Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.
PENYEBARAN SPASIAL KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN
PANGAN DAN OBAT DI KAMPUNG NYUNGCUNG, DESA
MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR
HAFIZAH NAHLUNNISA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyebaran Spasial
Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa
Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Hafizah Nahlunnisa
NIM E34110010
ABSTRAK
HAFIZAH NAHLUNNISA. Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan
Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung,
Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan LILIK BUDI PRASETYO.
Kampung Nyungcung merupakan salah satu kampung yang terletak di dekat
hutan dan memiliki potensi tumbuhan pangan dan obat untuk dimanfaatkan oleh
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman, potensi,
dan sebaran spasial tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung. Metode
yang digunakan yaitu analisis vegetasi dan eksplorasi yang dilaksanakan pada bulan
Maret 2015. Hasil perhitungan analisis vegetasi di beberapa lokasi pengamatan
diperoleh nilai keanekaragaman dan kemerataan yang berbeda pada setiap tingkat
pertumbuhan. Hasil penelitian ditemukan tumbuhan pangan dan obat sebanyak 318
jenis dari 98 famili, yang terdiri dari 56 spesies tumbuhan pangan, 112 spesies
tumbuhan pangan fungsional, dan 149 spesies tumbuhan obat. Lokasi yang paling
banyak terdapat tumbuhan pangan dan obat adalah pekarangan (144 jenis).
Tumbuhan pangan dan obat paling banyak tersebar pada ketinggian 600-800 mdpl
(308 jenis) dan pada kelerengan 0-8% (168 jenis). Selain kelerengan dan ketinggian,
faktor biotik (faktor yang disebabkan oleh manusia) memiliki pengaruh besar
terhadap distribusi tumbuhan pangan dan obat. Kebutuhan masyarakat atas pangan
dan obat dapat terpenuhi dengan memanfaatkan potensi tersebut.
Kata kunci: kampung Nyungcung, pangan dan obat, penyebaran spasial, potensi
tumbuhan
ABSTRACT
HAFIZAH NAHLUNNISA. Spatial Distribution of Diversity Food and Medicinal
Plants in Nyungcung Kampong, Malasari Village, Nanggung Subdistrict, Bogor.
Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and LILIK BUDI PRASETYO.
Nyungcung Kampong is situated near to the forest, in which very rich in
term of plant biodiversity. The plant potentially can be utilized by the community
to fulfill their need of food and medicine. The objective of the research was to
identify the diversity, potency, and spatial distribution of food and medicinal
plants in Nyungcung Kampong. The research was conducted by vegetation
inventory and eksploration during March 2015. Result showed there was different
diversity value and evenness index among every growth strata. In total, there were
318 specieses or 98 families that consist of 56 species of food plants, 112 species
of food functional plants, and 150 spesies of medicinal plants. With regard to land
cover/land use class, home garden had the highest number of food and medicinal
plants. The plants distributed mostly on elevation of about 600--800 mdpl (308
species) or at gentle slope of about 0-8% (168 species). In addition to slope and
elevation, biotic (factor caused by human) have a considerable effect in the
distribution of plants. In short, the community need of necessity food and
medicine can be provided by the forest and its surrounding areas.
Keywords: food and medicinal plants, Nyungcung kampong, plants potency,
spatial distribution
PENYEBARAN SPASIAL KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN
PANGAN DAN OBAT DI KAMPUNG NYUNGCUNG, DESA
MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR
HAFIZAH NAHLUNNISA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung
Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud,
MS dan Bapak Prof Dr Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Masyarakat Kampung
Nyungcung, RMI, JKPP, dan Tim Penelitian (Siti Nurjannah, Siti Nariah, Dinar A,
Riszki Is H, Ilham A) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah Muslimsyah, ibu Arnida, adik Hafiz
Fauzan Azim, dan Muzaqky Muthahhari, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga
besar Fahutan IPB, Departemen KSHE, KSHE 48, Fasttrack KVT 48, Lethgen,
Hikapemaka, KPF (Kelompok Pemerhati Flora) Himakova, Halaqah, Paguyuban
Beasiswa KSE IPB, dan para sahabat atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Hafizah Nahlunnisa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data yang Dikumpulkan
3
Metode Pengambilan Data
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
8
Komposisi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
9
Potensi dan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat
12
Penyebaran Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
19
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
32
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Jenis dan metode pengambilan data
INP tertinggi hasil analisis vegetasi
Indeks keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan
Luas tutupan/tata guna lahan di Kampung Nyungcung
Potensi tumbuhan pangan dan obat berdasarkan lokasi
Ketinggian Kampung Nyungcung dengan luas wilayah
3
10
11
19
21
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Peta lokasi penelitian
Petak pengamatan analisis vegetasi
Alur pembuatan peta
Jumlah jenis dan famili tumbuhan pangan dan obat
Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan famili
Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan habitus
Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitat
Jumlah tumbuhan pangan fungsional berdasarkan famili
Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus
Potensi tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitat
Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili
Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus
Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitat
Titik pengamatan tumbuhan pangan dan obat
Peta jarak titik pengamatan dari jalan kampung
Reunde (S. elongata) di hutan sekunder dan tangkur gunung (L.gracile)
di hutan primer
17 Peta ketinggian Kampung Nyungcung
18 Sebaran tumbuhan pangan dan obat berdasarkan kelerengan
19 Peta kelerengan Kampung Nyungcung
2
4
8
13
13
14
15
15
16
17
17
18
18
20
22
23
24
26
27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar jenis tumbuhan pangan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi
2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis
vegetasi
3 Daftar jenis tumbuhan obat hasil eksplorasi dan analisis vegetasi
4 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat semai
5 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat tumbuhan bawah
6 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat pancang
7 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat tiang
8 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat pohon
9 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat semai
10 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat tumbuhan bawah
32
34
40
48
49
51
52
53
53
54
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Perhitungan INP hutan primer pada tingkat pancang
Perhitungan INP hutan primer pada tingkat tiang
Perhitungan INP hutan primer pada tingkat pohon
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat semai
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat tumbuhan bawah
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat pancang
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat tiang
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat pohon
Perhitungan INP tumbuhan bawah pada pinggir jalan
Rekapitulasi jenis tumbuhan pangan berdasarkan ketinggian dan
kelerengan
21 Rekapitulasi jenis tumbuhan pangan fungsional berdasarkan ketinggian
dan kelerengan
22 Rekapitulasi jenis tumbuhan obat berdasarkan ketinggian dan
kelerengan
23 Gambar tipe habitat di Kampung Nyungcung
55
55
56
56
56
58
59
60
61
64
66
70
78
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 175/Kpts-II/2003 tentang
perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) berdampak pada
masuknya beberapa kampung ke dalam kawasan TNGHS. Saptariani (2010)
mencatat terdapat 314 kampung masuk ke dalam kawasan TNGHS. KBBI
(2008) mendefinisikan kampung merupakan suatu kesatuan pemukiman terkecil
yang menempati wilayah tertentu. Salah satu kampung yang termasuk dalam
kawasan TNGHS adalah Kampung Nyungcung terletak di Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung, Bogor. Menurut Departemen Kehutanan (2007) terdapat
lebih dari 50% kampung di Indonesia berada di dalam dan sekitar hutan.
Keberadaan kampung yang dekat dengan kawasan taman nasional dan hutan
merupakan potensi bagi masyarakat untuk pemanfaatan sumberdaya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti pangan, papan, obat-obatan, ritual adat,
dll. Hendarti (2008) menyatakan bahwa masyarakat kampung memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap hutan. Ketergantungan tersebut salah
satunya diakibatkan oleh sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dan pasokan pangan dari luar (Utomo 2009).
Kampung Nyungcung memiliki tata guna/ tutupan lahan berupa lahan
garapan, hutan, sawah, pemukiman, lahan pemakaman, areal kebun pinus, dll.
Informasi penyebaran spasial mengenai keanekaragaman potensi tumbuhan
pangan dan obat menjadi penting untuk mengidentifikasi lokasi dari areal yang
memiliki potensi terbesar. Penggalian distribusi dan keanekaragaman tumbuhan
pangan dan obat dapat dijadikan sebagai alternatif dalam melakukan
pengembangan terhadap tumbuhan pangan dan obat, meningkatkan pendapatan
dan memenuhi kebutuhan masyarakat Kampung Nyungcung. Akan tetapi
informasi dan data mengenai keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di
Kampung Nyungcung masih kurang, sehingga perlu dilakukan penelitian
mengenai keanekaragaman dan penyebaran spasial tumbuhan pangan dan obat
yang ada di Kampung Nyungcung. Hal ini dapat menjadi landasan untuk
menjadikan Kampung Nyungcung sebagai kampung konservasi yang mandiri
pangan dan obat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah :
1. Mengidentifikasi keanekaragaman, distribusi, dan potensi tumbuhan
pangan dan obat di Kampung Nyungcung.
2. Mengidentifikasi sebaran spasial keanekaragaman tumbuhan pangan dan
obat yang ditemukan di Kampung Nyungcung.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan informasi mengenai jenis
potensial tumbuhan pangan dan obat bagi masyarakat, sehingga masyarakat
dapat melakukan pemanfaatan dan pengembangan tumbuhan secara lestari di
2
Kampung Nyungcung, serta dapat memberikan informasi mengenai penyebaran
spasial dan lokasi potensial tumbuhan pangan dan obat. Hasil penelitian ini juga
dapat menjadi data dasar bagi pemangku pemerintah dalam pengembangan
Kampung Nyungcung menjadi kampung konservasi untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakatnya.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Nyungcung, Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret 2015 (Gambar 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tallysheet, alat tulis, GPS
Garmin 78s, kamera, peta kawasan untuk pengambilan data. Pita ukur/meteran,
tambang/tali, kompas untuk analisis vegetasi. Kertas koran, kantong plastik,
alkohol 70%, gunting, selotip, gantungan untuk pembuatan herbarium. Buku
identifikasi tumbuhan untuk pengenalan jenis tumbuhan pangan dan obat. Bahan
yang digunakan sebagai objek penelitian adalah tumbuhan pangan dan obat di
Kampung Nyungcung.
3
Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan meliputi data potensi tumbuhan pangan dan obat
di Kampung Nyungcung, kondisi umum Kampung Nyungcung, dan bentang
lanskap Kampung Nyungcung (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis dan metode pengambilan data
No Data
dan Sumber data
Rincian data
Metode
informasi yang
Pengumpulan
dikumpulkan
data
1
Data Primer
Kajian potensi Lingkungan
tumbuhan
Kampung
pangan
Nyungcung
dan
obat
Kampung
Nyungcung
2
Data Sekunder
Kondisi umum
Kampung
Nyungcung
Peta Kampung
Nyungcung
1. Tumbuhan pangan
lokal :
Nama spesies, ilmiah,
famili, habitus, lokasi
ditemukan,
kerapatan, frekuensi
perjumpaan, dan
dominansi
2. Tumbuhan obat :
nama spesies, ilmiah,
famili, habitus, lokasi
ditemukan, khasiat,
kerapatan, frekuensi
perjumpaan, dan
dominansi
Buku, jurnal, 1.
2.
3.
4.
5.
Citra
Landsat
Analisis
vegetasi dan
observasi
lapang
Letak dan luas
Studi literatur
Topografi
Iklim
Tata guna lahan
Kondisi ekonomi,
sosial, dan budaya
masyarakat sekitar
Penyebaran spasial
tumbuhan pangan
dan obat
Analisis
aplikasi
Arc.GIS 10.2
Metode Pengambilan Data
Observasi/ pengamatan lapang
Penempatan plot pengamatan
Metode penempatan plot pengamatan dilakukan secara purposive
sampling. Penempatan plot dalam melakukan pengamatan terhadap
tumbuhan yang berpotensi sebagai pangan dan obat dilakukan berdasarkan
keragaman tutupan/ tata guna lahan. Plot pengamatan dilakukan di tutupan /
4
tata guna lahan seperti lahan garapan, hutan primer, hutan sekunder, sawah,
pekarangan, lapangan, pinggir jalan, daerah aliran sungai (DAS), pekarangan
rumah warga, pemakaman umum yang terdapat di Kampung Nyungcung.
Pengamatan potensi tumbuhan pangan dan obat dilakukan dengan cara mengambil
petak contoh.
Selain berdasarkan keragaman tutupan lahan, penempatan plot pengamatan
dilakukan berdasarkan ketinggian dari permukaan laut. Metode analisis vegetasi
dilakukan pada lahan garapan, hutan primer, hutan sekunder, tumbuhan bawah di
pinggir jalan.
Ukuran plot pengamatan
Analisis vegetasi untuk tumbuhan bawah pada pinggir jalan dilakukan
dengan menggunakan plot contoh berbentuk petak tunggal berdasarkan kurva
spesies area yang dimulai dari ukuran 1x1 m. Pembuatan plot contoh ini
dilakukan terus menerus dengan ukurannya dua kali lipat plot contoh sebelumnya,
dan mencatat jumlah jenis yang terdapat di dalam plot tersebut. Pembuatan plot
akan diberhentikan sampai penambahan jumlah jenis kurang dari 10% (Fatmasari
2003). Pembuatan plot dilakukan hingga ukuran 8x8 m untuk menghasilkan
penambahan jenis sebesar kurang dari 10%.
Analisis vegetasi pada hutan dan lahan garapan menggunakan metode
kombinasi jalur dan garis berpetak. Panjang jalur tergantung kondisi lapang.
Pengukuran dilakukan dengan membagi ukuran 20x20 m untuk pohon, 10x10 m
untuk tiang, 5x5m untuk pancang dan 2x2m untuk semai dan tumbuhan bawah.
Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies,
sedangkan untuk tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu setiap
spesies, dan diameter batang (Gambar 2). Jumlah plot yang digunakan pada hutan
primer adalah 10 plot, hutan sekunder 10 plot dengan 2 jalur, lahan garapan 10
plot 1 jalur, 6 plot 1 jalur, 5 plot 1 jalur, dan 3 plot 1 jalur. ukuran jumlah plot
berdasarkan hasil kurva spesies area dan menyesuaikan topografi kawasan.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), tingkat pertumbuhan semai
(tinggi < 1,5, diameter < 3 cm) diukur pada petak berukuran 2x2 m, untuk tingkat
pertumbuhan pancang 5 mx5 m (diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m), untuk tingkat
pertumbuhan tiang 10 mx10 m (diameter 10-19 cm) dan untuk tingkat
pertumbuhan pohon ukuran petaknya adalah 20 mx20 m.
ab
d
10 m
c
10
20mm
Gambar 2 Petak pengamatan analisis vegetasi
5
Keterangan :
a. Semai dan tumbuhan bawah ( 2mx2m)
b. Pancang ( 5mx5m)
c. Tiang (10mx10m)
d.Pohon (20mx20m)
Pembuatan herbarium
Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri atas bagianbagian tumbuhan (ranting dengan daun, kuncup yang utuh, dan lebih baik kalau
ada bunga dan buahnya). Herbarium dibuat secara kering. Pembuatan herbarium
dilakukan dengan cara mengambil bagian tumbuhan dan memasukkan kedalam
lipatan koran, kemudian disiram atau disemprot dengan alkohol 70%, lalu
dijemur di bawah sinar matahari. Pembuatan herbarium dilakukan untuk
memudahkan dalam mengidentiikasi tumbuhan pangan dan obat yang belum
teridentifikasi spesiesnya.
Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama lokal, nama ilmiah, nama famili,
habitus, kegunaan dari spesies tumbuhan pangan, dan obat dari hasil pengamatan
lapang dan analisis vegetasi. Identifikasi dengan melakukan studi pustaka
melalui buku identifikasi tumbuhan.
Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dari seluruh sumber
literatur yang ada. Data-data tersebut dijadikan acuan atau panduan untuk
melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Sumber pustaka yang dijadikan
acuan penelitian berupa jurnal, buku, laporan penelitian, dan data Kampung
Nyungcung, Desa Malasari.
Pengambilan data spasial
Data spasial yang diambil adalah koordinat areal/ kawasan yang memiliki
potensi tumbuhan obat dan pangan di Kampung Nyungcung. Pengambilan data
menggunakan GPS dilakukan bersamaan dengan observasi lapang dan kegiatan
analisis vegetasi untuk menganalisis penyebaran spasial dari tumbuhan obat dan
pangan yang ada di Kampung Nyungcung.
Analisis Data
Komposisi tumbuhan
Komposisi tumbuhan dapat diketahui menggunakan parameter Indeks Nilai
Penting (INP). Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002) INP ini digunakan
untuk menetapkan dominansi suatu spesies terhadap spesies lainnya. INP ini
merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi
relatif. Adapun rumus untuk menghitung INP adalah sebagai berikut.
Kerapatan suatu spesies (K) = Jumlah individu suatu spesies
Luas unit contoh
Kerapatan Relatif (KR)
= Kerapatan suatu spesies x100%
Kerapatan total spesies
6
Frekuensi suatu spesies (F)
= Jumlah plot ditemukannya suatu spesies
Kerapatan total plot
Frekuensi Relatif (FR)
= Frekuensi suatu spesies x100%
Total frekuensi
Dominansi suatu spesies (D) = Luas bidang dasar suatu spesies
Luas unit contoh
Dominansi Relatif (DR)
= Dominansi suatu spesies x 100%
Dominansi seluruh spesies
Indeks Nilai Penting (INP) pohon dan tiang = KR + FR + DR
Indeks Nilai Penting (INP) semai, tumbuhan bawah, epifit, liana, pandan,
palem dan pancang = KR + FR.
Keanekaragaman spesies tumbuhan
Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan dalam suatu komunitas dapat
dihitung menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’). Indeks
Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak
digunakan dalam ekologi komunitas (Ludwing dan Reynold 1988). Rumus Indeks
Keanekaragaman Shanon-Wiener adalah sebagai berikut:
s
ni
ni
′
ln
H =−
N
N
i=1
Keterangan :
H’= Indeks Keragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah spesies
ni = Jumlah individu spesies-i
N = Total jumlah individu semua spesies
Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (Magurran 2004), yaitu:
H’ > 3
: menunjukkan keanekaragaman tinggi
1 < H’ ≤ 3
: menunjukkan keanekaragaman sedang
H’ ≤ 1
: menunjukkan keanekaragaman rendah.
Kemerataan spesies tumbuhan
Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies
(evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam
spesies. Indeks ini menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan
rumus:
�′
E=
�� �
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah spesies
E = Indeks kemerataan spesies (evenness)
Nilai indeks kemerataan berkisar 0—1, jika nilainya 0 menunjukan tingkat
kemerataan spesies tumbuhan pada komunitas tersebut sangat tidak merata,
7
sedangkan jika nilainya mendekati 1 maka hampir seluruh spesies yang ada
mempunyai kelimpahan yang sama (Magurran 1988).
Analisis data spasial
Peta Kampung Nyungcung yang diperoleh dari citra Google Earth diolah
menggunakan perangkat lunak komputer ArcGis 10.2. Pengolahan dilakukan
untuk memperoleh peta tutupan lahan, peta ketinggian, peta kelerengan, dan peta
jarak. Pengolahan ArcGis untuk menghasilkan peta adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi tutupan/tata guna lahan (digitasi)
Citra Google Earth Kampung Nyungcung diklasifikasi secara visual untuk
memperoleh peta tutupan/tata guna lahan. Klasifikasi visual tersebut dilakukan
dengan mendigitasi peta dari citra Google Earth. Digitasi adalah kegiatan
pemasukan data kedalam ArcGis yang dilakukan dengan mendeliniasi secara
langsung pada layer (on screen digitizing) untuk feature yang berbentuk polygon
sehingga menghasilkan beberapa tutupan lahan. Hasil digitasi dilakukan
labelling dan attributing yang memberikan identitas label dari setiap poligon
yang berbentuk tutupan lahan. Informasi yang diberikan dapat dilihat dalam
bentuk atribut tabel. Tabel dapat berfungsi untuk mengolah data atribut dari
suatu tutupan lahan untuk keperluan analisis data. Hasil peta yang diperoleh
merupakan peta tutupan/tata guna lahan yang terdiri dari hutan primer, hutan
sekunder, lahan garapan, sawah, jalan, perumahan, sungai, lapangan, dll.
2. Peta ketinggian dan kelerengan
Peta ketinggian dan kelerengan dibuat dengan melakukan tumpang tindih
(overlay) dengan peta dari citra DEM (Digital Elevation Model) Landsat. Peta
Aster GDEM merupakan peta ketinggian yang diolah dengan program ArcGis
10.2 dan menghasilkan ketinggian dan kemiringan lereng. Hasil pengolahan
tersebut dilakukan klasifikasi dengan ketinggian menjadi empat kelas (400-600,
600-800, 800-1000, >1000). Sedangkan kelerengan dibagi menjadi empat kelas
(0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%).
3. Peta jarak dari jalan utama kampung
Pembuatan peta jarak dari jalan utama kampung dilakukan dengan
melakukan spatial analysis tools dengan menggunakan Eucladian distance. Peta
dibuat dari peta jaringan jalan hasil digitasi klasifikasi tutupan/tata guna lahan.
Penentuan jarak dilakukan dengan melakukan pengolahan menggunakan Zonal
statistic as table yang menghasilkan angka jarak dari jalan utama kampung ke
titik penelitian hasil overlay. Diagram pembuatan peta adalah sebagai berikut.
8
Eucladian
distance
Peta jarak
Gambar 3 Alur pembuatan peta
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kampung Nyungcung terletak di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kampung ini termasuk ke dalam zona
khusus di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak khususnya
terletak di Halimun bagian Utara. Adapun batas-batas wilayah kampung
Nyungcung yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Cisarua, sebelah selatan
berbatasan dengan Kampung Jengkol, Desa Malasari, sebelah barat berbatasan
dengan Kampung Cisangku, Desa Malasari dan Kampung Teluk Waru, Desa
Curug Bitung, sebelah timur berbatasan dengan Kampung Cisaat dan Pabangbon,
Desa Malasari.
Kampung Nyungcung memiliki topografi berupa pegunungan dengan
kemiringan 0-45%, ketinggian 600-1 800 mdpl dengan curah hujan rata-rata
mencapai 3 000 mm/tahun dan suhu 22-23ºC (Hendarti 2008). Kampung ini
memiliki luas sekitar 411.53 ha. Menurut Sitepu (2007) wilayah kampung
peruntukannya terbagi ke dalam lahan garapan yang dimiliki warga, pemukiman,
tanah desa, tambang bentonit, kuburan, lahan pinus (24.73 ha) dan hutan
konservasi (74.44 ha). Masyarakat Kampung Nyungcung terbagi menjadi 2 RW
dan 9 RT yang tersebar di wilayah Nyungcung Cakung, Nyungcung Masjid,
Nyungcung Sikantor, Kampung GG, Nyungcung Legok, Nyungcung Tengah,
Nyungcung Neglasari, Simagrib, dan Cepakgedong.
Mata pencarian masyarakat Kampung Nyungcung adalah bertani
menanam padi. Selain itu, masyarakat juga menanam palawija dan sayur mayur di
areal kebun campuran yang dimilikinya. Pelayanan kesehatan di antaranya berupa
posyandu, puskesmas pembantu (pustu), dan Unit Pelaksana Teknis Daerah
9
(UPTD) Bidang Kesehatan Kecamatan Nanggung. Namun fasilitas tersebut
terletak sangat jauh dan aksesnya sulit bagi masyarakat Kampung Nyungcung.
Kondisi ini dibuktikan dengan rendahnya angka persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan (linakes) (G-help 2007).
Komposisi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di lokasi di Kampung Nyungcung
didapatkan 180 spesies dengan spesies yang teridentifikasi sebanyak 88% atau
158 spesies. Sedangkan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi yang dilakukan
pada semua lokasi pengamatan ditemukan 317 spesies yang berpotensi sebagai
tumbuhan pangan dan obat.
Dominansi spesies tumbuhan
Dominansi merupakan gambaran mengenai kondisi suatu jenis tumbuhan
dalam komunitas yang ditampilkan dalam bentuk nilai indeks penting. Suatu
nilai dominansi dari suatu spesies pada tiap tingkatan spesies tumbuhan dapat
menunjukkan daya survival suatu tumbuhan pada suatu komunitas hutan.
Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000) bahwa indeks nilai penting (INP)
adalah suatu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis
yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada suatu lokasi penelitian. Nilai
INP dapat dihasilkan melalui kegiatan analisis vegetasi.
Afrianti (2007) mengemukakan bahwa suatu jenis dapat dikatakan
berperan terhadap ekosistem jika INP tingkat pancang dan anakan lebih dari
10% dan untuk tingkat pohon dan tiang sebesar 15%. Tingginya nilai INP
menunjukkan bahwa kerapatan, frekuensi perjumpaan, dan dominansi pada
spesies tersebut juga tinggi. Jenis harendang, puspa, teh, nangka, tapak liman,
jengkol, antanan, tapak liman, dan cipatuher merupakan jenis tumbuhan pangan
dan obat yang memiliki INP tertinggi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa
jenis-jenis tersebut merupakan jenis yang paling dominan dan memiliki peran
serta kemampuan beradaptasi dan berkembang dengan baik.
Hasil perhitungan INP pada sebagian besar plot pengamatan menunjukkan
jenis yang mendominasi adalah puspa (Schima wallichii) yang berkhasiat
sebagai obat sakit kepala (Zuhud 1994). Hartono et al (2007) menyatakan bahwa
pada hutan dengan ketinggian 500--1000 mdpl dapat ditemukan beberapa
spesies dari famili dipterocarpaceae yang merupakan ciri hujan hutan dataran
rendah dapat ditemukan di kawasan Halimun yaitu rasamala (Altingia excelsa),
puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis javanica), kiriung anak (C.
acuminattissima), pasang (Quercus gemlliflora). Hal ini menunjukkan bahwa
puspa merupakan tumbuhan asli yang tumbuh secara alami di kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak.
Harendang merupakan salah satu spesies dominan pada tingkat tumbuhan
bawah di areal Kampung Nyungcung (Tabel 2). Menurut Smith dalam Afrianti
(2007), yang dimaksud dengan spesies dominan adalah spesies yang dapat
memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada spesies
lain dalam tempat yang sama. Harendang (Clidemia hirta) merupakan jenis
tumbuhan invasif sehingga memiliki tingkat adaptasi dan dapat tumbuh di
berbagai komunitas tumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prinando
10
(2011) bahwa spesies tumbuhan asing invasif di dalam suatu komunitas
seharusnya mendominasi komunitas tumbuhan tersebut. C. hirta merupakan
spesies intoleran yang dapat hidup di tempat terbuka atau sedikit naungan,
berbunga sepanjang tahun, dan dapat hidup pada ketinggian 5-1350 mdpl.
Sementara Kampung Nyungcung terletak pada ketinggian 600-1800 mdpl dengan
titik pengamatan terletak pada areal 600-1000 mdpal. Hal ini yang menyebabkan
C. hirta mudah ditemukan dan mendominasi di hampir semua areal pengamatan
di Kampung Nyungcung. Webber (2003) menyatakan bahwa C. hirta di habitat
aslinya dapat tumbuh dengan cepat, intoleran terhadap cahaya matahari, dan
merupakan spesies pioner yang tumbuh di hutan primer. Harendang memiliki
buah yang bisa dimakan dan daunnya berkhasiat sebagai obat diare, disentri, dan
astrigen (Heyne 1987).
Tabel 2 INP tertinggi tumbuhan pangan dan obat hasil analisis vegetasi
Kerapatan
INP
(ind/ha)
(%)
Tingkat
Jenis
Potensi
Hutan primer
Semai
—
—
— —
Tumbuhan bawah Clidemia hirta
1500
25.4 Pangan dan obat
Pancang
Schima wallichii
200
23.21 Obat
Tiang
Schima wallichii
20
68.46 Obat
Pohon
Schima wallichii
10
29.38 Obat
Hutan sekunder
Pithecolobium
lobatum
Semai
1.25
20.83 pangan dan obat
Tumbuhan bawah Clidemia hirta
7875
20.94 Pangan dan obat
Pancang
Schima wallichii
200
32.6 Obat
Artocarpus
Tiang
heterophyllus
25
62.24 pangan dan obat
Pohon
Schima wallichii
20
48.17 Obat
Lahan garapan
Semai
Camelia sinensis
500
36.67 pangan dan obat
Tumbuhan bawah Clidemia hirta
8875
14.82 Pangan dan obat
Pancang
Schima wallichii
200
34.65 Obat
Tiang
Schima wallichii
20
37.89 Obat
Pohon
Schima wallichii
17.5
78.48 Obat
Pinggir jalan
Elephantopus
Tumbuhan bawah scaber
22631.58
16.2 Obat
Centella asiatica
13684.21
9.72 Pangan dan obat
Mikania skandens 12105.26
9.07 Obat
11
Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan
Keanekaragaman jenis terdiri atas dua komponen yaitu kekayaan jenis
(species richness) yang merupakan jumlah spesies dalam suatu komunitas, dan
komponen kedua adalah kemerataan jenis (species evenness) (Morrison et al.
1992). Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik dari suatu tingkat
komunitas yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur suatu komunitas.
Asrianny (2008) menyatakan bahwa kriteria nilai Indeks
Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) adalah H’3 katagori tinggi. Hasil
perhitungan H’ diperoleh nilai keanekaragaman tertinggi sebesar 3.57 pada
tingkat tumbuhan bawah di pinggir jalan yang tergolong ke dalam kategori
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis tumbuhan yang
tumbuh di areal tersebut. Sedangkan tingkat keanekaragaman terendah adalah
tingkat pohon pada lokasi hutan primer yang memiliki nilai 0.31 yang termasuk
kategori rendah (Tabel 3).
Tabel 3 Indeks keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan
Lokasi habitat
Tingkat pertumbuhan
H'
Lahan garapan
Tumbuhan bawah
3.42
Semai
1.90
Pancang
2.22
Tiang
1.38
Pohon
1.94
Hutan sekunder
Tumbuhan bawah
2.39
Semai
3.06
Pancang
2.35
Tiang
2.41
Pohon
2.70
Hutan primer
Tumbuhan bawah
2.53
Semai
1.36
Pancang
1.96
Tiang
0.50
Pohon
0.31
Pinggir jalan
Tumbuhan bawah
3.57
E
0.83
0.91
0.82
0.66
0.84
0.81
0.81
0.92
0.91
0.85
0.91
0.76
0.77
0.72
0.28
0.87
Tumbuhan bawah merupakan tingkat pertumbuhan yang memiliki nilai
keanekaragaman tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Tingkat
keanekaragaman tumbuhan bawah dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahannya.
Nilai keanekaragaman tumbuhan bawah di tepi jalan lebih tinggi daripada lokasi
lainnya, dikarenakan lokasi tepi jalan merupakan areal yang terbuka. Sedangkan
hutan primer yang memiliki tutupan tajuk rapat memiliki nilai keanekaragaman
paling rendah dibandingkan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hilwan
(2013) bahwa aspek naungan sangat mempengaruhi tingkat keanekaragaman
jenis tumbuhan bawah, pada tutupan tajuk lebih rapat memiliki keanekaragaman
yang rendah dibandingkan dengan tutupan tajuk pada tegakan dengan tanpa
naungan atau terbuka.
12
MacKinnon (1984) menyatakan bahwa keanekaragaman spesies yang
tinggi pada suatu komunitas akan dapat bertahan apabila terdapat gangguan secara
teratur dan periodik. Komunitas yang sangat stabil dan homogen akan
memperlihatkan keanekaragaman yang rendah dibandingkan dengan yang
diganggu pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan keanekaragaman spesies
yang tinggi terdapat pada lahan garapan dan hutan sekunder. Hal ini dikarenakan
lokasi tersebut memiliki tingkat interaksi dengan adanya gangguan oleh manusia
secara teratur. Sedangkan MacKinnon (1984) juga menyatakan bahwa komunitas
yang mendapatkan gangguan rendah akan cenderung memiliki keanekaragaman
rendah, sedangkan yang mendapatkan gangguan sedang (intermediate) akan
memiliki keanekaragaman yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan hutan primer
yang memiliki keanekaragaman rendah karena memiliki gangguan atau interaksi
dengan manusia yang rendah.
Nilai indeks kemerataan digunakan untuk mengukur derajat kemerataan
kelimpahan individu spesies dalam komunitas. Kemerataan menggambarkan
keseimbangan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Menurut
Magurran (1988) nilai kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa
suatu komunitas semakin merata penyebarannya sedangkan jika nilai mendekati
nol maka semakin tidak rata. Hasil perhitungan indeks kemerataan yang paling
tertinggi adalah 0.92 pada tingkat pertumbuhan pancang di hutan sekunder.
Sedangkan nilai kemerataan paling rendah adalah 0.28 pada tingkat pertumbuhan
pohon di lokasi hutan primer. Kemerataan merupakan indikator adanya gejala
dominasi diantara setiap jenis dalam suatu komunitas. Apabila setiap jenis
memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai
kemerataan yang tinggi. Sebaliknya, bila nilai kemerataan ini kecil, maka dalam
komunitas tersebut terdapat jenis dominan, subdominan dan jenis yang
terdominasi. Hal ini menunjukkan bahwa spesies pada tingkat pertumbuhan
pancang pada hutan sekunder memiliki jumlah individu yang merata tiap jenisnya,
sedangkan pohon pada hutan primer memiliki jumlah individu tidak merata pada
setiap jenisnya. Sehingga pada hutan primer terdapat jenis yang dominan,
subdominan dan jenis yang terdominasi. Hal ini terlihat dengan ditemukannya ki
anak (Castanopsis acuminatissima) di hutan primer yang mendominasi dengan
nilai INP 260.7% pada tingkat pohon, 231.54% pada tiang, 53.57% pada pancang,
dan pada tingkat semai sebesar 116.67%
Potensi dan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat
Hasil analisis vegetasi dan eksplorasi yang dilakukan di Kampung
Nyungcung diperoleh 317 jenis tumbuhan dengan 98 famili yang memiliki potensi
sebagai pangan, obat, serta pangan dan obat. Tumbuhan yang memiliki potensi
pangan terdapat 56 jenis dengan 31 famili, dengan tumbuhan pangan fungsional
yaitu tumbuhan yang berpotensi sebagai pangan sekaligus obat adalah 112 jenis
dengan 50 famili. Sedangkan tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat
ditemukan sebanyak 149 jenis dengan 64 famili (Gambar 4).
Jumlah
13
150
160
140
120
100
80
60
40
20
0
112
64
56
50
Jumlah jenis
31
Famili
Pangan
Pangan fungsional
Obat
Potensi tumbuhan
Gambar 4 Jumlah jenis dan famili tumbuhan pangan dan obat
Jumlah
Tumbuhan pangan
Pengertian dari tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh,
hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh
manusia (apabila dikonsumsi hewan disebut pakan) (KBBI 2008). Zakaria
(2015) menyatakan bahwa tumbuhan pangan meliputi kelompok tumbuhan
sumber karbohidrat / pokok seperti padi-padian (padi, sorgum, ketan,dll), bijibijian (jagung, kacang hijau, dll), umbi-umbian (singkong, talas, ubi jalar), buahbuahan (pisang, sukun). Kelompok tanaman sayuran daun seperti
kangkung,bayam, sawi. Kelompok pangan buah misalnya rambutan, nangka,
pepaya, mangga dan melon. Kelompok pangan sumber protein umumnya adalah
polong-polongan (kacang kedelai, kacang hijau, dll). Kelompok pangan sumber
lemak (kelapa, jagung, dll)
Hasil pengamatan diperoleh 31 famili dari tumbuhan pangan. Famili yang
mendominasi pada tumbuhan pangan adalah fabaceae, moraceae, dan
cucurbitaceae (Gambar 5).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
8
4
4
3
3
2
2
2
2
2
2
2
Famili
Gambar 5 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan famili
14
Tumbuhan pangan yang termasuk dalam famili fabaceae adalah kelompok
tumbuhan pangan sumber protein berasal dari polong-polongan seperti kacang
tanah (Arachis hypogeae L.), kacang panjang (Phaseolus radiatus L.), kacang
hiris (Cajanus cajan (L.) Millsp), kacang merah (Vigna angularis) (Zakaria 2015).
Keanekaragaman tumbuhan pangan yang tinggi ini menunjukkan bahwa potensi
tumbuhan pangan yang ada di Kampung Nyungcung dapat mendukung ketahanan
pangan masyarakat di Kampung tersebut. Ketersediaan jenis pangan dengan
keanekaragaman famili yang tinggi merupakan alternatif untuk memenuhi
kebutuhsn pangan sehari-hari.
Habitus yang ditemukan pada tumbuhan pangan terdiri atas bambu, liana,
perdu, pohon, semak, dan terna (Gambar 6). Habitus yang paling mendominasi
adalah terna yaitu sebanyak 40.38% atau 21 jenis. Jenis tumbuhan pangan yang
tergolong dalam habitus terna adalah congkok (Curculigo orchioides Gaertn.) dari
famili Amaryllidaceae yang buah nya dapat dimakan. Tumbuhan pangan yang
tergolong dalam habitus pohon adalah jenis tumbuhan pangan buah-buahan
seperti kemang (Mangifera caesia Jack.), kecapi (Sandoricum koetjape),
kedondong (Lannea grandis), dll.
Bambu
1
Habitus
Liana
5
Semak
6
Perdu
7
Pohon
15
Terna
20
0
5
10
15
20
25
Jumlah
Gambar 6 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan habitus
Lokasi yang paling banyak ditemukan tumbuhan pangan adalah di lahan
garapan yaitu sebesar 35% (Gambar 7). Lahan garapan termasuk kebun
merupakan areal di dalam kampung yang digunakan sebagai tempat untuk
menanam tumbuhan pangan seperti buah-buahan. Pada kebun juga dilakukan
penanaman tumbuhan berkayu seperti kayu afrika, pinus, dll. Selain di lahan
garapan, tumbuhan pangan juga ditemukan di pekarangan rumah sebesar 21%.
Lebih dari separuh masyarakat Kampung Nyungcung memanfaatkan pekarangan
sebagai tempat menanam bahan pangan yang umumnya untuk sayuran seperti
bayam, buncis, roai kerupuk, sedangkan untuk lalapan terdapat pohpohan. Jenis
pangan berupa buah yang terdapat di pekarangan seperti coklat dan jeruk bali.
Tumbuhan pangan juga banyak ditemukan di areal pinggir sawah. Selain terdapat
padi, di areal pinggir sawah terdapat beberapa tumbuhan liar yang berpotensi
sebagai pangan seperti genjer dan eceng untuk sayuran. Lokasi yang paling sedikit
ditemukan tumbuhan pangan yaitu sebanyak 2-4% pada pinggir sungai dan
pemakaman.
15
Sawah
Sungai 11%
4%
Pinggir jalan
9%
Pemakaman
1%
Lahan Garapan
35%
Hutan Sekunder
17%
Hutan Primer
3%
Pekarangan
20%
Gambar 7 Potensi tumbuhan pangan berdasarkan lokasi ditemukan
Jumlah
Tumbuhan pangan fungsional (pangan dan obat)
Tumbuhan pangan dan obat atau lebih dikenal sebagai pangan fungsional
adalah tumbuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan pangan
namun memiliki khasiat obat untuk menyembuhkan suatu penyakit tertentu.
Wahyono (2014) mendefinisikan pangan fungsional adalah golongan makanan
atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan dapat
meningkatkan status kesehatan dan mencegah penyakit tertentu.
Famili yang mendominasi dari 50 famili pada tumbuhan pangan
fungsional adalah zingiberaceae, solanaceae, dan fabaceae (Gambar 8). Famili
Zingiberaceae merupakan tumbuhan penting di Indonesia karena mengandung
banyak manfaat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuntorini (2005) bahwa
famili zingiberaceae menjadi tanaman penting di Asia, terutama Asia Tenggara
karena memiliki banyak kegunaan selain sebagai bahan obat juga sebagai bahan
rempah-rempah, tanaman hias, bahan kosmetik, bahan minuman, bahan tonik
rambut, pewangi, dan sebagainya. Zakaria (2015) menyatakan dalam kelompok
tumbuhan obat tercakup beberapa jenis rempah-rempah yang tergolong dalam
tumbuhan pangan dan obat. Jenis rempah-rempah tersebut umumnya berasal dari
famili zingiberaceae seperti jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma
domestica), koneng gede (Curcuma xanthorriza Val.), lengkuas (Alpinia
galangal), dll. Jenis-jenis tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan masakan
atau rempah-rempah.
20
15
10
5
0
16
7
6
6
5
4
4
3
3
3
3
3
Famili
Gambar 8 Jumlah spesies tumbuhan pangan fungsional berdasarkan famili
16
Habitus yang ditemukan pada tumbuhan pangan dan obat terbagi menjadi
lima yaitu terna, pohon, perdu, semak, liana. Habitus terbanyak adalah terna.
Tumbuhan pangan dan obat yang memiliki habitus terna umumnya tergolong
dalam famili zingiberaceae, poaceae, dan solanaceae. (Gambar 9).
Salah satu jenis tumbuhan pangan fungsional yang ditemukan di Kampung
Nyungcung adalah aren (Arenga pinnata). Tumbuhan ini terdapat di kebun dan
pinggir jalan. Aren memiliki banyak manfaat seperti pelepah daunnya dapat
menghasilkan air aren yang dapat diminum, dan buahnya digunakan sebagai
bahan untuk membuah gula enau. Biji aren dapat mengobati cacingan, luka, batuk,
peluruh haid, pelangsing tubuh, pencahar, sakit gigi, koreng, daun aren untuk obat
sakit pinggang, kudis, antiseptik, sedangkan sabut aren untuk mengatasi perut
kembung, sembelit, dan beri-beri (Dalimartha 2006). Selain aren, juga terdapat
jenis pangan fungsional yaitu cangkuang (Pandanus furcatus Roxb) yang
ditemukan di hutan sekunder. Bagian cangkuang yang dapat dimakan adalah tunas
dan dapat digunakan sebagai lalapan. Tunas cangkuang dapat dijadikan sebagai
obat disentri dan diare, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai bahan
kerajinan tangan (Priyadi et al 2010).
liana
3
Habitus
semak
11
perdu
14
pohon
39
terna
45
0
10
20 Jumlah
30
40
50
Gambar 9 Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus
Tumbuhan pangan dan obat paling banyak ditemukan pada lahan garapan
(Gambar 10). Jenis tumbuhan pangan dan obat yang terdapat di lahan garapan
adalah tergolong pangan buah-buahan yang memiliki khasiat obat. Buah-buahan
yang berkhasiat obat dan banyak ditemukan di lahan garapan adalah mangga
(Mangifera indica) yang berkhasiat sebagai Antisifilis,cacingan,kurang nafsu
makan,keputihan,perut mules,diare,menghentikan pendarahan (Hanum & van der
Maesen 1997), sirsak (Annona muricata) yang berkhasiat sebagai obat sakit gigi
dan mulut,sariawan,penghilang bau mulut, antiseptic (obat kumur),wasir,tetes
mata,disentri,kencing batu, bisul, jerawat, peluruh keringat, menghilangkan
kutukepala,pereda kejang (Hariana 2009). Selain pangan buah, terdapat jenis
pohon kayu yaitu rasamala. Menurut Heyne (1987) pucuk daun muda pohon
rasamala (Altingia excelsa) digunakan sebagai lalapan dan menurut Zuhud (1994)
getah pohon rasamala dapat berkhasiat sebagai obat orichitis dan sebagai tonikum.
17
Hutan
Sekunder
10%
Lahan
Garapan
29%
Pinggir jalan
19%
Hutan Primer
3%
Sawah
6%
Pemakaman
7% sungai
3%
Pekarangan
23%
Gambar 10 Potensi tumbuhan pangan fungsional berdasarkan lokasi ditemukan
Selain di lahan garapan, sebanyak 23% tumbuhan pangan fungsional
banyak ditemukan di pekarangan rumah masyarakat. Tumbuhan pangan
fungsional yang ditemukan di kebun dan pekarangan memiliki jenis yang sama.
Jumlah
Tumbuhan obat
Hasil pengamatan potensi tumbuhan diketahui terdapat 47.9% tumbuhan
memiliki potensi sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat adalah seluruh spesies
tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang
dikelompokkan menjadi tumbuhan obat tradisional yang dipercaya masyarakat
mempunyai khasiat obat dan menjadi bahan baku obat tradisional, tumbuhan
obat modern yang telah dibuktikan mengandung senyawa/bioaktif berkhasiat
obat, dan tumbuhan obat potensial yang diduga memiliki senyawa bioaktif
namun belum dibuktikan secara medis (Zuhud dan Haryanto 1994). Masyarakat
Kampung Nyungcung memanfaatkan tumbuhan obat secara tradisional yang
dipercaya masyarakat dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
Famili yang paling mendominasi dari 64 famili yang terdapat di tumbuhan
obat adalah asteraceae (Gambar 11). Famili asteraceae terdiri dari jenis
tumbuhan bawah liar yang berbentuk terna dan memiliki khasiat obat.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
17
10
9
7
7
6
6
5
5
4
3
3
3
3
Famili
Gambar 11 Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili
3
18
Habitus tumbuhan obat yang ada di Kampung Nyungcung dapat dibedakan
menjadi tujuh yaitu terna, pohon, semak, perdu, bambu, epifit, dan liana. Habitus
yang paling mendominansi adalah terna. (Gambar 12).
Epifit
4
liana
5
Habitus
Bambu
13
Perdu
14
semak
22
pohon
26
terna
71
0
20
40
Jumlah
60
80
Gambar 12 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lokasi pinggir jalan merupakan
tempat ditemukannya tumbuhan obat paling banyak yaitu sebesar 28% (Gambar
13). Jenis tumbuhan obat di pinggir jalan adalah jenis tumbuhan bawah yang
tumbuh liar seperti alang-alang (Imperata cylindrica). Menurut Hartati (2011)
akar alang-alang berkhasiat sebagai peluruh air seni dan demam. Putri malu
berkhasiat sebagai obat insomnia, bronkitis, sedangkan tempuyung berkhasiat
sebagai obat batu empedu.
Selain di pinggir jalan, tumbuhan obat banyak ditemukan di pekarangan
rumah masyarakat. Jenis tumbuhan obat di pekarangan merupakan hasil budidaya
oleh masyarakat. Jenis tumbuhan obat yang hanya ditemukan di pekarangan
adalah ketepeng cina (Cassia alata L.). Selain itu, pada pekarangan terdapat
beberapa tumbuhan hias bunga yang memiliki potensi sebagai obat seperti bunga
kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), mawar (Rosa chinensis), dan melati
(Jasminum sambac). Menurut Sugiarto (2008) kembang sepatu berkhasiat
mengobati penyakit air kemih, TBC, radang usus, mawar berkhasiat sebagai obat
radang sendi dan nyeri haid; sedangkan melati berkhasiat obat demam, sakit mata,
dan sakit kepala.
Pemakaman
5%
sungai
5%
Lahan Garapan
16%
Pinggir jalan
29%
Hutan
Sekunder
13%
Hutan Primer
5%
Sawah
3%
Pekarangan
24%
Gambar 13 Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitat
19
Penyebaran Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
Penutupan/ penggunaan lahan
Kodir (2009) menyatakan masyarakat membagi tata guna lahan atas tanah
sawah, kebun pekarangan, kebun campuran. Sedangkan di Kampung Nyungcung
tata guna lahan dapat dibagi menjadi pekarangan, sawah, lahan garapan
termasuk kebun, jalan, dan pemakaman. Penutupan lahan di Kampung
Nyungcung dapat diklasifikasikan sebagai hutan primer, hutan sekunder, lahan
garapan, lapangan (lahan terbuka), sawah, sungai (Gambar 14). Pekarangan
rumah dan pemakaman termasuk ke dalam areal pemukiman milik. Lahan
garapan dan sawah termasuk ke dalam areal garapan milik. Hutan primer dan
hutan sekunder termasuk ke dalam areal hutan konservasi. Tutupan dan tata
guna lahan di Kampung Nyungcung memiliki luas yang berbeda. Lahan garapan
merupakan tutupan/tata guna lahan yang paling luas dibandingkan dengan yang
lainnya (Tabel 4).
Tabel 4 Luas tutupan/tata guna lahan di Kampung Nyungcung
Kelas tutupan/tata guna lahan
Luas / panjang
(berdasarkan tipe habitat)
Hutan primer
28.58 Ha
Hutan sekunder
69.91 Ha
Lahan garapan
245.1 Ha
Sawah
63.38 Ha
Sungai
2693.46 m
Pekarangan
3.35 Ha
Jalan
5636.15 m
Pemakaman
0.68 Ha
Lapangan (Lahan terbuka)
0.53 Ha
Titik pengamatan dilakukan pada setiap tutupan/tata guna lahan kecuali
pada lapangan. Titik terbanyak pada hutan sekunder yaitu sebanyak enam titik
pengamatan, pinggir jalan sebanyak lima titik pengamatan, lahan garapan
sebanyak dua titik pengamatan, dan hutan primer sebanyak satu titik pengamatan.
Potensi lokasi dapat dilihat berdasarkan jumlah jenis tumbuhan pangan
dan obat yang ditemukan serta jarak rata-rata yang ditempuh masyarakat untuk
mencapai lokasi tersebut (Gambar 15). Lokasi yang memiliki potensi terbesar
berdasarkan jarak terdekat dan jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan adalah
pekarangan. Pekarangan terletak didepan rumah masyarakat dan memiliki
jumlah tumbuhan pangan dan obat yang besar (Tabel 5). Jumlah jenis tumbuhan
pangan dan obat di pekarangan adalah sebanyak 114 jenis dengan jarak terdekat
yaitu di halaman rumah masyarakat. Selain pekarangan, lokasi yang memiliki
potensi dengan jumlah spesies yang banyak dan jarak terdekat adalah pinggir
jalan. Jumlah tumbuhan pangan dan obat di pinggir jalan umumnya tumbuhan
bawah liar dengan jumlah 112 jenis. Kerapatan tumbuhan di pinggir jalan
sebesar 242 105.26 individu per hektar.
Gambar 14 Titik pengamatan tumbuhan pangan dan obat
20
21
Tabel 5 Potensi tumbuhan pangan dan obat berdasarkan tipologi habitat
Jumlah jenis
Jarak rataPangan
rata dari
fungsional
Tipe habitat
Pangan
Obat
Total
jalan (m)
Pinggir jalan
5
37
70
112
7.45
Pekarangan
14
39
61
114
Sawah
6
9
7
22
78.42
Hutan primer
2
5
13
20
658.93
Hutan sekunder
14
17
29
60
564.212
Lahan garapan
28
47
38
113
195.64
Pemakaman
2
10
11
23
88.94
Sungai
3
4
15
22
71.54
Lahan garapan merupakan tipe habitat potensial setelah pekarangan dan
pinggir jalan. Lahan garapan memiliki potensi jumlah tumbuhan pangan dan
obat yang besar, namun memiliki jarak rata-rata yang cukup jauh dari jalan
utama kampung Kerapatan tumbuhan pada lahan garapan berdasarkan hasil
analisis vegetasi adalah sebesar 115 078.8 individu per hektar. Masyarakat
memiliki ruas jalan untuk menuju setiap lahan garapan yang dimiliki, sehingga
tidak terdapat kesulitan dalam mencapai tempat lahan garapan.
Terdapat 60 spesies tumbuhan pangan dan obat di hutan sekunder dengan
kerapatan tumbuhan sebesar 88 828.75 individu per hektar. Jarak yang ditempuh
untuk menuju hutan sekunder cukup jauh dibandingkan lokasi lainnya. Namun
terdapat tumbuhan pangan fungsional yang hanya ditemukan di hutan sekunder
yaitu jenis reunde (Staurogyne elongata). Menurut Heyne (1987) Reunde
merupakan terna tahunan dengan batang lunak dan lemah, tumbuh di hutanhutan yang rindang di pegunungan. Akar dan daun digunakan sebagai obat
diuretik. Daun yang muda dimakan mentah dengan sambal dan jahe sebagai
lalapan.
Lokasi yang memiliki jumlah tumbuhan dan jarak yang hampir sama
adalah sawah, sungai, dan pemakaman. Namun sungai merupakan lokasi potensi
dengan jarak yang dekat dibandingkan dua lokasi tersebut. Sedangkan
pemakaman merupakan lokasi potensi berdasarkan jumlah tumbuhan namun
memiliki jarak yang cukup jauh. Hutan primer merupakan lokasi yang paling
jauh dan paling sedikit ditemukan tumbuhan pangan dan obat. Kerapatan
tumbuhan pada hutan primer adalah 14 838 individu per hektar. Sehing
PANGAN DAN OBAT DI KAMPUNG NYUNGCUNG, DESA
MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR
HAFIZAH NAHLUNNISA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyebaran Spasial
Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa
Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Hafizah Nahlunnisa
NIM E34110010
ABSTRAK
HAFIZAH NAHLUNNISA. Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan
Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung,
Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan LILIK BUDI PRASETYO.
Kampung Nyungcung merupakan salah satu kampung yang terletak di dekat
hutan dan memiliki potensi tumbuhan pangan dan obat untuk dimanfaatkan oleh
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman, potensi,
dan sebaran spasial tumbuhan pangan dan obat di Kampung Nyungcung. Metode
yang digunakan yaitu analisis vegetasi dan eksplorasi yang dilaksanakan pada bulan
Maret 2015. Hasil perhitungan analisis vegetasi di beberapa lokasi pengamatan
diperoleh nilai keanekaragaman dan kemerataan yang berbeda pada setiap tingkat
pertumbuhan. Hasil penelitian ditemukan tumbuhan pangan dan obat sebanyak 318
jenis dari 98 famili, yang terdiri dari 56 spesies tumbuhan pangan, 112 spesies
tumbuhan pangan fungsional, dan 149 spesies tumbuhan obat. Lokasi yang paling
banyak terdapat tumbuhan pangan dan obat adalah pekarangan (144 jenis).
Tumbuhan pangan dan obat paling banyak tersebar pada ketinggian 600-800 mdpl
(308 jenis) dan pada kelerengan 0-8% (168 jenis). Selain kelerengan dan ketinggian,
faktor biotik (faktor yang disebabkan oleh manusia) memiliki pengaruh besar
terhadap distribusi tumbuhan pangan dan obat. Kebutuhan masyarakat atas pangan
dan obat dapat terpenuhi dengan memanfaatkan potensi tersebut.
Kata kunci: kampung Nyungcung, pangan dan obat, penyebaran spasial, potensi
tumbuhan
ABSTRACT
HAFIZAH NAHLUNNISA. Spatial Distribution of Diversity Food and Medicinal
Plants in Nyungcung Kampong, Malasari Village, Nanggung Subdistrict, Bogor.
Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and LILIK BUDI PRASETYO.
Nyungcung Kampong is situated near to the forest, in which very rich in
term of plant biodiversity. The plant potentially can be utilized by the community
to fulfill their need of food and medicine. The objective of the research was to
identify the diversity, potency, and spatial distribution of food and medicinal
plants in Nyungcung Kampong. The research was conducted by vegetation
inventory and eksploration during March 2015. Result showed there was different
diversity value and evenness index among every growth strata. In total, there were
318 specieses or 98 families that consist of 56 species of food plants, 112 species
of food functional plants, and 150 spesies of medicinal plants. With regard to land
cover/land use class, home garden had the highest number of food and medicinal
plants. The plants distributed mostly on elevation of about 600--800 mdpl (308
species) or at gentle slope of about 0-8% (168 species). In addition to slope and
elevation, biotic (factor caused by human) have a considerable effect in the
distribution of plants. In short, the community need of necessity food and
medicine can be provided by the forest and its surrounding areas.
Keywords: food and medicinal plants, Nyungcung kampong, plants potency,
spatial distribution
PENYEBARAN SPASIAL KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN
PANGAN DAN OBAT DI KAMPUNG NYUNGCUNG, DESA
MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR
HAFIZAH NAHLUNNISA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
Penyebaran Spasial Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung
Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud,
MS dan Bapak Prof Dr Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Masyarakat Kampung
Nyungcung, RMI, JKPP, dan Tim Penelitian (Siti Nurjannah, Siti Nariah, Dinar A,
Riszki Is H, Ilham A) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah Muslimsyah, ibu Arnida, adik Hafiz
Fauzan Azim, dan Muzaqky Muthahhari, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga
besar Fahutan IPB, Departemen KSHE, KSHE 48, Fasttrack KVT 48, Lethgen,
Hikapemaka, KPF (Kelompok Pemerhati Flora) Himakova, Halaqah, Paguyuban
Beasiswa KSE IPB, dan para sahabat atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Hafizah Nahlunnisa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data yang Dikumpulkan
3
Metode Pengambilan Data
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
8
Komposisi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
9
Potensi dan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat
12
Penyebaran Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
19
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
32
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Jenis dan metode pengambilan data
INP tertinggi hasil analisis vegetasi
Indeks keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan
Luas tutupan/tata guna lahan di Kampung Nyungcung
Potensi tumbuhan pangan dan obat berdasarkan lokasi
Ketinggian Kampung Nyungcung dengan luas wilayah
3
10
11
19
21
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Peta lokasi penelitian
Petak pengamatan analisis vegetasi
Alur pembuatan peta
Jumlah jenis dan famili tumbuhan pangan dan obat
Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan famili
Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan habitus
Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitat
Jumlah tumbuhan pangan fungsional berdasarkan famili
Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus
Potensi tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitat
Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili
Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus
Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitat
Titik pengamatan tumbuhan pangan dan obat
Peta jarak titik pengamatan dari jalan kampung
Reunde (S. elongata) di hutan sekunder dan tangkur gunung (L.gracile)
di hutan primer
17 Peta ketinggian Kampung Nyungcung
18 Sebaran tumbuhan pangan dan obat berdasarkan kelerengan
19 Peta kelerengan Kampung Nyungcung
2
4
8
13
13
14
15
15
16
17
17
18
18
20
22
23
24
26
27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar jenis tumbuhan pangan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi
2 Daftar jenis tumbuhan pangan fungsional hasil eksplorasi dan analisis
vegetasi
3 Daftar jenis tumbuhan obat hasil eksplorasi dan analisis vegetasi
4 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat semai
5 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat tumbuhan bawah
6 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat pancang
7 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat tiang
8 Perhitungan INP lahan garapan pada tingkat pohon
9 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat semai
10 Perhitungan INP hutan primer pada tingkat tumbuhan bawah
32
34
40
48
49
51
52
53
53
54
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Perhitungan INP hutan primer pada tingkat pancang
Perhitungan INP hutan primer pada tingkat tiang
Perhitungan INP hutan primer pada tingkat pohon
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat semai
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat tumbuhan bawah
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat pancang
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat tiang
Perhitungan INP hutan sekunder pada tingkat pohon
Perhitungan INP tumbuhan bawah pada pinggir jalan
Rekapitulasi jenis tumbuhan pangan berdasarkan ketinggian dan
kelerengan
21 Rekapitulasi jenis tumbuhan pangan fungsional berdasarkan ketinggian
dan kelerengan
22 Rekapitulasi jenis tumbuhan obat berdasarkan ketinggian dan
kelerengan
23 Gambar tipe habitat di Kampung Nyungcung
55
55
56
56
56
58
59
60
61
64
66
70
78
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 175/Kpts-II/2003 tentang
perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) berdampak pada
masuknya beberapa kampung ke dalam kawasan TNGHS. Saptariani (2010)
mencatat terdapat 314 kampung masuk ke dalam kawasan TNGHS. KBBI
(2008) mendefinisikan kampung merupakan suatu kesatuan pemukiman terkecil
yang menempati wilayah tertentu. Salah satu kampung yang termasuk dalam
kawasan TNGHS adalah Kampung Nyungcung terletak di Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung, Bogor. Menurut Departemen Kehutanan (2007) terdapat
lebih dari 50% kampung di Indonesia berada di dalam dan sekitar hutan.
Keberadaan kampung yang dekat dengan kawasan taman nasional dan hutan
merupakan potensi bagi masyarakat untuk pemanfaatan sumberdaya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti pangan, papan, obat-obatan, ritual adat,
dll. Hendarti (2008) menyatakan bahwa masyarakat kampung memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap hutan. Ketergantungan tersebut salah
satunya diakibatkan oleh sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dan pasokan pangan dari luar (Utomo 2009).
Kampung Nyungcung memiliki tata guna/ tutupan lahan berupa lahan
garapan, hutan, sawah, pemukiman, lahan pemakaman, areal kebun pinus, dll.
Informasi penyebaran spasial mengenai keanekaragaman potensi tumbuhan
pangan dan obat menjadi penting untuk mengidentifikasi lokasi dari areal yang
memiliki potensi terbesar. Penggalian distribusi dan keanekaragaman tumbuhan
pangan dan obat dapat dijadikan sebagai alternatif dalam melakukan
pengembangan terhadap tumbuhan pangan dan obat, meningkatkan pendapatan
dan memenuhi kebutuhan masyarakat Kampung Nyungcung. Akan tetapi
informasi dan data mengenai keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di
Kampung Nyungcung masih kurang, sehingga perlu dilakukan penelitian
mengenai keanekaragaman dan penyebaran spasial tumbuhan pangan dan obat
yang ada di Kampung Nyungcung. Hal ini dapat menjadi landasan untuk
menjadikan Kampung Nyungcung sebagai kampung konservasi yang mandiri
pangan dan obat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah :
1. Mengidentifikasi keanekaragaman, distribusi, dan potensi tumbuhan
pangan dan obat di Kampung Nyungcung.
2. Mengidentifikasi sebaran spasial keanekaragaman tumbuhan pangan dan
obat yang ditemukan di Kampung Nyungcung.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan informasi mengenai jenis
potensial tumbuhan pangan dan obat bagi masyarakat, sehingga masyarakat
dapat melakukan pemanfaatan dan pengembangan tumbuhan secara lestari di
2
Kampung Nyungcung, serta dapat memberikan informasi mengenai penyebaran
spasial dan lokasi potensial tumbuhan pangan dan obat. Hasil penelitian ini juga
dapat menjadi data dasar bagi pemangku pemerintah dalam pengembangan
Kampung Nyungcung menjadi kampung konservasi untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakatnya.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Nyungcung, Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret 2015 (Gambar 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tallysheet, alat tulis, GPS
Garmin 78s, kamera, peta kawasan untuk pengambilan data. Pita ukur/meteran,
tambang/tali, kompas untuk analisis vegetasi. Kertas koran, kantong plastik,
alkohol 70%, gunting, selotip, gantungan untuk pembuatan herbarium. Buku
identifikasi tumbuhan untuk pengenalan jenis tumbuhan pangan dan obat. Bahan
yang digunakan sebagai objek penelitian adalah tumbuhan pangan dan obat di
Kampung Nyungcung.
3
Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan meliputi data potensi tumbuhan pangan dan obat
di Kampung Nyungcung, kondisi umum Kampung Nyungcung, dan bentang
lanskap Kampung Nyungcung (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis dan metode pengambilan data
No Data
dan Sumber data
Rincian data
Metode
informasi yang
Pengumpulan
dikumpulkan
data
1
Data Primer
Kajian potensi Lingkungan
tumbuhan
Kampung
pangan
Nyungcung
dan
obat
Kampung
Nyungcung
2
Data Sekunder
Kondisi umum
Kampung
Nyungcung
Peta Kampung
Nyungcung
1. Tumbuhan pangan
lokal :
Nama spesies, ilmiah,
famili, habitus, lokasi
ditemukan,
kerapatan, frekuensi
perjumpaan, dan
dominansi
2. Tumbuhan obat :
nama spesies, ilmiah,
famili, habitus, lokasi
ditemukan, khasiat,
kerapatan, frekuensi
perjumpaan, dan
dominansi
Buku, jurnal, 1.
2.
3.
4.
5.
Citra
Landsat
Analisis
vegetasi dan
observasi
lapang
Letak dan luas
Studi literatur
Topografi
Iklim
Tata guna lahan
Kondisi ekonomi,
sosial, dan budaya
masyarakat sekitar
Penyebaran spasial
tumbuhan pangan
dan obat
Analisis
aplikasi
Arc.GIS 10.2
Metode Pengambilan Data
Observasi/ pengamatan lapang
Penempatan plot pengamatan
Metode penempatan plot pengamatan dilakukan secara purposive
sampling. Penempatan plot dalam melakukan pengamatan terhadap
tumbuhan yang berpotensi sebagai pangan dan obat dilakukan berdasarkan
keragaman tutupan/ tata guna lahan. Plot pengamatan dilakukan di tutupan /
4
tata guna lahan seperti lahan garapan, hutan primer, hutan sekunder, sawah,
pekarangan, lapangan, pinggir jalan, daerah aliran sungai (DAS), pekarangan
rumah warga, pemakaman umum yang terdapat di Kampung Nyungcung.
Pengamatan potensi tumbuhan pangan dan obat dilakukan dengan cara mengambil
petak contoh.
Selain berdasarkan keragaman tutupan lahan, penempatan plot pengamatan
dilakukan berdasarkan ketinggian dari permukaan laut. Metode analisis vegetasi
dilakukan pada lahan garapan, hutan primer, hutan sekunder, tumbuhan bawah di
pinggir jalan.
Ukuran plot pengamatan
Analisis vegetasi untuk tumbuhan bawah pada pinggir jalan dilakukan
dengan menggunakan plot contoh berbentuk petak tunggal berdasarkan kurva
spesies area yang dimulai dari ukuran 1x1 m. Pembuatan plot contoh ini
dilakukan terus menerus dengan ukurannya dua kali lipat plot contoh sebelumnya,
dan mencatat jumlah jenis yang terdapat di dalam plot tersebut. Pembuatan plot
akan diberhentikan sampai penambahan jumlah jenis kurang dari 10% (Fatmasari
2003). Pembuatan plot dilakukan hingga ukuran 8x8 m untuk menghasilkan
penambahan jenis sebesar kurang dari 10%.
Analisis vegetasi pada hutan dan lahan garapan menggunakan metode
kombinasi jalur dan garis berpetak. Panjang jalur tergantung kondisi lapang.
Pengukuran dilakukan dengan membagi ukuran 20x20 m untuk pohon, 10x10 m
untuk tiang, 5x5m untuk pancang dan 2x2m untuk semai dan tumbuhan bawah.
Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies,
sedangkan untuk tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu setiap
spesies, dan diameter batang (Gambar 2). Jumlah plot yang digunakan pada hutan
primer adalah 10 plot, hutan sekunder 10 plot dengan 2 jalur, lahan garapan 10
plot 1 jalur, 6 plot 1 jalur, 5 plot 1 jalur, dan 3 plot 1 jalur. ukuran jumlah plot
berdasarkan hasil kurva spesies area dan menyesuaikan topografi kawasan.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), tingkat pertumbuhan semai
(tinggi < 1,5, diameter < 3 cm) diukur pada petak berukuran 2x2 m, untuk tingkat
pertumbuhan pancang 5 mx5 m (diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m), untuk tingkat
pertumbuhan tiang 10 mx10 m (diameter 10-19 cm) dan untuk tingkat
pertumbuhan pohon ukuran petaknya adalah 20 mx20 m.
ab
d
10 m
c
10
20mm
Gambar 2 Petak pengamatan analisis vegetasi
5
Keterangan :
a. Semai dan tumbuhan bawah ( 2mx2m)
b. Pancang ( 5mx5m)
c. Tiang (10mx10m)
d.Pohon (20mx20m)
Pembuatan herbarium
Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri atas bagianbagian tumbuhan (ranting dengan daun, kuncup yang utuh, dan lebih baik kalau
ada bunga dan buahnya). Herbarium dibuat secara kering. Pembuatan herbarium
dilakukan dengan cara mengambil bagian tumbuhan dan memasukkan kedalam
lipatan koran, kemudian disiram atau disemprot dengan alkohol 70%, lalu
dijemur di bawah sinar matahari. Pembuatan herbarium dilakukan untuk
memudahkan dalam mengidentiikasi tumbuhan pangan dan obat yang belum
teridentifikasi spesiesnya.
Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama lokal, nama ilmiah, nama famili,
habitus, kegunaan dari spesies tumbuhan pangan, dan obat dari hasil pengamatan
lapang dan analisis vegetasi. Identifikasi dengan melakukan studi pustaka
melalui buku identifikasi tumbuhan.
Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dari seluruh sumber
literatur yang ada. Data-data tersebut dijadikan acuan atau panduan untuk
melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Sumber pustaka yang dijadikan
acuan penelitian berupa jurnal, buku, laporan penelitian, dan data Kampung
Nyungcung, Desa Malasari.
Pengambilan data spasial
Data spasial yang diambil adalah koordinat areal/ kawasan yang memiliki
potensi tumbuhan obat dan pangan di Kampung Nyungcung. Pengambilan data
menggunakan GPS dilakukan bersamaan dengan observasi lapang dan kegiatan
analisis vegetasi untuk menganalisis penyebaran spasial dari tumbuhan obat dan
pangan yang ada di Kampung Nyungcung.
Analisis Data
Komposisi tumbuhan
Komposisi tumbuhan dapat diketahui menggunakan parameter Indeks Nilai
Penting (INP). Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002) INP ini digunakan
untuk menetapkan dominansi suatu spesies terhadap spesies lainnya. INP ini
merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi
relatif. Adapun rumus untuk menghitung INP adalah sebagai berikut.
Kerapatan suatu spesies (K) = Jumlah individu suatu spesies
Luas unit contoh
Kerapatan Relatif (KR)
= Kerapatan suatu spesies x100%
Kerapatan total spesies
6
Frekuensi suatu spesies (F)
= Jumlah plot ditemukannya suatu spesies
Kerapatan total plot
Frekuensi Relatif (FR)
= Frekuensi suatu spesies x100%
Total frekuensi
Dominansi suatu spesies (D) = Luas bidang dasar suatu spesies
Luas unit contoh
Dominansi Relatif (DR)
= Dominansi suatu spesies x 100%
Dominansi seluruh spesies
Indeks Nilai Penting (INP) pohon dan tiang = KR + FR + DR
Indeks Nilai Penting (INP) semai, tumbuhan bawah, epifit, liana, pandan,
palem dan pancang = KR + FR.
Keanekaragaman spesies tumbuhan
Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan dalam suatu komunitas dapat
dihitung menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’). Indeks
Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak
digunakan dalam ekologi komunitas (Ludwing dan Reynold 1988). Rumus Indeks
Keanekaragaman Shanon-Wiener adalah sebagai berikut:
s
ni
ni
′
ln
H =−
N
N
i=1
Keterangan :
H’= Indeks Keragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah spesies
ni = Jumlah individu spesies-i
N = Total jumlah individu semua spesies
Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (Magurran 2004), yaitu:
H’ > 3
: menunjukkan keanekaragaman tinggi
1 < H’ ≤ 3
: menunjukkan keanekaragaman sedang
H’ ≤ 1
: menunjukkan keanekaragaman rendah.
Kemerataan spesies tumbuhan
Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies
(evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam
spesies. Indeks ini menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan
rumus:
�′
E=
�� �
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah spesies
E = Indeks kemerataan spesies (evenness)
Nilai indeks kemerataan berkisar 0—1, jika nilainya 0 menunjukan tingkat
kemerataan spesies tumbuhan pada komunitas tersebut sangat tidak merata,
7
sedangkan jika nilainya mendekati 1 maka hampir seluruh spesies yang ada
mempunyai kelimpahan yang sama (Magurran 1988).
Analisis data spasial
Peta Kampung Nyungcung yang diperoleh dari citra Google Earth diolah
menggunakan perangkat lunak komputer ArcGis 10.2. Pengolahan dilakukan
untuk memperoleh peta tutupan lahan, peta ketinggian, peta kelerengan, dan peta
jarak. Pengolahan ArcGis untuk menghasilkan peta adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi tutupan/tata guna lahan (digitasi)
Citra Google Earth Kampung Nyungcung diklasifikasi secara visual untuk
memperoleh peta tutupan/tata guna lahan. Klasifikasi visual tersebut dilakukan
dengan mendigitasi peta dari citra Google Earth. Digitasi adalah kegiatan
pemasukan data kedalam ArcGis yang dilakukan dengan mendeliniasi secara
langsung pada layer (on screen digitizing) untuk feature yang berbentuk polygon
sehingga menghasilkan beberapa tutupan lahan. Hasil digitasi dilakukan
labelling dan attributing yang memberikan identitas label dari setiap poligon
yang berbentuk tutupan lahan. Informasi yang diberikan dapat dilihat dalam
bentuk atribut tabel. Tabel dapat berfungsi untuk mengolah data atribut dari
suatu tutupan lahan untuk keperluan analisis data. Hasil peta yang diperoleh
merupakan peta tutupan/tata guna lahan yang terdiri dari hutan primer, hutan
sekunder, lahan garapan, sawah, jalan, perumahan, sungai, lapangan, dll.
2. Peta ketinggian dan kelerengan
Peta ketinggian dan kelerengan dibuat dengan melakukan tumpang tindih
(overlay) dengan peta dari citra DEM (Digital Elevation Model) Landsat. Peta
Aster GDEM merupakan peta ketinggian yang diolah dengan program ArcGis
10.2 dan menghasilkan ketinggian dan kemiringan lereng. Hasil pengolahan
tersebut dilakukan klasifikasi dengan ketinggian menjadi empat kelas (400-600,
600-800, 800-1000, >1000). Sedangkan kelerengan dibagi menjadi empat kelas
(0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%).
3. Peta jarak dari jalan utama kampung
Pembuatan peta jarak dari jalan utama kampung dilakukan dengan
melakukan spatial analysis tools dengan menggunakan Eucladian distance. Peta
dibuat dari peta jaringan jalan hasil digitasi klasifikasi tutupan/tata guna lahan.
Penentuan jarak dilakukan dengan melakukan pengolahan menggunakan Zonal
statistic as table yang menghasilkan angka jarak dari jalan utama kampung ke
titik penelitian hasil overlay. Diagram pembuatan peta adalah sebagai berikut.
8
Eucladian
distance
Peta jarak
Gambar 3 Alur pembuatan peta
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kampung Nyungcung terletak di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kampung ini termasuk ke dalam zona
khusus di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak khususnya
terletak di Halimun bagian Utara. Adapun batas-batas wilayah kampung
Nyungcung yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Cisarua, sebelah selatan
berbatasan dengan Kampung Jengkol, Desa Malasari, sebelah barat berbatasan
dengan Kampung Cisangku, Desa Malasari dan Kampung Teluk Waru, Desa
Curug Bitung, sebelah timur berbatasan dengan Kampung Cisaat dan Pabangbon,
Desa Malasari.
Kampung Nyungcung memiliki topografi berupa pegunungan dengan
kemiringan 0-45%, ketinggian 600-1 800 mdpl dengan curah hujan rata-rata
mencapai 3 000 mm/tahun dan suhu 22-23ºC (Hendarti 2008). Kampung ini
memiliki luas sekitar 411.53 ha. Menurut Sitepu (2007) wilayah kampung
peruntukannya terbagi ke dalam lahan garapan yang dimiliki warga, pemukiman,
tanah desa, tambang bentonit, kuburan, lahan pinus (24.73 ha) dan hutan
konservasi (74.44 ha). Masyarakat Kampung Nyungcung terbagi menjadi 2 RW
dan 9 RT yang tersebar di wilayah Nyungcung Cakung, Nyungcung Masjid,
Nyungcung Sikantor, Kampung GG, Nyungcung Legok, Nyungcung Tengah,
Nyungcung Neglasari, Simagrib, dan Cepakgedong.
Mata pencarian masyarakat Kampung Nyungcung adalah bertani
menanam padi. Selain itu, masyarakat juga menanam palawija dan sayur mayur di
areal kebun campuran yang dimilikinya. Pelayanan kesehatan di antaranya berupa
posyandu, puskesmas pembantu (pustu), dan Unit Pelaksana Teknis Daerah
9
(UPTD) Bidang Kesehatan Kecamatan Nanggung. Namun fasilitas tersebut
terletak sangat jauh dan aksesnya sulit bagi masyarakat Kampung Nyungcung.
Kondisi ini dibuktikan dengan rendahnya angka persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan (linakes) (G-help 2007).
Komposisi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di lokasi di Kampung Nyungcung
didapatkan 180 spesies dengan spesies yang teridentifikasi sebanyak 88% atau
158 spesies. Sedangkan hasil eksplorasi dan analisis vegetasi yang dilakukan
pada semua lokasi pengamatan ditemukan 317 spesies yang berpotensi sebagai
tumbuhan pangan dan obat.
Dominansi spesies tumbuhan
Dominansi merupakan gambaran mengenai kondisi suatu jenis tumbuhan
dalam komunitas yang ditampilkan dalam bentuk nilai indeks penting. Suatu
nilai dominansi dari suatu spesies pada tiap tingkatan spesies tumbuhan dapat
menunjukkan daya survival suatu tumbuhan pada suatu komunitas hutan.
Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000) bahwa indeks nilai penting (INP)
adalah suatu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis
yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada suatu lokasi penelitian. Nilai
INP dapat dihasilkan melalui kegiatan analisis vegetasi.
Afrianti (2007) mengemukakan bahwa suatu jenis dapat dikatakan
berperan terhadap ekosistem jika INP tingkat pancang dan anakan lebih dari
10% dan untuk tingkat pohon dan tiang sebesar 15%. Tingginya nilai INP
menunjukkan bahwa kerapatan, frekuensi perjumpaan, dan dominansi pada
spesies tersebut juga tinggi. Jenis harendang, puspa, teh, nangka, tapak liman,
jengkol, antanan, tapak liman, dan cipatuher merupakan jenis tumbuhan pangan
dan obat yang memiliki INP tertinggi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa
jenis-jenis tersebut merupakan jenis yang paling dominan dan memiliki peran
serta kemampuan beradaptasi dan berkembang dengan baik.
Hasil perhitungan INP pada sebagian besar plot pengamatan menunjukkan
jenis yang mendominasi adalah puspa (Schima wallichii) yang berkhasiat
sebagai obat sakit kepala (Zuhud 1994). Hartono et al (2007) menyatakan bahwa
pada hutan dengan ketinggian 500--1000 mdpl dapat ditemukan beberapa
spesies dari famili dipterocarpaceae yang merupakan ciri hujan hutan dataran
rendah dapat ditemukan di kawasan Halimun yaitu rasamala (Altingia excelsa),
puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis javanica), kiriung anak (C.
acuminattissima), pasang (Quercus gemlliflora). Hal ini menunjukkan bahwa
puspa merupakan tumbuhan asli yang tumbuh secara alami di kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak.
Harendang merupakan salah satu spesies dominan pada tingkat tumbuhan
bawah di areal Kampung Nyungcung (Tabel 2). Menurut Smith dalam Afrianti
(2007), yang dimaksud dengan spesies dominan adalah spesies yang dapat
memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada spesies
lain dalam tempat yang sama. Harendang (Clidemia hirta) merupakan jenis
tumbuhan invasif sehingga memiliki tingkat adaptasi dan dapat tumbuh di
berbagai komunitas tumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prinando
10
(2011) bahwa spesies tumbuhan asing invasif di dalam suatu komunitas
seharusnya mendominasi komunitas tumbuhan tersebut. C. hirta merupakan
spesies intoleran yang dapat hidup di tempat terbuka atau sedikit naungan,
berbunga sepanjang tahun, dan dapat hidup pada ketinggian 5-1350 mdpl.
Sementara Kampung Nyungcung terletak pada ketinggian 600-1800 mdpl dengan
titik pengamatan terletak pada areal 600-1000 mdpal. Hal ini yang menyebabkan
C. hirta mudah ditemukan dan mendominasi di hampir semua areal pengamatan
di Kampung Nyungcung. Webber (2003) menyatakan bahwa C. hirta di habitat
aslinya dapat tumbuh dengan cepat, intoleran terhadap cahaya matahari, dan
merupakan spesies pioner yang tumbuh di hutan primer. Harendang memiliki
buah yang bisa dimakan dan daunnya berkhasiat sebagai obat diare, disentri, dan
astrigen (Heyne 1987).
Tabel 2 INP tertinggi tumbuhan pangan dan obat hasil analisis vegetasi
Kerapatan
INP
(ind/ha)
(%)
Tingkat
Jenis
Potensi
Hutan primer
Semai
—
—
— —
Tumbuhan bawah Clidemia hirta
1500
25.4 Pangan dan obat
Pancang
Schima wallichii
200
23.21 Obat
Tiang
Schima wallichii
20
68.46 Obat
Pohon
Schima wallichii
10
29.38 Obat
Hutan sekunder
Pithecolobium
lobatum
Semai
1.25
20.83 pangan dan obat
Tumbuhan bawah Clidemia hirta
7875
20.94 Pangan dan obat
Pancang
Schima wallichii
200
32.6 Obat
Artocarpus
Tiang
heterophyllus
25
62.24 pangan dan obat
Pohon
Schima wallichii
20
48.17 Obat
Lahan garapan
Semai
Camelia sinensis
500
36.67 pangan dan obat
Tumbuhan bawah Clidemia hirta
8875
14.82 Pangan dan obat
Pancang
Schima wallichii
200
34.65 Obat
Tiang
Schima wallichii
20
37.89 Obat
Pohon
Schima wallichii
17.5
78.48 Obat
Pinggir jalan
Elephantopus
Tumbuhan bawah scaber
22631.58
16.2 Obat
Centella asiatica
13684.21
9.72 Pangan dan obat
Mikania skandens 12105.26
9.07 Obat
11
Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan
Keanekaragaman jenis terdiri atas dua komponen yaitu kekayaan jenis
(species richness) yang merupakan jumlah spesies dalam suatu komunitas, dan
komponen kedua adalah kemerataan jenis (species evenness) (Morrison et al.
1992). Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik dari suatu tingkat
komunitas yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur suatu komunitas.
Asrianny (2008) menyatakan bahwa kriteria nilai Indeks
Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) adalah H’3 katagori tinggi. Hasil
perhitungan H’ diperoleh nilai keanekaragaman tertinggi sebesar 3.57 pada
tingkat tumbuhan bawah di pinggir jalan yang tergolong ke dalam kategori
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis tumbuhan yang
tumbuh di areal tersebut. Sedangkan tingkat keanekaragaman terendah adalah
tingkat pohon pada lokasi hutan primer yang memiliki nilai 0.31 yang termasuk
kategori rendah (Tabel 3).
Tabel 3 Indeks keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan
Lokasi habitat
Tingkat pertumbuhan
H'
Lahan garapan
Tumbuhan bawah
3.42
Semai
1.90
Pancang
2.22
Tiang
1.38
Pohon
1.94
Hutan sekunder
Tumbuhan bawah
2.39
Semai
3.06
Pancang
2.35
Tiang
2.41
Pohon
2.70
Hutan primer
Tumbuhan bawah
2.53
Semai
1.36
Pancang
1.96
Tiang
0.50
Pohon
0.31
Pinggir jalan
Tumbuhan bawah
3.57
E
0.83
0.91
0.82
0.66
0.84
0.81
0.81
0.92
0.91
0.85
0.91
0.76
0.77
0.72
0.28
0.87
Tumbuhan bawah merupakan tingkat pertumbuhan yang memiliki nilai
keanekaragaman tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Tingkat
keanekaragaman tumbuhan bawah dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahannya.
Nilai keanekaragaman tumbuhan bawah di tepi jalan lebih tinggi daripada lokasi
lainnya, dikarenakan lokasi tepi jalan merupakan areal yang terbuka. Sedangkan
hutan primer yang memiliki tutupan tajuk rapat memiliki nilai keanekaragaman
paling rendah dibandingkan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hilwan
(2013) bahwa aspek naungan sangat mempengaruhi tingkat keanekaragaman
jenis tumbuhan bawah, pada tutupan tajuk lebih rapat memiliki keanekaragaman
yang rendah dibandingkan dengan tutupan tajuk pada tegakan dengan tanpa
naungan atau terbuka.
12
MacKinnon (1984) menyatakan bahwa keanekaragaman spesies yang
tinggi pada suatu komunitas akan dapat bertahan apabila terdapat gangguan secara
teratur dan periodik. Komunitas yang sangat stabil dan homogen akan
memperlihatkan keanekaragaman yang rendah dibandingkan dengan yang
diganggu pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan keanekaragaman spesies
yang tinggi terdapat pada lahan garapan dan hutan sekunder. Hal ini dikarenakan
lokasi tersebut memiliki tingkat interaksi dengan adanya gangguan oleh manusia
secara teratur. Sedangkan MacKinnon (1984) juga menyatakan bahwa komunitas
yang mendapatkan gangguan rendah akan cenderung memiliki keanekaragaman
rendah, sedangkan yang mendapatkan gangguan sedang (intermediate) akan
memiliki keanekaragaman yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan hutan primer
yang memiliki keanekaragaman rendah karena memiliki gangguan atau interaksi
dengan manusia yang rendah.
Nilai indeks kemerataan digunakan untuk mengukur derajat kemerataan
kelimpahan individu spesies dalam komunitas. Kemerataan menggambarkan
keseimbangan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Menurut
Magurran (1988) nilai kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa
suatu komunitas semakin merata penyebarannya sedangkan jika nilai mendekati
nol maka semakin tidak rata. Hasil perhitungan indeks kemerataan yang paling
tertinggi adalah 0.92 pada tingkat pertumbuhan pancang di hutan sekunder.
Sedangkan nilai kemerataan paling rendah adalah 0.28 pada tingkat pertumbuhan
pohon di lokasi hutan primer. Kemerataan merupakan indikator adanya gejala
dominasi diantara setiap jenis dalam suatu komunitas. Apabila setiap jenis
memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai
kemerataan yang tinggi. Sebaliknya, bila nilai kemerataan ini kecil, maka dalam
komunitas tersebut terdapat jenis dominan, subdominan dan jenis yang
terdominasi. Hal ini menunjukkan bahwa spesies pada tingkat pertumbuhan
pancang pada hutan sekunder memiliki jumlah individu yang merata tiap jenisnya,
sedangkan pohon pada hutan primer memiliki jumlah individu tidak merata pada
setiap jenisnya. Sehingga pada hutan primer terdapat jenis yang dominan,
subdominan dan jenis yang terdominasi. Hal ini terlihat dengan ditemukannya ki
anak (Castanopsis acuminatissima) di hutan primer yang mendominasi dengan
nilai INP 260.7% pada tingkat pohon, 231.54% pada tiang, 53.57% pada pancang,
dan pada tingkat semai sebesar 116.67%
Potensi dan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Obat
Hasil analisis vegetasi dan eksplorasi yang dilakukan di Kampung
Nyungcung diperoleh 317 jenis tumbuhan dengan 98 famili yang memiliki potensi
sebagai pangan, obat, serta pangan dan obat. Tumbuhan yang memiliki potensi
pangan terdapat 56 jenis dengan 31 famili, dengan tumbuhan pangan fungsional
yaitu tumbuhan yang berpotensi sebagai pangan sekaligus obat adalah 112 jenis
dengan 50 famili. Sedangkan tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat
ditemukan sebanyak 149 jenis dengan 64 famili (Gambar 4).
Jumlah
13
150
160
140
120
100
80
60
40
20
0
112
64
56
50
Jumlah jenis
31
Famili
Pangan
Pangan fungsional
Obat
Potensi tumbuhan
Gambar 4 Jumlah jenis dan famili tumbuhan pangan dan obat
Jumlah
Tumbuhan pangan
Pengertian dari tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh,
hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh
manusia (apabila dikonsumsi hewan disebut pakan) (KBBI 2008). Zakaria
(2015) menyatakan bahwa tumbuhan pangan meliputi kelompok tumbuhan
sumber karbohidrat / pokok seperti padi-padian (padi, sorgum, ketan,dll), bijibijian (jagung, kacang hijau, dll), umbi-umbian (singkong, talas, ubi jalar), buahbuahan (pisang, sukun). Kelompok tanaman sayuran daun seperti
kangkung,bayam, sawi. Kelompok pangan buah misalnya rambutan, nangka,
pepaya, mangga dan melon. Kelompok pangan sumber protein umumnya adalah
polong-polongan (kacang kedelai, kacang hijau, dll). Kelompok pangan sumber
lemak (kelapa, jagung, dll)
Hasil pengamatan diperoleh 31 famili dari tumbuhan pangan. Famili yang
mendominasi pada tumbuhan pangan adalah fabaceae, moraceae, dan
cucurbitaceae (Gambar 5).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
8
4
4
3
3
2
2
2
2
2
2
2
Famili
Gambar 5 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan famili
14
Tumbuhan pangan yang termasuk dalam famili fabaceae adalah kelompok
tumbuhan pangan sumber protein berasal dari polong-polongan seperti kacang
tanah (Arachis hypogeae L.), kacang panjang (Phaseolus radiatus L.), kacang
hiris (Cajanus cajan (L.) Millsp), kacang merah (Vigna angularis) (Zakaria 2015).
Keanekaragaman tumbuhan pangan yang tinggi ini menunjukkan bahwa potensi
tumbuhan pangan yang ada di Kampung Nyungcung dapat mendukung ketahanan
pangan masyarakat di Kampung tersebut. Ketersediaan jenis pangan dengan
keanekaragaman famili yang tinggi merupakan alternatif untuk memenuhi
kebutuhsn pangan sehari-hari.
Habitus yang ditemukan pada tumbuhan pangan terdiri atas bambu, liana,
perdu, pohon, semak, dan terna (Gambar 6). Habitus yang paling mendominasi
adalah terna yaitu sebanyak 40.38% atau 21 jenis. Jenis tumbuhan pangan yang
tergolong dalam habitus terna adalah congkok (Curculigo orchioides Gaertn.) dari
famili Amaryllidaceae yang buah nya dapat dimakan. Tumbuhan pangan yang
tergolong dalam habitus pohon adalah jenis tumbuhan pangan buah-buahan
seperti kemang (Mangifera caesia Jack.), kecapi (Sandoricum koetjape),
kedondong (Lannea grandis), dll.
Bambu
1
Habitus
Liana
5
Semak
6
Perdu
7
Pohon
15
Terna
20
0
5
10
15
20
25
Jumlah
Gambar 6 Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan habitus
Lokasi yang paling banyak ditemukan tumbuhan pangan adalah di lahan
garapan yaitu sebesar 35% (Gambar 7). Lahan garapan termasuk kebun
merupakan areal di dalam kampung yang digunakan sebagai tempat untuk
menanam tumbuhan pangan seperti buah-buahan. Pada kebun juga dilakukan
penanaman tumbuhan berkayu seperti kayu afrika, pinus, dll. Selain di lahan
garapan, tumbuhan pangan juga ditemukan di pekarangan rumah sebesar 21%.
Lebih dari separuh masyarakat Kampung Nyungcung memanfaatkan pekarangan
sebagai tempat menanam bahan pangan yang umumnya untuk sayuran seperti
bayam, buncis, roai kerupuk, sedangkan untuk lalapan terdapat pohpohan. Jenis
pangan berupa buah yang terdapat di pekarangan seperti coklat dan jeruk bali.
Tumbuhan pangan juga banyak ditemukan di areal pinggir sawah. Selain terdapat
padi, di areal pinggir sawah terdapat beberapa tumbuhan liar yang berpotensi
sebagai pangan seperti genjer dan eceng untuk sayuran. Lokasi yang paling sedikit
ditemukan tumbuhan pangan yaitu sebanyak 2-4% pada pinggir sungai dan
pemakaman.
15
Sawah
Sungai 11%
4%
Pinggir jalan
9%
Pemakaman
1%
Lahan Garapan
35%
Hutan Sekunder
17%
Hutan Primer
3%
Pekarangan
20%
Gambar 7 Potensi tumbuhan pangan berdasarkan lokasi ditemukan
Jumlah
Tumbuhan pangan fungsional (pangan dan obat)
Tumbuhan pangan dan obat atau lebih dikenal sebagai pangan fungsional
adalah tumbuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan pangan
namun memiliki khasiat obat untuk menyembuhkan suatu penyakit tertentu.
Wahyono (2014) mendefinisikan pangan fungsional adalah golongan makanan
atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan dapat
meningkatkan status kesehatan dan mencegah penyakit tertentu.
Famili yang mendominasi dari 50 famili pada tumbuhan pangan
fungsional adalah zingiberaceae, solanaceae, dan fabaceae (Gambar 8). Famili
Zingiberaceae merupakan tumbuhan penting di Indonesia karena mengandung
banyak manfaat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuntorini (2005) bahwa
famili zingiberaceae menjadi tanaman penting di Asia, terutama Asia Tenggara
karena memiliki banyak kegunaan selain sebagai bahan obat juga sebagai bahan
rempah-rempah, tanaman hias, bahan kosmetik, bahan minuman, bahan tonik
rambut, pewangi, dan sebagainya. Zakaria (2015) menyatakan dalam kelompok
tumbuhan obat tercakup beberapa jenis rempah-rempah yang tergolong dalam
tumbuhan pangan dan obat. Jenis rempah-rempah tersebut umumnya berasal dari
famili zingiberaceae seperti jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma
domestica), koneng gede (Curcuma xanthorriza Val.), lengkuas (Alpinia
galangal), dll. Jenis-jenis tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan masakan
atau rempah-rempah.
20
15
10
5
0
16
7
6
6
5
4
4
3
3
3
3
3
Famili
Gambar 8 Jumlah spesies tumbuhan pangan fungsional berdasarkan famili
16
Habitus yang ditemukan pada tumbuhan pangan dan obat terbagi menjadi
lima yaitu terna, pohon, perdu, semak, liana. Habitus terbanyak adalah terna.
Tumbuhan pangan dan obat yang memiliki habitus terna umumnya tergolong
dalam famili zingiberaceae, poaceae, dan solanaceae. (Gambar 9).
Salah satu jenis tumbuhan pangan fungsional yang ditemukan di Kampung
Nyungcung adalah aren (Arenga pinnata). Tumbuhan ini terdapat di kebun dan
pinggir jalan. Aren memiliki banyak manfaat seperti pelepah daunnya dapat
menghasilkan air aren yang dapat diminum, dan buahnya digunakan sebagai
bahan untuk membuah gula enau. Biji aren dapat mengobati cacingan, luka, batuk,
peluruh haid, pelangsing tubuh, pencahar, sakit gigi, koreng, daun aren untuk obat
sakit pinggang, kudis, antiseptik, sedangkan sabut aren untuk mengatasi perut
kembung, sembelit, dan beri-beri (Dalimartha 2006). Selain aren, juga terdapat
jenis pangan fungsional yaitu cangkuang (Pandanus furcatus Roxb) yang
ditemukan di hutan sekunder. Bagian cangkuang yang dapat dimakan adalah tunas
dan dapat digunakan sebagai lalapan. Tunas cangkuang dapat dijadikan sebagai
obat disentri dan diare, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai bahan
kerajinan tangan (Priyadi et al 2010).
liana
3
Habitus
semak
11
perdu
14
pohon
39
terna
45
0
10
20 Jumlah
30
40
50
Gambar 9 Keanekaragaman tumbuhan pangan fungsional berdasarkan habitus
Tumbuhan pangan dan obat paling banyak ditemukan pada lahan garapan
(Gambar 10). Jenis tumbuhan pangan dan obat yang terdapat di lahan garapan
adalah tergolong pangan buah-buahan yang memiliki khasiat obat. Buah-buahan
yang berkhasiat obat dan banyak ditemukan di lahan garapan adalah mangga
(Mangifera indica) yang berkhasiat sebagai Antisifilis,cacingan,kurang nafsu
makan,keputihan,perut mules,diare,menghentikan pendarahan (Hanum & van der
Maesen 1997), sirsak (Annona muricata) yang berkhasiat sebagai obat sakit gigi
dan mulut,sariawan,penghilang bau mulut, antiseptic (obat kumur),wasir,tetes
mata,disentri,kencing batu, bisul, jerawat, peluruh keringat, menghilangkan
kutukepala,pereda kejang (Hariana 2009). Selain pangan buah, terdapat jenis
pohon kayu yaitu rasamala. Menurut Heyne (1987) pucuk daun muda pohon
rasamala (Altingia excelsa) digunakan sebagai lalapan dan menurut Zuhud (1994)
getah pohon rasamala dapat berkhasiat sebagai obat orichitis dan sebagai tonikum.
17
Hutan
Sekunder
10%
Lahan
Garapan
29%
Pinggir jalan
19%
Hutan Primer
3%
Sawah
6%
Pemakaman
7% sungai
3%
Pekarangan
23%
Gambar 10 Potensi tumbuhan pangan fungsional berdasarkan lokasi ditemukan
Selain di lahan garapan, sebanyak 23% tumbuhan pangan fungsional
banyak ditemukan di pekarangan rumah masyarakat. Tumbuhan pangan
fungsional yang ditemukan di kebun dan pekarangan memiliki jenis yang sama.
Jumlah
Tumbuhan obat
Hasil pengamatan potensi tumbuhan diketahui terdapat 47.9% tumbuhan
memiliki potensi sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat adalah seluruh spesies
tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang
dikelompokkan menjadi tumbuhan obat tradisional yang dipercaya masyarakat
mempunyai khasiat obat dan menjadi bahan baku obat tradisional, tumbuhan
obat modern yang telah dibuktikan mengandung senyawa/bioaktif berkhasiat
obat, dan tumbuhan obat potensial yang diduga memiliki senyawa bioaktif
namun belum dibuktikan secara medis (Zuhud dan Haryanto 1994). Masyarakat
Kampung Nyungcung memanfaatkan tumbuhan obat secara tradisional yang
dipercaya masyarakat dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
Famili yang paling mendominasi dari 64 famili yang terdapat di tumbuhan
obat adalah asteraceae (Gambar 11). Famili asteraceae terdiri dari jenis
tumbuhan bawah liar yang berbentuk terna dan memiliki khasiat obat.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
17
10
9
7
7
6
6
5
5
4
3
3
3
3
Famili
Gambar 11 Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili
3
18
Habitus tumbuhan obat yang ada di Kampung Nyungcung dapat dibedakan
menjadi tujuh yaitu terna, pohon, semak, perdu, bambu, epifit, dan liana. Habitus
yang paling mendominansi adalah terna. (Gambar 12).
Epifit
4
liana
5
Habitus
Bambu
13
Perdu
14
semak
22
pohon
26
terna
71
0
20
40
Jumlah
60
80
Gambar 12 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lokasi pinggir jalan merupakan
tempat ditemukannya tumbuhan obat paling banyak yaitu sebesar 28% (Gambar
13). Jenis tumbuhan obat di pinggir jalan adalah jenis tumbuhan bawah yang
tumbuh liar seperti alang-alang (Imperata cylindrica). Menurut Hartati (2011)
akar alang-alang berkhasiat sebagai peluruh air seni dan demam. Putri malu
berkhasiat sebagai obat insomnia, bronkitis, sedangkan tempuyung berkhasiat
sebagai obat batu empedu.
Selain di pinggir jalan, tumbuhan obat banyak ditemukan di pekarangan
rumah masyarakat. Jenis tumbuhan obat di pekarangan merupakan hasil budidaya
oleh masyarakat. Jenis tumbuhan obat yang hanya ditemukan di pekarangan
adalah ketepeng cina (Cassia alata L.). Selain itu, pada pekarangan terdapat
beberapa tumbuhan hias bunga yang memiliki potensi sebagai obat seperti bunga
kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), mawar (Rosa chinensis), dan melati
(Jasminum sambac). Menurut Sugiarto (2008) kembang sepatu berkhasiat
mengobati penyakit air kemih, TBC, radang usus, mawar berkhasiat sebagai obat
radang sendi dan nyeri haid; sedangkan melati berkhasiat obat demam, sakit mata,
dan sakit kepala.
Pemakaman
5%
sungai
5%
Lahan Garapan
16%
Pinggir jalan
29%
Hutan
Sekunder
13%
Hutan Primer
5%
Sawah
3%
Pekarangan
24%
Gambar 13 Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitat
19
Penyebaran Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Nyungcung
Penutupan/ penggunaan lahan
Kodir (2009) menyatakan masyarakat membagi tata guna lahan atas tanah
sawah, kebun pekarangan, kebun campuran. Sedangkan di Kampung Nyungcung
tata guna lahan dapat dibagi menjadi pekarangan, sawah, lahan garapan
termasuk kebun, jalan, dan pemakaman. Penutupan lahan di Kampung
Nyungcung dapat diklasifikasikan sebagai hutan primer, hutan sekunder, lahan
garapan, lapangan (lahan terbuka), sawah, sungai (Gambar 14). Pekarangan
rumah dan pemakaman termasuk ke dalam areal pemukiman milik. Lahan
garapan dan sawah termasuk ke dalam areal garapan milik. Hutan primer dan
hutan sekunder termasuk ke dalam areal hutan konservasi. Tutupan dan tata
guna lahan di Kampung Nyungcung memiliki luas yang berbeda. Lahan garapan
merupakan tutupan/tata guna lahan yang paling luas dibandingkan dengan yang
lainnya (Tabel 4).
Tabel 4 Luas tutupan/tata guna lahan di Kampung Nyungcung
Kelas tutupan/tata guna lahan
Luas / panjang
(berdasarkan tipe habitat)
Hutan primer
28.58 Ha
Hutan sekunder
69.91 Ha
Lahan garapan
245.1 Ha
Sawah
63.38 Ha
Sungai
2693.46 m
Pekarangan
3.35 Ha
Jalan
5636.15 m
Pemakaman
0.68 Ha
Lapangan (Lahan terbuka)
0.53 Ha
Titik pengamatan dilakukan pada setiap tutupan/tata guna lahan kecuali
pada lapangan. Titik terbanyak pada hutan sekunder yaitu sebanyak enam titik
pengamatan, pinggir jalan sebanyak lima titik pengamatan, lahan garapan
sebanyak dua titik pengamatan, dan hutan primer sebanyak satu titik pengamatan.
Potensi lokasi dapat dilihat berdasarkan jumlah jenis tumbuhan pangan
dan obat yang ditemukan serta jarak rata-rata yang ditempuh masyarakat untuk
mencapai lokasi tersebut (Gambar 15). Lokasi yang memiliki potensi terbesar
berdasarkan jarak terdekat dan jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan adalah
pekarangan. Pekarangan terletak didepan rumah masyarakat dan memiliki
jumlah tumbuhan pangan dan obat yang besar (Tabel 5). Jumlah jenis tumbuhan
pangan dan obat di pekarangan adalah sebanyak 114 jenis dengan jarak terdekat
yaitu di halaman rumah masyarakat. Selain pekarangan, lokasi yang memiliki
potensi dengan jumlah spesies yang banyak dan jarak terdekat adalah pinggir
jalan. Jumlah tumbuhan pangan dan obat di pinggir jalan umumnya tumbuhan
bawah liar dengan jumlah 112 jenis. Kerapatan tumbuhan di pinggir jalan
sebesar 242 105.26 individu per hektar.
Gambar 14 Titik pengamatan tumbuhan pangan dan obat
20
21
Tabel 5 Potensi tumbuhan pangan dan obat berdasarkan tipologi habitat
Jumlah jenis
Jarak rataPangan
rata dari
fungsional
Tipe habitat
Pangan
Obat
Total
jalan (m)
Pinggir jalan
5
37
70
112
7.45
Pekarangan
14
39
61
114
Sawah
6
9
7
22
78.42
Hutan primer
2
5
13
20
658.93
Hutan sekunder
14
17
29
60
564.212
Lahan garapan
28
47
38
113
195.64
Pemakaman
2
10
11
23
88.94
Sungai
3
4
15
22
71.54
Lahan garapan merupakan tipe habitat potensial setelah pekarangan dan
pinggir jalan. Lahan garapan memiliki potensi jumlah tumbuhan pangan dan
obat yang besar, namun memiliki jarak rata-rata yang cukup jauh dari jalan
utama kampung Kerapatan tumbuhan pada lahan garapan berdasarkan hasil
analisis vegetasi adalah sebesar 115 078.8 individu per hektar. Masyarakat
memiliki ruas jalan untuk menuju setiap lahan garapan yang dimiliki, sehingga
tidak terdapat kesulitan dalam mencapai tempat lahan garapan.
Terdapat 60 spesies tumbuhan pangan dan obat di hutan sekunder dengan
kerapatan tumbuhan sebesar 88 828.75 individu per hektar. Jarak yang ditempuh
untuk menuju hutan sekunder cukup jauh dibandingkan lokasi lainnya. Namun
terdapat tumbuhan pangan fungsional yang hanya ditemukan di hutan sekunder
yaitu jenis reunde (Staurogyne elongata). Menurut Heyne (1987) Reunde
merupakan terna tahunan dengan batang lunak dan lemah, tumbuh di hutanhutan yang rindang di pegunungan. Akar dan daun digunakan sebagai obat
diuretik. Daun yang muda dimakan mentah dengan sambal dan jahe sebagai
lalapan.
Lokasi yang memiliki jumlah tumbuhan dan jarak yang hampir sama
adalah sawah, sungai, dan pemakaman. Namun sungai merupakan lokasi potensi
dengan jarak yang dekat dibandingkan dua lokasi tersebut. Sedangkan
pemakaman merupakan lokasi potensi berdasarkan jumlah tumbuhan namun
memiliki jarak yang cukup jauh. Hutan primer merupakan lokasi yang paling
jauh dan paling sedikit ditemukan tumbuhan pangan dan obat. Kerapatan
tumbuhan pada hutan primer adalah 14 838 individu per hektar. Sehing