Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Unggul Padi Sawah (Oryza Sativa L) Terhadap Berbagai Tingkat Genangan Air Pada Berbagai Jarak Tanam

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI EMPAT VARIETAS UNGGUL PADI

SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP BERBAGAI TINGKAT GENANGAN AIR

PADA BERBAGAI JARAK TANAM

DISERTASI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor Dalam Program Studi

Agronomi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SESBANY

048104002

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Telah di Uji pada:

Tanggal 31 Maret 2009

Panitia penguji Disertasi

Promotor

: Prof. Dr. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA

Co-Promotor : Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc

Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc

Penguji

: Prof. Dr. Ir. J. M. Sitanggang, M.Sc


(3)

JUDUL PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI EMP AT VARIET AS UNGGUL PADI SAW AH (Oryza sativa L) TERHADAP BERBAGAI TINGKAT GENANGAN AIR PADA BERBAGAI JARAKTANAM

Nama SESBANY

NomorPokok 48104002/ AGR Program Studi AGRONOMI

c::o;

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli 1.Damanik, MSc) Co- Promotor

. Hanafiah Oeliem, ljAA) Promotor

(Prof Dr. Jr. T. Chairun Nisa B, MSc) Co-Promotor

SEKOLAHPASCASARJANA

UNIVERSIT AS SUMATERA UT ARA MEDAN


(4)

ABSTRAK

SESBANY.

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Unggul

Padi Sawah (Oryza Sativa L) Terhadap Berbagai Tingkat Genangan Air Pada

Berbagai Jarak Tanam.

Dibimbing Oleh

Prof. Dr. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA,

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc dan Prof. Dr. Ir. Sengli Damanik, MSc.

Laju peningkatan produktivitas padi sawah secara nasional dalam beberapa

tahun terakhir cenderung melandai. Pelandaian

produktivitas

padi terjadi karena

kurangnya ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran

yang masih relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke

tahun tidak berbeda, sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu

diperbaiki. Perbaikan teknologi dimaksud adalah pengelolaan air irigasi, penggunaan

varietas unggul spesifik lokasi dan pengaturan jarak tanam yang optimal. Telah dilakukan

penelitian

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Unggul Padi Sawah

(

Oryza Sativa L

) Terhadap Berbagai Tingkat Genangan Air Pada Berbagai Jarak Tanam.

Hasil penelitian I menunjukkan bahwa Pada kondisi air macak-macak

pertumbuhan tanaman lebih baik, karena menghasilkan tanaman yang lebih kokoh (tidak

terjadi perpanjangan ruas batang yang abnormal), jumlah anakan yang lebih banyak,

pertumbuhan akar yang baik (tidak terdapatnya jaringan aerenchyma), tekanan turgor

yang tinggi sehingga dapat menyerap hara lebih banyak, dan kandungan prolin yang

rendah dibandingkan pada kondisi air dalam keadaan tergenang. Akhirnya pada kondisi

air macak-macak menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi air

tergenang. Varietas unggul Diah Suci, Ciherang dan Cimelati menghasilkan jumlah

anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih baik ditandai dengan berat akar


(5)

dibandingkan dengan varietas Cilosari. Ketiga varietas unggul (Diah Suci, Ciherang dan

Cimelati) menghasilkan produksi tertinggi dibandingkan varietas Cilosari. Semakin lebar

jarak tanam (25 x 25 cm) menghasilkan anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar

yang lebih baik ditandai dengan berat kering akar yang tinggi, tekanan turgor yang

tinggi, dan kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam 20 x 20 cm

dan 15 x 15 cm. Produksi padi tertinggi dihasilkan dengan jarak tanam 25 x 25 cm.

Hasil penelitian II menunjukkan bahwa Pada kondisi air macak-macak,

produksi tanaman padi memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan dengan kondisi

penggenangan air pada kedalaman 5 cm dan 10 cm. Varietas unggul Diah Suci, Ciherang

dan Cimelati memberikan produksi/hasil gabah yang tertinggi dibandingkan dengan

varietas Cilosari. Varietas tersebut sangat cocok dikembangkan petani. Peningkatan

produksi hasil yang tinggi dengan sistem tanam legowo dibandingkan dengan sistem

tegel (25 cm x 25 cm).


(6)

RIWAYAT HIDUP

SESBANY

dilahirkan di Medan tanggal 14 September 1968, merupakan anak

pertama dari empat bersaudara dari Bapak Ir. H. Muchlis Mardjanin dan Ibu

Hj. Yusnamelly. Pada tahun 1997 menikah dengan Ratna Juita, SE dan dikarunia satu

orang anak Thoriq Al-Fadhil (putra).

Pendidikan Sekolah Dasar Persit Tunas kartika IV di Medan lulus pada tahun

1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Binjai di Binjai lulus tahun 1984, Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Binjai di Binjai lulus tahun 1987, Program S1 di Universitas

Medan Area pada Fakultas Pertanian di Medan lulus pada tahun 1991, Program S2 di

Universitas Sumatera Utara di Medan pada Program Sudi Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan lulus pada tahun 1997 dan mengikuti Program S3 pada Program

Studi Agronomi USU mulai tahun 2004 sampai sekarang. Penulis bekerja Di Sekolah

Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Medan sebagai dosen sejak tahun 1995 sampai

sekarang, menjadi anggota senat STPP Medan Tahun 2000-2007, Menjabat Sekretaris

Jurusan Penyuluhan Pertanian tahun 2000- 2007, menjabat Pembantu Ketua bidang

Akademik (PUKET I) Bulan Agustus 2007 sampai sekarang.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat RahmatNya,

penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Disertasi ini merupakan salah satu

syarat dalam menempuh Program Studi Strata Tiga (S3) di Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA selaku promotor, yang telah banyak

memberikan masukan, saran-saran sehingga sempurnanya tulisan ini.

2.

Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Co-promotor yang banyak menambah

wawasan penulis dalam penulisan disertasi ini .

3.

Rektor USU, Direktur Pasca Sarjana USU, dan Ketua Program Studi Agronomi

beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menempuh kuliah di pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4.

Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Medan yang telah memberikan

semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

5.

Bapak Saiful Bahri (Penyuluh Pertanian Lapangan di PayaBakung) dan Bapak

Samiran (Ketua Kelompoktani Sepakat) beserta anggota kelompoktani yang banyak

mencurahkan tenaga dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.

6.

Kepada orang Tua (Papa Ir. H. Muchlis Mardjanin dan Mama almarhuma Hj.

Yusnamelly), mertua (Papa Yunas dan Mama Zumainis), Istri (Ratna Juita, SE) dan

Anak (Thoriq Al- Fadhil), adik-adik serta seluruh keluarga tercinta atas segala

dorongan, semangat dan doanya.

7.

Semua pihak yang telah mendukung dalam perkuliahan dan penyusunan disertasi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Mudah-mudahan disertasi ini memberikan manfaat bagi dunia pertanian

khususnya dalam budidaya padi sawah. Akhir kata penulis mohon maaf jika ada

kekurangan dalam penulisan Disertasi ini.

Medan, Juli 2007


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Hipotesis ……….… 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Fase Pertumbuhan Padi ... 7

Teknik Pengairan Padi Sawah ……….….. 11

Pengaruh Penggenangan Pada Tanah dan Padi Sawah ……….… 13

Varietas Unggul Padi Sawah ……….. 17

Sistem Tanam Legowo ... 19

METODOLOGI PENELITIAN ... 21

Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Tahapan Penelitian………..… 21

RESPON PERTUMBUHAN VEGETATIF VARIETAS PADI SAWAH

TERHADAP TINGKAT GENANGAN AIR DAN JARAK TANAM ... 24

PENDAHULUAN ……… 24

BAHAN DAN METODA ... 26

Tempat Penelitian ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Metoda Penelitian ... 26

Pelaksanaan Penelitian

...

27

Perlakuan Penggenangan ... 29

Peubah yang Diukur ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Tinggi Tanaman ... 32

Phyllocron(jumlah anakan) ... 40

Jaringan Aerencyma ………. 50


(9)

Berat kering akar (g) ... 70

Produksi gabah (ton/ha) ... 77

KESIMPULAN ... 86

RESPON PRODUKSI VARIETAS PADI SAWAH TERHADAP

TINGKAT GENANGAN AIR DAN JARAK TANAM ……….. 87

PENDAHULUAN ……… 87

BAHAN DAN METODA ... 88

Tempat Penelitian ... 88

Bahan dan Alat ... 88

Metoda Penelitian ... 88

Pelaksanaan Penelitian

...

89

Perlakuan Penggenangan ... 89

Peubah yang Diukur ... 89

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 91

Jumlah Gabah /Malai (bulir) ... 91

Indeks Panen ... 96

Berat 1000 Bulir Padi Sawah (g) ... 101

Gabah Hampa Permalai (Persen) ... 106

Produksi Gabah/ha (Ton/ha) ... 110

KESIMPULAN ... 121

PEMBAHASAN UMUM ... 122

KESIMPULAN UMUM ...125

DAFTAR PUSTAKA ... 126


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1.

Respon Tinggi Tanaman Umur 20 sampai dengan 48 HSS Pada

Berbagai Variasi Genangan Air, Varietas Unggul

dan Jarak Tanam ... 32

2.

Respon Tinggi Tanaman Padi Sawah (cm) Umur 48 HSS Terhadap

Interaksi Genangan Air dan Jarak Tanam ... 38

3.

Respon Tinggi Tanaman Padi Sawah (cm) Umur 48 HSS Terhadap

Interaksi Genangan Air dan Varietas Unggul ... 38

4.

Respon Tinggi Tanaman Padi Sawah (cm) Umur 48 HSS Terhadap

Interaksi Jarak Tanam dan Varietas Unggul... 39

5.

Respon Tinggi Tanaman Padi Sawah (cm) Umur 48 HSS Terhadap

Interaksi Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul ...39

6.

Respon Jumlah Phyllocron Padi Umur 20 sampai dengan 48 HSS

Terhadap Variasi Genangan Air, Varietas Unggul

dan Jarak Tanam ... 40

7.

Respon Jumlah Phyllocron (Anakan) Padi Sawah Umur 48 HSS

Terhadap Interaksi Genangan Air dan

Jarak Tanam ... 45

8.

Respon Jumlah Phyllocron (Anakan) Padi Sawah Umur 48 HSS

Terhadap Interaksi Genangan Air dan Varietas Unggul ... 46

9.

Respon Jumlah Phyllocron (Anakan) Padi Sawah Umur 48 HSS

Terhadap Interaksi Jarak Tanam dan Varietas Unggul ... 47

10.

Respon Jumlah Phyllocron (Anakan) Padi Sawah Umur 48 HSS

Terhadap Interaksi Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul ….. 49

11. Respon Potensial Air Daun (Mpa), Potensial Osmotik (Mpa), dan

Tekanan Turgor (Mpa) Terhadap Variasi Genangan Air,

Varietas Unggul dan Jarak Tanam ... 54

12. Respon Potensial Air Daun (Mpa), Potensial Osmotik (Mpa), dan

Tekanan Turgor (Mpa) Terhadap Interaksi Genangan Air,


(11)

Nomor Teks Halaman

13. Respon Potensial Air Daun (Mpa), Potensial Osmotik (Mpa), dan

Tekanan Turgor (Mpa) Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Varietas Unggul ... 57

14. Respon Potensial Air Daun (Mpa), Potensial Osmotik (Mpa), dan

Tekanan Turgor (Mpa) Terhadap Interaksi Jarak Tanam dan

dan Varietas Unggul ... 58

15. Respon Potensial Air Daun (Mpa), Potensial Osmotik (Mpa), dan

Tekanan Turgor (Mpa) Terhadap Interaksi Genangan Air, Jarak Tanam

dan Varietas Unggul ... 59

16. Respon Kandungan Prolin Terhadap Variasi Genangan Air,

Varietas Unggul dan Jarak Tanam ... 60

17. Respon Kandungan Prolin Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Jarak Tanam ... 64

18. Respon Kandungan Prolin Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Varietas Unggul ... 65

19. Respon Kandungan Prolin Terhadap Interaksi Jarak Tanam, dan

Varietas Unggul ... 65

20. Respon Kandungan Prolin Terhadap Interaksi Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul ... 68

21. Respon Berat Kering Akar Padi Sawah Pada Berbagai Tingkat

Genangan Air, Varietas Unggul Dan Jarak Tanam ... 70

22.

Respon Berat Kering Akar Padi Terhadap Interaksi Genangan Air,

Dan Jarak Tanam ... 75

23.

Respon Berat Kering Akar Padi Terhadap Interaksi Genangan Air

Dan Varietas Unggul ... 75

24.

Respon Berat Kering Akar Padi Terhadap Interaksi Jarak Tanam dan

Varietas Unggul ... 76

25.

Respon Berat Kering Akar Padi Terhadap Interaksi Genangan Air,


(12)

Nomor Teks Halaman

26.

Respon Produksi Gabah (ton/ha) pada Berbagai Tingkat Genangan Air

Varietas Unggul Dan Jarak Tanam ... 77

27.

Respon Produksi Gabah (ton/ha) Terhadap Interaksi Genangan Air

Dan Jarak Tanam ... 81

28.

Respon Produksi Gabah (ton/ha) Terhadap Interaksi Genangan Air

Dan Varietas Unggul ... 82

29.

Respon Produksi Gabah (ton/ha) Terhadap Interaksi Jarak Tanam

Dan Varietas Unggul ... 83

30.

Respon Produksi Gabah (ton/ha) Terhadap Interaksi Genangan Air,

Jarak Tanam Varietas Unggul ... 84

31.

Respon Jumlah Gabah/Malai (Bulir) Terhadap Variasi Genangan Air,

Varietas Unggul Dan Jarak Tanam ... 91

32.

Respon Jumlah Gabah/Malai Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Jarak Tanam ... 94

33.

Respon Jumlah Gabah/Malai (Bulir) Terhadap Interaksi Genangan Air,

Dan Varietas Unggul ... 94

34.

Respon Jumlah Gabah/Malai (Bulir) Terhadap Interaksi Jarak Tanam,

Dan Varietas Unggul ... . 95

35.

Respon Jumlah Gabah/Malai (Bulir) Terhadap Interaksi Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul ... 95

36.

Respon Indeks Panen Padi Sawah (Persentase) Pada Perlakuan Tingkat

Genangan Air, Varietas Unggul dan Jarak Tanam... 96

37.

Respon Indeks Panen Terhadap Interaksi Genangan air, dan

Jarak Tanam... 99

38.

Respon Indeks Panen Terhadap Interaksi Genangan air, dan

Varietas Ungggul... 99

39.

Respon Indeks Panen Terhadap Interaksi Jarak Tanam, dan


(13)

Nomor Teks Halaman

40.

Respon Indeks Panen Terhadap Interaksi Genangan air, Jarak Tanam

Varietas Unggul ... 100

41.

Respon Berat 1000 Bulir Padi Sawah Pada Perlakuan Tingkat

Genangan Air, Varietas Unggul dan Jarak Tanam ……… 101

42.

Respon Berat 1000 Bulir (g) Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Jarak Tanam ………... 104

43.

Respon Berat 1000 Bulir (g) Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Varietas Unggul ………... 104

44.

Respon Berat 1000 Bulir (g) Terhadap Interaksi Jarak Tanam, dan

Varietas Unggul ………... 105

45.

Respon Berat 1000 Bulir (g) Terhadap Interaksi Genangan Air, dan

Jarak Tanam dan Varietas Unggul ………... 105

46.

Respon Gabah Hampa Per Malai Padi Sawah (Persen) Terhadap

Genangan Air, Varietas Unggul dan Jarak Tanam ... 106

47.

Respon Gabah Hampa Per Malai Padi Sawah (Persen) Terhadap

Interaksi Genangan Air dan Jarak Tanam ... 109

48.

Respon Gabah Hampa Per Malai Padi Sawah (Persen) Terhadap

Interaksi Genangan Air dan Varietas Unggul ... 109

49.

Respon Gabah Hampa Per Malai Padi Sawah (Persen) Terhadap

Interaksi Jarak Tanam dan Varietas Unggul ... 109

50.

Respon Gabah Hampa Per Malai Padi Sawah (Persen) Terhadap

Interaksi Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul ... 110

51.

Respon Produksi Gabah/ha (ton/ha) Pada Perlakuan Tingkat

Genangan Air, Varietas Unggul dan Jarak Tanam ... 111

52.

Respon Produksi Gabah/ha (ton/ha) Terhad ap Interaksi

Genangan Air, dan Jarak Tanam ... 116

53.

Respon Produksi Gabah/ha (ton/ha) Terhadap Interaksi


(14)

Nomor Teks Halaman

54.

Respon Produksi Gabah/ha (ton/ha) Terhadap Interaksi Jarak Tanam

dan Varietas Unggul ... 118

55.

Respon Produksi Gabah/ha (ton/ha) Terhadap Interaksi


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1.

Kerangka Pikir Penelitian Tahap I dan II ... 22

2.

Tinggi Tanaman (cm) pada Umur 48 HSS dari Berbagai

Varietas Unggul Padi Sawah ... 36

3.

Tinggi Tanaman (cm) pada Umur 48 HSS pada Perlakuan

Jarak Tanam ... 37

4. Hubungan Antara Phyllocron (Jumlah anakan) pada Umur 48 HSS

Dengan Tingkat Genangan Air ………... 41

5. Jumlah Phyllocron (Anakan) pada Umur 48 HSS pada Berbagai

Varietas Unggul Padi Sawah ………... 43

6. Jumlah Phyllocron (Anakan) pada Umur 48 HSS pada Berbagai

Jarak Tanam ………... 44

7. Interaksi Antara Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam Terhadap

Jumlah Phyllocron (Anakan) ... 46

8. Interaksi Antara Tingkat Genangan Air dan Varietas Unggul Terhadap

Jumlah Phyllocron (Anakan) ... 47

9. Interaksi Antara Jarak Tanam dan Varietas Unggul Terhadap

Jumlah Phyllocron (Anakan) ... 48

10. Interaksi Antara Tingkat Genangan Air, Jarak Tanam dan

Varietas Unggul Terhadap Jumlah Phyllocron (Anakan) ... 50

11. Penampang Akar Primer Padi Sawah (Perlakuan Penggenangan Air)

dengan Pembesaran 40x ... 53

12. Penampang Akar Primer Padi Sawah (Perlakuan Macak-Macak)

dengan Pembesaran 100x ... 53

13.

Hubungan Antara Kandungan Prolin dengan Variasi

Genangan air ... 61

14.

Kandungan Prolin Pada Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah ... 63


(16)

Nomor Teks Halaman

16. Interaksi Antara Genangan Air, dan Jarak Tanam Padi Sawah Terhadap

Kandungan Prolin ... 65

17. Interaksi Antara Genangan Air, dan Varietas Unggul Terhadap

Kandungan Prolin ... 66

18. Interaksi Antara Jarak Tanam dan Varietas Unggul Terhadap

Kandungan Prolin ... 67

19. Interaksi Antara Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul

Terhadap Kandungan Prolin ... 69

20.

Hubungan Antara Berat Kering Akar dengan Berbagai Tingkat

Genangan air ... 71

21.

Berat Kering Akar dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah ... 72

22. Berat Kering Akar Padi Sawah (g) Pada Berbagai Jarak Tanam ... 74

23.

Hubungan Antara Produksi Gabah/ha dengan Berbagai Tingkat

Genangan air ... 78

24.

Produksi Gabah/ha (ton) dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah .. 79

25. Produksi Gabah/ha (ton) Pada Berbagai Jarak Tanam ... 80

26. Interaksi Antara Genangan Air dan Jarak Tanam Terhadap

Produksi Gabah/ha (ton) ... 82

27. Interaksi Antara Genangan Air dan Varietas Unggul Terhadap

Produksi Gabah/ha (ton) ... 83

28. Interaksi Antara Jarak Tanam dan Varietas Unggul Terhadap

Produksi Gabah/ha (ton) ... 84

29.

Interaksi Antara Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul

Terhadap Produksi Gabah/ha (ton) ... 85

30.

Hubungan Antara Jumlah Gabah/Malai dengan TingkatGenangan Air ... 92

31.

Jumlah Gabah/Malai dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah ... 93


(17)

Nomor Teks Halaman

32.

Hubungan Antara Indeks Panen Padi Sawah dengan Berbagai Tingkat

Genangan Air ... 97

33.

Indeks Panen dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah ... 98

34.

Hubungan Antara Berat 1000 Bulir Padi Sawah dengan Berbagai

Tingkat Genangan Air ... 102

35.

Berat 1000 Bulir Padi dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah ... 103

36.

Hubungan Antara Gabah Hampa Permalai dengan Berbagai Tingkat

Tingkat Genangan Air ... 107

37.

Gabah Hampa Permalai dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah .... 108

38.

Hubungan Antara Produksi Gabah/ha dengan Berbagai Tingkat

Genangan Air ... 112

39.

Produksi Gabah/ha dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah ... 112

40.

Produksi Gabah/ha dari Berbagai Jarak Tanam ... 114

41.

Interaksi Antara Genangan Air dan Jarak Tanam Terhadap

Produksi Gabah/ha ... 117

42.

Interaksi Antara Genangan Air dan Varietas Unggul Terhadap

Produksi Gabah/ha (ton) ... 118

43.

Interaksi Antara Jarak Tanam dan Varietas Unggul Terhadap

Produksi Gabah/ha (ton) ... 119

44.

Interaksi Antara Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1.

Sidik Ragam Tinggi Tanaman Pada Berbagai Tingkat Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah Umur 20 HSS

Sampai dengan 48 HSS ... 135

2.

Sidik Ragam Phyllocron (Jumlah Anakan) Pada Berbagai Tingkat

Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah

Umur 20 HSS sampai dengan 48 HSS ... 138

3.

Sidik Ragam Kandungan Prolin Pada Berbagai Tingkat Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 141

4.

Sidik Ragam Berat Kering Akar Pada Berbagai Tingkat Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 142

5.

Sidik Ragam Produksi Padi/ha Pada Berbagai Tingkat Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 143

6.

Sidik Ragam Jumlah Gabah /Malai Pada Berbagai Tingkat

Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 144

7.

Sidik Ragam Indeks Panen Pada Berbagai Tingkat Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 145

8.

Sidik Ragam Berat 1000 Bulir Pada Berbagai Tingkat Genangan Air,

Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 146

9.

Sidik Ragam Gabah Hampa Permalai (Persen) Pada Berbagai Tingkat

Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 147

10.

Sidik Ragam Produksi Gabah/ha (ton/ha) Pada Berbagai Tingkat

Genangan Air, Jarak Tanam dan Varietas Unggul Padi Sawah ... 148

11.

Matriks Korelasi Penelitian I dan II ... 149


(19)

ABSTRAK

SESBANY.

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Unggul

Padi Sawah (Oryza Sativa L) Terhadap Berbagai Tingkat Genangan Air Pada

Berbagai Jarak Tanam.

Dibimbing Oleh

Prof. Dr. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA,

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc dan Prof. Dr. Ir. Sengli Damanik, MSc.

Laju peningkatan produktivitas padi sawah secara nasional dalam beberapa

tahun terakhir cenderung melandai. Pelandaian

produktivitas

padi terjadi karena

kurangnya ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran

yang masih relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke

tahun tidak berbeda, sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu

diperbaiki. Perbaikan teknologi dimaksud adalah pengelolaan air irigasi, penggunaan

varietas unggul spesifik lokasi dan pengaturan jarak tanam yang optimal. Telah dilakukan

penelitian

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Unggul Padi Sawah

(

Oryza Sativa L

) Terhadap Berbagai Tingkat Genangan Air Pada Berbagai Jarak Tanam.

Hasil penelitian I menunjukkan bahwa Pada kondisi air macak-macak

pertumbuhan tanaman lebih baik, karena menghasilkan tanaman yang lebih kokoh (tidak

terjadi perpanjangan ruas batang yang abnormal), jumlah anakan yang lebih banyak,

pertumbuhan akar yang baik (tidak terdapatnya jaringan aerenchyma), tekanan turgor

yang tinggi sehingga dapat menyerap hara lebih banyak, dan kandungan prolin yang

rendah dibandingkan pada kondisi air dalam keadaan tergenang. Akhirnya pada kondisi

air macak-macak menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi air

tergenang. Varietas unggul Diah Suci, Ciherang dan Cimelati menghasilkan jumlah

anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih baik ditandai dengan berat akar


(20)

dibandingkan dengan varietas Cilosari. Ketiga varietas unggul (Diah Suci, Ciherang dan

Cimelati) menghasilkan produksi tertinggi dibandingkan varietas Cilosari. Semakin lebar

jarak tanam (25 x 25 cm) menghasilkan anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar

yang lebih baik ditandai dengan berat kering akar yang tinggi, tekanan turgor yang

tinggi, dan kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam 20 x 20 cm

dan 15 x 15 cm. Produksi padi tertinggi dihasilkan dengan jarak tanam 25 x 25 cm.

Hasil penelitian II menunjukkan bahwa Pada kondisi air macak-macak,

produksi tanaman padi memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan dengan kondisi

penggenangan air pada kedalaman 5 cm dan 10 cm. Varietas unggul Diah Suci, Ciherang

dan Cimelati memberikan produksi/hasil gabah yang tertinggi dibandingkan dengan

varietas Cilosari. Varietas tersebut sangat cocok dikembangkan petani. Peningkatan

produksi hasil yang tinggi dengan sistem tanam legowo dibandingkan dengan sistem

tegel (25 cm x 25 cm).


(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia tahun 2005 mencapai 139 kg pertahun perorang, untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut Indonesia harus mengimpor sebanyak 24.929 ton beras (Anonimus 2004a).

Padi merupakan tulang punggung ekonomi di pedesaan yang

diusahakan oleh lebih dari 18 juta petani, menyumbang hampir 70% terhadap Produk Domestik Bruto tanaman pangan, memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan sekitar 25-35% (Anonimus 2006a).

Oleh karena itu, pemerintah memberikan prioritas tinggi dalam upaya peningkatan produksi padi. Pemerintah pada tahun 2007 mentargetkan produksi beras nasional naik dua juta ton menjadi 58,18 juta ton. Target tersebut setiap tahun akan ditingkatkan menjadi 5 persen, sehingga pada tahun 2009 Indonesia bisa kembali berswasembada beras dengan tingkat produksi 64,15 juta ton gabah kering giling (Suyamto, dkk 2007).

Laju peningkatan produktivitas padi sawah secara nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung melandai. Bahkan di beberapa lokasi produktifitasnya cenderung turun disertai merosotnya kualitas hasil (Sumarno 1997; Suwono, dkk1999).Data BPS menyebutkan bahwa pertambahan produksi padi nasional tahun 1974 sampai dengan 1980 sebesar 4,8% per tahun, sedangkan


(22)

pada dekade 1981-1990 sebesar 4,35%. Angka tersebut kembali turun pada dekade 1991-2000 menjadi sebesar 1,32%. Peningkatan produktivitas atau rata-rata produksi padi perhektar secara nasional juga mengalami penurunan. Rata-rata-rata peningkatan produktivitas padi secara nasional tahun 1973-1980 adalah 0,29% tahun 1981-1990 sebesar 3,03%, sedangkan pada tahun 1991-2000 mengalami penurunan menjadi 1,15%, bahkan pada beberapa tahun bernilai negatif (Susanto 2003). Pendekatan sistem intensifikasi yang selama ini diterapkan tidak lagi mampu meningkatkan produksi dan produktivitas padi secara nyata. Penggunaan input yang makin tinggi untuk mempertahankan produktivitas tetap tinggi, ternyata telah menurunkan efisiensi sistem produksi padi sawah (Anonimus 2003).

Meskipun terjadi gejala pelandaian produksi dan penurunan produktivitas lahan sawah intensif di daerah sentra produksi padi, namun intensifikasi padi sawah khususnya sawah irigasi tetap menjadi tumpuan utama dalam peningkatan produksi padi nasional (Anonimus 2004c).

Penyebab pelandaian produktivitas padi sawah antara lain : ketidakterpaduan pengelolaan lahan dan kurangnya kesadaran terhadap upaya pelestarian lahan dan lingkungan, dan eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga berdampak terhadap penurunan tingkat kesuburan dan sifat fisik tanah (Anonimus 2003). Pelandaian produktivitas padi terjadi karena kurangnya ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran yang masih relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke tahun tidak berbeda,


(23)

sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu diperbaiki (Muljady, dkk 2005).

Tantangan lain dalam budidaya padi sawah adalah perubahan cuaca di Indonesia mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu kondisi yang dirasakan adalah semakin meningkatnya suhu udara dan tidak seimbangnya jumlah air di musim kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan air di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi berpengaruh pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya menipisnya ketersediaan air. Sementara itu, petani tidak cukup mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca yang ditandai dengan tidak berubahnya pola penggunaan air pada padi sawah yang makin terbatas jumlahnya.

Kebiasaan petani menggenangi sawahnya terus menerus dari sejak bibit padi ditanam sampai tanaman mendekati waktu panen, baik pada pertanaman musim hujan maupun musim kemarau. Cara seperti ini menunjukkan bahwa penggunaan air irigasi tidak efisien (boros) (Darwis 2004), sehingga kebutuhan air padi sawah mulai penanaman sampai panen antara 800 sampai 1200 mm, dengan konsumsi 6 sampai 10 mm per hari ( Kung dan Atthayodhin 1968 dalam De Datta 1981). Untuk memproduksi satu kilogram padi dibutuhkan tiga sampai lima liter air (Anonimus 2004c).

Penggenangan air terus menerus pada tanaman padi menyebabkan kekurangan kadar oksigen dalam tanah sehingga terbentuknya senyawa-senyawa beracun dalam tanah seperti : Al, Fe, asam-asam organik, dan H2S, yang dapat

meracuni tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil (De Datta 1981; Hardjowigeno dan Rayes 2005). Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan


(24)

kondisi air yang tergenang, tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisi-kondisi hypoxia (kekurangan oksigen) (Anonimus 2006a dan Uphoff 2004). Pada

kondisi penggenangan air terus menerus, tanaman padi menghabiskan banyak energi untuk mengembangkan kantong-kantong udara (jaringan Aerenchyma) dalam akar-akarnya. Akibatnya 75 persen dari ujung-ujung akar padi mengalami degenerasi menjelang periode berbunga, akibatnya pembentukan anakan berkurang (Anonimus 2000a dan Berkelaar 2001 ).

Kebiasaan petani belum menggunakan benih berlabel, benih yang ditanam berasal dari hasil panen ke panen berikutnya dan petani jarang sekali melakukan pergiliran varietas pada padi sawah. Varietas tertentu apabila memiliki produksi yang tinggi dan tahan terhadap hama khususnya hama wereng seterusnya dipakai oleh petani. Penggunaan varietas secara terus menerus akan menurunkan produktivitas dan ketahanan padi tersebut. Misalnya penggunaan varietas padi IR 64 selama ini diakui tahan terhadap wereng. Tercatat varietas ini selama dua puluh tahun ditanam oleh petani. Akibatnya, IR 64 rentan terhadap Wereng Batang Coklat (WBC) (Anonimus 2005a).

Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting kaitannya dengan efisiensi air. Semakin genjah umur padi semakin sedikit penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang.

Kebiasaan petani menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun dan produksi gabah per hektar. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk (Hale dan Orcutt 1987).


(25)

Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu adanya perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan sistem pengaturan jarak tanam.

Perumusan Masalah.

Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun menyebabkan terjadinya pelandaian produktivitas padi sawah. Kebiasaan petani menggunakan teknologi yang statis turut berperan dalam pelandaian produktivitas padi sawah antara lain 1). pengelolaan air yang kurang tepat seperti melakukan penggenangan air pada padi sawah selama siklus hidupnya, 2). Penggunaan varietas padi yang menoton pada setiap musim tanam serta penggunaan benih yang berasal dari hasil panen ke panen berikutnya, menyebabkan menurunnya produktivitas dan ketahanan padi tersebut terhadap hama dan penyakit, dan 3). Penanaman padi menggunakan sistem tegel dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan. Ketiga faktor tersebut di atas sangat signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah serta efisiensi dalam penggunaan air.

Dewasa ini banyak dilepas varietas unggul padi sawah yang belum jelas responnya terhadap teknik budidaya yang konvensional. Dengan demikian perlu ditetapkan suatu metode budidaya yang tepat bagi varietas unggul yang telah dikembangkan.


(26)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan : (1) Mendapatkan kondisi genangan air yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi varietas unggul padi sawah, (2) Mendapatkan jarak tanam yang optimal bagi pertumbuhan dan produksi varietas unggul padi sawah, (3) Mendapatkan tingkat genangan air dan jarak tanam yang paling responsif oleh varietas unggul padi sawah.

Hipotesis

1. Terdapat tingkat genangan air yang paling sesuai bagi masing-masing varietas unggul padi sawah yang diuji.

2. Terdapat jarak tanam yang paling sesuai bagi masing-masing varietas yang diuji.

3. Ada interaksi antara jarak tanam dengan tingkat pemberian air terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA Fase Pertumbuhan Padi.

Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase (De Datta 1981; Anonimus 1988: Saranga 1997)yaitu :

1. Vegetatif ( awal pertumbuhan sampai pembentukan malai). a. tahap 0 : berkecambah sampai muncul kepermukaan.

Benih biasanya dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah bakal akar dan tunas menonjol keluar menembus kulit gabah. Pada hari ke 2 atau ke 3 setelah benih disebar dipesemaian, daun pertama menembus keluar melalui koleoptil. Akhir tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal akar memanjang.

b. tahap 1 : pertunasan.

Tahap pertunasan mulai benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk, sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan satu daun setiap 3 sampai 4 hari selama tahap awal pertumbuhan. Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radicula dan akar seminal sementara. Bibit umur 18 hari siap untuk di tanam pindah.bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. c. tahap 2 : anakan.

Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas


(28)

aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Setelah tumbuh, anakan pertama memunculkan anakan sekunder. Ini terjadi pada 30 hari setelah pindah tanam. Selain sejumlah anakan primer dan sekunder, anakan tertier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan tanaman yang bertambah panjang dan besar. Pada tahap ini, anakan terus bertambah sampai pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang.

d. tahap 3 : pemanjangan batang.

Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih dari tahap 2 dan 3. anakan terus meningkat dalam jumlah dan tingginya. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. Batang lebih panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya lebih panjang. Anakan maksimum, memanjangnya batang, dan pembentukan malai terjadi nyaris simultan pada varietas umur genjah (105 – 120 hari). Pada varietas umur dalam (150 hari), terdapat yang disebut lagi periode vegetatif dimana anakan maksimum terjadi. Hal ini diikuti oleh memanjangnya batang (internode), dan akhirnya sampai ke tahap pembentukan malai.


(29)

2. Reproduksi (pembentukan malai sampai pembungaaan). a. tahap 4 : pembentukan malai sampai bunting.

Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh menandai mulainya fase reproduksi. Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada akhirnya timbul ke permukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa kerucut berbulu putih panjang 1,0 sampai 1,5 mm muncul pada ruas buku utama, kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Dapat terlihat dengan membelah batang. Saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non produktif terlihat pada bagian dasar tanaman.

b. tahap 5 : keluar malai.

Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.

c. tahap 6 : pembungaan.

Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen dan serbuk sari tumpah. Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari


(30)

jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah keluarnya malai. Pada umumnya kelopak bunga membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan non produktif.

3. Pematangan (pembungaan sampai gabah matang). a. tahap 7 : gabah matang susu.

Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/ menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan daun dua daun di bawahnya tetap hijau.

b. tahap 8 : gabah setengah matang.

Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun dibagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman kelihatan menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering.


(31)

c. tahap 9 : gabah matang penuh.

Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas mongering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman.

Teknik Pengairan Padi Sawah

Teknik pemberian air dipetak sawah beririgasi teknis dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:

1. Penggenangan terus menerus.

Menggenangi petak sawah mulai dari tanam sampai menjelang panen. Kelemahan cara ini yaitu memboroskan air irigasi, pertumbuhan anakan tertekan, pertumbuhan vegetatif lama, dan pembusukan batang lebih besar ( Mac Donald 1987; Anonimus 1999).

2. Pengaliran air terus menerus.

Pemberian air secara terus menerus dengan membuka pintu masuk dan pintu keluar. Kelemahan cara ini boros air, pestisida dan pupuk ( Mac Donald 1987; Anonimus 1999).

3. Pengaliran air terputus putus.

Pemberian air pada waktu dengan tinggi tertentu dan dihentikan pada waktu tertentu dan seterusnya. Pemberian air secara terputus putus dengan menggunakan rumus : I = 2 1/2 : 3 : 2: 2, artinya tinggi air diberikan 2 ½ cm dalam petakan sawah; diberikan selama 3 hari berturut-turut; kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut-turut dan air dihentikan sepenuhnya 2 minggu sebelum panen ( Mac Donald 1987; Anonimus 1999). Selain itu


(32)

pemberian air terputus-putus dapat juga dilakukan dengan cara : (a). penggenangan air selama 30 hari sebelum tanam, bertujuan membantu proses pelapukan sisa akar, jerami padi atau gulma dan mempermudah dalam proses pengolahan lahan; (b). pengeringan lahan selama 3 sampai 5 hari, bertujuan agar butiran Lumpur dapat melengket satu sama lainnya; (c). pemberian air selama 2 sampai 3 hari sebelum tanam, bertujuan mempermudah pemberian pupuk dasar dan mempermudah penenaman; (d). tinggi genangan pada fase anakan 2,5 cm; (e). fase primordia tinggi genangan 7 sampai 10, tujuannya pada fase primordia ini kelembaban suhu tanaman perlu dijaga agar proses pembentukan bakal malai tidak terganggu; (f). fase pengisian malai tinggi genangan 5 cm dan (g). sawah dikeringkan 2 minggu sebelum panen, bertujuan agar pemasakan malai padi merata (Anonimus 2000b).

4. Air macak-macak (kondisi tanah lembab, tetapi tidak tergenang) atau cara SRI (The System of Rice Intensification).

Cara SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran dibandingkan dengan teknik budidaya secara tradisional. Dengan SRI, petani hanya menggunakan kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi (Zheng, dkk 2004). Kondisi tanah tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak oksigen masuk ke dalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak (Uphoff 2004). Dengan SRI, kondisi tidak digenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan sawah


(33)

digenangi air 1 sampai 3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi mulai 25 hari sebelum panen (Nissanka dan Bandara 2004).

Pengaruh Penggenangan Pada Tanah dan Padi Sawah.

1. Tanah sawah.

Penggenangan dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat kimia, fisiko-kimia (elektrokimia), dan biologi tanah yang mempengaruhi penyediaan dan pengambilan hara oleh padi sawah ( Hardjowigono dan Rayes 2005; Munir 1987). Perubahan sifat kimia tersebut hampir selalu dipengaruhi oleh proses reduksi-oksidasi secara biologis sebagai akibat dari kurangnya oksigen. Dalam proses respirasi mikroorganisme beberapa unsur atau ionnya harus bertindak sebagai penerima elektron (Bell 1999)

Dalam keadaan tidak tergenang, oksigen bertindak sebagai penerima elektron. Tetapi dalam keadaan tergenang ketika oksigen sangat berkurang, maka senyawa mineral atau unsur-unsur atau keduanya harus bertindak sebagai penerima elektron ( Bell 1999).

Oksigen dalam air genangan yang mencapai tanah dengan cepat digunakan oleh mikroorganisme untuk berbagai reaksi kimia atau sedikit di bawah permukaan tanah. Karena penyediaan oksigen lebih kecil dari permintaan, maka terbentuklah dua lapisan tanah yang berbeda yaitu :

a. lapisan oksidatif tipis dipermukaan tanah (nisbah suplai O2 / konsumsi O2

dalam tanah > 1).

Dalam lapisan ini, yang paling aktif secara mikrobiologi antara lain terjadinya : (1). Dekomposisi bahan organik secara aerobik, (2). Penambatan N secara


(34)

biologis oleh algae dan bakteri fotosintesis yang tergantung kepada cahaya, (3). Nitrifikasi oleh pengoksidasi ammonium dan nitrat, (4). Oksidasi gas metana (Watanabe dan Furasaka 1980).

b. Lapisan reduktif di bawahnya ( suplai O2 / konsumsi O2 < 1; tidak terdapat

oksigen bebas) .

Aktivitas utama dalam lapisan reduksi meliputi : (1). Dekomposisi bahan organik secara an organik, (2). Penambatan N2 secara biologi heterotof

kebanyakan berkaitan dengan sisa-sisa organik, (3). Denitrifikasi, (4). Reduksi mangan, besi dan sulfat, (5). Pembentukan gas metana (methanogenesis) dan (6). Menghasilkan gas H2 (Watanabe dan Furasaka 1980).

Pada tanah tergenang mikroorganisme an aerobik fakultatif dan obligasi menggunakan NO3-, Mn4+, Fe3+, SO2-4, CO2 dan H+ sebagai penerima

electron dalam respirasinya sehingga mereduksi NO-3 menjadi N2, Mn4+menjadi

Mn2+, Fe3+ menjadi Fe2+, SO2-4 menjadi S2-, CO2 menjadi CH4, dan H+ menjadi H2

( Patrick dan Reddy 1978).

Pengaruh penggenangan secara keseluruhan pada tanah masam menyebabkan kenaikan pH, sedangkan pada tanah alkalis menyebabkan penurunan pH. Penggenangan menyebabkan pH semua tanah mendekati 6,5 sampai 7,0, kecuali gambut masam atau tanah dengan kadar Fe aktif ( Fe2+) rendah ( Hardjowigeno dan Rayes 2005).

Penyanggaan pH pada tanah masam disebabkan oleh system redoks Fe dan Mn, sedangkan pada tanah alkalis disebabkan oleh penyanggaan asam karbonat. Naiknya pH tanah masam yang digenangi disebabkan oleh reduksi Fe3+


(35)

menjadi Fe2+ ketika terjadi pembebasan OH- dan konsumsi H+ (Bahmaniar dan Mirnia 2002).

2. Tanaman padi sawah.

Masalah keracunan hara seringkali ditemukan pada tanaman padi sawah sebagai akibat dari penggenangan tanah. Keracunan pada lahan basah dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

a. salinitas / sodisitas tinggi.

Tanaman padi tergolong mempunyai toleransi sedang terhadap salinitas, tetapi DHL sebesar 6-10 dS/m dapat mengurangi produksi padi hingga 50 persen. Toleransi tanaman padi terhadap garam tergantung dari : stadium pertumbuhan tanaman, varietas dan keadaan cuaca atau iklim ( lebih peka terhadap garam waktu intensitas penyinaran tinggi). Gejala keracunan garam ditandai dengan tanaman padi tumbuh kerdil, anakan berkurang, ujung daun keputih-putihan dan terjadinya klorosis (Bahmaniar dan Mirnia 2002).

b. keracunan besi (Fe).

Keracunan besi ditemukan pada tanah masam dengan pH < 5 bila kering. Keracunan besi terlihat bila kadar besi dalam tanah20 – 40 mg/l.

Gejalanya, bila ditemukan buih Fe(OH)3 yang kemerahan atau coklat

dipermukaan tanah atau sepanjang retakan, atau melayang dipermukaan air genangan. Gejala keracunan besi pada tanaman padi sawah adalah: (1). Daun coklat ungu (bronzing) atau kekuningan sampai orange, (2). Beberapa varietas tidak menunjukkan perubahan warna daun, tetapi


(36)

pertumbuhan anakan terhambat, perakaran jarang, pendek, kasar, dan terselaput warna coklat atau kemerahan (Van Mensvoort, dkk 1985).

c. keracunan Aluminium (Al ).

Keracunan Al pada tanaman padi sawah mulai terjadi pada pH 4,5 – 5,0 untuk bibit padi dan pada pH 3,4 – 4,0 untuk tanaman yang lebih tua. Gejala keracunan Al dapat terlihat dari adanya warna putih atau kuning (klorosis) dibagian antar tulang daun tua. Namun demikian, karena keracunan Al menghambat pertumbuhan akar tanaman terkadang gejala-gejala tersebut belum terlihat, padahal tanaman sudah sulit tumbuh (Van Mensvoort, dkk 1985).

d. keracunan asam organik.

Keracunan asam organik terjadi dalam tanah yang tinggi kadar bahan organiknya (tanah gambut) dan pada tanah yang banyak ditambahkan bahan organik segar (jerami atau pupuk hijau). Jenis asam organik yang terbentuk setelah penggenangan yakni asam formiat, asam propionate, asam isobutirat, asam butirat, asam isovalerat dan asam asetat. Konsentrasi yang tinggi dari asam-asam tersebut menghambat perpanjangan akar, respirasi dan serapan hara ( Hardjowigeno dan Rayes 2005).

e. keracunan Hidrogen Sulfida (H2S).

keracunan H2S pada tanaman padi sawah pertama kali dilaporkan di

Jepang pada tanaman berpasir, drainase baik, kandungan Fe aktif rendah yang disebut penyakit Akiochi (penyakit fisiologis). H2S dapat


(37)

keracunan Fe2+ dipermukaan akar, karena akar tidak mampu lagi mengoksidasi Fe2+ ( Hardjowigeno dan Rayes 2005).

Varietas Unggul Padi Sawah

Kondisi agroekosistem areal pertanaman padi di Indonesia sangat beragam baik faktor fisik, iklim, biologis, maupum sosial ekonominya. Keberhasilan pengembangan suatu varietas ditentukan oleh kesesuaian sifat-sifat varietas dengan kondisi agroekosistemnya. Selain faktor-faktor utama yang mudah diketahui seperti lahan sawah, gogo, rawa, dan daerah endemis hama dan penyakit tertentu, masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penampilan suatu varietas. Anjuran yang dapat disampaikan dalam pemilihan varietas adalah pilih varietas-varietas yang mungkin sesuai dengan kondisi wilayah yang dimaksud kemudian varietas-varietas tersebut dicoba di lahan petani. Berdasarkan penampilan varietas-varietas tersebut dapat ditentukan varietas-varietas yang paling sesuai, termasuk kesesuaian dengan selera petaninya (Anonimus 2005b).

Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi budidaya padi yang mudah diadopsi petani. Varietas unggul berperan penting dalam peningkatan hasil, perbaikan dan diversifikasi mutu, dan penekanan kehilangan hasil karena gangguan hama, penyakit, maupun cekaman lingkungan (Anonimus 2005b). Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman

dalam penerapan, serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah, karena petani tinggal menanam, murah karena varietas unggul yang tahan hama misalnya, memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka. Varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan


(38)

lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80% total areal padi di Indonesia (Susanto 2003).

Padi dikatakan varietas unggul apabila mempunyai salah satu sifat keunggulan terhadap varietas sebelumnya. Keunggulan tersebut dapat tercermin pada sifat genetiknya yang menghasilkan produksi tinggi pada satu satuan luas lahan dan pada satu satuan waktu. Produksi yang tinggi ini dapat terjadi karena perpaduan antara beberapa sifat yang ada pada tanaman (Saranga 1997). Sifat-sifat tanaman padi varietas unggul adalah : 1). Produksi tinggi (5 sampai 8 ton/ha), 2). Tanaman pendek, 3). Daun tegak, 4). Jumlah anakan produktif sedang sampai banyak (14 sampai 20), 5). Tanaman tahan rebah, 6). Respon terhadap pemupukan (memerlukan banyak pupuk), 7). Tahan terhadap hama dan penyakit, termasuk virus, 8). Umur tanaman genjah (105 sampai 125 hari setelah sebar), 9). Rasa nasi sedang sampai enak, ada yang beraroma (Anonimus 2004c).

Ciri khas varietas padi unggul spesifik lokasi adalah : a). Dapat

beradaptasi terhadap iklim dan tipe tanah setempat, b). Citarasanya disenangi dan memiliki harga jual yang tinggi di pasar lokal, c). Daya hasil tinggi, d). Toleran terhadap hama dan penyakit dan e). Tahan rebah (Anonimus 2004c).

Dalam pemilihan varietas perlu dipertimbangkan hal–hal sebagai berikut :

a. Pergiliran varietas perlu dilakukan pada pola tanam padi–padi–palawija untuk mencegah ledakan hama dan penyakit tertentu. Pergiliran varietas pada padi sawah harus dilaksanakan guna memperpanjang sifat ketahanan suatu varietas atas serangan hama dan penyakit tertentu. Hama dan penyakit utama seperti wereng coklat, virus tungro, bakteri hawar daun atau kresek ( Xanthomonas


(39)

capetris sp ) dan blas ( Pyricularia oryzae) dikendalikan dengan penerapan pergiliran varietas (Istuti dan Endah 2000).

b. Pada musim hujan (MH), pilih varietas yang tahan wereng dan tahan penyakit. Varietas yang cocok pada musim hujan antara lain : memberamo, ciherang, widas, sunggal, wera, angke, konawe, cimelati, singkil, kalimas, bondoyudo, way apo buru, dan conde.

c. Pada musim kemarau (MK), pilih varietas yang relatif toleran terhadap kekeringan dan kurang disukai hama penggerek batang. Varietas yang cocok pada musim kemarau antara lain : widas, ciherang, sunggal, dan selugonggo. d. Memperhatikan lingkungan setempat, antara lain : curah hujan, jenis tanah,

Suhu udara pada waktu siang dan malam hari, ketinggian tempat dan permintaan pasar (bentuk gabah, beras, dan cita rasa) (Anonimus 2004b).

Sistem Tanam Legowo

Cara tanam padi sistem legowo merupakan modifikasi teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego

dan dowo; lego artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi, di antara

kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang sepanjang barisan.Jarak antarkelompok barisan (lorong) bisa mencapai 50 cm, 60 cm atau 70 cm bergantung pada kesuburan tanah (Suriapermana, dkk 1990).

Variasi jarak tanam legowo dapat dikembangkan oleh petani, tergantung dari pengalaman yang paling menguntungkan. Pada tanah yang subur, jarak tanam legowo lebih renggang dari tanah yang tidak subur. Untuk varietas


(40)

padi yang daunnya terkulai gunakan jarak tanam legowo yang lebih renggang dari padi yang daunnya tegak.

Teknologi legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh barisan pinggir tanaman padi (border effect) yang lebih banyak (Anonimus 1995).

Dengan sistem legowo, tanaman padi tumbuh lebih baik dan hasilnya lebih tinggi karena luasnya border effect dan lorong di petakan sawah sehingga menghasilkan

bulir gabah yang lebih bernas (Pahruddin, dkk 2004).

Keuntungan lain dengan menggunakan sistem legowo adalah :

a. Penanaman dengan sistem legowo biasanya diterapkan pada daerah yang banyak serangan hama dan penyakit.

b. Pengendalian hama terutama wereng coklat, ulat grayak, lembing batu dan hama lain yang berada di pangkal batang lebih efektif.

c. Menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi. d. Pengendalian hama dan gulma lebih mudah.

e. Memfasilitasi ruang kosong untuk drainase, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi.

f. Penggunaan pupuk lebih efektif.

g. Umur padi lebih genjah 5-10 hari dibandingkan dengan umur padi dengan tanam cara tegel (Suriapermana, dkk 2000)

Kemungkinan dampak negatif sistem legowo : a). Penggunaan

benih padi lebih tinggi 10-25%, b). Upah buruh tanam meningkat dan c). Harus dibuat caplak khusus.


(41)

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di persawahan irigasi Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.. Penelitian I dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006 dan penelitian ke II dilaksanakan bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007.

Tahapan Penelitian.

Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu :

1. Respon Pertumbuhan Vegetatif Varietas Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam.

2. Respon Produksi Varietas Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam.

Bahan dan metode penelitian tersebut diuraikan secara terperinci pada masing-masing penelitian. Alur penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1.


(42)

PENERAPAN TEKNOLOGI SECARA KONVENSIONAL

PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

PENELITIAN

TAHAP I

Respon Pertumbuhan Vegetatif Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam

TAHAP II

Respon Produksi Varietas Padi Sawah terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Tahap I dan Tahap II

Varietas Tidak Berlabel dan Monoton tiap musim tanam ditandai dengan :

ƒ Penggunaan varietas turunan

ƒ Tidak ada pergiliran varietas PELANDAIAN

PRODUKSI PADI SAWAH

Sistim Pengelolaan Air Tidak Baik ditandai dengan :

ƒ Penggenangan lahan > 5 cm, terus-menerus

ƒ Boros penggunaan Air

Jarak tanam tidak optimal, ditandai dengan :

ƒ Jarak tanam rapat dan tidak beraturan


(43)

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN PRODUKSI EMPAT VARIETAS PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT GENANGAN AIR DAN JARAK TANAM.

PENDAHULUAN

Pengelolaan tanaman yang tidak baik dengan menggunakan teknologi secara turun temurun, menyebabkan tingkat produktivitas padi cenderung melandai. Pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman seperti pembentukan anakan tidak optimal, ini disebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat sehingga sangat mempengaruhi produksi padi.

Kebiasaan petani menggenangi sawahnya secara terus menerus terutama pada fase vegetatif menyebabkan tanaman kurang dapat mengambil unsur hara yang dibutuhkan, menghambat pertumbuhan anakan /tunas, menghambat perkembangan akar, merangsang pertumbuhan memanjang tanaman, menghasilkan lebih banyak jerami, dan penggenangan yang terlalu dalam dan lama dapat merubah sifat-sifat kimia tanah sawah, antara lain: kandungan oksigen yang sedikit, kandungan karbon dioksida yang berlebihan, terjadi akumulasi H2S yang dapat meracuni tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil (De Datta 1981 dan Vergara 1990). Sedangkan Pada kondisi tanah tidak tergenang, akar akan tumbuh dengan subur dan besar, sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak, serta mendorong tumbuhnya tunas yang optimal (Anonimus 2000a).

Pengelolaan air pada padi sawah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pertumbuhan akar yang akan mendorong jumlah anakan perumpun yang dihasilkan. Kebutuhan air untuk setiap varietas padi sawah berbeda-beda satu sama lainnya. Untuk itu, penanaman varietas untuk setiap musim tanam harus disesuaikan dengan cuaca (musim). Berdasarkan hal


(44)

tersebut di atas varietas padi sawah dibagi dalam tiga golongan berdasarkan cuaca (musim) yaitu: a). varietas yang cocok ditanam pada musim penghujan, varietas ini tahan rebah terhadap genangan air yang dalam, b). varietas yang cocok ditanam pada musim kemarau dan c). varietas yang cocok ditanam pada musim penghujan dan kemarau.

Petani masih menggunakan benih yang berasal dari hasil panen sebelumnya secara terus menerus dan penggunaan benih tidak variatif (tidak ada pergiliran varietas) untuk setiap musim tanam menyebabkan tingkat produktivitas dan ketahanan suatu varietas terhadap hama dan penyakit menurun (Istuti dan Endah 2000; Darwis 2004; Anonimus 2005a ).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil padi per satuan luas dapat ditempuh dengan menanam varietas unggul padi sawah yang berpotensi hasil tinggi yang didukung karakteristik low input, tahan terhadap tekanan biotik maupun abiotik dan berkualitas baik. Keberhasilan upaya tersebut sangat tergantung pada variabilitas genetik karakter-karakter yang dapat diwariskan (Ferh 1987) dan kemampuan untuk memilih genotif unggul dalam tahapan-tahapan seleksi. Usaha untuk meningkatkan hasil, umur genjah, dan disukai konsumen adalah dengan melakukan pengujian dan seleksi yang tujuannya untuk mendapatkan varietas padi unggul yang spesifik lokasi.

Penanaman bibit padi yang dilakukan petani cenderung rapat, tidak beraturan dan penanaman bibit banyak (lebih dari 5 bibit) perlubang tanam menyebabkan perawatan/pemeliharaan tanaman tidak optimal sehingga pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif tidak seragam untuk setiap petakan sawahnya dan ini berengaruh terhadap produksi. Ini disebabkan petani sulit


(45)

melakukan penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan.

Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan antar sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk (Hale dan Orcutt 1987).


(46)

BAHAN DAN METODA Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di persawahan irigasi teknis di Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Pengamatan jaringan Aerenchym dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan, sedangkan pengamatan tekanan turgor dan prolin di laksanakan laboratorium Fisiologi Balai Penelitian Karet Sei Putih.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : benih varietas padi : Ciherang, Cilosari , Cimelati, dan Diah Suci. Empat varietas ini berasal dari instalasi Pusat Penelitian Teknologi Pertanian Pasar Miring Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang. Pupuk yang digunakan Urea, KCL, SP36; garam dapur; plastik chamber; Nitrogen cair, dan pestisida.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : traktor, meteran ,kayu patok, hand sprayer, ember, mikroskop, Microvolmeter, dewpoint Microvolmeter, thermometer, hygrometer, pisau silet, dan alat tulis, dll.

Metoda Penelitian

Penelitian dilakukan dengan rancangan petak terpisah dengan tiga faktor yaitu :

1. Petak Utama yaitu : tingkat genangan air dengan simbol G terdiri dari 3 taraf yaitu

a G1 = genangan air 0 cm (air macak-macak).

b G2 = genangan air 5 cm dari permukaan tanah.


(47)

2. Anak petak yaitu : jarak tanam dengan simbol J terdiri dari 3 taraf yaitu : a. J1 = Jarak tanam 15 x 15 cm.

b. J2 = Jarak tanam 20 x 20 cm

c. J3 = Jarak tanam 25 x 25 cm.

3. Anak-anak petak yaitu : varietas padi dengan simbol V terdiri dari 4 taraf yaitu: a. V1 = Ciherang

b .V2 = Cilosari

c. V3 = Cimelati

d. V4 = Diah Suci

Jumlah ulangan = 3 ulangan Jumlah sampel = 10 tanaman

Pelaksanaan Penelitian.

Tanah dibajak sebanyak dua kali (olah I dan II). Setelah pembajakan I, sawah digenangi selama 7 hari, kemudian dilakukan pembajakan ke II, diikuti penggaruan tanah untuk meratakan dan pelumpuran.. Selanjutnya dibuat plot penelitian dengan ukuran 3 x 3 m, sebanyak 36 plot plot penelitian dengan 3 ulangan.jarak antar petak utama 0,5 m sedangkan jarak antar ulangan satu meter.

Persemaian dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah pertama. Lahan persemaian dibuat bedengan dengan ukuran 60 x 400 cm. lahan persemaian dipupuk dengan Urea sebanyak 10 persen dari total Urea yang digunakan untuk pertanaman. Lahan persemaian perlu diberi sekam sebanyak 2 kg/m2 untuk mempermudah pencabutan bibit, terutama untuk penggunaan bibit muda.

Sebelum dilakukan penaburan benih, benih terlebih dahulu direndam dalam air garam dengan konsentrasi 3 persen selama 10 menit. Benih yang


(48)

terapung dibuang, dan benih yang tenggelam digunakan (Sembiring, dkk 2002). Sebelum benih ditabur harus direndam dalam air selama 24 jam lalu diperam selama 24 jam supaya berkecambah. Selanjutnya benih disebar ditempat pesemaian.

Bibit yang dipindahkan ke lapangan berumur 10 hari setelah sebar. Jarak tanam sesuai perlakuan. Penanaman dilakukan satu bibit perlubang tanam. Penyisipan dilakukan apabila tanaman tidak sehat atau mati. Penyisipan dilakukan paling lambat bibit berumur 15 hari setelah sebar.

Penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali selama musim tanam yaitu pada umur 15 hari, 35 hari dan 55 hari. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma dengan tangan . gulma yang dicabut dibenamkan ke dalam tanah. Pada saat melakukan penyiangan juga dilakukan penggemburan tanah.

Pemberian pupuk N dilakukan berdasarkan kandungan klorofil daun yang diukur menggunakan skala warna daun (leaf color chart, LCC). Pupuk N pertama diberikan pada umur 10 hari untuk sistem Tapin, dengan takaran 100 kg Urea/ha. Pemberian pupuk N susulan ditetapkan berdasarkan hasil pengukuran status klorofil dan stadia tumbuh tanaman. Semakin hijau warna daun saat pengukuran, semakin kecil takaran pupuk urea susulan. Pembacaan status klorofil daun dilakukan tiap minggu mulai tanaman berumur 14 HST hingga keluar bunga. Batas ambang baca klorofil meter adalah 35. Bila angka baca kurang dari 35 sudah saatnya tanaman diberi pupuk, dengan takaran 30 kg N/ha/aplikasi (Anonimus 2004c; dan Zaini, dkk 2004). Sedangkan pupuk SP36 diberikan pada saat tanam dengan dosis 75 kg/ha, pupuk KCL diberikan pada saat tanam dengan dosis 50 kg/ha (sesuai analisa tanah).


(49)

Tindakan pengendalian hama dan penyakit padi sawah dilakukan dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu pengendalian dilakukan apabila tanaman sudah terserang hama dan penyakit.

Perlakuan Penggenangan.

Perlakuan penggenangan air dilakukan dua minggu setelah tanam sampai menjelang panen. Penggenangan dihentikan lima hari sebelum panen. Sedangkan perlakuan macak-macak dilakukan pada saat tanam sampai panen.

Peubah yang Diukur.

Tinggi Tanaman. Pengamatan pertama dilakukan pada umur 20 hari

setelah sebar.Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah (leher akar) sampai pada daun yang tertinggi. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali. Pengamatan dihentikan sampai pembentukan anakan maksimum (padi telah mengeluarkan malai).

Phyllocron. Pengamatan dilakukan pada umur 20 hari setelah sebar

sampai terbentuknya anakan maksimal. Phyllocron yang diamati adalah : jumlah phyllocron yang terbentuk pada tanaman. Pengamatan dilakukan seminggu sekali.

Jaringan aerenchyma. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman

telah mengeluarkan malai. Pengamatan jaringan ini menggunakan mikroskop di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan. Pengamatan jaringan aerenchyma sepanjang akar dengan mengiris akar secara melintang.

Bobot akar. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman telah

mengeluarkan malai. Sebelum diamati akar tanaman padi dibersihkan dari tanah. Untuk bobot kering akar, akar dikeringkan dalam oven dengan suhu 800C sampai beratnya konstan, baru ditimbang.


(50)

Tekanan turgor. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman telah

mengeluarkan malai. Untuk mendapatkan tekanan turgor, kita harus mencari potensial air daun / Y (MPa) dan potensial osmotik / Ψ (MPa). Prosedur

potensial air daun adalah : potensial air daun diukur dengan cara mengambil

daun pada bagian tengah dengan ukuran 1,2 x 3,4 cm. setelah itu, potongan daun diletakkan pada Wescor chamber C-30 dan ditutup rapat-rapat, kemudian dibungkus dengan plastic Chamber yang berisi contoh daun tadi direndam dalam water bath pada suhu konstan 250 C selama 2 jam. Kemudian Chamber dihubungkan Microvoltmeter, selanjutnya Microvoltmeter dihidupkan, dan Thermocouple output dibaca dengan Dewpoint Microvoltmeter HR 33 T (Karyudi dan Flettcher 2003). Prosedur potensial osmotik adalah : tekanan osmotik

diukur pada sampel daun dan teknik yang sama dengan pengukuran potensial daun setelah contoh daun direndam terlebih dahulu di dalam Nitrogen cair selama beberapa menit. Selanjutnya dapat dihitung tekanan turgor / P (MPa). Tekanan turgor dihitung dengan rumus : P = Y – Ψ

P = Tekanan Turgor Y = Potensial Air Daun

Ψ = Potensial osmotik

Analisa kandungan prolin. Analisa kandungan prolin dari jaringan

daun tanaman dilakukan dengan menggunakan metoda Bates, dkk (1973). Reagen ninhidrin disiapkan dengan menghangatkan 25 g ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glacial dan 20 ml 6 M asam fosfat, kemudian diaduk secara perlahan sampai tercampur merata. Campuran diekstraksi dengan 4 ml toluene, kemudian diaduk dengan vorteks selama 15 sampai 20 detik. Kromofor yang mengandung tuluen dikeluarkan dari fase cair. Kromofor dibiarkan beberapa saat pada suhu


(51)

kamar, selanjutnya absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm, sedang sebagai blangko digunakan larutan toluene. Konsentrasi prolin dalam jaringan daun ditetapkan dengan menggunakan kurva standar prolin yang dibuat dengan berbagai tingkat konsentrasi prolin. Berdasarkan pengukuran nilai absorbansi kemudian dibuat kurva regresi hubungan antara konsentrasi dan nilai absorbansinya.

Produksi Gabah per plot. Setiap plot penelitian,Padi dipanen dengan

ukuran luas 3 x 3 m. Gabah yang dipanen dijemur selama 3 hari, kemudian ditimbang.


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai tingkat genangan air memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 hss (hari setelah sebar) sampai umur 48 hss, sebaliknya varietas unggul memberikan pengaruh sangat nyata pada umur 20 hss sampai umur 48 hss, sedangkan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 27 hss sampai 48 hss. Pengaruh interaksi dua dan tiga faktor untuk semua umur tanaman menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata.

Pada Tabel 1 disajikan respon tinggi tanaman padi pada umur 20 hss sampai dengan 48 hss pada berbagai tingkat genangan air, varietas unggul padi dan jarak tanam.

Tabel 1. Respon Tinggi Tanaman Umur 20 sampai dengan. 48 hss Pada Berbagai Variasi Genangan Air, Varietas Unggul dan Jarak Tanam.

Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan

20 HSS 27 HSS 34 HSS 41 HSS 48 HSS

Faktor Tunggal Tingkat genangan

G1 (macak-macak) 27,08 45,75 52,09 59,89 68,23

G2 ( 5 cm) 31,27 48,43 57,26 64,66 80,34

G3 (10 cm) 31,18 48,58 59,09 65,87 81,40

Varietas

V1 (Ciherang) 30,29 aA 46,16 aA 55,67 aA 62,24 aA 85,64 aA

V2 (Cilosari) 24,74 bB 36,04 bB 45,64 bB 54,88 bB 73,59 bB

V3( Cimelati) 32,10 aA 47,36 aA 57,91 aA 67,81 aA 87,22 aA

V4 ( Diah Suci) 33,25 aA 49,43 aA 59,37 aA 71,33 aA 89,50 aA

Jarak Tanam

J1 (15x15 cm) 31,09 48,32 a 54,77 aA 68,74 a 86,62 aA

J2 (20x20 cm) 30,92 37,44 b 46,25 bB 54,74 b 75,60 bB

J3 (25 x 25 cm) 30,53 37,00 b 44,43 bB 53,94 b 72,74 bB

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) berdasarkan uji Duncan


(53)

Tabel 1 menunjukkan bahwa perbedaan tinggi genangan air memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tinggi tanaman. Semakin tinggi tingkat genangan air, pertumbuhan tinggi tanaman semakin cepat. Pada umur 48 hari setelah sebar tanaman yang tertinggi diperoleh pada perlakuan G3 (tingkat

genangan 10 cm) yaitu 81,40 cm, sedangkan yang terendah perlakuan G1

(macak-macak) yaitu 68,23 cm. Tingginya tingkat genangan air berkolerasi positif dengan pertambahan tinggi tanaman. Kecenderungan ini secara langsung dihubungkan dengan meningkatnya panjang ruas batang (internode) pada cekaman air dalam. Penemuan yang serupa dilaporkan oleh Quayyum, dkk (1981); Purba (1993), Nour, dkk (1994; 1996), Sugai, dkk (1998), dan Gun (1999), dan ditekankan bahwa peningkatan dari panjangnya ruas batang (internode) adalah secara positif berhubungan dengan genangan air.

Sehubungan dengan ini De Datta (1981) menyatakan bahwa tinggi tanaman padi terkait langsung dengan genangan air sawah; tinggi tanaman umumnya meningkat dengan meningkatnya genangan air. Akibat penggenangan terus menerus, kekuatan batang tanaman padi menurun seiring dengan meningkatnya tinggi tanaman. Dengan demikian, kekuatan batang berkurang jika batang memanjang seiring dengan meningkatnya genangan air. Quayyum, dkk (1981) dan Khakwani, dkk (2005) menyatakan bahwa pada kondisi tergenang, bibit padi pada umur 10 sampai 40 hari, akan meningkatkan panjang ruas batang padi . Semakin tinggi tingkat penggenangan pada padi sawah, semakin panjang ruas batang (internode) yang terbentuk. Pertambahan panjang ruas batang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Menurut Ku, dkk (1970); Musgrave, dkk (1972); Musgrave dan Walters (1973), panjangnya ruas batang (internode) pada beberapa


(54)

species tanah basah seperti padi, Ranunculus, aceleratus, Callitriche platycarpa dirangsang oleh etilen, terutama pada keadaan oksigen rendah dan karbon dioksida tinggi, yang secara normal berlawanan (antagonistik) dengan kerja etilen. Bilamana suatu pucuk muda dari salah satu species-species tersebut dicelupkan ke dalam air, etilen yang secara alamiah diproduksi oleh jaringan dan normalnya dilepaskan melalui difusi gas, akan cenderung berakumulasi di dalam apoplast. Bila ambang untuk promosi pengembangan sel (0,01nl/ml jaringan R. aceleratus) telah terlampaui, batang dan petiola akan menyebar sehingga daun dapat kembali ke lingkungan udara dimana laju fotosintesis yang normal dan disisipi etilen dapat dimulai. Etilen eksogen dari tanah juga mempelopori pengaruh tersebut. Sebaliknya, menurut Zheng, dkk (2004); Nissanka dan Bandara (2003), jika keadaan lahan padi dalam keadaan macak-macak dengan jarak tanam lebar pertumbuhan batang padi lebih kokoh karena mendapat penyinaran yang cukup dan penetrasi akar di dalam tanah berkembang lebih baik, karena akar mendapat oksigen lebih banyak dibandingkan pada tanah dalam keadaan tergenang. Perakaran yang banyak menunjang batang padi lebih kokoh.

Kondisi tanah yang tergenang dicirikan oleh hypoxia dan anoxia, akibat penipisan oksigen parsial dan total. Konsumsi biologis cepat akan oksigen yang larut di dalam air tergenang tidak diimbangi oleh difusi gas yaitu 10.000 kali lebih rendah di dalam air dari pada di udara, tidak ada kompensasi untuk konsumsi perkembangan biologis dengan cepat yang dihancurkan oksigen (Ponnamperuma 1972; Gambrell, dkk 1991; Van der Weele, dkk 1996; Visser, dkk 2000; Visser, dkk 2003). Agar tanaman tidak kekurangan oksigen, tanaman beradaptasi dengan cara melakukan pemanjangan internodal dengan cepat


(55)

(Jackson 1985; Voesenek, dkk 1992). Sebagai contoh pemanjangan coleoptil pada semaian padi yang sedang berkecambah terjadi pada anoxia dan dirangsang oleh hypoxia (Ranson dan Parija 1964; Ohwaki 1967; Opik 1973; Turner, dkk 1981; Ishizawa, dkk 1999).Pemanjangan pucuk pada tanah tergenang yang mengalami penipisan oksigen ini dianggap memperlancar perolehan oksigen secara langsung dari atmosfir atau melalui fotosintesa. Untuk perkembangan dan reproduksi yang berkelanjutan, jaringan diseluruh bagian tanaman harus mendapatkan oksigen untuk respirasi aerobik, cara utama bagi produksi energi (Vartapetian dan Jackson 1997). Kurangnya oksigen dalam zona akar mengarah kepada pengasaman tanah

yang menyebabkan kerusakan aerenchyma dan menghambat perolehan unsur hara, asimilasi dan pada akhirnya dapat menghambat pembentukan phyllocron.

Pada umur 20 sampai dengan 48 hss varietas sangat nyata mempengaruhi tinggi tanaman. Pada umur 48 hari setelah sebar, ke tiga varietas unggul yaitu Diah Suci, Cimelati, dan Ciherang rata-rata memiliki pertumbuhan tanaman yang tinggi dibandingkan dengan varietas Cilosari. Varietas Diah Suci memiliki Pertumbuhan tertinggi yaitu 89,50 cm, sedangkan pertumbuhan yang terendah pada varietas Cilosari yaitu 73,59 cm.


(56)

Untuk lebih jelasnya respon tinggi tanaman pada umur 48 hari setelah sebar terhadap varietas unggul padi sawah disajikan pada Gambar 2.

Perbedaan tinggi tanaman dalam satu lingkungan tempat tumbuh yang sama sangat ditentukan oleh sifat genetis tanaman itu sendiri. Varietas Cilosari memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih pendek dibandingkan dengan ke tiga varietas yaitu Ciherang, Cimelati dan Diah Suci.

Pada umur 27 sampai dengan 48 hari setelah sebar perlakuan jarak tanam nyata mempengaruhi tinggi tanaman. Pada umur 48 hari setelah sebar, jarak tanam yang rapat (15 cm x 15 cm) mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih tinggi yaitu 86,62 cm, dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih lebar (25 x 25 cm) yaitu 72,74 cm.

Untuk lebih jelasnya respon tinggi tanaman pada umur 48 hari setelah sebar terhadap jarak tanam disajikan pada Gambar 3.

86.64 73.59 87.22 89.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

V1 V2 V3 V4

Varietas Unggul Padi

Ti ng gi Ta n a m a n ( C m ) Keterangan: V1= Ciherang V2= Cilosari V3= Cimelati V4=Diah Suci

Gambar 2. Tinggi Tanaman (cm) pada Umur 48 HSS dari Berbagai Varietas Unggul Padi Sawah


(57)

Gambar 3. Tinggi Tanaman (Cm) pada Umur 48 HSS pada Perlakuan Jarak Tanam

Penambahan tinggi tanaman pada padi sawah sangat dipengaruhi oleh kerapatan populasi tanaman itu sendiri. Semakin rapat jarak tanam semakin tinggi pertumbuhan tanaman. Ini disebabkan tanaman mencari cahaya matahari, sehingga tanaman memperpanjang ruas batang (internode). Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan antar sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk (Hale dan Orcutt 1987). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Basuki, (1991)

bahwa bila terjadi kompetisi pengambilan unsur hara yang cukup tinggi dalam suatu lingkungan mikro terbatas maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhalang, sehingga tanaman tumbuh kurang sempurna yaitu tidak sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya.

Pada Tabel 2 disajikan respon tinggi tanaman padi sawah umur 48 hss terhadap interaksi genangan air dan jarak tanam.

86.62

75.6

72.74

65 70 75 80 85 90

J1 J2 J3

Jarak Tanam

Ti

nggi

Ta

na

ma

n (C

m)

Keterangan: J1=15x15 cm J2= 20x20 cm J3= 25x25 cm


(1)

Variasi Genangan Air, Varietas Unggul Dan Jarak Tanam.

Perlakuan Tinggi Tan Phyllocron Tek. turgor Prolin BK Akar Interaksi 2 Faktor

Genangan x J.Tanam

G1J1 82,91 30,20 1,56 0,20 59,8 G1J2 78,08 34,50 1,74 0,22 61,8 G1J3 75,69 33,00 1,78 0,19 63,3 G2J1 83,02 28,90 1,30 0,23 55,0 G2J2 79,59 31,00 1,31 0,20 57,2 G3J3 78,40 33,45 1,58 0,21 59,0 G3J1 83,93 28,60 1,34 0,24 54,3 G3J2 81,13 29,90 1,32 0,23 57,8 G3J3 78,96 32,00 1,58 0,22 61,3 Genangan x

Varietas

G1V1 77,49 34,06 1,58 0,22 61,4 G1V2 75,29 32,33 1,51 0,24 56,0 G1V3 82,77 34,60 1,54 0,22 63,8 G1V4 84,37 35,33 1,44 0,21 63,7 G2V1 82,12 32,30 1,34 0,24 58,7 G2V2 77,60 29,00 1,30 0,26 55,6 G2V3 82,12 33,30 1,44 0,22 60,5 G2V4 87,50 35,00 1,41 0,24 61,5 G3V1 82,30 30,80 1,30 0,23 57,7 G3V2 76,88 28,90 1,34 0,26 54,8 G3V3 84,78 31,90 1,34 0,21 59,5 G3V4 84,63 32,40 1,30 0,23 60,1 J. Tanam x Varietas

J1V1 84,30 26,45 1,44 0,21 55,4 J1V2 80,69 24,60 1,30 0,25 54,7 J1V3 85,26 26,76 1,35 0,21 59,5 J1V4 88,28 27,00 1,35 0,20 57,9 J2V1 82,33 33,50 1,48 0,18 60,3 J2V2 80,00 28,60 1,38 0,22 57,5 J2V3 83,35 30,80 1,48 0,19 60,5


(2)

Lampiran 11 (Lanjutan)

Perlakuan Tinggi Tan Phyllocron Tek. turgor Prolin BK Akar G1J1V4 86,10 29,00 1,67 0,18 59,2 G1J2V1 79,30 33,40 1,56 0,22 62,5 G1J2V2 79,80 33,20 1,50 0,19 60,1 G1J2V3 83,87 35,24 1,70 0,21 63,3 G1J2V4 83,77 34,24 1,73 0,22 62,3 G1J3V1 81,60 35,50 1,75 0,18 61,1 G1J3V2 80,26 30,10 1,68 0,19 60,0 G1J3V3 85,50 32,60 1,78 0,18 62,0 G1J3V4 86,10 32,78 1,75 0,18 61,4 G2J1V1 83,53 29,40 1,30 0,23 57,0 G2J1V2 79,90 26,42 1,52 0,25 57,3 G2J1V3 84,33 28,30 1,42 0,20 59,7 G2J1V4 86,00 30,20 1,38 0,22 57,7 G2J2V1 84,50 29,70 1,43 0,20 58,3 G2J2V2 79,44 27,00 1,36 0,23 56,9 G2J2V3 85,00 30,80 1,57 0,19 59,1 G2J2V4 84,55 30,50 1,55 0,22 58,7 G2J3V1 82,90 30,00 1,63 0,20 60,5 G2J3V2 79,65 28,00 1,54 0,24 59,0 G2J3V3 82,96 30,50 1,42 0,22 59,8 G2J3V4 85,57 30,00 1,60 0,22 61,2 G3J1V1 82,47 29,40 1,38 0,23 56,8 G3J1V2 80,23 26,40 1,36 0,25 56,3 G3J1V3 84,83 26,00 1,40 0,25 57,1 G3J1V4 86,66 26,30 1,37 0,25 57,9 G3J2V1 81,98 30 18 1,42 0,23 56,9 G3J2V2 80,00 27,45 1,39 0,25 55,5 G3J2V3 85,33 29,00 1,49 0,20 59,1 G3J2V4 85,43 33,00 1,47 0,21 59,7 G3J3V1 83,42 28,30 1,44 0,24 61,1 G3J3V2 79,98 26,58 1,39 0,25 58,6 G3J3V3 84,90 31,30 1,50 0,21 61,3 G3J3V4 86,00 30,28 1,44 0,22 61,7 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % (huruf kecil) dan 1% (huruf besar).


(3)

Genangan Air, Varietas Unggul Dan Jarak Tanam Perlakuan Produksi Padi /ha (ton) Interaksi 2 Faktor

Genangan x J.Tanam

G1J1 6,90 G1J2 7,17 G1J3 7,20 G2J1 6,90 G2J2 7,00 G2J3 7,20 G3J1 6,70 G3J2 6,95 G3J3 6,85 Genangan x Varietas

G1V1 7,50 G1V2 7,11 G1V3 7,44 G1V4 7,47 G2V1 6,99 G2V2 6,60 G2V3 6,82 G2V4 6,93 G3V1 6,89 G3V2 6,57 G3V3 6,73 G3V4 6,84 J. Tanam x Varietas

J1V1 6,94

J1V2 6,58

J1V3 6,67

J1V4 6,92

J2V1 6,94

J2V2 6,77

J2V3 7,03

J2V4 6,97

J3V1 7,15

J3V2 7,04


(4)

Lampiran 12 (Lanjutan)

Perlakuan Produksi Padi /ha (ton)

G1J3V1 7,50

G1J3V2 7,27

G1J3V3 7,40

G1J3V4 7,42

G2J1V1 6,80 G2J1V2 6,90 G2J1V3 6,80

G2J1V4 6,85

G2J2V1 7,00 G2J2V2 6,80 G2J2V3 6,90 G2J2V4 6,95 G2J3V1 7,23 G2J3V2 6,93 G2J3V3 7,13 G2J3V4 7,17 G3J1V1 6,85 G3J1V2 6,77 G3J1V3 6,78 G3J1V4 6,80 G3J2V1 7,03 G3J2V2 6,80

G3J2V3 6,90 G3J2V4 6,95

G3J3V1 7,23 G3J3V2 6,93 G3J3V3 7,07 G3J3V4 7,00

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % (huruf kecil) dan 1% (huruf besar).


(5)

Genangan Air, Varietas Unggul Dan Jarak Tanam. Perlakuan gbh/malai Jlh Panen (%) Indeks

Berat 1000 bulir

Gbh hampa/

malai

Prod gbh/ha

(ton) Interaksi 2 Faktor

Genangan x J.Tanam

G1J1 182,2 28,3 39,9 15,86 7,85 G1J2 183,1 25,0 40,3 15,83 7,80 G2J1 177,8 27,4 39,5 17,64 7,70 G2J2 178,8 26,0 39,8 17,70 7,65 G3J1 176,1 27,7 39,0 18,10 7,50 G3J2 177,0 28,0 39,5 18,30 7,45 Genangan x Varietas

G1V1 183,0 32,2 38,6 14,83 8,13 G1V2 177,0 28,0 40,5 18,95 7,45 G1V3 183,5 29,4 38,6 14,50 7,90 G1V4 184,2 30,5 40,3 15,10 8,10 G2V1 176,3 29,4 38,0 16,42 7,88 G2V2 175,0 26,0 38,8 18,80 7,43 G2V3 181,7 26,8 37,9 16,65 7,80 G2V4 183,0 29,5 38,4 16,80 7,74 G3V1 177,2 29,6 37,7 16,63 7,52 G3V2 175,2 26,8 38,9 19,42 7,40 G3V3 176,4 27,7 37,5 17,07 7,50 G3V4 179,6 28,6 38,0 17,22 7,43 J. Tanam x Varietas

J1V1 177,8 24,0 37,9 16,03 8,06 J1V2 175,4 21,6 40,8 20,31 7,26 J1V3 179,1 22,4 38,1 16,13 7,86 J1V4 181,0 22,6 40,0 16,32 7,87 J2V1 177,9 24,9 38,2 15,09 7,52 J2V2 175,2 20,2 40,8 18,01 7,20 J2V3 178,7 23,4 38,4 15,78 7,62 J2V4 182,4 23,1 40,3 16,67 7,64 Intraksi 3 Faktor


(6)

Lampiran 13 (Lanjutan) Perlakuan Jlh

gbh/malai

Indeks Panen (%)

Berat 1000 bulir

Gbh hampa/

malai

Prod gbh/ha

(ton) G2J1V4 182,0 28,8 40,2 16,93 7,65 G2J2V1 177,7 30,4 38,0 16,23 7,80 G2J2V2 175,2 25,9 40,1 20,67 7,26 G2J2V3 178,1 28,4 37,9 16,93 7,70 G2J2V4 181,2 28,4 40,0 16,67 7,75 G3J1V1 177,2 29,4 37,8 16,87 7,85 G3J1V2 175,8 26,5 39,4 20,78 7,32 G3J1V3 177,8 27,1 37,8 17,13 7,65 G3J1V4 179,8 26,9 39,2 16,93 7,70 G3J2V1 178,3 28,5 38,4 16,40 7,74 G3J2V2 178,6 25,9 40,2 20,65 7,35 G3J2V3 178,8 26,4 38,2 17,00 7,63 G3J2V4 180,4 27,0 40,1 17,50 7,70 Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % (huruf kecil) dan 1% (huruf besar).