Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Betina Dan Jantan Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muell. Arg.) Sebagai Klon Unggul Penghasil Lateks Dan Lateks Kayu
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet
Menurut Steenis (2003), tanaman karet termasuk dalamKingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ;Subdivisio : Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae ; Ordo: Euphorbiales ; Famili : Euphorbiaceae ; Genus : Hevea ; Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.
Tanaman karet adalah anggota family Euphorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang, dan mengandung banyak getah susu. Daun berselang- seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin bertangkai, petiole pendek, hijau, dan memiliki panjang 3,5-30,0 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Daun karet bewarna hijau dan terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Tanaman karet adalah tanaman berumah satu. Pada satu tangkai bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan (Williams et al, 1980).
Buah tanaman ini beruang tiga dan jarang beruang empat atau enam, diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3, 4 dan 6 cocci berkatup dua. Pericarp berbatok dan endocarp berkayu (Sianturi, 1996).
Buah jadi (fruit set) merupakan produk dari keberhasilan pesilangan secara alami maupun secara buatan. Satu buah karet biasanya mengandung tiga butir biji tetapi kadang-kadang ada yang empat biji. Biji karet dilindungi oleh epicarp (lapisan luar) dan endocarp (lapisan dalam). Epicarp berwarna hijau muda epicarp akan berwarna hijau tua dan endocarp akan mengeras dan mengayu. Jika epicarp kering buah akan pecah dan melepaskan biji (Dijkman, 1951).
Proses pemasakan buah berlangsung selama 5-6 bulan. Musim panen biji berlangsung pendek, hanya ssekitar 1,5 bulan. Sedangkan daya kecambah biji sangat cepat berkurang, terutama bila penanganannya kurang baik (Setyamidjadja, 1993).
Biji karet memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi bergantung pada masing-masing tetua. Biasanya biji berbentuk bulat lonjong (ellips), panjang 14- 25 mm dan berat rata-rata 3,5 gram sampai 6 gram. Bentuk permukaan perut (ventral) biji agak rata dan punggung (dorsal) agak menonjol. Kulit biji biasanya keras, berkilat, dan berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan dengan banyak batik (mosaik) pada permukaan punggung tetapi sedikit atau tidak ada pada bagian perut (Webster dan Baulkwill, 1989).
Tanaman karet merupakan tanaman berumah satu (monoceous) yang bersifat unisexual yaitu, pada satu tanaman terdapat bunga betina (femineus) dan bunga jantan (masculus) yang letaknya terpisah (Dijkman, 1951).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman karet tumbuh di dataran rendah, yang paling ideal adalah pada ketinggian 0-200 m dari permukaan laut. Pada ketinggian lebih dari 200 m dpl rataan pertumbuhan batang lebih lambat, penyebaran perkebunan karet di Indonesia terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dpl. Pada ketinggian 400-600 m masih mungkin mengusahakan tanaman karet, lebih dari 600 m tidak dianjurkan untuk ditanami karet (Sianturi, 1996 ).
Daerah yang cocok untuk penanaman kaet adalah pada zona 15ºLS-15ºLU, bila tanaman berada diluar zona tersebut pertumbuhannya agak lambat sehingga memulai produksi pun lebih lambat. Curah hujan yang cocok untuk tanaman karet adalah tidak kurang dari 2000 mm, otimumnya antara 2500-4000 mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan (Setyamidjaja, 1993).
Suhu harian yang dinginkan tanaman karet adalah antara 25-30ºC. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 6-700 m dpl. Selain itu, tanaman karet menyenangi curah hujan yang cukup tinggi antara 2000-2500 mm / tahun. Kebutuhan sinar matahari juga cukup tinggi, dalam sehari memerlukan 5-7 jam dengan intensitas yang cukup (Setiawan, 2000).
Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah bersolum dalam, jarak lapisan lebih dari 1 m, permukaan air rendah yaitu ± 1 m. Sangat toleran terhadap keasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8-8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah baik pada tanah vulkanis muda maupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisik yang cukup baik, tertutama dari segi tekstur, struktur, solum, kedalaman air tanah dan drainasenya. Akan tetapi sifat- sifat kimianya kurang baik karena kandungan haranya relatif rendah. Tanah tanah aluvial umumnya cukup besar, tapi sifat fisiknya terutama airase dan drainasenya kurang baik. Pembuatan saluran-saluran drainase akan menolong perbaikan tanah ini (Polthamus, 1982).
Menurut Setyamidjaja (1993) sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet sebagai berkut:
- Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan.
- Airase dan drainase baik
- Remah, porus dan dapat menyimpan air
- Tekstur tanah terdiri dari atas 35 % liat dan 30 % pasir
- Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
- Kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak berkurang unsur mikro
- pH 4,5-6,5
- Kemiringan tidak lebih dari 16 %
Pemuliaan Tanaman Karet
1.Persilangan Persilangan pada tanaman karet dapat terjadi secara alami dan buatan.
Untuk terjadinya persilangan secara alami diperlukan penataan klon secara baik pada pertanaman yang khusus dirancang untuk itu. Kesulitan dalam pemanfaatan biji silang alami adalah disebabkan tidak ada criteria yang dapat membedakan antara biji-biji hasil silang dalam dan silang luar (Woelan dan Azwar, 1990).
2.Seleksi Tanaman F1 (Genotipe)
Seleksi tanaman dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan ditanam di Seedling Evaluation Trial (SET) dengan jarak tanam yang digunakan 2x2 m.
Seleksi individu dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat pertumbuhan. Potensi produksi diamati dengan menggunakan metode sadap HMM (Hamaker Morris Man), dengan system sadap ½ sd 3 pada ketinggian 50cm (Woelan, 2008).
3. Pengujian Pendahuluan Uji pendahuluan (UP) merupakan tahap kedua dalam siklus pemuliaan tanaman karet. Pada tahap ini, genotipe-genotipe hasil persilangan yang telah diseleksi pada Seedling Evaluation Trial diuji dan diseleksi kembali pada UP dalam skala kecil (10-20 tanaman/genotipe) dengan jarak tanam 4 x 5 meter dalam satu baris tanaman. Dari UP ini nantinya akan diperoleh klon-klon unggul harapan dengan nama seri IRR (Indonesian Rubber Research) (Suhendry, 2002).
4.Pengujian Lanjutan/Adaptasi
Pengujian lanjutan/adaptasi merupakan pengujian yang dilakukan untuk menguji klon harapan pada berbagai lingkungan. Berdasarkan pada analisis variansnya, akan diketahui ada tidaknya interaksi genotipe x lingkungan (g x e). Jika tidak terjadi interaksi g x e penentuan klon yang ideal sangat mudah untuk dilakukan, yaitu dengan memilih klon-klon harapan dengan rata-rata hasil yang lebih tinggi, namun apabila tidak terjadi interaksi g x e, hasil tertinggi suatu klon pada suatu lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil yang tertinggi pula pada lingkungan yang berbeda (Daslin dan Sayurandi, 2006).
5.Pengujian Plot Promosi
Dalam kegiatan pemuliaan tanaman karet lamanya satu siklus tanaman karet merupakan kendala untuk dapat menghasilkan klon-klon unggul baru. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mempersingkat siklus tanaman tersebut adalah dengan melakukan pengujian Plot Promosi. Pengujian plot promosi adalah pengujian yang dipercepat dengan memanfaatkan materi genetik hasil seleksi 1% pada tanaman seedling. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan klon unggul baru melalui pengujian ini dapat dipersingkat menjadi 15-20 tahun
Klon anjuran komersial adalah klon unggul yang dianjurkan untuk pengembangan komersial yang menuruat Undang-Undang No. 12 tahun 1992 disebut sebagai Benih Bina dan pelepasannya dilakukan secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri (Woelan, 2008).
Seleksi progeny dari hasil persilangan, didasarkan kepada beberapa sifat penting yang meliputi a) potensi hasil lateks, b) pertumbuhan tanaman, c) ketahanan terhadap penyakit, dan d) beberapa karakteristik sekunder yang menguntungkan. Untuk mempersingkat waktu seleksi, metode evaluasi yang diperkenalkan oleh Hamaker Moris Mann (Djikman, 1951) yaitu biji F1 disadap dengan system penyadapan ½ sd/3 pada ketinggian 50 cm dari pertautan okulasi.
Seleksi pada populasi F1 dilakukan terhadap progeny-progeni yang memiliki potensi hasil dan sifat sekunder yang baik, dengan intensitas seleksi 1%. Progeni terpilih diperbanyak secara okulasi untuk material dalam pengujian plot promosi.
Jumlah dan Pembuluh Lateks
Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih kekuning kuningan. Lateks terdiri dari partikel karet dan bukan karet yang terdispersi di dalam air (Triwijoso dan Siswantoro,1989). Sedangkan menurut Goutara, et al. (1985), lateks merupakan sistem koloid dimana partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi didalam air. Protein dilapisan luar memberikan muatan negatif pada partikel. Lateks merupakan suatu dispersi butir-butir karet dalam air, dimana di dalam dispersi tersebut juga larut beberapa garam dan zat organik, seperti zat gula, dan zat protein (Lie, 1964). Menurut Suparto (2002), lateks Hevea terdiri dari karet, resin, protein, abu, gula, dan air dengan komposisi Tabel 1. Komposisi Kimia Lateks Hevea
Jenis Komposisi (%) Komponen
Karet 30 – 35 Resin 0,5 – 1,5
Protein 1,5 – 2,0 Abu 0,3 – 0,7
Gula 0,3 – 0,5 Air 55 – 60
Lateks diproduksi di dalam pembuluh laticifer, pembuluh tersebut terdapat di bawah permukaan kulit batang di dalam jaringan (Cornish et. al. 1993; Nicole et. al. 1986). Sintesis lateks berlangsung melalui siklus asam mevalonat dan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks.
Lateks terdiri hidrokarbon (poliisoprena), karbohidrat, protein, lipid, karotenoid, garam-garam mineral, enzim, dan berbagai bahan lainnya (Barney 1973 dalam Putri, 2005).
Komponen-komponen dalam lateks dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 17.000 rpm selama 45 sampai 60 menit yang akan memisahkan lateks menjadi tiga bagian utama, yaitu fraksi karet, fraksi serum, dan fraksi dasar (Putri, 2005). Fraksi karet merupakan lapisan yang paling atas.
Fraksi ini berwarna putih susu dan mengandung sekitar 36% hidrokarbon berupa molekul cis-1,4-poliisoprena yang berbentuk bulat berukuran 5 nm - 3 µm (d’Auzac & Jacob, 1989). Partikel karet tersebut dikelilingi oleh fosfolipoprotein membran yang bermuatan negatif dan berperan menjaga stabilitasnya. Fraksi ini juga mengandung bahan bukan karet seperti fosfolipida, lemak, lilin, protein, logam-logam (Ca, Mg, dan Cu), dan enzim rubber transferase yang berfungsi dalam pembentukkan partikel karet (poliisoprena).
Fraksi tengah adalah fraksi serum C (serum sitosol) yang berupa cairan bening, kaya akan protein dan mudah teroksidasi sehingga warnanya dapat berubah menjadi coklat bila disimpan dalam wadah terbuka. Dalam fraksi dasar, terdapat partikel lutoid yang bersifat kental seperti gelatin dan diselubungi oleh membran semipermeabel yang berisi cairan serum B. Cairan B ini mengandung ion-ion kalsium dan magnesium yang bermuatan positif.
(d’Auzac & Jacob 1989 dalam Putri, 2005).
Secara umum, kulit batang karet dapat dibedakan menjadi kulit keras dan kulit lunak. Kulit keras biasanya terdiri dari sel-sel batu, yang jumlahnya lebih banyak pada bagian luar dan menurun ke arah pusat batang. Antara sel-sel batu terdapat jaringan parenkim, dan ke arah pusat juga tersebar pembuluh lateks, tempat berlangsungnya biosintesis lateks. Kulit lunak terdiri dari jaringan parenkim dan pembuluh lateks. Biasanya pembuluh lateks akan semakin banyak ke arah pusat atau ke arah kambium. Pengirisan kulit semakin mendekati kambium akan semakin banyak mengeluarkan lateks, namun apabila mendekati kambium dan kayu akan mengakibatkan buruknya kulit pulihan. Oleh karena itu penyadapan baik memiliki kedalaman berjarak 1-1,5 mm dari kambium (Dijkman 1951; Riches & Gooding 1952; Junaidi & Kuswanhad, 1992).
Faktor kritis yang membatasi produksi karet adalah lama aliran lateks setelah penyadapan, regenerasi lateks antara dua penyadapan dan produksi sel pembuluh lateks dari kambium vaskuler (Jacob et al, 1989; Hao & wu, 2004). Lama aliran lateks setelah penyadapan sangat ditentukan oleh penyumbatan luka pada sel pembuluh lateks, dan kestabilan lutoid sangat berperan dalam hal ini.
Terdapatnya radikal bebas oksigen toksik dapat merusak struktur membrane terdapat dalam lutoid. Hal ini mengarah pada terjadinya koagulasi lateks dan berhentinya aliran lateks (Cai & Xiao, 2004).
Lateks didapat dengan cara menyadap atau melukai kulit batang tanaman karet hingga pembuluh latificer terbuka dan lateks dapat mengalir ke tempat penampungan seperti yang terlihat pada gambar 2. Lateks yang diperoleh dari cara penyadapan tidak saja berasal dari sel-sel pembuluh lateks yang dilukai tetapi merupakan kumpulan lateks yang mengalir dari daerah aliran lateks. Lamanya aliran lateks ditentukan oleh besarnya tekanan turgor dalam pembuluh lateks dan kecepatan koagulasi pada alur sadap. Kandungan osmotikum yang tinggi serta diimbangi oleh tersedianya air yang cukup merupakan kondisi ideal agar tekanan turgor mencapai maksimum. Lateks berada dalam pembuluh lateks pada tekanan turgor 10-14 atmosfer. Setelah pohon disadap tekanan turgor menurun dan air dari sel-sel tetangga menembus dinding sel pembuluh lateks sehingga lateks mengalir sepanjang irisan sadap (Sumarmadji, 1999). Tingkat produksi tertinggi yang dapat dicapai masing-masing klon unggul berbeda tergantung pada sistem eksploitasi yang optimal untuk menghasilkan produksi tertinggi, sebagian klon bersifat responsif terhadap perlakuan stimulasi etepon dan sebagiannya lagi bersifat tidak responsif terhadap perlakuan stimulasi (Sumarmadji, 2004).
Proses yang terlibat dalam biosintesis dan regenerasi lateks dikontrol oleh beberapa tahap metabolit penting yaitu transpor sukrosa ke dalam pembuluh lateks, regulasi aktivitas enzim untuk sintesis lateks, ketersediaan energy, dan mekanisme yang berkaitan dengan fenomena penuaan dan detoksifikasi pembuluh lateks (Mesquita et al, 2006). Hubungan linier multiklonal antara produksi karet dan luas daerah regenerasi lateks menunjukkan bahwa untuk regenerasi 1 gr karet
2 karet kering yang diperoleh selama penyadapan diperlukan waktu tiga hari untuk regenerasi lateks (Jacob, 1970; Slipi et al, 2004).
Di antara berbagai sifat struktural, jumlah pembuluh lateks merupakan sifat yang paling penting yang berkaitan dengan hasil lateks (Gomez, 1982).
Jumlah pembuluh lateks ditentukan oleh kemampuan cambium vaskuler untuk menghasilkan sel pembuluh lateks. Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa produksi sel pembuluh lateks dari kambium vaskuler dapat diinduksi oleh asam jasmonat. Hasil ini mengisyaratkan bahwa diferensiasi sel pembuluh lateks mungkin diregulasi oleh asam jasmonat endogen (Hao & wu, 2004). Eksploitasi lateks juga merupakan salah satu faktor penting lain yang mempengaruhi pembentukan sel pembuluh lateks.