S., Aidi-Daslin, R. Azwar, dan I. Suhendry. 2001. Keragaan klon karet
Unggul Harapan IRR Seri 100. Prosisding Lokakarya Nasional Pemuliaan
karet. Pusat Penelitian Karet. 173-187.
Woelan S., S. Pasaribu. 2009. Pembentukan Klon Karet Unggul Baru Melalui
Metode Konvensional. Selama Dekade ke -2 (1996-2001). Prosiding
Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2009. Pusat Penelitian
Karet. Medan. Hal 224-235
Woelan, S., Suhendry, Aidi-Daslin, Sumarmadji dan Munthe. 2008. Pengujian
Klon Karet Harapan IRR Seri 100, 200, dan 300 Pada Daerah Beriklim
Basah dan Lingkungan Spesifik Di Sumatera Utara. Pusat Penelitian Karet.
Medan.
Woelan, S. 2005. Seleksi pertumbuhan dan potensi produksi lateks dari turunan
hasil persilangan tanaman karet. Jurnal Penelitian Karet. 127-142.
Woelan, S. 2008. Karakteristik dan Keunggulan Klon Karet IRR 112. Warta
Perkaretan. Pusat Penelitian Karet. 21-35.
Woelan S. Dan R. Azwar, 1990. Kompabilitas kombinasi persilangan dari
berbagai klon karet. Pros. Lokakarya Pemuliaan Tanaman. Pontianak, 14-17
Juli. Hal 174-189.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Agronomi,
dan Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Sungai Putih, Pusat
Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara dengan ketinggian ± 54 m dpl. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
Februari 2014 sampai bulan Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman F1 karet hasil
persilangan 2009 sebanyak 54 projeni (tabel 1.) yang ditanam dengan jarak 2m x
2m, cat minyak, larutan FAA (campuran dari 10 ml Formalin 37-40% + 5 ml
Acetic Acid + 70 ml Ethanol absolut dan 15 ml aquadest), KOH 15%, HNO3 32,5
%, Alkohol 70%, Sudan III, Acetol, Glyserin dan bahan lainnya yang diperlukan
untuk penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, kuas, palu, cork
borrer, spidol, alat pengukut ketebalan kulit, kawat, talang, mangkok, mal bidang
sadap, magnetic stirrer, pisau silet, object glass, cover glass, mikroskop, mikro
pipet, pisau sadap, batu asah, ember plastik, gelas ukur, timbangan Metler, alat
tulis dan alat-alat lainnya yang dapat membantu penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Tetua Betina dan Jantan Persilangan tahun 2009
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tetua
PB 330 X IRR
111
IRR 111 X IRR
219
IRR 105 X PB
260
IRR 220 X IRR
219
IRR 111 X PB
260
IRR 111 X IRR
220
IRR 111 X PB
330
IRR 111 X Ort
7106
PB 330 X IRR
220
IRR 111
Jumlah
No.
Tetua
Jumlah
3
11
IRR 205
4
7
12
IRR 209
8
3
13
IRR 216
5
2
14
IRR 200
1
6
15
IRR 105
1
1
16
IRR 113
1
2
17
IRR 217
1
1
18
IRR 211
1
1
3
19
20
IRR 206
IRR 107
Jumlah
2
1
54
Universitas Sumatera Utara
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap: nilai tengah
(median), rata-rata (mean), modus, simpangan baku, koefisien keragaman (KK),
kisaran untuk semua parameter pengamatan yaitu lilit batang, tebal kulit, tinggi
tanaman, tinggi cabang pertama, jumlah cabang pertama, jumlah dan diameter
pembuluh lateks, produksi lateks, kadar karet kering, produksi kayu, volume kayu
total, indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks.
Karena populasi semain dianggap mempunyai penyebaran binomial, maka
intensitas seleksi adalah persentase luas dari bagian kurva penyebaran normal
yang nilai x (=parameter) lebih besar dari Z (= nilai x dalam simpangan baku).
Untuk intensitas seleksi 10% dan 1% nilai Z>30 sampel adalah masing-masing
1,28 : 2,33.
Selanjutnya batas nilai terpilih (X) dapat ditentukan dari rumus:
Z= x-x
Sd
Dimana Z = 1,28 : 2,33 masing-masing untuk intensitas seleksi 10% dan 1%
x = batas minimum untuk parameter yang diseleksi
x = rata-rata parameter seleksi
Sd = Simpangan baku
Untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan produksi,
maka digunakan persamaan regresi berganda :
Y = b0 + b1X1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung diuji dengan sidik
lintas :
C1= b1 x Sx1
Sy
Untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati diuji dengan
korelasi :
n∑xiyi - (∑xi)(∑yi)
r=
√{n∑xi 2 - (∑xi)2} {n∑yi 2 - (∑yi)2}
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Areal
Membersihkan areal dari gulma-gulma dan rumput yang melilit batang
tanaman karet untuk mempermudah mekukan kegiatan penelitian.
Sensus Tanaman
Untuk mengetahui jumlah populasi yang ada, maka dilakukan sensus
tanaman yang meliputi jumlah tanaman yang hidup, kerdil dan mati. Tanaman
yang hidup dinomori berdasarkan nomor hasil persilangan.
Penentuan Batas Plot Hasil Persilangan
Penentuan batas plot hasil persilangan dilakukan sebelum melaksanakan
penelitian. Tujuannya agar lebih memudahkan membedakan batas antara satu plot
dengan plot yang lain diberi tanda garis pembatas.
Membuat Batas Tinggi Penyadapan
Batas tinggi bidang sadap dibuat dengan ketinggian 50 cm dari permukaan
tanah. Batas tinggi penyadapan ini ditandai dengan menggunakan spidol dan cat.
Pengambilan Sampel Kulit
Pengambilan sampel kulit dilakukan dengan menggunakan cork borrer
dengan ketinggian diatas 50 cm diatas permukaan tanah. Kulit yang sudah di cork
borrer dinomori sesuai dengan nomor pohon dan kemudian dimasukkan ke dalam
larutan FAA.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan di Laboratorium
Anatomi Kulit
a. Sampel kulit yang diambil, langsung dimasukkan ke dalam larutan tambahan
FAA (Formalin Acetic Acid) yang telah disiapkan. Larutan FAA adalah
campuran dari 10 ml Formalin 37-40% + 5 ml Asam Asetat + 70 ml Etanol
absolut dan 15 ml akuades.
b. Contoh kulit yang telah difiksasi tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium
dan dipindahkan ke dalam larutan KOH 15% selama 1 jam. Larutan KOH
berguna untuk mematikan sel-sel gabus atau melarutkan lateks yang masih
melekat pada kulit.
c. Dari dalam larutan KOH 15 % contoh kulit dipindahkan lagi kedalam larutan
HNO3 32,5 % selama 2 jam agar kulit mudah disayat dan tidak mudah pecah.
d. Selanjutnya dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% selama 15 menit untuk
membersihkan sisa-sisa larutan HNO3 yang masih tertinggal pada kulit.
e. Agar preparat yang dihasilkan baik dan jelas, contoh kulit yang direndam
dalam larutan pewarna yang terdiri dari 0,5 g Sudan III + 50 ml Alkohol 70%
+ 50 ml Acetol. Campuran zat pewarna ini diaduk merata dengan alat
pengaduk magnetik, lalu disaring.
Catatan : pemindahan kulit dari larutan ke dalam larutan yang lain terlebih
dahulu harus dibilas di bawah air mengalir selama 5 menit dan dikeringkan
dengan kertas penghisap.
f. Preparat dibuat setelah contoh kulit yang telah diberi perlakuan diiris setipis
mungkin, yakni dengan menyayat kulit secara membujur dan melintang.
Kemudian sayatan tersebut diletakkan pada gelas objek yang sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
telah ditetesi gliserin dan ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya
pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop.
Pengamatan Parameter
Lilit Batang (cm)
Pengukuran lilit batang dilakukan 1 kali selama penelitian dengan
menggunakan meteran pada ketinggian 50 cm dari permukaan tanah.
Tebal kulit (mm)
Pengukuran tebal kulit dilakukan 1 kali selama penelitian dengan
menggunakan kuadri. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan ujung
kuadri secara horizontal pada permukaan batang dan kemudian ditekan untuk
mendapatkan nilai ketebalan. Pengukuran dilakukan dengan ketinggian 50 cm dari
permukaan tanah.
Tinggi Tanaman (m)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 1 kali selama penelitian dengan
menggunakan alat bantu berupa galah aluminium berskala dari permukaan tanah
sampai ke titik tumbuh primer.
Tinggi Cabang Pertama (m)
Ketinggian cabang pertama diukur dengan menggunakan alat ukur galah
berskala, yang diukur dari permukaan tanah sampai titik ke titik pangkal cabang
pertama. Pengamatan dilakukan 1 kali selama penelitian.
Jumlah Cabang Primer (cabang)
Jumlah cabang pertama dihitung secara visual dengan memeperhatikan
cabang hidup atau sedah kering (mati). Cabang yang dihitung adalah cabang yang
Universitas Sumatera Utara
masih hidup yang terdapat pada batang utama. Pengamatan dilakukan 1 kali
selama penelitian.
Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks
Pengamatan jumlah dan diameter pembuluh lateks dilakukan dengan
mengambil kulit dari lapangan, kemudian kulit diawetkan dalam larutan formalin
acetid acid (FAA), setelah itu direndam dalam larutan KOH selama 1 jam,
kemudian dicuci dengan akuadest selama 5 menit. Setelah itu direndam dalam
larutan HNO3 selama 2 jam, dan dicuci dengan aquadest selama 5 menit.
Kemudian direndam dengan alkohol, dan setelah itu diiris secara vertikal
dan horizontal. Irisan kulit direndam dalam larutan Sudan III sampai kulit merah.
Kemudian diletakkkan pada object glass yang telah ditetesi dengan glyserin, dan
titutup dengan deck glass, lalu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
10 x 10 dan 10 x 40.
Produksi (g/p/s)
Produksi adalah produksi lateks yang dihasilkan oleh tanaman pada hari
pengamatan dalam gram/ pohon/ sadap (g/p/s). Pohon yang disadap adalah pohon
yang memiliki lilit batang lebih dari 15 cm. Pengamatan ini dilakukan 1 kali
dalam 3 hari dengan menggunakan sistem sadap s/2s d/3.
Kadar Karet Kering (%)
Kadar karet kering diamati 1 kali. Adapun rumus yang digunakan adalah :
KKK =
x 100 %
Universitas Sumatera Utara
Produksi Kayu (m3/pohon)
Menurut Wan Razali et al. (1893) untuk pengukuran produksi kayu
m3/pohon dapat menggunakan rumus :
V = π (lilit batang x 0,01/2π) x tinggi batang pertama
(π = 3,14)
Indeks Kecepatan Aliran Lateks
Pengamatan kecepatan aliran lateks dilakukan sebanyak 1 pengamatan
sebelum diberi stimulan. Rumus yang digunakan adalah :
KA =
x 50
Indeks Penyumbatan
Pengamatan indeks penyumbatan dilakukan 1 kali pengamatan sebelum
dilakukan stimulan. Adapun rumus yang digunakan adalah :
IP =
x 100
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Progeni
Hasil analisis secara statistik sederhana menunjukkan adanya keragaman
diantara individu yang dihasilkan, hal ini telah disajikan pada tabel 1. Keragaman
yang tertinggi ditemukan pada potensi produksi karet kering (KK=103,32%),
diikuti oleh volume kayu (KK= 77,06%), lilit batang (KK= 31,90%), tebal kulit
(KK= 26,11%), tinggi tanaman (KK= 26,95%), tinggi cabang pertama
(KK= 75,71), jumlah cabang (KK= 85,57%), volume kayu (KK= 77,06), jumlah
pembuluh (KK= 24,04%), diameter pembuluh (KK= 21,18%), dan indeks
penyumbatan (KK= 99,15%). Tingginya koefisien keragaman karakter produksi
menunjukkan bahwa banyaknya faktor yang berperan dalam penentuan produksi
suatu individu, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Woelan
(2005). Besarnya keragaman yang terjadi pada karakter produksi disebabkan oleh
banyaknya komponen yang mempengaruhi yaitu kejaguran tanaman, tebal kulit,
jumlah pembuluh lateks serta ketahanan penyakit. Liu (1998) menyatakan bahwa
karet bersifat heterozigot sehingga keragaman yang terbentuk cukup besar untuk
mesing-masing karakter. Peluang mendapatkan klon unggul akan lebih besar
apabila keragaman yang terbentuk cukup luas (Woelan dan Azwar, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Nilai Statistik Dari Berbagai Parameter Pada Tanaman Karet Dari Projeni Hasil Persilangan Tahun 2009
Produksi
LB
TK
TT
TCP
JC
VK
JP
Mean
2,95
29,71
4,86
7,87
2,33
1,52
0,35
4,97
Standard Error
0,42
1,29
0,17
0,29
0,24
0,18
0,04
0,16
Median
2,37
29,55
5,00
7,80
1,84
1,00
0,25
5,00
Mode
#N/A
26,90
5,00
8,50
1,00
1,00
#N/A
5,00
Standard
Deviation
3,05
9,48
1,27
2,12
1,77
1,30
0,27
1,20
Sample
Variance
9,31
89,81
1,61
4,50
3,12
1,69
0,07
1,43
Kurtosis
7,40
0,51
-0,66
-0,01
11,93
13,18
9,81
0,26
Skewness
2,41
0,29
-0,32
-0,18
3,28
3,23
2,75
0,64
Range
16,30
41,90
4,90
9,60
9,88
8,00
1,53
5,00
Minimum
0,20
11,30
2,10
2,90
0,92
0,00
0,06
3,00
Maximum
16,50
53,20
7,00
12,50
10,80
8,00
1,59
8,00
Sum
159,52
1604,30
262,40
425,02
125,91
82,00
18,74
268,50
Count
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
KK
103,32
31,90
26,11
26,95
75,71
85,57
77,06
24,04
Keterangan :
LB
= Lilit Batang
TK
= Tebal Kulit
TT
= Tinggi Tanaman
TCP = Tinggi Cabang Pertama
JC
VK
JP
DP
= Jumlah Cabang
= Volume Kayu
= Jumlah Pembuluh
= Diameter Pembuluh
IP
DP
14,01
0,40
13,75
13,00
IP
5,33
0,72
3,35
2,00
2,97
5,28
8,80
0,69
0,28
15,33
7,67
23,00
756,33
54,00
21,18
27,91
0,65
1,33
18,70
0,30
19,00
287,70
54,00
99,15
= Indeks Penyumbatan
Universitas Sumatera Utara
Seleksi Progeni Penghasil Lateks, Kayu, dan Lateks-kayu
Potensi hasil lateks pada progeni F1 tahun tanam 2009 dilakukan dengan
cara penyadapan ½ S d/3. Dari tabel 2. hasil sadap rata-rata seluruh progeni
adalah 2,95 g/p/s dengan kisaran dianara 0,20 – 16,50 g/p/s dengan koefisien
keragaman 103,31%. Tingginya koefisien keragaman pada hasil lateks
memberikan indikasi bahwa banyak faktor yang berperan dalam penentuan hasil
dari suatu progeni. Semakin tinggi keragaman populasi maka akan semakin besar
peluang untuk dilakukan seleksi. Pola penyebaran dari progeni yang diseleksi
berdasarkan karakteristik hasil lateks dapat dilihat pada gambar 1. Distribusi kelas
dapat dilihat pada lampiran.
25
Frekuensi
20
22
19
15
10
5
5
3
2
1
0
1
0
1
0
0,20 1,84 3,48 5,12 6,76 8,40 10,04 11,68 13,32 14,96
Produksi Lateks
Gambar 1. Pola Penyebaran Progeni Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan Potensi
Produksi Hasil Lateks
Berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan pada hasil lateks dengan jumlah
54 progeni dengan menggunakan uji Z yaitu 10% dan 1%, maka diperoleh
sebanyak 5 progeni pada seleksi 10% dengan rata-rata 6,86 g/p/s yaitu pada
progeni no.44 (16,50 g/p/s) hasil persilangan PB 330xIRR 111, no.51 (9,73 g/p/s)
hasil persilangan IRR 200, no.52 (7,35 g/p/s) hasil persilangan IRR 111xPB 260,
no.60 (11,76 g/p/s) hasil persilangan IRR 206, no.147 (7,35 g/p/s) hasil
Universitas Sumatera Utara
persilangan IRR 111xPB 260, yang merupakan hasil segregan dari biji legitim
(persilangan buatan) dan biji ilegitim (persilangan alami).
Sedangkan pada seleksi 1% dengan rata-rata 10,03 g/p/s diperoleh 2
progeni yang terseleksi pada no.60 (11,76 g/p/s) hasil persilangan IRR 206, dan
no.44 (16,50 g/p/s) hasil persilangan PB 330xIRR 111, yang merupakan hasil
segregan dari legitim (persilangan buatan) dan biji ilegitim (persilangan alami).
Progeni – progeni terseleksi akan digunakan sebagai bahan materi genetik pada
uji pendahuluan (10%) dan plot promosi (1%).
Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui bahwa rata-rata hasil kayu pada
progeni 2009 adalah 0,35 m³/ph dengan kisaran diantara 0,05 – 1,58 m³/ph dengan
koefisien keragaman 77,06% yang berarti populasi mempunyai keragaman yang
tinggi. Keragaman ini dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi kayu seperti lilit
batang, tinggi tanaman, dan percabangan kayu yang masing-masing juga memiliki
Frekuensi
keragaman yang tinggi.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
19
17
13
2
0,06
0,22
0,38
0,55
1
0,71
0
0
0,87
1,04
1
1,20
0
1,36
1
1,52
Produksi Kayu
Gambar 2. Pola Penyebaran Progeni Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan
Potensi Produksi Hasil Kayu
Dari hasil seleksi dengan menggunakan uji Z yaitu 10% dan 1%, maka
diperoleh sebanyak 4 progeni terseleksi pada taraf 10% dengan rata-rata 0,68
Universitas Sumatera Utara
m³/ph yaitu pada progeni No.15 (1,25 m³/ph), No.35 (0,68 m³/ph), No.43 (1,59
m³/ph), dan No.99 (0,86 m³/ph), yang merupakan hasil segregan dari legitim
(persilangan buatan) dan biji ilegitim (persilangan alami).
Sedangkan pada seleksi 1% dengan rata-rata 0,96 m³/ph terseleksi 2
progeni yaitu pada progeni No.43 (1,59 m³/ph) dan no.99 (0,86 m³/ph), yang
merupakan hasil segregan dari legitim (persilangan buatan) dan biji ilegitim
(persilangan alami). Progeni-progeni terseleksi akan digunakan sebagai bahan
materi genetik pada uji pendahuluan (10%) dan plot promosi (1%).
Dari seleksi hasil lateks dan hasil kayu yang telah di dapat dicari hubungan
antara hasil lateks dan hasil kayu yang diarahkan untuk mendapatkan progeni
Produksi Lateks (g/p/s)
yang berpotensi unggul sebagai progeni penghasil lateks-kayu.
Produksi Kayu (m³/ph)
Gambar 3. Sebaran Dua Arah Antara Volume Kayu (m³/ph) dengan Produksi
Lateks (g/p/s)
Keterangan:
=µ
=µ+σ
Dari gambar 3. dapat dilihat bahwa tidak terdapat progeni yang terseleksi
untuk memiliki potensi sebagai progeni terseleksi penghasil lateks-kayu. Progeni
tidak terseleksi sebagai progeni penghasil lateks dan kayu dikarenakan tidak
Universitas Sumatera Utara
terdapatnya progeni yang mempunyai keunggulan berdasarkan hasil lateks dan
kayu diatas rata-rata populasi.
Progeni-progeni yang terselaksi dengan intensitas 10% akan digunakan
sebagai materi genetik pada pengujian pendahuluan, dari uji ini nantinya akan
diperoleh klon-klon unggul harapan dengan nama seri IRR (Indonesian Rubber
Research). Evaluasi dan pengamatan pada uji pendahuluan umumnya lebih dititik
beratkan untuk menemukan progeni yang pertumbuhannya jagur, berproduksi
tinggi, dan sifat-sifat sekunder yang baik. Orientasi yang paling utama adalah klon
karet penghasil lateks dengan target hasil lateks (karet kering) diatas 3000
kg/ha/thn dan hasil kayu karet diatas 300 m³/ha/siklus (Suhendry, 2002).
Sedangkan progeni-progeni terseleksi dengan intensitas seleksi 1% ini
nantinya akan digunakan sebagai materi genetik pada pengujian plot promosi, dari
uji ini waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan klon unggul baru selama 10-15
tahun. Hasil klon terbaik kemudian dievaluasi dan diseleksi kembali di Uji
Lanjutan (UL) dan Uji Adaptasi (UA) sebelum klon-klon unggul baru dilepas
sebagai bahan tanam komersial di perkebunan (Woelan dkk., 2008).
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Hasil Lateks
Kelima karakter pendukung yang dianalisis diantaranya adalah lilit batang,
tebal kulit, jumlah pembuluh, diameter pembuluh, dan indeks penyumbatan
terhadap hasil lateks, memiliki persamaan regresi sebagai berikut :
Y = - 4,18 + 0,0749 X1 - 0,299 X2 + 0,452 X3 + 0,152 X4 + 0,373 X5
R² = 81%
Keterangan:
Y : Produksi
X1 : Lilit Batang
X2 : Tebal Kulit
X3 : Jumlah Pembuluh
X4 : Diameter Pembuluh
X5 : Indeks Penyumbatan
Universitas Sumatera Utara
Kurva persamaan regresi berganda di atas menunjukkan bahwa bahwa lilit
batang, jumlah pembuluh, diameter pembuluh dan indeks penyumbatan
berpengaruh positif terhadap hasil lateks. Hal ini ditandai dari nilai yang bersifat
positif, sedangkan tebal kulit berpengaruh negatif terhadap hasil lateks.
Berdasarkan adanya keterkaitan antara satu variabel dan variabel lain, berarti ini
menandakan adanya korelasi dari variabel-variabel bebas yang ditunjukkan
dengan nilai koefisien determinasinya yaitu R² = 81%. Hal ini berarti bahwa kurva
persamaan regresi tersebut mendekati kurva dugaaan sebesar 81% yang
dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan 5 peubah produksi sementara
banyak lagi peubah produksi yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Dari hasil analisi korelasi yang diperoleh peubah X1, X2, X3, X4, X5
berkolerasi terhadap Y. Dimana X1 berkorelasi nyata terhadap Y sebesar 0,74, X2
berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,47, X3 berkolerasi nyata terhadap Y
sebesar 0,65, X4 berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,31, serta X5 berkolerasi
nyata terhadap Y sebesar 0,87.
Dari tabel 1. Dapat dilihat bahwa korelasi antara produksi hasil lateks
dengan jumlah lilit batang berkolerasi positif, dengan demikian lilit batang
mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil produksi, dengan naiknya lilit
batang maka produksi hasil lateks akan meningkat. Hal ini sesuai dengan
penelitian Woelan dkk. (2007) menunjukkan bahwa lilit batang berkolerasi positif
dengan produksi yang dimiliki oleh masing-masing progeni. Dengan naiknya lilit
batang maka jumlah produksi juga akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Matriks koeefisien korelasi terhadap 6 peubah komponen hasil lateks.
Y
X1
X2
X3
X4
X5
Y
1
X1
0,74**
1
X2
0,47**
0,70**
1
X3
0,65**
0,61**
0,49**
1
X4
0,31*
0,18tn
0,21tn
0,27*
1
X5
0,87**
0,70**
0,49**
0,54**
0,16tn
1
Keterangan: *) nyata pada taraf 0,05 ,**) nyata pada taraf 0,01.
Y : Produksi
X3 : Jumlah Pembuluh
X1 : Lilit Batang
X4 : Diameter Pembuluh
X2 : Tebal Kulit
X5 : Indeks Penyumbatan
Korelasi antara lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter
pembuluh lateks dan indeks penyumbatan memiliki nilai korelasi positif, yang
berarti peningkatan produksi akan diikuti oleh peningkatan lilit batang, tebal kulit,
jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, dan indeks penyumbatan.
Terdapatnya korelasi yang nyata antara peubah bebas dengan peubah tidak
bebas belum tentu dapat digunakan untuk menduga Y. Kontribusi setiap
komponen terhadap hasil lateks, baik hubungan langsung maupun tidak langsung
dianalisis menggunakan analisis sidik lintas. Komponen yang dilibatkan adalah
komponen yang masuk dalam persamaan regresi berganda.
Dengan melakukan analisis lintas maka nilai korelasi antara peubah bebas
dan peubah tidak bebas dapat dipisah menjadi pengaruh langsung suatu peubah
bebas dan peubah tidak langsung melalui peubah lain. Nilai koefisien lintas (C)
menunjukkan pengaruh langsung dan nilai (Z) yang menunjukkan pengaruh tidak
langsung melalui peubah bebas, dapat dilihat pada tabel 4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Hubungan langsung karakter agronomi terhadap hasil lateks
Y
Keterangan:
Y : Produksi
C1 : Lilit Batang
C2 : Tebal Kulit
C1
0,2329
C2
-0,1246
C3
0,1777
C4
0,1478
C5
0,6462
C3 : Jumlah Pembuluh
C4 : Diameter Pembuluh
C5 : Indeks Penyumbatan
Hampir semua peubah komponen hasil berkolerasi sangat nyata dengan
produksi lateks. Dengan menggunakan analisis sidik lintas maka kolerasi tersebut
dipecah menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Hasil analisis sidik lintas
diperoleh dua peubah amatan yang memiliki kontribusi pengaruh langsung paling
besar diantaranya X1 (lilit batang) dengan nilai X1: 0,2329 yang memberi
kontribusi sebesar 5,42% dan X5 (indeks penyumbatan) dengan nilai X5: 0,6462
yang memberi kontribusi sebesar 41,75%.
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Hasil Kayu
Kelima karakter agronomi yang dianalisis diantaranya adalah lilit batang,
tebal kulit, tinggi tanaman, tinggi cabang pertama dan jumlah cabang terhadap
hasil kayu, memiliki persamaan regresi sebagai berikut :
Y = - 0,245 + 0,0120 X1 + 0,00061 X2 - 0,0143 X3 + 0,144 X4 + 0,00570 X5
R2 = 97%
Keterangan:
Y : Volume Kayu
X1 : Lilit Batang
X2 : Tebal Kulit
X3 : Tinggi Tanaman
X4 : Tinggi Cabang Pertama
X5 : Jumlah Cabang
Persamaan regresi berganda di atas menunjukkan bahwa lilit batang, tebal
kulit, tinggi cabang pertama, dan jumlah cabang pertama, pengaruh positif
terhadap hasil kayu. Hal ini ditandai dari nilai yang bersifat positif, sedangkan
tinggi tanaman berpengaruh negatif terhadap hasil kayu. Berdasarkan adanya
keterkaitan antara satu variabel dan variabel lain, berarti ini menandakan adanya
Universitas Sumatera Utara
korelasi dari variabel-variabel bebas yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasinya yaitu R² = 97%. Hal ini berarti bahwa kurva persamaan regresi
tersebut mendekati kurva dugaaan sebesar 97% yang dikarenakan dalam
penelitian ini menggunakan 5 peubah hasil kayu sementara banyak lagi peubah
hasil kayu yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Dari hasil analisi korelasi yang diperoleh peubah X1, X2, X3, X4, X5
berkolerasi nyata terhadap Y. Dimana X1 berkolerasi nyata terhadap Y sebesar
0,35, X2 tidak berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,10, X3 berkolerasi nyata
terhadap Y sebesar 0,59, X4 berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,93, serta X5
berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,54.
Dari tabel 2. Dapat dilihat bahwa korelasi antara hasil kayu dengan lilit
batang, tinggi tanaman, dan tinggi cabang pertama, ketiganya berkolerasi positif
terhadap hasil kayu. Peubah tersebut berguna untuk mengestimasi volume kayu
log, karena kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah memiliki batang besar
dan percabangan yang tinggi. Hal ini dijelaskan dalam literatur Siagian dkk.
(2005) yang menyatakan bahwa tinggi percabangan tanaman diukur guna untuk
mengestimasi volume kayu log. Volume kayu log nantinya akan diestimasi
dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh Wan Razali dkk. (1983)
dan salah satu variabel yang diukur untuk itu adalah tinggi batang bebas cabang.
Tabel 5. Matriks koeefisien korelasi terhadap 6 peubah komponen hasil kayu.
Y
Y
X1
X2
X3
X4
X5
1
0,35*
0,10tn
0,59**
0,93**
0,54**
X1
1
0,70**
0,82**
0,01tn
0,08tn
X2
1
0,47**
-0,16tn
-0,03tn
X3
1
0,37*
0,22tn
X4
1
0,53**
X5
1
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: *) nyata pada taraf 0,05 ,**) nyata pada taraf 0,01.
Y : Volume Kayu
X3 : Tinggi Tanaman
X1 : Lilit Batang
X4 : Tinggi Cabang Pertama
X2 : Tebal Kulit
X5 : Jumlah Cabang
Korelasi antara lilit batang, tinggi tanaman, tinggi cabang pertama dan
jumlah cabang memiliki nilai korelasi positif, yang berarti peningkatan volume
kayu akan diikuti oleh peningkatan lilit batang, tinggi tanaman, tinggi cabang
pertama dan jumlah cabang.
Terdapatnya korelasi yang nyata antara peubah bebas dengan peubah tidak
bebas belum tentu dapat digunakan untuk menduga Y. Kontribusi setiap
komponen terhadap hasil kayu, baik hubungan langsung maupun tidak langsung
dianalisis menggunakan analisis sidik lintas. Komponen yang dilibatkan adalah
komponen yang masuk dalam persamaan regresi berganda.
Dengan melakukan analisis lintas maka nilai korelasi antara peubah bebas
dan peubah tidak bebas dapat dipisah menjadi pengaruh langsung suatu peubah
bebas dan peubah tidak langsung melalui peubah lain. Nilai koefisien lintas (C)
menunjukkan pengaruh langsung dan nilai (Z) yang menunjukkan pengaruh tidak
langsung melalui peubah bebas, dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 6. Hubungan langsung karakter agronomi terhadap hasil kayu
Y
Keterangan:
Y : Volume Kayu
C1 : Lilit Batang
C2 : Tebal Kulit
C1
0,438
C2
0,0029
C3
-0,1165
C4
0,9745
C5
0,0283
C3 : Tinggi Tanaman
C4 : Tinggi Cabang Pertama
C5 : Jumlah Cabang
Hampir semua peubah komponen hasil berkolerasi sangat nyata dengan
volume kayu. Dengan menggunakan analisis sidik lintas maka kolerasi tersebut
Universitas Sumatera Utara
dipecah menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Hasil analisis sidik lintas
volume kayu diperoleh dua peubah amatan yang memiliki kontribusi pengaruh
langsung paling besar diantaranya X1 (lilit batang) dengan nilai X1: 0,4380 yang
memberi konstribusi sebesar 19,18% dan X4 (tinggi cabang pertama) dengan nilai
X4: 0,9745 yang memberi kontribusi sebesar 94,96%.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Dari seleksi terhadap hasil persilangan 2009 berdasarkan hasil lateks
dengan intensitas 10% diperoleh lima progeni dengan rata-rata produksi
12,33 g/p/s
dan dengan intensitas 1% didapatkan dua progeni yang
teseleksi dengan rata-rata 10,03 g/p/s.
2. Dari seleksi terhadap hasil persilangan 2009 berdasarkan hasil kayu
dengan intensitas 10% diperoleh empat progeni dengan rata-rata produksi
0,68 m³/ph dan dengan intensitas 1% didapatkan dua progeni yang
terseleksi dengan rata-rata 0,96 m³/ph.
3. Dari hasil seleksi progeni sebagai penghasil lateks-kayu dengan intensitas
10% dan intensitas 1%, tidak di dapatkan progeni-progeni yang terseleksi
sebagai progeni penghasil produksi lateks-kayu.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut
Plantae,
Divisio
(Steenis, 1984), tanaman karet termasuk dalam Kin gdom :
:
Spermatophyta,
Subdivisio
:
Angiospermae,
Class
:
Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Family : Euphorbiaceae, Genus : Hevea,
Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.
Sistem perakaran kompak/padat, akar tunggangnya dapat menembus tanah
hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m.
Batangnya bulat silindris, kulit kayunya halus rata berwarna pucat hingga
kecokelatan dan sedikit bergabus (Syamsulbahri, 1996).
Daun karet terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun 3-10 cm dan pada
ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terapat pada sehelai
daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing,
serta tepinya rata dan gundul (Sianturi, 2001).
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai
4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 - 150 HH/tahun. Namun
demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang
(Anwar, 2001).
Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian
200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan
suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa
tumbuh dengan baik (Damanik, dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis, daerah tropis yang ditanami
karet yakni terletak pada daerah yang cocok adalah pada zone antara 150 LS dan
150 LU, dengan suhu harian 25 – 30ºC (Damanik, 2010).
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis yang menghendaki curah
hujan 2.000 mm sampai 2.500 mm per tahun. Tanaman karet dapat tumbuh
dengan baik pada ketinggian antara 1m sampai 600 m diatas permukaan laut.
Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu
optimal rata-rata 28° C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas
matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Dinas Pertanian, 2008).
Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian
200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu
harian lebih dari 30ºC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh
dengan baik (Damanik, 2010).
Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan
sifat fisiknya.Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah
vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,
sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara
Universitas Sumatera Utara
umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya
cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.
Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan
> pH 8,0 (Anwar, 2001).
Pemuliaan Tanaman Karet
Program pemuliaan dan seleksi pada tanaman karet bertujuan untuk
mendapatkan kombinasi genetik yang baik, sehingga diperoleh klon dengan
potensi produksi dan sifat sekunder lainnya yang lebih baik dari pada klon yang
sudah ada. Usaha ini harus dilakukan secara berkesinambungan dengan tahapantahapan pengujian pada tanaman karet. Selain itu, tindakan yang juga perlu
dilakukan adalah evaluasi dari beberapa pengujian, sehingga dari beberapa hasil
pengujian tersebut akan diperoleh klon anjuran yang lebih baik. Evaluasi juga
penting untuk melihat perkembangan terakhir dari klon-klon yang sudah
dianjurkan (Lasminingsih dan situmorang, 1990).
Kemajuan pemuliaan (breeding progress) sangat tergantung kepada
tersedianya sumber keragaman dan potensi genetik. Material populasi dasar yang
ada sekarang berasal dari sumber keragaman yang dibawa oleh wickham tahun
1876 dan hasil ekspedisi IRRDB ke brasil pada tahun 1981. Potensi genetik ini
telah dimanfaatkan para pemuliaan tanaman karet secara optimal, untuk
menghsilkan klon klon unggul baru yang lebih produktif serta adaptif terhadap
lingkungan spesifik sehingga produktivitas klon lebih maksimal. Disamping
keterbatasan sumber genetik, beberapa kendala masih dihadapi oleh para peneliti
pemuliaan karet seperti rendahnya persentasi buah jadi dari persilangan buatan,
efektifitas seleksi pada progeni F1, masalah juvenilitas bahan tanaman dari klon-
Universitas Sumatera Utara
klon yang dianjurkan, adanya pengaruh batang bawah terhadap potensi genetik
kon, pembangunan dan pemeliharaan konservasi plasma nutfah serta keterbatasan
sumber dana penelitian. (Aidi-Daslin dkk, 2009).
Teknik Persilangan
Persilangan pada tanaman keret dapat terjadi secara alami dan buatan.
Untuk terjadinya persilangan secara alami diperlukan penataan klon secara baik
pada pertanaman yang khusus dirancang untuk itu. Kesulitan dalam pemanfaatan
biji silang alami adalah disebabkan tidak ada kriteria yang dapat membedakan
antara
biji-biji
hasil
persilangan
dalam
persilangan
luar
(Woelan dan Azwar, 1990).
Dalam program persilangan tanaman karet, umunya persentase buah jadi
dikatakan rendah, hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan
interaksi antara genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik dapat dilihat dari
adanya perbedaaan kompabilitas dari pasangan klon yang disilangkan. Dengan
adanya faktor tersebut, maka penyediaan bahan yang akan digunakan untuk
seleksi
dapat
menghambat
kemajuan
penemuan
klon
unggul
baru.
(Woelan dan Azwar, 1990).
Biji-biji hasil persilangan buatan diebut biji legitim, karena kedua tetuanya
diketahui dan dikendalikan dengan baik, sehingga kombinasi-kombinasi
persilangan yang diinginkan dapat dirancang dan diatur lebih leluasa, masalah
utama dalam pembentukan keragaman genetik melalui persilangan buatan adalah
rendahnya persentase buah jadi. Disamping itu, waktu pembungaan yang tidak
serentak antara dua klon yang ingin disilangkan selalu menghambat keberhasilan
persilangan (Woelan dan Azwar, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Seleksi Tanaman F1
Seleksi tanaman dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan ditanam di
Seedling Evaluation Trial (SET) dengan jarak tanam yang digunakan 2x2m.
Seleksi Individu dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat
pertumbuhan. Potensi produksi diamati dengan menggunakan metode sdap HMM
(Hamaker Morris Mann), dengan sistem sadap ½ S d/3 pada ketinggian 50 cm
(Woelan 2008).
Tahapan kegiatan pemuliaan tanaman karet dimulai sejak perakitan
genotipe unggul baru, kemudian dilanjutkan dengan pengujian tanaman F1
(seedling) yang di tanam di pembibitan dan hasil seleksi dari genotipe unggul baru
digunakan sebagai bahan materi di pengujian Pendahuluan (UP) dan Plot Promosi
(PP) selama 10-15 tahun. Hasil klon terbaik kemudian dievaluasi dan diseleksi
kembali di Uji Lanjutan (UL) dan Uji Adaptasi (UA) sebelum klon-klon unggul
baru dilepas sebagai bahan tanam komersial di perkebunan (Woelan dkk., 2008).
Proses seleksi pada tanaman karet untuk mendapatkan klon unggul baru,
sangat diperlukan variasi yang luas, baik itu mendatangkan plasma-plasma nutfah
maupun persilangan dari genotipe-genotipe yang berkerabat jauh. Dengan
demikian, seleksi tanaman karet merupakan bentuk kegiatan yang harus dilakukan
secara bertahap, terperinci dan memerlukan waktu yang cukup
lama
(Woelan dan Azwar, 1990)
Kriteria Seleksi Produksi Lateks
Lateks adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman
pada proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet
(preservative). Lateks dibentuk dalam pembuluh lateks. Pembuluh ini terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
2 macam. Pertama pembuluh lateks yang berasal dari 1 sel yang kemudian
bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh seperti amuba. Pembuluh lateks
seperti ini disebut pembuluh lateks simple, misalnya terdapat pada biji. Kedua
pembuluh lateks yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel
kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh.
Pembuluh lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada
tanaman karet yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984).
Sifat-sifat fisiologi aliran lateks antara lain dicirikan oleh indeks
penyumbatan, kecepatan aliran lateks, indeks produksi, kadar karet kering, total
solud konten serta anatomi kulit yang meliputi jumlah, diameter dan kerapatan
pembuluh lateks (Rasjidin, 1989).
Tebal kulit merupakan kriteria yang cukup penting didalam melakukan
identifikasi suatu klon yang mempunyai keunggulan di dalam produksi lateks
tinggi. Potensi produksi tinggi mempunyai kolerasi yang positif dengan tebal
kulit. Jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, tebal kulit dan lilit
batang berpengaruh nyata terhadap hasil karet. Artinya bahwa apabila ada
peningkatan komponen hasil lateks maka hasil lateks akan lebih tinggi
(Woelan dkk., 2001)
Kriteria Seleksi Produksi Kayu
Peubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu
adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Lilit batang selain berhubungan
dengan hasil lateks, juga mempengaruhi volume kayu yang akan dihasilkan.
Namun tidak ada korelasi antara lilit batang dengan panjang log pada setiap umur
tanaman. Oleh karena volume kayu log diduga melalui subtitusi lilit batang dan
Universitas Sumatera Utara
panjang log, maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah memiliki batang
besar dan percabangan tinggi (Suhendry, 2002).
Berdasarkan literatur Wan Razali Mohd dkk. (1983) bahwa volume kayu
karet sangat ditentukan oleh besaran lilit batang dan tinggi tanaman, semakin
besar lilit batang dan tinggi tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan
semakin besar dan sebaliknya semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman
maka volume kayu yang dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya dengan
semakin tinggi cabang primer dan tebal kulit maka kayu log yang dihasilkan
semakin besar.
Untuk mencari suatu genotipe yang memiliki keunggulan pada sifat
produksi dan kayu sekaligus tampaknya sulti ditemukan. Genotipe yang memiliki
potensi kayu besar umumnya menghasilkan lateks yang rendah, begitu juga
dengan genotipe yang berproduksi tinggi cenderung memiliki potensi kayu yang
rendah dengan lilit batang yang lebih kecil (Suhendry, dkk., 2001).
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea,
disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa
non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya
peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam
bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Damanik dkk., 2010)
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia menunjukkan bahwa
areal tanaman karet sampai dengan tahun 2012 dengan areal seluas 3.506.201 ha,
dengan produksi 3.012.254 ton dan didapatkan produktivitas 1.073 kg/ha tersebar
hampir pada semua propinsi di Indonesia kecuali beberapa provinsi seperti DKI
Jakarta, DI Yogyakarta, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tenggala, Maluku, Maluku Utara. Dengan melihat sebaran yang cukup luas
tersebut, tanaman karet di Indonesia arealnya tersebar pada daerah dengan tipe
iklim
yang
beragam
mulai
dari
basah,
sedang,
sampai
kering
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012).
Produktivitas karet secara nasional dipandang masih rendah dibandingkan
dengan produktivitas karet negara lain, seperti Malaysia sebesar 1,3 ton/ha, dan
Thailand sebesar 1,9 ton/ha, untuk menangani hal tersebut pemerintah
mengeluarkan klon-klon unggul yang mempunyai produktivitas tinggi, yang
mampu bersaing dengan klon-klon negara lain penghasil lateks di dunia. Klon
unggul adalah suatu genotipe tamaman yang memilki potensi hasil dan sifat-sifat
agronomis lebih baik dari pada genotipe standar yang biasa digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
bahan tanaman dalam pertanaman komersial. Keunggulan suatu klon ditentukan
oleh faktor genetik yang dikandungnya dan diekspresikan dalam bentuk
morfologis, susunan anatomis dan proses fisiologis yang menunjang suatu
pertumbuhan,
potensi
hasil
dan
daya
adaptasi
terhadap
lingkungan
(Aidi-Daslin dkk., 2012).
Dalam
hal
mendapatkan
klon
unggul
penghasil
lateks
dengan
produktivitas terbaik, dilakukan persilangan baik secara alami maupun buatan
untuk mencari genotipe unggul terbaru. Persilangan buatan merupakan salah satu
kegiatan perakitan genotipe unggul baru yang secara terus-menerus dilakukan
untuk mendapatkan klon karet unggul dengan potensi produksi tinggi yang
didukung karakter sekunder yang lebih baik. Kegiatan ini selain dititikberatkan
untuk mendapatkan klon karet unggul penghasil lateks juga diharapkan sebagai
penghasil kayu, sehingga materi persilangan yang harus digabungkan yaitu
berasal dari populasi Wickham 1876 yang memiliki keunggulan hasil lateks tinggi
dan PN IRRDB 1981 yang memiliki keunggulan pertumbuhan cepat dan jagur
(Woelan dan Pasaribu, 2009).
Tahapan kegiatan pemuliaan tanaman karet dimulai sejak perakitan
genotipe unggul baru, kemudian dilanjutkan dengan pengujian tanaman F1
(seedling) yang di tanam di pembibitan dan hasil seleksi dari genotipe unggul baru
digunakan sebagai bahan materi di pengujian Pendahuluan (UP) dan Plot Promosi
(PP) selama 10-15 tahun. Hasil klon terbaik kemudian dievaluasi dan diseleksi
kembali di Uji Lanjutan (UL) dan Uji Adaptasi (UA) sebelum klon-klon unggul
baru dilepas sebagai bahan tanam komersial di perkebunan (Woelan dkk., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa klon karet unggul baru hasil seleksi Indonesia dilepas dengan
menggunakan nama IRR (Indonesia Rubber Research) dengan beberapa seri,
antara lain seri 100, 200, dan 300. Dari hasil pengujian telah dilakukan rata-rata
hasil karet kering klon unggul tersebut mencapai 50gram/pohon/sadap. Dengan
asumsi 1 ha terdapat 400 pohon, dengan jumlah hari sadap per tahun 100 hari,
maka produktivitas yang dicapai sebesar 2 ton karet
kering/ha/tahun
(Oktavia dan Lasminingsih, 2010).
Klon IRR seri 100 dan 200 adalah hasil seleksi persilangan karet yang
dilakukan oleh balai penelitian sungei putih masing-masing sejak tahun 1985 dan
tahun 1990. Klon IRR seri 100 telah dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni
klon penghasil lateks (tipe 1) yaitu klon IRR 104 dan IRR 107, serta klon
penghasil lateks-kayu (tipe 2) yaitu lain klon IRR 102, IRR 103, IRR 105, IRR
108, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 115, IRR 116, IRR 118, dan IRR 119.
Untuk klon IRR seri 200 saat ini telah dilakukan pengujian pada plot promosi
sampai dengan tanaman menghasilkan umur 14 tahun. Beberapa klon IRR seri
200 ini memperlihatkan pertumbuhan dan produksi yang menggembirakan
(Aidi-daslin dan Woelan, 2008).
Kemajuan dalam penelitian karet (plant breeding) telah menciptakan klon
karet yang tidak hanya dapat dipanen lateksnya tetapi juga telah mengarah ke
tanaman karet yang dapat dimanfaatkan kayunya (latex-timber clone). Walupun
kualitas kayu karet tidak sebaik kualitas kayu hutan seperti meranti dan mahoni
namun dengan teknik pengolahan yang tepat, kayu karet dapat dijadikan sebagai
bahan baku furniture dan MDF (Middle Density Fiber) yang potensial untuk
industri (Nugroho, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian yang berjudul
seleksi progeni F1 tahun tanam 2009 berdasarkan karakteristik produksi dan
fisiologi pada tanaman karet sebagai penghasil lateks dan lateks kayu.
Tujuan Penelitian
-
Mendapatkan projeni terbaik hasil persilangan tahun tanam 2009
berdasarkan produksi lateks, kayu dan lateks kayu.
-
Untuk melihat hubungan variabel terikat dengan variabel bebas
berdasarkan produksi lateks dan hasil kayu.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dan sebagai bahan informasi bagi
pihak yang membutuhkan.
Menyeleksi material genetik hasil persilangan tahun tanaman 2009
berdasarkan fisiologi dan produksi pada tanaman karet untuk menghasilkan klon
unggul baru penghasil lateks atau lateks kayu.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Sigit Aditya: Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan
Karakteristik Produksi dan Fisiologi Pada Tanaman Karet (Hevea brassiliensis
Muell. Arg.). Dibimbing oleh Revandy I.M Damanik, dan Mbue Kata Bangun.
Penelitian ini telah dilaksanakan di Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat
Penelitian Karet Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara, dengan ketinggian tempat ±54 m dpl. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari sampai Juli 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan progeni
yang berpotensi terbaik berdasarkan karakteristik produksi kateks dan kayu dari
hasil persilangan tahun 2009. Pengukuran penelitian ini dilakukan dengan
menghitung koefisien keragaman, korelasi, regresi dan seleksi pada intensitas
10% dan 1%. Penelitian ini menggunakan 54 progeni yang berumur 4 tahun.
Berdasarkan hasil seleksi pada produksi lateks dengan intensitas seleksi
sebanyak 10% didapatkan sebanyak 5 progeni, dan dengan intensitas seleksi 1%
sebanyak 2 progeni diantaranya adalah progeni no.60 (11,76 g/p/s), dan no.44
(16,50 g/p/s). Sedangkan progeni penghasil kayu dengan intensitas seleksi 10%
diperoleh sebanyak 4 progeni, dan dengan intensitas seleksi 1% diperoleh 2
progeni yang terseleksi, diantaranya adalah progeni No.43 (1,59 m³/ph) dan no.99
(0,86 m³/ph). Dari kedua variabel seleksi tersebut belum di dapatkan progeni yang
berpotensi baik sebagai penghasil lateks-kayu.
Kata kunci : Hevea brassiliensis, hasil persilangan, seleksi, progeni
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Sigit Aditya : F1 progeny selection crossed in 2009 based on the yield and
phisicological characteristic of the rubber plant (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
Supervised by Revandy I.M Damanik, and Mbue Kata Bangun.
The research was conducted in The Rubber Research Center, Sungei
Putih, S.Galang district, Deli Serdang region, North Sumatera Province with 54
metre altitude from February to July 2014. The aim of the research was to obtasin
the highest potential progeny based on the latex and wood production which
crossed in 2009. The parameters observed were: coefficient of covariance,
corellation, regression of the selection with 1% and 10% intensity.
There were 54 progenies 4 years old used as the object. There were 5
progenies obtained in the selection on the latex yield with 10% intensity and 2
progenies with 1% (i.e. no.60: 11,76 g/p/s; no.44: 16,50 g/p/s) whereas in timber
progenies there were 4 progenies with 10% selection intensity and 2 progenies
(no.43: 1,59 m³/ph and no.99: 0,86 m³/ph) with 1% selection intensity.
Key words : Hevea brassiliensis, hasil persilangan seleksi, progeni.
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN 2009 BERDASARKAN
KARAKTERISTIK PRODUKSI DAN FISIOLOGI PADA
TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
SKRIPSI
OLEH :
SIGIT ADITYA
100301093
AGROEKOTEKNOLOGI
PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN 2009 BERDASARKAN
KARAKTERISTIK PRODUKSI DAN FISIOLOGI PADA TANAMAN
KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
SKRIPSI
OLEH :
SIGIT ADITYA
100301093
AGROEKOTEKNOLOGI
PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian
Program Studi Agroekoteknologi Minat Pemuliaan Tanaman
Fakultas
Aidi-Daslin, S. Woelan, dan M. Lasminigsih. 2012. Kinerja Klon Karet Unggul
Terkini Pada Skala Pengujian dan Pertaranan Komersial. Prosiding
Konferensi Nasional Karet 2012. Pusat Penelitian Medan. Hal 31-38
Aidi-Daslin, S. Woelan. 2008. Kesesuaian Lateks Klon IRR Seri 100 dan 200
Untuk Pengolahan Lateks Pekat. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional
Pemuliaan Tanaman Karet 2009. Pusat Penelitian Karet. Medan. Hal 356367.
Aidi-Daslin, S. Woelan, M. Lasminingsih, dan H. Hadi. 2009. Kemajuan
Pemuliaan dan Seleksi Tanaman Karet di Indonesia. Prosiding Lokakarya
Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2009. Hal 50-59.
Anwar, C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan
Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan. Pusat
Penelitian Karet.
Boerhendy, I., 1988. Efek Okulasi Tajuk Terhadap Beberapa Sifat Anatomis dan
Fisiologi Tanaman Karet. Balai Perkebunan Rakyat. BPP Sembawa.
Damanik S., Syakir M., T. Made, Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen
Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Danimihardja, S., 1988. Hasil Pengujian Pendahuluan Klon Seri BPPB. Balai
Perkebunan Rakyat. BPP Sembawa.
Direktur Jenderal Perkebunan. 2012. Produktivitas Karet Menurut Provinsi di
Indonesia.
_________________________, 2012. Produksi Karet Menurut Provinsi di
Indonesia.
_________________________, 2012. Luas Areal Karet Menurut Provinsi di
Indonesia.
Nugroho, P. Adi. 2010. Dibalik Hamparan Tanaman Karet. Pusat Penelitian Karet
Medan. Medan.
Lukman, 1984. Pembentukan Lateks dan Hubungannya dengan Penyadapan.
Warta Perkaretan. BPP Sungai Putih.
Liu, B. H. 1998. Genomic: Linkage, maping, and QTL analysis. Washington,
CRC. Proc.
Universitas Sumatera Utara
Lasminingsih, M. Dan A. Situmorang. 1990. Evaluasi Pengujian Lanjutan Klon
Karet di Puslitbun Sembawa. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan
Tanaman Karet 1990. 240-252.
Oktavia, dan M. Lasminingsih. 2010. Pengaruh Kondisi Daun Tanaman Karet
Terhadap Keragaman Hasil Sadap Beberapa Klon IRR. Jurnal Penelitian.
Pusat Penelitian Karet. Medan. Hal 32-40.
Rasjidin, 1989. Bercocok Tanam Karet (Hevea brasilliensis). Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan
Steenis, C.G.G.J.V., 2003. Flora. PT Pradyna Paramita. Jakarta
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam-Tanaman Perkebunan Tahunan.
Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Sianturi, H. S. D. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Suhendry, I. 2002. Klon karet Unggul Harapan Penghasil Lateks-Kayu dari Hasil
Pengujian Pendahuluan. Jurnal Penelitian Karet 2002. 11-29.
Suhendry, I., Aidi-Daslin, S. Woelan, dan R. Azwar. 2001. Evaluasi Pendahuluan
Genotipe Terpilih Penghasil Lateks Kayu. Prosiding Lokakarya Nasional
Pemuliaan Karet. Pusat Penelitian Karet. Hal 173-187.
Wan Razali Mohd, Rosmi Maidin, Ali Surjan and Johani Mohd Zain. 1983.
Double Entry Volume Table Equations for Source RRIM 600 Series Clone
of Rubber. The Malaysia Forester. 46-59.
Woelan, S., Aidi-Daslin, R. Azwar, dan I. Suhendry. 2001. Keragaan klon karet
Unggul Harapan IRR Seri 100. Prosisding Lokakarya Nasional Pemuliaan
karet. Pusat Penelitian Karet. 173-187.
Woelan S., S. Pasaribu. 2009. Pembentukan Klon Karet Unggul Baru Melalui
Metode Konvensional. Selama Dekade ke -2 (1996-2001). Prosiding
Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2009. Pusat Penelitian
Karet. Medan. Hal 224-235
Woelan, S., Suhendry, Aidi-Daslin, Sumarmadji dan Munthe. 2008. Pengujian
Klon Karet Harapan IRR Seri 100, 200, dan 300 Pada Daerah Beriklim
Basah dan Lingkungan Spesifik Di Sumatera Utara. Pusat Penelitian Karet.
Medan.
Woelan, S. 2005. Seleksi pertumbuhan dan potensi produksi lateks dari turunan
hasil persilangan tanaman karet. Jurnal Penelitian Karet. 127-142.
Woelan, S. 2008. Karakteristik dan Keunggulan Klon Karet IRR 112. Warta
Perkaretan. Pusat Penelitian Karet. 21-35.
Woelan S. Dan R. Azwar, 1990. Kompabilitas kombinasi persilangan dari
berbagai klon karet. Pros. Lokakarya Pemuliaan Tanaman. Pontianak, 14-17
Juli. Hal 174-189.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Agronomi,
dan Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Sungai Putih, Pusat
Penelitian Karet, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara dengan ketinggian ± 54 m dpl. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
Februari 2014 sampai bulan Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman F1 karet hasil
persilangan 2009 sebanyak 54 projeni (tabel 1.) yang ditanam dengan jarak 2m x
2m, cat minyak, larutan FAA (campuran dari 10 ml Formalin 37-40% + 5 ml
Acetic Acid + 70 ml Ethanol absolut dan 15 ml aquadest), KOH 15%, HNO3 32,5
%, Alkohol 70%, Sudan III, Acetol, Glyserin dan bahan lainnya yang diperlukan
untuk penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, kuas, palu, cork
borrer, spidol, alat pengukut ketebalan kulit, kawat, talang, mangkok, mal bidang
sadap, magnetic stirrer, pisau silet, object glass, cover glass, mikroskop, mikro
pipet, pisau sadap, batu asah, ember plastik, gelas ukur, timbangan Metler, alat
tulis dan alat-alat lainnya yang dapat membantu penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Tetua Betina dan Jantan Persilangan tahun 2009
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tetua
PB 330 X IRR
111
IRR 111 X IRR
219
IRR 105 X PB
260
IRR 220 X IRR
219
IRR 111 X PB
260
IRR 111 X IRR
220
IRR 111 X PB
330
IRR 111 X Ort
7106
PB 330 X IRR
220
IRR 111
Jumlah
No.
Tetua
Jumlah
3
11
IRR 205
4
7
12
IRR 209
8
3
13
IRR 216
5
2
14
IRR 200
1
6
15
IRR 105
1
1
16
IRR 113
1
2
17
IRR 217
1
1
18
IRR 211
1
1
3
19
20
IRR 206
IRR 107
Jumlah
2
1
54
Universitas Sumatera Utara
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap: nilai tengah
(median), rata-rata (mean), modus, simpangan baku, koefisien keragaman (KK),
kisaran untuk semua parameter pengamatan yaitu lilit batang, tebal kulit, tinggi
tanaman, tinggi cabang pertama, jumlah cabang pertama, jumlah dan diameter
pembuluh lateks, produksi lateks, kadar karet kering, produksi kayu, volume kayu
total, indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks.
Karena populasi semain dianggap mempunyai penyebaran binomial, maka
intensitas seleksi adalah persentase luas dari bagian kurva penyebaran normal
yang nilai x (=parameter) lebih besar dari Z (= nilai x dalam simpangan baku).
Untuk intensitas seleksi 10% dan 1% nilai Z>30 sampel adalah masing-masing
1,28 : 2,33.
Selanjutnya batas nilai terpilih (X) dapat ditentukan dari rumus:
Z= x-x
Sd
Dimana Z = 1,28 : 2,33 masing-masing untuk intensitas seleksi 10% dan 1%
x = batas minimum untuk parameter yang diseleksi
x = rata-rata parameter seleksi
Sd = Simpangan baku
Untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan produksi,
maka digunakan persamaan regresi berganda :
Y = b0 + b1X1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung diuji dengan sidik
lintas :
C1= b1 x Sx1
Sy
Untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati diuji dengan
korelasi :
n∑xiyi - (∑xi)(∑yi)
r=
√{n∑xi 2 - (∑xi)2} {n∑yi 2 - (∑yi)2}
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Areal
Membersihkan areal dari gulma-gulma dan rumput yang melilit batang
tanaman karet untuk mempermudah mekukan kegiatan penelitian.
Sensus Tanaman
Untuk mengetahui jumlah populasi yang ada, maka dilakukan sensus
tanaman yang meliputi jumlah tanaman yang hidup, kerdil dan mati. Tanaman
yang hidup dinomori berdasarkan nomor hasil persilangan.
Penentuan Batas Plot Hasil Persilangan
Penentuan batas plot hasil persilangan dilakukan sebelum melaksanakan
penelitian. Tujuannya agar lebih memudahkan membedakan batas antara satu plot
dengan plot yang lain diberi tanda garis pembatas.
Membuat Batas Tinggi Penyadapan
Batas tinggi bidang sadap dibuat dengan ketinggian 50 cm dari permukaan
tanah. Batas tinggi penyadapan ini ditandai dengan menggunakan spidol dan cat.
Pengambilan Sampel Kulit
Pengambilan sampel kulit dilakukan dengan menggunakan cork borrer
dengan ketinggian diatas 50 cm diatas permukaan tanah. Kulit yang sudah di cork
borrer dinomori sesuai dengan nomor pohon dan kemudian dimasukkan ke dalam
larutan FAA.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan di Laboratorium
Anatomi Kulit
a. Sampel kulit yang diambil, langsung dimasukkan ke dalam larutan tambahan
FAA (Formalin Acetic Acid) yang telah disiapkan. Larutan FAA adalah
campuran dari 10 ml Formalin 37-40% + 5 ml Asam Asetat + 70 ml Etanol
absolut dan 15 ml akuades.
b. Contoh kulit yang telah difiksasi tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium
dan dipindahkan ke dalam larutan KOH 15% selama 1 jam. Larutan KOH
berguna untuk mematikan sel-sel gabus atau melarutkan lateks yang masih
melekat pada kulit.
c. Dari dalam larutan KOH 15 % contoh kulit dipindahkan lagi kedalam larutan
HNO3 32,5 % selama 2 jam agar kulit mudah disayat dan tidak mudah pecah.
d. Selanjutnya dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% selama 15 menit untuk
membersihkan sisa-sisa larutan HNO3 yang masih tertinggal pada kulit.
e. Agar preparat yang dihasilkan baik dan jelas, contoh kulit yang direndam
dalam larutan pewarna yang terdiri dari 0,5 g Sudan III + 50 ml Alkohol 70%
+ 50 ml Acetol. Campuran zat pewarna ini diaduk merata dengan alat
pengaduk magnetik, lalu disaring.
Catatan : pemindahan kulit dari larutan ke dalam larutan yang lain terlebih
dahulu harus dibilas di bawah air mengalir selama 5 menit dan dikeringkan
dengan kertas penghisap.
f. Preparat dibuat setelah contoh kulit yang telah diberi perlakuan diiris setipis
mungkin, yakni dengan menyayat kulit secara membujur dan melintang.
Kemudian sayatan tersebut diletakkan pada gelas objek yang sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
telah ditetesi gliserin dan ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya
pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop.
Pengamatan Parameter
Lilit Batang (cm)
Pengukuran lilit batang dilakukan 1 kali selama penelitian dengan
menggunakan meteran pada ketinggian 50 cm dari permukaan tanah.
Tebal kulit (mm)
Pengukuran tebal kulit dilakukan 1 kali selama penelitian dengan
menggunakan kuadri. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan ujung
kuadri secara horizontal pada permukaan batang dan kemudian ditekan untuk
mendapatkan nilai ketebalan. Pengukuran dilakukan dengan ketinggian 50 cm dari
permukaan tanah.
Tinggi Tanaman (m)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 1 kali selama penelitian dengan
menggunakan alat bantu berupa galah aluminium berskala dari permukaan tanah
sampai ke titik tumbuh primer.
Tinggi Cabang Pertama (m)
Ketinggian cabang pertama diukur dengan menggunakan alat ukur galah
berskala, yang diukur dari permukaan tanah sampai titik ke titik pangkal cabang
pertama. Pengamatan dilakukan 1 kali selama penelitian.
Jumlah Cabang Primer (cabang)
Jumlah cabang pertama dihitung secara visual dengan memeperhatikan
cabang hidup atau sedah kering (mati). Cabang yang dihitung adalah cabang yang
Universitas Sumatera Utara
masih hidup yang terdapat pada batang utama. Pengamatan dilakukan 1 kali
selama penelitian.
Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks
Pengamatan jumlah dan diameter pembuluh lateks dilakukan dengan
mengambil kulit dari lapangan, kemudian kulit diawetkan dalam larutan formalin
acetid acid (FAA), setelah itu direndam dalam larutan KOH selama 1 jam,
kemudian dicuci dengan akuadest selama 5 menit. Setelah itu direndam dalam
larutan HNO3 selama 2 jam, dan dicuci dengan aquadest selama 5 menit.
Kemudian direndam dengan alkohol, dan setelah itu diiris secara vertikal
dan horizontal. Irisan kulit direndam dalam larutan Sudan III sampai kulit merah.
Kemudian diletakkkan pada object glass yang telah ditetesi dengan glyserin, dan
titutup dengan deck glass, lalu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
10 x 10 dan 10 x 40.
Produksi (g/p/s)
Produksi adalah produksi lateks yang dihasilkan oleh tanaman pada hari
pengamatan dalam gram/ pohon/ sadap (g/p/s). Pohon yang disadap adalah pohon
yang memiliki lilit batang lebih dari 15 cm. Pengamatan ini dilakukan 1 kali
dalam 3 hari dengan menggunakan sistem sadap s/2s d/3.
Kadar Karet Kering (%)
Kadar karet kering diamati 1 kali. Adapun rumus yang digunakan adalah :
KKK =
x 100 %
Universitas Sumatera Utara
Produksi Kayu (m3/pohon)
Menurut Wan Razali et al. (1893) untuk pengukuran produksi kayu
m3/pohon dapat menggunakan rumus :
V = π (lilit batang x 0,01/2π) x tinggi batang pertama
(π = 3,14)
Indeks Kecepatan Aliran Lateks
Pengamatan kecepatan aliran lateks dilakukan sebanyak 1 pengamatan
sebelum diberi stimulan. Rumus yang digunakan adalah :
KA =
x 50
Indeks Penyumbatan
Pengamatan indeks penyumbatan dilakukan 1 kali pengamatan sebelum
dilakukan stimulan. Adapun rumus yang digunakan adalah :
IP =
x 100
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Progeni
Hasil analisis secara statistik sederhana menunjukkan adanya keragaman
diantara individu yang dihasilkan, hal ini telah disajikan pada tabel 1. Keragaman
yang tertinggi ditemukan pada potensi produksi karet kering (KK=103,32%),
diikuti oleh volume kayu (KK= 77,06%), lilit batang (KK= 31,90%), tebal kulit
(KK= 26,11%), tinggi tanaman (KK= 26,95%), tinggi cabang pertama
(KK= 75,71), jumlah cabang (KK= 85,57%), volume kayu (KK= 77,06), jumlah
pembuluh (KK= 24,04%), diameter pembuluh (KK= 21,18%), dan indeks
penyumbatan (KK= 99,15%). Tingginya koefisien keragaman karakter produksi
menunjukkan bahwa banyaknya faktor yang berperan dalam penentuan produksi
suatu individu, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Woelan
(2005). Besarnya keragaman yang terjadi pada karakter produksi disebabkan oleh
banyaknya komponen yang mempengaruhi yaitu kejaguran tanaman, tebal kulit,
jumlah pembuluh lateks serta ketahanan penyakit. Liu (1998) menyatakan bahwa
karet bersifat heterozigot sehingga keragaman yang terbentuk cukup besar untuk
mesing-masing karakter. Peluang mendapatkan klon unggul akan lebih besar
apabila keragaman yang terbentuk cukup luas (Woelan dan Azwar, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Nilai Statistik Dari Berbagai Parameter Pada Tanaman Karet Dari Projeni Hasil Persilangan Tahun 2009
Produksi
LB
TK
TT
TCP
JC
VK
JP
Mean
2,95
29,71
4,86
7,87
2,33
1,52
0,35
4,97
Standard Error
0,42
1,29
0,17
0,29
0,24
0,18
0,04
0,16
Median
2,37
29,55
5,00
7,80
1,84
1,00
0,25
5,00
Mode
#N/A
26,90
5,00
8,50
1,00
1,00
#N/A
5,00
Standard
Deviation
3,05
9,48
1,27
2,12
1,77
1,30
0,27
1,20
Sample
Variance
9,31
89,81
1,61
4,50
3,12
1,69
0,07
1,43
Kurtosis
7,40
0,51
-0,66
-0,01
11,93
13,18
9,81
0,26
Skewness
2,41
0,29
-0,32
-0,18
3,28
3,23
2,75
0,64
Range
16,30
41,90
4,90
9,60
9,88
8,00
1,53
5,00
Minimum
0,20
11,30
2,10
2,90
0,92
0,00
0,06
3,00
Maximum
16,50
53,20
7,00
12,50
10,80
8,00
1,59
8,00
Sum
159,52
1604,30
262,40
425,02
125,91
82,00
18,74
268,50
Count
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
54,00
KK
103,32
31,90
26,11
26,95
75,71
85,57
77,06
24,04
Keterangan :
LB
= Lilit Batang
TK
= Tebal Kulit
TT
= Tinggi Tanaman
TCP = Tinggi Cabang Pertama
JC
VK
JP
DP
= Jumlah Cabang
= Volume Kayu
= Jumlah Pembuluh
= Diameter Pembuluh
IP
DP
14,01
0,40
13,75
13,00
IP
5,33
0,72
3,35
2,00
2,97
5,28
8,80
0,69
0,28
15,33
7,67
23,00
756,33
54,00
21,18
27,91
0,65
1,33
18,70
0,30
19,00
287,70
54,00
99,15
= Indeks Penyumbatan
Universitas Sumatera Utara
Seleksi Progeni Penghasil Lateks, Kayu, dan Lateks-kayu
Potensi hasil lateks pada progeni F1 tahun tanam 2009 dilakukan dengan
cara penyadapan ½ S d/3. Dari tabel 2. hasil sadap rata-rata seluruh progeni
adalah 2,95 g/p/s dengan kisaran dianara 0,20 – 16,50 g/p/s dengan koefisien
keragaman 103,31%. Tingginya koefisien keragaman pada hasil lateks
memberikan indikasi bahwa banyak faktor yang berperan dalam penentuan hasil
dari suatu progeni. Semakin tinggi keragaman populasi maka akan semakin besar
peluang untuk dilakukan seleksi. Pola penyebaran dari progeni yang diseleksi
berdasarkan karakteristik hasil lateks dapat dilihat pada gambar 1. Distribusi kelas
dapat dilihat pada lampiran.
25
Frekuensi
20
22
19
15
10
5
5
3
2
1
0
1
0
1
0
0,20 1,84 3,48 5,12 6,76 8,40 10,04 11,68 13,32 14,96
Produksi Lateks
Gambar 1. Pola Penyebaran Progeni Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan Potensi
Produksi Hasil Lateks
Berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan pada hasil lateks dengan jumlah
54 progeni dengan menggunakan uji Z yaitu 10% dan 1%, maka diperoleh
sebanyak 5 progeni pada seleksi 10% dengan rata-rata 6,86 g/p/s yaitu pada
progeni no.44 (16,50 g/p/s) hasil persilangan PB 330xIRR 111, no.51 (9,73 g/p/s)
hasil persilangan IRR 200, no.52 (7,35 g/p/s) hasil persilangan IRR 111xPB 260,
no.60 (11,76 g/p/s) hasil persilangan IRR 206, no.147 (7,35 g/p/s) hasil
Universitas Sumatera Utara
persilangan IRR 111xPB 260, yang merupakan hasil segregan dari biji legitim
(persilangan buatan) dan biji ilegitim (persilangan alami).
Sedangkan pada seleksi 1% dengan rata-rata 10,03 g/p/s diperoleh 2
progeni yang terseleksi pada no.60 (11,76 g/p/s) hasil persilangan IRR 206, dan
no.44 (16,50 g/p/s) hasil persilangan PB 330xIRR 111, yang merupakan hasil
segregan dari legitim (persilangan buatan) dan biji ilegitim (persilangan alami).
Progeni – progeni terseleksi akan digunakan sebagai bahan materi genetik pada
uji pendahuluan (10%) dan plot promosi (1%).
Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui bahwa rata-rata hasil kayu pada
progeni 2009 adalah 0,35 m³/ph dengan kisaran diantara 0,05 – 1,58 m³/ph dengan
koefisien keragaman 77,06% yang berarti populasi mempunyai keragaman yang
tinggi. Keragaman ini dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi kayu seperti lilit
batang, tinggi tanaman, dan percabangan kayu yang masing-masing juga memiliki
Frekuensi
keragaman yang tinggi.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
19
17
13
2
0,06
0,22
0,38
0,55
1
0,71
0
0
0,87
1,04
1
1,20
0
1,36
1
1,52
Produksi Kayu
Gambar 2. Pola Penyebaran Progeni Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan
Potensi Produksi Hasil Kayu
Dari hasil seleksi dengan menggunakan uji Z yaitu 10% dan 1%, maka
diperoleh sebanyak 4 progeni terseleksi pada taraf 10% dengan rata-rata 0,68
Universitas Sumatera Utara
m³/ph yaitu pada progeni No.15 (1,25 m³/ph), No.35 (0,68 m³/ph), No.43 (1,59
m³/ph), dan No.99 (0,86 m³/ph), yang merupakan hasil segregan dari legitim
(persilangan buatan) dan biji ilegitim (persilangan alami).
Sedangkan pada seleksi 1% dengan rata-rata 0,96 m³/ph terseleksi 2
progeni yaitu pada progeni No.43 (1,59 m³/ph) dan no.99 (0,86 m³/ph), yang
merupakan hasil segregan dari legitim (persilangan buatan) dan biji ilegitim
(persilangan alami). Progeni-progeni terseleksi akan digunakan sebagai bahan
materi genetik pada uji pendahuluan (10%) dan plot promosi (1%).
Dari seleksi hasil lateks dan hasil kayu yang telah di dapat dicari hubungan
antara hasil lateks dan hasil kayu yang diarahkan untuk mendapatkan progeni
Produksi Lateks (g/p/s)
yang berpotensi unggul sebagai progeni penghasil lateks-kayu.
Produksi Kayu (m³/ph)
Gambar 3. Sebaran Dua Arah Antara Volume Kayu (m³/ph) dengan Produksi
Lateks (g/p/s)
Keterangan:
=µ
=µ+σ
Dari gambar 3. dapat dilihat bahwa tidak terdapat progeni yang terseleksi
untuk memiliki potensi sebagai progeni terseleksi penghasil lateks-kayu. Progeni
tidak terseleksi sebagai progeni penghasil lateks dan kayu dikarenakan tidak
Universitas Sumatera Utara
terdapatnya progeni yang mempunyai keunggulan berdasarkan hasil lateks dan
kayu diatas rata-rata populasi.
Progeni-progeni yang terselaksi dengan intensitas 10% akan digunakan
sebagai materi genetik pada pengujian pendahuluan, dari uji ini nantinya akan
diperoleh klon-klon unggul harapan dengan nama seri IRR (Indonesian Rubber
Research). Evaluasi dan pengamatan pada uji pendahuluan umumnya lebih dititik
beratkan untuk menemukan progeni yang pertumbuhannya jagur, berproduksi
tinggi, dan sifat-sifat sekunder yang baik. Orientasi yang paling utama adalah klon
karet penghasil lateks dengan target hasil lateks (karet kering) diatas 3000
kg/ha/thn dan hasil kayu karet diatas 300 m³/ha/siklus (Suhendry, 2002).
Sedangkan progeni-progeni terseleksi dengan intensitas seleksi 1% ini
nantinya akan digunakan sebagai materi genetik pada pengujian plot promosi, dari
uji ini waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan klon unggul baru selama 10-15
tahun. Hasil klon terbaik kemudian dievaluasi dan diseleksi kembali di Uji
Lanjutan (UL) dan Uji Adaptasi (UA) sebelum klon-klon unggul baru dilepas
sebagai bahan tanam komersial di perkebunan (Woelan dkk., 2008).
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Hasil Lateks
Kelima karakter pendukung yang dianalisis diantaranya adalah lilit batang,
tebal kulit, jumlah pembuluh, diameter pembuluh, dan indeks penyumbatan
terhadap hasil lateks, memiliki persamaan regresi sebagai berikut :
Y = - 4,18 + 0,0749 X1 - 0,299 X2 + 0,452 X3 + 0,152 X4 + 0,373 X5
R² = 81%
Keterangan:
Y : Produksi
X1 : Lilit Batang
X2 : Tebal Kulit
X3 : Jumlah Pembuluh
X4 : Diameter Pembuluh
X5 : Indeks Penyumbatan
Universitas Sumatera Utara
Kurva persamaan regresi berganda di atas menunjukkan bahwa bahwa lilit
batang, jumlah pembuluh, diameter pembuluh dan indeks penyumbatan
berpengaruh positif terhadap hasil lateks. Hal ini ditandai dari nilai yang bersifat
positif, sedangkan tebal kulit berpengaruh negatif terhadap hasil lateks.
Berdasarkan adanya keterkaitan antara satu variabel dan variabel lain, berarti ini
menandakan adanya korelasi dari variabel-variabel bebas yang ditunjukkan
dengan nilai koefisien determinasinya yaitu R² = 81%. Hal ini berarti bahwa kurva
persamaan regresi tersebut mendekati kurva dugaaan sebesar 81% yang
dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan 5 peubah produksi sementara
banyak lagi peubah produksi yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Dari hasil analisi korelasi yang diperoleh peubah X1, X2, X3, X4, X5
berkolerasi terhadap Y. Dimana X1 berkorelasi nyata terhadap Y sebesar 0,74, X2
berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,47, X3 berkolerasi nyata terhadap Y
sebesar 0,65, X4 berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,31, serta X5 berkolerasi
nyata terhadap Y sebesar 0,87.
Dari tabel 1. Dapat dilihat bahwa korelasi antara produksi hasil lateks
dengan jumlah lilit batang berkolerasi positif, dengan demikian lilit batang
mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil produksi, dengan naiknya lilit
batang maka produksi hasil lateks akan meningkat. Hal ini sesuai dengan
penelitian Woelan dkk. (2007) menunjukkan bahwa lilit batang berkolerasi positif
dengan produksi yang dimiliki oleh masing-masing progeni. Dengan naiknya lilit
batang maka jumlah produksi juga akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Matriks koeefisien korelasi terhadap 6 peubah komponen hasil lateks.
Y
X1
X2
X3
X4
X5
Y
1
X1
0,74**
1
X2
0,47**
0,70**
1
X3
0,65**
0,61**
0,49**
1
X4
0,31*
0,18tn
0,21tn
0,27*
1
X5
0,87**
0,70**
0,49**
0,54**
0,16tn
1
Keterangan: *) nyata pada taraf 0,05 ,**) nyata pada taraf 0,01.
Y : Produksi
X3 : Jumlah Pembuluh
X1 : Lilit Batang
X4 : Diameter Pembuluh
X2 : Tebal Kulit
X5 : Indeks Penyumbatan
Korelasi antara lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter
pembuluh lateks dan indeks penyumbatan memiliki nilai korelasi positif, yang
berarti peningkatan produksi akan diikuti oleh peningkatan lilit batang, tebal kulit,
jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, dan indeks penyumbatan.
Terdapatnya korelasi yang nyata antara peubah bebas dengan peubah tidak
bebas belum tentu dapat digunakan untuk menduga Y. Kontribusi setiap
komponen terhadap hasil lateks, baik hubungan langsung maupun tidak langsung
dianalisis menggunakan analisis sidik lintas. Komponen yang dilibatkan adalah
komponen yang masuk dalam persamaan regresi berganda.
Dengan melakukan analisis lintas maka nilai korelasi antara peubah bebas
dan peubah tidak bebas dapat dipisah menjadi pengaruh langsung suatu peubah
bebas dan peubah tidak langsung melalui peubah lain. Nilai koefisien lintas (C)
menunjukkan pengaruh langsung dan nilai (Z) yang menunjukkan pengaruh tidak
langsung melalui peubah bebas, dapat dilihat pada tabel 4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Hubungan langsung karakter agronomi terhadap hasil lateks
Y
Keterangan:
Y : Produksi
C1 : Lilit Batang
C2 : Tebal Kulit
C1
0,2329
C2
-0,1246
C3
0,1777
C4
0,1478
C5
0,6462
C3 : Jumlah Pembuluh
C4 : Diameter Pembuluh
C5 : Indeks Penyumbatan
Hampir semua peubah komponen hasil berkolerasi sangat nyata dengan
produksi lateks. Dengan menggunakan analisis sidik lintas maka kolerasi tersebut
dipecah menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Hasil analisis sidik lintas
diperoleh dua peubah amatan yang memiliki kontribusi pengaruh langsung paling
besar diantaranya X1 (lilit batang) dengan nilai X1: 0,2329 yang memberi
kontribusi sebesar 5,42% dan X5 (indeks penyumbatan) dengan nilai X5: 0,6462
yang memberi kontribusi sebesar 41,75%.
Hubungan Karakter Agronomi Terhadap Hasil Kayu
Kelima karakter agronomi yang dianalisis diantaranya adalah lilit batang,
tebal kulit, tinggi tanaman, tinggi cabang pertama dan jumlah cabang terhadap
hasil kayu, memiliki persamaan regresi sebagai berikut :
Y = - 0,245 + 0,0120 X1 + 0,00061 X2 - 0,0143 X3 + 0,144 X4 + 0,00570 X5
R2 = 97%
Keterangan:
Y : Volume Kayu
X1 : Lilit Batang
X2 : Tebal Kulit
X3 : Tinggi Tanaman
X4 : Tinggi Cabang Pertama
X5 : Jumlah Cabang
Persamaan regresi berganda di atas menunjukkan bahwa lilit batang, tebal
kulit, tinggi cabang pertama, dan jumlah cabang pertama, pengaruh positif
terhadap hasil kayu. Hal ini ditandai dari nilai yang bersifat positif, sedangkan
tinggi tanaman berpengaruh negatif terhadap hasil kayu. Berdasarkan adanya
keterkaitan antara satu variabel dan variabel lain, berarti ini menandakan adanya
Universitas Sumatera Utara
korelasi dari variabel-variabel bebas yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasinya yaitu R² = 97%. Hal ini berarti bahwa kurva persamaan regresi
tersebut mendekati kurva dugaaan sebesar 97% yang dikarenakan dalam
penelitian ini menggunakan 5 peubah hasil kayu sementara banyak lagi peubah
hasil kayu yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Dari hasil analisi korelasi yang diperoleh peubah X1, X2, X3, X4, X5
berkolerasi nyata terhadap Y. Dimana X1 berkolerasi nyata terhadap Y sebesar
0,35, X2 tidak berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,10, X3 berkolerasi nyata
terhadap Y sebesar 0,59, X4 berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,93, serta X5
berkolerasi nyata terhadap Y sebesar 0,54.
Dari tabel 2. Dapat dilihat bahwa korelasi antara hasil kayu dengan lilit
batang, tinggi tanaman, dan tinggi cabang pertama, ketiganya berkolerasi positif
terhadap hasil kayu. Peubah tersebut berguna untuk mengestimasi volume kayu
log, karena kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah memiliki batang besar
dan percabangan yang tinggi. Hal ini dijelaskan dalam literatur Siagian dkk.
(2005) yang menyatakan bahwa tinggi percabangan tanaman diukur guna untuk
mengestimasi volume kayu log. Volume kayu log nantinya akan diestimasi
dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh Wan Razali dkk. (1983)
dan salah satu variabel yang diukur untuk itu adalah tinggi batang bebas cabang.
Tabel 5. Matriks koeefisien korelasi terhadap 6 peubah komponen hasil kayu.
Y
Y
X1
X2
X3
X4
X5
1
0,35*
0,10tn
0,59**
0,93**
0,54**
X1
1
0,70**
0,82**
0,01tn
0,08tn
X2
1
0,47**
-0,16tn
-0,03tn
X3
1
0,37*
0,22tn
X4
1
0,53**
X5
1
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: *) nyata pada taraf 0,05 ,**) nyata pada taraf 0,01.
Y : Volume Kayu
X3 : Tinggi Tanaman
X1 : Lilit Batang
X4 : Tinggi Cabang Pertama
X2 : Tebal Kulit
X5 : Jumlah Cabang
Korelasi antara lilit batang, tinggi tanaman, tinggi cabang pertama dan
jumlah cabang memiliki nilai korelasi positif, yang berarti peningkatan volume
kayu akan diikuti oleh peningkatan lilit batang, tinggi tanaman, tinggi cabang
pertama dan jumlah cabang.
Terdapatnya korelasi yang nyata antara peubah bebas dengan peubah tidak
bebas belum tentu dapat digunakan untuk menduga Y. Kontribusi setiap
komponen terhadap hasil kayu, baik hubungan langsung maupun tidak langsung
dianalisis menggunakan analisis sidik lintas. Komponen yang dilibatkan adalah
komponen yang masuk dalam persamaan regresi berganda.
Dengan melakukan analisis lintas maka nilai korelasi antara peubah bebas
dan peubah tidak bebas dapat dipisah menjadi pengaruh langsung suatu peubah
bebas dan peubah tidak langsung melalui peubah lain. Nilai koefisien lintas (C)
menunjukkan pengaruh langsung dan nilai (Z) yang menunjukkan pengaruh tidak
langsung melalui peubah bebas, dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 6. Hubungan langsung karakter agronomi terhadap hasil kayu
Y
Keterangan:
Y : Volume Kayu
C1 : Lilit Batang
C2 : Tebal Kulit
C1
0,438
C2
0,0029
C3
-0,1165
C4
0,9745
C5
0,0283
C3 : Tinggi Tanaman
C4 : Tinggi Cabang Pertama
C5 : Jumlah Cabang
Hampir semua peubah komponen hasil berkolerasi sangat nyata dengan
volume kayu. Dengan menggunakan analisis sidik lintas maka kolerasi tersebut
Universitas Sumatera Utara
dipecah menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Hasil analisis sidik lintas
volume kayu diperoleh dua peubah amatan yang memiliki kontribusi pengaruh
langsung paling besar diantaranya X1 (lilit batang) dengan nilai X1: 0,4380 yang
memberi konstribusi sebesar 19,18% dan X4 (tinggi cabang pertama) dengan nilai
X4: 0,9745 yang memberi kontribusi sebesar 94,96%.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Dari seleksi terhadap hasil persilangan 2009 berdasarkan hasil lateks
dengan intensitas 10% diperoleh lima progeni dengan rata-rata produksi
12,33 g/p/s
dan dengan intensitas 1% didapatkan dua progeni yang
teseleksi dengan rata-rata 10,03 g/p/s.
2. Dari seleksi terhadap hasil persilangan 2009 berdasarkan hasil kayu
dengan intensitas 10% diperoleh empat progeni dengan rata-rata produksi
0,68 m³/ph dan dengan intensitas 1% didapatkan dua progeni yang
terseleksi dengan rata-rata 0,96 m³/ph.
3. Dari hasil seleksi progeni sebagai penghasil lateks-kayu dengan intensitas
10% dan intensitas 1%, tidak di dapatkan progeni-progeni yang terseleksi
sebagai progeni penghasil produksi lateks-kayu.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut
Plantae,
Divisio
(Steenis, 1984), tanaman karet termasuk dalam Kin gdom :
:
Spermatophyta,
Subdivisio
:
Angiospermae,
Class
:
Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Family : Euphorbiaceae, Genus : Hevea,
Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.
Sistem perakaran kompak/padat, akar tunggangnya dapat menembus tanah
hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m.
Batangnya bulat silindris, kulit kayunya halus rata berwarna pucat hingga
kecokelatan dan sedikit bergabus (Syamsulbahri, 1996).
Daun karet terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun 3-10 cm dan pada
ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terapat pada sehelai
daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing,
serta tepinya rata dan gundul (Sianturi, 2001).
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai
4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 - 150 HH/tahun. Namun
demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang
(Anwar, 2001).
Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian
200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan
suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa
tumbuh dengan baik (Damanik, dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis, daerah tropis yang ditanami
karet yakni terletak pada daerah yang cocok adalah pada zone antara 150 LS dan
150 LU, dengan suhu harian 25 – 30ºC (Damanik, 2010).
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis yang menghendaki curah
hujan 2.000 mm sampai 2.500 mm per tahun. Tanaman karet dapat tumbuh
dengan baik pada ketinggian antara 1m sampai 600 m diatas permukaan laut.
Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu
optimal rata-rata 28° C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas
matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Dinas Pertanian, 2008).
Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian
200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu
harian lebih dari 30ºC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh
dengan baik (Damanik, 2010).
Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan
sifat fisiknya.Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah
vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,
sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara
Universitas Sumatera Utara
umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya
cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.
Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan
> pH 8,0 (Anwar, 2001).
Pemuliaan Tanaman Karet
Program pemuliaan dan seleksi pada tanaman karet bertujuan untuk
mendapatkan kombinasi genetik yang baik, sehingga diperoleh klon dengan
potensi produksi dan sifat sekunder lainnya yang lebih baik dari pada klon yang
sudah ada. Usaha ini harus dilakukan secara berkesinambungan dengan tahapantahapan pengujian pada tanaman karet. Selain itu, tindakan yang juga perlu
dilakukan adalah evaluasi dari beberapa pengujian, sehingga dari beberapa hasil
pengujian tersebut akan diperoleh klon anjuran yang lebih baik. Evaluasi juga
penting untuk melihat perkembangan terakhir dari klon-klon yang sudah
dianjurkan (Lasminingsih dan situmorang, 1990).
Kemajuan pemuliaan (breeding progress) sangat tergantung kepada
tersedianya sumber keragaman dan potensi genetik. Material populasi dasar yang
ada sekarang berasal dari sumber keragaman yang dibawa oleh wickham tahun
1876 dan hasil ekspedisi IRRDB ke brasil pada tahun 1981. Potensi genetik ini
telah dimanfaatkan para pemuliaan tanaman karet secara optimal, untuk
menghsilkan klon klon unggul baru yang lebih produktif serta adaptif terhadap
lingkungan spesifik sehingga produktivitas klon lebih maksimal. Disamping
keterbatasan sumber genetik, beberapa kendala masih dihadapi oleh para peneliti
pemuliaan karet seperti rendahnya persentasi buah jadi dari persilangan buatan,
efektifitas seleksi pada progeni F1, masalah juvenilitas bahan tanaman dari klon-
Universitas Sumatera Utara
klon yang dianjurkan, adanya pengaruh batang bawah terhadap potensi genetik
kon, pembangunan dan pemeliharaan konservasi plasma nutfah serta keterbatasan
sumber dana penelitian. (Aidi-Daslin dkk, 2009).
Teknik Persilangan
Persilangan pada tanaman keret dapat terjadi secara alami dan buatan.
Untuk terjadinya persilangan secara alami diperlukan penataan klon secara baik
pada pertanaman yang khusus dirancang untuk itu. Kesulitan dalam pemanfaatan
biji silang alami adalah disebabkan tidak ada kriteria yang dapat membedakan
antara
biji-biji
hasil
persilangan
dalam
persilangan
luar
(Woelan dan Azwar, 1990).
Dalam program persilangan tanaman karet, umunya persentase buah jadi
dikatakan rendah, hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan
interaksi antara genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik dapat dilihat dari
adanya perbedaaan kompabilitas dari pasangan klon yang disilangkan. Dengan
adanya faktor tersebut, maka penyediaan bahan yang akan digunakan untuk
seleksi
dapat
menghambat
kemajuan
penemuan
klon
unggul
baru.
(Woelan dan Azwar, 1990).
Biji-biji hasil persilangan buatan diebut biji legitim, karena kedua tetuanya
diketahui dan dikendalikan dengan baik, sehingga kombinasi-kombinasi
persilangan yang diinginkan dapat dirancang dan diatur lebih leluasa, masalah
utama dalam pembentukan keragaman genetik melalui persilangan buatan adalah
rendahnya persentase buah jadi. Disamping itu, waktu pembungaan yang tidak
serentak antara dua klon yang ingin disilangkan selalu menghambat keberhasilan
persilangan (Woelan dan Azwar, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Seleksi Tanaman F1
Seleksi tanaman dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan ditanam di
Seedling Evaluation Trial (SET) dengan jarak tanam yang digunakan 2x2m.
Seleksi Individu dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat
pertumbuhan. Potensi produksi diamati dengan menggunakan metode sdap HMM
(Hamaker Morris Mann), dengan sistem sadap ½ S d/3 pada ketinggian 50 cm
(Woelan 2008).
Tahapan kegiatan pemuliaan tanaman karet dimulai sejak perakitan
genotipe unggul baru, kemudian dilanjutkan dengan pengujian tanaman F1
(seedling) yang di tanam di pembibitan dan hasil seleksi dari genotipe unggul baru
digunakan sebagai bahan materi di pengujian Pendahuluan (UP) dan Plot Promosi
(PP) selama 10-15 tahun. Hasil klon terbaik kemudian dievaluasi dan diseleksi
kembali di Uji Lanjutan (UL) dan Uji Adaptasi (UA) sebelum klon-klon unggul
baru dilepas sebagai bahan tanam komersial di perkebunan (Woelan dkk., 2008).
Proses seleksi pada tanaman karet untuk mendapatkan klon unggul baru,
sangat diperlukan variasi yang luas, baik itu mendatangkan plasma-plasma nutfah
maupun persilangan dari genotipe-genotipe yang berkerabat jauh. Dengan
demikian, seleksi tanaman karet merupakan bentuk kegiatan yang harus dilakukan
secara bertahap, terperinci dan memerlukan waktu yang cukup
lama
(Woelan dan Azwar, 1990)
Kriteria Seleksi Produksi Lateks
Lateks adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman
pada proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet
(preservative). Lateks dibentuk dalam pembuluh lateks. Pembuluh ini terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
2 macam. Pertama pembuluh lateks yang berasal dari 1 sel yang kemudian
bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh seperti amuba. Pembuluh lateks
seperti ini disebut pembuluh lateks simple, misalnya terdapat pada biji. Kedua
pembuluh lateks yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel
kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh.
Pembuluh lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada
tanaman karet yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984).
Sifat-sifat fisiologi aliran lateks antara lain dicirikan oleh indeks
penyumbatan, kecepatan aliran lateks, indeks produksi, kadar karet kering, total
solud konten serta anatomi kulit yang meliputi jumlah, diameter dan kerapatan
pembuluh lateks (Rasjidin, 1989).
Tebal kulit merupakan kriteria yang cukup penting didalam melakukan
identifikasi suatu klon yang mempunyai keunggulan di dalam produksi lateks
tinggi. Potensi produksi tinggi mempunyai kolerasi yang positif dengan tebal
kulit. Jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, tebal kulit dan lilit
batang berpengaruh nyata terhadap hasil karet. Artinya bahwa apabila ada
peningkatan komponen hasil lateks maka hasil lateks akan lebih tinggi
(Woelan dkk., 2001)
Kriteria Seleksi Produksi Kayu
Peubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu
adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Lilit batang selain berhubungan
dengan hasil lateks, juga mempengaruhi volume kayu yang akan dihasilkan.
Namun tidak ada korelasi antara lilit batang dengan panjang log pada setiap umur
tanaman. Oleh karena volume kayu log diduga melalui subtitusi lilit batang dan
Universitas Sumatera Utara
panjang log, maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah memiliki batang
besar dan percabangan tinggi (Suhendry, 2002).
Berdasarkan literatur Wan Razali Mohd dkk. (1983) bahwa volume kayu
karet sangat ditentukan oleh besaran lilit batang dan tinggi tanaman, semakin
besar lilit batang dan tinggi tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan
semakin besar dan sebaliknya semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman
maka volume kayu yang dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya dengan
semakin tinggi cabang primer dan tebal kulit maka kayu log yang dihasilkan
semakin besar.
Untuk mencari suatu genotipe yang memiliki keunggulan pada sifat
produksi dan kayu sekaligus tampaknya sulti ditemukan. Genotipe yang memiliki
potensi kayu besar umumnya menghasilkan lateks yang rendah, begitu juga
dengan genotipe yang berproduksi tinggi cenderung memiliki potensi kayu yang
rendah dengan lilit batang yang lebih kecil (Suhendry, dkk., 2001).
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea,
disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa
non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya
peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam
bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Damanik dkk., 2010)
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia menunjukkan bahwa
areal tanaman karet sampai dengan tahun 2012 dengan areal seluas 3.506.201 ha,
dengan produksi 3.012.254 ton dan didapatkan produktivitas 1.073 kg/ha tersebar
hampir pada semua propinsi di Indonesia kecuali beberapa provinsi seperti DKI
Jakarta, DI Yogyakarta, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tenggala, Maluku, Maluku Utara. Dengan melihat sebaran yang cukup luas
tersebut, tanaman karet di Indonesia arealnya tersebar pada daerah dengan tipe
iklim
yang
beragam
mulai
dari
basah,
sedang,
sampai
kering
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012).
Produktivitas karet secara nasional dipandang masih rendah dibandingkan
dengan produktivitas karet negara lain, seperti Malaysia sebesar 1,3 ton/ha, dan
Thailand sebesar 1,9 ton/ha, untuk menangani hal tersebut pemerintah
mengeluarkan klon-klon unggul yang mempunyai produktivitas tinggi, yang
mampu bersaing dengan klon-klon negara lain penghasil lateks di dunia. Klon
unggul adalah suatu genotipe tamaman yang memilki potensi hasil dan sifat-sifat
agronomis lebih baik dari pada genotipe standar yang biasa digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
bahan tanaman dalam pertanaman komersial. Keunggulan suatu klon ditentukan
oleh faktor genetik yang dikandungnya dan diekspresikan dalam bentuk
morfologis, susunan anatomis dan proses fisiologis yang menunjang suatu
pertumbuhan,
potensi
hasil
dan
daya
adaptasi
terhadap
lingkungan
(Aidi-Daslin dkk., 2012).
Dalam
hal
mendapatkan
klon
unggul
penghasil
lateks
dengan
produktivitas terbaik, dilakukan persilangan baik secara alami maupun buatan
untuk mencari genotipe unggul terbaru. Persilangan buatan merupakan salah satu
kegiatan perakitan genotipe unggul baru yang secara terus-menerus dilakukan
untuk mendapatkan klon karet unggul dengan potensi produksi tinggi yang
didukung karakter sekunder yang lebih baik. Kegiatan ini selain dititikberatkan
untuk mendapatkan klon karet unggul penghasil lateks juga diharapkan sebagai
penghasil kayu, sehingga materi persilangan yang harus digabungkan yaitu
berasal dari populasi Wickham 1876 yang memiliki keunggulan hasil lateks tinggi
dan PN IRRDB 1981 yang memiliki keunggulan pertumbuhan cepat dan jagur
(Woelan dan Pasaribu, 2009).
Tahapan kegiatan pemuliaan tanaman karet dimulai sejak perakitan
genotipe unggul baru, kemudian dilanjutkan dengan pengujian tanaman F1
(seedling) yang di tanam di pembibitan dan hasil seleksi dari genotipe unggul baru
digunakan sebagai bahan materi di pengujian Pendahuluan (UP) dan Plot Promosi
(PP) selama 10-15 tahun. Hasil klon terbaik kemudian dievaluasi dan diseleksi
kembali di Uji Lanjutan (UL) dan Uji Adaptasi (UA) sebelum klon-klon unggul
baru dilepas sebagai bahan tanam komersial di perkebunan (Woelan dkk., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa klon karet unggul baru hasil seleksi Indonesia dilepas dengan
menggunakan nama IRR (Indonesia Rubber Research) dengan beberapa seri,
antara lain seri 100, 200, dan 300. Dari hasil pengujian telah dilakukan rata-rata
hasil karet kering klon unggul tersebut mencapai 50gram/pohon/sadap. Dengan
asumsi 1 ha terdapat 400 pohon, dengan jumlah hari sadap per tahun 100 hari,
maka produktivitas yang dicapai sebesar 2 ton karet
kering/ha/tahun
(Oktavia dan Lasminingsih, 2010).
Klon IRR seri 100 dan 200 adalah hasil seleksi persilangan karet yang
dilakukan oleh balai penelitian sungei putih masing-masing sejak tahun 1985 dan
tahun 1990. Klon IRR seri 100 telah dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni
klon penghasil lateks (tipe 1) yaitu klon IRR 104 dan IRR 107, serta klon
penghasil lateks-kayu (tipe 2) yaitu lain klon IRR 102, IRR 103, IRR 105, IRR
108, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 115, IRR 116, IRR 118, dan IRR 119.
Untuk klon IRR seri 200 saat ini telah dilakukan pengujian pada plot promosi
sampai dengan tanaman menghasilkan umur 14 tahun. Beberapa klon IRR seri
200 ini memperlihatkan pertumbuhan dan produksi yang menggembirakan
(Aidi-daslin dan Woelan, 2008).
Kemajuan dalam penelitian karet (plant breeding) telah menciptakan klon
karet yang tidak hanya dapat dipanen lateksnya tetapi juga telah mengarah ke
tanaman karet yang dapat dimanfaatkan kayunya (latex-timber clone). Walupun
kualitas kayu karet tidak sebaik kualitas kayu hutan seperti meranti dan mahoni
namun dengan teknik pengolahan yang tepat, kayu karet dapat dijadikan sebagai
bahan baku furniture dan MDF (Middle Density Fiber) yang potensial untuk
industri (Nugroho, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian yang berjudul
seleksi progeni F1 tahun tanam 2009 berdasarkan karakteristik produksi dan
fisiologi pada tanaman karet sebagai penghasil lateks dan lateks kayu.
Tujuan Penelitian
-
Mendapatkan projeni terbaik hasil persilangan tahun tanam 2009
berdasarkan produksi lateks, kayu dan lateks kayu.
-
Untuk melihat hubungan variabel terikat dengan variabel bebas
berdasarkan produksi lateks dan hasil kayu.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dan sebagai bahan informasi bagi
pihak yang membutuhkan.
Menyeleksi material genetik hasil persilangan tahun tanaman 2009
berdasarkan fisiologi dan produksi pada tanaman karet untuk menghasilkan klon
unggul baru penghasil lateks atau lateks kayu.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Sigit Aditya: Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan 2009 Berdasarkan
Karakteristik Produksi dan Fisiologi Pada Tanaman Karet (Hevea brassiliensis
Muell. Arg.). Dibimbing oleh Revandy I.M Damanik, dan Mbue Kata Bangun.
Penelitian ini telah dilaksanakan di Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat
Penelitian Karet Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara, dengan ketinggian tempat ±54 m dpl. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari sampai Juli 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan progeni
yang berpotensi terbaik berdasarkan karakteristik produksi kateks dan kayu dari
hasil persilangan tahun 2009. Pengukuran penelitian ini dilakukan dengan
menghitung koefisien keragaman, korelasi, regresi dan seleksi pada intensitas
10% dan 1%. Penelitian ini menggunakan 54 progeni yang berumur 4 tahun.
Berdasarkan hasil seleksi pada produksi lateks dengan intensitas seleksi
sebanyak 10% didapatkan sebanyak 5 progeni, dan dengan intensitas seleksi 1%
sebanyak 2 progeni diantaranya adalah progeni no.60 (11,76 g/p/s), dan no.44
(16,50 g/p/s). Sedangkan progeni penghasil kayu dengan intensitas seleksi 10%
diperoleh sebanyak 4 progeni, dan dengan intensitas seleksi 1% diperoleh 2
progeni yang terseleksi, diantaranya adalah progeni No.43 (1,59 m³/ph) dan no.99
(0,86 m³/ph). Dari kedua variabel seleksi tersebut belum di dapatkan progeni yang
berpotensi baik sebagai penghasil lateks-kayu.
Kata kunci : Hevea brassiliensis, hasil persilangan, seleksi, progeni
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Sigit Aditya : F1 progeny selection crossed in 2009 based on the yield and
phisicological characteristic of the rubber plant (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
Supervised by Revandy I.M Damanik, and Mbue Kata Bangun.
The research was conducted in The Rubber Research Center, Sungei
Putih, S.Galang district, Deli Serdang region, North Sumatera Province with 54
metre altitude from February to July 2014. The aim of the research was to obtasin
the highest potential progeny based on the latex and wood production which
crossed in 2009. The parameters observed were: coefficient of covariance,
corellation, regression of the selection with 1% and 10% intensity.
There were 54 progenies 4 years old used as the object. There were 5
progenies obtained in the selection on the latex yield with 10% intensity and 2
progenies with 1% (i.e. no.60: 11,76 g/p/s; no.44: 16,50 g/p/s) whereas in timber
progenies there were 4 progenies with 10% selection intensity and 2 progenies
(no.43: 1,59 m³/ph and no.99: 0,86 m³/ph) with 1% selection intensity.
Key words : Hevea brassiliensis, hasil persilangan seleksi, progeni.
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN 2009 BERDASARKAN
KARAKTERISTIK PRODUKSI DAN FISIOLOGI PADA
TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
SKRIPSI
OLEH :
SIGIT ADITYA
100301093
AGROEKOTEKNOLOGI
PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
Universitas Sumatera Utara
SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN 2009 BERDASARKAN
KARAKTERISTIK PRODUKSI DAN FISIOLOGI PADA TANAMAN
KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.)
SKRIPSI
OLEH :
SIGIT ADITYA
100301093
AGROEKOTEKNOLOGI
PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian
Program Studi Agroekoteknologi Minat Pemuliaan Tanaman
Fakultas