Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu

ISOLASI SENYAWA ANTITUMOR DARI KARANG LUNAK
Sarcophyton sp. KEPULAUAN SERIBU

SRI ISWANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi Senyawa
Antitumor dari Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Sri Iswani
NIM G44104037

ABSTRAK
SRI ISWANI. Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton sp.
Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan HEDI INDRA JANUAR.

Sarcophyton sp. merupakan salah satu jenis karang lunak yang dapat
mendominasi wilayah bentik. Ketahanan Sarcophyton sp. pada kondisi perairan
yang rendah (eutrofikasi tinggi) serta kemampuannya mendominasi telah
dilaporkan karena aktivitas senyawa bioaktif sebagai antitumor. Penelitian ini
bertujuan mengisolasi senyawa antitumor Sarcophyton sp. dari Perairan Pulau
Panggang bagian selatan, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Penapisan awal
dengan uji letalitas larva udang menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol dari
karang lunak yang hidup mendominasi di lingkungannya bersifat paling toksik
pada 100 ppm (konsentrasi mematikan 50%) dibandingkan dengan biota yang
hidup di antara karang atau lingkungan abiotik. Fraksionasi ekstrak metanol
dengan kolom ekstraksi fase padat menghasilkan 4 fraksi, dengan fraksi F2
memiliki aktivitas sitotoksik paling besar (konsentrasi penghambatan 50%, IC50

37.675 ppm). Pemurnian F2 menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi
preparatif menghasilkan 20 subfraksi. Berdasarkan indeks kemurnian dari detektor
susunan fotodiode, terdapat 3 isolat murni dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel
lestari MCF-7, yaitu F25 (IC50 36.04 ppm), F30 (IC50 71.030 ppm), dan F37 (IC50
67.227 ppm).
Kata kunci: antitumor, Sarcophyton sp., sel lestari MCF-7, sitotoksisitas

ABSTRACT
SRI ISWANI. Isolation of Antitumour Compounds from Soft Coral Sarcophyton sp.
in Seribu Islands. Supervised by DUDI TOHIR and HEDI INDRA JANUAR.
Sarcophyton sp. is a soft corals species which can dominate the living in
benthic environment. The endurance of Sarcophyton sp. in low water conditions (high
eutrophication) and its dominating character have been reported due to its bioactive
compound as antitumour. This study aimed to isolate the antitumour compound in
Sarcophyton sp. from Panggang Island south section, Seribu Islands National Park.
Brine shrimp lethality test was used as preliminary screening test and found the crude
methanol extract of dominating soft coral was the most toxic extract at 100 ppm (50%
lethal concentration), compared with similar species live in hard corals or abiotic
environment. Fractionation of the crude extract with solid phase extraction column
resulted 4 fractions. The F2 fraction was the most toxic (50% inhibition

concentration, IC50 37.675 ppm). Purification of F2 with preparative high
performance liquid chromatography resulted 20 subfractions. Based on purity index
from photodiode array detector, there were 3 pure isolates, all with cytotoxic activity
against MCF-7 cell line, namely F25 (IC50 36.04 ppm), F30 (IC50 71.030 ppm), and
F37 (IC50 67.227 ppm).
Key words: antitumour, cytotoxicity, MCF-7 cell line, Sarcophyton sp.

ISOLASI SENYAWA ANTITUMOR DARI KARANG LUNAK
Sarcophyton sp. KEPULAUAN SERIBU

SRI ISWANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton
sp. Kepulauan Seribu
Nama
: Sri Iswani
NIM
: G44104037

Disetujui oleh

Drs Dudi Tohir, MS
Pembimbing I

Hedi Indra Januar, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Isolasi Senyawa Antitumor dari Karang Lunak Sarcophyton
sp. Kepulauan Seribu. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Mei–Oktober 2013 di Laboratorium Instrumen dan
Bioteknologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP), Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerja sama yang telah diberikan oleh Bapak Drs Dudi Tohir, MS selaku
pembimbing pertama dan Bapak Hedi Indra Januar, MSi selaku pembimbing
kedua. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta
keluarga atas segala doa dan semangat yang diberikan. Terima kasih juga kepada
para peneliti dan teknisi di lingkup BBP4BKP atas bantuan yang telah diberikan

selama penulis melakukan penelitian.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Januari 2014

Sri Iswani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Lingkup Penelitian
Persiapan Sampel
Ekstraksi Sarcophyton sp.
Uji Toksisitas terhadap Larva Udang A. salina
Fraksionasi dan Pembuatan Profil Sidik Jari Fraksi
Uji Sitotoksisitas
Pemurnian Fraksi Aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Persiapan dan Ekstraksi Karang Lunak Sarcophyton sp.
Toksisitas Ekstrak Kasar Metanol terhadap Larva Udang
Fraksi Ekstrak Metanol
Bioaktivitas dan Profil Sidik Jari Fraksi
Hasil Pemurnian Fraksi Teraktif
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
1
2
2
2
2

3
3
3
4
4
4
4
5
6
8
10
13
13
14
14
17
27

DAFTAR GAMBAR
Karang lunak Sarcophyton sp.

4
Persen kematian larva udang A. salina oleh ekstrak kasar Sarcophyton sp.
dari 3 kondisi lingkungan yang berbeda
6
3 Profil sidik jari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
7
4 Diagram rendemen fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol Sarcophyton
sp. menggunakan kolom SPE C18 dengan variasi eluen
8
5 Profil KCKT fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol; F1 (air-metanol, 1:1)
(a), F2 (metanol) (b), F3 (metanol-diklorometana, 1:1) (c),
F4 (diklorometana) (d)
9
6 IC50 fraksi-fraksi dari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. terhadap
sel tumor MCF-7
9
7 IC50 fraksi metanol (F2) terhadap sel lestari tumor MCF-7
10
8 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) F25

11
9 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 1 (F24)
11
10 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 2 (F30)
12
11 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 3 (F37)
12
1
2

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5

6
7

8
9

Peralatan KCKT
Fraksionasi ekstrak metanol menggunakan kolom SPE
Peralatan uji toksisitas terhadap larva udang A. salina; penetasan
telur udang (kiri); perlakuan uji (tengah); penghitungan persen
kematian (kanan)
Bagan alir penelitian
Foto bawah air (transek kuadran 50 cm2) biota Sarcophyton sp. pada
kondisi lingkungan hidup mendominasi di terumbu karang (a), hidup
diantara karang (b), dan di lingkungan abiotik (c)
Rendemen ekstrak metanol, hasil fraksionasi kolom dan isolat
Sarcophyton sp.
Persen kematian larva udang A. salina (uji BSLT)
Uji sitotoksisitas terhadap sel tumor MCF-7
Profil mikroskopik (penghambatan pertumbuhan) sel MCF-7; (A) isolat 1
(fraksi 24), (C) isolat 2 (fraksi 30), dan (D) isolat 3 (fraksi 37)

17
17

17
18

18
19
21
22
25

1

PENDAHULUAN
Komunitas biota sesil terumbu karang merupakan salah satu sumber
penemuan senyawa baru yang dapat dikembangkan di bidang biofarmasi. Biota
yang tidak mampu berpindah tempat ini akan menghasilkan senyawa bioaktif
untuk mempertahankan hidup ketika berinteraksi dengan lingkungan
ekosistemnya. Contohnya seperti menghindarkan diri dari hewan predator atau
memenangkan ruang hidup sehingga mendominasi di wilayah bentik (Kelly et al.
2003).
Salah satu biota terumbu karang yang memiliki karakteristik tersebut adalah
karang lunak Sarcophyton sp. dari Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu
(Estradivari et al. 2007; Januar et al. 2011). Menurut Sammarco dan Coll (1992),
Sarcophyton sp. merupakan biota karang lunak golongan Octocorallia yang
mampu memenangkan ruang hidup sehingga mendominasi di wilayah terumbu
karang perairan Pasifik. Kemampuan mendominasi ini didasarkan pada tingkat
ketahanannya terhadap penurunan kualitas perairan (Sotka et al. 2009) serta
kemampuannya menghasilkan senyawa aktif sebagai pelindung diri dari
pemangsa (Wang et al. 2008). Senyawa aktif tersebut juga berfungsi sebagai
pelindung dari sengatan sinar matahari, mencegah infeksi bakteri, dan membantu
proses reproduksi (Harper et al. 2001).
Senyawa-senyawa yang telah dilaporkan dari biota Sarcophyton sp. adalah
golongan senyawa bioaktif diterpenoid sembranoid (Lin et al. 2012; Abou El-Ezz
et al. 2013). Contohnya adalah senyawa sarkopina dari karang lunak Sarcophyton
glaucum asal Laut Merah yang mampu menghambat proses pembentukan tumor
(Sawant et al. 2006). Selain itu, senyawa sarkokrasokolida dari Sarcophyton
crassocaule asal perairan Dongsha, Taiwan yang mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker hati (HEp-2), kanker payudara (MCF-7), dan kanker
kolon (WiDr) (Su et al. 2011).
Hingga saat ini, kandungan senyawa bioaktif antitumor dari Sarcophyton sp.
yang berasal dari Pulau Panggang bagian selatan Kepulauan Seribu belum diteliti.
Uji aktivitas antitumor yang telah dilakukan berupa bioaktivitas sitotoksik S.
glaucum yang berasal dari perairan Pulau Kotok, Kepulauan Seribu terhadap sel
kanker serviks (HeLa) (Wikanta et al. 2007). Beberapa penelitian yang telah
dilakukan terhadap Sarcophyton sp. dari wilayah Pulau Panggang ialah uji
bioaktivitasnya sebagai antibakteri (Soedharma et al. 2005; Setyaningsih et al.
2012), dan inhibitor protease (Nurhayati et al. 2010). Oleh karena itu, penelitian
dilakukan dengan tujuan mengisolasi senyawa yang memiliki aktivitas antitumor
dari biota Sarcophyton sp. yang berasal dari perairan Pulau Panggang bagian
selatan, Taman Nasional Kepulauan Seribu.

2

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah karang lunak Sarcophyton sp. (ukuran
koloni 10 cm) dari perairan Pulau Panggang bagian selatan, Taman Nasional
Kepulauan Seribu, sel lestari tumor payudara MCF-7 (Michigan Cancer
Foundation-7), metanol p.a, metanol HPLC grade, air HPLC grade,
diklorometana p.a (DCM), asam trifluoroasetat (TFA), media kultur Dulbecco’s
Modified Eagle Media (DMEM, Sigma), pereaksi 3-(4,5-dimetiltiazolil)-2,5difeniltetrazolium bromida (MTT), dimetil sulfoksida p.a (DMSO), natrium
dodesil sulfat (SDS) 10%, air laut buatan (ALB), dan telur udang Artemia salina.
Alat-alat yang digunakan adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT,
Shimadzu 2010A) (Lampiran 1), kolom preparatif ODS 4.6 × 150 mm
(Shimadzu), kolom analitik C18 2.1 × 100 mm (Phenomenex), kolom ekstraksi
fase padat (SPE) C18 25 g × 150 mL (Phenomenex) (Lampiran 2), penguap putar
R-210 (Buchi), pemekat vakum putar (Savant), multiwell microplate reader,
mikroskop fluoresens, sentrifuga CR 412 (Jouan), vorteks, laminar air flow
cabinet, inkubator CO2, mikroplat 96 sumur, mikropipet 100–1000 µL, neraca
analitik, peralatan uji toksisitas (Lampiran 3), dan peralatan kaca.

Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini ditampilkan pada Lampiran 4. Delapan tahapan
penelitian yang dilakukan meliputi (1) persiapan sampel Sarcophyton sp. di
perairan Pulau Panggang-Taman Nasional Kepulauan Seribu, (2) ekstraksi, (3) uji
toksisitas terhadap larva udang A. salina (brine shrimp lethality test, BSLT), (4)
fraksionasi menggunakan kromatografi kolom SPE C18, (5) uji bioaktivitas
antitumor fraksi (dinyatakan dengan konsentrasi penghambatan 50% [IC50]), (6)
identifikasi profil sidik jari menggunakan KCKT, (7) isolasi senyawa aktif
antitumor menggunakan KCKT, dan (8) uji bioaktivitas antitumor isolat (IC50).

Persiapan Sampel
Sampel karang lunak Sarcophyton sp. diambil pada kedalaman 5 m di 3
kondisi lingkungan yang berbeda (hidup mendominasi, hidup di antara karang
yang lain, dan hidup di lingkungan abiotik) dari perairan Pulau Panggang bagian
selatan, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Koordinat pengambilan sampel
dicatat menggunakan global positioning system (GPS, Garmin). Penentuan
kondisi lingkungan berdasarkan pada pola transek di kuadran bujur sangkar
dengan luas 50 cm2.

3

Ekstraksi Sarcophyton sp.
Sampel ditimbang dan dimaserasi secara in situ menggunakan larutan
metanol p.a dengan nisbah 1:1 (b/v) di dalam botol gelap. Selanjutnya sampel
) menggunakan es selama proses
disimpan dengan segera pada suhu rendah (
transportasi ke laboratorium. Maserasi dilakukan selama 3 × 24 jam, maserat
disaring dengan kertas saring Whatman no. 1. Filtrat dikumpulkan dan
dipekatkan dengan menggunakan penguap putar.

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang A. salina (Meyer et al. 1982)
Penetasan Telur A. salina
Kira-kira 20 mg telur A. salina dimasukkan dalam wadah penetasan yang
berisi ALB (38 g NaCl/L) dan disinari dengan lampu TL 18 watt. Setelah 48 jam,
telur yang sudah menetas menjadi larva siap digunakan sebagai hewan uji.
Persiapan Larutan Uji
Sebanyak 10 mg ekstrak kasar dilarutkan dalam 50 µL DMSO p.a, lalu
ditepatkan menjadi 1 mL menggunakan ALB. Larutan ini digunakan sebagai
larutan induk dengan konsentrasi 10000 ppm.
Uji Toksisitas
Larutan induk sebanyak 50 µL dimasukkan ke dalam vial yang telah berisi
10 ekor larva udang A. salina dan ALB sebanyak 5 mL hingga diperoleh
konsentrasi dosis 100 ppm. Perlakuan berlangsung selama 24 jam sebanyak 3
ulangan. Jumlah larva yang mati dihitung dan ditentukan persen kematiannya.
Suatu ekstrak dikatakan aktif (toksik) bila pada konsentrasi 100 ppm persen
kematian dari populasi larva A. salina lebih besar atau sama dengan 50%
(Olaleye 2007).

Fraksionasi dan Pembuatan Profil Sidik Jari Fraksi
Ekstrak kasar metanol teraktif difraksionasi menggunakan kromatografi
kolom SPE dengan fase diam C18 25 g × 150 mL (Phenomenex). Fase gerak yang
digunakan adalah metanol-air (1:1), metanol, metanol-diklorometana (1:1), dan
diklorometana. Fraksi yang diperoleh diuapkan pelarutnya menggunakan penguap
putar dan dikeringkan menggunakan pemekat vakum putar.
Profil sidik jari fraksi diperoleh menggunakan KCKT dengan fase gerak airasetonitril-TFA (94.9:5:0.1) sebagai eluen A dan asetonitril-air-TFA (94.9:5:0.1)
sebagai eluen B. Elusi dilakukan secara gradien dari 10% hingga 100% eluen B
selama 30 menit. Sebanyak 10 µL fraksi (10 mg/mL) diinjeksi ke dalam kolom
analitik C18 dengan laju alir 0.2 mL/menit. Setiap fraksi diuji bioaktivitasnya
terhadap sel tumor MCF-7 untuk mendapatkan fraksi teraktif untuk uji lanjutan.

4

Uji Sitotoksisitas (Zachary 2003)
Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT terhadap sel tumor
payudara MCF-7. Uji dilakukan menggunakan deret konsentrasi ekstrak 25, 100,
dan 200 ppm. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk kristal formazan
yang berwarna biru. Intensitas warna biru berbanding lurus dengan jumlah sel
yang hidup dan ditentukan menggunakan spektrofotometer ELISA microplate
reader pada panjang gelombang 595 nm. Nilai persen inhibisi yang diperoleh
selanjutnya dianalisis probit menggunakan SPSS 15.0 untuk menentukan nilai
IC50 dari masing-masing ekstrak terhadap kontrol negatif (sel tumor MCF-7).

Pemurnian Fraksi Aktif
Fraksi teraktif dari hasil uji kemudian dimurnikan menggunakan KCKT
dengan metode yang sama dengan analisis profil sidik jari ekstrak. Fraksi murni
(isolat) yang diperoleh, dikeringkan menggunakan pemekat vakum putar, lalu
diuji kembali aktivitas sitotoksiknya dengan uji MTT menggunakan sel tumor
MCF-7.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Persiapan dan Ekstraksi Karang Lunak Sarcophyton sp.
Sampel penelitian karang lunak Sarcophyton sp. (Gambar 1) diperoleh dari
perairan Pulau Panggang bagian selatan pada titik koordinat S 05○44.721’ dan E
106○35.344’. Wilayah ini merupakan zona pemukiman penduduk di wilayah
Taman Nasional Kepulauan Seribu dengan karakteristik kualitas perairan yang
telah dilaporkan memiliki tingkat eutrofikasi cukup tinggi serta tutupan karang
yang didominasi oleh spesies montipora (karang keras) dan Sarcophyton sp.
(karang lunak) (Estradivari et al. 2007).

Gambar 1 Karang lunak Sarcophyton sp.

5

Sampel diambil pada kedalaman 5 m, berdasarkan Fabricus dan Philip
(2001) yang menyatakan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. banyak
terkonsentrasi di kedalaman 3–10 m. Selain itu, telah dilaporkan pula oleh
Estradivari et al. (2007) bahwa ketahanan terhadap kondisi kualitas air serta
kemampuan untuk bersaing dalam ruang hidupnya menyebabkan biota ini dapat
bertahan pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu,
pemilihan sampel juga didasarkan pada 3 kondisi lingkungan hidup berdasarkan
kuadran traksek dengan luas 50 cm2 (Lampiran 5). Ketiga kondisi tersebut adalah
biota yang hidupnya paling dominan (mendominasi) di terumbu karang, biota
yang hidup bersama di antara karang lainnya, dan biota yang hidup di lingkungan
abiotik (pecahan karang).
Proses penyiapan setiap sampel dilakukan berdasarkan metode Januar et al.
(2009), yaitu maserasi pada suhu rendah. Pada tahapan awal, ekstraksi dilakukan
secara in situ menggunakan metanol p.a dan disimpan dengan segera pada suhu
rendah (
) menggunakan es untuk meminimumkan perubahan bioaktivitas dari
kandungan senyawa metabolit sekunder selama proses pengangkutan ke
laboratorium. Metode yang hampir sama telah dilakukan oleh Wang et al. (2013)
dalam proses preservasi Sarcophyton sp. yang diperoleh dari Laut Cina Selatan,
tetapi preservasi tidak dilakukan secara in situ, melainkan sampel dibekukan pada
suhu -20 sebelum diekstraksi di laboratorium.
Hasil ekstraksi Sarcophyton sp. yang diambil pada 3 kondisi lingkungan
berbeda ditampilkan pada Tabel 1. Terlihat bahwa rendemen ekstrak kasar
metanol yang diperoleh dari sampel C lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A
dan B. Hal ini disebabkan sampel C berada di lingkungan abiotik yang mayoritas
didominasi oleh pasir, sedimen, pecahan karang, dan lain-lain, sehingga jumlah
predator seperti ikan karang lebih sedikit daripada dalam lingkungan hidup
sampel A dan B. Dengan demikian, sampel C akan memproduksi lemak lebih
banyak ketimbang senyawa bioaktifnya. Lemak diproduksi oleh karang lunak
sebagai komponen membran sel dan sumber energi dalam metabolismenya (Koop
et al. 2001).
Tabel 1 Rendemen ekstrak kasar metanol dari karang lunak Sarcophyton sp. pada
3 kondisi lingkungan yang berbeda.
Kode
Sampel
A
B
C
a

Kondisi Lingkungan
Mendominasi ruang hidup
Hidup di karang keras
Hidup di lingkungan abiotik

Bobot Ekstrak
Kasar (g)
0.6683
1.4488
2.7879

Rendemen
(%)a
0.32
0.39
0.63

Data selengkapnya diberikan di Lampiran 6

Toksisitas Ekstrak Kasar Metanol terhadap Larva Udang
Ekstrak kasar yang diperoleh dari 3 kondisi lingkungan berbeda ditapis
menggunakan uji BSLT. Menurut Carballo et al. (2002), BSLT merupakan
metode yang paling sederhana untuk menguji toksisitas suatu bahan alam dengan
menggunakan larva udang A. salina. Metode ini merupakan uji awal senyawa

6

Kematian larva (%)

sitotoksik atau antitumor dengan spektrum aktivitas farmakologi yang luas.
Metode ini banyak digunakan karena sederhana, mudah, cepat dan relatif murah
dengan tingkat kepercayaan 95%. Tingkat toksisitas dinyatakan dengan nilai LC50,
yaitu konsentrasi senyawa yang memberikan tingkat kematian sebesar 50%
terhadap populasi larva udang (Meyer et al. 1982).
Hasil uji penapisan pada konsentrasi 100 ppm (Gambar 2) menunjukkan
bahwa ekstrak kasar metanol sampel yang diambil dari lingkungan yang
mendominasi ruang hidup (A) memiliki aktivitas sitotoksik tertinggi dengan
persen kematian larva A. salina sebesar 50%. Adapun aktivitas terendah
ditunjukkan oleh ekstrak kasar sampel yang diperoleh dari lingkungan abiotik
yaitu sebesar 30%.
50,00
36,67

A

B

30,00

C

Kondisi lingkungan bentik Sarcophyton sp.

Gambar 2 Persen kematian larva udang A. salina oleh ekstrak kasar Sarcophyton
sp. dari 3 kondisi lingkungan yang berbeda (Abiota dominan; Bbiota
hidup di antara karang; Cwilayah hidup biota abiotik). Data
selengkapnya diberikan di Lampiran 7.
Tingkat toksisitas yang tinggi pada ekstrak sampel yang mendominasi
lingkungannya diperkirakan karena adanya metabolit sekunder yang dihasilkan
sebagai antipredator atau media kompetisi. Dengan menghasilkan senyawa
tersebut, biota mampu bertahan hidup dan mendominasi di lingkungan bentiknya.
Senyawa sarkopitoksida yang telah dilaporkan oleh Koop et al. (2001) adalah
salah satu contohnya. Jadi, bioaktivitas metabolit sekunder dari Sarcophyton sp.
yang mendominasi lingkungan bentiknya lebih tinggi daripada biota yang hidup
pada kondisi lingkungan lainnya. Tingkat toksisitas yang mampu mematikan 50%
populasi larva udang A. salina pada 100 ppm dikategorikan toksik (Olaleye 2007).
Oleh karena itu, ekstrak kasar metanol teraktif ini dipilih untuk uji lanjutan ke
tahap fraksionasi.

Fraksi Ekstrak Metanol
Pada tahap awal dilakukan analisis sidik jari terhadap ekstrak kasar metanol
dengan menggunakan KCKT analitik untuk menentukan metode fraksionasi
terbaik. KCKT dipilih sebagai metode penera karena memiliki resolusi yang

7

tinggi, serta hanya membutuhkan sedikit sampel (mikroliter) dalam pengujian
(Rohman 2007).
Hasil uji menggunakan fase terbalik ditampilkan pada Gambar 3 dan
memperlihatkan komposisi senyawa yang beragam, tetapi puncak-puncaknya
terpisah dengan cukup baik. Meskipun fase diam C18 bersifat nonpolar, adanya
gugus silanol menyebabkan fase diam ini mampu mengelusi senyawa-senyawa
dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Rohman 2007).
mAU
80000

70000

60000

25.155
25.235
26.210

23.767
24.170

23.196

22.347

21.293

14.650
15.339

13.227
13.845

12.890

11.215

10.352

8.723 8.928

9.589

3.544

6.439
6.994
7.651

10000

4.955
5.372
5.618

2.665

20000

16.182

15.620

30000

16.891
17.254 17.461 16.913
17.819 18.035
18.407
18.693
18.955
19.401

40000

21.797

20.139

50000
1.984

I
n
t
e
n
s
i
t
a
s

0
0.0

2.5

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

min

Waktu retensi

Gambar 3 Profil sidik jari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
Berdasarkan hasil uji profil sidik jari yang mampu memisahkan dengan baik
senyawa-senyawa dalam ekstrak kasar metanol menggunakan kolom fase terbalik
C18, fraksionasi dilakukan menggunakan kolom SPE C18. Metode ekstraksi padatcair ini menghasilkan pemisahan yang efisien (recovery > 99%) serta lebih mudah
dilakukan dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair
membutuhkan proses ekstraksi beberapa kali untuk mendapatkan recovery yang
tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan 1 tahap. Selain itu, matriks
pengotor seperti garam yang banyak terkandung dalam biota laut dapat
dihilangkan sebagai pra-perlakuan sampel (Rohman 2007).
Fraksionasi ekstrak kasar metanol dengan SPE menghasilkan 4 fraksi
berdasarkan perbedaan kepolarannya (Gambar 4). Fraksi F2 (metanol) memiliki
rendemen tertinggi (72.11%) dibandingkan dengan fraksi lainnya, yaitu F1 (airmetanol, 1:1) (13.66%), F3 (metanol-diklorometana, 1:1) (8.90%), dan F4
(diklorometana) (0.70%). Terdapat pula sisa ekstrak yang masih tertinggal di
kolom sebanyak 4.62%.

8

F4
0,70% (4,7 mg)
F3
8,90% (59,5 mg)

Pengotor
4,62% (30,9 mg)
FI
13,66% (91,3 mg)

Air-Metanol (1:1)
Metanol
MetanolDiklorometana (1:1)
Diklorometana

F2
72,11% (481,9 mg)

Gambar 4 Diagram rendemen fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp.
menggunakan kolom SPE C18 dengan variasi eluen
Metanol sebagai pelarut F2 bersifat polar, tetapi juga dapat melarutkan
senyawa yang kurang polar (Andriyanti 2009). Oleh karena itu, nilai rendemen F2
yang tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan senyawa yang beragam, tidak
hanya yang bersifat polar. Senyawa kurang polar juga mungkin terkandung,
seperti yang telah dilaporkan, yaitu ester asam lemak (Koop et al. 2001),
diterpenoid sembranoid (Li et al. 2006), flavonoid (Yudi 2011), dan steroid
terpolioksigenasi (Wang et al. 2013).

Bioaktivitas dan Profil Sidik Jari Fraksi
Setiap fraksi selanjutnya dicirikan profil sidik jarinya menggunakan KCKT.
Profil kromatogram yang didapatkan (Gambar 5) secara keseluruhan
memperlihatkan bahwa fraksionasi menggunakan kolom SPE C18 mampu
memisahkan komponen-komponen dalam ekstrak kasar berdasarkan tingkat
kepolarannya. Kromatogram (a) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa
yang diperkirakan bersifat sangat polar karena mampu larut dalam pelarut airmetanol yang memiliki tetapan dielektrik 32.7 dan 5.1 (UW 2010). Komponenkomponen senyawa terpisah cukup baik pada menit ke-4 hingga ke-10. Adapun
puncak yang terlihat dari menit ke-0 hingga ke-4 adalah profil dari pelarut yang
digunakan pada saat injeksi sampel (metanol).
Kromatogram (b) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang
diperkirakan bersifat polar karena mampu larut dalam metanol. Komponenkomponen senyawa terpisah cukup baik pada menit ke-12 hingga ke-22. Fraksi ini
tertinggi rendemennya (72.11%) dan ternyata berbanding lurus dengan banyaknya
komponen senyawa yang terkandung di dalamnya.

9

Gambar 5 Profil KCKT fraksi-fraksi ekstrak kasar metanol: F1(air-metanol, 1:1)
(a), F2 (metanol) (b), F3 (metanol-diklorometana, 1:1) (c), F4
(diklorometana) (d)
Kromatogram (c) memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang
diperkirakan bersifat semipolar karena mampu larut dalam pelarut metanoldiklorometana. Tetapan dielektrik diklorometana adalah 8.93, sedangkan indeks
kepolarannya 3.1 (UW 2010). Dengan demikian, kromatogram (d)
memperlihatkan profil dari senyawa-senyawa yang diperkirakan bersifat nonpolar
karena mampu larut dalam pelarut diklorometana. Komponen fraksi 3 dan 4 ini
terpisah cukup baik pada menit ke-12 hingga ke-25.
Meskipun profil kromatogram (c) dan (d) hampir sama, bioaktivitas kedua
fraksi tersebut berbeda cukup signifikan. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
6, F3 (kromatogram c) memiliki aktivitas sitotoksik lebih tinggi dibandingkan
dengan F4 (kromatogram d). F4 diperkirakan hanya sisa dari hasil pemisahan
yang memiliki karakteristik gugus kromofor mirip dengan senyawa pada F3.

Gambar 6 IC50 fraksi-fraksi dari ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. terhadap
sel tumor MCF-7

10

Dari semua fraksi, F2 paling sitotoksik, dengan nilai IC50 paling rendah,
yaitu 38 ppm, selanjutnya diikuti oleh fraksi F3 (188 ppm), F1 (1090 ppm), dan
F4 (31507 ppm). Nilai IC50 F2 ini lebih baik dibandingkan dengan aktivitas
sitotoksik fraksi yang sama dari S. glaucum asal Pulau Kotok, Kepulauan Seribu
terhadap sel kanker serviks (HeLa), yaitu 50.12 ppm (Wikanta et al. 2007).
Suatu ekstrak dikatakan potensial sebagai senyawa antitumor jika memiliki
nilai IC50 < 50 ppm (Mans et al. 2000), maka dapat dikatakan bahwa F2 tergolong
aktif sebagai antitumor, sedangkan F1, F3, dan F4 tidak aktif karena memiliki
nilai IC50 > 50 ppm. Tingginya aktivitas sitotoksik dari F2 diperkirakan karena
mengandung beragam senyawa aktif dengan rendemen yang tinggi. Diduga
senyawa-senyawa yang telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antitumor
terkandung di dalam fraksi tersebut seperti golongan senyawa diterpenoid
sembranoid (Li et al. 2006). Fraksi F2 sebagai fraksi teraktif selanjutnya
dipisahkan kembali untuk mendapatkan isolat murni menggunakan metode KCKT
preparatif.

Hasil Pemurnian Fraksi Teraktif
Pemurnian fraksi teraktif (F2) dilakukan menggunakan KCKT dengan fase
terbalik, yaitu kolom preparatif C18. Metode elusi dilakukan secara gradien
menggunakan campuran air-asetonitril-TFA selama 30 menit dengan volume
injeksi 100 µL ekstrak F2 (10 mg/mL). Hasil elusi ditampung tiap 0.5 menit
menggunakan fraction collector. Hal ini bertujuan memperkecil kemungkinan
fronting atau tailing sehingga hasil fraksionasi F2 memiliki tingkat kemurnian
yang tinggi.
Berdasarkan profil sidik jari pada Gambar 5, kromatogram senyawa aktif
terdapat pada menit ke-12 hingga ke-22, maka dipilih 20 fraksi (fraksi 23 hingga
42) untuk diuji aktivitas sitotoksiknya terhadap sel tumor MCF-7. Gambar 7
memperlihatkan F25 sebagai fraksi yang memiliki aktivitas sitotoksik tertinggi
dengan nilai IC50 25.42 ppm. Namun, berdasarkan indeks kemurnian yang
ditunjukkan oleh detektor PDA pada KCKT (Gambar 8), fraksi ini belum murni.
Masih terdapat 3 puncak yang muncul pada menit ke-12.074, 14.123, dan 15.666
di daerah UV. Nilai indeks kemurnian hanya –0.118 atau dianggap 0% karena
adanya pengotor yang terdeteksi pada menit ke-13.49.

Gambar 7

IC50 fraksi metanol (F2) terhadap sel tumor MCF-7. Perhitungan
diberikan pada Lampiran 8.

11

A

B

C

Gambar 8 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) F25
Penapisan profil sidik jari dilakukan pada semua hasil fraksi di daerah UVVis, dan ditemukan 3 isolat murni berdasarkan indeks kemurniannya, yaitu fraksi
24 (isolat 1, Gambar 9), fraksi 30 (isolat 2, Gambar 10), dan Fraksi 37 (isolat 3,
Gambar 11).

A

B

C

Gambar 9 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 1 (F24)

12

A

B

C

Gambar 10 Profil KCKT (A), UV (B) dan indeks kemurnian (C) isolat 2 (F30)

A

B

C

Gambar 11 Profil KCKT (A), UV (B), dan indeks kemurnian (C) isolat 3 (F37)
Isolat 1 diperoleh sebanyak 0.225 mg, dengan kromatogram berupa puncak
tunggal pada waktu retensi 12.249 menit. Puncak serapan terdapat di daerah UV
pada 201, 215, dan 252 nm. Indeks kemurniannya 0.995 (99.5%), sehingga dapat
dikatakan bahwa kemurnian isolat ini cukup tinggi meskipun terdapat pengotor
pada menit ke-12.05 (0.5%). Dari spektrum UV, diperkirakan isolat 1
mengandung senyawa bioaktif yang memiliki gugus fungsi keton dengan ikatan
rangkap (202 nm dan 215 nm) serta gugus siklik yang tersubstitusi dengan suatu
alkil dan aldehida (250 nm) (Creswell et al. 2005).
Hasil pengamatan mikroskopik terhadap sel MCF-7 dengan perlakuan
pemberian isolat 1 (F24) (Lampiran 9a) menunjukkan bioaktivitas sitotoksik
terhadap sel tumor dengan IC50 36.041 ppm. Isolat ini memiliki aktivitas tertinggi
dibandingkan dengan isolat 2 dan 3.
Isolat 2 diperoleh sebanyak 0.226 mg, juga dengan kromatogram berupa
puncak tunggal pada waktu retensi 14.805 menit. Indeks kemurniannya 0.999
(99.9%) dengan serapan UV pada 201 dan 252 nm. Isolat ini diperkirakan sudah
murni meskipun masih ada sedikit pengotor (0.1%) pada menit ke-14.88.
Berdasarkan spektrum UV, diperkirakan isolat 2 mengandung senyawa bioaktif

13

dengan gugus fungsi yang sama dengan isolat 1. Hasil pengamatan mikroskopik
terhadap sel MCF-7 dengan perlakuan pemberian isolat 2 (F30) (Lampiran 9b)
menunjukkan bioaktivitas sitotoksik terhadap sel tumor dengan IC50 71.030 ppm.
Isolat ini memiliki aktivitas sitotoksik terendah dibandingkan dengan isolat 1 dan
3.
Isolat 3 diperoleh sebanyak 0.226 mg, menghasilkan kromatogram dengan
puncak tunggal pada waktu retensi 18.127 menit. Serapan khas di daerah UV
dihasilkan pada 203 dan 247 nm sehingga senyawa bioaktif di dalamnya
diperkirakan memiliki gugus fungsi yang sama dengan 2 isolat sebelumnya.
Indeks kemurniannya 0.944 (94.4%), paling rendah di antara ketiga isolat yang
didapat, dengan pengotor pada menit ke-17.66 sebanyak 5.6%. Namun, tingkat
kemurnian ini sudah cukup baik karena lebih besar dari 90%. Hasil pengamatan
mikroskopik terhadap sel MCF-7 dengan perlakuan pemberian isolat 3 (F37)
(Lampiran 9c) menunjukkan bioaktivitas sitotoksik dengan IC50 67.227 ppm.
Aktivitas ini lebih rendah daripada isolat 1, tetapi lebih tinggi dibandingkan
dengan isolat 2.
Karakteristik profil isolat di daerah UV memperlihatkan gugus fungsi yang
mirip pada ketiga isolat. Perbedaan terletak pada tingkat kepolaran: isolat 1
bersifat lebih polar karena terpisah lebih dahulu pada waktu retensi 12.05 menit
sedangkan isolat 2 dan 3 bersifat kurang polar sehingga baru terpisah pada menit
ke-14.805 dan ke-17.66. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap sel tumor
MCF-7 yang diberi perlakuan dengan deret konsentrasi 25, 100, dan 200 ppm
menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi yang diberikan mampu menurunkan
(menghambat) pertumbuhan sel dibandingkan dengan kontrol negatif (sel tumor
tanpa perlakuan ekstrak).
Hasil pengukuran inhibisi dapat diamati secara visual karena sel tumor
yang hidup akan memecah pereaksi MTT yang berwarna kuning menjadi kristal
formazan yang berwarna biru. Perubahan warna ini disebabkan oleh kerja enzim
suksinat dehidrogenase memecah garam tetrazolium (MTT) dalam mitokondria
sel hidup. Serapan yang dihasilkan oleh kristal biru formazan di daerah sinar
tampak akan sebanding dengan jumlah sel tumor yang hidup (Zachary 2003).
Profil sel juga memperlihatkan bahwa isolat 1 (F24) memberikan tingkat
inhibisi yang lebih baik dibandingkan dengan isolat 2 (F30) dan isolat 3 (F37),
dengan isolat 1 2 kali lebih aktif daripada isolat 2 dan 3 dalam menghambat
pertumbuhan sel tumor payudara MCF-7.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penapisan awal terhadap ekstrak kasar metanol Sarcophyton sp. dari 3
kondisi lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa ekstrak dari karang lunak
yang hidupnya mendominasi wilayah bentik memiliki tingkat toksisitas yang
tinggi terhadap larva udang A. salina. Fraksionasi ekstrak kasar metanol
menggunakan kolom SPE menghasilkan F2 (fraksi metanol) sebagai fraksi

14

teraktif yang potensial ebagai antitumor. Fraksionasi menggunakan KCKT
preparatif menghasilkan 3 isolat murni (F24, F30 dan F37) dengan isolat 1 (F24)
paling sitotoksik terhadap sel lestari tumor MCF-7.

Saran
Masih diperlukan elusidasi lebih lanjut struktur isolat yang dihasilkan
sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai senyawa
bioaktif yang terkandung dalam Sarcophyton sp. Kepulauan Seribu.

DAFTAR PUSTAKA
Abou El-Ezz RF, Ahmed SA, Radwan MM, Ayoub NA, Afifi MS, Ross SA,
Szymanski PT, Fahmy H, Khalifa SI. 2013. Bioactive cembranoids from the
Red Sea soft coral Sarcophyton glaucum. Tetrahedron Lett. 54:989-992.
Andriyanti R. 2009. Ekstraksi senyawa aktif antioksidan dari lintah laut
(Discodoris sp.) asal perairan Kepulauan Belitung [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Carballo JL, Hernandez-Inda ZL, Perez P, Garcia-gravalos MD. 2002. A
comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity
in marine natural product. BMC Biotechnol. 2(17):1-5.
Creswell CJ, Runquist OA, Campbell MM. 2005. Analisis Spektrum Senyawa
Organik. Ed ke-3. Diterjemahkan oleh: Padmawinata K, Soediro I. Bandung
(ID): ITB Pr.
Estradivari, Syahrir M, Susilo N, Yusri S, Timotius S. 2007. Terumbu Karang
Jakarta - Laporan Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang
Kepulauan Seribu. Jakarta (ID): Terangi – Yayasan Terumbu Karang
Indonesia – The David and Lucile Packard Foundation.
Fabricus K, Philip A. 2001. Soft Coral and Sea Fans. Townsville (AU):
Australian Institute of Marine Science.
Harper MK, Bugni TS, Copp BR, James JD, Lindsay BS, Richardson AD,
Schnabel PC, Tasdemir D, van Wagoner FM, Verbitski SM et al. 2001.
Introduction to the chemical ecology of marine natural products. Di dalam :
McClintock JB, Baker BJ, editor. Marine Chemical Ecology. Florida (US):
CRC Pr.
Januar HI, Chasanah E, Nielson J, Motti C, Tapiolas D, Wright AD. 2009. A
preliminary study, fine chemicals from Nephthea and Sarcophyton in a local
pressure from environmental stressors at Seribu Islands Indonesia. Manado
(ID): Biotechnology Session of World Ocean Conference.
Januar HI, Hendrarto B, Chasanah E, Wright AD. 2011. Nephthea sp.: correlation
between natural products production and pressure from local environmental
stressors. J Marine Sci Res Development. 8(1):2-6. doi:10.4172/21559910.S8-001.

15

Kelly SR, Jensen PR, Henkel TP, Fenical W, Pawlik JR. 2003. Effects of
Caribbean sponge extracts on bacterial attachment. Aqua Microb Ecol.
31:175-182.
Koop K, Booth D, Broadbent A, Brodie J, Bucher D, Capone D, Coll J, Dennison
W, Erdmann M, Harrison P et al. 2001. ENCORE : The effect of nutrient
enrichment on coral reefs: syntesis of result and conclusion. Marine Pollut
Bull. 42(2): 91-120.
Li Y, Peng L, Zhang T. 2006. Progress of studies on the natural cembranoid from
the soft coral spesies Sarcophyton genus. Di dalam: Xiao TL, Wei SF:
editor. Medical Chemistry of Bioactive Natural Product. Toronto (CA): J
Wiley.
Lin YW, Yi L, Chen WB, Huang CY, Su JH, Wen ZH, Dai CF, Kuo YH, Sheu
JH. 2012. Sarcocrassocolides M–O, bioactive cembranoids from the
Dongsha atoll soft coral Sarcophyton crassocaule. Marine Drugs. 10:617626.
Mans DRA, Adriana Bd’R, Schwartsmann G. 2000. Anticancer drugs discovery
and development in Brazil: targeted plants collection as a rational strategy to
aquire candidate anticancer compound. The Oncologist. 5:98-185.
Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL.
1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant
constituent. Planta Medica. 45:31-34
Nurhayati T, Fikri M Desniar. 2010. Aktivitas inhibitor protease dari ekstrak
karang lunak, asal perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu. J Ilmu
Kelautan.15(2):59-65.
Olaleye MT. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of methanolic extract of
Hibiscus sabdariffa. J Med Plants Res. 1(1):9-13.
Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta (ID): Pustaka
Pelajar.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed ke-1. Yogyakarta (ID):
Graha Ilmu.
Sammarco PW, Coll JC. 1992. Chemical adaptations in the Octocorallia:
evolutionary considerations. Marine Ecol-Progr. 88:93-93.
Sawant S, Youssef D, Mayer A, Sylvester P, Wall V, Arant M, El-Sayed K. 2006.
Anticancer and anti-inflamantory sulphur-containing semisynthetic
derivatives of sarcophine. Chem Pharm Bull. 54(8):1119-1123.
Setyaningsih I, Nurhayati T, Nugraha, Gunawan I. 2012. Comparative evaluation
of the antibacterial activity of soft corals collected from the waters of
Panggang Island, Kepulauan Seribu. Pharmacie Globale Int
Comprehensive Pharm. 6(3):1-3.
Soedharma D, Kawaroe M, Haris A. 2005. Kajian potensi bioaktif karang lunak
Octorallia: Alcyonacea di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. J Ilmuilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 12(2):121-128.
Sotka E, Forbey J, Horn M, Poore A, Raubenheimer D. 2009. The emerging role
of pharmacology in understanding consumer-prey interactions in marine and
freshwater systems. Integr Comp Biol. 49:291-313.
Su C-C, Su J-H, Lin J-J, Chen C-C, Hwang W-I, Huang H-H, Wu Y-J. 2011. An
investigation into the cytotoxic effects of 13-acetoxysarcocrassolide from

16

the soft coral Sarcophyton crassocaule on bladder cancer cells. Mar Drugs.
9:2622-2642. doi:10.3390/md9122622
[UW] University of Washington. 2010. Konstanta dielektrik pelarut. Washington
(US): University of Washington.
Wang Z, Tang H, Wang P, Gong W, Xue M, Zhang H, Liu T, Liu B, Yi Y, Zhang
W. 2013. Bioactive polyoxygenated steroids from the South China Sea soft
coral, Sarcophyton sp. Marine Drugs J. 11:775-787.
Wang C, Liu H, Shao C, Wang Y, Li L, Guan H. 2008. Chemical defensive
substances of soft corals and gorgonians. Acta Ecologica Sinica.
28(5):2320-2328.
Wikanta T, Zakaria A, Ratih D, Nursid M. 2007. Uji aktivitas sitotoksik ekstrak
karang lunak Sarcophyton glaucum (Quoy &Gaimard) terhadap sel lestari
tumor HeLa. J Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 2
(1):69-80
Yudi R. 2011. Kandungan senyawa bioaktif karang lunak Sarcophyton sp. alami
dan fragmentasi di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zachary I. 2003. Determination of cell number. Di dalam: Cell Proliferation and
Apoptosis. London (GB): Bios Scientific.

17

Lampiran 1 Peralatan KCKT

Lampiran 2 Fraksionasi ekstrak metanol menggunakan kolom SPE

Lampiran 3 Peralatan uji toksisitas terhadap larva udang A. Salina; penetasan
telur udang (kiri); perlakuan uji (tengah); penghitungan persen
kematian (kanan)

18

Lampiran 4 Bagan alir penelitian
Karang lunak segar (A, B, C)
Dimaserasi dengan metanol p.a 1:1 (b/v), 3×24 jam
Ekstrak metanol (A, B, C)
Dipekatkan menggunakan penguap putar
Ekstrak kasar (A, B, C)
Penapisan tahap awal dengan uji BSLT
Pencirian dengan KCKT analitik
Ekstrak teraktif
Fraksionasi dengan kolom SPE
F1, F2, F3, F4
Pencirian dengan KCKT analitik
Uji aktivitas sitotoksik terhadap sel tumor MCF-7
Fraksi teraktif
Pemurnian dengan KCKT Preparatif
Uji kemurnian dengan KCKT analitik
Uji sitotoksisitas (IC50 terhadap sel MCF-7)
Isolat 1,2,3

Lampiran 5 Foto bawah air (transek kuadran 50 cm2) biota Sarcophyton sp. pada
kondisi lingkungan hidup mendominasi di terumbu karang (a),
hidup di antara karang (b), dan di lingkungan abiotik (c)

19

Lampiran 6 Rendemen ekstrak metanol, hasil fraksionasi kolom dan isolat
Sarcophyton sp.
6.a Ekstrak kasar metanol
Kode
Sampel
A
B
C
a

Bobot Biota (g)a
210
371
440

Bobot Ekstrak
Kasar Metanol(g)
0.6683
1.4488
2.7879

Rendemen
(%)
0.32
0.39
0.63

kadar air pada biota dianggap hampir sama

Contoh perhitungan:

6.b Rendemen fraksi ekstrak metanol
Fraksi

Pelarut

1
2
3
4

Air-Metanol (1:1)
Metanol
Metanol-Diklorometana (1:1)
Diklorometana

Contoh perhitungan:

Bobot ekstrak Bobot esktrak Rendemen
kasar (mg)
(mg)
(%b/b)
91.3
13.66
481.9
72.11
668.3
59.5
8.90
4.7
0.70

20

6.c Rendemen isolat hasil fraksionasi F2
Isolat

Bobot ekstrak F2 (mg)

Bobot isolat (mg)

9

0.225
0.226
0.226

1
2
3

Rendemen dalam fraksi F2
(%b/b)
2.50
2.51
2.51

Fraksionasi dilakukan sebanyak 9 kali ulangan (1 mg F2/ulangan), setiap ulangan
ditampung dan dikumpulkan menggunakan fraction collector.
Contoh perhitungan:

21

Lampiran 7 Persen kematian larva udang A. salina (uji BSLT)

Ulangan

1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata

Kode sampel

Kontrol
Pelarut
(DMSO 1%)

A

B

C

Jumlah larva (ekor)
Awal

mati

hidup

10
10
10
10

1
0
1
0.67

9
10
9
9.33

10
10
10
10

6
6
5
5.67

4
4
5
4.33

10
10
10
10

4
5
4
4.33

6
5
6
5.67

10
10
10
10

4
4
3
3.67

6
6
7
6.33

Perlakuan: Konsentrasi ekstrak metanol = 100 ppm
Contoh perhitungan :

Larva
yang
hidup (%)

Kematian
(%)

93.33

0.00

3.33

50.00

56.67

36.67

63.33

30.00

22

Lampiran 8 Uji sitotoksisitas terhadap sel tumor MCF-7
Inhibisi
(%)

IC50 (ppm)

200
100
25

Densitas
optik
(absorbans)
0.000
0.022
0.242

100.000
95.407
49.478

25.420

200
100
25

0.007
0.019
0.345

98,539
96,033
27,975

36.041

200
100
25

0.036
0.159
0.441

92.484
66.806
7.933

71.030

200
100
25

0.031
0.053
0.482

93.528
88.935
-0.626

67.227

Konsentrasi
(ppm)

Fraksi

F25

F24 (isolat 1)

F30 (isolat 2)

F37 (isolat 3)

Keterangan:
Densitas optik (OD)
kontrol sel (Abs) = 0.479
IC50 dihitung dengan analisis probit menggunakan SPSS 15.0

Contoh perhitungan:

Analisis probit (fraksi 25) menggunakan SPSS 15.0:
Data Information
N of Cases
3

Valid
Rejected

Control Group

Missing

0

LOG Transform Cannot
be Done

0

Number of Responses >
Number of Subjects

0
0

23

Cell Counts and Residuals

PROBIT

Konsentrasi
5,298

Number of
Subjects
100

Observed
Responses
99

Expected
Responses
99,524

Residual
-1,024

Probability
,995

2

4,605

100

96

93,869

2,131

,939

3

3,219

100

28

28,999

-,899

,290

Number
1

Convergence Information

Number of
Iterations
PROBIT

14

Optimal
Solution
Found
Yes

Parameter Estimates
Parameter

PROBIT
(a)

Konsentrasi
Intercept

Estimate
Lower
Bound

Std. Error
Upper
Bound

Z
Lower
Bound

Sig.
Upper
Bound

95% Confidence Interval
Lower Bound

Upper Bound

1,292

,163

7,930

,000

,973

1,612

-4,181

,597

-7,001

,000

-4,778

-3,584

a PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base 2.718
logarithm.)
Chi-Square Tests
Chi-Square
PROBIT

Pearson Goodness-ofFit Test

,548

df(a)

Sig.
1

,459(b)

a Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated cases.
b Since the significance level is greater than ,150, no heterogeneity factor is used in the calculation
of confidence limits.
Cell Counts and Residuals

PROBIT

Konsentrasi
5,298

Number of
Subjects
100

Observed
Responses
100

Expected
Responses
99,616

Residual
,384

Probability
,996

2

4,605

100

95

96,162

-,762

,962

3

3,219

100

50

49,140

,360

,491

Number
1

24

Confidence Limits

Probability

95% Confidence Limits for Konsentrasi
Estimate

PROBIT

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Limits for
log(Konsentrasi)(a)
Lower
Upper
Estimate
Bound
Bound

,010

4,201

2,011

6,617

1,435

,020

5,187

2,655

7,856

,030

5,930

3,165

8,762

,040

6,558

3,612

,050

7,118

,060

7,632

,070
,080
,090

,699

1,890

1,646

,976

2,061

1,780

1,152

2,170

9,514

1,881

1,284

2,253

4,022

10,174

1,963

1,392

2,320

4,406

10,773

2,032

1,483

2,377

8,113

4,773

11,328

2,093

1,563

2,427

8,570

5,127

11,850

2,148

1,635

2,472

9,007

5,471

12,347

2,198

1,699

2,513

,100

9,429

5,808

12,823

2,244

1,759

2,551

,150

11,399

7,432

15,011

2,433

2,006

2,709

,200

13,253

9,030

17,032

2,584

2,201

2,835

,250

15,083

10,661

19,002

2,714

2,367

2,945

,300

16,941

12,361

20,990

2,830

2,515

3,044

,350

18,866

14,159

23,047

2,937

2,650

3,138

,400

20,895

16,083

25,221

3,039

2,778

3,228

,450
,500

23,065
25,420

18,161
20,426

27,567
30,152

3,138
3,236

2,899
3,017

3,317
3,406

,550

28,017

22,916

33,062

3,333

3,132

3,498

,600

30,926

25,676

36,420

3,432

3,246

3,595

,650

34,252

28,771

40,402

3,534

3,359

3,699

,700

38,144

32,290

45,274

3,641

3,475

3,813

,750

42,842

36,380

51,465

3,758

3,594

3,941

,800

48,757

41,300

59,713

3,887

3,721

4,090

,850

56,691

47,569

71,477

4,038

3,862

4,269

,900

68,532

56,407

90,290

4,227

4,033

4,503

,910

71,745

58,723

95,620

4,273

4,073

4,560

,920

75,406

61,327

101,800

4,323

4,116

4,623

,930

79,648

64,302

109,095

4,378

4,164

4,692

,940

84,668

67,769

117,907

4,439

4,216

4,770

,950

90,780

71,922

128,884

4,508

4,276

4,859

,960

98,528

77,090

143,162

4,590

4,345

4,964

,970

108,965

83,904

163,000

4,691

4,430

5,094

,980

124,571

93,826

193,852

4,825

4,541

5,267

,990

153,827

111,737

255,125

5,036

4,716

5,542

a Logarithm base = 2.718.

25

Lampiran 9 Profil mikroskopik (penghambatan pertumbuhan) sel MCF-7; (A)
isolat 1 (fraksi 24), (B) isolat 2 (fraksi 30), dan (C) isolat 3 (fraksi
37).

A. Isolat 1 (fraksi 24)

B. Isolat 2 (fraksi 30)

26

C. Isolat 3 (fraksi 37)

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Pura, Medan pada tanggal 10 September
1982 dari pasangan Ramli dan Haniyah. Penulis merupakan putri pertama dari 4
bersaudara.
Tahun 2000, penulis lulus dari MA Negeri 2 Tanjung Pura, kemudian
melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur
PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat) pada Program Diploma 3 Analis Kimia
dan lulus pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2010, penulis lulus seleksi
masuk Program Alih Jenis Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah bekerja di Laboratorium
Instrumentasi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP), Kementerian Kelautan dan
Perikanan Jakarta sejak tahun 2006.