20
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Simpan pada Suhu Kamar
Rekapitulasi hasil analisis ragam uji F pengaruh pelapisan benih, periode simpan dan interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan terhadap tolok
ukur kadar air, viabilitas dan vigor benih kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pelapisan Benih, Periode
Simpan, dan Interaksinya terhadap Tolok Ukur Kadar Air, Viabilitas, dan Vigor Benih Kedelai pada Suhu Kamar
Tolok Ukur Perlakuan dan Interaksinya
P T
P x T Kadar air
tn Viabilitas :
Daya berkecambah tn
tn Vigor :
Kecepatan tumbuh Indeks vigor
tn Keserempakan tumbuh
tn tn
T
50
Keterangan: P perlakuan pelapisan benih, T periode simpan, berpengaruh nyata pada taraf 5 , berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 , tn tidak berpengaruh nyata.
Rekapitulasi hasil analisis ragam Tabel 1 menunjukkan bahwa faktor tunggal pelapisan benih memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air,
kecepatan tumbuh, dan indeks vigor benih, serta berpengaruh sangat nyata terhadap T
50
. Faktor tunggal periode simpan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur. Interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan
memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh benih dan berpengaruh sangat nyata terhadap T
50
. Hasil uji lanjut faktor perlakuan pelapisan benih dan periode simpan
terhadap kadar air benih Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air benih setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar mengalami peningkatan. Hal ini diduga
karena kondisi ruang simpan selama penelitian memiliki suhu dan kelembaban udara RH yang berfluktuatif. Suhu dan RH rata-rata pada pagi hari berkisar
21 antara 27 - 28°C dengan RH 70-85, sedangkan pada sore hari berkisar antara
28-29°C dengan RH 60-90. Menurut Justice dan Bass 2002 benih bersifat higroskopis dan berkesetimbangan dengan suhu dan RH lingkungan di sekitarnya.
Tabel 2. Pengaruh Pelapisan Benih P dan Periode Simpan T terhadap Kadar Air Benih Kedelai pada Suhu Kamar
Perlakuan benih Periode simpan bulan
Rata-rata 1
2 3
4 5
6 Kontrol
8.8 9.4
9.6 9.7
9.7 11.4
11.1 9.9a
Pelapisan benih dengan CMA
8.8 9.7
9.3 9.2
9.2 10.5
9.9 9.5b
Rata-rata 8.8b 9.5b 9.5b 9.4b 9.4b 10.9a 10.5a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 6.37 .
Kadar air pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA lebih rendah dibandingkan kontrol setelah disimpan selama 6 bulan yaitu sebesar 9.5. Hal ini
diduga karena bahan pelapis gambut-gipsum yang digunakan pada penelitian mampu menahan masuknya uap air ke dalam benih. Yuningsih 2009
menyatakan bahwa perlakuan pelapisan benih buncis dengan Arabic gum 0.25 gml menunjukkan bahwa laju peningkatan kadar air selama penyimpanan
20 minggu nyata lebih lambat pada suhu kamar 27-31°C dibandingkan dengan benih tanpa pelapis. Kadar air benih yang tinggi akan meningkatkan laju respirasi
sehingga benih cepat kehilangan energi dan persediaan cadangan makanan untuk berkecambah. Daya berkecambah benih kedelai mengalami penurunan setelah
disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar.
Tabel 3. Pengaruh Pelapisan Benih P dan Periode Simpan T terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai pada Suhu Kamar
Perlakuan benih Periode simpan bulan
Rata-rata 1
2 3
4 5
6 Kontrol
97.6 92.3
91.0 77.0
70.3 54.6
44.0 75.2
Pelapisan benih dengan CMA
96.6 82.9
85.0 80.6
73.6 56.6
46.0 74.5
Rata-rata 97.1a 87.6b 88.0b 78.8c 72.0c 55.6d 45.0e
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 9.23 .
22 Tabel 3 menunjukkan bahwa benih kedelai mampu mempertahankan
viabilitas 88 hingga periode simpan 2 bulan, kemudian menurun hingga daya berkecambah benih menjadi 45 pada akhir periode simpan. Hal ini diduga
karena benih kedelai mengalami kemunduran deteriorasi seiring berjalannya waktu yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan
penurunan pemunculan kecambah di lapang field emergence. Faktor lain yang menyebabkan daya berkecambah benih rendah pada penelitian ini adalah benih
terserang penyakit khususnya yang disebabkan oleh cendawan. Hal ini terlihat adanya cendawan pada jaringan benih yang muncul aktif bersamaan dengan
munculnya kecambah. Hasil identifikasi Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman IPB menyatakan bahwa cendawan yang menginfeksi benih adalah
cendawan gudang Aspergillus niger dan cendawan lapang Fusarium sp. Gambar 6.
Gambar 6. Cendawan A Aspergillus niger dan B Fusarium sp. di bawah Mikroskop Cahaya Pembesaran 40 x 10
Cendawan gudang menimbulkan kerusakan terhadap benih sewaktu disimpan, sedangkan cendawan lapang menimbulkan kerusakan terhadap
kecambah sewaktu
benih ditanam
sehingga menimbulkan
gagalnya perkecambahan. Bramasto et al. 2009 menyatakan bahwa benih Swietenia
macrophylla yang diinokulasi cendawan Fusarium sp. dan Aspergillus sp.
menurunkan viabilitas benih dengan menghasilkan daya berkecambah yang lebih rendah dibandingkan benih yang tidak diinokulasi cendawan. Gejala benih
terinfeksi cendawan gudang maupun lapang ditandai dengan terbentuknya
A B
23 kumpulan spora berwarna hitam Aspergillus niger dan warna kuning Fusarium
sp. pada benih Gambar 7.
Gambar 7. Benih Kedelai Terinfeksi A Aspergillus niger dan B Fusarium sp. Pada periode simpan 1 bulan benih sudah mulai terserang cendawan dan
persentasenya semakin tinggi pada periode simpan 6 bulan yaitu sebesar 35 pada perlakuan kontrol dan 32 pada pelapisan benih dengan CMA Tabel 4.
Hal ini diduga karena tingginya suhu dan kelembaban ruang simpan kamar 27-29°C, 60-90 RH, serta kadar air benih yang mengalami peningkatan
Tabel 2. Selain itu, benih yang digunakan telah mengalami penyimpanan yang cukup lama 11 bulan kemungkinan benih terinfeksi cendawan di ruang simpan
atau cendawan terbawa benih sebelum simpan. Semakin lama waktu penyimpanan maka semakin tinggi perkembangan cendawan. Pakki dan Talanca 2006
menyatakan bahwa kontaminasi Aspergillus sp. dimulai dari infeksi di pertanaman dan terbawa ke tempat penyimpanan, kemudian menjadi sumber inokulum awal
penyebab kontaminasi di gudang-gudang penyimpanan. Peluang perkembangan Aspergillus
sp. semakin besar apabila benih disimpan pada kadar air tinggi.
B A
24 Tabel 4. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan pada Suhu Kamar
Periode Simpan bulan Perlakuan benih
Kontrol Pelapisan benih dengan CMA
1 7.0
2 4.3
4.3 3
12.3 9.0
4 12.3
13.7 5
25.7 26.7
6 35.0
32.0 Kecepatan tumbuh K
CT
merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Tabel 5 menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh benih
mengalami penurunan selama penyimpanan. Nilai kecepatan tumbuh benih tertinggi pada perlakuan kontrol sebelum disimpan yaitu sebesar 23.3 etmal.
Pada periode simpan 1 dan 2 bulan kecepatan tumbuh benih pada perlakuan kontrol nyata lebih tinggi dibanding perlakuan pelapisan benih dengan CMA.
Namun, pada periode simpan 3 bulan nilai kecepatan tumbuh pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA nyata lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan
pada periode simpan 4 hingga 6 bulan tidak berbeda nyata antara kontrol dan pelapisan benih dengan CMA.
Tabel 5. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih P dan Periode Simpan T terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai etmal pada Suhu Kamar
Perlakuan benih Periode simpan bulan
1 2
3 4
5 6
Kontrol 23.3 a
20.7 abc 21.1 ab 17.7 c-f
16.0 f 11.0 g 7.9 g
Pelapisan benih dengan CMA
20.3 a-d 16.2 ef
17.1 def 19.4 b-e 16.2 ef 10.1 g 8.4 g
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 10.94.
Kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor benih secara individual, meskipun kecepatan tumbuh diukur sebagai persentase bibit atau kecambah
normal terhadap seluruh benih yang ditanam atau dikecambahkan untuk waktu yang ditentukan Sadjad et al., 1999 . Pada benih yang memiliki K
CT
yang tinggi akan menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi.
25 Perlakuan seed coating pada umumnya meningkatkan kecepatan tumbuh benih,
namun beberapa bahan kimia dan zat aditif yang digunakan ada yang bersifat fitotoksik terhadap tanaman. Setiyowati 2007 menyatakan bahwa perlakuan seed
coating dengan Benomil dan tepung curcuma harus hati-hati dalam
penggunaannya karena dapat menurunkan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih cabai.
Indeks vigor merupakan persentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah benih Copeland dan McDonald, 2001.
Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Tabel 6 menunjukkan bahwa indeks vigor benih kedelai mengalami penurunan dari
semula 88.6 menjadi 74 setelah 1 bulan penyimpanan, hingga akhir periode simpan 6 bulan menjadi 18.1. Nilai rata-rata indeks vigor benih yang dilapisi
CMA 55.8 lebih rendah dibandingkan kontrol 61.6. Kekerasan bahan pelapis gipsum diduga dapat memperlambat munculnya kecambah.
Tabel 6. Pengaruh Pelapisan Benih P dan Periode Simpan T terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai pada Suhu Kamar
Perlakuan benih Periode simpan bulan
Rata-rata 1
2 3
4 5
6 Kontrol
93.0 85.6
79.6 67.0
65.0 24.0
17.3 61.6a
Pelapisan benih dengan CMA
84.3 62.4
73.0 75.0
59.6 17.3
19.0 55.8b
Rata-rata 88.6a 74.0b 76.3b 71.0bc 62.3c 20.6d 18.1d
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 13.24 .
Keserempakan tumbuh benih berkaitan dengan kemampuan kelompok benih dalam suatu lot memanfaatkan cadangan energi masing-masing benih untuk
tumbuh menjadi kecambah atau bibit yang kuat secara serempak. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai keserempakan tumbuh benih pada awal penyimpanan
sebesar 96, kemudian mengalami penurunan pada periode simpan 1 bulan menjadi 86.4. Nilai keserempakan tumbuh masih tinggi 85 hingga periode
simpan 2 bulan, kemudian menurun hingga 37.3 pada akhir penyimpanan. Menurunnya nilai keserempakan tumbuh mengindikasikan bahwa vigor benih
telah mengalami penurunan.
26 Tabel 7. Pengaruh Pelapisan Benih P dan Periode Simpan T terhadap
Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai pada Suhu Kamar Perlakuan benih
Periode simpan bulan Rata-rata
1 2
3 4
5 6
Kontrol 97.0
91.3 90.0
75.6 69.3
47.6 35.3
72.3 Pelapisan benih
dengan CMA 95.0
81.6 83.6
79.6 73.6
46.6 39.3
71.3 Rata-rata
96.0a 86.4b 86.8b 77.6c 71.5c 47.1d 37.3e
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 9.34 .
Benih yang vigor, selain dituntut cepat tumbuh yang diukur dengan K
CT
juga dituntut untuk tumbuh dengan serempak. Keserempakan ini menunjukkan kinerja yang homogen dalam pertumbuhan benih di lapang. Menurut Sadjad et al.
1999 homogenitas pertanaman diawali oleh keserempakan tumbuh bibit sehingga selain cepat tumbuh, benih yang vigor mampu tumbuh serempak. Sari
2009 menyatakan bahwa nilai keserempakan tumbuh formulasi coating Arabic gum
+ Tokoferol, Alginat + TD-L2, dan Alginat + Tokoferol pada benih kacang panjang nyata mengalami peningkatan hingga akhir periode simpan 12 minggu.
Tingginya nilai keserempakan tumbuh menunjukkan bahwa benih masih memiliki viabilitas yang tinggi.
T
50
merupakan waktu pemunculan kecambah mencapai 50 dari total perkecambahan. Semakin rendah nilai T
50
menunjukkan semakin tinggi kecepatan tumbuh benih. Hasil uji lanjut interaksi pelapisan benih dan periode simpan
terhadap T
50
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih P dan Periode Simpan T terhadap T
50
Benih Kedelai hari pada Suhu Kamar Perlakuan benih
Periode simpan bulan 1
2 3
4 5
6 Kontrol
3.7 d 3.9 d
3.7 d 3.8 d
3.8 d 5.2 b
5.5 b Pelapisan benih
dengan CMA 4.3 c
4.7 c 4.5 c
3.6 d 3.8 d
5.9 a 5.3 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 5.08 .
27 Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol nyata menghasilkan benih
dengan T
50
lebih singkat dibanding perlakuan pelapisan benih dengan CMA hingga periode simpan 2 bulan. Pada periode simpan 3 bulan perlakuan pelapisan
benih dengan CMA mampu menurunkan 50 waktu pemunculan kecambah tersingkat sebesar 3.6 hari, namun pada periode berikutnya nilai T
50
mengalami peningkatan. Pada akhir periode simpan, tidak terdapat perbedaan nyata dalam T
50
antara kontrol 5.5 hari dan pelapisan benih 5.3 hari. Uji viabilitas spora CMA spesies Glomus sp. dilakukan untuk mengetahui
persentase perkecambahan spora setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar. Mathius et al. 2007 menyatakan bahwa perkecambahan spora berperan
penting di dalam infeksi akar karena menghasilkan pertumbuhan hifa yang akan membantu akar tanaman menyerap hara, selain itu juga untuk perbanyakan CMA
sendiri dan memperbanyak infeksi pada akar. Tabel 9 menyajikan data rata-rata persentase perkecambahan spora CMA yang dihitung setelah 16 hari inkubasi.
Tabel 9. Pengaruh Periode Simpan pada Suhu Kamar terhadap Persentase Perkecambahan Spora CMA
Periode simpan Persentase perkecambahan
0 bulan 8.6 a 75.0
1 bulan 8.3 a 70.8
2 bulan 9.1 a 83.3
3 bulan 9.1 a 83.3
4 bulan 9.5 a 91.6
5 bulan 8.4 a 70.8
6 bulan 7.8 a 62.5
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 dengan KK = 13.01.
Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √x+0.5. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi.
Selama periode simpan 6 bulan pada suhu kamar terjadi penurunan persentase perkecambahan spora CMA meskipun tidak berbeda nyata dengan
sebelum simpan. Penurunan persentase perkecambahan spora CMA diduga karena spora masih dorman. Dalpé et al. 2005 menyatakan bahwa perkecambahan spora
Glomus sp. membutuhkan waktu beberapa hari hingga 6 bulan untuk
berkecambah dengan rata-rata perkecambahan spora paling rendah sebesar 2-10. Setelah spora CMA berkecambah, kemudian mengasosiasi akar tanaman. Menurut
28 Indriyanto 2008 asosiasi akan terjadi apabila CMA dan akar tanaman merupakan
pasangan yang sesuai compatible. Asosiasi CMA dengan akar tanaman membentuk jalinan interaksi yang komplek. Interaksi ini antara lain berupa
pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Menurut Rajapakse dan Miller 1992 kriteria persentase CMA mengkolonisasi akar
tanaman yaitu sangat rendah 5, rendah 6 – 25, sedang 26 – 50, tinggi 51 – 75, dan sangat tinggi 75.
B. Kondisi Simpan pada Suhu AC