Analisis Stabilitas Hasil Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.)

ANALISIS STABILITAS HASIL CABAI HIBRIDA
(Capsicum annuum L.)

DARMAWAN ASTA KUSUMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Stabilitas
Hasil Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.) adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di`bagian akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2010

Darmawan Asta Kusumah

NIM A151060021

ABSTRACT

DARMAWAN ASTA KUSUMAH. The Yield Stability Analysis of Hybrid
Pepper (Capsicum annuum L.). Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI,
MUHAMAD SYUKUR.
Multi location trials play important roles in plant breeding and agronomic
research. Data from multi location trials will help farmers to estimate or predict
yield potential of their varieties, provide reliable guidance for selecting the best
genotypes and to determine yield stability. A number of statistical procedures
have been developed over the years to analyze genotype x environment interaction
and especially yield stability over environment. Joint regression analysis as the
first statistical procedures to stability analysis was proposed by Yates and
Cochran. The objective of this study is to identify the stability of seven hybrid
peper genotypes as the breeding result of Genetic and Plant Breeding IPB, using
yield stability analysis and Additive Main Effect Multiplicative Interaction
(AMMI) method. The genotypes used were IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3, IPB
CH5, IPB CH25, IPB CH28, IPB CH50 and five commercial varieties i.e. Adipati,
Biola, Gada, Hot Beauty and Imperial. The genotypes were planted in six different

locations which included Ciherang, Leuwikopo, Tajur, Subang, Rembang and
Boyolali. The design in each location was Randomized Complete Block Design
(RCBD) with three replications as blocks. Based on yield stability analysis, IPB
CH28 is the most stable genotypes and adaptive to the environment at 400 m
above sea level. IPB CH3 has the highest fruit weight per plant (555.51 g); earlier
days to flowering and days to harvesting; and bigger weight and diameter fruit
compare to other genotypes. IPB CH3 also results in the highest yield and has a
dynamic stability according to Eberhart and Russell’s analysis. IPB CH3 will give
higher yield potential if planted in optimal environment. Based on AMMI bi-plot
analysis, IPB CH3 is more suitable for Subang location. Perkins and Jinks’
stability analysis method is correlated to Finlay and Wilkinsons’ method, Francis
and Kannenberg’s method, and Tai’s alpha parameter (α). Shukla’s method is
correlated to Wricke’s method, while Eberhart and Russell’s parameter S2di is
correlated to Tai’s lamdha parameter (λ), Skhula’s method and Wricke’s method.
It is possible to choose one method among others, since the correlated methods
measure the same aspects. The Eberhart and Russell’s method is the most suitable
method to analyze the stability of hybrid pepper.
Key words: Genotype x environment interaction, stability, pepper, hybrid, multilocations

RINGKASAN


DARMAWAN ASTA KUSUMAH. Analisis Stabilitas Hasil Cabai Hibrida
(Capsicum annuum L.). Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan
MUHAMAD SYUKUR.

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran buah
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, rata-rata produktivitas cabai secara nasional
pada tahun 2008 yaitu 6.37 ton per hektar. Produktivitas ini masih jauh dari
potensi hasil cabai yang bisa mencapai 20 – 30 ton per hektar. Rendahnya
produktivitas ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan varietas yang tidak
tepat dalam hal kesesuaian lahan. Analisis stabilitas dapat memberikan gambaran
pola respon suatu genotipe terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat
digunakan petani dalam memilih varietas yang sesuai bagi lingkungan sehingga
dapat memberikan produksi yang optimal.
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai
dengan kebutuhan manusia dengan memanfaatkan potensi genetik dan interaksi
genotipe dengan lingkungan. Pemulia dapat mengunakan interaksi genotipe
dengan lingkungan untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik
lingkungan atau varietas yang beradaptasi luas. Jika interaksi genotipe x
lingkungan tinggi, maka diperlukan pengembangan suatu varietas yang spesifik

lokasi, dan sebaliknya bila interaksi genotipe x lingkungannya kecil, maka dapat
dikembangkan varietas beradaptasi luas. Interaksi genotipe x lingkungan adalah
variasi yang disebabkan oleh pengaruh bersama dari genetik dan lingkungan.
Interaksi genotipe x lingkungan merupakan hal yang menarik ketika pemulia
tanaman mengevaluasi stabilitas hasil pada berbagai lingkungan. Kemampuan
tanaman bertahan pada berbagai kondisi lingkungan merupakan pertimbangan
penting dalam pemuliaan tanaman, dan perhatian utama dari seorang pemulian
adalah menghasilkan varietas tanaman yang berdaya hasil tinggi dan stabil
mengingat waktu dan biaya yang dikeluarkan.
Analisis stabilitas parametrik pertama kali diajukan oleh Yates dan
Cochran, yang menyatakan bahwa derajat hubungan antara perbedaan varietas dan
nilai tengah semua varietas dapat dijelaskan dengan menghitung regresi dari hasil
satu varietas dengan nilai tengah hasil dari semua varietas. Yates dan Cochran
menunjukkan regresi tersebut pada percobaan barley, tetapi ide mereka tidak
teramati sampai Finlay dan Wilkinson menemukan ulang metode yang sama dan
digunakan pada analisis adaptasi pada percobaan 277 varietas barley di tujuh
lingkungan. Metode Finlay – Wilkinson mengukur stabilitas dan adaptasi tanaman
berdasarkan regresi linear untuk setiap lokasi dan musim. Perhitungan regresi ini
dijadikan sebagai dasar untuk menentukan tingkat derajat kelinearan yang timbul.
Finlay dan Wilkinson menggunakan koefisien regresi sebagai ukuran stabilitas.

Koefisien regresi (bi) = 1.0 menyatakan rata-rata stabilitas. Penambahan nilai
koefisien terhadap 1.0 berarti meningkatkan kepekaan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Penurunan koefisien berarti peningkatan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Suatu genotipe dikatakan sangat stabil apabila nilai
koefisien regresinya (bi) = 0.0. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan

hibrida harapan cabai yang memiliki daya adaptasi yang baik dan potensi hasil
yang stabil, mempelajari korelasi antar metode stabilitas dan mempelajari metode
analisis stabilitas yang efektif.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak dengan tiga ulangan pada 6 unit lokasi percobaan yaitu:
Ciherang, Leuwikopo, Tajur, Boyolali, Rembang dan Subang. Genotipe yang
diujikan adalah 12 genotipe cabai hibrida yaitu 7 hibrida harapan cabai dan 5
varietas hibrida pembanding. Setiap satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman,
dan sebelum melakukan uji gabungan dilakukan uji kehomogenan ragam untuk
melakukan pendugaan komponen ragam. Untuk mengetahui pengaruh lokasi
percobaan, maka dilakukan analisis. Analisis kehomogenan ragam dilakukan
berdasarkan uji Barlett. Untuk mengetahui bahwa genotipe dan interaksi genotipe
x lingkungan berbeda nyata, maka dilakukan uji F. Delapan metode stabilitas
parametrik digunakan pada penelitian ini, yaitu metode Perkin-Jink, FinlayWilkinson, Eberhart-Russel, Shukla, Wricke, Francis-Kannenberg, Tai, dan Lin

dan Binns serta stabilitas AMMI. Pengolahan data dan pengujian mengunakan
program SAS 9.0.
Berdasarkan frekuensi kestabilan, cabai hibrida IPB CH28 memiliki
frekuensi kestabilan sebanyak 10 kali sehingga dikategorikan sebagai hibrida yang
paling stabil dan memiliki daya adaptasi yang lebih luas pada berbagai lingkungan
di bawah 400 m di bawah permukaan laut. IPB CH28 mempunyai bobot per
tanaman 418.07 g. IPB CH3 merupakan hibrida dengan produktivitas tertinggi
yaitu 555.51 g/tan. IPB CH3 mempunyai umur panen dan umur berbunga lebih
genjah daripada genotipe lainnya. IPB CH3 juga mempunyai bobot buah dan
diameter buah yang lebih besar daripada genotipe lainnya.Berdasarkan analisis
stabilitas Eberhart dan Russell, IPB CH3 merupakan hibrida yang memiliki
kestabilitasan dinamis. IPB CH3 akan memberikan potensi produksi yang lebih
tinggi apabila ditanam pada lingkungan yang optimal. Berdasarkan analisis biplot
AMMI, IPB CH3 lebih sesuai untuk lingkungan Subang. Terdapat korelasi antara
metode analisis stabilitas Perkins dan Jinks dengan stabilitas Finlay dan
Wilkinsons, Francis dan Kannenberg serta parameter alpha (α) Tai. Metode
Shukla berkorelasi dengan Wricke. Parameter S2di Eberhart dan Russell berkorelasi
dengan parameter lamdha (λ) stabilitas Tai, Shukla dan Wricke. Metode-metode
yang berkorelasi tersebut dapat dipilih salah satunya karena dalam menganalisis
stabilitas mengukur aspek yang sama. Metode stabilitas Eberhart dan Russell’s

merupakan metode stabilitas yang paling sesuai untuk menganalisis stabilitas
cabai hibrida.

Kata kunci : Interaksi genotipe x lingkungan, stabilitas, cabai, hibrida, multi lokasi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut
tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Tesis : Analisis Stabilitas Hasil Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.)
Nama
: Darmawan Asta Kusumah
NIM
: A151060021


Disetujui
Komisi pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S.
Ketua

Dr. Muhamad Syukur, SP. M.Si.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Tanggal Ujian : 23 Nopember 2009

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus :

Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Yudiwanti W.E. Kusumo, M.S.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Stabilitas
Hasil Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan pendidikan S2 dan memperoleh
gelas Magister Sains dari Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati,
M.S. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Muhamad Syukur, SP.
M.Si. Selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa memberikan
bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis selama melakukan kegiatan
penelitian dan penyusunan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Ibu Dr. Ir. Yudiwanti W.E. Kusumo, M.S. dan Ibu Dr. Ir.
Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Selaku dosen penguji luar komisi dan perwakilan
program studi atas masukan, kritik dan saran untuk kesempurnaan penyusunan

tesis ini.
Terima kasih yang setulus-tulusnya penulis haturkan kepada orang tua
tercinta Bapak Iking Soekara dan Emih Ratna Laelani yang telah membesarkan
penulis dengan cinta yang tulus. Penulis menyampaikan rasa sayang dan terima
kasih kepada istri tercinta Ismantiri Heningtyas serta anak-anakku Padmarani
Syandina dan Ramadhan Adiputra yang selalu memberikan semangat untuk
menyelesaikan penyusunan tesis. Kepada rekan-rekan mahasiswa satu proyek
penelitian 2007-2008, Teddy, Madhumita, Habib, Shinta, Wahyu dan Dimas yang
selalu memberikan dukungan selama melakukan penelitian.
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk
perbaikan dan penyempurnaan tesis ini agar dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Pebruari 2010
Darmawan Asta Kusumah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 7 Nopember 1974 sebagai
anak ke enam dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Iking Soekara dan Ibu Ratna
Laelani. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian IPB, lulus pada Tahun 1998. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai
mahasiswa pasca sarjana pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian IPB

dengan pembiayaan sendiri.
Penulis berkarir dibidang perbenihan sejak tahun 1998, pada PT. Pioneer
Hibrida Indonesia (Dupont) sebagai District Agronomist untuk wilayah Jawa
Barat dengan kantor cabang di Bandung. Tahun 2000 penulis mendapatkan
tawaran bekerja di PT. Monsanto Indonesia sebagai Seed Agronomist untuk
wilayah regional Indonesia Timur dengan kantor cabang di Surabaya. Tahun 2002
penulis pindah ke wilayah regional Sumatera dengan kantor cabang di Padang.
Pada tahun 2003, penulis berkarir di PT. Syngenta Seeds Indonesia sebagai
Regional Sales Manager untuk wilayah Jawa Barat dengan tugas utama
pengembangan benih hortikultura untuk wilayah Jawa Barat dan Lampung. Sejak
Mei 2009 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai Product Development
Manager dengan tugas utama pengembangan produk benih pangan dan
hortikultura di Indonesia pada PT. Advanta Seeds Indonesia.

ANALISIS STABILITAS HASIL CABAI HIBRIDA
(Capsicum annuum L.)

DARMAWAN ASTA KUSUMAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xvii

PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan .................................................................................................
Hipotesis ..............................................................................................
Kerangka Pemikiran .............................................................................

1
1
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
Klasifikasi, Botani, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ......................
Interaksi Genotipe x Lingkungan dan Stabilitas ...................................
Analisis Stabilitas Parametrik ...............................................................
Analisis Peubah Ganda ........................................................................

6
6
8
12
17

BAHAN DAN METODE .............................................................................
Waktu dan Tempat ...............................................................................
Bahan dan Alat .....................................................................................
Metode Percobaan ................................................................................
Pelaksanaan..........................................................................................
Pengamatan ..........................................................................................
Analisis Stabilitas .................................................................................

19
19
19
19
20
21
22

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Kondisi Umum ....................................................................................
Keragaan Cabai Hibrida ......................................................................
Analisis Stabilitas ................................................................................

24
24
27
39

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
Kesimpulan .........................................................................................
Saran ...................................................................................................

51
51
51

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

52

LAMPIRAN .................................................................................................

57

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Pembagian grup stabilitas ....................................................................

12

2

Analisis ragam gabungan di beberapa lokasi pengujian menggunakan
model tetap...........................................................................................

22

3

Formula statistik stabilitas ...................................................................

23

4

Rekapitulasi Fhitung, lokasi, genotipe, interaksi GXE dan koefisien
keragaman ............................................................................................

27

5

Umur berbunga 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ...............

28

6

Umur panen 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ....................

29

7

Bobot buah 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan .....................

30

8

Diameter buah 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan.................

31

9

Tebal kulit buah 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ..............

31

10

Panjang buah 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ..................

32

11

Tinggi tanaman 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ...............

33

12

Tinggi dikotomus 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ............

34

13

Lebar kanopi 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ...................

35

14

Lebar daun 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan ......................

36

15

Bobot buah per tanaman 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan..

37

16

Analisis ragam bobot per tanaman 12 genotipe cabai hibrida pada 6
lingkungan ...........................................................................................

39

17

Analisis stabilitas12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan .............

41

18

Korelasi Spreaman antara 10 parameter stabilitas dan bobot per
tanaman 12 genotipe cabai hibrida........................................................

46

Ranking analisis stabilitas 12 genotipe cabai hibrida pada 6
lingkungan ...........................................................................................

47

Kategori stabilitas 12 genotipe cabai hibrida pada 6 lingkungan
berdasarkan delapan metode analisis ....................................................

49

19
20

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alur penelitian .......................................................................

5

2

Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat ketika
koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai tengah (hasil rata-rata)
genotipe ...............................................................................................

13

2

3

Interpretasi parameter bi dan S

dari pendekatan regresi .....................

15

4

Gejala serangan hama tanaman.............................................................

25

5

Gejala serangan penyakit tanaman ........................................................

26

6

Gejala serangan hama dan penyakit sekunder .......................................

26

7

Bobot buah rata-rata per tanaman 12 genotipe cabai hibrida pada
setiap Lingkungan ................................................................................

38

Pola rangking bobot buah per tanaman12 genotipe cabai hibrida pada
6 lingkungan ........................................................................................

40

9

Ilustrasi stabilitas Perkin dan Jinks .......................................................

41

10

Ilustrasi stabilitas Finlay dan Wilkinsons ..............................................

42

11

Ilustrasi stabilitas Eberhart dan Russell.................................................

43

12

Ilustrasi stabilitas Francis dan Kannenberg ...........................................

44

13

Ilustrasi stabilitas Tai ...........................................................................

45

14

Ilustrasi stabilitas Shukla, Wricke, Lin dan Binns ................................

46

15

Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 pada karakter bobot per
tanaman 12 genotipe cabai hibrida yang diuji .......................................

50

8

di

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5

Listing SAS analisis stabilitas 12 genotipe cabai hibrida pada 6
lingkungan ...........................................................................................

58

Rata-rata bobot per tanaman pada 12 genotipe cabai hibrida pada 6
lingkungan ..........................................................................................

74

Rekapitulasi data karakter kuantitatif 12 genotipe cabai hibrida pada
6 lingkungan ........................................................................................

75

Analisis ragam gabungan karakter 12 genotipe cabai hibrida yang
diuji pada enam lingkungan ..................................................................

76

Data analisis tanah pada enam lingkungan percobaan ...........................

79

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran buah
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tanaman cabai banyak dibudidayakan oleh
petani Indonesia karena dapat ditanam di dataran rendah maupun tinggi.
Berdasarkan data luasan dari Dirjen Bina Produksi Hortikultura 2008, tanaman
cabai memiliki luasan 19.12% dari luasan sayuran di Indonesia. Cabai banyak
digunakan untuk bumbu masak sehari-hari, industri makanan dan bahan baku
obat-obatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2009 rata-rata produktivitas
cabai secara nasional pada tahun 2008 yaitu 6.37 ton per hektar, meningkat dari
6.22 ton per hektar (tahun 2007). Menurut Pitojo (2003) produktivitas rata-rata
ini masih jauh dari potensi hasil cabai yang bisa mencapai 20 – 30 ton per hektar.
Rendahnya produktivitas ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan varietas
yang tidak tepat dalam hal kesesuaian lahan.
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai
dengan kebutuhan manusia dengan memanfaatkan potensi genetik dan interaksi
genotipe dengan lingkungan.

Pemulia dapat mengunakan interaksi genotipe

dengan lingkungan untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik
lingkungan atau varietas yang beradaptasi luas.

Jika interaksi genotipe x

lingkungan tinggi, maka diperlukan pengembangan suatu varietas yang spesifik
lokasi, dan sebaliknya bila interaksi genotipe x lingkungannya kecil, maka dapat
dikembangkan varietas beradaptasi luas. Interaksi genotipe x lingkungan adalah
variasi yang disebabkan oleh pengaruh bersama dari genetik dan lingkungan.
Interaksi genotipe x lingkungan merupakan hal yang menarik ketika pemulia
tanaman mengevaluasi stabilitas hasil pada berbagai lingkungan. Kemampuan
tanaman bertahan pada berbagai kondisi lingkungan merupakan pertimbangan
penting dalam pemuliaan tanaman, dan perhatian utama dari seorang pemulian
adalah menghasilkan varietas tanaman yang berdaya hasil tinggi dan stabil
mengingat waktu dan biaya yang dikeluarkan. Akcura et al. (2006) menyatakan
bahwa varietas baru akan berkembang dengan baik apabila selain memiliki daya
hasil yang tinggi juga harus memiliki penampilan yang stabil dan beradaptasi

2

secara luas pada berbagai lingkungan. Prosedur statistik analisis stabilitas telah
banyak dikembangkan oleh para ahli untuk membantu pemulia menganalisis
interaksi genotipe x lingkungan, stabilitas genotipe, dan keterkaitan antara
stabilitas genotipe dengan interaksi genotipe. Analisis stabilitas pertama kali
dibahas oleh Yates dan Cochran (1938) dengan menggunakan regresi untuk nilai
fenotipe atau interaksi dengan lingkungan. Analisis ini dimodifikasi dan
digunakan oleh Finlay dan Wilkinson (1963) serta Eberhart dan Russell (1966).
Crossa (1990) dan Flores et al. (1998) menyatakan bahwa kestabilan
genotipe tergambar oleh tiga parameter, yaitu : nilai daya hasil rata-rata, derajat
kemiringan garis regresi (bi) dan jumlah kuadrat (SS) dari regresi deviasi (S 2di).
Lin et al. (1986) menyampaikan dua parameter stabilitas yang diajukan oleh
Eberhart dan Russell (1966) hampir sama dengan yang diajukan oleh Tai (1971).
Pada metode ini pengaruh lingkungan (i) dan perbedaan dari respon linear (i)
dapat dibuat menjadi bentuk spesial dari parameter regresi (b i) dan (S2di), dengan
indeks lingkungan diasumsikan acak. Perhitungan stabilitas dengan mengunakan
interaksi genotipe x lingkungan untuk setiap genotipe disarankan oleh Wricke
(1962) yang disebutnya sebagai ecovalance (W2i). Shukla (1972) mengembangkan
estimasi tidak bias dengan menggunakan ragam stabilitas (2i) dari genotipe, dan
menguji nyata tidaknya dari ragam stabilitas, untuk menentukan stabilitas suatu
genotipe. Francis dan Kannenberg (1978) menggunakan ragam lingkungan (S2i)
dan koefisien ragam (CVi), dan Pinthus (1973), menggunakan koefisien
determinasi (R2i) dari setiap genotipe sebagai parameter stabilitas.
Metode lain yang dapat mengurai lebih lanjut interaksi antara genotipe
dengan lingkungan salah satunya adalah AMMI (Aditif Main effect and
Multiplicative

Interaction).

AMMI

adalah

salah

satu

analisis

dengan

menggabungkan pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikasi
pada analisis komponen utama (Mattjik 2005). Analisis Biplot AMMI dapat
menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan secara lebih sederhana. Biplot
AMMI meringkas pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan, dan antara
genotipe dan lingkungan (Sumertajaya 1998). Dengan demikian analisis AMMI
dapat meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe dengan
lingkungan. Analisis stabilitas dapat memberikan gambaran pola respon suatu

3

genotipe terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat digunakan petani dalam
memilih varietas yang sesuai bagi lingkungan sehingga dapat memberikan
produksi yang optimal.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasikan hibrida harapan
cabai yang memiliki daya adaptasi yang baik dan potensi hasil yang stabil, (2)
mempelajari korelasi antar metode stabilitas, (3) mempelajari metode analisis
stabilitas yang efektif.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1) terdapat hibrida
cabai yang memiliki daya adaptasi dan potensi hasil yang stabil di 6 unit lokasi
dataran rendah, (2) terdapat hibrida cabai yang memiliki potensi hasil yang lebih
tinggi dibandingkan dengan hibrida pembanding, (3) terdapat analisis stabilitas
hasil yang paling efektif untuk penelitian ini.

4

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian pengembangan cabai
hibrida di Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB yang dimulai pada tahun
2006. Penelitian dimulai dengan melakukan karakterisasi daya hasil, seleksi
ketahanan terhadap penyakit antraknosa dan penyakit phytophthora. Pada tahun
2007 dilakukan persilangan, analisis silang dialel, evaluasi pendahuluan dan
evaluasi lanjutan. Dalam analisis silang dialel diperoleh tetua yang mempunyai
daya gabung umum terbaik yaitu IPB C2. Tetua ini digunakan untuk merakit
hibrida harapan. Pada tahun 2007 dilakukan uji multilokasi pada tiga Kabupaten
Bogor yang meliputi Ciherang, Leuwikopo dan Tajur. Uji multilokasi ini
merupakan awal dari rangkaian penelitian analisis stabilitas hasil cabai hibrida
yang kemudian dilanjutkan pada tahun 2008 di tiga Kabupaten yang meliputi
Kabupaten Subang (Jawa Barat), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah) dan
Kabupaten Rembang (Jawa Tengah).
Data yang diperoleh dari 6 lokasi percobaan diuji kehomogenan dengan uji
Barlet’s, kemudian dilakukan pengujian interaksi genotipe x lingkungan. Analisis
stabilitas hasil dilakukan apabila terjadi interaksi antara genotipe x lingkungan.
Analisis stabilitas hasil yang digunakan adalah 10 parameter. Hasil analisis
stabilitas ini digunakan untuk membandingkan antar parameter stabilitas dalam
rangka memilih parameter yang lebih efektif. Genotipe yang memiliki kategori
stabil lebih dari 50% maka dinyatakan terpilih sebagai hibrida yang paling stabil.
Diagram alur penelitian analisis stabilitas hasil 12 genotipe cabai hibrida disajikan
pada Gambar 1.

5

Seleksi dan karakteristik ketahanan
penyakit dan daya hasil

Penelitian
terdahulu
yang
dilakukan
oleh team
peneliti
lain pada
periode
2006/2007

Hibridisasi pembentukan F1

Evaluasi Pendahuluan

Evaluasi Lanjutan

2007/2008
Uji Multilokasi 3
Lokasi Kab. Bogor

Uji multilokasi di
Boyolali

Uji multilokasi di
Subang

Uji multilokasi di
Rembang

Analisis Stabilitas

Pemilihan metode analisis
stabilitas yang efektif

Pemilihan cabai hibrida
stabil dan beradaptasi luas

Gambar 1 Diagram alur penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnolipsida, ordo
Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum annuum L.
(Kusandriani 1996). Tanaman cabai merupakan tanaman tropika yang memiliki
sifat menyerbuk sendiri dengan variasi penyerbukan silang yang tinggi tergantung
genotipe dan lingkungan (Daskalov 1998). Persentase penyerbukan silang pada
tanaman cabai sekitar 6 – 37 %, persentase penyerbukan silang dipengaruhi oleh
posisi dan ukuran stigma. Stigma yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotak
sari akan menyebabkan penyerbukan silang dan sebaliknya, bunga tanaman cabai
bersifat protogeny atau kepala putik telah siap diserbuki sebelum tepung sari
masak (Permadi dan Kusandriani 1996). Tanaman cabai mempunyai jumlah
kromosom somatik diploid dengan kromosom dasar x = 12. Jumlah kromosom
normal cabai adalah 2n=2x=24 (Berke 2000). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi
(1997), tanaman cabai merupakan tanaman herba yang berkayu pada pangkal
batangnya tetapi pada beberapa jenis menjadi semak. Batang utama tegak berkayu dan bercabang banyak dengan berkisar 0.5 – 1.5 m dan memiliki perakaran
yang dangkal diawali dengan akar tunggang (akar primer) kemudian tumbuh akar
rambut ke samping (akar lateral). Panjang akar primer berkisar 35 – 50 cm dan
akar lateral berkisar 35 – 45 cm, perkembangan akar lateral yang cepat di dalam
tanah dan menyebar pada kedalaman 10 – 15 cm.
Berke (2000) menyatakan bahwa bunga tanaman cabai termasuk lengkap
berbentuk terompet terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan
putik. Kelopak bunga berjumlah 6 helai berwarna kehijauan atau ungu, mahkota
bunga terdiri atas 5 – 7 petal berwarna putih atau ungu. Dalam satu bunga terdapat
1 putik dan 5 -7 benang sari. Menurut Greenleaf (1986), tanaman cabai mulai
berbunga pada umur 23 – 31 hari setelah tanam (HST). Buah cabai mulai masak
setelah 45 hari terjadi penyerbukan. Bunga cabai terletak pada setiap ruas, bentuk
buah cabai bervariasi dari linear, kerucut atau bulat, warna buahnya bervariasi
hijau, kuning atau ungu ketika muda, kemudian berubah menjadi merah, orange,
kuning atau ungu pada matangnya. Biji tanaman cabai terletak dalam buah dan
melekat sepanjang plasenta. Menurut Berke (2000) dalam satu gram buah cabai

7

terdapat 220 biji cabai. Rubatzky dan Yamaguchi (1996) menyatakan bahwa biji
kultivar Capsicum annuum berbentuk pipih berwarna kuning pucat dan berbentuk
bulat telur dengan panjang 3 – 5 mm.
Sumarni (1996) menyatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah asalkan memiliki drainase dan aerasi yang baik. Tanaman
cabai dapat dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian tempat hingga 2000 m
dpl. Keadaan pH tanah yang ideal untuk tanaman cabai adalah 6.0 – 6.5 dan
mengandung bahan organik sekurang-kurangnya 1.5%. Keadaan pH tanah sangat
penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara. Apabila ditanam
pada tanah yang mempunyai pH lebih dari tujuh maka tanaman cabai akan
menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan gejala klorosis atau daun menguning
yang disebabkan kekurangan unsur hara besi (Fe). Pada tanah yang mempunyai
pH kurang dari lima tanaman cabai juga akan menjadi kerdil karena kekurangan
unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan aluminium (Al) dan
mangan (Mn).
Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman cabai adalah 24 – 270 C
dengan suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai adalah 160C pada
malam hari dan 230C pada siang hari. Perbedaan suhu udara yang terlalu besar
akan menyebabkan kegagalan proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai.
Curah hujan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman berkisar 600 mm – 1250 mm.
Curah hujan yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Menurut Pitojo (2003), curah hujan terlalu tinggi dapat menyebabkan kelembaban
udara meningkat dan mendorong pertumbuhan penyakit tanaman. Agar cabai
berproduksi optimal disarankan lokasi penanaman pada tempat ruang terbuka dan
tidak ternaungi. Tanaman cabai sangat cocok dibudidayakan di sawah atau tegal.
Tanaman cabai juga dapat hidup di perkarangan dan mendapat sedikit naungan
dari tanaman lain. Tanaman cabai bukan merupakan tanaman hari panjang diperlukan sinar matahari selama 9 jam per hari.

8

Interaksi Genotipe x Lingkungan dan Stabilitas
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai
dengan kebutuhan manusia. Perbaikan karakter dilakukan dengan pemanfaatan
potensi genetik dan interaksi genotipe x lingkungan. Interaksi genotipe x lingkungan dapat dipergunakan oleh pemulia tanaman untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lingkungan atau varietas yang beradaptasi secara
luas. Pemulia tanaman memiliki tugas yang relatif mudah apabila semua keragaman fenotipe hanya dihasilkan oleh genetik saja, proses pemulian tanaman
hanya akan dibatasi pada mengidentifikasi nilai tambah genetik dari efek dominan
serta akumulasi alel-alel yang menguntungkan ke dalam populasi tanaman.
Alberts (2004) menyatakan bahwa karakter tanaman adalah hasil akhir dari
genetik yang hampir semuanya bersifat kualitatif serta kebanyakan karakter
agronomi yang penting seperti daya hasil bersifat kuantitatif dan dipengaruhi oleh
lingkungan. Sangat tidak realistis apabila suatu genotipe unggul di satu lokasi
satu musim akan menjadi unggul di semua lokasi yang lain serta unggul di semua
musim.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak perbedaan
kondisi iklim dan jenis tanah, hal ini akan lebih banyak menimbulkan kesulitan
dalam interaksi genotipe x lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemulia tanaman harus membuat percobaan pada beberapa lingkungan (lokasi) dan
beberapa musim agar menyakinkan telah memilih genotipe yang memiliki daya
hasil yang tinggi dan penampilan yang stabil. Gauch (1992) dan De Lacy et al.
(1996) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan terhadap genotipe dan interaksinya lebih banyak berperan pada uji multi lokasi. Menurut Falconer (1952)
dan Fernandez (1991) kedua faktor tersebut tidak selalu berinteraksi positif
bahkan seringkali negatif. Untuk mendapatkan hasil interaksi genetik dan lingkungan yang signifikan diperlukan pengujian multi lokasi yang beragam lingkungannya. Peto (1982) membagi dua bentuk dari interaksi genotipe x lingkungan sebagai kualitatif (perubahan ranking) dan kuantitatif (perbedaan absolut antar
genotipe). Hill (1975) dan Yau (1995) menyatakan bahwa interaksi genotipe x
lingkungan membuat tidak mudah untuk menyeleksi penampilan terbaik.
Genotipe paling stabil dan hal ini merupakan pertimbangan yang paling penting

9

dalam program pemuliaan tanaman karena mengurangi kemajuan dari seleksi
pada satu lingkungan.
Lin dan Binns (1988a) menyatakan bahwa pengamatan penampilan genotipe dalam percobaan genotipe x lokasi x tahun seringkali bermasalah karena kehadiran interaksi lokasi x tahun atau yang disebut pengaruh lingkungan. Crossa
(1990) menyatakan bahwa data yang dikoleksi dari percobaan multilokasi akan
memiliki tiga aspek fundamental yaitu: (1) pola data yang terstruktur, dimana
jumlah genotipe yang berespon terhadap lingkungan tertentu sudah tersistematik,
signifikan dan bisa terukur; (2) data yang tidak terstruktur, dimana respon bisa
tidak terprediksi dan terukur. Fungsi dari disain percobaan dan analisis statistik
dari multilokasi adalah menghilangkan dan kemungkinan membuang data yang
tidak bisa dijelaskan; (3) hubungan antar genotipe, antar lingkungan dan interaksi
genotipe dan lingkungan.
Tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhnya baik secara fisik, kimia maupun biologis. Comstock dan Moll (1963) membagi lingkungan menjadi dua kategori, yaitu: (1) Lingkungan mikro, suatu lingkungan dimana satu tanaman bersaing dengan tanaman lain yang tumbuh bersamaan waktunya dan tempat. Hal ini termasuk sifat fisik dan kimia seperti jenis tanah,
perbedaan cuaca, radiasi matahari, hama dan penyakit yang ada pada lingkungan
tanaman tersebut tumbuh. Menurut Roy (2000), lingkungan mikro memberikan
dampak variasi galat pada analisis statistik. Kategori (2) Lingkungan makro,
lingkungan yang berhubungan skala lokasi atau area pada satuan periode.
Lingkungan makro merupakan kumpulan dari lingkungan mikro, dimana setiap
lingkungan mikro memberikan dampak yang berbeda pada lingkungan makronya.
Dengan kata lain lingkungan makro merujuk pada kondisi iklim, tanah, serta
manajemen penanamannya (pemupukan, pengairan, kerapatan tanaman, tanggal
tanam, curah hujan dan lain-lain).
Roy (2000) membagi empat klasifikasi genotipe berkaitan dengan
kemampuan genotipe beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu: (1) Genotipe tidak
responsif, dimana tidak menunjukkan dalam perbedaan penampilan dibandingkan
dengan genotipe lain walaupun lingkungan sudah diperbaiki seperti penambahan
pemupukan, air dan lain-lain; (2) Genotipe toleran, dimana menunjukkan sedikit

10

atau tidak ada perubahan dibandingkan dengan genotipe lain apabila lingkungan
dibuat menjadi lebih jelek, seperti kekurangan nutrisi, air dan lain-lain; (3)
Genotipe stabil, dimana menunjukkan sedikit atau tidak ada perubahan dibandingkan dengan genotipe lain walaupun lingkungan berubah dratis dan tidak bisa
dikontrol seperti perbedaan antar musim pada wilayah agroklimat yang sama.
Secara singkat stabilitas dikategorikan sebagai mengurangi variasi antar musim;
(4) Genotipe adaptasi luas atau fleksibel, genotipe yang tidak atau sedikit menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan genotipe lain ketika ditanam pada wilayah
agroklimat yang berbeda. Kemampuan adaptasi dapat didefinisikan berkurangnya
variasi dalam semua lingkungan.
Berdasarkan respon terhadap perubahan Roy (2000) juga membagi dua
kategori genotipe, yaitu: (1) Homeostatis: kemampuan genotipe apabila ditanam
pada lingkungan berbeda, tanaman secara menyeluruh (ukuran, bentuk waktu
berbunga atau waktu panen) seragam dan stabil seperti yang dideskripsikan; (2)
Stabilitas berkembang (developmental stability): kemampuan genotipe mempercepat tahap pertumbuhan baik secara fisiologi maupun morfologi dalam menghadapi perubahan lingkungan dibandingkan dengan genotipe lain.
Menurut Alberts (2004), pemulia tanaman setuju akan pentingnya stabilitas hasil, tetapi sedikit sekali yang menjelaskan definisi stabilitas serta sedikit
metode untuk mengukur dan meningkatkan stabilitas hasil. Stabilitas suatu genotipe adalah kemampuan genotipe untuk hidup pada berbagai lingkungan yang
beragam, sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami perubahan pada lingkungan lain. Penyebab stabilitas adalah adanya mekanisme penyangga individu
dan penyangga populasi, genotipe dengan hasil tinggi dan stabil akan berpenampilan baik pada semua lingkungan. Stabilitas fenotipe disebabkan oleh kemampuan tanaman untuk dapat menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan yang
beragam sehingga tanaman tidak banyak mengalami perubahan sifat fenotipenya.
Lin et al. (1986) mengajukan tiga tipe konsep stabilitas, yaitu : Konsep
stabilitas tipe 1, suatu genotipe cenderung stabil apabila ragam antar lingkungannya kecil. Becker dan Leon (1988) menyebutnya stabilitas statik atau konsep
stabilitas biologis. Genotipe ini sangat stabil walaupun berada pada berbagai macam lingkungan. Konsep ini sangat berguna untuk data kualitas, ketahanan hama

11

dan penyakit atau stres lingkungan. Parameter stabilitas yang bisa mengambarkan
ini adalah koefisien ragam (CVi) (Francis dan Kannenburg 1978) pada setiap
genotipe dan ragam genotipe pada seluruh lingkungan (S2i).
Konsep stabilitas Tipe 2, suatu genotipe cenderung stabil apabila respon
terhadap lingkungannya adalah sejajar dengan respon daya hasil untuk semua
genotipe. Becker dan Leon (1988) menyatakan sebagai stabilitas dinamis atau
stabilitas agronomis.

Suatu genotipe stabil apabila tidak memiliki perbedaan

secara umum respon terhadap lingkungannya dan bisa diprediksikan responnya
terhadap lingkungan yang lain. Koefisien regresi (b i) (Finlay dan Wilkinson
1963), komponen ragam nilai tengah terhadap interaksi genotipe x lingkungan (i)
(Plasteid dan Peterson 1959), komponen ragam dari interaksi genotipe x
lingkungan ( 

(i))

(Plaisteid

(960), ecovalen (W

2

i)

(Wricke 1962) dan ragam

stabilitas (2i) (Shukla 1972) dapat digunakan untuk mengukur stabilitas tipe ini.
Konsep stabilitas Tipe 3, suatu genotipe cenderung stabil apabila residu
kuadrat tengah (MS) dari model regresi terhadap indeks lingkungannya kecil.
Indeks lingkungan digambarkan dari nilai tengah semua genotipe dari setiap
lokasi dikurangi total nilai tengah semua genotipe pada semua lokasi. Tipe 3 ini
juga bagian dari stabilitas dinamis atau agronomis menurut Becker dan Leon
(1988). Metode yang menjelaskan stabilitas tipe 3 adalah metode Eberthart dan
Russell (1966), Perkins dan Jinks (1968) dan Tai (1971). Becker dan Leon (1988)
menyatakan bahwa semua prosedur stabilitas yang berdasarkan kuantitatif
pengaruh interaksi genotipe x lingkungan termasuk kedalam konsep stabilitas
dinamis.

Lin et al. (1986) mendefinisikan empat grup stabilitas hasil yang

didasarkan dari deviasi dari pengaruh rata-rata genotipe (DG) dan pola interaksi
genotipe x lingkungan (GE).
Lin dan Binns (1988a) mengajukan konsep stabilitas tipe 4 yang
berdasarkan variasi bukan genetik yang bisa diprediksi dan tidak diprediksi.
Komponen yang bisa diprediksi berkaitan dengan lokasi sedangkan komponen
yang tidak bisa diprediksi berkaitan dengan tahun.

Lin dan Binns (1988a)

menyarankan untuk menggunakan pendekatan regresi pada bagian yang bisa
diprediksi dan kuadrat tengah (MS) dari tahun x lokasi untuk setiap genotipe
sebagai perhitungan ragam yang tidak bisa diprediksi. Menurut Annicchiarico

12

(2002) konsep stabilitas tipe 4 memiliki pengertian yang sama dengan konsep
stabilitas statis. Simmonds (1991) menyatakan bahwa stabilitas statis akan lebih
banyak berguna dibandingkan dengan stabilitas dinamis pada semua kondisi,
terutama untuk negara berkembang.

Tabel 1 Pembagian grup stabilitas (Lin et al. 1986)
Grup

Dasar Perhitungan

Sumber Ragam

Grup A DG

(pengaruh rata-rata genotipe)

jumlah kuadrat (SS)

Grup B GE

(pola interaksi Genetipe X Lingkungan)

jumlah kuadrat (SS)

Grup C DG atau GE

koefisien regresi

Grup D DG atau GE

deviasi regresi

Analisis Stabilitas Parametrik
Beragam metode telah banyak diajukan untuk menganalisis interaksi
genotipe x lingkungan dari pengujian multi lokasi. Apabila terdapat interaksi dan
terbukti nyata maka dilanjutkan dengan menganalisis stabilitas dari genotipe
untuk mendapatkan genotipe yang berdaya hasil tinggi dan stabil. Alberts (2004)
menyatakan bahwa secara umum metode yang tersedia untuk menganalisis
interaksi genotipe x lingkungan dapat dibagi menjadi empat grup, yaitu; (1)
analisis komponen ragam atau anova; (2) analisis stabilitas parametrik; (3) metode
peubah ganda (multivariate); (4) metode kualitatif atau stabilitas non parametrik.
Analisis stabilitas parametrik pertama kali diajukan oleh Yates dan
Cochran (1938), yang menyatakan bahwa derajat hubungan antara perbedaan
varietas dan nilai tengah semua varietas dapat dijelaskan dengan menghitung
regresi dari hasil satu varietas dengan nilai tengah hasil dari semua varietas. Yates
dan Cochran (1938) menunjukkan regersi tersebut pada percobaan barley, tetapi
ide mereka tidak teramati sampai Finlay dan Wilkinson (1963) menemukan ulang
metode yang sama dan digunakan pada analisis adaptasi pada percobaan 277
varietas barley di tujuh lingkungan.

Metode Finlay – Wilkinson mengukur

stabilitas dan adaptasi tanaman berdasarkan regresi linear untuk setiap lokasi dan
musim. Perhitungan regresi ini dijadikan sebagai dasar untuk menentukan tingkat
derajat kelinearan yang timbul.

Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan

koefisien regresi sebagai ukuran stabilitas. Koefisien regresi (bi) = 1.0 menyatakan

13

rata-rata stabilitas. Penambahan nilai koefisien terhadap 1.0 berarti meningkatkan
kepekaan adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Penurunan koefisien berarti
peningkatan adaptasi terhadap perubahan lingkungan (Gambar 2). Suatu genotipe
dikatakan sangat stabil apabila nilai koefisien regresinya (bi) = 0.

1.0
Di bawah 1.0

Ko efisien regresi

Di atas 1.0

Ad ap ta si kh u su s
Li n g k u n g a n b a ik

D i b aw ah ra ta -r at a s ta b ili ta s

A d a p ta si r en d a h
s em u a lin g k u n g an

R a ta- r ata sta b ilit as

Ad a p ta si ti n g g i
sem u a li n g k u n g an

D iat as r at a- r ata s ta b ilit as
Ad ap t asi k h u su s
lin g k u n g a n je lek

Ni lai ten g a h v ar ie ta s

Gambar 2 Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat ketika
koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai tengah (rata-rata hasil)
genotipe (Finlay dan Wilkinson 1963).
Eberhart dan Russell (1966) mengajukan pengabungan jumlah kuadrat dari
lingkungan (E) dan interaksi genotipe x lingkungan (GE) serta membaginya ke
dalam pengaruh linear antar lingkungan (derajat bebas = 1) dan pengaruh linear
dari genotipe x lingkungan (derajat bebas E = 2). Pengaruh dari residual kuadrat
tengah dari model regresi antar lingkungan digunakan sebagai indeks stabilitas.
Suatu genotipe dikatakan stabil apabila memiliki nilai deviasi regresi kuadrat
tengah (S2di) = 0 dan memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1.
Perkins dan Jinks (1968) mengajukan model koefisien regresi yang mirip
dengan Finlay dan Wilkinson (1963) tetapi data yang diamati disesuaikan terlebih
dahulu dengan pengaruh lingkungan sebelum dibuat regresi. Menurut Roy (2000),
model Perkins dan Jinks menjelaskan bahwa genotipe yang sangat stabil apabila
memiliki nilai βi = 0 dan genotipe ini tidak memiliki interaksi genotipe x
lingkungan. Genotipe dengan nilai βi > 0.0 tidak terlalu sensitif dengan
lingkungan, tetapi genotipe ini direkomendasikan khusus untuk lingkungan yang

14

optimal. Genotipe dengan nilai βi < 0.0 atau negatif akan lebih sedikit
perbedaannya antar lingkungan dan sangat cocok untuk ditanam pada semua
lingkungan.
Pendekatan regresi telah menjadi alat yang berguna untuk pemulia tanaman, tetapi ada beberapa penulis yang menunjukkan keterbatasan regresi baik
secara statistik maupun biologis. Keterbatasan pertama seperti dikemukakan oleh
Freeman dan Perkins (1971) serta Freeman (1973) adalah secara statistik nilai
tengah genotipe tidaklah bebas dari nilai marginal lingkungan. Membuat regresi
satu set peubah terhadap peubah yang lain tidak akan bebas dari saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Masalah ini akan menjadi lebih besar apabila
menggunakan jumlah genotipe yang banyak. Keterbatasan secara statistik yang
kedua seperti yang dikemukan oleh Crossa (1990) adalah galat berhubungan
dengan slope dari genotipe dan tidak secara statistik bebas, karena deviasi jumlah
kuadrat dengan derajat bebas (G-1)(E-2) dapat tidak terbagi secara orthogonal
antara G genotipe. Permasalahan yang ketiga seperti yang dikemukakan oleh
Mungomery et al. (1974) dan Wescott (1986) adalah hubungan linear antara interaksi dan nilai lingkungan. Ketika asumsi ini tidak dipenuhi maka keefektifan
dari analisis akan berkurang dan menyebabkan salah pengertian dari hasil analisis.
Permasalahan secara biologi seperti dikemukan oleh Westcott (1986) dan
Crossa (1990) adalah jika lingkungan yang diikutkan hanya memiliki sedikit
lokasi yang optimal atau marjinal. Genotipe terpilih akan dijelaskan secara umum
hanya cocok pada lingkungan ekstrem. Hal ini dapat menyebabkan salah pengertian oleh karena itu analisis regresi dipergunakan dengan hati-hati apabila set
data mengikutsertakan hasil dari sedikit lokasi yang rendah atau tinggi. Becker
dan Leon (1988) mencatat ketika mempelajari metode biometrical utama, bahwa
pendekatan regresi jarang digunakan jika koefisien regresi (bi) dimasukkan ke
dalam definisi stabilitas. Dengan alasan ini, koefisien regresi (b i) oleh kebanyakan penulis dipandang bukan sebagai ukuran kestabilan tetapi hanya sebagai
tambahan informasi dari respon rata-rata genotipe terhadap perubahan kondisi
lingkungan. Skema informasi ini ditampilkan pada Gambar 3.

15

bi < 1

S2di=kecil

bi > 1

Stabilitas hasil tinggi

Dapat beradaptasi pada lingkungan
berdaya hasil rendah

S2di=besar

Dapat beradaptasi pada
lingkungan berdaya hasil tinggi

Stabilitas hasil rendah

Gambar 3 Interpretasi parameter b i dan S 2di dari pendekatan regresi.
Wricke (1962) menggunakan interaksi genotipe x lingkungan pada setiap
genotipe sebagai ukuran kestabilan. Ukuran kestabilan Wricke (1962) disebut
ecovalance (W2i), yang merupakan jumlah kuadrat yang disumbangkan oleh satu
genotipe kepada interaksi genotipe x lingkungannya. Ukuran perbedaan kestabilan
merupakan nilai konsistensi dari suatu genotipe pada semua lingkungan. Genotipe yang memiliki nilai ecovalance (W2i) terkecil merupakan genotipe yang paling stabil.
Tai mengajukan dua parameter stabilitas, yaitu alpha () dan lamdha (),
yang menyerupai koefisien regresi dan ragam regresi, tapi didapat dengan cara
melanjutkan analisis ragam dan mengunakan prinsip hubungan struktural
(principle of structural relationships) (Kendall dan Stuart 1979). Mempartisikan
interaksi ge