Efektivitas Website Desa Sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan Di Desa Malasari Kabupaten Bogor

EFEKTIVITAS WEBSITE DESA SEBAGAI MEDIA
PENYEBARAN INFORMASI PEMBANGUNAN DI DESA
MALASARI KABUPATEN BOGOR

SISKA MULYAWATY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Website Desa
sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Siska Mulyawaty
NIM I352140111

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
SISKA MULYAWATY. Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran
Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
PUDJI MULJONO dan KUDANG BORO SEMINAR.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah
satu solusi dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk
mendapatkan informasi mengenai isu-isu pemerintahan dan pelayanan publik
yang optimal sampai tingkat pedesaan. Keberadaan website desa menjadi
fenomena baru dalam komunikasi pembangunan pedesaan, sehingga perlu

diketahui sejauh mana efektivitasnya.
Tujuan penelitian ini yakni untuk; 1) menganalisis karakteristik pengakses
website, dimensi-dimensi kualitas website, peran internet opinion leader, dan
efektivitas website desa; 2) menganalisis hubungan antara peran internet opinion
leader dengan dimensi-dimensi kualitas website; 3) menganalisis hubungan antara
karakteristik pengakses website dengan efektivitas website desa; 4) menganalisis
hubungan antara dimensi-dimensi kualitas website dengan efektivitas website
desa; 5) menganalisis hubungan antara peran internet opinion leader dengan
efektivitas website desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Analisis
data menggunakan analisis deskriptif, analisis statistik inferensial, dan Uji Beda
(T-Test). Pengumpulan data menggunakan metode survei dengan menyebarkan equestionnaire kepada 40 pengakses website dari dua kelompok sub-populasi yaitu
anggota aktif Facebook akun Pewarta Desa Malasari dan pengisi kolom
komentar pada website. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengakses website
sebagian besar berusia antara 18-35 tahun, berjenis kelamin pria, memiliki
pendidikan formal sarjana, bekerja sebagai wiraswasta, memiliki penghasilan
antara Rp. 1 Juta – Rp. 3 Juta, dan kurang dari sekali seminggu mengakses
website malasari.desa.id.
Dimensi-dimensi kualitas website berdasarkan model WebQual 4.0 berada
pada kategori tinggi dan cukup. Peran internet opinion leader paling banyak

dilakukan melalui sharing tautan informasi website, dan efektivitas website desa
pada kategori cukup. Karakteristik pengakses website dan peran internet opinion
leader tidak memiliki hubungan nyata dengan efektivitas website desa. Dimensidimensi kualitas website memiliki hubungan nyata dengan efektivitas website
desa, kualitas informasi (information quality) memiliki hubungan yang lebih kuat
dibanding kegunaan (usability) dan kualitas interaksi (interaction quality)
terhadap efektivitas website desa, terutama pada efek kognitif.
Temuan lain menunjukkan terdapat dua akun yang berperan sebagai internet
opinion leader yang aktif yaitu akun Facebook Pewarta Desa Malasari dan Aji
Panjalu. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan hanya terjadi pada efek afektif,
dimana sampel pada kelompok anggota Facebook yang aktif lebih mengalami
perubahan sikap terutama terkait rasa suka terhadap tampilan informasi pada
website.
Website Desa Malasari dapat efektif sebagai media penyebaran informasi
pembangunan dengan memenuhi dimensi-dimensi kualitas website. Peran internet

opinion leader menjadi penting guna meningkatkan perkembangan isu-isu
pembangunan dan popularitas website. Penggunaan media sosial menjadi penting
dalam menunjang keberadaan website desa, sehingga dapat dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk melihat hubungannya dengan efektivitas komunikasi.
Kata Kunci: efektivitas, facebook, internet opinion leader, website desa


SUMMARY
SISKA MULYAWATY. Effectiveness of village website as development
information dissemination media in Malasari Village Bogor District. Supervised
by PUDJI MULJONO and KUDANG BORO SEMINAR.
Utilization of Information and Communication Technology (ICT) is one
solution to deliver justice for all Indonesian citizens to get information issues of
governance and public services optimally to the village level. The existence of the
village website become a new phenomenon in rural development communication,
so the research about effectiveness becomes relevant. This research aimed to
analyze website visitor characteristics, dimensions of website quality, role of
internet opinion leader, and effectivenes of village website, also to analyze the
correlation between three variables with effectiveness of village website, and
between role of internet opinion leader with dimensions of website quality.
This study used a quantitative correlation approach. Analyzed by
descriptive, inferential statistical analysis, and a different test (T-Test). Collecting
data used a survey method by spreading e-questionnaire to 40 website visitors of
two sub-population groups, active members of Facebook accounts Pewarta Desa
Malasari and commenters on website. This study showed that characteristics of
website visitor mostly aged between 18-35 years, male, bachelor degree,

entrepreneur, monthly income between Rp. 1-3 million, and less than once a week
to access the website malasari.desa.id.
The dimensions of website quality based on WebQual 4.0 model, was at
high and medium category. The role of internet opinion leader are mostly through
sharing website information, and effectiveness of village website was in medium
category. Characteristics of website visitor and the role of internet opinion leader
have no correlation with effectiveness of village website The dimensions of
website quality has significant correlation with effectiveness of village website.
Information quality has stronger correlation than usability and interaction quality
on the effectiveness of the village website, especially on the cognitive effects.
Other findings showed that they were two accounts that act as active
internet opinion leaders, Facebook account of Pewarta Desa Malasari and Aji
Panjalu. T-test analysis showed a difference only occurs in affective effect,
wheres a sample group of active members of Facebook is changing their attitudes,
especially related with liking information display on website.
Malasari village website can be effective as development information
dissemination media by fulfill the dimension of website quality. The role of
internet opinion leader become important to improve development issue in large
community and website popularity. The use of social media has become important
in supporting the existence of the village website, so it can do further research to

see the relationship with the effectiveness of communication.
Keywords: effectiveness, facebook, internet opinion leader, village website

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS WEBSITE DESA SEBAGAI MEDIA
PENYEBARAN INFORMASI PEMBANGUNAN DI DESA
MALASARI KABUPATEN BOGOR

SISKA MULYAWATY


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Irman Hermadi, S.Kom, MS

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Pemberi Petunjuk, atas segala karunia dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Efektivitas
Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor.” Shalawat serta salam tercurahkan kepada insan yang
menguasai berbagai ilmu, Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabatnya.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyelesaian Program Magister di Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Pudji Muljono dan Bapak
Kudang Boro Seminar selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan
banyak masukan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian
tesis ini. Serta ucapan terima kasih kepada Bapak Aji Panjalu dan rekan dari
Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Desa Membangun, aparat Pemerintah
Desa Malasari, Bapak Ubaidilah Obeth Rosihin selaku pengelola website Desa
Malasari, yang telah memberikan arahan selama pengumpulan data. Tidak lupa
penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
pembuatan tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, Agustus 2016

Siska Mulyawaty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN


xi
xii
xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
4
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Pembangunan (e-Government)
Pembangunan Desa

Website Pemerintah Daerah
Model Pengukuran Kualitas Website (WebQual)
Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication)
pada Media Internet
Internet Opinion Leader
Efektivitas Komunikasi
Penelitian Terdahulu tentang Efektivitas Komunikasi dan Media
Website
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian

7
7
12
13
15
16
17
19
22

28
31

3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Sumber Data Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Rancangan Uji Coba Instrumen Penelitian
Validitas Instrumen Penelitian
Reliabilitas Instrumen Penelitian
Teknik Analisis Data
Definisi Operasional

32
32
32
32
34
34
35
35
36
37
38

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Daerah Penelitian
Website Desa Malasari
Karakteristik Pengakses Website, Dimensi-Dimensi Kualitas Website,
dan Peran Internet Opinion Leader
Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi
Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor
Hubungan Peran Internet Opinion Leader dengan Dimensi-Dimensi
Kualitas Website

49
49
50
51
60
62

Hubungan antara Karaktersitik Pengakses Website dengan Efektivitas
Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di
Desa Malasari Kabupaten Bogor
Hubungan antara Dimensi-Dimensi Kualitas Website dengan
Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi
Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor
Hubungan antara Peran Internet Opinion Leader dengan Efektivitas
Website Desa sebagai Media Penyebaran Informasi Pembangunan di
Desa Malasari Kabupaten Bogor
Perbedaan Efektivitas Website Desa sebagai Media Penyebaran
Informasi Pembangunan di Desa Malasari Kabupaten Bogor
Diskusi Temuan Penelitian
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

65

67

73
75
77
79
79
79
80
88
101

DAFTAR TABEL
2.1

Pergeseran paradigma dalam penyampaian pelayanan publik
(Rokhman, 2008)
2.2 Dimensi-dimensi kualitas website – Barnes & Vidgin (Irawan, 2012)
2.3 Overview of communicative roles of opinion leadership in new media
environments (Scafer & Taddicken, 2015)
2.4 Penelitian terdahulu tentang efektvitas komunikasi dan media website
3.1 Ciri-ciri pokok sampel
3.2 Jumlah sampel per kelompok
3.3 Hasil uji validitas instrumen penelitian
3.4 Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian
3.5 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala
pengukuran untuk karakteristik pengakses website (X1)
3.6 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala
pengukuran untuk kegunaan (usability) (X2)
3.7 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala
pengukuran untuk kualitas informasi (information quality) (X3)
3.8 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala
pengukuran untuk kualitas interaksi (interaction quality) (X4)
3.9 Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala
pengukuran untuk peran internet opinion leader (X5)
3.10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori karakteristik
Variabel, indikator, definisi operasional, kategori, dan skala
pengukuran untuk efektivitas media website (Y)
4.1 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori karakteristik

9
15
18
22
33
33
36
36
39
40
43
44
46

47

4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
4.17
4.18
4.19

pengakses website
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK)
Jumlah dan persentase responden berdasarkan motivasi mengakses
website
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegunaan (usability)
website
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kualitas informasi
(information quality)
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kualitas interaksi
(interaction quality)
Jumlah dan persentase responden berdasarkan peran internet opinion
leader
Jumlah dan persentase responden berdasarkan efektivitas website desa
Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion
leader dengan dimensi kegunaan (usability)
Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion
leader dengan dimensi kualitas informasi (information quality)
Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion
leader dengan kualitas interaksi (interaction quality)
Nilai p-value korelasi Rank Spearman dan Chi-Square hubungan
karakteristik pengakses website dengan efektivitas website desa
Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hubungan kegunaan
(usability) dengan efektivitas website desa
Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hubungan kualitas informasi
(information quality) dengan efektivitas website desa
Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hubungan kualitas interaksi
(interaction quality) dengan efektivitas website desa
Nilai p-value korelasi Chi-Square hubungan peran internet opinion
leader dengan efektivitas website desa
Nilai uji beda efek kognitif desa pada anggota Facebook aktif dan
pengisi kolom komentar website
Nilai uji beda efek afektif desa pada anggota Facebook aktif dan
pengisi kolom komentar website
Nilai uji beda efek konatif desa pada anggota Facebook aktif dan
pengisi kolom komentar website

51
54
55
56
57
58
59
61
62
64
65
66
67
69
71
74
75
76
77

DAFTAR GAMBAR
2.1 Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication) - Katz
dan Lazarsfeld (Ruben dan Stewart, 2014)
2.2 Ilustrasi Model Teknologi Komunikasi (Darmawan, 2013)
2.3 Teknologi media baru – Dennis McQuail (Kurnia, 2005)
2.4 Kerangka pemikiran penelitian “Efektivitas Website Desa sebagai
Media Penyebaran Informasi Pembangunan di Desa Malasari
Kabupaten Bogor”

16
20
21

30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Tampilan website malasari.desa.id
Tampilan akun Facebook Pewarta Desa Malasari
Tampilan kolom komentar website malasari.desa.id
Dokumentasi pengambilan data di Desa Malasari Kabupaten Bogor
Data populasi penelitian
Hasil wawancara
Kuesioner penelitian

88
89
90
91
92
93
96

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, menyediakan informasi yang merata kepada
masyarakat menjadi suatu tantangan bagi pemerintah Indonesia. Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis internet merupakan salah
satu solusi dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat untuk
mendapatkan informasi mengenai isu-isu pemerintahan dan pelayanan publik
yang optimal. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),
upaya pemerataan akses internet sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
melalui program Pita Lebar 2014-2019, dengan menargetkan 30% populasi di
perkotaan dapat menikmati internet broadband pada tahun 2019, sementara di
pedesaan target penetrasi broadband akan mencapai 6% (APJII 2015). Upaya lain
ditujukan pada peningkatan pengetahuan bahwa pembangunan infrastruktur
internet tidak hanya menyangkut hak atas akses informasi, tetapi juga berkaitan
erat dengan pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan pemberdayaan
komunitas tertinggal.
Pemanfaatan TIK oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan
pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan
pemerintahan disebut dengan e-Government (Sosiawan 2008). Istilah eGovernment di Indonesia pertama kali diperkenalkan dalam pelayanan publik
melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Informasi dan Teknologi
Komunikasi. Keputusan tersebut menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung tata
pemerintahan yang baik. Sistem e-Government yang dimaksudkan untuk
mengatasi penyebaran informasi ke wilayah Indonesia yang luas, namun justru
kurang mendapat perhatian dari masyarakat di pedesaan misalnya, karena
minimnya sarana, keterampilan, dan pengetahuan untuk menggunakan sistem eGovernment.
Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa, memiliki pertimbangan utama bahwa desa memiliki hak dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan dalam
mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Desa merupakan ujung tombak pemerintahan terbawah yang menyimpan potensi
untuk memberikan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat setempat.
Undang-Undang Desa merupakan strategi perwujudan Nawacita ke-3 dari
Sembilan Agenda Prioritas Presiden Joko Widodo, yaitu membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa. Menurut Nurcholis
dalam Nurman (2015), desa merupakan suatu pemerintahan yang diberi hak
otonomi adat sehingga badan hukum yang berhak mengatur dan mengurus urusan
masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya. Inti utama dari Undang-Undang
Desa adalah pemberdayaan, di mana pemerintah desa bersama masyarakatnya
mampu mengembangkan potensi desanya sehinggga dapat meningkatkan kualitas
kehidupannya secara mandiri, serta untuk aktif berpartisipasi dalam pembangunan
nasional.

2

Salah satu implikasi dari penerapan UU Desa No. 6 Tahun 2014 adalah
adanya alokasi anggaran dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Anggaran tersebut dapat dipergunakan untuk
pembangunan berbagai sektor kehidupan di desa sesuai dengan kondisi geografis,
tingkat kemiskinan, jumlah penduduk, dan lain sebagainya. Untuk beberapa desa,
dana tersebut nantinya akan dialokasikan untuk peningkatan kualitas sistem
informasi dan manajemen informasi data dalam rangka tertib administrasi,
publikasi potensi desa, serta memberikan informasi seputar desa kepada
masyarakatnya. Website desa merupakan salah satu bagian dari sebuah sistem
informasi desa, yang berfungsi sebagai media informasi, sarana publikasi dan
media interaksi antara aparat desa dengan masyarakat luas.
Website adalah kumpulan halaman-halaman yang digunakan untuk
menampilkan informasi teks, gambar diam atau gerak, animasi, suara, atau
gabungan dari semuanya itu baik yang bersifat statis maupun dinamis di mana
masing-masing dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman (Assegaff 2009).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mendukung efektivitas
website pemerintahan adalah semakin berkembangnya teknologi informasi
sehingga masyarakat semakin mudah mengakses internet, serta tingkat pendidikan
yang lebih baik, sedangkan faktor penghambat efektivitas website adalah belum
ada interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat (Aprilia et al. 2014).
Rekomendasi yang diberikan dari penelitian tersebut salah satunya adalah
sosialisasi kepada masyarakat oleh pemerintah daerah mengenai penggunaan
website, agar masyarakat semakin mengenal dan mempergunakan website
semaksimal mungkin.
Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi kegiatan komunikasi pembangunan di masa mendatang, selain
iklim ekonomi dan politik, sistem pengetahuan, serta konteks sosial di wilayah
pedesaan, sehingga di masa depan masyarakat pedesaan relatif berpendidikan,
lebih banyak memperoleh informasi dari media massa serta terbuka dari isolasi
geografis, lebih memiliki aksesibilitas dengan kehidupan bangsanya sendiri dan
dunia internasional (Mardikanto 2010). Dengan demikian, kegiatan komunikasi
pembangunan akan lebih bersifat interaktif dan partisipatif. Keinginan
mewujudkan masyarakat modern yang tidak tertinggal globalisasi, mendorong
pemerintah untuk berupaya memberikan akses murah terhadap internet, juga
mengenalkan penggunaan TIK untuk perubahan kehidupan dan pertumbuhan
ekonomi di daerah pedesaan.
Untuk melihat kegiatan komunikasi pembangunan yang lebih informatif dan
interaktif, penelitian mengenai media internet menjadi relevan, sesuai dengan
penelitian Sosiawan (2004) yang memaparkan hasil kajiannya mengenai internet
sebagai media komunikasi interpersonal dan massa, Ia menyatakan bahwa internet
memiliki fungsi sebagai media komunikasi interpersonal (email dan chatting), dan
sebagai media komunikasi massa (website). Temuan ini juga sejalan dengan
asumsi pada Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow Communication)
yang mengembangkan pandangan yang menghubungkan dinamika interpersonal
dengan komunikasi massa bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya
langsung mengenai audience. Oleh karena itu dalam model ini dikenal pihakpihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat
atau disebut opinion leader (pemimpin opini/pemuka pendapat). Opinion leader

3

diasumsikan lebih banyak bersentuhan dengan media massa, memiliki
kemampuan lebih baik dalam mengakses pesan media (Ubang 2014). Sejalan
degan perkembangan media komunikasi, maka dikenal istilah Internet Opinion
Leader, Mediatized Opinion Leader, dan Internet Popular Opinion Leader (iPOL)
yang memiliki karakteristik berbeda dengan konotasi opinion leader terdahulu.
Hasil penelitian Unair, ITB dan ITS pada tahun 2011 di empat provinsi di
Jawa menunjukkan bahwa ada peningkatan fasilitas TIK yang dimiliki oleh
masyarakat desa, pada tahun 2011 meningkat dari 6,7% menjadi 8% (Subiakto
2013). Selain peningkatan jumlah kepemilikan, juga terjadi keragaman
pemanfaatannya. Misalnya, handphone tidak hanya dipergunakan untuk akses
telepon (voice), SMS, dan MMS melainkan fasilitas lain yang digunakan yakni
internet. Temuan lain menunjukkan setidaknya sebanyak 84,4% masyarakat
sangat mendukung apabila dikembangkannya “Desa Berdering” menjadi “Desa
Pintar” (desa yang mempunyai akses internet) (Subiakto 2013). Masyarakat
umumnya meyakini bahwa kemudahan akses informasi melalui internet akan
mampu memajukan perkembangan desa, khususnya pendidikan anak-anak,
pengetahuan masyarakat, dan kemampuan usaha ekonomi masyarakat
Sebagai wilayah yang memiliki angka pengguna internet terbanyak di
Indonesia, Provinsi Jawa Barat (16,4 juta pengguna) tentu memiliki keunikan
demografis terkait penggunaan internet oleh masyarakatnya. Kabupaten Bogor
sebagai bagian dari wilayah Jawa Barat memanfaatkan potensi tersebut untuk
mengembangkan sistem e-Government di lingkungan Kabupaten Bogor, dengan
ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan dan
Pengembangan e-Government di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bogor.
Sejauh ini menurut Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten
Bogor, sistem e-Government berbasis website di Kabupaten Bogor telah
memasuki tahap pembuatan website kecamatan, sedangkan untuk pembuatan
website desa belum direncanakan.
Domain desa.id merupakan usulan domain tingkat dua (DTD) yang muncul
dari gagasan para kepala desa yang tergabung dalam Gerakan Desa Membangun
(GDM) bekerjasama dengan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia
(PANDI), gagasan domain desa.id sebenarnya berawal dari ketidakjelasan domain
apa yang tepat digunakan oleh desa yang telah memiliki website. Setelah
melakukan advokasi ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia, pada 6 Februari 2015 diterbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Registrar Domain Instansi
Penyelenggara Negara, yang mengatur pengelolaan nama domain dengan kode
go.id, .id, serta desa.id yang dimiliki oleh instansi penyelenggara negara.
Kondisi saat ini di Kabupaten Bogor terkait keberadaan website desa,
terdapat lima website desa berbasis domain desa.id, namun hanya dua desa yang
dikelola dengan baik yaitu malasari.desa.id dan kiarasari.desa.id. Selain
memiliki website, Desa Malasari juga memiliki akun Facebook yang bernama
Pewarta Desa Malasari, yang digunakan sebagai media penunjang keberadaan
website dan media interaksi dengan masyarakat luas. Desa Malasari yang menjadi
obyek penelitian ini merupakan sebuah Desa Wisata dengan potensi utama yaitu
wisata alam dan budaya, seperti terdapat 23 air terjun alami, kelestarian dan
panorama alam, hutan dan pesawahan dengan lanskap berundak-undak. Daya tarik
kebudayaan lokal dengan masih terjaganya kegiatan-kegiatan adat istiadat, seperti

4

upacara seren taun, pagelaran wayang golek, angklung, dan debus, serta
kreativitas masyarakat seperti membuat gula merah, anyaman, dan ukiran.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ingin mengkaji lebih lanjut
mengenai efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi
pembangunan, yang merupakan salah satu jenis layanan dari sistem eGovernment. Hal tersebut menjadi penting, karena semakin seriusnya pihak
pemerintah dalam mengembangkan sistem e-Government di Indonesia, semakin
tingginya persentasi pengguna internet di Indonesia, serta dengan terbitnya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
memberikan keleluasan pemerintah desa untuk mengembangkan potensi desanya
dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat desa.

Perumusan Masalah
Berbagai kekeliruan dalam memilih pendekatan pembangunan pedesaan
menyebabkan Indonesia kehilangan momentum yang paling berharga dalam
pembangunan pedesaan. Akibatnya, kondisi infrastruktur makin kurang
terpelihara karena terbatasnya kemampuan pemerintah dalam membangun dan
merawat infrastruktur yang ada, serta tidak adanya rasa memiliki dari
masyarakatnya terhadap infrastruktur yang ada karena mereka tidak menghayati
sulitnya membangun atau memelihara infrastruktur (Jamal 2009).
Menjawab permasalahan di atas, penulis berpendapat dengan diterbitkannya
Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan momentum baik
bagi pembangunan desa dalam mengembangkan potensi yang dimiliki serta ikut
berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Hal tersebut juga membuka peluang
untuk pemerintahan dan masyarakat desa untuk membangun desanya dari dalam,
berbagai rencana pembangunan dapat disusun berdasarkan kebutuhan nyata desa
tersebut, sehingga akan timbul rasa memiliki dan menghayati sulitnya
membangun dan memelihara infrastruktur.
Website desa dengan domain desa.id lahir dari inisiatif masyarakat, untuk
desa dapat menyuarakan kondisi desa, mempromosikan potensi desa, serta
menarik perhatian pihak-pihak yang terkait dengan kebutuhan desa baik
pemerintah supra desa maupun sektor swasta, hal ini merupakan tahapan awal
menuju Desa Mandiri dan Berdaulat. Salah satu fungsi website desa dipaparkan
dalam penelitian Hartono dan Mulyanto (2010), yang menyatakan bahwa bagi
investor, informasi mengenai potensi investasi dan iklim investasi desa sangat
diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan lokasi
untuk investasi. Tetapi hal ini tidak cukup sampai sebatas ketersediaan informasi
saja, diperlukan rangkaian upaya untuk memberikan gambaran yang lebih
komprehensif. Oleh karena itu untuk memberikan layanan informasi yang intensif,
efisien dan efektif agar dapat menarik investasi dan mempromosikan potensi desa
dalam cakupan yang lebih luas, maka perlu dibangun dan dikembangkan aplikasi
e-Government berupa website desa.
Dalam kajian komunikasi, apapun jenis informasi dan jenis website-nya,
informasi dalam website diperuntukkan kepada khalayak umum (bersifat
universal) dan selalu diperbaharui (upgrade) dalam setiap periode (periodisitas),
dengan karakteristik seperti itu maka website dapat dikategorikan sebagai media

5

massa (Sosiawan 2004). Keberadaan internet opinion leader yang melakukan
komunikasi interpersonal-bermedia, seperti e-mail dan chatting, dengan khalayak
website desa dapat meningkatkan penyebaran informasi kepada pihak-pihak yang
dikehendaki, juga meningkatkan popularitas serta jumlah pengunjung website.
Website desa merupakan media baru dalam kajian komunikasi
pembangunan desa, adanya momentum udang-undang desa, serta telah diakuinya
domain desa.id oleh pemerintah, maka diperlukan penelitian yang komprehensif
mengenai efektivitas website desa sebagai media penyebaran informasi
pembangunan desa dan sejauh mana peran dari internet opinion leader.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pengakses website, dimensi-dimensi kualitas
website, peran internet opinion leader, dan efektivitas website desa sebagai
media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten
Bogor?
2. Bagaimana hubungan peran internet opinion leader dengan dimensi-dimensi
kualitas website Desa Malasari Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana hubungan karakteristik pengakses website dengan efektivitas
website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor?
4. Bagaimana hubungan dimensi-dimensi kualitas website dengan efektivitas
website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor?
5. Bagaimana hubungan peran internet opinion leader dengan efektivitas
website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis karakteristik pengakses website, dimensi-dimensi kualitas
website, peran internet opinion leader, dan efektivitas website desa sebagai
media penyebaran informasi pembangunan di Desa Malasari Kabupaten
Bogor.
2. Menganalisis hubungan peran internet opinion leader dengan dimensidimensi kualitas website Desa Malasari Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis hubungan karakteristik pengakses website dengan efektivitas
website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor.
4. Menganalisis hubungan dimensi-dimensi kualitas website dengan efektivitas
website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor.
5. Menganalisis hubungan peran internet opinion leader dengan efektivitas
website desa sebagai media penyebaran informasi pembangunan di Desa
Malasari Kabupaten Bogor.

6

Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai efektivitas komunikasi website desa.id sebagai media
e-Government di Kabupaten Bogor ini diharapkan memiliki:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini, dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kajian
ilmu komunikasi pada umumnya, serta kajian Computer Mediated
Communication (CMC) pada khususnya. Selain itu diharapkan dapat
menambah referensi bagi penelitian dengan topik efektivitas komunikasi dan
pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dalam pembangunan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana informasi, bahan masukan dan
pertimbangan untuk pengembangan website desa dengan domain desa.id yang
di prakasai oleh lembaga masyarakat Gerakan Desa Membangun (GDM)
pada umumnya, serta peningkatan kualitas website malasari.desa.id pada
khususnya. Selain itu, hasil penelitan ini dapat berguna bagi perencanaan
website desa-desa di Indonesia ke depannya.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembangunan
(e-Government)
Pembangunan bukanlah kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk
masyarakatnya, melainkan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah bersama
dengan seluruh masyarakatnya. Esensi kegiatan pembangunan adalah terjadinya
perubahan sikap untuk memproyeksikan diri ke dalam situasi lain dan karena itu
secara sadar dan terencana menyiapkan diri untuk melakukan perubahan untuk
memperbaiki mutu hidupnya guna mengantisipasi keadaan dan perubahan yang
akan terjadi di masa mendatang (Mardikanto & Soebianto 2013). Bentuk
partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi partisipasi dalam
pengambilan keputusan dan perencanaan kegiatan, pelaksanan kegiatan,
pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan.
Konsep komunikasi pembangunan khas Indonesia dapat didefinisikan oleh
Effendy (2005) sebagai proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok
orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam
rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam
keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat. Agar komunikasi
pembangunan lebih berhasil mencapai sasarannya, serta dapat menghindarkan
kemungkinan efek-efek yang tidak diinginkan, maka kesenjangan efek yang
ditimbulkan oleh kekeliruan cara-cara komunikasi dapat diperkecil bila memakai
strategi komunikasi pembangunan yang dirumuskan sedemikian rupa, salah
satunya pengenalan para pemimpin opini (opinion leader) di kalangan lapisan
masyarakat yang berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka
untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan (Istiyanto 2011).
Lebih lanjut, masyarakat yang membutuhkan peran seorang opinion leader
di era internet ini adalah masyarakat miskin informasi, yaitu mereka yang
dikelilingi oleh informasi yang berlimpah dan kemudahan akses memperolehnya,
dan mereka yang tidak tahu bagaimana dan di mana mendapatkan informasi dan
tidak mengerti nilai informasi (Goulding 2001). Kelompok pertama merasa
kebingungan di era globalisasi ini, karena suatu informasi datang dari berbagai
media dan dalam kemasan yang berbeda. Kelompok kedua, sadar akan kebutuhan
informasi tetapi tidak tahu harus berbuat apa, sehingga berdampak buruk pada
kehidupan sehari-hari, seperti pengambilan keputusan akan suatu masalah.
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, secara umum adalah semua teknologi yang
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan,
penyebaran dan penyajian informasi (Kemeneg Ristek RI 2006). Teknologi ini
merupakan hasil perpaduan dari dua teknologi yang sebelumnya dikembangkan
secara terpisah, yaitu komputer untuk data digital, dan komunikasi untuk suara.
Didorong oleh perkembangan teknologi mikroelektronika, perbedaan antara
keduanya menjadi tidak terlalu berarti.
Perkembangan pemanfaatan TIK untuk pembangunan di Indonesia
merupakan kelanjutan model komunikasi untuk pembangunan yang bercirikan
pembangunan mikro dan bertolak dari kehidupan masyarakat. Saat internet mulai

8

berkembang, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
mengembangkan Community Access Point (CAP) dan Mobile Community Access
Point (M-CAP), sebagai suatu bentuk gerakan masyarakat cerdas yang bertujuan
peningkatan pengetahuan, kecerdasan, dan pengentasan kemiskinan sekaligus
upaya menjembatani kesenjangan digital dengan memanfaatkan telematika.
Program selanjutnya untuk memperluas jangkauan pelayanan adalah program
Pusat Pelayanan Internet Kecamatan (PLIK) dan MPLIK Mobil yang merupakan
bagian dari program Universal Service Obligation (USO) (Rusadi 2014). Namun,
dalam laporan penelitian Balai Penelitian di Lingkungan Badan Litbang SDM
Kominfo ditemukan informasi kegagalan program dukungan USO tersebut,
terutama kegagalan manajerial, di mana tidak terdapat koordinasi dan pelibatan
pemerintah daerah dengan aparat pada tingkat kecamatan dan desa, sehingga tidak
terdapat rasa tanggungjawab untuk mensukseskan program tersebut.
Praditya (2013) melakukan Analisis SWOT terhadap pembangunan bidang
TIK dalam menunjang program kerja instansi pemerintahan. Salah satu
permasalahan yang ditemukan yaitu masih adanya masyarakat pedesaan yang
kesulitan dalam mengakses informasi pembangunan melalui media internet
(website), karena tingkat literasi TIK masyarakat pedesaan masih rendah, hal
tersebut juga menjadi hambatan masyarakat pedesaan untuk memberikan aspirasi
melalui media TIK. Strategi yang ditawarkan untuk meningkatkan pelayanan
instansi terkait yaitu menyediakan layanan sms melalui telepon genggam yang
sudah dimiliki oleh semua lapisan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi atau
laporan/masukan kepada pemerintah.
Kesenjangan digital pada masyarakat Indonesia menimbulkan permasalahan
yaitu jika pemerintah setempat menyediakan layanan melalui internet, mereka
harus memelihara sistem ganda; sistem konvensional bagi mereka yang tidak
tehubung dan e-service bagi mereka yang terhubung. Hal tersebut juga berdampak
pada kesenjangan tingkat partisipasi masyarakat yang sebagian besar akan berasal
dari masyarakat yang memiliki kemampuan mengakses layanan pemerintah
berbasis TIK.
Perbandingan lain dari sebuah penelitian di Malaysia mengenai penerimaan
masyarakat terhadap sistem e-service oleh pemerintah, meskipun penelitian
dilakukan di area yang memiliki cakupan internet yang paling luas dan
berkembang pesat di Malaysia, namun penggunaan e-service masih rendah.
Faktor-faktor yang diidentifikasi menentukan tingkat penggunaan e-service adalah
sikap, kontrol perilaku, dan niat (intention), faktor sikap memiliki nilai yang
paling tinggi yaitu 71% dalam berperan mempengaruhi niat seseorang untuk
menerima sesuatu, sikap tergantung pada persepsi konsumen apakah merasa
inovasi tertentu bermanfaat dan mudah digunakan, sesuai dengan gaya hidup,
kepercayaan, dan tidak menimbulkan risiko (Mahbob et al. 2011).
Electronic Governmnet (e-Government) merupakan suatu proses sistem
pemerintahan dengan memanfaatkan Information Communication And
Technology (ICT) sebagai alat untuk memberikan kemudahan proses komunikasi
dan transaksi kepada warga masyarakat, organisasi bisnis dan antara lembaga
pemerintah serta stafnya, sehingga dapat dicapai efisiensi, efektivitas, transparansi
dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakatnya (Hartono &
Mulyanto 2010). Dengan konsep pengembangan menyangkut hubungan

9

Government to Government (G2G), Government to Business (G2B) dan
Government to Citizen (G2C).
Menurut Rusli dalam Holle (2011), secara konseptual, konsep dasar dari eGovernment sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan melalui
elektronik (e-service), seperti melalui internet, jaringan telepon seluler dan
komputer, serta multimedia, melalui pengembangan e-Government ini, dilakukan
pula penataan sistem manajemen informasi dan proses pelayanan publik dan
mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Jadi dari
persektif komunikasi, e-Government merupakan pemanfaatan media komunikasi
berbasis internet oleh pemerintah untuk menyampaikan pesan pembangunan
kepada masyarakat yang lebih luas dan mendapatkan umpan balik lebih cepat.
Tabel 2.1 Pergeseran paradigma dalam penyampaian pelayanan publik
(Rokhman 2008)

Orientasi
Proses organisasi

Prinsip manajemen

Paradigma
Birokratis
Efesiensi biaya produksi
Merasionalisasikan
peranan, pembagian tugas
dan pengawasan hirrarki
vertikal
Manajemen berdasarkan
peraturan dan mandat
(perintah)

Gaya kepemimpinan

Memerintah dan mengawasi

Komunikasi internal

Hirarki (berperingakat) dan
top-down

Komunikasi eksternal

Terpusat, formal dan
saluran terbatas

Cara penyampaian
pelayanan
Prinsip-prinsip
penyampaian pelayanan

Dokumen dan interaksi
antar personal
Tersandarkan, keadilan dan
sikap adil

Paradigma
e-Government
Fleksibel, pengasawan dan
kepuasan pengguna
Hirarki horisontal, jaringan
organisasi dan tukar
informasi
Manajemen bersifat
fleksibel, teamwork antar
departemen dengan
koordinasi pusat
Fasilitator, koordinatif dan
entrepreneurship inovatif
Jaringan banyak tujuan
dengan koordinasi pusat
dan komunikasi langsung
Formal dan informal,
umpan balik langsung,
cepat dan banyak saluran
Pertukaran elektronik dan
interaksi non face to face
Penyeragaman bagi semua
pengguna dan bersifat
personal

Perkembangan sistem e-Government di Indonesia berawal dari keinginan
pemerintahan untuk mengimplementasikan e-Government yang telah dituangkan
dalam Inpres RI Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan e-Government, dan Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informatika (Kepmen) Nomor 57/Kep/M.Kominfo/12/2003 tentang Panduan
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan e-Government. Lebih lanjut Agarwal
dalam Hoesin et al. (2008) membagi pengertian e-Government kedalam lima
tahap, yang semakin tinggi tahapannya, semakin kompleks permasalahan yang
akan dihadapi:

10

1.

2.

3.

4.

5.

Tahapan yang paling awal ditandai dengan munculnya berbagai situs hampir
semua intitusi pemerintah. Pada tingkat awal ini, e-Government masih
bersifat menginformasikan tentang apa dan siapa yang berada didalam insitusi
tersebut dan masih bersifat satu arah. Kondisi e-Government yang masih
berada pada tahap awal ini belum bisa digunakan untuk membentuk suatu tata
pemerintahan yang baik (good governance).
Tahapan kedua, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan interaksi secara
online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. Misalnya,
masyarakat tidak perlu lagi antri membayar memperpanjang KTP,
pengurusan administarsi publik, dsb. Semuanya bisa dilakukan secara online.
Secara umum sudah terjalin komunikasi dua arah antara institusi pemerintah
dengan masyarakat secara online.
Tahapan ketiga dari e-Government memerlukan kerja sama secara online
antar beberapa instansi dan masyarakat. Sebagai contoh, apabila masyarakat
sudah bisa mengurus perpanjangan KTP-nya secara online, selanjutnya
mereka tidak perlu lagi melampirkan KTP nya lagi ketika mengurus passport
atau membuat SIM.
Tahapan keempat dari e-Government sudah semakin kompleks bukan hanya
memerlukan kerja sama antar institusi dan masyarakat, tetapi juga
menyangkut arsitektur teknis yang semakin kompleks. Dalam tahap 4 ini,
seseorang bisa mengganti informasi yang menyangkut dirinya hanya dengan
satu klik secara otomatis, berlaku untuk setiap institusi pemerintah yang
terkait.
Tahapan kelima, pemerintah sudah memberikan informasi yang terpaket
(packaged) sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah
sudah bisa memberikan apa yang disebut information-push yang berorientasi
kepada masyarakat. Apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat, eGovernment pada tahap ini bisa meyediakannya.

Secara umum Indrajit et al. (2005) menjelaskan layanan e-Government
dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Jenis layanan yang bertujuan untuk penyediaan informasi seperti visi dan misi
pemerintah, berbagai peraturan perundang-undangan, prosedur pendirian
usaha, berbagai data kependudukan, pertanian dan perdagangan. Informasi
tentang tender proyek, sistem pendidikan di sekolah negeri, hasil pemilu dan
lain sebagainya.Untuk jenis layanan yang pertama ini, pembangunan aplikasi
e-Government sangat bertumpu pada penciptaan halaman website yang
menarik, ergonomik dan komunikatif.
2. Jenis layanan yang bersifat komunikasi interaktif dua arah, seperti konsultasi
perpajakan, diskusi tentang rancangan undang-undang dan lain sebagainya.
Untuk jenis layanan ini, maka aplikasi e-Government perlu kelengkapan
fasilitas seperti video konferensi, atau aplikasi chatting dan email.
3. Jenis layanan yang bersifat transaksi, seperti permohonan KTP, IMB,
pembayaran wajib pajak, listrik, PBB, air, telepon secara online dan
sebagainya. Untuk jenis layanan ini, maka aplikasi e-Government juga harus
dilengkapi dengan sistem informasi online yang mendukung pencatatan setiap
transaksi yang terjadi.

11

Dari beberapa uraian di atas mengenai sistem e-Government, dalam
penelitian ini website desa yang dijadikan sebagai objek penelitian masih berada
dalam tahap 1 persiapan, yaitu website dibuat sebagai media informasi dan
komunikasi pada pemerintahan desa, pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia atau aparat desa telah dilakukan oleh para relawan TIK. Jenis layanan eGovernment yang diterapkan dalam website desa adalah penyediaan informasi dan
layanan yang bersifat komunikasi interaktif dua arah melalui kolom komentar
pada website, serta menggunakan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai pelaksanaan program eGovernment di Indonesia, penelitian ini menggunakan berbagai perspektif
keilmuwan. Mujahidin (2013) melakukan penilaian kualitas layanan eGovernment dengan menggunakan dimensi e-Govsqual di Pemerintahan Provinsi
Jawa Timur, e-Govsqual adalah kerangka dimensi untuk penilaian kualitas
pelayanan yang merupakan hasil beberapa penelitian tentang kualitas eGovernment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan kurang bagus,
mencakup kualitas gambar dalam tampilan website, bantuan online dalam
pengisian formulir, layanan yang kurang akurat, serta beberapa layanan
pendukung seperti pertanyaan kurang dijawab secara memadai, dan kurangnya
pengetahuan administrator.
Setiawan dan Fitriaty (2012) melakukan penilaian pelaksanaan eGovernment dalam perspektif COBIT (Control Objective for Information and
Related Technology) di Kabupaten Sarolangun, hasil penelitian menyimpulkan
beberapa hal yaitu; (1) Adanya keinginan dari pemerintah kab/kota untuk
melakukan perubahan budaya organisasi, infrastruktur, dan sumber daya manusia
guna keberhasilan pelaksanaan e-Government; (2) Pelaksaanan e-Government di
Kabupaten Soralangun masih berada dalam tahap 1 Initial/Adhoc yaitu
infrastruktur yang mendukung e-Government belum secara keseluruhan dimiliki.
Penelitian lain menganalisis kualitas layanan website Kementerian Kominfo
menggunakan metode WebQual 4.0, yaitu metode atau teknik pengukuran kualitas
website berdasarkan persepsi akhir. Hasil penelitian menunjukkan hanya dimensi
kegunaan dan kualitas interaksi yang dinilai berpengaruh kepada kepuasan
pengguna, sedangkan dimensi kualitas informasi dinilai tidak berpengaruh
terhadap kepuasan pengguna website (Sanjaya 2012).
Dari beberapa penelitian terdahulu di atas, telah banyak dilakukan penelitian
untuk mengukur kualitas website pemerintahan, walaupun website tersebut masih
berada dalam tahap awal atau persiapan, hal tersebut menjadi penting karena
terdapat banyak unsur yang harus diperhatikan dalam sebuah website seperti isi
dan tampilan yang menarik, kemudahan bernavigasi, informasi yang up to date,
serta kemudahan untuk berkomunikasi.

12

Pembangunan Desa
Definisi mengenai desa sampai sekarang masih perlu dikaji karena
batasannya menjadi perdebatan panjang di kalangan para ahli, terdapat beberapa
sudut pandang dalam melihat pengertian desa yaitu aspek geografis, ekonomi,
sosial psikologis, dan statistik. Penulis mengambil pengertian desa dari sisi
pemerintahan, karena berkaitan dengan sistem e-Government, dalam Peraturan
Pemerintah RI (PP) No. 76/2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai
Desa dinyatakan bahwa desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa,
sebagaiman dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 menyatakan bahwa desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten (Nurman
2015).
Permasalahan mendasar dari rendahnya tingkat pembangunan desa adalah
faktor ekonomi, di mana sebanyak 63% masyarakat miskin di Indonesia berada di
wilayah desa. Sebuah penelitian mencoba melihat upaya menanggulangi
kemisikan berbasis partisipasi masyarakat di Provinsi Bali, Ia melihat beberapa
kelemahan berbagai program penanggulangan kemiskinan yaitu; 1) program yang
dilaksanakan berpedoman pada penguliran dana bantuan; 2) kecenderungan
adanya salah sasaran daerah sasaran program; 3) Sikap mental penduduk miskin
yang cenderung menerima kemiskinan sebagai takdir (Yasa 2008). Temuan dari
penelitian tersebut adalah partisipasi masyarakat, yaitu menguatkan komitmen
kebersamaan diantara masyarakat bahwa penanggulangan kemiskinan bukanlah
tanggungjawab pemerintah semata, tetapi justru tanggung jawab bersama.
Penelitian lain dilakukan Jamal (2009) dalam menyoroti pembangunan
pedesaan di Indonesia. Ia melihat permasalahan yang menjadi hambatan
pembangunan desa disebabkan kurang baiknya perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan pedesaan. Belajar dari kasus di Korea Selatan dengan gerakan
Saemul Undong, yaitu gerakan yang difokuskan pada pembangunan dan
perbaikan infrastruktur (jalan, air minum, listrik, dan sarana komunikasi) di
pedesaan serta penghijauan, maka diperlukan penumbuhan momentum baru yang
dapat menstimulir upaya peningkatan masyarakat pedesaan secara sistematis dan
terencana. Pembangunan pedesaan yang baik akan memberikan peluang bagi
setiap individu yang ada di dalamnya untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki, sejalan dengan peluang yang tercipta atau diciptakan pemerintah dan
pihak lain.
Dari uraian beberapa penelitian sebelumnya di atas, penulis berpendapat
bahwa wilayah desa di Indonesia memiliki potensi yang dapat dikembangkan
guna meningkatkan perekonomian desa, namun kelemahan terjadi pada
perencanaan pembangunan desa dari pemerintah yang belum mendapatkan
momentum yang tepat, karena pemerintah desa dan masyarakatnya kurang
berpartisipasi ataupun dilibatkan dalam tahapan pembuatan kebijakan yaitu