Perancangan Tata Letak Pabrik Pengolahan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas).

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK PENGOLAHAN
TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)

IKHWAN DWI ARISMANTO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Tata
Letak Pabrik Pengolahan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Ikhwan Dwi Arismanto
NIM F24100057

ABSTRAK
IKHWAN DWI ARISMANTO. Perancangan Tata Letak Pabrik Pengolahan
Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas). Dibimbing oleh FAHIM MUHAMMAD
TAQI dan SUTRISNO.
Produktivitas ubi jalar yang besar tidak diimbangi dengan usaha
pemanfaatan ubi jalar yang tepat. Saat ini pemanfaatan ubi jalar di Indonesia
masih banyak diolah menjadi produk olahan rumah tangga. Potensi ubi jalar dapat
dimaksimalkan apabila diolah menjadi bahan setengah jadi yaitu tepung ubi jalar
yang lebih bernilai ekonomis. Industri pengolahan tepung ubi jalar belum cukup
banyak dan masih didominasi industri kecil dan menengah. Permasalahan yang
umum dijumpai antara lain proses yang tidak higienis, mutu produk fluktuatif dan
pengolahan limbah yang seadanya. Permasalahan diatas salah satunya disebabkan
oleh belum ada kesadaran pemilik usaha tepung ubi jalar menerapkan sistem tata
letak. Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan tata letak pabrik
pengolahan tepung ubi jalar yang memiliki tata letak dan aliran bahan yang jelas

sehingga proses lebih cepat dan rapi. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan
utama, yaitu tahap perancangan dan tahap penerapan rancangan tata letak pabrik.
Pada tahap perencanaan dibuat rancangan tata letak pabrik. Dari rancangan tata
letak pabrik dilakukan penerapan berupa uji coba produksi. Kemudian dilakukan
analisis dari segi teknik teknologis dan analisis produk. Hasil analisis
menunjukkan pemilihan proses produksi dan pemilihan peralatan yang dilakukan
menghasilkan pabrik dengan kapasitas terpasang 107 kg/hari tepung ubi jalar dan
kapasitas maksimum 214 kg/hari tepung ubi jalar. Perancangan tata letak
menggunakan metode pendekatan sistematik yang melihat keterkaitan antar
aktivitas dan keterkaitan antar ruangan. Perancangan tata letak ini menghasilkan
denah lokasi pabrik beserta aliran tata letak dan pembagian ruangan (Lampiran 5).
Hasil analisis produk menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan telah sesuai
standar produk tepung dan standar produk tepung ubi jalar yang dihasilkan di
Indonesia.
Kata kunci: perancangan, tata letak, pabrik, tepung, ubi jalar

ABSTRACT
IKHWAN DWI ARISMANTO. Design of Plant Layout The Processing Plant
Sweet Potato Flour (Ipomoea batatas). Supervised by FAHIM MUHAMMAD
TAQI and SUTRISNO.

Sweet potato productivity is not balanced with proper utilization. The
current utilization sweet potato in Indonesia are still many processed into refined
products household. Sweet potato potential can be maximized when processed
into semi-finished materials that sweet potato flour is more economically
valuable. Sweet potato flour industry has not been quite a lot and still dominated
by small and medium industries. Problems which are commonly among other
processed that are not hygienic, fluctuating product quality, and sewage treatment
potluck. The problems is caused by there is no awareness of owners implement
systems plant layout. This research aims to make the design plant layout of the
processing plant sweet potato flour that has layout and material flow so that the
process is faster dan tidy. The research is divided into two stages, the planning
and implementation stages of the design plant layout. Design of plan layout made
at the planning stages. From the design plant layout then caried out the aplication
form of trial production. Ends with technological analysis and product analysis.
Result of the analysis set Ciampea worthy as the plant site. Based on the selection
process of the production and selection of equipment generating plant with an
installed capacity of 107 kg/day and a maximum capacity of 214 kg/day. Design
the layout using a systemic approach to see the connection between the activity
and the relationship between space. The result of design layout is factory site plan
along with the material flow from the receipt of raw materials to product storage

(Lampiran 5). Based on the result of product analysis indicates that the product
has been produced according to the standard flour products dan standard sweet
potato flour product in Indonesia.
Key word: design, layout, plant layout, flour, sweet potato

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK PENGOLAHAN
TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)

IKHWAN DWI ARISMANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian
berjudul Perancang Tata Letak Pabrik Pengolahan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas) dilaksanakan sejak Mei 2014 dan selesai pada Desember 2014.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Fahim M Taqi, STP.DEA dan
Ir. Sutrisno Koswara, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan
arahan selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Dr Tjahja Muhandri, STP.MT selaku dosen penguji atas masukan dan
saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selain
itu terima kasih disampaikan juga kepada seluruh dosen-dosen, laboran dan staff
UPT Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Ibu Sopiah, Ibu Fitria dan Mb Ina
atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Tidak lupa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang
tua Bapak Romjasmanto, Ibu Nur Fadlilah, Mas Adi Kurniawan F, Mb Heny Tri,
Nia Hasna dan Maulana Ghazali serta anggota keluarga besar paguyuban trah
Wiryosardjono atas do’a dan kasih sayang kepada penulis. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayu Pramesti, Dimas Imam dan Fairus Fajriah sebagai
teman satu bimbingan yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada

penulis. Penulis sampaikan terima kasih kepada anggota Warqobs Arya
Suryadilaga, Qabul Dinanta, Harridil Haq, Dwiyanto Kurniawan, Rizky
Ardhiwan, Dandy Gamulya, Blasius Putra, Alexander Tommy, Leonardus
Raditya, Bachtiar Mustaqim, Muhammad Wahyu, Doni, Rifqi, As’ad, Norman,
dan Muhammad Hamdani, untuk berbagi cerita, pengalaman dan
persaudaraannya. Terima kasih untuk teman-teman ITP angkatan 47 atas
keceriaan, kebersamaan dan senantiasa memberikan dukungan serta semangat
selama penulis melakukan kegiatan penelitian sampai dengan tulisan ini selesai
dan terakhir penulis sampaikan terima kasih kepada penghuni DR 34 Amri
Maulana, Andi Irsyad, Gema Noor, Khaerul Fatwani, Husnul Khatim,
Muhammad Fachri, Yusuf Mirza dan Muzakkir atas bantuan, cerita, dan semua
hal yang telah kita habiskan bersama.
Sebagai penutup, penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih
belum sempurna. Untuk itu, penulis membuka ruang seluas-luasnya untuk kritik
serta saran yang dapat membangun penelitian ini agar lebih baik. Penulis juga
berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama terhadap
perkembangan pangan Indonesia.

Bogor, Juni 2015
Ikhwan Dwi Arismanto


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODOLOGI

2

Analisis Aspek Teknologis

2

Pembuatan Rancangan Tata Letak Pabrik


3

Penerapan Rancangan

3

Analisis Produk

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Proses dan Pembuatan Diagram Alir Proses

6
6

Neraca Massa

10


Peralatan dan Utilitas

13

Penentuan Kapasitas Produksi

15

Tata Letak Pabrik

16

Analisis Produk

23

SIMPULAN DAN SARAN

25


Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil perhitungan neraca massa proses pencucian
Tabel 2 Hasil perhitungan neraca massa sortasi
Tabel 3 Hasil perhitugan neraca massa proses pengupasan
Tabel 4 Hasil perhitungan neraca massa proses penyawutan
Tabel 5 Hasil perhitungan neraca massa proses pengeringan
Tabel 6 Hasil perhitungan neraca massa proses penggilingan
Tabel 7 Urutan proses dan peratan yang tersedia
Tabel 8 Utilitas air
Tabel 9 Utilitas listrik
Tabel 10 Perhitungan TCR (Total Closeness Rating)
Tabel 11 Kebutuhan luas ruang produksi tepung ubi jalar
Tabel 12 Kebutuhan luas ruang pabrik pengolahan tepung ubi jalar
Tabel 13 Ketersediaan luas ruang pabrik pengolahan tepung ubi jalar
Tabel 14 Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar putih

11
11
11
11
12
13
13
14
14
17
19
19
20
23

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagan Perancangan Tata Letak Pabrik
Gambar 2 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Gambar 3 Neraca Massa Persiapan Bahan
Gambar 4 Neraca Massa Proses Pengeringan
Gambar 5 Neraca Massa Proses Penggilingan
Gambar 6 Peta Keterkaitan Aktivitas
Gambar 7 Diagram Keterkaitan Antar Aktivitas
Gambar 8 Peta Keterkaitan Antar Ruang
Gambar 9 Diagram Keterkaitan Antar Ruang

3
7
10
12
12
16
18
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Spesifikasi dan dimensi peralatan utama
Lampiran 2 Prosedur tiap proses
Lampiran 3 Gambar sample produk tepung ubi jalar
Lampiran 4 Denah pabrik
Lampiran 5 Denah pabrik beserta tata letak dan pembagian ruangan
Lampiran 6 Usulan perbaikan denah tata letak pabrik
Lampiran 7 Dokumentasi

28
29
30
30
31
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produktivitas ubi jalar yang besar tidak diimbangi dengan usaha
pemanfaatan ubi jalar yang tepat. Saat ini pemanfaatan ubi jalar di Indonesia
masih banyak diolah menjadi produk olahan rumah tangga seperti ubi rebus, ubi
goreng, getuk dan lain-lain. Pengembangannya ubi jalar diolah menjadi produk
siap santap dalam bentuk makanan antara lain timus, nagasari, klepon, cenil, dan
lain-lain. Pengembangan lain ubi jalar diolah menjadi produk siap masak yang
memerlukan satu tahap pengolahan lagi untuk disantap seperti sarapan serealia,
makanan kaleng, dan makanan beku. Akan tetapi, potensi ubi jalar dapat lebih
dikembangkan apabila diolah menjadi bahan setengah jadi atau bahan baku bagi
industri contohnya tepung (Hafsah 2004). Produk seperti ini lebih bernilai
ekonomis karena memiliki umur simpan yang relatif lebih baik, kemudahan dalam
penyimpanan dan proses pengirimannya dibandingkan ubi jalar segar atau produk
olahan pangan lainnya.
Tepung ubi jalar digunakan sebagai bahan baku kue kering, kue basah, mi
dan lain-lain. Tepung ubi jalar ini sangat prospektif, mengingat tepung ubi jalar
merupakan sumber karbohidrat yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai penggunaan tepung ubi jalar
menjadi penyebab belum banyaknya pemakaian tepung ubi jalar baik itu di
industri besar, industri kecil maupun skala rumah tangga.
Beberapa industri pengolahan tepung telah dibangun di daerah sentra
penghasil ubi jalar yang mengolah ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Industri
yang melakukan masih didominasi industri kecil dan industri menengah serta
jumlahnya belum cukup banyak. Menurut BPS (2003), berdasarkan kriteria
jumlah tenaga kerja, industri kecil beranggotakan 5 – 19 orang dan industri
menengah 20 – 99 orang. Permasalahan yang sering dijumpai antara lain
permasalahan penempatan alat seadanya, kurangnya kebersihan proses produksi,
waktu proses yang tidak pasti, mutu produk fluktuatif, dan teknologi proses masih
sederhana. Permasalahan yang kompleks ini merupakan turunan dari
permasalahan utama yaitu kurangnya perhatian pelaku usaha terhadap
perancangan tata letak pabrik pada industri tepung ubi jalar.
Perancangan tata letak merupakan susunan dari fasilitas – fasilitas dan
aktivitas yang dibutuhkan untuk proses pengolahan suatu produk. Dalam
perancangan tata letak ini terdapat aliran bahan dimana merupakan tulang
punggung terwujudnya tata letak fasilitas dan aktivitas yang efisien dan efektif.
Tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya
saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses fleksibilitas dan biaya, serta kualitas
lingkungan kerja. Tata letak yang efektif dapat membantu perusahaan mencapai
sebuah strategi yang menunjang diferensiasi, biaya rendah atau respon cepat
(Wignjosoebroto 2009). Menurut Apple (1990), tata letak didefinisikan sebagai
perencanaan dan integrasi dari aliran komponen – komponen suatu produksi untuk
mendapatkan interelasi yang paling efektif dan efisien antara pekerja, peralatan,
dan pemindahan material mulai dari penerimaan melalui pabrikasi menuju
pengiriman produk jadi.

2
Oleh karena pentingnya peranan tata letak dalam suatu perusahaan, maka
perlu adanya usaha penerapan perancangan tata letak yang benar pada industri
tepung ubi jalar, guna meningkatkan kualitas industri pengolahan tepung ubi jalar
baik skala kecil maupun skala menengah. Diharapkan dengan penelitian ini dapat
membantu pelaku usaha tepung ubi jalar untuk menerapkan perancangan tata letak
pada industri tepung ubi jalar sehingga permasalahan-permasalahan pada industri
pengolahan tepung ubi jalar yang ada saat ini dapat berkurang.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah membuat rancangan tata letak pabrik
pengolahan tepung ubi jalar yang memiliki tata letak dan aliran bahan yang jelas
sehingga proses pengolahan rapi dan lebih cepat.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang
perancangan tata letak pabrik pengolahan tepung ubi jalar yang memiliki tata letak
dan aliran bahan yang jelas sehingga proses pengolahan rapi dan lebih cepat.

METODOLOGI
Penelitian pembuatan rancangan tata letak pabrik dibagi menjadi empat
tahapan dengan dua tahapan utama yaitu, perancangan tata letak pabrik dan tahap
penerapannya. Perancangan tata letak pabrik yaitu tahap pembuatan rancangan
tata letak pabrik. Penerapan rancangan yaitu uji coba produksi berdasarkan
rancangan pabrik yang dihasilkan. Sebelum kedua tahapan di atas, dilakukan
analisis aspek teknologis untuk menentukan jenis dan ukuran pabrik yang akan
dibuat. Kemudian diakhiri dengan analisis produk.
Analisis Aspek Teknologis
Tahapan analisis teknis dan teknologis untuk mengkaji penilaian lokasi
pabrik, pemilihan teknologi proses dan peralatan pengolahan, neraca massa yang
dikeluarkan selama produksi berlangsung, kapasitas produksi pabrik serta
penentuan tata letak mesin.
Penentuan kapasitas produksi disesuaikan berdasarkan kapasitas peralatan
yang terpasang dan kapasitas produksi maksimum serta dikaitkan dengan
ketersediaan bahan baku. Penggunaan mesin dan peralatan disesuaikan dengan
teknologi proses yang dipilih. Rancangan tata letak pabrik didasarkan pada
pengintegrasian setiap ruang yang disesuaikan dengan aliran bahan. Perancangan
tata letak ruang pabrik secara menyeluruh berdasarkan dari keterkaitan antar
aktivitas yang dilakukan.

3
Pembuatan Rancangan Tata Letak Pabrik
Terdapat dua metode perancangan tata letak, yaitu pendekatan aliran bahan
dan pendekatan sistematik. Pendekatan aliran bahan hanya berdasarkan
pergerakan bahan dalam proses produksi, biasanya dilakukan pada industri yang
mempunyai keterbatasan ruang produksi. Pendekatan sistematik bersifat universal
(tidak terbatas pada kasus industri pengolahan), biasanya digunakan juga untuk
evaluasi tata letak yang sudah ada (Wignjosoebroto 2009). Pada penelitian ini
perancangan tata letak menggunakan metode dengan pendekatan sistematik
karena perancangan tata letak yang dibuat membandingkan beberapa aspek
meliputi keterkaitan antar aktivitas dan keterkaitan antar ruang serta adanya faktor
– faktor lain. Beberapa data input yang diperlukan untuk perancangan tata letak
seperti jumlah/kapasitas, urutan operasi, pendukung produksi dan timing. Berikut
adalah bagan perancangan tata letak pabrik yang dilakukan :
Data
Keterkaitan Aktivitas

Aliran Bahan
Diagram Keterkaitan
Aktivitas
Kebutuhan Luas Ruang

Luasan Tersedia
Diagram Keterkaitan
Antar Ruang
Faktor Eksternal

Pembatas Teknis

Rancangan
Gambar 1 Bagan Perancangan Tata Letak Pabrik
Penerapan Rancangan
Tahapan penerapan rancangan yaitu usaha untuk menerapkan rancangan tata
letak pabrik yang dihasilkan. Tahapan ini dilakukan dalam bentuk uji coba
produksi. Uji coba produksi dilakukan berdasarkan proses pengolahan dan tata
letak dari rancangan tata letak pabrik. Tahapan ini bertujuan untuk mengamati laju
aliran bahan dan waktu proses pengolahan. Uji coba dilakukan untuk memastikan
proses dan tata letak yang dibuat telah sesuai sebelum melakukan produksi yang
lebih besar.

4
Analisis Produk
Analisis produk dilakukan untuk mengetahui karakteristik produk. Tujuan
dari analisis produk ini untuk memberikan informasi spesifikasi tepung ubi jalar
yang dihasilkan dari kesatuan proses dan tata letak yang telah dibuat. Analisis
produk yang dilakukan yaitu analisis proksimat meliputi analisis kadar air,
analisis kadar abu, analisis kadar protein, analisis kadar lemak dan kadar
karbohidrat.
Bahan yang digunakan untuk analisis produk tepung ubi jalar antara lain air
destilata, pelarut heksana, HCl, H2SO4, NaOH, HCl 0,02 N, K2SO4, H3BO3, HgO,
indikator (MR-MB), dietil eter, dan etanol. Sedangkan untuk alat yang digunakan
yaitu alat ekstraksi soxhlet, alat sistem kjehldahl, oven, desikator, tanur dan alatalat gelas lainnya.
Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)
Penentuan kadar air ini berdasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum
dan sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong yang akan digunakan
dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 103oC ± 2oC atau sampai
didapat berat yang tetap, kemudian cawan didinginkan selama 30 menit dalam
desikator, setelah dingin kemudian cawan tersebut ditimbang. Setelah itu sampel
sebanyak 2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan
dalam oven selama 12 jam pada suhu 100°C sampai 103°C ± 2oC . Cawan
kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin
ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :

Dimana :

Kadar air berat basah %bb =

X− Y−A
x
X

A = berat cawan kosong kering
X = berat sampel awal
Y = berat cawan + sampel kering

%

Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Prinsip penetapan kadar abu adalah dengan menimbang sisa mineral hasil
pembakaran bahan organik pada suhu 650°C. Cawan dipanaskan dalam oven lalu
didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Sampel
ditimbang sebanyak 5 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam
kompor listrik hingga tidak mengeluarkan asap. Cawan kemudian dimasukkan
kedalam tanur. Secara bertahap suhu tanur dinaikkan hingga mencapai suhu
650°C hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Cawan kemudian
didinginkan dalam desikator, setelah cawan dingin kemudian cawan ditimbang.
Presentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

5

Dimana :

Kadarabu %bb =

X −X
x
X

X = berat contoh sebelum diabukan
X1= berat contoh + cawan setelah diabukan
X2= berat cawan kosong

Analisis Kadar Protein (SNI 01-2891-1992)
Bahan ditimbang dalam labu Kjedhal kemudian ditambahkan 1.9 ± 0.1 g
K2S04, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Selanjutnya dengan penambahan
batu didih, larutan didihkan 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah
larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan
penambahan 8 – 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan
erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3setelah itu ditambahkan indiaktor (merah
metil dan alkohol perbandingan 2:1) sesaat sebelum dititrasi dengan larutan HCl
0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hasil yang
didapatkan masih berupa total N sehingga diperlukan faktor konversi 6.25 untuk
menetapkan kadar protein sampel yang dihitung. Kadar protein sampel dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
%N =

Dimana :

X − Y x normalitas HCl x
Z

Kadar protein %bb = %N x .
X= jumlah HCl (ml) contoh
Y= jumlah HCl (ml) blanko
Z= bobot sampel (g)

,

x

Faktor konversi

Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)
Bahan ditimbang seberat 2 gram (W0) disebar di atas kapas yang beralaskan
kertas saring dan digulung. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam
labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W1) dan disambungkan dengan
tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana).Kemudian dilakukan
refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di
ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu
lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah
itu labu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W2). Kadar lemak
ditentukan dengan rumus:

Dimana :

Kadar lemak %bb =

W −W
x
W

W0= bobot contoh dalam gram (g)
W1= bobot labu lemak kosong (g)
W2= bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

6
Kadar Karbohidrat Metode by different (SNI 01-2891-1992)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, kadar abu, kadar
lemak dan kadar protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat
merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat
diperoleh dengan rumus :
Kadar Karbohidrat (% bb) = 100 – (% Air + % Abu + % Lemak + % Protein)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Proses dan Pembuatan Diagram Alir Proses
Pemilihan Proses
Secara umum kegiatan proses produksi tepung ubi jalar masih sederhana,
industri yang melakukan masih didominasi oleh industri kecil dan menengah
sehingga mutu dan kualitasnya kurang seragam. Faktor utama yang digunakan
untuk membedakan tingkat mutu dan kualitas produk tepung ubi jalar yang
dihasilkan adalah warna dan kadar air. Pembentukan atribut ini pada dasarnya
sangat bergantung pada dua hal, yaitu kondisi bahan baku dan proses pengolahan
tepung ubi jalar. Kondisi bahan baku meliputi komposisi fisik (kerusakan dan
warna daging) dan komposisi kimia (kadar air dan kadar pati) ubi jalar. Kondisi
proses pengolahan meliputi suhu pengeringan, proses penepungan dan kondisi
kebersihan proses dan alat-alat yang digunakan.
Proses pengolahan yang dipilih disesuaikan dengan penggunaan teknologi
yang diterapkan. Peralatan yang digunakan mempunyai teknologi yang lebih baik,
sehingga beberapa tahapan proses dapat dimodifikasi atau bahkan dihilangkan.
Tahapan proses yang tidak dicantumkan antara lain tidak adanya penambahan Nabisulfit, proses penghancuran dimodifikasi menjadi proses penyawutan dan tidak
adanya proses pengepresan. Penambahan Na-bisulfit tidak dicantumkan karena
waktu proses dibuat lebih cepat dan penggunaan oven sebagai media pengeringan,
pencoklatan ubi jalar terjadi karena adanya waktu tunggu yang lama dan
penggunaan suhu tinggi pada proses pengeringan. Penggunaan oven sebagai
media pengeringan utama dapat mempercepat pengeringan karena suhu
pengeringan lebih stabil dan kelembaban udara terjaga, kondisi ini memungkinkan
untuk memodifikasi proses penghancuran menjadi proses penyawutan yang
merubah ubi jalar menjadi stik ubi jalar tipis dan tidak diperlukan lagi proses
pengepresan. Proses pengayakan pun dihilangkan karena penggunaan alat
penepung lebih baik dimana tepung yang dihasilkan telah benar-benar halus.
Modifikasi tahapan-tahapan ini akan mempercepat waktu proses pembuatan
tepung ubi jalar.
Pembuatan Diagram Alir Proses
Tahapan proses pembuatan tepung ubi jalar dibagi menjadi empat kegiatan
utama meliputi persiapan bahan, pengeringan, penepungan dan pengemasan.
Diagram alir proses produksi pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada
Gambar 2.

7
Ubi jalar
segar
Kotoran

Pencucian
Sortasi

Kulit

Rusak

Pengupasan
Sortasi
Penyawutan
Sawut
basah

Air

Pengeringan
Sawut
kering
Penepungan
Pengemasan
Tepung
ubijalar
Gambar 2 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Persiapan Bahan
Tahap persiapan bahan dalam proses pembuatan tepung ubi jalar terdiri
dari : pencucian, pengupasan, penyawutan dan sortasi.
a. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan lumpur dan kotoran-kotoran lain
yang terbawa ubi jalar segar dari tempat pembelian. Lumpur dihilangkan karena
dapat mengganggu pada saat proses pengupasan. Pencucian dilakukan dengan
menyemprotkan sejumlah air atau merendam ubi jalar segar pada bak pencucian.
Proses pencucian dilakukan sesingkat mungkin untuk menghindari peningkatan
kadar air ubi jalar segar. Ubi jalar yang telah bersih kemudian disortasi.

8
b. Pengupasan
Setelah disortasi, daging ubi jalar dipisahkan dari kulitnya dengan cara
pengupasan. Ubi jalar dikupas dengan alat pengupas otomatis abrasive peeler.
Prinsip kerja alat ini memanfaatkan gaya gesek antara ubi jalar dengan batu
gerinda didalam alat, gerakan putar alat membuat ubi jalar menerima gesekan
secara merata, sehingga ubi jalar terkupas sempurna tanpa membuang banyak
daging ubi jalar. Untuk mempermudah proses pengupasan ditambahkan air,
sehingga kulit akan cepat terbuang bersama dengan aliran air. Waktu yang
dibutuhkan pada proses pengupasan hanya 2 menit untuk 10 kg ubi jalar segar.
c. Penyawutan
Ubi jalar terkupas disortasi lagi, ubi jalar yang baik kemudian dipotongpotong untuk mempermudah proses penyawutan. Proses penyawutan merupakan
proses pemotongan ubi jalar menjadi stik ubi jalar tipis berukuran tebal 1 – 2 mm.
Proses penyawutan menggunakan alat penyawut otomatis dengan pisau putar
besar yang memotong ubi jalar menjadi lempengan-lempengan tipis. Waktu yang
dibutuhkan untuk penyawutan cukup lama yaitu 15 menit untuk 25 kg ubi jalar,
hal ini dikarenakan ukuran untuk pemasukan bahan yang kecil. Ubi jalar yang
telah disawut dinamakan sawut basah, kemudian diratakan di atas loyang dan siap
untuk proses berikutnya yaitu pengeringan.
d. Sortasi
Sortasi dilakukan dua kali, yaitu setelah pencucian dan setelah pengupasan.
Sortasi dilakukan untuk memilih ubi jalar yang baik, ubi jalar yang dipilih adalah
yang tidak rusak (memar), busuk dan tidak terdapat sisa akar. Ubi jalar yang
busuk akan dibuang pada saat sortasi pertama, sortasi kedua untuk memisahkan
ubi jalar memar dan ubi jalar busuk yang terlewat pada sortasi pertama. Sortasi
dilakukan untuk menjaga mutu produk, ubi jalar yang cacat akan mempengaruhi
kualitas tepung yang dihasilkan.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu proses pindah panas dan pindah massa untuk
mengurangi kadar air suatu bahan, sehingga diperoleh hasil akhir yang kering.
Pindah panas berlangsung melalui suatu permukaan padat, dimana panas
dipindahkan ke dalam bahan melalui plat logam alat pemanas. Selanjutnya air
dalam bahan keluar dan menguap. Pengeringan akan lebih efektif pada aliran
udara yang terkontrol. Pengeringan ini bertujuan untuk memperpanjang masa
simpan bahan pangan.
Ada dua cara pengeringan yang biasa dilakukan pada pembuatan tepung ubi
jalar yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat
pengering, pada umumnya proses pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.
Keuntungan yang didapat selain untuk menghemat biaya karena adanya daya
pemutih dari sinar ultra violet matahari yang mampu mengurangi degradasi kimia
yang dapat menurunkan mutu bahan. Sedangkan kelemahannya produk dapat
terkontaminasi oleh debu. Sementara pengeringan dengan alat akan mampu
memperoleh hasil yang diharapkan dan umumnya berlangsung lebih cepat.
Pabrik ini menggunakan kedua jenis pengeringan diatas, pengeringan sinar
matahari dengan alat penjemur modifikasi dan pengeringan alat pengering dengan
oven. Pada pabrik ini pengeringan dengan oven dijadikan sebagai pengeringan
utama, pengeringan sinar matahari dilakukan untuk menekan biaya dan

9
menampung bahan yang tidak tertampung oleh oven pada saat produksi dalam
jumlah banyak.
Pengering oven merupakan alat pengering yang paling mudah pemeliharaan,
penggunaan serta rendah biaya operasionalnya. Oven yang digunakan adalah oven
modifikasi dengan kapasitas 400 kg/proses. Prinsip kerja oven ini adalah elemen
pemanas memanaskan udara dalam ruangan yang kemudian partikel-partikel
udara panas ini akan mengenai bahan secara bergantian, udara yang telah
mengenai bahan ditarik dan dikeluarkan oleh mesin air conditioner yang terdapat
pada oven. Pengeringan dengan oven berlangsung selama 6 – 7 jam, jauh lebih
cepat dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari yang memerlukan waktu
hingga 1 – 2 hari.
Penepungan/Penggilingan
Setelah pengeringan, sawut basah akan menjadi sawut kering. Kering disini
berarti ubi jalar sudah rapuh dan bila ditekan akan patah. Sawut kering selanjutnya
dipisahkan dan siap untuk dilakukan penepungan. Penepungan merupakan proses
penggilingan/penghancuran ubi jalar kering menjadi tepung atau butiran-butiran
halus.
Pada pabrik ini penepungan menggunakan alat penepung otomatis pin disk
mil, yaitu alat penepungan yang menggunakan pin (benjolan-benjolan) kecil
sebagai media penghancurnya. Prinsip kerja alat ini adalah memanfaatkan gerakan
disk yang akan saling berpapasan dalam kecepatan tinggi, bahan yang berada di
antara disk ini kemudian akan hancur sesuai dengan ukuran disk yang digunakan.
Biasanya setelah penggilingan dilakukan proses pengayakan untuk memastikan
bahwa tepung yang dihasilkan benar – benar halus, namun untuk proses
penepungan dengan alat pin disk mill ini, tepung yang dihasilkan sudah cukup
halus sehingga tidak perlu dilakukan proses pengayakan.
Pengemasan
Setelah tepung ubi jalar siap, dilanjutkan dengan proses yang terakhir yaitu
pengemasan, yang berperan penting dalam umur simpan tepung ubi jalar yang
dihasilkan. Fungsi dari pengemasan adalah melindungai produk pangan dari
kontaminasi mikroorganisme dan zat-zat berbahaya, mencegah penurunan mutu
hingga produk sampai ke tangan konsumen. Dalam pengemasan terdapat macam
wadah yaitu wadah utama yang langsung berhubungan dengan produk dan wadah
kedua yang tidak langsung berhubungan dengan produk.
Pada pabrik ini kemasan yang digunakan sebagai wadah utama adalah
kantung plastik transparan jenis polyester. Kemasan plastik ini memiliki lapisan
yang cukup tebal dan kuat. Kapasitas kemasan plastik yang dipilih adalah 0.5
kg/kantung. Kemasan sebagai wadah kedua digunakan kotak karton (kardus) yang
berguna untuk mempermudah pengangkutan pengiriman dalam jumlah besar.
Ukuran kotak karton yang digunakan adalah 34 x 21 x 27 cm, dan mampu
menampung ± 15 kg tepung ubi jalar atau setara dengan 30 kemasan plastik.
Pengemasan produk tepung ubi jalar menggunakan mesin sealler yang
menutup plastik kemasan dengan panas yang dihasilkan oleh alat. Panas dari
mesin akan menempelkan plastik secara merata, sehingga kebocoran dapat
dihindari. Sebelum penyimpanan produk, dilakukan pengecekan produk untuk
memastikan pengemasan telah sempurna.

10
Neraca Massa
Perancangan suatu proses yang baik dapat dilihat dari neraca massa yang
didapatkan. Neraca massa merupakan perincian banyaknya bahan-bahan yang
masuk, keluar, dan menumpuk dalam suatu alat pemroses. Neraca massa
merupakan penerapan hukum kekekalan massa terhadap suatu proses. Massa
memiliki jumlah tetap, tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Neraca
massa dibuat untuk suatu alat atau unit dengan batasan tertentu, dimana bahanbahan diperinci banyaknya baik itu bahan yang masuk ataupun bahan yang keluar
(Brown 1998).
Pembuatan tepung ubi jalar dimulai dengan membuat sawut ubi jalar, proses
untuk mendapatkan sawut ubi jalar dilakukan pada tahap persiapan bahan. Tahap
persiapan bahan meliputi pencucian, pengupasan dan penyawutan. Untuk
pengujian peralatan, ubi jalar segar yang digunakan sebanyak 50 kg. Ubi jalar
segar mula-mula dicuci menggunakan air mengalir atau direndam cepat sebanyak
100 L atau 100 kg. Proses pencucian ini menghasilkan kotoran sebanyak 0.745%
atau 0.37 kg. Kotoran tersebut berupa tanah atau lumpur yang masih menempel
pada bahan. Ubi jalar yang telah bersih sebanyak 49.63 kg, kemudian disortasi
untuk memisahan ubi jalar segar yang rusak dan busuk. Tahap sortasi ini biasanya
membuang 10% dari ubi jalar bersih atau sebanyak 4.96 kg, tergantung pada
kualitas ubi jalar segar yang dibeli. Ubi jalar yang layak untuk diproses sebanyak
44.67 kg kemudian dilakukan pengupasan dengan abrasive peeler, proses
pengupasan dilakukan dengan menambahkan sejumlah air menghasilkan kulit
sebanyak 5.7% atau sebanyak 2.55 kg. Ubi jalar yang terkupas sebanyak 42.12 kg
kemudian disawut menggunakan mesin penyawut untuk mendapatkan sawut ubi
jalar dengan ketebalan 1 – 2 mm, proses penyawutan sendiri mengakibatkan
beberapa ubi jalar tertinggal pada alat dan jatuh ke lantai sebanyak 3.05 % atau
1.28 kg. Sawut ubi jalar yang dihasilkan dari 50 kg ubi jalar segar adalah 40.84 kg.
Rusak
4.96 kg
Air

10%
Sortasi

100 kg
Ubi
jalar
50 kg

Pengupasan

Pencucian
0.74%
Kotoran
0.37 kg

Air

5.7%
Air

100 kg

3.05%
Air

Kulit
2.55 kg

Penyawutan

Terbuang
1.28 kg

Gambar 3 Neraca Massa Persiapan Bahan

Sawut
Basah
40.84 kg

11
Tabel 1 Hasil perhitungan neraca massa proses pencucian
Komponen
Ubi jalar segar
Air
Kotoran
Ubi jalar bersih
Total

Pencucian (Konversi : 99.26%)
Masuk (kg)
Keluar (kg)
50
100
100
0.37
49.63
150
150

Tabel 2 Hasil perhitungan neraca massa sortasi
Sortasi (Konversi : 90%)
Komponen
Masuk (kg)
Ubi jalar bersih
49.63
Ubi jalar rusak
Ubi jalar layak proses
Total
49.63

Keluar (kg)
4.96
44.67
49.63

Tabel 3 Hasil perhitugan neraca massa proses pengupasan
Pengupasan (Konversi : 94.29%)
Komponen
Masuk (kg)
Keluar (kg)
Ubi jalar layak proses
44.67
Kulit
2.55
Air
Ubi jalar terkupas
42.12
Total
44.67
44.67

Tabel 4 Hasil perhitungan neraca massa proses penyawutan
Penyawutan (Konversi : 96.96%)
Komponen
Masuk (kg)
Keluar (kg)
Ubi jalar terkupas
42.12
Ubi jalar tertinggal di alat 1.28
Sawut ubi jalar (basah)
40.84
Total
42.12
42.12

Sawut ubi jalar yang dihasilkan dari proses penyawutan dinamakan sawut
basah sebanyak 40.84 kg. Sawut basah ini kemudian dikeringkan menggunakan
oven. Proses pengeringan menggunakan suhu 60 oC selama 6 – 7 jam hingga
kadar air ubi jalar kurang dari 10%. Pengeringan ini menghilangkan kadar air ubi
jalar sebanyak 71.65% atau 29.26 kg. Sawut kering ubi jalar yang dihasilkan dari
proses pengeringan sebanyak 11.58 kg.

12
Sawut
Basah

Pengeringan Oven
60 oC

40.84 kg

71.65%

28.35%

Sawut
Kering
11.58 kg

Air
29.26 kg
Gambar 4 Neraca Massa Proses Pengeringan
Tabel 5 Hasil perhitungan neraca massa proses pengeringan
Pengeringan (Konversi : 28.35%)
Komponen
Masuk (kg)
Keluar (kg)
Sawut basah
40.84
Proses pengeringan
29.26
Sawut kering
11.58
Total
40.84
40.84

Sawut kering yang dihasilkan dari proses pengeringan sebanyak 11.58 kg.
Sawut kering ini kemudian dilakukan proses penggilingan dengan pin disk mill.
Proses penggilingan pin disk mill menghancurkan sawut kering menjadi tepung
ubi jalar yang cukup halus sehingga tidak diperlukan pengayakan. Proses ini
mengakibatkan kehilangan beberapa massa ubi jalar yang menempel pada alat
atau terbuang ke lantai sebanyak 5% atau 0.58 kg. Tepung ubi jalar yang
dihasilkan dari proses pengilingan sebanyak 11 kg. Jadi, proses pembuatan tepung
ubi jalar dari 50 kg ubi jalar segar menghasilkan 11 kg tepung ubi jalar artinya
rendemen tepung ubi jalar yang dihasilkan 22%.
Sawut
Kering
11.58 kg

Penggilingan
pin disk mill
5%
Terbuang
0.58 kg
Gambar 5 Neraca Massa Proses Penggilingan

Tepung
Ubi Jalar
11 kg

13
Tabel 6 Hasil perhitungan neraca massa proses penggilingan
Pengeringan (Konversi : 94.99%)
Komponen
Masuk (gram)
Keluar (gram)
Sawut kering
11.58
Terbuang
0.58
Tepung ubi jalar
11
Total
11.58
11.58

Peralatan dan Utilitas
Peralatan
Target produksi yang ingin dicapai dalam menghasilkan tepung ubi jalar
perlu ditunjang dengan kemampuan mesin dan peralatan yang digunakan.
Pemilihan mesin dan peralatan yang tidak tepat akan mengakibatkan produksi
tidak berjalan dengan baik. Selain itu, mesin dirancang untuk menghasilkan
produk dengan mutu dan kualitas yang diinginkan. Pada pabrik ini mesin dan
peralatan yang digunakan masih dalam skala kecil, hal ini karena target kapasitas
produksi tidak terlalu besar dan menyesuaikan dengan bentuk industri pengolahan
tepung ubi jalar dalam skala kecil dan menengah. Tabel 7 menunjukan urutan
proses pengolahan tepung ubi jalar, jenis alat beserta kapasitas alat. Untuk
spesifikasi dan dimensi alat serta prosedur kerja tiap alat lebih lengkapnya
disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Tabel 7 Urutan proses dan peratan yang tersedia
No
1
2
3
4
5
6
7

Proses
Pencucian
Pengupasan
Penyawutan
Sortasi
Pengeringan
Penepungan
Pengemasan

Alat
Bak pencucian
Abrasive peeler
Mesin penyawut
Meja sortasi
Oven
Pin disk mill
Sealer

Kapasitas
25 kg/proses
300 kg/jam
100 kg/jam
400 kg/proses
50 kg/jam
25 kg/jam

Jumlah
2
1
1
1
1
1
2

Utilitas
Perlengkapan penunjang (utilitas) merupakan perlengkapan yang diperlukan
untuk mendukung aktifitas produksi didalam pabrik, sehingga proses produksi
yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses pembuatan
tepung ubi jalar dibutuhkan beberapa utilitas, diantaranya tenaga listrik, air dan
penanganan limbah.
a. Air
Penggunaan air pada industri pengolahan tepung ubi jalar diminimalkan
karena penggunaan air yang berlebihan dikhawatirkan dapat mempengaruhi
kualitas produk. Produk tepung yang kering sangat sensitif terhadap kelembaban
kondisi pengolahan. Pada kegiatan produksi tepung ubi jalar, air hanya digunakan
pada bagian produksi basah meliputi proses pencucian bahan baku, dan sedikit
pada proses pengupasan. Kebutuhan air untuk proses pencucian sebanyak 2 L/kg
bahan. Air lebih banyak digunakan untuk operasional pabrik lainnya, seperti
pencucian alat, proses sanitasi dan aktivitas lainnya. Kebutuhan air untuk

14
operasional pabrik sekitar 300 L perhari. Sumber air yang digunakan berasal dari
PDAM dan air sumur. Kebutuhan air untuk pabrik ini lebih lengkapnya disajikan
pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukan kebutuhan penggunaan air perhari untuk
kapasitas produksi 500 kg ubi jalar.
Tabel 8 Utilitas air
Penggunaan

Pencucian
Pengupasan
Operasional pabrik
Total

Kebutuhan
1 000 L/hari
200 L/hari
300 L/hari
1 500 L/hari

b. Listrik
Penggunaan listrik pada pabrik pengolahan tepung ubi jalar ini sangat
penting. Hampir semua peralatan otomatis yang digunakan menggunakan listrik
sebagai bahan penggeraknya. Penggunaan listrik untuk proses produksi dihitung
berdasarkan kebutuhan dalam pengoperasian alat dan kegiatan operasional lain.
Kebutuhan listrik keseluruhan disupplai dari PLN. Kebutuhan listrik diasumsikan
dari seberapa sering penggunaan alat dalam melakukan proses produksi. Proses
produksi dilakukan selama 25 hari kerja perbulan, dengan waktu kerja alat perhari
yaitu selama 6 jam untuk abrasive peeler, mesin penyawut. pin disk mill dan alat
pengemas serta 12 jam untuk oven. Kebutuhan untuk operasional sekitar 20 kW.
Informasi penggunaan listrik untuk operasional mesin + start up dan kebutuhan
pabrik disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Utilitas listrik
Penggunaan

Power
Waktu Pemakaian
(kW/jam)
(jam)
Abrasive peeler
1
6
Mesin penyawut
1
6
Pin disk mill
2
6
Oven
2.5
12
Alat pengemas
0.5
6
Kebutuhan pabrik dan kantor
Total

Jumlah
1
1
1
1
2

Kebutuhan
(kW)
6
6
12
30
6
20
80

c. Penanganan Limbah
Limbah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan tepung ubi jalar tidak
termasuk dalam kriteria limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya), karena limbah
yang dikeluarkan mayoritas berupa kotoran, kulit ubi jalar dan tanah. Untuk
limbah cair tidak diperlukan perlakuan khusus dan bisa langsung dibuang.
Sedangkan untuk limbah padat yaitu berupa kulit sekitar 25 kg untuk produksi ubi
jalar sebesar 500 kg. Limbah kulit tersebut dikumpulkan dalam karung terlebih
dahulu sebelum kemudian dibuang atau diserahkan pada pihak yang mau
menerima. Limbah kulit apabila dibiarkan terlalu lama akan berbau, untuk itu
limbah padat diserahkan pada hari yang sama saat produksi. Limbah kulit dari
industri pengolahan tepung ubi jalar ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

15
Mengingat tidak sedikit jumlah peternak sapi maupun kambing di lingkungan
sekitar Ciampea, industri pengolahan tepung ubi jalar dapat bekerja sama dengan
peternak.
Penentuan Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk
mencapai keuntungan yang optimal. Keuntungan ini dipengaruhi oleh faktor
eksternal, yaitu usaha-usaha pemasaran yang dilakukan serta variabel – variabel
teknik yang berkaitan langsung dengan proses produksi. Menurut Umar (2001),
kapasitas produksi dapat didefinisikan sebagai volume atau jumlah unit yang
dapat diproduksi selama periode tertentu. Definisi ini meliputi hasil keluaran yang
diharapkan. Untuk jangka pendek, kapasitas dapat dipertimbangkan sesuatu yang
konstan. Terdapat dua macam kapasitas, yaitu kapasitas normal yang mungkin
dan kapasias maksimum nominal. Kapasitas normal yang mungkin adalah kondisi
kerja normal yang bukan hanya kondisi peralatan dan kondisi teknikal, namun
juga sistem manajemen yang dipengaruhi oleh kondisi permintaan. Kapasitas
maksimum nominal adalah kapasitas yang mungkin secara teknis. Untuk
mencapai kondisi maksimum, maka penggunaan sumber daya yang ada
dimaksimalkan dan akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi.
Inti dibalik perencanaan kapasitas produksi ini adalah penentuan jumlah
produk yang ingin dihasilkan persatuan waktu tertentu atau jumlah bahan baku
yang dapat diolah persatuan waktu. Penentuan kapasitas produksi dengan melihat
kapasitas terpasang (untuk kapasitas normal) dan kapasitas maksimum dari alat
yang digunakan (Umar 2001). Keluaran yang diharapkan dari penentuan kapasitas
produksi ini adalah diperoleh kapasitas minimum produksi tepung ubi jalar agar
produksi yang dilakukan tidak mengalami kerugian.
Kapasitas semua peralatan terpasang telah disajikan pada Tabel 7, peralatan
yang digunakan secara spesifik dijelaskan pada Lampiran 1. Dari semua peralatan,
oven memiliki peran sangat penting karena penggunaan oven menentukan waktu
proses produksi. Penggunaan oven ini membutuhkan waktu yang paling lama
yaitu 6 jam/proses. Kapasitas oven sebesar 400 kg/proses, artinya kemampuan
oven mengolah sawut basah sebesar 400 kg/proses. Berdasarkan hasil neraca
massa diketahui untuk menghasilkan 400 kg sawut basah dibutuhkan 490 kg ubi
jalar segar, sedangkan dengan 400 kg sawut basah menghasilkan 108 kg tepung
ubi jalar. Sehingga kapasitas terpasang pabrik tepung ubi jalar ini adalah sebesar
490 kg ubi jalar segar atau 108 tepung ubi jalar. Kapasitas maksimum ditentukan
dari kapasitas terpasang alat. Kapasitas maksimum diperoleh dari kemampuan alat
untuk memproduksi dengan jumlah maksimum dari kapasitas yang terpasang.
Penggunaan oven dapat dimaksimalkan dengan menambah jumlah proses,
sehingga dalam sehari dilakukan dua kali proses yang artinya dua kali tingkat
penggunaan oven. Penambahan dilakukan untuk mendapatkan nilai kapasitas
maksimum yaitu dua kali dari kapasitas terpasang sebesar 980 kg ubi jalar segar
atau 214 kg tepung ubi jalar. Kapasitas produksi ini masih dapat meningkat karena
adanya tambahan proses pengeringan sinar matahari dengan alat penjemur
modifikasi, namun untuk angka pastinya belum dapat ditampilkan.

16
Tata Letak Pabrik
Diagram Keterkaitan Aktivitas
Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam menentukan tata letak pabrik
adalah dengan analisis keterkaitan antar aktivitas yang terjadi pada pabrik dengan
menggunakan diagram keterkaitan aktivitas (Apple 1990). Diagram keterkaitan
aktivitas adalah suatu pengaturan tata letak fasilitas operasi dengan memanfaatkan
suatu area sehingga dapat menempatkan mesin, bahan baku serta perlengkapan
operasi industri maupun personalia (Wignjosoebroto 2009). Fungsi dari diagram
aktivitas ini antara lain untuk mengevaluasi luas area yang tersedia, menganalisi
luas area yang dibutuhkan dan juga mampu meminimalisasi biaya pembangunan
suatu industri.
Penyusunan tata letak pabrik dimulai dari pengumpulan data-data operasi
yang mengacu pada diagram alir proses (Gambar 2). Selanjutnya menganalisis
keterkaitan antar aktivitas yang disajikan pada Gambar 6. Melakukan perhitungan
kedekatan penempatan suatu proses terhadap proses selanjutnya dan proses-proses
lainnya dengan menggunakan TCR (Total Closeness Rating) (Tabel 10).
Kemudian mengubah bagan keterkaitan antar aktivitas yang ada kedalam bentuk
diagram keterkaitan antar aktivitas yang disajikan pada Gambar 7. Diagram
keterkaitan aktivitas ini menunjukan kedekatan aktivitas proses yang satu dengan
yang lain secara relatif dari lokasi tertentu sesuai dengan peta keterkaitan antar
aktivitas.
1

Penerimaan bahan baku

2

Penyimpanan bahan baku

3

Sortasi

4

Pencucian bahan baku

5

Pengupasan

6

Penyawutan

7

Penataan sawut basah

8

Pengeringan

9

Penepungan

1
A1,2,3
U
I
A1,2,3
A1,3
E1,3
E1,2
I
I

10 Pengemasan
11 Penyimpanan Produk

A1,2,3
11

2
I
E2
I
U
U
I
U
U
U
10

3
U
U
E2,3
U
U
U
U
U
9

4
U
U
U
U
U
U
U
8

5
U
U
U
X5
U
U
7

6
U
U
U
X5
U
6

Gambar 6 Peta Keterkaitan Aktivitas

7
U
U
U
X5
5

8
U
U
U
4

9
U
X5
3

10
U
2

11
1

17
Keterangan :
Derajat kedekatan
A : Harus bersebelahan (absolutely necessary)
E : Harus berdekatan (Especially important)
I : Cukup berdekatan (important)
O : Tidak harus berdekatan (ordinary ok)
U : Bebas dan tidak saling terkait (unimportant)
X : Tidak boleh saling berdekatan atau harus saling berjauhan (not desirable)
Keterkaitan produksi
1 : Urutan aliran kerja
2 : Menggunakan pekerja yang sama
3 : Memudahkan pemindahan bahan
4 : Adanya komunikasi atau pencatatan
5 : Kemungkinan kontaminasi silang
Tabel 10 Perhitungan TCR (Total Closeness Rating)
No.

Nilai

TCR

1

81

9

1

1

1

1

1

3

1

1

2

81

1

27

1

1

1

1

1

1

0

3

1

9

9

9

27

1

1

1

1

1

4

9

27

1

81

1

1

1

0

0

0

5

81

27

1

1

81

1

1

1

1

1

6

81

9

27

1

1

27

9

1

1

1

7

27

1

1

1

1

1

27

1

1

1

8

27

9

1

1

1

1

1

9

1

1

9

27

1

1

1

0

1

1

1

9

1

10

27

1

1

1

1

0

1

1

1

1

11

81

1

1

1

1

1

0

1

0

1

100
115
60
122
196
158
62
52
44
35
88

18
U= 1,6
E= 2

U= 3,5,6,7,8,9,10
E= 4

4

2

A= 5
I= 3

O= X= 9,10,11
U= 1,2,7,8,9,10,11
E= -

O= X= 11

5

A=1
I= 2,7,8,9,10,11 =U
6 =E

1

O= X= -

A= I= 1,4,5

O= X= U= 1,2,4,9,10,11
E= 3,7

- =O
- =X
1,2,3,4,5,9,10,11 =U
6,8 =E

6

U= 1,2,3,4,5,10,11
E= 7

8

7

A= 5
I= 8

A= I= -

O= X= U= 1,3,5,6,7,8,9
E= -

O= X= U= 1,2,3,5,6,7,8
E= -

11

A= 10
I= -

A= 2
I= 3

3

A= 4,6
I= 3

O= X= 2,4

U= 4,5,6,7,8,9,10,11
E= -

A= I= 6,9

O= X= U= 1,2,3,5,6,7,11
E= -

10

O= X= 4

A= 11
I= 9

9

O= X= 4

A= I= 8,10

Gambar 7 Diagram Keterkaitan Antar Aktivitas
Kebutuhan Ruang
Kebutuhan ruang adalah kebutuhan terhadap luasan tertentu yang diperlukan
para pekerja untuk bergerak (Wignjosoebroto 2009). Luasan ruang yang diberikan
sangat mempengaruhi efektifitas dalam bekerja. Ruang yang terlalu sempit akan
menimbulkan kesulitan dalam bergerak, sebaliknya ruang yang terlalu luas akan
menyebabkan besarnya jarak tempuh sehingga lebih cepat menimbulkan
kelelahan dan memperlambat proses pengolahan. Untuk memberikan kenyamanan
dan ruang kerja yang cukup bagi pekerja dilakukan perlakuan dengan mengalikan
sub total kebutuhan ruang dengan nilai 100 – 200%, tergantung dari luasan yang
tersedia (Wignjosoebroto 2009). Penentuan luas gerak pekerja untuk pabrik ini
adalah 200% karena beban pekerjaan yang cukup tinggi dan memang ketersediaan
ruangnya luas. Kebutuhan luas ruangan produksi disajikan pada Tabel 11.

19
Tabel 11 Kebutuhan luas ruang produksi tepung ubi jalar
Jenis
Alat/Mesin

No

Lokasi

1
2
3
4
5
6
7

Pencucian
Pengupasan
Penyawutan
Sortasi
Pengeringan
Penepungan
Pengemasan

Luas (m2)
Alat/mesin Operator Jumlah

Bak pencucian
2
Abrasive peeler
0.5
Mesin penyawut
0.5
Meja sortasi
2
Oven
2.5
Pin disk mill
0.5
Sealer
0.5
Total luas (m2)

0.5
0.5
1
0.5
1.5
1
0.5

2
1
1
1
1
1
2

Sub
Total
5
1
1.5
2.5
4
1.5
2

(x)
200%
10
2
3
5
8
3
4
35

Secara keseluruhan luas ruang yang diperlukan untuk pabrik pengolahan
tepung ubi jalar ini adalah 90 m2 dengan perincian kebutuhan luas ruang disajikan
pada Tabel 12.
Tabel 12 Kebutuhan luas ruang pabrik pengolahan tepung ubi jalar
No
1
2

Ruangan
Ruang produksi
Ruang non proses produksi
a. Tata usaha dan penerima tamu
b. Tempat bahan baku
c. Tempat penyimpanan produk
d. Tempat pengemasan
e. Toilet
f. Mushola
g. Dapur
h. Ruang pekerja
Total luas ruangan

Luas (m2)
35
10
10
6
6
6
6
5
6
90

Ketersediaan Ruang
Ketersediaan ruang merupakan luasan yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan ruang baik untuk ruang produksi maupun ruang untuk pabrik
keseluruhan (Wignjosoebroto 2009). Ruang yang tersedia harus sedikit lebih besar
atau pas dengan kebutuhan ruang. Ruang yang terlalu sempit akan menimbulkan
kesulitan dalam bergerak, sebaliknya ruang yang terlalu luas akan menyebabkan
besarnya jarak tempuh sehingga lebih cepat menimbulkan kelelahan dan
memperlambat proses pengolahan.
Pabrik yang dibangun memiliki luas total ± 160 m2 yang telah memiliki
bagian ruangan-ruangan meliputi satu ruang tengah besar, empat ruang kecil, dua
toilet, satu ruang memanjang disamping dan satu ruang besar dibelakang. Ruangruang tersebut kemudian dibagi sesuai dengan kebutuhan ruang yang diperlukan.
Perincian ketersediaan ruang disajikan pada Tabel 13.

20
Tabel 13 Ketersediaan luas ruang pabrik pengolahan tepung ubi jalar
No
1
2
3
4
5
6

Jenis

Ruang
Ruang tengah besar
16.25
Ruang kecil 1
8.4
Ruang kecil 2
7
Ruang samping
10.45
Ruang belakang
99.75
Toilet
2.7
Total luas (m2)

Luas (m2)

Jumlah
1
2
2
1
1
2

Total (m2)
16.25
16.8
14
10.45
99.75
5.4
162.65

Pembagian fungsi ruangan untuk pabrik disesuaikan antara kebutuhan