Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.)

FORMULASI BERAS ANALOG PUTIH BERBASIS PATI SAGU
(Metroxylon sagu R.), SINGKONG (Manihot esculenta Crantz), dan AMPAS
KELAPA (Cocos nucifera L.)

TRINA KHARISMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Beras
Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot
esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Trina Kharisma
NIM F24090127

ABSTRAK
TRINA KHARISMA. Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu
(Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa
(Cocos nucifera L.). Dibimbing oleh SLAMET BUDIJANTO dan NANCY
DEWI YULIANA
Beras analog putih yang diformulasikan pada penelitian ini adalah beras
tiruan berwarna putih yang terbuat dari bahan lokal non beras yaitu pati sagu
(Metroxylon sagu R), singkong (Manihot esculenta Crantz), dan ampas kelapa
(Cocos nucifera L.). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi beras
analog putih yang ditentukan dengan analisis warna dan sensori. Penambahan
ampas kelapa berpengaruh pada kualitas beras analog. Semakin tinggi konsentrasi
ampas kelapa (5-15%) maka nilai derajat putih berasnya semakin rendah. Hasil
analisis sensori menunjukkan bahwa formula 5% ampas kelapa memiliki

penerimaan tertinggi pada sampel beras sedangkan formula 15% ampas kelapa
memiliki penilaian tertinggi pada sampel nasi, namun nilai atribut rasa dan
teksturnya (sampel nasi) tidak berbeda nyata (p>0.05). Oleh karena itu, formula
5% ampas kelapa dipilih sebagai formula terbaik yang memiliki kadar air (7.41%)
dan protein (0.61%) rendah sedangkan kadar abu (0.73%), lemak (3.41%), dan
karbohidratnya (94.88) cukup tinggi.
Kata kunci: Diversifikasi pangan, beras analog putih, pati sagu, singkong, ampas
kelapa

ABSTRACT
TRINA KHARISMA. White Analogue Rice Formulation From Sago Starch
(Metroxylon sagu R.), Cassava (Manihot esculenta Crantz), and Coconut Pulp
(Cocos nucifera L.). Supervised by SLAMET BUDIJANTO dan NANCY DEWI
YULIANA.
White analogue rice formulated in this research was made of several nonrice local carbohydrate sources: sago starch (Metroxylon sagu R), cassava
(Manihot esculenta Crantz), and coconut pulp (Cocos nucifera L.). The purpose of
this research was to obtain formulation of white analogue rice from above
mentioned main materials. Several parameters were measured, those are color
analysis (whiteness index) and sensory analysis. It was found that the addition of
coconut pulp significantly affected the quality of analogue rice. The addition of

coconut pulp to the formulation (5-15%) resulted in a decrease of analogue rice
whiteness index. Sensory analysis showed that rice formula with 5% of coconut
pulp was the most acceptable one (uncooked rice). For cooked rice, formula with
15% of coconut pulp was the most acceptable one. Although for flavor and texture
attributes were not significantly different (p>0.05), thus the 5% of coconut pulp
formulation was chosen as the best formula. It had lower moisture (7.41%) and
protein contents (0.61%), but higher ash (0.73%), fat (3.41%), and carbohydrate
contents (94.88%).
Keywords: Food diversification, white analogue rice, sago starch, cassava,
coconut pulp

FORMULASI BERAS ANALOG PUTIH BERBASIS PATI SAGU
(Metroxylon sagu R.), SINGKONG (Manihot esculenta Crantz), dan AMPAS
KELAPA (Cocos nucifera L.)

TRINA KHARISMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sazu
R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.)
: Trina Kharisrna
Nama
: F24090127
NIM

Disetujui oleh

\/L----C7
Prof Dr If Slamet Budijanto, MAgr

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

セャ@

G@

-. ..

ewi Yuliana STP MSc
Pembimbing II

Judul Skripsi : Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu
R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa
(Cocos nucifera L.)
Nama
: Trina Kharisma
NIM
: F24090127


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr
Pembimbing I

Dr Nancy Dewi Yuliana, STP,MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. atas bimbingan dan teladan yang telah

diberikan. Skripsi ini berjudul “Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu
(Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa
(Cocos nucifera L.)” yang telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 hingga Juni
2013 di laboratorium F-Technopark, laboratorium Evaluasi Sensori SEAFAST
Center, dan laboratorium ITP Fateta IPB.
Selesainya kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Bapak Dudung dan Ibu Elly yang telah merawat,
memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tiada henti hingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang sarjana. Terima kasih juga
kepada kakak penulis yaitu Riztia Delianita dan Sarah Aditia yang selalu
memberikan dukungan dan semangat selama penulis mengerjakan tugas akhir.
2. Prof Dr Ir Slamet Budijanto, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik penulis selama di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan yang selalu memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan moril dan
materil selama penulis menjalani perkuliahan dan penelitian.
3. Dr Nancy Dewi Yuliana, STP, M.Sc sebagai dosen pembimbing kedua dan
penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran demi perbaikan skripsi ini
serta Prof Dr Ir Rizal Syarif, DESS yang telah meluangkan waktunya sebagai
dosen penguji.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan pengajar
TPB, segenap guru penulis sejak duduk di SDN Pintukisi, SMPN 1 Sukabumi,
dan SMAN 3 Sukabumi yang telah memberi ilmu dan bimbingan bagi penulis.
5. Teman-teman satu bimbingan Aldith, Fefi, Farah, dan Vincenia yang telah
memberi dukungan dan melalui masa-masa penelitian bersama.
6. Sahabat-sahabat terkasih Grace, Cici, Olga, Jaim, Dani, Iqbal dan Iren atas
dukungan, semangat, keceriaan, dan suka duka yang dilalui selama di ITP.
7. Sahabat ITP Eren, Oca, Aca, Lina, Aktris, Sarah, Hayyu, Kyo, Cicil, Charles,
Devi, Dewi, Seno, Sobich, Gema, Anan, Aji, dan sahabat lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu atas kebersamaan dan keceriaan selama menjalani
masa perkuliahan.
8. Sahabat satu tempat tinggal selama di Bogor Mona, Dini, Asin, Mirna, Sisca,
dan Siska atas dukungan, keceriaan, dan kebersamaannya.
9. Pak Zaenal, Mas Sadar, Pak Hendra, Mas Ade, Pak Ujang, Mang Asep, Mbak
Vera, Pak Rozak, Pak Yahya, Bu Antin, Pak Sobirin, Pak Gatot, Mba Ani, Pak
Taufik, Bu Sri, Bu Novi, serta segenap teknisi dan staf UPT Departemen ITP
atas bantuannya dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian di Lab
ITP, F-Technopark, dan SEAFAST.
Semoga skripsi hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pangan.

Bogor, Juli 2013
Trina Kharisma

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2


Alat

3

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Karakterisasi Bahan Baku

7

Formulasi Beras Analog

8

Produksi Beras Analog

8

Analisis Fisik Beras dan Nasi Analog

8

Analisis Sensori

15

Analisis Formula Terbaik

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Rancangan acak lengkap beras analog putih
Analisis proksimat bahan baku
Formulasi beras analog putih
Bobot seribu butir beras analog putih
Densitas kamba beras analog putih
Waktu pemasakan beras analog putih
Analisis hilangnya air nasi analog putih
Kadar air nasi analog putih dan nasi kontrol.
Analisis kualitas nasi utuh
Analisis proksimat formula terbaik beras analog putih, beras analog
penelitian sebelumnya, dan beras sosoh.

4
7
8
10
11
11
13
14
14
16

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Diagram alir pengolahan kelapa segar menjadi ampas kelapa
Diagram alir produksi beras analog putih
Nilai derajat putih beras analog putih, beras sosoh, dan beras ketan
Perbandingan derajat putih beras analog putih (A) beras ketan (B) beras
sosoh (C) secara visual.
Perbandingan nasi dari beras analog putih (A) dan beras sosoh (B)
secara visual
Kurva hubungan bobot nasi dan waktu
Kurva hubungan laju hilangnya air nasi dengan waktu
Nilai rataan skor hedonik beras analog putih
Nilai rataan skor hedonik nasi analog putih

4
5
9
9
12
12
13
15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji statistik evaluasi sensori beras analog putih
2. Hasil uji statistik evaluasi sensori nasi analog putih

21
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras analog adalah beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal nonberas (Budijanto et al. 2011). Beras analog berpotensi untuk menjadi
pangan fungsional dan media fortifikasi. Pangan fungsional adalah pangan
olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang
berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti
tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005),
sedangkan fortifikasi adalah upaya meningkatkan mutu gizi pangan dengan
menambahkan pada pangan tersebut satu atau lebih zat mikro tertentu
(BPOM 2004). Fortifikasi beras analog menjadi satu keuntungan tersendiri
bagi konsumen karena peningkatan nilai gizi didapatkan tanpa merubah
kebiasaan makannya (Kunz 2009). Saat ini, beras analog bisa diposisikan
sebagai produk yang mendukung program diversifikasi pangan yang
dicanangkan pemerintah dalam kebijakan umum ketahanan pangan 20062009.
Penelitian mengenai beras tiruan menjadi topik yang cukup menarik
saat ini. Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan diantaranya adalah beras
artificial (Kurachi 1995), beras substitusi berbasis kedelai (Kato 2006),
beras mutiara dari ubi (Rasbi) (Widowati et al. 2010), dan beras analog
berbahan dasar sorgum (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Terdapat banyak
variasi produk beras analog dengan beragam warnanya. Penelitian terus
dilakukan untuk menciptakan beras analog yang memiliki karakteristik
mirip beras seperti bentuk, rasa, dan warna. Beras yang berasal dari padi
memiliki karakteristik warna putih. Warna adalah salah satu atribut utama
dalam evaluasi sensori karena paling cepat dan mudah memberikan kesan
terhadap suatu produk. Atribut paling penting pada produk beras dan nasi
adalah derajat putih produk (Suwansri et al. 2002) oleh karena itu penelitian
ini ditujukan untuk mendapatkan formulasi beras analog berwarna putih
berbasis pangan lokal seperti pati sagu (Metroxylon sagu R.), singkong
(Manihot esculenta Crantz), dan ampas kelapa (Cocos nucifera L.) yang
memiliki karakteristik warna putih.
Sagu adalah tanaman lokal Indonesia. Sagu memiliki peran yang
sangat penting terutama sebagai sumber daya lokal untuk mengatasi
kekurangan pangan nasional dan ketergantungan sebagaian masyarakat
Indonesia terhadap beras (Bintoro et al. 2010). Sagu memiliki luas lahan
1.128 juta ha dan potensi produktivitas tepung sagu yang tinggi yaitu ± 30
ton/ha/tahun melebihi beras ± 10-16 ton/ha/tahun (Alvons dan Rivaie 2011).
Pati sagu mengandung 81-88% karbohidrat yang terdiri dari 23% amilosa
dan 73% amilopektin (Flach 1996). Tingginya kandungan karbohidrat pada
sagu menjadi sumber utama pati yang dibutuhkan adonan beras analog.
Proporsi pati dalam adonan mencapai 50-98% (Kurachi 1995).
Selain sagu, tanaman lainnya yang digunakan dalam penelitian ini
adalah singkong (Manihot esculenta Crantz). Singkong menjadi sumber
karbohidrat lokal Indonesia yang menempati urutan ketiga terbesar setelah

2
padi dan jagung. Singkong segar mengandung kadar air 60% yang
dimanfaatkan sebagai sumber air untuk adonan beras analog. Air diperlukan
untuk menghasilkan adonan dengan kadar air 25-55% (Kurachi 1995; Kato
2006). Kandungan pati singkong sebesar 35% (Prabawati et al. 2011)
digunakan sebagai sumber pati lainnya dalam adonan.
Ampas kelapa menjadi bagian dari bahan baku pembuatan beras
analog putih. Kandungan nutrisi dalam ampas kelapa seperti lemak dan serat
bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas adonan dan produk akhir
beras analog (Mishra et al. 2012), terlebih lagi warnanya yang putih. Ampas
kelapa mengandung protein 11,35% sebagai binder, lemak 23,36% sebagai
lubricant, serat makanan 5,72% dan serat kasar 14,97% sebagai pengikat air
(Miskiyah et al. 2006).
Beras analog bisa diproduksi dengan beberapa metode diantaranya
metode granulasi (Kurachi 1996), cold extrusion, dan hot extrusion (Alavi et
al. 2008; Mishra et al. 2012). Pada penelitian ini, metode yang digunakan
adalah metode hot extrusion atau ekstrusi dengan suhu tinggi. Prinsip
metode ini adalah melewatkan adonan pada ekstruder tipe ulir tunggal atau
ganda pada suhu relative tinggi (diatas 70oC) yang dicapai dengan preconditioning atau transfer panas dari uap panas. Produk akhir yang
dihasilkan adalah butiran beras analog yang matang penuh atau sebagian
(Mishra 2012). Metode hot extrusion digunakan karena dalam produksi
beras analog dibutuhkan suhu tinggi agar pati dalam adonan beras analog
bisa tergelatinisasi (Akdogan 1999). Suhu tinggi juga berperan untuk
memudahkan dalam pencampuran adonan dalam barel ekstruder (Mosciki
2011).
Perumusan Masalah
Beras analog yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya belum ada
yang menyerupai warna beras padi yaitu warna putih. Warna menjadi
parameter utama penelitian ini. Tantangan yang ada dalam penelitian ini
adalah bagaimana menghasilkan produk beras analog berwarna putih yang
berasal dari bahan baku lokal Indonesia.
Tujuan Penelitian
Mendapatkan formulasi beras analog berwarna putih dari bahan baku
lokal yang dapat diterima secara sensori serta mengetahui karakteristik
fisikokimianya.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan beras analog terdiri dari pati
sagu, singkong, dan ampas kelapa, gliserol monostearat (GMS) dan air.

3
Bahan untuk analisis terdiri dari larutan H2SO4, HCl, H3BO3, HgO, K2SO4,
air destilata, larutan NaOH- Na2S2O3, heksana.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan beras analog yaitu
timbangan, baskom, mixer, twin screw extruder, oven, saringan, alat
pengepres tahu dan rice cooker. Alat-alat yang digunakan untuk analisis,
yaitu oven, pipet volumetrik 2 ml dan 5 ml, pipet tetes, timbangan analitik,
erlenmeyer, kertas saring soxhlet, hotplate, labu kjeldahl, pH-meter, cawan
porselin, cawan alumunim, gelas ukur, gelas piala, dan tanur.
Metode Penelitian
Karakterisasi Awal Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu,
singkong, dan ampas kelapa. Karakterisasi awal bahan baku diperlukan
untuk menentukan formulasi yang tepat sehingga bisa dihasilkan produk
beras analog putih. Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat
mencakup analisis kadar air metode oven (AOAC 2007), kadar abu (AOAC
2007), kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 2007), kadar lemak metode
Soxhlet (SNI 01-2891-1992), dan kadar karbohidrat yang ditetapkan dengan
perhitungan by-difference. Analisis dilakukan triplo.
Persiapan Bahan Baku dan Uji Coba Produksi
Pada penelitian ini digunakan variabel tetap dan variabel tidak tetap.
Variabel tetap beras analog yaitu konsentrasi singkong dan variabel tidak
tetap adalah konsentrasi pati sagu dan ampas kelapa.
Bahan baku yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu bahan baku
kering dan bahan baku segar. Bahan baku kering yang digunakan adalah pati
sagu sedangkan bahan baku segarnya adalah singkong segar dan ampas
kelapa. Bahan baku kering berada dalam bentuk tepung sehingga bisa
langsung digunakan untuk produksi sedangkan bahan baku segar singkong
perlu ada persiapan awal bahan terlebih dahulu.
Singkong segar yang didapat dari pemasok masih berada dalam
bentuk segar. Singkong segar lalu dikupas dan dicuci hingga bersih.
Singkong bersih direndam dalam air agar terhindar dari reaksi pencoklatan
enzimatis. Tahap selanjutnya adalah pemarutan singkong menjadi singkong
parut.
Penggunaan ampas kelapa bertujuan untuk mengurangi kandungan
lemak yang terdapat pada kelapa parut. Ampas kelapa yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari kelapa parut segar yang diambil santannya dengan
dua kali pemerasan. Gambar 1 menunjukkan diagram alir pengolahan kelapa
menjadi ampas kelapa.
Setelah persiapan bahan baku selesai, maka uji coba penelitian beras
analog bisa dilakukan. Uji coba ini berguna untuk menentukan konsentrasi
ampas kelapa yang tepat dan kondisi yang optimal yang akan digunakan
pada penelitian selanjutnya.

4

Gambar 1 Diagram alir pengolahan kelapa segar menjadi ampas kelapa
Perancangan formula
Produksi beras analog dilakukan berdasarkan hasil formulasi
menggunakan metode rancangan acak lengkap sederhana. Faktor yang
digunakan adalah jumlah ampas kelapa yang ditambahkan. Model
rancangan percobaannya adalah sebagai berikut :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij
= respon pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh ampas kelapa ke-i
εij
= error atau galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Apabila dibuat tabel rancangan acak lengkap untuk formulasi beras
analog putih maka rancangannya adalah sebagai berikut,
Tabel 1 Rancangan acak lengkap beras analog putih
Ulangan
1
2

P1
A11
A21

Perlakuana
P2
A12
A22

P3
A13
A23

a

P1= Konsentrasi ampas kelapa 5%, P2= Konsentrasi ampas kelapa 10%, P3=
Konsentrasi ampas kelapa 15%,

Pembuatan Beras Analog Putih
Beras analog putih diproduksi menggunakan teknik hot extrusion
dengan alat twin screw extruder. Suhu ekstruder yang digunakan adalah 7580oC. Tahapan pembuatan beras analog terlihat pada Gambar 2 yaitu
diawali dengan menimbang bahan baku sesuai formula. Selanjutnya
pencampuran bahan kering seperti pati sagu dan GMS hingga homogen.
Bahan kering lalu dicampur bahan basah hingga tercampur rata.

5
Pencampuran bisa dilakukan menggunakan mixer selama 5 menit. Adonan
yang sudah tercampur rata dimasukkan kedalam ekstruder yang sudah
dipersiapkan kondisinya (suhu 75-80oC). Beras analog yang dihasilkan lalu
dikeringkan pada suhu 85oC selama 1jam.

Gambar 2 Diagram alir produksi beras analog putih
Analisis Fisik Beras Analog
Terdapat tiga jenis beras analog yang dihasilkan berdasarkan
formulasi menggunakan rancangan acak lengkap. Ketiga beras analog ini
diuji karakteristik fisiknya untuk mengetahui performa masing-masing beras.
Analisis fisik yang dilakukan adalah analisis warna menggunakan KETT
Digital Whiteness Meter Model C-100, waktu pemasakan beras, hilangnya
air dari nasi analog, kualitas nasi utuh, bobot seribu butir, dan densitas
kamba. Analisis dilakukan triplo. Data yang diperoleh akan diuji
menggunakan metode one way Analysis of Variance (ANOVA) dengan
bantuan aplikasi SPSS Statistic 17.0 dengan uji lanjut Duncan (untuk
membandingkan antar sampel) dan uji lanjut Dunnet (untuk
membandingkan sampel dengan kontrol).
Waktu pemasakan beras
Timbang beras dan air 1:1 (v/v) sebanyak 100-150 ml. Masak beras
sosoh (kontrol) menggunakan perbandingan beras dan air 1:2 (v/v). Masak

6
beras dalam rice cooker yang berisi air mendidih sampai beras matang.
Hitung waktu pemasakan nasi dari saat beras dimasukkan kedalam air
mendidih.
Analisis kehilangan air nasi analog
Timbang nasi analog sebanyak 50 gram kedalam cawan petri.
Timbang bobot nasi analog selama 5 jam dengan interval waktu 30 menit.
Hitung bobot kering nasi analog. Analisis kehilangan air nasi analog
dinyatakan sebagai laju kehilangan air per satuan waktu.
Laju kehilangan air (gH2O/gmenit)
Keterangan:
Bobot air yang hilang (g)

= Bobot
= Bobot awal nasi-bobot akhir nasi
Bobot kering nasi (g) = Bobot awal nasi- (%kadar air x bobot awal nasi)
Waktu (menit)
= Waktu akhir – waktu awal

Analisis kualitas nasi utuh
Timbang 10 gram nasi analog. Pisahkan nasi utuh dan nasi patah.
Nilai kualitas nasi utuh didapatkan dengan menghitung nasi utuh yaitu nasi
yang memiliki bentuk sempurna dengan nasi patah yaitu nasi yang memiliki
bentuk tidak sempurna dan ukurannya lebih kecil dari nasi utuh dalam
sejumlah tertentu nasi (dalam gram).
Nilai kualitas nasi utuh
Penentuan Formula Terbaik
Tiga produk beras analog yang dihasilkan berdasarkan rancangan
formulasi akan dipilih satu formula terbaik menggunakan analisis sensori
dan analisis fisik warna. Analisis sensori yang digunakan adalah uji rating
hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Pada uji ini, dibutuhkan 70 orang
panelis untuk diminta menilai atribut uji pada sampel beras dan nasi analog.
Atribut uji pada sampel beras analog yaitu warna, bentuk, aroma dan overall
acceptance sedangkan atribut uji sampel nasi analog yaitu warna, aroma,
rasa, tekstur, dan overall acceptance. Skala penilaian yang digunakan adalah
skala numerik dari 1-7 dengan keterangan bobot penilaian dari sangat tidak
suka (1) sampai sangat suka (7). Data yang diperoleh akan diuji
menggunakan analisis univariate all two way dengan bantuan aplikasi SPSS
Statistic 17.0. Jika hasil uji menunjukkan perbedaan nyata pada taraf
kepercayaan 95% maka dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Test.
Analisis Kimia Formula Terbaik
Formula terbaik akan dikarakterisasi secara kimia. Analisis kimia
yang dilakukan berupa analisis proksimat seperti analisis kadar air metode
oven (AOAC 2007), kadar abu (AOAC 2007), kadar protein dengan metode
kjeldahl (AOAC 2007), kadar lemak dengan metode soxhlet (SNI 01-28911992), dan kadar karbohidrat ditetapkan dengan perhitungan by difference.
Analisis dilakukan triplo.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan Baku
Bahan baku pembuatan beras analog putih terdiri dari pati sagu,
singkong, dan ampas kelapa. Berdasarkan hasil analisis proksimat pada
Tabel 2, pati sagu dan singkong memiliki karbohidrat yang tinggi yaitu
101.37% dan 94.74%. Kedua bahan tersebut menjadi sumber karbohidrat
utama adonan beras analog.
Tabel 2 Analisis proksimat bahan bakua

Kadar Air

Kadar
Abu

Persen (%) bkb
Kadar
Protein

Ampas Kelapa

154.33±1.99

0.87±0.00

5.24±0.00

60.95±1.10

35.11±0.00

Singkong

173.38±2.63

2.53±0.00

1.71±0.00

1.63±0.08

94.74±0.00

13.18±0.05 0.15±0.01
Sagu
Rataan±standar deviasi; bbk= bobot kering

0.19±0.03

0.05±0.01

101.37±0.00

Bahan

a

Kadar
Lemak

Kadar
Karbohidrat

Berdasarkan hasil analisis, sampel basah memiliki kadar air jauh
lebih tinggi dibanding sampel kering. Singkong memiliki kadar air tertinggi
yaitu 173.38% sedangkan kelapa mengandung kadar air 154.33%, dan pati
sagu sebagai bahan kering mengandung 13.18% air. Air adalah faktor
penting yang menentukan karakteristik hasil akhir produk beras analog.
Rendahnya kadar air adonan akan memicu shear yang lebih tinggi dalam
extruder sehingga menghasilkan derajat gelatinisasi yang lebih tinggi
sedangkan kadar air yang terlalu tinggi akan membuat adonan menjadi
lengket dalam ekstruder (Mishra et al. 2012). Menurut Kurachi (1994)
adonan beras analog sebaiknya memiliki kadar air 25-55%. Tingginya kadar
air singkong dimanfaatkan sebagai sumber air utama sehingga dalam
formulasi ini tidak digunakan air sama sekali. Perbandingan singkong segar
dan bahan lainnya adalah 3:4 sehingga kadar air adonan dijaga berada pada
kisaran 35-45%.
Ampas kelapa memiliki kandungan lemak paling tinggi dibanding
kedua sampel lainnya yaitu 60.95%. Lemak dalam ampas kelapa memiliki
peran sebagai lubricant yang mampu mengurangi gesekan adonan dalam
barel ekstruder selama pemasakan dan mengontrol penyerapan air (Mishra
et al 2012). Jika terlalu banyak lemak/minyak yang ditambahkan maka
beras analog tidak akan menyerap air dengan baik selama rehidrasi (Dupart
et al 2003). Tingginya lemak juga akan menghasilkan off flavor dan
mempengaruhi kualitas penyimpanan produk (Camire et al 1990 dalam
Singh et al. 2006). Oleh sebab itu ampas kelapa yang digunakan dalam
adonan beras analog memiliki proporsi yang paling kecil dibanding kedua
bahan lainnya.

8
Formulasi Beras Analog
Formulasi adonan beras analog putih pada penelitian ini
menggunakan metode racangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu
ampas kelapa. Ampas kelapa yang digunakan pada formulasi ini terdiri dari
tiga taraf yaitu 5%, 10%, dan 15%. Formulasi ini terlihat pada Tabel 3,
Tabel 3 Formulasi beras analog putih
Formula
1
2
3

Komposisi
Singkong segar 44%, pati sagu putih 51%, dan ampas kelapa 5%
Singkong segar 44%, pati sagu putih 46%, dan ampas kelapa 10%
Singkong segar 44%, pati sagu putih 41%, dan ampas kelapa 15%

Bahan pengikat yang digunakan pada formulasi beras analog adalah
GMS sebanyak 2% berdasarkan penelitian Budijanto dan Yuliyanti (2012)
dan Widara (2012). Menurut Widara (2012) GMS bisa membentuk
kompleks inklusi heliks dengan amilosa. Kompleks tersebut dapat
mencegah granula pati untuk mengembang sehingga menyebabkan
berkurangnya kekuatan pengembangan dan kelarutan. GMS termasuk
emulsifier yang memiliki fraksi lemak dengan suhu leleh tinggi, berperan
memfasilitasi shear, keseragaman pembentukan ekstrudat, dan melindungi
adonan dari kelengketan sehingga proses ekstrusi menjadi lebih mudah
(Mosciki 2011). Oleh karena itu GMS berfungsi juga sebagai pelumas
termal (Singhal 2011).
Produksi Beras Analog
Teknologi yang digunakan untuk produksi beras analog putih adalah
hot extrusion dengan ekstruder tipe ulir ganda. Suhu yang digunakan adalah
75-80oC. Penggunaan suhu tersebut didasarkan pada suhu gelatinisasi pati
sagu 70.1oC (Ahmad et al 1999), suhu gelatinisasi prosuk ekstrusi berbasis
singkong 70-80 oC (Seibel dan Hu 1994 dalam Singh et al. 2006), dan hasil
uji coba produksi sebelumnya. Penggunaan suhu kurang dari 75oC
menghasilkan beras analog yang tidak matang sedangkan penggunaan suhu
lebih dari 85oC menyebabkan beras lengket dan tidak berbentuk butiran
beras.
Hasil produksi beras analog putih kemudian dikeringkan
menggunakan suhu 80-85oC selama 1 jam. Pengeringan beras analog
bertujuan menurunkan kandungan air beras sehingga memiliki umur simpan
yang lama (Mishra et al 2012; Kato 2006).
Analisis Fisik Beras dan Nasi Analog
Beras analog putih yang dihasilkan memiliki bentuk mirip beras
yaitu lonjong. Warna beras analog yang dihasilkan pun sesuai harapan yaitu
berwarna putih namun warna putih yang dihasilkan lebih menyerupai warna
beras ketan yaitu putih susu. Beras analog putih yang dihasilkan selanjutnya
dianalisis karakteristik fisiknya untuk mengetahui performa ketiga
formulasi.

9
Analisis Warna Menggunakan KETT Digital Whiteness Meter Model
C-100
Hasil analisis warna pada Gambar 3 menunjukkan bahwa sampel
beras analog dengan kadar ampas kelapa 5% memiliki intensitas warna
putih paling tinggi yaitu sebesar 73.075%. Perbedaan intensitas derajat putih
ini berbeda secara nyata dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan uji
oneway ANOVA dengan uji lanjut Duncan untuk formula 3 dengan kedua
formula lainnya, sedangkan formula 1 dan 2 tidak menunjukkan perbedaan
nyata (p>0.05). Semakin tinggi konsentrasi ampas kelapa dari kisaran 515% menunjukkan penurunan nilai derajat warna putih.

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan nyata (p0.05) sedangkan kedua sampel
lainnya berbeda nyata (p0.05)

Berdasarkan penelitian Widara (2012), kecepatan screw dan cutter
menjadi parameter proses yang berpengaruh pada pencetakan beras analog
menggunakan ekstruder sehingga memengaruhi bobot per butir beras analog.
Proses pengeringan menyebabkan pengurangan bobot dan peningkatan
porositas (Berggreen dan Alderborn 2001). Oleh sebab itu beras analog
memiliki bobot yang lebih rendah dibanding beras sosoh.
Densitas Kamba
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5, beras analog putih formula
3 memiliki densitas terendah yaitu 0.5004 g/ml. Nilai ini menunjukkan
massa beras per satuan volume. Nilai densitas kamba berbanding terbalik
dengan volumenya, semakin besar densitas kamba maka semakin kecil
volumenya (Budijanto dan Yuliyanti 2012).
Nilai densitas kamba beras analog putih berbeda secara nyata dengan
kontrol beras sosoh (p