Gaya Pengasuhan Ibu Dan Perilaku Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai Di Kota Bogor.

GAYA PENGASUHAN IBU DAN PERILAKU BULLYING
REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI
DI KOTA BOGOR

DJASWELMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang
berjudul “Gaya
Pengasuhan Ibu dan Perilaku Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai Di Kota
Bogor“ adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Djaswelma
NRP : I 251110091

RINGKASAN
DJASWELMA. Gaya Pengasuhan Ibu dan Perilaku Bullying Remaja pada
Keluarga Bercerai Di Kota Bogor. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan HERIEN
PUSPITAWATI
Salah satu dampak perceraian adalah perilaku bullying pada remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya pengasuhan ibu terhadap
perilaku bullying remaja pada keluarga bercerai. Penelitian menggunakan desain
cross sectional study di Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal, Kota Bogor,
dengan pemilihan lokasi secara purposive. Penelitian ini melibatkan 100 remaja
(usia 12-19 tahun), dan ibu dari keluarga cerai hidup dan cerai mati.
Hasil menunjukkan, umur ibu cerai mati lebih tua dari pada umur ibu
cerai hidup dan rata-rata pendapatan ibu cerai hidup lebih besar dari pada ibu cerai

mati. Gaya pengasuhan afeksi ibu pada keluarga cerai hidup lebih tinggi dari pada
ibu cerai mati dan gaya pengasuhan agresi, pengabaian dan perasaan tidak sayang
ibu sebaliknya lebih tinggi pada ibu cerai mati dari pada cerai hidup. Remaja yang
berasal dari ibu cerai hidup lebih banyak menjadi pelaku bullying, sedangkan
remaja yang berasal dari ibu cerai mati lebih banyak menjadi korban bullying.
Tipologi pengasuhan menunjukkan semakin baik pengasuhan afeksi yang
dilakukan ibu diduga akan mengurangi resiko anak untuk menjadi pelaku dan
korban bullying.
Kata kunci : Bullying, cerai hidup, cerai mati, pengasuhan penerimaan-penolakan.

SUMMARY
DJASWELMA Mother’s Parenting Style and Adolescent’s Bullying Behaviour
on Divorce Families in Bogor City. Supervised by DWI HASTUTI and HERIEN
PUSPITAWATI
One of the effect in divorce family that caused negative behavior in
adolescents is bullying. The purpose of this research was to analyze mother’s
parenting style and adolescent’s bullying behavior. This research used crosssectional study design and conducted in West Bogor and Tanah Sareal District of
Bogor. The location was selected by purposive sampling. The research included
100 adolescents (aged 12-19 years), from divorced and widowed families.
The results showed that age of mothers from widowed families older than

divorced families. Divorced families had an average income than widowed
families. Parenting styles in term of affection of divorced mothers was higher than
the widowed mothers, while aggression, ignorance and indifference parenting
style on widowed mothers were higher. Result showed that there was no
significance difference in parenting styles of divorced and widowed mothers. The
number of adolescent from divorced mothers who become doer of bullying was
higher than widowed mothers. While, adolescents on widowed mother who
become victim of bullying was higher than divorced mother’s. Typology of
parenting styles showed that the higher of affection parenting styles on mothers
would reduce the risk of adolescent as the doer and victim of bullying.
Keywords: Bullying, divorced and widowed families, parenting acceptance
rejection.

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

GAYA PENGASUHAN IBU DAN PERILAKU BULLYING REMAJA
PADA KELUARGA BERCERAI
DI KOTA BOGOR

DJASWELMA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Diah Krisnatuti Pranadji, M.S

Judul Tesis

:

Nama
NRP

:
:

Gaya Pengasuhan Ibu dan Perilaku Bullying
Remaja pada Keluarga Bercerai di Kota Bogor
Djaswelma
I 251110091

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr Ir Dwi Hastuti, MSc
Ketua

Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi
Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Herien Pusptawati, MSc, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 12 Nopember 2014

Tanggal Lulus


PRAKATA
Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini berjudul “Gaya Pengasuhan Ibu Dan Perilaku
Bullying Remaja Pada Keluarga Bercerai di Kota Bogor” Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Dwi Hastuti, M.Sc. selaku pembimbing I dan Dr Ir Herien
Puspitawati, M.Sc. M.Sc selaku pembimbing II, atas semua bimbingan,
arahan, saran-saran, pemberian semangat dan motivasi yang luar biasa
dalam proses penyusunan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Diah Krisnatuti, MS selaku dosen penguji tesis yang telah
memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat atas hasil penelitian ini.
3. Dr Tin Herawati M.Sc, wakil ketua program studi dan sekaligus sebagai
moderator yang telah memberikan saran yang bermaanfaat untuk
penulisan tesis ini.
4. Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen (IKK) atas segala bantuan dan fasilitas serta
dosen dan staf IKA yang telah membekali ilmu.
5. Dr Ir Hadi Riyadi, MS, dan Alfiasari, S.P, M.Si beserta tim peneliti, yang

telah memberikan kesempatan untuk ikut serta dalam penelitian BOPTN
6. Dinas Pendidikan Propinsi Riau yang telah memberikan bantuan
pembiayaan , dalam penyelesaikan studi S2 di Institut Pertanian Bogor.
7. Kepala sekolah dan staf SMK Negeri 3 Pekanbaru yang telah memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis .
8. Suami tercinta, H. Rizal Efendi yang selalu memberikan dorongan dan
semangat yang luar biasa kepada penulis dan ananda tercinta, Zharfan
Hafizh, Annisa Fadhilah, Tadzi Abdul Haqi, Umi Hafizah yang telah
menjadikan inspirasi, yang luar biasa bagi penulis sebagai seorang ibu.
9. Responden yang telah bersedia berpartipasi dalam penelitian ini dan rekanrekan yang tergabung dalam tim peneliti BOPTN dan tidak lupa kepada
teman-teman penulis khususnya Ilmu Keluarga dan Perkembangan anak
(IKA) angkatan 2011, Atika Rahma, Lisnani Sukaidawati, Dian Anggari,
Vivi, alfaria yang telah memberikan warna tersendiri bagi penulis dalam
menuntut ilmu di IPB.
Demikian ucapan terimakasih ini dipersembahkan dengan keikhlasan.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Semoga
Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk ilmu yang kita milliki.
Bogor, Januari 2015

Djaswelma

I 251110091

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
Perilaku Bullying Remaja
Dampak Perceraian Terhadap Bullying Remaja
KERANGKA PEMIKIRAN
METODE PENELITIAN
Desain,Tempat, dan Waktu Penelitian
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Keluarga
Karakteristik Remaja
Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
Perilaku Bullying Remaja
Hubungan antar variabel, Karakteristik Keluarga,
Remaja Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Perilaku
Bullying Remaja pada Keluarga cerai hidup dan cerai mati
Tipologi Gaya Pengasuhan Penerimaan - Penolakan,
pelaku dan Korban pada Keluarga cerai hidup dan cerai mati
PEMBAHASAN UMUM
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

Halaman
xii
xii

xii
1
3
5
5
6
7
8
11
11
11
12
12
15
17
20
21
24

28
30
32
34
35
39
53

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis cara pengumpulan data dan pengukuran variabel
2. Variabel jumlah pertanyaan valid, nilai cronbach’s alpha
dan nilai validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian
3. Variabel, Skala, dan kategori data
4. Sebaran contoh umur ibu pada keluarga cerai hidup
dan cerai mati
5. Sebaran contoh umur menikah ibu pada keluarga cerai
hidup dan cerai mati
8. Sebaran ibu contoh menurut pendapatan ibu pada keluarga

12
13
14
17
17

9.
10

11
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

19.
20.

cerai hidup dan cerai mati
Sebaran contoh menurut lama perceraian ibu pada
keluarga cerai hidup dan cerai mati
Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi,
pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga cerai
hidup dan cerai mati
Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan afeksi
pada keluarga cerai hidup dan cerai mati
Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan agresi pada
keluarga cerai hidup dan cerai mati
Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan pengabaian
pada keluarga cerai hidup dan cerai mati
Rataan skor capaian (indeks) pengasuhan perasaan tidak
sayang pada keluarga cerai hidup dan cerai mati
Nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi,
perilaku bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati
Rataan skor capaian (indeks) pelaku bullying pada keluarga
cerai hidup dan cerai mati
Rataan skor capaian (indeks) korban bullying pada keluarga
cerai hidup dan cerai mati
Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan remaja
dengan pengasuhan penerimaan-penolakan pada keluarga
cerai hidup dan cerai mati
Koefisien korelasi antara karaktristik keluarga, pelaku dan
korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati
Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan penerimaanPenolakan dengan pelaku dan korban bullying pada
keluarga cerai hidup dan cerai mati

19
19
21

21
22
23
24
25
27
28

29
29

30

DAFTAR GAMBAR

1.
2
3
4
5
6
7
8
9

Kerangka pemikiran
Jumlah dan cara pemilihan contoh
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu cerai
hidup dan cerai mati
Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ibu cera
hidup dan cerai mati
Sebaran contoh besar keluarga pada cerai hidup
dan cerai mati
Sebaran contoh berdasarkan umur remaja.
Sebaran contoh menurut pengasuhan penerimaaa-penolakan
Kategori pelaku dan tidak pelaku bullying pada keluarga
cerai hidup dan cerai mati
Kategori korban dan tidak korban bullying pada cerai hidup
dan cerai mati

10
11
18
18
20
20
24
25
26

10
11

Tipologi gaya pengasuhan dan pelaku bullying pada
keluarga cerai hidup dan cerai mati.
Tipologi gaya pengasuhan dan korban bullying pada keluarga
cerai hidup cerai mati

30
31

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.

Penelitian terdahulu
Hasil uji reabilitas kuesioner
Nilai minimum-maksimum, rata-rata dan standar deviasi
cerai hidup dan cerai mati
4. Hasil uji hubungan antara karakteristik keluarga ,
pengasuhan perilaku bullying pada keluarga cerai hidup
5. Hasil uji hubungan antara karakteristik keluarga pengasuhan,
pengasuhan, perilaku bullying pada keluarga cerai mati
6. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan (Afeksi)
7. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penolakan (Agresi)
8. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan pengabaian
9. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan perasaan tidak sayang
10. Sebaran contoh berdasarkan pelaku bullying
11. Sebaran contoh berdasarkan korban bullying
12. Riwayat Hidup

39

44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Trend perceraian di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan.
Data dari Kementerian Agama RI ditahun 2009 mencatat terjadinya 250 ribu
kasus perceraian di Indonesia, atau setara dengan 10 persen dari jumlah
pernikahan ditahun 2009. Jumlah perceraian tersebut naik 25% dibanding tahun
2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Bolang 2012), dan Provinsi Jawa Barat
memiliki angka perceraian yang cukup tinggi, yakni 33.684 kasus, disusul Jawa
Timur dengan 21.324 kasus, serta Jawa Tengah dengan 12.019 kasus.
Data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Jawa Barat
tahun 2011 menunjukkan bahwa Kota Bogor merupakan kota dengan jumlah
perceraian tertinggi di Jawa Barat. Berdasarkan data jumlah perceraian dari kantor
Pengadilan Agama Kota Bogor dari tahun 2008-2012 diketahui bahwa Kecamatan
Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Barat memiliki jumlah perceraian tertinggi
jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya. Pada tahun 2008 dari
4.528 pernikahan, sebanyak 5.58 persen berakhir dengan perceraian. Begitu pula
pada tahun 2009, dari 7.669 pernikahan, sebanyak 8.14 persen pasangan berakhir
dengan perceraian. Perceraian yang terjadi memberikan akibat dan masalah yang
besar pada kehidupan keluarga.
Perceraian adalah berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang telah dibina
oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan
atas keputusan pengadilan. Dalam hal ini perceraian dibedakan menjadi cerai
hidup dan cerai mati. Cerai hidup dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan
perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara
resmi diakui oleh hukum yang berlaku dan cerai mati dapat diartikan sebagai
putusnya perkawinan karena salah satu pihak (suami atau istri) meninggal
sehingga meninggalkan pasangannya (UU No 1 tahun 1974).
Menurut Bell (1979), perceraian merupakan putusnya ikatan legal yang
menyatukan sepasang suami istri dalam satu rumah tangga dan secara sosial
membangun kesadaran pada masing-masing individu bahwa perkawinan mereka
telah berakhir. Perceraian merupakan refleksi dari kegagalan suatu pernikahan
(Simamora 2005). Seringkali ketidakmampuan suami dan istri dalam mengelola
konflik rumah tangga akan melahirkan keputusan cerai yang sebenarnya tidak
perlu terjadi dan bahkan dapat dihindari.
Perceraian yang terjadi dalam keluarga berdampak pula pada
perkembangan anak. Hasil studi Amato dan Keith (1991) dalam Amato (2000)
menunjukkan bahwa anak dari keluarga bercerai memiliki skor yang lebih rendah
dalam berbagai perkembangan, meliputi prestasi akademik, penyesuaian
psikologis, dan perilaku remaja. Ketidakhadiran salah satu orang tua dapat
meningkatkan tekanan dalam pengasuhan (Turner 2006). Berdasarkan hasil
penelitian Isti’anah (2010) seorang anak yang berasal dari keluarga cerai mati
mempunyai kecenderungan kepribadian yang introvert (tertutup) dimana anak
selalu menarik diri dari lingkungan sosialnya dan sikap yang diambil untuk
melakukan sesuatu biasanya berdasarkan pada pemikiran, keputusan dan
pengalamannya sendiri. Anak dari keluarga cerai hidup mempunyai

2
kecenderungan kepribadian yang ekstrovert (terbuka) dimana ia selalu
menggunakan pengalaman-pengalaman orang lain dalam menentukan sikap yang
diambilnya.
Perceraian mengakibatkan peran orang tua dalam pengasuhan tidak
terlaksana dengan baik. Setelah terjadi perceraian, ibu memiliki peran ganda, yaitu
sebagai ayah sekaligus juga sebagai ibu bagi anak-anaknya (Gunarsa & Gunarsa
2008). Tanggung jawab dan tugas ibu sebagai pencari nafkah cenderung menyita
waktu sehingga pola hubungan ibu dan anak kurang optimal. Sebagian besar
orangtua terutama yang tinggal di desa hanya memperoleh praktek pengasuhan
dari orang tua mereka sendiri (Santrock 2007). Bornstein (2002) mengemukan
bahwa praktek pengasuhan khususnya pada anak remaja merupakan upaya yang
diarahkan pada tujuan tertentu oleh orang tua untuk mesosialisasikan kepada
remaja tentang kebiasaan tertentu (baik atau buruk). Remaja merupakan aset
sumber daya manuasia yang penting dalam kemajuan dan kemunduran suatu
bangsa.
Perceraian yang terjadi memberikan akibat dan masalah yang besar pada
kehidupan keluarga, dan berdampak pada perkembangan anak. Salah satu
penyimpangan perilaku yang dilakukan remaja adalah perilaku bullying, dan
merupakan tipe kekerasan di sekolah yang paling umum terjadi. Sepanjang tahun
2011, kasus tawuran cukup banyak mendapat sorotan. Bullying bukan hanya
dalam bentuk fisik, seperti melabrak, memukul, menendang ataupun kekerasan
lainnya kepada korban. Sepanjang tahun 2011, Komisi Nasional Perlindungan
anak mencatat ditemukan 339 kasus tawuran. Kasus tawuran antar pelajar di
Jakarta, Bogor dan Depok meningkat jika dibanding 128 kasus yang terjadi pada
tahun 2010. Berbagai tindakan bullying sangat merugikan baik pada si korban
maupun si pelaku.
Penelitian Karina (2011) menunjukkan hasil, bahwa bullying masih
banyak terjadi dikalangan remaja, namun banyak diantara mereka yang tidak
menyadari bahwa sebenarnya telah atau sedang melakukan tindakan bullying.
Hal ini didukung hasil penelitian Wang (2009) yang menyatakan bahwa dukungan
atau pola asuh sosial-emosi yang baik dari orang tua akan mencegah terjadinya
bullyin. Pengasuhan merupakan suatu proses yang panjang, pengasuhan memiliki
peranan yang penting dalam membentuk kepribadian anak sehingga anak tumbuh
menjadi individu yang berkualitas (Hastusti 2009). Kasih sayang orang tua
mencintai anaknya tercermin dari cara interaksi orang tua dalam hubunganya
dengan anak baik secara verbal maupun fisik serta kehangatan dan kasih sayang
yang diberikan.
Hasil kajian menemukan bahwa hubungan orang tua dan remaja akan
memiliki implikasi kepada penyesuaian diri dan pengembangan remaja (Collins et
al. 2000 dalam Bornstein 2002). Gaya pengasuhan-penerimaan dicirikan oleh
berbagai perilaku orang tua yang mencintai anak apa adanya dengan
mengekpresikan baik secara verbal maupun non verbal, sedangkan gaya
pengasuhan penolakan dibagi kedalam tiga kelompok yaitu gaya pengasuhan
penolakan, gaya pengasuhan pengabaian, dan gaya pengasuhan perasaan tidak
sayang (Sunarti 2011). Hasil kajian menemukan bahwa hubungan orang tua dan
remaja akan memiliki implikasi kepada penyesuaian diri dan pengembangan
remaja (Collins et al. 2000 dalam Bornstein 2002). Menurut Hussain & Munaf
(2012) Anak yang mendapatkan penolakan yang dilakukan ayah dari masa kecil

3
memiliki penyesuaian psikologis yang lebih buruk dibandingkan dengan anak
yang mendapatkan penerimaan dari masa kecil. Kelompok remaja dengan tingkat
empatik yang rendah menyatakan bahwa ayah mereka lebih sering melakukan
pengabaian dibandingkan dengan ibu mereka (Hasan, Riaz & Azeen 2012).
Santrock (2003) mengemukakan bahwa pengasuhan orang tua akan akan
berdampak pada perkembangan anak selama rentang kehidupannya. Kekerasan
(pemukulan) yang dilakukan oleh ibu merupakan bagian dari disiplin yang ibu
berikan kepada anaknya (Lee, Altschul & Gershoff 2013). Semakin besar jumlah
keluarga maka pengasuhan semakin buruk (Hurlock 1990). Keluarga dengan
tingkat ekonomi yang rendah, kurang dalam memberikan stimulasi, sedikit dalam
penyediaan material, dan kurangnya partisipasi orang tua dalam aktivitas bersama
anak (Grantham-Mc Gregor dalam Herawati dan Briawan 2008).
Perumusan Masalah
Mengawangi (2009) mengemukakan bahwa kesalahan praktek pengasuhan
orang tua seperti kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, secara verbal
maupun fisik, kurang meluangkan waktu yang cukup buat anaknya selama di
rumah, dan bersikap kasar secara verbal maupun fisik akan membuat anak merasa
tidak berguna, minder, dan mengadopsi sifat tersebut sehingga berpotensi menjadi
anak yang kasar juga dimasa dewasanya. Lingkungan keluarga dan rumah yang
tidak dapat mendukung keberadaan anak akan berakibat buruknya perkembangan
anak selanjutnya.
Fenomena akhir-akhir ini yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya
perilaku menyimpang (kenakalan remaja) yang dilakukan oleh remaja utamanya
disebabkan remaja merasa kurang diperhatikan oleh orang tua dan orang tua
kurang memahami dirinya sebagai remaja. Penelitian Puspitawati (2009), remaja
yang melakukan kenakalan berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi
yang rendah. Hasil observasi mengenai beragam data kenakalan remaja tersebut
mengidikasikan bahwa kenakalan yang terjadi pada diri remaja salah satu
penyebabnya merupakan bentuk ketidakpuasan remaja terhadap cara pengasuhan
dan cara komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan remaja. Dampak
pertama yang merasakan akibat perceraian orang tua adalah anak. Selanjutnya
hasil lain menyatakan bahwa peran ibu dalam pengasuhan remaja menjadi sangat
penting bagi remaja dibandingkan dengan peran pengasuhan ayah (Puspitawati
2009). Hal ini terbukti bahwa pengasuhan ibu mempunyai pengaruh yang
signifikan dalam mencegah anaknya dari tindakan kenakalan, baik tipe kenakalan
umum maupun kenakalan kriminal.
Oleh karenanya menjadi sangat penting bagi orang tua untuk tetap
menjaga hubungan baik dengan anaknya. Gaya pengasuhan yang baik adalah
gaya pengasuhan yang menerima anak atau pengasuhan penerimaan, tetapi
kadangkala orang tua secara tidak sadar masih menerapkan gaya pengasuhan
penolakan seperti pengabaian, penolakan, dan perasaan tidak sayang baik secara
verbal maupun fisik. Hasil Penelitian Nesvi (2013) menemukan bahwa
pengasuhan penolakan pada keluarga yang telah bercerai cenderung tinggi
dibadingkan sebelum bercerai, meskipun orang tua juga masih menerapkan
pengasuhan afeksi.

4
Perceraian memberikan dampak pada perubahan sikap dan perilaku anak
yang disebabkan oleh perubahan kehidupan kepada kondisi yang menyebabkan
stress. Berbagai dampak yang timbul akibat perceraian yang berpengaruh pada
kehidupan keluarga yang mengalaminya. Hal ini dapat berkurang dengan adanya
pengasuhan yang baik dari ibu, karena setelah bercerai pengasuhan anak
diserahkan pada ibu.
Mengingat sedikitnya hasil studi terkait gaya pengasuhan ibu penerimaanpenolakan terhadap perilaku bullying remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai
mati, berdasarkan paparan diatas maka menjadi penting untuk dilakukan
penelitian. Oleh karena itu, yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik keluarga, dan karakteristik anak serta mengidentifikasi
gaya pengasuhan ibu penerimaan-penolakan dan menganalisis perilaku bullying
remaja, sebagai pelaku atau sebagai korban pada keluarga yang mengalami
perceraian.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya
pengasuhan ibu penerimaan-penolakan terhadap perilaku bullying remaja pada
keluarga cerai hidup dan cerai mati.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis karakteristik remaja dan keluarga, gaya pengasuhan dan perilaku
bullying remaja pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.
2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan remaja dengan pengasuhan
penerimaan-penolakan pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.
3. Menganalisis hubungan pengasuhan penerimaan - penolakan dan perilaku
bullying dan korban bullying pada keluarga cerai hidup dan cerai mati.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi ibu,
khususnya pada keluarga yang mengalami perceraian untuk memperhatikan dan
memberikan kasih sayang penuh kepada anak (pengasuhan penerimaan). Khusus
bagi sekolah sebagai sebuah sarana pendidikan formal, hasil penelitian diharapkan
dapat menjadi masukan untuk melalukan upaya pencegahan kasus bullying yang
sering terjadi dilingkungan sekolah. Bagi kajian dibidang ilmu keluarga, hasil
penelitian ini dapat dijadikan studi kepustakaan untuk penelitian selajutnyanya
serta memberikan sumbangan bagi perkembangan teori-teori ilmu keluarga
terutama yang berkaitan dengan masalah dan dampak dari perceraian terhadap
anak. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat mengasah kemampuan
berfikir logis dan sistimatik serta bermanfaat bagi pengembangan keilmuan sesuai
bidang peneliti. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan informasi terkait dampak perceraian terhadap
perilaku anak sebagai generasi penerus bangsa.

5
TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran
besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Hal ini merupakan dasar dari pemikiran
teori struktural fungsional bahwa keluarga memiliki peran dan fungsi mendidik
dan mangasuh serta mempersiapkan anak-anak untuk dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan luar. Keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat
mengalami banyak perubahan akibat lingkungan disekitarnya. Teori struktural
fungsional berkaitan dengan teori sistem yang menjelaskan bahwa keluarga
berada pada lingkungan yang saling bergantung antara satu dengan yang lain.
Keluarga dapat menghasilkan out come yang baik jika keluarga memilki struktur
yang kokoh dan menjalankan fungsinya. Peran dan fungsi keluarga akan
terganggu dan tidak optimal ketika terdapat konflik dalam keluarga. Kehidupan
suami-istri dalam keluarga tidak terlepas dari konflik yang pada akhirnya bila
tidak terselesaikan berakhir dengan perceraian .
Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
Pengasuhan merupakan teori aplikasi dari grand theory struktural
fungsional dan teori sistem. Menurut Bronfenbenner, seorang pakar ekologi anak
menyatakan bahwa anak merupakan unsur dalam lingkungan dan lingkungan yang
paling berpengaruh langsung adalah keluarga. Teori struktural fungsional
berkaitan dengan peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik utama anakanaknya. Pengasuhan merupakan proses panjang yang dilakukan oleh seorang
pengasuh (orang tua) untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Definisi gaya
pengasuhan dalam Hastuti (2009) merupakan bagaimana cara orang tua
berinteraksi dan berhubungan dengan anak yang paling menonjol dan dominan.
Gaya pengasuhan juga didefinisikan sebagai pola orang tua dalam mendisiplinkan
anak, menanamkan nilai-nilai hidup, mengajarkan ketrampilan hidup, serta dalam
mengelola emosi (Sunarti 2004)
Pengasuhan merupakan proses melatih, membimbing, mengajari, dan
membantu penyesuaian diri anak dengan lingkungannya (De Mause dalam
Gottman dan De Claire 1999). Orangtua berperan penting dalam memfasilitasi
anak sukses dalam beradaptasi dan mengembangkan keterampilan dan sumber
daya untuk tercapainya tugas perkembangan sebagai alat untuk mengelola
tantangan masa depan. Rohner (1975) pengasuhan kehangatan yang diterapkan
orang tua yang tercermin dari pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada
anak dapat menghindari anak dari perilaku bermusuhan, agresi, dan perilaku
negatif lainnya. Rohner (1986) megatakan bahwa gaya pengasuhan dimensi
kehangatan terbagi menjadi dua kategori yakni gaya pengasuhan penerimaan
(acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Pengasuhan penerimaan
dicirikan dengan adanya curahan kasih sayang dari orangtua kepada mereka baik
itu secara fisik maupun secara verbal. Orang tua senantiasa mengekspresikan
kasih sayang dan perhatiannya dalam bentuk pujian, penghargaan dan dukungan
kepada kemajuan anak.
Gaya pengasuhan penolakan merupakan orang tua yang tidak suka, tidak
setuju bahkan membenci anak-anak mereka. Pengasuhan penolakan dikategorikan
menjadi tiga,yaitu: (1) Gaya pengasuhan pengabaian yang dicirikan dari ketiadaan

6
perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. Orangtua secara fisik berada didekat
anak namun tidak secara psikologis sehingga anak tidak merasakan kehadiran
orangtua; (2) Gaya pengasuhan penolakan, dicirikan dengan perkataan dan
perilaku orangtua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak
dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua;
dan (3) Gaya pengasuhan permusuhan yang dicirikan dengan perkataan dan
perbuatan yang kasar dan agresif. Salah satu penelitian menemukan bahwa anak
yang mendapatkan penolakan dari orang tua secara signifikan menunjukkan sifat
yang lebih bermusuhan dan agresif dibandingkan dengan anak yang diterima oleh
orang tuanya (Rohner 1975). Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
anak yang ditolak cenderung untuk menilai diri secara lebih negatif dan
bergantung pada apa yang diterimanya. Anak-anak yang mendapatkan penolakan
cenderung menjadi kesal dan marah pada kedua orangtua mereka serta lebih
menarik diri karena takut akan penolakan.
Perilaku Bullying Remaja
Bullying merupakan bagian dari suatu kenakalan yang dilakukan oleh para
remaja. Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan
atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada umurremaja atau transisi
masa anak-anak dan dewasa. Menurut Santrock (2007) kenakalan remaja
merupakan, kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima
secara sosial hingga terjadi tindakan criminal, bullying biasanya dilakukan oleh
anak untuk menyakiti temannya dan umummnya terjadi berulang kali.Praktek ini
bukan suatu kebetulan terjadi Biasanya dilakukan oleh anak yang lebih kuat.
Lebih berkuasa atau bahkan merasa lebih terhormat untuk menindas anak lain
untuk mendapatkan kepuasan atau keuntungan tertentu
Bullying juga merupakan suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang
dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih rendah atau lebih
lemah, untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu . Biasanya bullying
terjadi berulang kali bahkan ada yang dilakukan secara sistimatis. Rigby (2003)
menjelaskan Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku yang berupa pemaksaan atau
usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau
kelompok, sehingga korban merasa tertekan dan tidak berdaya.
Perilaku bullying dapat dibedakan menjadi dua yaitu bullying sebagai
pelaku dan bullying sebagai korban. Bullying sebagai pelaku adalah pelaku utama
yang melakukan bullying secara langsung atau atas inisiatifnya sendri, sedangkan
korban bullying adalah seseorang yang berulang kali mendapat perlakuan agresif
dari kelompok sebaya baik dalam serangan fisik atau serangan verbal, atau bahkan
kekerasan psikologis. Penelitian Puspitawati (2009) menemukan bahwa para
pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Bogor lebih sering terlibat
dalam perkelahian pelajar dan permasalahan dibandingkan pelajar SMA. Olweus
(2003) mengatakan bahwa tahap remaja merupakan awal berkembangnya perilaku
bullying dan dapat dijadikan prediktor perilaku bullying masa dewasa, oleh
karenanya penting untuk medeteksi kecenderungan remaja terhadap perilaku
bullying sehingga dapat segera dilakukan pencegahan.

7
Dampak PerceraianTerhadap Bullying Remaja
Ketidakmampuan dan kegagalan keluarga dalam penyesuaian diri dengan
konflik keluarga akan menghasilkan keputusan cerai yang tidak harus terjadi.
Persoalan yang terjadi dalam keluarga memberikan tekanan pada setiap anggota
keluarga yang akan memunculkan suatu ketidakstabilan yang berujung pada
perceraian. Perceraian didefinisikan sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan
perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup berpisah dan secara
resmi diakuhi oleh hokum yang berlaku. Perceraian juga digambarkan dengan
berpisahnya pasangan karena ditinggal hidup atau mati, baik secara fisik maupun
batin. Perceraian hidup umumnya terjadi karena ketidakcocokan pasangan disertai
dengan konflik yang berkepanjangan dan memiliki dampak yang lebih besar dari
pada perceraian mati (salah satu atau kedua pasangan meninggal). Secara
keseluruhan, dampak dari fenomena perceraiaan tidak hanya dapat dirasakan oleh
pasangan sebagai pelaku perceraian, tetapi juga dirasakan oleh anak yang sering
kali disebut korban perceraian. Dampak yang terjadi ketika keluarga yang
mengalami perceraian diantaranya adalah perilaku remaja. Pada anak-anak dari
keluarga yang mengalami perceraian menunjukkan penyesuaian yang lebih buruk
dibandingkan dengan keluarga utuh. Selain itu, permasalahan yang ditimbulkan
akibat perceraian adalah kecenderungan anak-anak untuk memiliki masalah
akademis (Santrock 2007) Setelah bercerai pengasuhan biasanya dilakukan oleh
ibu. yang berdampak besar terhadap perkembangan anak.
Perceraian membuat anak kehilangan hak untuk mendapatkan pengasuhan
dari kedua orang tua mereka. Hak asuh anak umumnya diberikan kepada ibu dan
ini secara langsung membuat berkurangnya interaksi antara ayah dan anak
(Retnowati 2007). Rohner (1986) membagi gaya pengasuhan menjadi dua yaitu
pengasuhan penerimaan dan penolakan. Pengasuhan penerimaan cenderung
menunjukkan kasih sayang kepada anak, kehangatan, serta interaksi yang baik
antara ibu dan anak. Sedangkan gaya pengasuhan penolakan cenderung menolak
keberadaan anak sehingga tidak ada kasih sayang dan interaksi diantara anak dan
ibu. Penelitian yang dilakukan Cournoyer et al. (2005) menemukan bahwa gaya
pengasuhan (agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) yang diberikan ibu
berhubungan dengan penilaian terhadap dirinya yang cenderung negatif dan
merasa tidak mampu.
Anak yang sering kali disebut sebagai korban perceraian tentu akan
merasakan dampak yang ditimbulkan oleh fenomena tersebut. (Hastuti 2014)
Penelitian di Amerika 40 persen anak dari keluarga bercerai diketahui 20-25
persen dari keseluruhan anak tersebut memiliki permasalahan adaptasi ataupun
berbagai penyimpangan dalam kehidupannya sebagai remaja. Kekerasan antar
sebaya atau perilaku bullying merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara
intensif dan berulang-ulang untuk menyakiti orang lain (secara fisik, verbal,
maupun sosial) yang dianggap lebih lemah (Lesperance 2003).
Menurut Olweus (2003), terdapat empat faktor yang dapat mendorong
terjadinya perilaku bullying, yaitu kurangnya kehangatan yang diberikan orang tua
terutama ibu, sikap permisif, dan tingkah laku kasar yang dilakukan anak,
penggunaan hukuman fisik, dan ledakan emosional ketika mendisiplinkan anak,
serta pola pengasuhan yang tidak sesuai dengan temperamen alamiah anak.

8
Rice dan Dolgin (2008) menyebutkan bahwa anak yang berasal dari
keluarga bercerai umumnya akan memiliki resiko yang besar terhadap psikologis,
kesehatan maupun akademis. Dampak psikologis dapat dirinci menjadi dampak
kognisi, emosi, dan tindakan psikomotor. Dampak kognisi berupa tanggapan
buruk mengenai perceraian adalah kesalahan orang tua, lebih dewasa, serta
kondisi spiritual menurun. Dampak emosi dapat berupa kekecewaan, mudah
marah atau sensitif, malu dan terganggu dengan hal-hal yang berbau konflik.
Dampak psikomotor seperti semangat menurun, melamun, berkhayal, dan terlibat
dalam perkelahian.
Perceraian juga memberikan pengaruh terhadap sosial anak dimana anak
menjadi pribadi yang tidak peduli, tidak mau bersosialisasi dengan teman,
menyalahkan kedua orang tua, susah bergaul, agresif dan tidak percaya diri. Stahl
dan Philip M (2004) mengatakan bahwa perceraian berdampak pada kegagalan
akademis, ketidakberaturan waktu makan dan tidur, depresi, bunuh diri,
kenakalan, penyalahgunaan narkoba, dewasa sebelum waktunya, kekhawatiran
hilangnya keluarga, cederung tidak bertanggung jawab, merasa bersalah dan
pemarah. Machasin (2006). Anak dari keluarga bercerai biasanya merasakan
dampak psikologis, ekonomis yang kurang menguntungkan dari orang tuanya.
Anak terkadang tidak bisa menerima kenyataan bahwa orang tua mereka telah
bercerai sehingga sering kali perilakunya tidak menunjukkan rasa tanggung jawab
dan cenderung menyalahkan orang lain termasuk orang tuanya sendiri. Hubungan
sosial anak juga terganggu karena rasa harga diri yang cenderung rendah diri dan
bergantung pada orang lain. Makna dan nilai hidupnya cenderung terbawa oleh
situasi, perasaan dan suasana hati yang bersifat sesaat. Dampak perceraian
tersebut pada umumnya dirasa lebih berat bagi anak umurremaja karena rasa
malu, benci, marah, sedih, takut dan sayang terhadap orang tuanybercampur
menjadi satu sehingga sering diekspresikan dalam perilaku berlebihan.
KERANGKA PEMIKIRAN
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran
besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Hal ini merupakan dasar dari pemikiran
teori struktural fungsional bahwa keluarga memiliki peran dan fungsi mendidik
dan mempersiapkan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan luar.
Teori struktural fungsional berkaitan dengan teori sistem yang menjelaskan bahwa
keluarga berada pada lingkungan yang saling bergantung antara satu dengan yang
lain dan menjelaskan bahwa setiap anggota keluarga saling berpengaruh satu
dengan yang lain. Keluarga dapat menghasilkan outcome yang baik jika keluarga
memiliki struktur yang kokoh dan menjelaskan fungsinya.
Peran dan fungsi keluarga akan terganggu dan tidak optimal ketika
mengalami konflik dalam keluarga. Perceraian merupakan hal yang tidak
diharapkan terjadi dalam keluarga. Perceraian pada keluarga akan berdampak
buruk baik bagi kesehatan fisik maupun psikologis anggota keluarga. Dampak
yang terjadi ketika keluarga yang mengalami perceraian di antaranya adalah
perilaku remaja. Pembentukan perilaku anak yang baik dan berkualitas merupakan
harapan semua keluarga. Sumberdaya manusia berkualitas ditandai dengan
tumbuh kembang yang optimal melalui pengasuhan orang tua terutama ibu

9
Pengasuhan yang dilakukan ibu berdampak besar pada perkembangan
anak. Rohner (1986) membagi gaya pengasuhan menjadi dua yaitu pengasuhan
penerimaan dan penolakan. Pengasuhan penerimaan cenderung menunjukkan
kasih sayang kepada anak, kehangatan, serta interaksi yang baik antara ibu dan
anak. Gaya pengasuhan penolakan cenderung menolak keberadaan anak sehingga
tidak ada kasih sayang dan interaksi diantara anak dan ibu. Anak yang diasuh
dengan penolakan cenderung mengalami tekanan sehingga menimbulkan masalah
dalam perkembangannya seperti tidak adanya kepercayaan dalam diri anak.
Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering
memberi masukan negatif pada siswa, misalnya berupa hukuman yang tidak
membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati
antar sesama anggota sekolah padahal lingkungan sekolah merupakan rumah
kedua bagi anak. Anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan
penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anakanak yang lainnya. Menurut Papalia (2008), sekolah merupakan pusat pengalaman
dalam kehidupan sebagian besar remaja. Interaksi yang terjadi di sekolah dan di
sekitar rumah dengan teman sebaya, kadang kala anak akan terdorong untuk
melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lain
dalam rangka untuk membuktikan bahwa bisa masuk dalam kelompok tertentu,
meskipun dirasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. Pengasuhan yang baik
diharapkan dapat menekan perilaku bullying. Bullying merupakan pengalaman
yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah dan biasanya
tidak terlalu dianggap serius oleh orang tua dan guru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan penerimaan dan
penolakan adalah karakteristik keluarga (berfokus pada ibu) yang bercerai terdiri
dari umur ibu, pendidikan ibu, pendapatan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan
keluarga, besar keluarga, riwayat nikah, lama bercerai dan umur nikah. Sedangkan
karakteristik anak terdiri dari jenis kelamin dan umur anak. Pada keluarga yang
mengalami perceraian diduga akan akan memiliki perbedaan dengan keluarga
utuh dalam melakukan pengasuhan yang dilakukan oleh ibu adalah kondisi mental
ibu. Gaya pengasuhan akan mempengaruhi perilaku bullying remaja, sebagai
pelaku atau menjadi korban bullying.

10

Karakteristik
Keluarga
bercerai
- Umur ibu
- Umur menikah
- Pendidikan Ibu
- Pekerjaan Ibu
- Pendapatan Ibu
- Jumlah anak
- Lama
perceraian
- Besar keluarga

Media elekronik

Keterikatan
Peer Group

100
80

Gaya
Pengasuhan
penerimaanpenolakan
- Afeksi
- Agresi
- Pengabaian
- Perasaan
tidak
sayang

Karakteristik
Remaja:
- Usia
- Jenis Kelamin

60

East
West

40

North
20
0

Perilaku
bullying
Remaja

1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr

- Pelaku
- Korban

Keterangan :
Variabel yang diteliti
Hubungan variabel yang diteilti
Variabel yang tidak diteliti
Hubungan variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran

11
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian BOPTN Tahun 2013 yang
dilakukan oleh Tim Peneliti Fakultas Ekologi Manusia dan diketuai oleh
Dr.Ir.Hadi Riyadi, MS. anggota peneliti Dr.Ir.Dwi Hastuti, M.Sc dan Alfiasari,
SP.M.Si. dengan judul penelitian “ Kesejahteraan Keluarga Ketahanan Pangan
dan Gizi, Praktek Pengasuhan dan Tumbuh Kembang Anak pada Keluarga dengan
Perempuan sebagai Kepala Keluarga ” Desain penelitian adalah cross sectional
study, yang dilakukan di Kecamatan Bogor Barat dan kecamatan Tanah Sareal.
Waktu pengambilan data primer dimulai bulan Juli hingga September 2013.
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja beserta ibu dari keluarga
bercerai (cerai hidup-cerai mati). Metode pengambilan contoh menggunakan non
probability sampling dengan teknik purposive sampling, dengan pertimbangan
bahwa Kota Bogor merupakan Kota tertinggi angka perceraiaan di Propinsi Jawa
Barat. Pengambilan contoh dilakukan dienam sekolah di Kecamatan Bogor Barat
dan tiga sekolah di Kecamatan Tanah Sareal dari lima belas sekolah yang bersedia
untuk dijadikan sampel penelitian, melalui penyebaran angket yang berisi data diri
anak dan orang tua (cerai hidup dan cerai mati). Hasil pengumpulan data
diperoleh 141 orang dari keluarga cerai hidup dan 149 orang dari keluarga cerai
mati, yang memenuhi kreteria terdapat 50 orang dari keluarga cerai hidup dan 50
dari keluarga cerai mati, yang bersedia untuk dijadikan responden penelitian.
Data Perceraian

Kecamatan
Tanah Sareal

purposive

6 sekolah

3 sekolah

purposive

141

149

Kecamatan
Bogor Barat

Ga 50 orang

50 orang
Gambar 3 Kerangka Pengumpulan Data

convinience

12
jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan
melalui wawancara dan laporan diri dengan alat bantu kusioner. Data primer
meliputi data karakteristk keluarga dan remaja, gaya pengasuhan ibu dan perilaku
bullying remaja. Data sekunder merupakan jumlah perceraian yang diperoleh dari
kantor Pengadilan Agama Kota Bogor.
Tabel 1 Jenis cara pengumpulan data dan pengukuran variabel
Variabel
Jumlah Perceraian
Kota Bogor

Jenis Data
Sekunder

Responden
Ketua PA

Jumlah Siswa
Latar belakang status
perceraian orang tua

Sekunder

Karakteristik Remaja
Usia
Jenis Kelamin
Karakteristik Keluarga
Umur ibu
PendidikanIbu
Pekerjaan Ibu
PendapatanIbu
Jumlah anak
Lama perceraian
Umur menikah
Besar keluarga
Gaya Pengasuhan ibu
Afeksi
Agresi
Pengabaian
Perasaan tidak
sayang
Bullying remaja
Pelaku bullying
Korban bullying

Primer

Kepala
Sekolah
Guru BP
Wali Kelas
Remaja

Primer

Primer

Primer

Alat bantu
Dokumentasi
Pengadilan
Agama
Dokumentasi
Sekolah

Instrumen
-

Skala

-

Rasio

Kusioner dan
wawancara

-

rasio
nominal

Ibu

Kusioner dan
Wawancara

-

rasio
ordinal
nominal
rasio
rasio
rasio
rasio

Remaja

Kuesioner
dan
wawancara

Merujuk
pada PARQ
Rohner 1986

Kusioner dan
wawancara

Merujuk
pada
Bullying
stranas
Hastuti 2010
dan Karina
2011

Remaja

ordinal
ordinal
ordinal
ordinal

ordinal
ordinal

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program
Microsoft Excel dan SPSS for windows. Pengolahan data meliputi coding, editing,
entry, scoring, cleaning, dan analisis data. Sebelum melakukan analisis untuk
memastikan kualitas data pada kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas
data seperti yang tersaji pada Tabel 2.

13
Tabel 2 Variabel, jumlah pertanyaan valid, nilai cronbach's alpha, dan nilai
validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian
Variabel

Jumlah pertanyaan
valid

Cronbach’s alpha

Validitas

20
15
15
10
23
21

0.900
0.742
0.731
0.575
0.714
0.790

0.600
0.400
0.115
0.450
0.766
0.876

Gaya pengasuhan penerimaanpenolakan dan perilaku bullying
Afeksi
Agresi
Pengabaian
Perasaan tidak sayang
Pelaku bullying
Korban bullying

Variabel gaya pengasuhan penerimaan-penolakan diukur meliputi empat
dimensi, yaitu: afeksi, agresi, pengabaian dan perasaan tidak sayang. Variabel
bullying meliputi dua dimensi yaitu : pelaku bullying dan korban bullying.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding,
scoring, entry, cleaning, analisis, dan interprestasi data. Setiap pertanyaan diberi
skor 1 untuk “Tidak pernah” 2 untuk ”Jarang” 3 untuk jawaban “Sering” dan 4
untuk jawaban “Selalu”. Penentuan kategori pengasuhan penerimaan penolakan
dilihat melalui kecenderungan skor tertinggi yang diperoleh dari masing-masing
dimensi pengasuhan. Instrumen prilaku bullying dikelompokkan menjadi dua
yaitu pelaku bullying dan korban bullying, yang terdiri dari 44 item pertanyaan
masing –masing terdiri dari (23 item pelaku bullying ) dan (21 item korban
bullying ) Setiap pertanyaan diberi skor 1 untuk “Tidak pernah” 2 untuk jawaban
“Jarang” 3 untuk jawaban “Sering” dan 4 untuk jawaban “Selalu”. Semua data
diolah menggunakan Microsoft Excel for windows dan analisis data dilakukan
dengan menggunakan program SPSS.
Pertanyaan dari setiap dimensi variabel dijumlahkan dan dikonversi dalam
bentuk indeks untuk memperoleh nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Hal
ini bertujuan untuk menyamaratakan satuan agar perbandingan pengkategorian
data setiap variabel seragam (Puspitawati dan Herawati 2013). Indeks dihitung
dengan rumus:
Indeks = Nilai Aktual – Nilai Minimum x 100
Nilai Maksimum – Nilai Minimum
Keterangan:
Indeks
Nilai aktual
Nilai maksimal
Nilai minimal

= skala nilai 0-100
= nilai yang diperolehresponden
= nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden
= nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden

Kemudian skor indeks yang dicapai tersebut dimasukkan ke dalam kategori
kelas. Skor dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Untuk menentukan cut off variabel tersebut dibutuhkan interval kelas. Rumus
interval kelas adalah sebagai berikut (Puspitawati dan Herawati 2013):

14
Interval Kelas = Skor Maksimum – Skor Minimum
Jumlah Kelas
Interval kelas untuk variabel strategi koping ekonomi dan modal sosial sesuai
rumus interval kelas adalah:
Interval Kelas = (100 – 0) = 50.00
2
Cut off yang diperoleh untuk pengkategorian adalah sebagai berikut:
1. Rendah
2. Tinggi

: 0.00 – 50.00
: 50.01 – 100.00

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
inferensia. Analisis deskriptif meliputi rata-rata, standar deviasi, nilai minimum
dan maksimum, tabulasi silang, dan persentase, digunakan untuk mengidentifikasi
karakteristik keluarga, karakteristik remaja, gaya pengasuhan penerimaan
penolakan dan perilaku bullying remaja. Analisis inferensia yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik. Uji regresi logistik digunakan
untuk melihat peluang adanya pengaruh karakteristik keluarga, gaya pengasuhan
dan perilaku bullying remaja pada keluarga bercerai.
Tabel 3 Variabel, skala, dan kategori data
Variabel

Skala

Kategori Data

Karakteristik Keluarga
Umur ibu ([Papalia et al, 2001)

Rasio

[1] Dewasa awal (18-40 tahun)
[2] Dewasa madya (41-60 tahun)
[3] Dewasa akhir (> 60 tahun)
[1]Remaja awal (12-15 tahun
[2]Remaja pertengahan (15-18 tahun)
[3]Dewasa awal (21-40 tahun)
[0] Tidak tamat SD/tidak sekolah (< 6 tahun)
[1] Tamat SD (6-9 tahun)
[2] Tamat SMP (9-11 tahun)
[3] SMA (12 tahun)
[4] Perguruan tinggi (>12 tahun)
[0] Tidak bekerja
[1] PNS
[2] Buruh
[3] Nelayan
[4] Petani
[5] Wiraswasta
[6] Karyawan swasta
[7] Lainnya

Umur menikah
(Papalia et al.2001)

Rasio

Lama pendidikan ibu (tahun)

Rasio

Pekerjaan ibu

Pendapatan ibu
Pendapatan per kapita
keluarga
(BPS 2011 Kota Bogor)

Nominal

Rasio

[0] Miskin: < Rp235682
[1] Tidak miskin: > Rp235682

15
Tabel 3 Lanjutan
Lama perceraian (tahun)

Rasio

[1] 65 tahun )
Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh
ibu.yang terdiri dari tidak tamat SD,SMP,SMA,Diploma, dan S1/S2
Pendapatan keluarga adalah penghasilan per bulan yang diperoleh keluarga yang
mengalami perceraian termasuk nafkah dari mantan suami ( cerai hidup )
yang dinilai dengan rupiah.
Status Pekerjaan Ibu adalah status pekerjaan ibu yang mengalami perceraian yang
dikategorikan ke dalam kategori bekerja dan tidak bekerja
Lama perceraian adalah rentang waktu ibu yang megalami perceraian terhitung
dari keputusan perceraian hingga sekarang (dalam bulan atau tahun).
Riwayat nikah adalah latar belakang pernikahan ( dihitung perceraian dengan
urutan pernikahan ke-) yang pernah dilakukan ibu pada keluarga yang
mengalami perceraian.

16
Umur menikah adalah umur ibu (tahun) saat pertama kali melakukan pernikahan.
Jumlah anak adalah jumlah anak yang dimiliki oleh ibu dari keluarga bercerai.
Karakteristik anak adalah cir