Evaluasi Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) yang diberi Perlakuan Pelapisan Benih dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula.

(1)

EVALUASI DA

(L.) Merr.) YAN

DENGAN C

RA

DEPARTEM

IN

DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (G

NG DIBERI PERLAKUAN PELAPISA

N CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKU

ADEN ENEN RINDI MANGGUNG

A24070026

TEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTU

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Glycine max

ISAN BENIH

SKULA


(2)

Perlakuan Pelapisan Benih dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula

Evaluation of Soybean Seed (Glycine max (L.) Merr.) Storability Coated with Arbuscular Mycorrhizal Fungi

ABSTRACT

The aim of this study was to evaluate the effect of seed coating treatment with arbuscular mychorrhizal fungi (AMF) on viability and vigor of soybean seed and viability of AMF after being stored in ambient (27-290C) or air-conditioned (17-180C) rooms. This study consisted of two experiments conducted at different storage rooms i.e. ambient or air-conditioned rooms during the same period of time from May through December 2011. Both experiments were done using randomized complete block design with two factors. The first factor was seed coating consisted of untreated control and seed coating using AMF while the second factor was storage period i.e. 0, 1, 2, 3, 4, 5, and 6 months. Results of experiments showed that soybean seeds still had viability > 88% after 2 months stored in ambient room or > 85% after 4 months stored air-conditioned room. Untreated seeds indicated higher vigor (higher speed of germination, vigor index, uniformity of germination, and lower T50) than coated seeds in both experiments. Seeds coated with AMF showed the rate of increase in moisture content slower than the untreated ones during 6 months storage in ambient room. After 6 months storage in air-conditioned room, the coated seeds had lower moisture content than the untreated. Seed coated with AMF still had seeds viability and AMF during 6 month storage in both experiments.

Keyword: seed coating, seed storage, storability of arbuscular mycorrhizal fungi, viability, vigor


(3)

RINGKASAN

RADEN ENEN RINDI MANGGUNG. Evaluasi Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) yang diberi Perlakuan Pelapisan Benih dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula. (Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan YENNI BAKHTIAR).

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan pelapisan benih (seed coating) dengan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, serta viabilitas CMA setelah mengalami penyimpanan pada suhu kamar dan suhu AC. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan suhu ruang simpan yang berbeda yaitu suhu kamar (27-29°C) dan suhu AC (17-18°C). Kedua percobaan menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas dua faktor, yaitu faktor pertama adalah perlakuan pelapisan benih (P) terdiri atas dua taraf yaitu, tanpa pelapisan (kontrol) dan pelapisan benih dengan CMA (Khodijah, 2009), sedangkan faktor kedua adalah periode simpan (T) terdiri atas tujuh taraf yaitu, 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Bahan pelapis yang digunakan pada pelapisan benih dengan CMA berupa gambut dan gipsum dengan perbandingan 50 : 50, sedangkan bahan perekat yang digunakan berupa tapioka 5 % (b/v). Proses pelapisan dilakukan dengan menggunakan modifikasi drum granulator. Benih yang telah dilapisi dikering-anginkan selama 7 hari, kemudian dikemas menggunakan plastik Polypropylene (PP) dengan ketebalan 0.8 mm dan disimpan pada masing-masing suhu ruang simpan (kamar dan AC).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada suhu kamar, benih kedelai mampu mempertahankan viabilitas ≥ 88% hingga periode simpan 2 bulan, kemudian menurun hingga daya berkecambah benih menjadi 45% pada akhir periode simpan (6 bulan). Pada kondisi suhu AC, benih kedelai mampu mempertahankan viabilitas > 85% hingga periode simpan 4 bulan, kemudian


(4)

menurun hingga daya berkecambah benih menjadi 50.6% pada periode simpan 6 bulan. Perlakuan kontrol menunjukkan vigor benih yang lebih baik pada tolok ukur KCT, IV, KST danT50 baik yang disimpan pada suhu kamar maupun AC. Laju

peningkatan kadar air selama penyimpanan 6 bulan pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA lebih lambat dibandingkan kontrol pada ruang simpan kamar, sedangkan pada kondisi ruang AC setelah disimpan 6 bulan kadar air benih yang dilapisi CMA lebih rendah dibandingkan kontrol. Perlakuan pelapisan benih kedelai dengan CMA dapat mempertahankan viabilitas benih dan CMA selama penyimpanan 6 bulan baik pada suhu kamar maupun AC.


(5)

EVALUASI DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max

(L.) Merr.) YANG DIBERI PERLAKUAN PELAPISAN BENIH

DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RADEN ENEN RINDI MANGGUNG

A24070026

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(6)

Judul : EVALUASI DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) YANG DIBERI PERLAKUAN PELAPISAN BENIH DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

Nama : RADEN ENEN RINDI MANGGUNG

NIM : A24070026

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas M.S. Dr. Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc.

NIP 19590225 198203 2 001 NIP 19660826 199203 2 001

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP 19611101 198703 1 003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kesepuluh dari tiga belas bersaudara pasangan Bapak Raden Ipin Rosadi Manggung dan Ibu Rosa Ratnaningsih yang dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 29 November 1988. Penulis menempuh jenjang Pendidikan dasar di SD Negeri Ciheleut 1, Kota Bogor pada tahun 2000. Pada tahun 2004 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 3 Kota Bogor, Jawa Barat. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 3 Kota Bogor, Jawa Barat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Selama masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor penulis adalah penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Penulis aktif sebagai anggota beladiri Merpati Putih, IPB pada tahun 2008 dan Ecoagrifarma pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Ilmu dan Teknologi Benih, Asisten Praktikum Mata Kuliah Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih serta Asisten Mata Kuliah Metode Statistika pada tahun 2011. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Evaluasi Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) yang Diberi Perlakuan Pelapisan Benih dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. dan Dr. Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Evaluasi Daya Simpan Benih Kedelai

(Glycine Max (L.) Merr.) yang Diberi Perlakuan Pelapisan Benih dengan

Cendawan Mikoriza Arbuskula” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama studi di IPB dan memberi pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kearifan selama masa pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kearifan selama masa pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. yang telah bersedia menjadi penguji, terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan.

4. Para personil Laboratorium Agromikrobiologi Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Serpong Tangerang, Pak Wahid, Pak Firman, Pak Asep, Pak Mahmud, Mba Nia, Pak Iman, Mba Tina, terima kasih atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.

5. Bapak, Ibu, adik, kakak dan seluruh keluarga atas doa, dukungan, cinta, dan kasih sayang yang tulus diberikan kepada penulis.

6. Teman-teman wisma gareulis (Maya, Ndajel, Mia, Via, Wowo, Hana, Evie, Lana, dan Rini) atas segala dukungan dan kebersamaannya.


(9)

7. Teman-teman seperjuangan (Kupil, Cutrisni, Neneng, Lilis, Feni, Enjim, Sofi, Pitri, Okti, Prama, Irfan, Tikul, Ita, Mba Sulis dan anak-anak benih) yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

8. Teman-teman AGH 44 atas segala doa, semangat, dukungan dan kebersamaan.

9. M. Nazhri Annas J. atas segala doa, dukungan, motivasi, pengertian, dan kesabarannya selama ini.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Tanaman Kedelai ... 4

Cendawan Mikoriza Arbuskula ... 5

Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula ... 6

Pelapisan Benih (Seed Coating) ... 8

Daya Simpan Benih ... 9

BAHAN DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Percobaan ... 12

Pelaksanaan Percobaan ... 14

Pengamatan ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Kondisi Simpan pada Suhu Kamar ... 20

B. Kondisi Simpan pada Suhu AC ... 28

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pelapisan Benih,

Periode Simpan, dan Interaksinya terhadap Tolok Ukur Kadar Air,

Viabilitas, dan Vigor Benih Kedelai pada Suhu Kamar……… 20 2. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Kadar Air

Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar……… 21 3. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Daya

Berkecambah Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar………. 21 4. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan pada Suhu Kamar…..

24 5. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap

Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai (%/etmal) pada Suhu

Kamar………. 24

6. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Indeks

Vigor Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar………. 25 7. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap

Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar... 26 8. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap

T50 Benih Kedelai (hari) pada Suhu Kamar………... 26

9. Pengaruh Periode Simpan pada Suhu Kamar terhadap Persentase

Perkecambahan Spora CMA ………. 27 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pelapisan Benih,

Periode Simpan, dan Interaksinya terhadap Tolok Ukur Kadar Air,

Viabilitas, dan Vigor Benih Kedelai pada Suhu AC………... 28 11. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap

Kadar Air Benih Kedelai (%) pada Suhu AC……… 29 12. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Daya

Berkecambah Benih Kedelai (%) pada Suhu AC………... 30 13. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan pada Suhu AC……… 31 14. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap


(12)

15. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Indeks

Vigor Benih Kedelai (%) pada Suhu AC………... 32 16. Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap

Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai (%) pada Suhu AC………. 33 17. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap

T50 Benih Kedelai (hari) pada Suhu AC……… 33

18. Pengaruh Periode Simpan pada Suhu AC terhadap Persentase


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Penampang Membujur Akar Terinfeksi CMA ………. 5 2. Modifikasi Drum Granulator Mini……… 12 3. Bagan Alir Penelitian……… 13 4. Benih Kedelai (A) Tanpa Pelapisan (Kontrol) dan (B) Pelapisan

dengan CMA ……… 15

5. Kemasan Simpan Benih yang Digunakan pada Penelitian………... 16 6. Cendawan (A) Aspergillus niger dan (B) Fusarium sp. di bawah

Mikroskop Cahaya Pembesaran 40 x 10………... 22 7. Benih Kedelai Terinfeksi (A) Aspergillusniger dan (B) Fusarium


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Kadar Air Benih Kedelai pada Suhu Kamar……….. 44 2. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai pada Suhu Kamar…... 44 3. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu Kamar…... 44 4. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai pada Suhu Kamar…... 45 5. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu

Kamar……… 45

6. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap T50 Benih Kedelai pada Suhu Kamar…... 45

7. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan pada Suhu Kamar

terhadap Persentase Perkecambahan Spora CMA……… 46 8. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Kadar Air Benih Kedelai pada Suhu AC…..………... 46 9. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai pada Suhu AC…... 46 10. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu AC……… 47 11. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai pada Suhu AC………... 47 12. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu AC…. 47 13. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap T50 Benih Kedelai pada Suhu AC……….. 48

14. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan pada Suhu AC terhadap


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi dan permintaannya sangat tinggi di Indonesia. Pada tahun 2010 produksi kedelai di Indonesia mencapai 908 111 ton yang menurun sebesar 64 839 ton dari tahun sebelumnya, sedangkan kebutuhan kedelai sebesar 2.4 juta ton. Saat ini rata-rata produktivitas kedelai nasional baru mencapai 1.37 ton per ha (BPS, 2011). Dalam dekade terakhir, luas panen, dan produksi kedelai terus menurun tajam, lebih dari 50%, sedangkan produktivitas meningkat hanya sekitar 3% per tahun (Budiarti dan Hadi, 2005). Penyebab rendahnya produksi kedelai di Indonesia adalah berkurangnya luas areal panen, gagalnya panen karena iklim yang tidak cocok untuk pertumbuhan, gangguan hama dan penyakit tanaman, belum dikuasainya teknologi produksi oleh petani dan sarana produksi yang mahal (Faisal, 2005). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai dengan penggunaan benih yang bermutu dan bersertifikat.

Salah satu faktor penghambat dalam produksi kedelai adalah ketersediaan benih bermutu. Pengadaan benih bermutu untuk musim tanam berikutnya mengharuskan dilakukannya penyimpanan benih. Benih kedelai cepat sekali mengalami deteriorasi atau penurunan viabilitas dan vigor, terutama bila disimpan pada kondisi simpan yang kurang optimum. Pakar teknologi benih terus berupaya menemukan metode untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih yang telah mundur dengan teknik yang disebut invigorasi. Teknik invigorasi benih kedelai memberikan manfaat perbaikan viabilitas dan vigor benih yang mengalami kemunduran pada saat penyimpanan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan (Ilyas, 2010). Pelapisan benih

(seed coating) merupakan salah satu teknik invigorasi yang telah banyak

diterapkan di negara-negara maju (Ilyas et al., 2003).

Salah satu input produksi yang memperoleh perhatian besar dalam dekade terakhir adalah penggunaan inokulan mikroba atau pupuk hayati yang mampu meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan penggunaan pupuk kimia


(16)

sintesis (Goenadi et al., 1995). Menurut Menge (1984) adanya simbiosis mutualistik antara cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dengan perakaran tanaman sangat bermanfaat bagi tanaman terutama dalam meningkatkan penyerapan unsur hara fosfor (P), nitrogen (N), kalium (K) dan hara mikro seperti seng (Zn), molybdenum (Mo), dan tembaga (Cu). Di samping itu CMA juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan serangan patogen akar, serta memperbaiki status hara tanah. Zuhri dan Puspita (2008) menyatakan bahwa pemberian CMA dengan dosis 40 g/tanaman pada tanah podsolik merah kuning dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.

Berbagai teknik aplikasi inokulan mikroba telah banyak dilakukan dengan mencampur benih dan tanah bekas tanaman kedelai atau mencampurkan benih dengan inokulan yang tersedia di pasaran pada lubang tanam (Faisal, 2005). Namun cara tersebut dinilai kurang efisien, dalam hal waktu, tenaga dan biaya. Salah satu alternatif yang digunakan adalah pelapisan benih yang memanfaatkan bahan perekat dan bahan pelapis benih sebagai agens pembawa inokulum spora CMA. Menurut Khodijah (2009) kombinasi bahan perekat tapioka 5 % dan bahan pelapis gambut:gipsum (50:50) dengan CMA menghasilkan tinggi tanaman 3 minggu setelah tanam, jumlah dan bobot kering bintil akar tertinggi. Selanjutnya Rahayu (2010) menyatakan bahwa pada perlakuan tersebut yang dikombinasikan dengan dosis pemupukan 100 kg SP 18/ha mampu meningkatkan produktivitas kedelai varietas Wilis sampai dengan 3.97 ton/ha yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi pemberian pupuk dosis 400 kg SP 18/ha tanpa aplikasi CMA yang hanya mencapai 3.76 ton/ha. Pelapisan benih dengan inokulan CMA berpelapis gambut-gipsum (50:50) dan berperekat tapioka 5% sangat bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas kedelai, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai daya simpan benih kedelai yang telah dilapisi CMA.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan pelapisan benih dengan CMA terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, serta viabilitas CMA setelah mengalami penyimpanan pada suhu kamar dan suhu AC.


(17)

Hipotesis

1. Perlakuan pelapisan benih dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih kedelai, serta viabilitas CMA selama penyimpanan.

2. Terdapat interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan yang terbaik dalam mempertahankan viabilitas dan vigor benih kedelai selama penyimpanan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai termasuk divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rasales, family Leguminosae, genus Glycine, spesies

Glycine max (L.) Merril. Di Indonesia tanaman kedelai dapat tumbuh dan

berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut. Iklim yang paling cocok untuk menanam kedelai adalah suhu antara 25-270C, kelembaban udara (RH) rata-rata 65%, penyinaran 12 jam/hari dan curah hujan 100-200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1995).

Pertumbuhan kedelai sangat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang disebabkan oleh kondisi iklim, baik mikro maupun makro. Pada stadia pertumbuhan vegetatif, pembungaan, pembentukan dan pengisian polong, ketersediaan air sangat diperlukan. Panen dilakukan pada saat benih kedelai telah mencapai masak fisiologis, yang ditandai oleh sebagian besar daunnya telah gugur dan 95% polong berwarna kecoklatan atau kehitaman (Balitkabi, 2008).

Benih kedelai terbagi menjadi dua bagian utama yaitu kulit benih dan embrio. Pada kulit benih terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan benih. Warna kulit benih bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Benih kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit benih, dimana embrio terletak di antara keping biji. Benih kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pengolahan benih selesai, benih kedelai dapat langsung ditanam. Namun, benih tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (Irwan, 2006). Benih kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Perkecambahan benih kedelai optimum pada suhu 21-30°C dengan lama perkecambahan mencapai 5-7 hari (Ashworth, 2002).


(19)

Cendawan Mikoriza Arbuskula

Berdasarkan struktur tubuh dan cara menginfeksi akar, mikoriza dibedakan menjadi dua, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Setiadi, 2001). Ektomikoriza memiliki jaringan hifa yang tidak masuk sampai sel-sel korteks, tetapi berkembang di antara sel tersebut membentuk mantel pada permukaan akar. Endomikoriza memiliki jaringan hifa yang masuk ke dalam sel korteks, membentuk struktur khas berbentuk oval yang disebut vesikula atau bercabang yang disebut arbuskula, sehingga cendawan kelompok ini sering disebut cendawan mikoriza arbuskula (CMA) (Musfal, 2008). Vesikula merupakan strukur berdinding tipis, berbentuk bulat atau lonjong. Struktur ini mengandung senyawa lipid yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan kemudian diangkut ke dalam sel dimana metabolisme sel berlangsung dan sebagai organ reproduktif. Arbuskula merupakan percabangan dikotomus yang intensif dari hifa intraseluler, berperan dalam transfer nutrisi antara cendawan dan tanaman inang (Sylvia, 1998). Penampang akar yang terinfeksi oleh CMA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang Membujur Akar Terinfeksi CMA (Brundrett et al., 1994) Arbuskula

Epidermis

Sel korteks

Hifa intraseluler

Vesikula

Endodermis Apresorium

Eksodermis Rambut akar

Hifa eksternal


(20)

Widiastuti (2004) menyatakan bahwa infeksi CMA terhadap kelapa sawit menyebabkan perubahan bentuk organ CMA, adanya hifa eksternal, internal, vesikula dan arbuskula dalam korteks akar. Chalimah et al. (2007) menyatakan bahwa perkecambahan spora berperan penting di dalam infeksi akar, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya kompatibilitas inang, eksudat akar, jenis inokulum dan faktor lingkungan. Menurut Bakhtiar (2002) meskipun CMA menginfeksi dan mengkolonisasi akar berbagai spesies tanaman, namun ada yang lebih disukai dengan memperlihatkan respon kolonisasi akar maksimum.

Cendawan mikoriza arbuskular adalah mikroorganisme yang bersifat simbion obligat, karena tanpa tanaman inang (asimbiotik) pertumbuhan hifanya sangat sedikit dan hanya mampu bertahan hidup 20-30 hari (Mathius et al., 2007). Cendawan mikoriza arbuskula termasuk ke dalam filum Glomeromycota yang memiliki empat ordo (Glomerales, Diversisporales, Paraglomerales, dan Archaeosporales), 11 famili dan 18 genus (Schüßler dan Walker 2010). Cendawan mikoriza arbuskula dapat bersimbiosis dengan sebagian besar (97%) famili tanaman, seperti tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan tanaman pakan (Musfal, 2010).

Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula

Adanya simbiosis mutualistik antara CMA dengan perakaran tanaman membantu pertumbuhan tanaman dan sebalikmya bagi CMA memperoleh sumber makanan dan tempat berkembang biak. Cendawan mikoriza arbuskula berperan dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro, khususnya unsur fosfat (P), meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, menghasilkan ZPT nabati, memperbaiki struktur tanah dan membantu pertumbuhan tanaman pada daerah yang tercemar logam berat (Indriyanto, 2008). Menurut Wright dan Upadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glikoprotein glomalin yang berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat tanah.

Abbott dan Robson (1982) menyatakan bahwa CMA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah, hal ini disebabkan CMA dapat mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, meningkatkan rata-rata penyerapan hara


(21)

dan konsentrasi hara pada permukaan penyerapan, serta menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan fosfat yang terikat pada logam dalam tanah sehingga memudahkan penyerapan ke dalam akar tanaman. Bolan (1991) menyatakan bahwa kecepatan masuknya hara P ke dalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat pada akar tanaman yang terinfeksi CMA dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi CMA. Hal ini terjadi karena jaringan hifa eksternal CMA mampu memperluas bidang serapan.

Cendawan mikoriza arbuskula digunakan sebagai inokulan mikroba yang memberikan keuntungan bagi tanaman karena CMA mampu menggantikan kira-kira 50% penggunaan fosfat, 40% nitrogen dan 25% kalium (De La Cruz, 1981). Musfal (2008) menyatakan bahwa pemberian CMA pada tanaman jagung sebanyak 10 g/pot tanpa diikuti pemberian pupuk mampu memberikan ketersediaan P yang tertinggi yaitu 36.87 ppm. Menurut Acquaah (2001) unsur hara P berperan dalam pembelahan sel, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat kematangan tanaman, dan sebagai tempat penyimpan energi dan transfer ATP dan ADP. Guntoro et al. (2006) menyatakan bahwa inokulasi CMA dan bakteri Azospirillum sp. meningkatkan serapan hara, meningkatkan efisiensi pemupukan pada turfgrass dan meningkatkan kepadatan pucuk Tidwarf. Selanjutnya Widiastuti et al. (2005) menyatakan bahwa bibit kelapa sawit yang diinokulasi A. tuberculata pada perakaran yang lebih luas memungkinkan bibit menyerap hara lebih tinggi khususnya untuk hara yang tidak mudah bergerak seperti P.

Santosa dalam Oktavia et al. (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan kedelai sangat tergantung pada mikoriza, karena ketersediaan P dalam jumlah optimal dapat mempercepat pematangan dan pengangkutan nutrisi dari bagian lain ke biji, sehingga pembentukan polong dan biji dapat sempurna. Rahayu (2010) menyatakan bahwa aplikasi inokulan CMA berpelapis gambut-gipsum (50:50) dan berperekat tapioka 5% pada pelapisan benih dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P sebesar 75% atau menghemat 300 kg SP 18 /ha pada tanaman kedelai. Menurut Hapsoh et al. (2005) CMA juga meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan dengan mekanisme pengaturan tekanan osmotik pada jaringan tanaman dan mekanisme penghindaran dengan


(22)

menekan kehilangan air melalui penurunan luas daun. Peranan CMA pada tanaman kedelai tersebut terlihat dengan meningkatnya bobot biji kering pada genotip Lokon sebesar 76,42%, pada genotip Sindoro sebesar 36,68% dan pada genotip MLG 3474 sebesar 34,21%.

Pelapisan Benih (Seed Coating)

Pelapisan benih merupakan proses pembungkusan benih dengan zat tertentu dengan tujuan tertentu. Ilyas (2003) menyatakan bahwa penggunaan seed

coating dalam industri benih sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan

benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain. Kuswanto (2003) menyatakan bahwa bahan pelapis yang dapat digunakan dalam pelapisan benih harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya tidak bersifat toksik terhadap benih, dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, menghambat laju respirasi seminimal mungkin, bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air, bersifat porus, tidak mudah mencair, bersifat higroskopis, bersifat sebagai bahan penambat dan penyimpan panas yang rendah, dan harga relatif murah sehingga dapat menekan harga benih.

Khodijah (2009) memanfaatkan pelapisan benih untuk mengaplikasikan inokulum CMA di lapangan. Pemanfaatan bahan perekat dan pelapis (gambut-gipsum) berfungsi sebagai agens pembawa inokulum spora CMA pada benih kedelai. Gambut berfungsi sebagai sumber bahan organik, sedangkan gipsum sebagai sumber mineral dan lapisan pelindung. Penyediaan benih bermikoriza sebelum ditanam mempermudah dalam proses transportasi. Rahayu (2010) menyatakan bahwa aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat menghasilkan jumlah spora tertinggi yaitu sebanyak 74.7 per 100 gram tanah dibandingkan dengan aplikasi CMA langsung pada lubang tanam. Tingginya jumlah spora yang terdapat dalam tanah, berkorelasi positif dengan pertumbuhan tanaman kedelai.

Setiyowati et al. (2007) menyatakan bahwa keefektifan perlakuan seed


(23)

ditunjukkan dengan persentase tingkat infeksi cendawan C. capsici pada benih dan hipokotil yang nyata lebih kecil dibandingkan kontrol. Menurut Wright et al. (2005) pelapisan benih wortel dengan menggunakan biopolimer + bakteri Serratia

entomophila dapat mengurangi kematian bibit akibat serangan larva grass grub

(Costelytra zealandica) yang ditambahkan pada pot percobaan dan dibiarkan

selama 4-5 hari setelah tanam masing-masing sebesar 7% dan 16% dibandingkan kontrol yaitu, 88% dan 64%.

Daya Simpan Benih

Penyimpanan benih merupakan pendekatan yang penting untuk memperoleh dan mempertahankan benih bermutu (Mugnisjah et al., 1994). Benih yang telah disimpan diharapkan dapat mempertahankan viabilitas dan vigor tetap tinggi hingga benih tersebut ditanam. Namun, viabilitas dan vigor benih akan cepat menurun jika disimpan pada kondisi simpan yang kurang baik. Menurut Kuswanto (2003) kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan benih. Hal ini dikarenakan benih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) dan kadar air benih selalu berkesetimbangan dengan suhu dan kelembaban relatif ruang simpan. Menurut Harrington (1972) terdapat dua kaidah mengenai efek kadar air benih dan suhu lingkungan terhadap daya simpan benih, yaitu setiap peningkatan kadar air sebesar 1%, daya simpan benih turun setengahnya (pada kisaran kadar air 5-14%) dan setiap suhu turun 5.6°C, maka daya simpan benih meningkat dua kali lipat (pada kisaran suhu 0 – 50° C).

Hasil penelitian Kartono (2004) menunjukkan bahwa benih kedelai varietas Wilis dengan kadar air 8% dapat disimpan sampai 3 tahun dalam gudang biasa tanpa menurunkan daya berkecambah, namun jika kadar air 12% maka dalam waktu 1 tahun daya berkecambah benih turun menjadi 60%. Daya simpan benih kedelai dapat ditingkatkan dengan salah satu cara atau kombinasi dari kadar air rendah (< 12%), menggunakan kemasan, benih kedelai bebas hama dan penyakit, menurunkan kelembaban, memberikan aerasi, dan memberantas hama gudang secara periodik. Menurut Saenong et al. (2009) benih yang sudah dikeringkan hendaknya segera dikemas dengan menggunakan kemasan kedap udara karena dalam waktu 1 bulan kadar air benih jagung sudah meningkat dari


(24)

10.5-11% menjadi 12-13.5%, tergantung pada kelembaban udara di lingkungan penyimpanan.

Sadjad (1980) menyatakan bahwa ada tiga sifat benih (selain genetik) yang mempengaruhi daya simpan benih. Pertama, benih yang disimpan masih melakukan respirasi yang menghasilkan CO2, air dan panas. Peningkatan panas

dan air yang dihasilkan dapat menyebabkan metabolisme benih semakin aktif, sehingga benih kehilangan energi untuk tumbuh. Kedua, benih bersifat higroskopis, artinya kadar air benih selalu berkesetimbangan dengan udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan metabolisme benih semakin aktif, sehingga benih kehilangan energi untuk tumbuh. Ketiga, difusibilitas termal benih rendah, artinya kemampuan benih untuk meneruskan panas secara konduktif rendah. Dengan demikian apabila terjadi kenaikan suhu pada ruang simpan benih, panas yang dihasilkan akibat kenaikan suhu tersebut tidak cepat dipancarkan ke segala arah, sehingga dapat terjadi hot-spot bahkan terjadi moulding (pertumbuhan cendawan) apabila cukup lembab.

Husnayati (2011) menyatakan bahwa benih kacang bogor (tingkat kemasakan 119 HST) yang disimpan pada suhu kamar mulai terserang cendawan setelah disimpan 1 bulan sebesar 14.67%, bahkan mencapai 65.33% setelah penyimpanan 4 bulan. Hal ini disebabkan suhu dan RH ruang simpan yang tinggi (27-30°C, 58-77% RH), serta kadar air yang tinggi (9.2-10.2%). Menurut Ismatullah (2003) benih kedelai varietas Wilis terserang penyakit khususnya yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri pada akhir periode simpan (7 bulan). Cendawan yang mendominasi pada benih kedelai tersebut selama penyimpanan adalah Aspergillus sp. (51.28%), sedangkan yang banyak berada di dalam jaringan benih adalah Fusarium spp. (27.62%).


(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan; Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis yang dipanen pada bulan Juli 2010 di Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB, Dramaga, disimpan pada kondisi ruang AC (suhu 16-20ºC dan RH 58–59%) selama 11 bulan. Kadar air benih pada saat digunakan (18 Mei 2011) sebesar 7.44%, sedangkan daya berkecambah dan indeks vigor sebesar 99% dan 68% yang diuji dengan UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik). Bahan lain yang digunakan adalah gipsum, gambut, tapioka, spora CMA (campuran spesies Glomus sp. dan Gigaspora sp.) produksi Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, media bacto agar, kompos, arang sekam, larutan streptomycin (200 mg/L), gentamycin (100 ml/L), larutan chloramine-T (2%) dan Tween 20 (0.05%).

Alat yang digunakan adalah autoklaf, mikroskop stereo, mikroskop konfokal, drum granulator mini hasil modifikasi (kapasitas maksimum 1 kg benih kedelai) dengan diameter 22.8 cm (Gambar 1), alat perekat (sealer), oven, desikator, dan boks plastik berukuran 25 cm x 20 cm. Alat penunjang lainya yang digunakan adalah kertas merang, cawan petri, gelas beker, stirer, kertas saring, gelas ukur, alat penyaring, alat pengaduk, dan kemasan plastik polypropylene (PP) dengan ketebalan 0.8 mm.


(26)

Gambar 2. Modifikasi Drum Granulator Mini

Metode Percobaan

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan suhu ruang simpan yang berbeda yaitu suhu kamar dan suhu AC. Kedua percobaan menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas dua faktor, yaitu faktor pertama adalah perlakuan pelapisan benih (P) terdiri atas dua taraf yaitu, tanpa pelapisan (kontrol) dan pelapisan benih dengan CMA (Khodijah, 2009), sedangkan faktor kedua adalah periode simpan (T) yang terdiri atas tujuh taraf yaitu, 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Dengan demikian terdapat empat belas kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 42 satuan percobaan pada satu kondisi suhu.

Model linier rancangan percobaan yang digunakan yaitu, sebagai berikut: Yijk = µ + αi + τj + βk + (ατ)ij + εijk

i = 1,2 j = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 k = 1, 2, 3 Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-k pada perlakuan benih ke-i dan periode

simpan ke-j µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor perlakuan benih

τj = pengaruh taraf ke-j dari faktor periode simpan

βk = pengaruh kelompok ke-k

(ατ)ij= pengaruh interaksi faktor perlakuan benih ke-i dan periode simpan ke-j

εijk = pengaruh galat percobaan pada perlakuan benih ke-i, periode simpan ke-j,


(27)

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan analisis ragam (uji F). Apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Persiapan benih kedelai, bahan perekat tapioka 5% (b/v), bahan pelapis

gambut-gipsum (50:50), dan inokulum CMA

Pengering-anginan benih selama 7 hari pada suhu kamar hingga kadar air benih

mencapai ± 9%

Pengemasan benih dengan plastik PP (200 butir tiap kemasan)

Penyimpanan benih selama 6 bulan

Suhu kamar

Pengujian kadar air, viabilitas dan vigor benih, serta viabilitas CMA setelah periode simpan

0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan Proses pelapisan benih di dalam drum

granulator yang telah dimodifikasi selama 20-30 menit

(benih : perekat : pelapis adalah 10 : 1 : 1)


(28)

Pelaksanaan Percobaan Pelapisan Benih

Benih kedelai dilapisi dengan gambut dan gipsum (50:50) sebagai bahan pelapis, dan tapioka 5% (b/v) sebagai bahan perekat. Perbandingan benih : perekat : pelapis adalah 10 : 1 : 1 (Khodijah, 2009).

a. Persiapan Bahan Perekat dan Bahan Pelapis

Bahan perekat yang digunakan adalah tapioka dengan konsentrasi 5% (b/v) dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi air, kemudian dididihkan, dan didinginkan sebelum digunakan. Gambut yang akan digunakan adalah gambut dari Rawapening yang mengandung hemiselulosa, selulosa, lignin, kutin, bitumens, dan asam humik. Gambut ini termasuk jenis gambut berserat yang subur dan kaya akan hara mineral dengan kisaran pH 6-7. Gambut dan gipsum yang digunakan berukuran halus yang lolos saringan 100 mesh. Kedua bahan tersebut terlebih dahulu disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121° C selama 2 jam. Gambut dan gipsum kemudian dicampur (Khodijah, 2009).

b. Pelapisan Benih

Benih kedelai dibersihkan menggunakan kertas merang lembab dan dikering-anginkan dengan kipas angin selama 15 menit. Benih kemudian dilapisi dengan bahan perekat yang dicampur dengan inokulum CMA berupa spora, kemudian diberi bahan pelapis gambut dan gipsum. Proses pelapisan benih dilakukan di dalam modifikasi drum granulator selama 20-30 menit.

Benih yang telah terlapisi oleh bahan pelapis, kemudian dilapisi kembali dengan gipsum secara manual yang berfungsi sebagai bahan pelindung selama beberapa menit sehingga terbentuk lapisan pelindung. Proses dihentikan setelah permukaan butiran granul benih berwarna putih (Gambar 4). Butiran granul kemudian dikering-anginkan selama 7 hari pada suhu kamar (28 - 30° C) hingga kadar air mencapai ± 9 %.


(29)

Gambar 4. Benih Kedelai (A) Tanpa Pelapisan (Kontrol) dan (B) Pelapisan dengan CMA

c. Penghitungan Spora pada Benih

Jumlah spora yang akan dilapiskan pada benih ditentukan sebanyak 50 spora per benih. Sebelum diaplikasikan, kerapatan spora dihitung dengan mengambil sampel zeolit berisi spora CMA sebanyak 0.1 gram. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam gelas beker 250 ml dan direndam dalam air selama 1 jam, kemudian diaduk, dan larutannya dituang ke dalam saringan (50–100 µm). Spora hasil saringan dicuci dengan air, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dihitung jumlah spora di bawah mikroskop stereo (Rahayu, 2010).

Untuk memastikan jumlah spora yang menempel pada benih adalah sebanyak 50 spora, maka dilakukan penghitungan jumlah spora CMA pada benih yang telah dilapisi. Sampel benih diambil sebanyak 10 ulangan masing-masing dua butir untuk satu ulangan. Cara penghitungan spora yang menempel pada benih sama seperti di atas (Rahayu, 2010).

Pelaksanaan Penyimpanan Benih

a. Pengemasan dan Penyimpanan Benih

Benih disimpan dalam kemasan plastik polypropylene sebanyak 200 butir tiap kemasan. Masing-masing kemasan yang telah berisi benih dimasukkan dalam keranjang plastik yang ditutup jaring-jaring kawat pada bagian atas (Gambar 5), selanjutnya disimpan pada suhu AC (17-18°C) dan suhu kamar (27-29°C) di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, selama


(30)

6 bulan. Pada setiap akhir periode simpan dilakukan pengamatan terhadap kadar air, viabilitas dan vigor benih kedelai, serta viabilitas CMA.

Gambar 5. Kemasan Simpan Benih yang Digunakan pada Penelitian

b. Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih

Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan setelah periode simpan 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Benih ditanam pada boks plastik berukuran 25 cm x 20 cm menggunakan media tanam campuran kompos dan arang sekam

dengan perbandingan 1 : 1 di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali masing-masing 25 butir benih untuk satu ulangan.

Pengamatan Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai

Pengamatan viabilitas dan vigor benih dilakukan pada setiap periode simpan yang telah ditentukan yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 bulan pada suhu kamar dan suhu AC. Tolok ukur yang diamati adalah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, keserempakan tumbuh, dan T50.

1. Kadar Air Benih (KA)

Pengukuran kadar air benih (%) dilakukan dengan cara menimbang berat cawan, kemudian benih sebanyak 20 butir tiap unit percobaan dimasukkan ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat berat sebelum dikeringkan. Setelah


(31)

ditimbang, benih di dalam cawan dioven pada suhu konstan rendah 103 ± 2º C selama 17 ± 1 jam (ISTA, 2007). Benih yang telah dioven dimasukkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah dingin ditimbang berat kering benih. Kadar air benih dihitung dengan rumus :

KA % = M2-M1 - (M3-M1)

(M2-M1) ×100% Keterangan :

M1 = berat cawan kosong (g)

M2 = berat awal (benih + cawan sebelum dioven) (g) M3 = berat akhir (benih + cawan setelah dioven) (g)

2. Daya Berkecambah (DB)

Pengukuran daya berkecambah benih (%) dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (5 HST) dan hitungan kedua (8 HST) yang dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditanam (ISTA, 2007). Daya berkecambah benih dihitung dengan rumus :

DB % = ∑KN I+ ∑KN II

∑benih yang ditanam ×100% Keterangan :

KN = kecambah normal

3. Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan persentase kecambah normal pada waktu tanam sampai akhir pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap pertambahan persentase kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif dimulai saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus :

KCT (%/etmal) =

Ni

ti 8


(32)

Keterangan :

ti = waktu pengamatan ke-i

N = pertambahan % kecambah normal setiap waktu pengamatan ke-i

4. Indeks Vigor (IV)

Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (first count ) dibagi dengan jumlah benih yang ditanam pada uji daya berkecambah. Indeks vigor dihitung dengan rumus :

IV % = ∑kecambah normal pada hitungan pertama

∑benih yang ditanam ×100% 5. Keserempakan Tumbuh (KST)

Keserempakan tumbuh benih diukur berdasarkan kecambah normal kuat pada hari antara hitungan pertama dan hitungan kedua (hari ke-7). Kecambah normal kuat adalah kecambah yang memiliki kinerja kuat diantara kecambah yang tumbuh normal. Keserempakan tumbuh dihitung dengan rumus :

KST (%) =

∑kecambah normal kuat hari ke-7

∑benih yang ditanam × 100% 6. T50

T50 merupakan pengukuran waktu untuk mencapai 50 % dari

perkecambahan total dihitung berdasarkan jumlah benih yang berkecambah setiap hari hingga mencapai 50 % dari total perkecambahan benih. Satuan yang digunakan adalah hari. Rumus perhitungan yang telah dimodifikasi oleh Ilyas (2005) :

T50 (hari) = ti +

n50% - ni

nj - ni

Keterangan :

ti = waktu atau hari batas bawah sebelum mencapai 50% total perkecambahan

n50% = jumlah kecambah 50% dari total perkecambahan

ni = jumlah kecambah batas bawah sebelum mencapai 50% total


(33)

nj = jumlah kecambah batas atas setelah mencapai 50% total perkecambahan

Viabilitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Benih kedelai yang telah dilapisi dan disimpan, kemudian diuji viabilitas CMA dengan uji perkecambahan spora. Pengujian tersebut dilakukan berdasarkan modifikasi metode Azcón-Aguilar et al. (1986). Benih kedelai yang sudah diberi perlakuan CMA diamati viabilitas sporanya sebanyak 20 butir setiap kemasan. Benih tersebut direndam dalam air untuk melepaskan spora dari benih. Spora CMA disterilisasi dengan dua tahap yaitu (1) sterilisasi spora di dalam larutan chloramine-T (2%) dan Tween 20 (0.05%) selama 2 menit, dan (2) sterilisasi spora di dalam larutan streptomycin (200 mg/L) dan gentamycin (100 ml/L) selama 10 menit. Larutan chloramine-T dan Tween 20 digunakan untuk sterilisasi permukaan spora, sedangkan streptomycin dan gentamycin untuk membunuh kuman bersifat gram positif maupun negatif.

Spora yang telah disterilisasi, kemudian diletakkan di atas media bacto agar dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu kamar (27-28°C) selama 16 hari. Pengamatan terhadap perkecambahan spora dilakukan selang 4 hari dan diukur panjang hifa yang tumbuh. Pengamatan untuk percobaan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop konfokal yang dilengkapi dengan software NIS-Elements pada pembesaran 40x (Khodijah, 2009).


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Simpan pada Suhu Kamar

Rekapitulasi hasil analisis ragam (uji F) pengaruh pelapisan benih, periode simpan dan interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan terhadap tolok ukur kadar air, viabilitas dan vigor benih kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pelapisan Benih, Periode Simpan, dan Interaksinya terhadap Tolok Ukur Kadar Air, Viabilitas, dan Vigor Benih Kedelai pada Suhu Kamar

Tolok Ukur Perlakuan dan Interaksinya

P T P x T

Kadar air * ** tn

Viabilitas :

Daya berkecambah tn ** tn

Vigor :

Kecepatan tumbuh * ** *

Indeks vigor * ** tn

Keserempakan tumbuh tn ** tn

T50 ** ** **

Keterangan: P (perlakuan pelapisan benih), T (periode simpan), * (berpengaruh nyata pada taraf 5 %), ** (berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %), tn (tidak berpengaruh nyata).

Rekapitulasi hasil analisis ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa faktor tunggal pelapisan benih memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor benih, serta berpengaruh sangat nyata terhadap T50. Faktor tunggal periode simpan memberikan pengaruh sangat nyata

terhadap semua tolok ukur. Interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh benih dan berpengaruh sangat nyata terhadap T50.

Hasil uji lanjut faktor perlakuan pelapisan benih dan periode simpan terhadap kadar air benih (Tabel 2) menunjukkan bahwa kadar air benih setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena kondisi ruang simpan selama penelitian memiliki suhu dan kelembaban udara (RH) yang berfluktuatif. Suhu dan RH rata-rata pada pagi hari berkisar


(35)

antara 27 - 28°C dengan RH 70-85%, sedangkan pada sore hari berkisar antara 28-29°C dengan RH 60-90%. Menurut Justice dan Bass (2002) benih bersifat higroskopis dan berkesetimbangan dengan suhu dan RH lingkungan di sekitarnya.

Tabel 2. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Kadar Air Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 8.8 9.4 9.6 9.7 9.7 11.4 11.1 9.9a Pelapisan benih

dengan CMA 8.8 9.7 9.3 9.2 9.2 10.5 9.9 9.5b Rata-rata 8.8b 9.5b 9.5b 9.4b 9.4b 10.9a 10.5a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 6.37 %.

Kadar air pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA lebih rendah dibandingkan kontrol setelah disimpan selama 6 bulan yaitu sebesar 9.5%. Hal ini diduga karena bahan pelapis gambut-gipsum yang digunakan pada penelitian mampu menahan masuknya uap air ke dalam benih. Yuningsih (2009) menyatakan bahwa perlakuan pelapisan benih buncis dengan Arabic gum 0.25 g/ml menunjukkan bahwa laju peningkatan kadar air selama penyimpanan 20 minggu nyata lebih lambat pada suhu kamar (27-31°C) dibandingkan dengan benih tanpa pelapis. Kadar air benih yang tinggi akan meningkatkan laju respirasi sehingga benih cepat kehilangan energi dan persediaan cadangan makanan untuk berkecambah. Daya berkecambah benih kedelai mengalami penurunan setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar.

Tabel 3. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 97.6 92.3 91.0 77.0 70.3 54.6 44.0 75.2 Pelapisan benih

dengan CMA 96.6 82.9 85.0 80.6 73.6 56.6 46.0 74.5 Rata-rata 97.1a 87.6b 88.0b 78.8c 72.0c 55.6d 45.0e

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 9.23 %.


(36)

Tabel 3 menunjukkan bahwa benih kedelai mampu mempertahankan viabilitas > 88% hingga periode simpan 2 bulan, kemudian menurun hingga daya berkecambah benih menjadi 45% pada akhir periode simpan. Hal ini diduga karena benih kedelai mengalami kemunduran (deteriorasi) seiring berjalannya waktu yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan penurunan pemunculan kecambah di lapang (field emergence). Faktor lain yang menyebabkan daya berkecambah benih rendah pada penelitian ini adalah benih terserang penyakit khususnya yang disebabkan oleh cendawan. Hal ini terlihat adanya cendawan pada jaringan benih yang muncul (aktif) bersamaan dengan munculnya kecambah. Hasil identifikasi Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman IPB menyatakan bahwa cendawan yang menginfeksi benih adalah cendawan gudang (Aspergillus niger) dan cendawan lapang (Fusarium sp.) (Gambar 6).

Gambar 6. Cendawan (A) Aspergillus niger dan (B) Fusarium sp. di bawah Mikroskop Cahaya Pembesaran 40 x 10

Cendawan gudang menimbulkan kerusakan terhadap benih sewaktu disimpan, sedangkan cendawan lapang menimbulkan kerusakan terhadap kecambah sewaktu benih ditanam sehingga menimbulkan gagalnya perkecambahan. Bramasto et al. (2009) menyatakan bahwa benih Swietenia

macrophylla yang diinokulasi cendawan Fusarium sp. dan Aspergillus sp.

menurunkan viabilitas benih dengan menghasilkan daya berkecambah yang lebih rendah dibandingkan benih yang tidak diinokulasi cendawan. Gejala benih terinfeksi cendawan gudang maupun lapang ditandai dengan terbentuknya


(37)

kumpulan spora berwarna hitam (Aspergillusniger) dan warna kuning (Fusarium sp.) pada benih (Gambar 7).

Gambar 7. Benih Kedelai Terinfeksi (A) Aspergillusniger dan (B) Fusarium sp.

Pada periode simpan 1 bulan benih sudah mulai terserang cendawan dan persentasenya semakin tinggi pada periode simpan 6 bulan yaitu sebesar 35% pada perlakuan kontrol dan 32% pada pelapisan benih dengan CMA (Tabel 4). Hal ini diduga karena tingginya suhu dan kelembaban ruang simpan kamar (27-29°C, 60-90% RH), serta kadar air benih yang mengalami peningkatan (Tabel 2). Selain itu, benih yang digunakan telah mengalami penyimpanan yang cukup lama (11 bulan) kemungkinan benih terinfeksi cendawan di ruang simpan atau cendawan terbawa benih sebelum simpan. Semakin lama waktu penyimpanan maka semakin tinggi perkembangan cendawan. Pakki dan Talanca (2006) menyatakan bahwa kontaminasi Aspergillus sp. dimulai dari infeksi di pertanaman dan terbawa ke tempat penyimpanan, kemudian menjadi sumber inokulum awal penyebab kontaminasi di gudang-gudang penyimpanan. Peluang perkembangan

Aspergillus sp. semakin besar apabila benih disimpan pada kadar air tinggi.

B A


(38)

Tabel 4. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan pada Suhu Kamar

Periode Simpan (bulan) Perlakuan benih

Kontrol Pelapisan benih dengan CMA

0 0 0

1 0 7.0

2 4.3 4.3

3 12.3 9.0

4 12.3 13.7

5 25.7 26.7

6 35.0 32.0

Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan salah satu tolok ukur vigor

kekuatan tumbuh. Tabel 5 menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh benih mengalami penurunan selama penyimpanan. Nilai kecepatan tumbuh benih tertinggi pada perlakuan kontrol sebelum disimpan yaitu sebesar 23.3 %/etmal. Pada periode simpan 1 dan 2 bulan kecepatan tumbuh benih pada perlakuan kontrol nyata lebih tinggi dibanding perlakuan pelapisan benih dengan CMA. Namun, pada periode simpan 3 bulan nilai kecepatan tumbuh pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA nyata lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan pada periode simpan 4 hingga 6 bulan tidak berbeda nyata antara kontrol dan pelapisan benih dengan CMA.

Tabel 5. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai (%/etmal) pada Suhu Kamar

Perlakuan benih Periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 23.3 a 20.7 abc 21.1 ab 17.7 c-f 16.0 f 11.0 g 7.9 g Pelapisan benih

dengan CMA 20.3 a-d 16.2 ef 17.1 def 19.4 b-e 16.2 ef 10.1 g 8.4 g

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 10.94%.

Kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor benih secara individual, meskipun kecepatan tumbuh diukur sebagai persentase bibit atau kecambah normal terhadap seluruh benih yang ditanam atau dikecambahkan untuk waktu yang ditentukan (Sadjad et al., 1999) . Pada benih yang memiliki KCT yang tinggi


(39)

Perlakuan seed coating pada umumnya meningkatkan kecepatan tumbuh benih, namun beberapa bahan kimia dan zat aditif yang digunakan ada yang bersifat fitotoksik terhadap tanaman. Setiyowati (2007) menyatakan bahwa perlakuan seed

coating dengan Benomil dan tepung curcuma harus hati-hati dalam

penggunaannya karena dapat menurunkan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih cabai.

Indeks vigor merupakan persentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah benih (Copeland dan McDonald, 2001). Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Tabel 6 menunjukkan bahwa indeks vigor benih kedelai mengalami penurunan dari semula 88.6% menjadi 74% setelah 1 bulan penyimpanan, hingga akhir periode simpan 6 bulan menjadi 18.1%. Nilai rata-rata indeks vigor benih yang dilapisi CMA (55.8%) lebih rendah dibandingkan kontrol (61.6%). Kekerasan bahan pelapis gipsum diduga dapat memperlambat munculnya kecambah.

Tabel 6. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 93.0 85.6 79.6 67.0 65.0 24.0 17.3 61.6a Pelapisan benih

dengan CMA 84.3 62.4 73.0 75.0 59.6 17.3 19.0 55.8b Rata-rata 88.6a 74.0b 76.3b 71.0bc 62.3c 20.6d 18.1d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 13.24 %.

Keserempakan tumbuh benih berkaitan dengan kemampuan kelompok benih dalam suatu lot memanfaatkan cadangan energi masing-masing benih untuk tumbuh menjadi kecambah atau bibit yang kuat secara serempak. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai keserempakan tumbuh benih pada awal penyimpanan sebesar 96%, kemudian mengalami penurunan pada periode simpan 1 bulan menjadi 86.4%. Nilai keserempakan tumbuh masih tinggi (> 85%) hingga periode simpan 2 bulan, kemudian menurun hingga 37.3% pada akhir penyimpanan. Menurunnya nilai keserempakan tumbuh mengindikasikan bahwa vigor benih telah mengalami penurunan.


(40)

Tabel 7. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai (%) pada Suhu Kamar

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 97.0 91.3 90.0 75.6 69.3 47.6 35.3 72.3 Pelapisan benih

dengan CMA 95.0 81.6 83.6 79.6 73.6 46.6 39.3 71.3 Rata-rata 96.0a 86.4b 86.8b 77.6c 71.5c 47.1d 37.3e

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 9.34 %.

Benih yang vigor, selain dituntut cepat tumbuh yang diukur dengan KCT

juga dituntut untuk tumbuh dengan serempak. Keserempakan ini menunjukkan kinerja yang homogen dalam pertumbuhan benih di lapang. Menurut Sadjad et al. (1999) homogenitas pertanaman diawali oleh keserempakan tumbuh bibit sehingga selain cepat tumbuh, benih yang vigor mampu tumbuh serempak. Sari (2009) menyatakan bahwa nilai keserempakan tumbuh formulasi coating Arabic gum + Tokoferol, Alginat + TD-L2, dan Alginat + Tokoferol pada benih kacang panjang nyata mengalami peningkatan hingga akhir periode simpan (12 minggu). Tingginya nilai keserempakan tumbuh menunjukkan bahwa benih masih memiliki viabilitas yang tinggi.

T50 merupakan waktu pemunculan kecambah mencapai 50% dari total

perkecambahan. Semakin rendah nilai T50 menunjukkan semakin tinggi kecepatan

tumbuh benih. Hasil uji lanjut interaksi pelapisan benih dan periode simpan terhadap T50 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap T50 Benih Kedelai (hari) pada Suhu Kamar

Perlakuan benih Periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 3.7 d 3.9 d 3.7 d 3.8 d 3.8 d 5.2 b 5.5 b Pelapisan benih

dengan CMA 4.3 c 4.7 c 4.5 c 3.6 d 3.8 d 5.9 a 5.3 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 5.08 %.


(41)

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol nyata menghasilkan benih dengan T50 lebih singkat dibanding perlakuan pelapisan benih dengan CMA

hingga periode simpan 2 bulan. Pada periode simpan 3 bulan perlakuan pelapisan benih dengan CMA mampu menurunkan 50% waktu pemunculan kecambah tersingkat sebesar 3.6 hari, namun pada periode berikutnya nilai T50 mengalami

peningkatan. Pada akhir periode simpan, tidak terdapat perbedaan nyata dalam T50

antara kontrol (5.5 hari) dan pelapisan benih (5.3 hari).

Uji viabilitas spora CMA spesies Glomus sp. dilakukan untuk mengetahui persentase perkecambahan spora setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar. Mathius et al. (2007) menyatakan bahwa perkecambahan spora berperan penting di dalam infeksi akar karena menghasilkan pertumbuhan hifa yang akan membantu akar tanaman menyerap hara, selain itu juga untuk perbanyakan CMA sendiri dan memperbanyak infeksi pada akar. Tabel 9 menyajikan data rata-rata persentase perkecambahan spora CMA yang dihitung setelah 16 hari inkubasi.

Tabel 9. Pengaruh Periode Simpan pada Suhu Kamar terhadap Persentase Perkecambahan Spora CMA

Periode simpan Persentase perkecambahan (%)

0 bulan 8.6 a (75.0)

1 bulan 8.3 a (70.8)

2 bulan 9.1 a (83.3)

3 bulan 9.1 a (83.3)

4 bulan 9.5 a (91.6)

5 bulan 8.4 a (70.8)

6 bulan 7.8 a (62.5)

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 13.01%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi.

Selama periode simpan 6 bulan pada suhu kamar terjadi penurunan persentase perkecambahan spora CMA meskipun tidak berbeda nyata dengan sebelum simpan. Penurunan persentase perkecambahan spora CMA diduga karena spora masih dorman. Dalpé et al. (2005) menyatakan bahwa perkecambahan spora

Glomus sp. membutuhkan waktu beberapa hari hingga 6 bulan untuk

berkecambah dengan rata-rata perkecambahan spora paling rendah sebesar 2-10%. Setelah spora CMA berkecambah, kemudian mengasosiasi akar tanaman. Menurut


(42)

Indriyanto (2008) asosiasi akan terjadi apabila CMA dan akar tanaman merupakan pasangan yang sesuai (compatible). Asosiasi CMA dengan akar tanaman membentuk jalinan interaksi yang komplek. Interaksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Menurut Rajapakse dan Miller (1992) kriteria persentase CMA mengkolonisasi akar tanaman yaitu sangat rendah (< 5%), rendah (6 – 25%), sedang (26 – 50%), tinggi (51 – 75%), dan sangat tinggi (> 75%).

B. Kondisi Simpan pada Suhu AC

Rekapitulasi hasil analisis ragam (Tabel 10) pengaruh pelapisan benih, periode simpan dan interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan terhadap kadar air, viabilitas dan vigor benih kedelai menunjukkan bahwa faktor tunggal pelapisan benih memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh dan berpengaruh sangat nyata terhadap T50. Faktor tunggal periode simpan

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur. Interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air dan T50.

Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pelapisan Benih, Periode Simpan, dan Interaksinya terhadap Tolok Ukur Kadar Air, Viabilitas, dan Vigor Benih Kedelai pada Suhu AC

Tolok Ukur Perlakuan dan Interaksinya

P T P x T

Kadar air tn ** **

Viabilitas :

Daya berkecambah tn ** tn

Vigor :

Kecepatan tumbuh * ** tn

Indeks vigor tn ** tn

Keserempakan tumbuh tn ** tn

T50 ** ** **

Keterangan: P (perlakuan pelapisan benih), T (periode simpan), * (berpengaruh nyata pada taraf 5 %), ** (berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %), tn (tidak berpengaruh nyata).


(43)

Kadar air benih merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya simpan benih. Hasil uji lanjut interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan terhadap kadar air benih dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Kadar Air Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 9.0 de 8.4 e 8.4 e 8.4 e 8.6 de 9.7 bc 10.7 a Pelapisan benih

dengan CMA 9.6 bc 9.2 cd 8.8 de 8.4 e 9.0 de 9.6 bc 9.9 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 3.56 %.

Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar air benih mengalami peningkatan setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu AC. Pada awal penyimpanan kadar air perlakuan pelapisan benih dengan CMA nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Hal ini diduga karena setelah pelapisan, proses pengeringan kurang sempurna sehingga kandungan air bahan pelapis benih belum menguap secara maksimal. Hal ini mengakibatkan kadar air awal perlakuan pelapisan benih dengan CMA menjadi lebih tinggi dibanding kontrol. Sari (2009) menyatakan bahwa dibutuhkan pengeringan yang cukup lama untuk menguapkan air dari bahan

coating, sehingga dihasilkan bahan coating dengan kadar air lebih rendah

dibandingkan tanpa coating. Pada periode simpan 6 bulan kadar air perlakuan pelapisan benih dengan CMA nyata lebih rendah dibanding kontrol. Hal ini diduga karena bahan pelapis yang mampu mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan. Kadar air erat hubungannya dengan viabilitas benih. Kadar air yang konstan selama penyimpanan mampu menjaga viabilitas benih. Hal ini terlihat dari viabilitas benih yang diukur dengan nilai daya berkecambah benih pada Tabel 12.


(44)

Tabel 12. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 95.7 97.3 88.3 85.0 81.6 67.0 51.6 80.9 Pelapisan benih

dengan CMA 96.3 80.7 91.1 87.3 89.0 65.0 49.6 79.8 Rata-rata 96.0a 89.0a 89.7a 86.1a 85.3a 66.0b 50.6c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 12.06 %.

Tabel 12 menunjukkan bahwa daya berkecambah benih kedelai masih tinggi (> 85%) hingga periode simpan 4 bulan, kemudian menurun hingga akhir periode simpan menjadi 50.6%. Penurunan daya berkecambah benih dari sebelum simpan hingga periode simpan 4 bulan tidak berbeda nyata, namun nyata pada periode simpan 5 dan 6 bulan. Hal ini diduga karena adanya peningkatan kadar air benih. Menurut kaidah Harrington setiap peningkatan kadar air sebesar 1%, daya simpan benih turun setengahnya (pada kisaran kadar air 5-14%). Kadar air yang tinggi akan meningkatkan laju respirasi benih sehingga mempercepat kemunduran benih. Benih ortodoks yang disimpan pada suhu rendah mampu mempertahankan viabilitas lebih lama. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi. Purwanti (2004) menyatakan bahwa benih kedelai varietas Wilis yang disimpan pada kemasan plastik maupun kaleng selama 6 bulan dengan suhu rendah (21-23°C) dapat mempertahankan daya tumbuh (> 80%), vigor dan pertumbuhan bibit yang tinggi.

Viabilitas benih mengalami penurunan selama penyimpanan 6 bulan, hal ini disebabkan benih telah mengalami kemunduran dan adanya cendawan yang menyerang benih. Pada periode simpan 1 bulan perlakuan pelapisan benih dengan CMA mulai terserang cendawan sebesar 8%, kemudian meningkat hingga akhir periode simpan 6 bulan menjadi 29%. Akan tetapi, perlakuan kontrol mulai terserang cendawan pada periode simpan 2 bulan, kemudian meningkat hingga akhir periode simpan menjadi 28% (Tabel 13). Pada umumnya cendawan atau patogen yang terdapat pada benih dapat terbawa dalam tiga cara yaitu patogen terbawa secara internal dan berada didalam jaringan struktur perbanyakan tanaman seperti benih (embrio ,endosperma atau kulit benih), patogen menempel


(45)

pada permukaan benih, dan patogen secara terpisah terbawa biji (berada dalam sisa tanaman, butiran tanah atau dalam bentuk struktur tertentu) (Soekarno, 2003).

Tabel 13. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan pada Suhu AC Periode Simpan

(bulan)

Perlakuan benih

Kontrol Pelapisan benih dengan CMA

0 0 0

1 0 8.0

2 5.3 3.0

3 12.7 7.7

4 10.3 2.7

5 22.3 17.7

6 28.0 29.0

Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan pelapisan benih dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh benih (Tabel 14) menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan hingga periode simpan 4 bulan nilai kecepatan tumbuh benih cenderung konstan, namun pada bulan berikutnya mengalami penurunan hingga akhir periode simpan. Penurunan nilai kecepatan tumbuh pada benih menunjukkan bahwa benih telah mengalami kemunduran. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa benih yang mundur dapat diamati dari penampilan kecambah, yaitu terlambatnya perkecambahan benih.

Tabel 14. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai (%/etmal) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 21.2 23.5 20.9 20.6 20.0 14.7 10.5 18.8 a Pelapisan benih

dengan CMA 20.2 15.5 19.2 20.9 21.1 13.0 9.9 17.1 b Rata-rata 20.7a 19.5a 20.1a 20.8a 20.5a 13.9b 10.2c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 13.64 %.

Benih kedelai yang dilapisi CMA menghasilkan nilai kecepatan tumbuh (17.1%/etmal) yang lebih rendah dibanding kontrol (18.8%/etmal). Rendahnya nilai kecepatan tumbuh pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA diduga


(46)

karena bahan pelapis (gambut-gipsum) yang melapisi benih tidak larut sempurna ketika terkena air, sehingga menghambat proses perkecambahan, terutama proses pemunculan plumula. Hal ini disebabkan oleh butiran granul yang terlalu keras. Oleh karena itu, ketika benih telah terlapisi oleh bahan pelapis gambut-gipsum (50 : 50) sebaiknya tidak dilakukan pelapisan kembali dengan gipsum.

Indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor. Tabel 15 menunjukkan bahwa selama penyimpanan nilai indeks vigor mengalami penurunan dari semula 85.3% menjadi 24.8% hingga akhir periode simpan (6 bulan). Penurunan nilai indeks vigor disebabkan oleh benih yang telah mengalami kemunduran selama penyimpanan.

Tabel 15. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih

Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 87.3 90.3 80.7 81.7 77.7 40.3 23.6 68.8 Pelapisan benih

dengan CMA 83.3 52.0 83.9 79.3 79.3 39.0 26.0 63.2 Rata-rata 85.3

a 71.1 a 82.3 a 80.5 a 78.5

a 39.6b 24.8c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 17.69 %.

Laju kemunduran benih dapat dihambat dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh selama penyimpanan seperti suhu dan kelembaban meskipun kemunduran kronologis tetap berlangsung. Menurut Tatipata et al. (2004) benih kedelai cepat mengalami kemunduran dalam penyimpanan karena kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum simpan. Faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab tingginya laju penurunan viabilitas benih kedelai selama penyimpanan adalah benih kedelai yang disimpan memiliki vigor awal yang rendah, benih disimpan atau dikemas pada kadar air yang tinggi, kondisi penyimpanan yang lembab dan panas, dan kerusakan benih oleh hama, penyakit terbawa benih dan kerusakan benih secara mekanis.


(47)

Tabel 16 menunjukkan bahwa keserempakan tumbuh benih selama penyimpanan mengalami penurunan dari semula 95.1% hingga akhir periode simpan menjadi 43.6%. Penurunan nilai keserempakan tumbuh tidak berbeda

nyata hingga periode simpan 4 bulan, sedangkan pada periode simpan 5 dan 6 bulan penurunannya nyata. Hal ini diduga karena terjadinya peningkatan

kadar air benih (lihat Tabel 11) yang dapat meningkatkan laju respirasi benih sehingga mempercepat kemunduran benih.

Tabel 16. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 95.3 97.0 87.6 84.3 81.6 61.6 43.6 78.7 Pelapisan benih

dengan CMA 95.0 78.6 90.1 86.0 87.3 55.0 43.6 76.5 Rata-rata 95.1a 87.8a 88.9a 85.1a 84.5a 58.3b 43.6c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 12.99 %.

Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka benih mengalami kemunduran. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya keserempakan tumbuh benih. Benih ortodoks akan menurun vigornya akibat suhu dan kelembaban yang tidak menunjang (Sadjad et al., 1999).

Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan pelapisan benih dan periode simpan terhadap tolok ukur T50 dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap T50 Benih Kedelai (hari) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 4.1 d 3.6 e 3.6 e 3.6 e 3.6 e 4.3 cd 5.4 a Pelapisan benih

dengan CMA 4.3 cd 4.7 bc 4.4 cd 3.6 e 3.6 e 4.7 bc 5.0 ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata


(48)

Tabel 17 menunjukkan bahwa secara umum perlakuan kontrol menghasilkan benih dengan T50 lebih singkat dibanding perlakuan pelapisan benih

dengan CMA hingga periode simpan 5 bulan, tetapi tidak berbeda nyata pada akhir periode simpan. Nilai T50 yang rendah mengindikasikan kecepatan benih

untuk berkecambah lebih tinggi. Bahan pelapis yang terlalu keras diduga menghambat proses perkecambahan benih.

Munculnya hifa dari spora CMA merupakan tanda bahwa spora CMA telah berkecambah. Tabel 18 menyajikan data rata-rata persentase perkecambahan spora CMA yang dihitung setelah 16 hari inkubasi. Selama penyimpanan 6 bulan terjadi peningkatan persentase perkecambahan walaupun tidak berbeda nyata dengan sebelum simpan. Hal ini menunjukkan bahwa viabilitas spora CMA dapat dipertahankan selama penyimpanan 6 bulan. Adanya bahan perekat tapioka dan pelapis gambut-gipsum pada aplikasi pelapisan benih diduga memberikan tambahan nutrisi bagi perkecambahan spora CMA selama penyimpanan.

Tabel 18. Pengaruh Periode Simpan pada Suhu AC terhadap Persentase Perkecambahan Spora CMA

Periode simpan Persentase perkecambahan (%)

0 bulan 2.4 a (50.2)

1 bulan 3.0 a (75.0)

2 bulan 2.9 a (66.6)

3 bulan 3.1 a (83.3)

4 bulan 3.0 a (75.0)

5 bulan 3.0 a (79.1)

6 bulan 2.9 a (62.5)

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 13.97%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi.

Komposisi kimia pati tapioka (per 100 gram bahan) adalah energi 307 kalori, kadar air 9.1%, karbohidrat 88.2%, protein 1.1%, lemak 0.5%, fosfor 125 mg, kalsium 84 mg, dan besi 1 mg (Yengkokpam et al., 2007), sedangkan bahan pelapis gambut-gipsum memberikan tambahan hara mineral berupa karbon (C), kalsium (Ca), dan sulfat (SO4) bagi CMA. Inokulum CMA dengan bahan

pembawa (carrier) zeolit dapat disimpan selama 12-18 bulan dan tetap infektif terhadap perakaran inang (Ditjenbun, 2010). Nasahi (2010) menyatakan bahwa


(49)

populasi inokulan mikoriza yang akan digunakan harus tinggi mengandung > 50 spora/gram carrier dan viabilitas spora tetap tinggi pada saat diaplikasikan.


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Benih kedelai yang disimpan pada suhu kamar mampu mempertahankan viabilitas > 88 % hingga periode simpan 2 bulan, sedangkan pada suhu AC > 85% hingga periode simpan 4 bulan. Benih yang dilapisi dengan CMA memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding kontrol baik yang disimpan pada suhu kamar maupun AC. Akan tetapi, perlakuan kontrol menunjukkan vigor benih yang lebih baik pada tolok ukur KCT, IV, KST, dan T50 baik pada ruang simpan AC maupun

kamar. Perlakuan pelapisan benih kedelai dengan CMA dapat mempertahankan viabilitas benih dan CMA selama penyimpanan 6 bulan baik pada suhu kamar maupun AC.

Saran

Benih yang digunakan seharusnya yang baru dipanen sehingga tidak mengalami penyimpanan terlalu lama. Sebaiknya benih yang telah terlapisi oleh bahan pelapis gambut-gipsum (50 : 50) tidak dilakukan pelapisan kembali dengan gipsum.


(1)

Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai pada Suhu Kamar

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 34.6052 17.3026 0.29 0.7538

Pelapisan benih (P) 1 359.096 359.096 5.93 0.0221 Periode simpan (T) 6 28187.7 4697.96 77.58 0.0001

Interaksi P x T 6 841.952 140.325 2.32 0.0632

Galat 26 1574.52 60.5584

Total terkoreksi 41 30997.9

KK 13.24 %

Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu Kamar

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 0.59606 0.29803 0.01 0.9934 Pelapisan benih (P) 1 9.60493 9.60493 0.21 0.6483 Periode simpan (T) 6 17139.32 2856.55 63.33 0.0001 Interaksi P x T 6 275.2179 45.8696 1.02 0.4361

Galat 26 1172.685 45.1032

Total terkoreksi 41 18597.42

KK 9.34 %

Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap T50 Benih Kedelai pada Suhu Kamar

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 0.073 0.0365 0.72 0.4962

Pelapisan benih (P) 1 1.368 1.3688 26.94 0.0001 Periode simpan (T) 6 20.52 3.4204 67.31 0.0001 Interaksi P x T 6 1.906 0.31774 6.25 0.0004

Galat 26 1.321 0.0508

Total terkoreksi 41 25.19


(2)

46 Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan pada Suhu Kamar terhadap

Persentase Perkecambahan Spora CMA

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 0.8548 0.4274 0.33 0.7244

Periode simpan (T) 6 6.4563 1.0760 0.83 0.5663

Galat 12 15.481 1.2901

Total terkoreksi 20 22.793

KK 13.01 %

Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Kadar Air Benih Kedelai pada Suhu AC

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 0.5983 0.2991 2.83 0.0774

Pelapisan benih (P) 1 0.3640 0.3640 3.44 0.0749 Periode simpan (T) 6 16.732 2.7887 26.37 0.0001

Interaksi P x T 6 2.5966 0.4328 4.09 0.0015

Galat 26 2.7499 0.1058

Total terkoreksi 41 23.041

KK 3.56 %

Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai pada Suhu AC

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 25.0357 12.5178 0.13 0.8761

Pelapisan benih (P) 1 12.0229 12.0229 0.13 0.7238 Periode simpan (T) 6 9323.11 1553.85 16.50 0.0001

Interaksi P x T 6 518.266 86.3777 0.92 0.4985

Galat 26 2448.74 94.1826

Total terkoreksi 41 12327.1


(3)

Lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu AC

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 4.5564 2.2782 0.38 0.6887

Pelapisan benih (P) 1 28.580 28.580 4.75 0.0386 Periode simpan (T) 6 633.23 105.53 17.52 0.0001

Interaksi P x T 6 80.116 13.352 2.22 0.0735

Galat 26 156.58 6.0224

Total terkoreksi 41 903.07

KK 13.64 %

Lampiran 11. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai pada Suhu AC

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 8.48143 4.2407 0.03 0.9695

Pelapisan benih (P) 1 321.595 321.59 2.35 0.1370 Periode simpan (T) 6 20524.1 3420.6 25.05 0.0001 Interaksi P x T 6 1945.68 324.28 2.37 0.0580

Galat 26 3550.79 136.56

Total terkoreksi 41 26350.6

KK 17.69 %

Lampiran 12. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu AC

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 58.0966 29.048 0.29 0.7542

Pelapisan benih (P) 1 51.4188 51.418 0.50 0.4838 Periode simpan (T) 6 13014.0 2169.0 21.29 0.0001

Interaksi P x T 6 581.361 96.893 0.95 0.4766

Galat 26 2648.74 2648.7

Total terkoreksi 41 16353.6


(4)

48 Lampiran 13. Sidik Ragam Pengaruh Pelapisan Benih dan Periode Simpan

terhadap T50 Benih Kedelai pada AC

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 0.0041 0.002 0.03 0.9717

Pelapisan benih (P) 1 0.8020 0.802 11.02 0.0027 Periode simpan (T) 6 11.431 1.905 26.19 0.0001

Interaksi P x T 6 2.3378 0.389 5.36 0.0010

Galat 26 1.8917 0.072

Total terkoreksi 41 16.467

KK 6.37 %

Lampiran 14. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan pada Suhu AC terhadap Persentase Perkecambahan Spora CMA

Sumber Keragaman DB JK KT F hitung Pr > F

Ulangan 2 0.5034 0.2517 1.51 0.2601

Periode simpan (T) 6 0.9022 0.1503 0.90 0.5244

Galat 12 2.0005 0.1667

Total terkoreksi 20 3.4061


(5)

RINGKASAN

RADEN ENEN RINDI MANGGUNG. Evaluasi Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) yang diberi Perlakuan Pelapisan Benih dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula. (Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan YENNI BAKHTIAR).

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan pelapisan benih (seed coating) dengan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, serta viabilitas CMA setelah mengalami penyimpanan pada suhu kamar dan suhu AC. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan suhu ruang simpan yang berbeda yaitu suhu kamar (27-29°C) dan suhu AC (17-18°C). Kedua percobaan menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas dua faktor, yaitu faktor pertama adalah perlakuan pelapisan benih (P) terdiri atas dua taraf yaitu, tanpa pelapisan (kontrol) dan pelapisan benih dengan CMA (Khodijah, 2009), sedangkan faktor kedua adalah periode simpan (T) terdiri atas tujuh taraf yaitu, 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan. Bahan pelapis yang digunakan pada pelapisan benih dengan CMA berupa gambut dan gipsum dengan perbandingan 50 : 50, sedangkan bahan perekat yang digunakan berupa tapioka 5 % (b/v). Proses pelapisan dilakukan dengan menggunakan modifikasi drum granulator. Benih yang telah dilapisi dikering-anginkan selama 7 hari, kemudian dikemas menggunakan plastik Polypropylene (PP) dengan ketebalan 0.8 mm dan disimpan pada masing-masing suhu ruang simpan (kamar dan AC).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada suhu kamar, benih kedelai mampu mempertahankan viabilitas ≥ 88% hingga periode simpan 2 bulan, kemudian menurun hingga daya berkecambah benih menjadi 45% pada akhir periode simpan (6 bulan). Pada kondisi suhu AC, benih kedelai mampu mempertahankan viabilitas > 85% hingga periode simpan 4 bulan, kemudian


(6)

menurun hingga daya berkecambah benih menjadi 50.6% pada periode simpan 6 bulan. Perlakuan kontrol menunjukkan vigor benih yang lebih baik pada tolok ukur KCT, IV, KST danT50 baik yang disimpan pada suhu kamar maupun AC. Laju

peningkatan kadar air selama penyimpanan 6 bulan pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA lebih lambat dibandingkan kontrol pada ruang simpan kamar, sedangkan pada kondisi ruang AC setelah disimpan 6 bulan kadar air benih yang dilapisi CMA lebih rendah dibandingkan kontrol. Perlakuan pelapisan benih kedelai dengan CMA dapat mempertahankan viabilitas benih dan CMA selama penyimpanan 6 bulan baik pada suhu kamar maupun AC.