Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi RIAU)

ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANDAN BUAH SEGAR
(TBS) KELAPA SAWIT
(Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau)

NAZAR AL HADDAD SAMOSIR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Pasca
Panen Tandan Buah Segar (TBS) (Kasus: Desa Tanah Datar kecamatan Kunto
Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013

Nazar Al Haddad Samosir
NIM H34090057

ABSTRAK
NAZAR AL HADDAD SAMOSIR. Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah
Segar (TBS) (Kasus: Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten
Rokan Hulu Provinsi Riau). Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA
Desa Tanah Datar merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit
yang ada di Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Hasil produksi kelapa sawit
yang dihasilkan oleh petani adalah tandan buah segar (TBS). Pada proses pasca
panen TBS kelapa sawit memiliki beberapa tahap yang harus dilalui, mulai dari
TBS berada di lahan sampai ke pabrik kelapa sawit (PKS). Produksi TBS yang
dihasilkan oleh petani kurang maksimal, karena hilangnya hasil produksi di setiap
tahap pasca panen kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

besar kehilangan hasil produksi yang ada serta menganalisis dampak yang
ditimbulkan dari kehilangan hasil produksi TBS disetiap tahap pasca panen kelapa
sawit. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa hilangnya hasil produksi
TBS berada di lahan, pada proses pengecekan TBS mentah, di TPH, dan sortasi
pabrik. Adapun besar persentasi kehilangan hasil produksi terhadap total produksi
TBS yang dihasilkan adalah sebesar 1.70 persen untuk di lahan, 0.51 persen untuk
proses pengecekan TBS mentah (TPH), 0.27 persen untuk TBS di TPH
(brondolan) dan 2.70 persen di sortasi pabrik (PKS). Dampak kerugian yang
ditimbulkan dari loss post-harvest TBS secara total per dua hektar lahan sebasar
Rp 412 207.24 perbulan dan jika dijumlahkan selama satu tahun akan mencapai
dampak kerugian sebesar Rp 4 946 486.88.
Kata kunci : Produksi, Kelapa sawit, Loss post-harvest.
ABSTRACT
Tanah Datar village is one of the centers of oil palm plantations in the
Rokan Hulu Regency of Riau Province. Palm oil production generated by farmers
is the fresh fruit bunches (FFB). On the post-harvest process oil palm FFB has
several stages that must be traversed, from FFB are on land to palm oil factory.
Production of FFB produced by farmers less than the maximum, due to loss of
production results in every phase of post harvest oil palm. The purpose of this
research is to know the result of large production loss and analyze the impacts of

lost production at every stage of the FFB post harvest oil. Analysis of the results
obtained shows that the loss of production result in the FFB land, on checking
process FFB raw, FFB in TPH, and sorting plant. As for the large percentage of
total production loss of production of FFB produced amounted to 1.70 percent at
the land, 0.51 percent on the process of checking the FFB raw, 0.27 percent when
FFB in TPH and 2.70 percent at sorting plant. The impact of the losses arising
from the loss of post-harvest TBS in total per two hectares of land is Rp 412
265.14 per month and if combined for one year will reach Rp 4 946 486.88.
Keyword : Production, Palm Oil, Loss post-harvest.

ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANDAN BUAH SEGAR
(TBS) KELAPA SAWIT
(Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau)

NAZAR AL HADDAD SAMOSIR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS) kelapa
sawit (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi RIAU)
Nama
: Nazar Al Haddad Samosir
NIM
: H34090057

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah risiko
pasca panen, dengan judul Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS)
Kelapa Sawit (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau)
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing dalam proses
penelitian ini. Begitu juga dengan pihak Koperasi Sawitra yang telah banyak
membantu memberikan data yang dibutuhkan serta pendekatan kepada petani di

Desa Tanah Datar. Teman-teman Agribisnis angkatan 46, BOS (Budaya Olahraga
dan Seni) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB)
angkatan 46, serta BEM Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB yang
telah memberikan masukan dan dukungan dalam proses penelitian ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga besar Muladi Samosir, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Juni 2013
Nazar al Haddad Samosir

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DARTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Kriteria Matang Panen Tandan Buah Segar
Penanganan Tandan Buah Segar
Kehilangan Hasil dalam Penanganan Pasca Panen
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Risiko Pasca panen
Analisis Kemungkinan Terjadinya (Probabilitas) Loss post-harvest TBS
Analisis Dampak Kehilangan Hasil Produksi (loss post-harvest) TBS
Pemetaan Kehilangan Hasil Produksi (loss post-harvest) TBS
Rekomendasi Strategi Penanganan Loss post-harvest TBS

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
ix
ix
ix
1
1
4
5
6
6
6
6
7

7
8
9
9
18
18
18
18
19
24
26
26
33
37
39
41
46
46
47
47

49
50

DARTAR TABEL
1 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) pada subsektor unggulan
perkebunan Nasional 2010a
2 Nilai ekspor komoditi perkebunan indonesia 2010a
3 Luas perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO pada tahun 2010a
4 Metode Pengambilan Data
5 Tabel data potensi Desa Tanah Datar tahun 2012a
6 Jumlah penduduk Desa Tanah Datar tahun 2012a
7 Sebaran persentase kehilangan hasil pasca panen kelapa sawit di Desa
Tanah Datar
8 Analisis perhitungan probabilitas losses di bagian lahan
9 Analisis probabilitas TBS mentah
10 Analisis probabilitas TPH (brondolan tertinggal)
11 Probabilitas kehilangan hasil produksi di pabrik (sortasi)
12 Analisis dampak kehilangan hasil produksi TBS
13 Status risiko pada loss post-harvest kelapa sawit di Desa Tanah Datar


1
2
3
19
25
25
32
34
35
36
37
38
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Perkembangan produk CPO tahun 2011
Hubungan total utility dengan kekayaan
Proses pengelolaan risiko
Kerangka pemikiran operasional
Peta risiko
Peta risiko Preventif dan Mitigasi
Peta hasil identifikasi loss postharvest TBS
Strategi penanganan Preventif loss post-harvest TBS di Desa Tanah
Datar
9 Strategi penanganan Mitigasi loss post-harvest TBS di Desa Tanah
Datar

2
11
13
17
21
22
40
43
45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Gambar keadaan perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar
Produksi tandan buah segar (TBS) petani responden tahun 2012
Jumlah brondolan yang tertinggal di lahan
Jumlah TBS mentah yang terpanen oleh petani responden tahun 2012
Jumlah brondolan tertinggal di TPH petani kelapa sawit di Desa Tanah
Datar
6 Potongan sortasi pabrik yang diterima oleh petani Desa Tanah Datar

49
51
52
53
54
54

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian dikenal sebagai sektor
penting karena sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.
Terbukti sektor pertanian telah menyumbang pendapatan perekonomian negara
dari segi ekspor, penyaluran tenaga kerja, dan menjadi bahan baku alternatif
energi (Statistik makro sektor pertanian 2012)
Salah satu keunggulan dari pertanian di Indonesia yaitu subsektor
perkebunan dimana mengalami pertumbuhan yang konsisten setiap tahunnya.
Seperti kontribusi dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja,
pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah di luar Jawa (Kementerian
pertanian 2012). Salah satu komoditas perkebunan nasional adalah kelapa sawit.
Kelapa sawit memiliki peranan penting pada sektor perkebunan di Indonesia
karena mampu menjadi salah satu andalan perekonomian Negara. Seperti yang
tertera pada tabel 2, bahwa nilai ekspor komoditi kelapa sawit tahun 2010
mencapai 15 milyar US dollar atau paling tinggi dibandingkan komoditi
perkebunan lainnya. Selain itu, perkebunan kelapa sawit juga berperan dalam
penyerapan tenaga kerja dimana pada tahun 2011 subsektor perkebunan kelapa
sawit menempati urutan kedua terbanyak dalam penyerapan tenaga kerja yang
dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) pada subsektor
unggulan perkebunan Nasional 2010a
Penyerapan Tenaga Kerja
Komoditi Perkebunan
(orang)
Karet (Rubber)
2 293 130
Kelapa Sawit (Palm Oil)
3 375 398
Kelapa (Coconut)
7 043 369
Kopi (Coffee)
1 940 684
Kakao (Cocoa)
1 611 139
Jambu Mete (Cashewnut)
829 577
Lada (Pepper)
321 498
Cengkeh (Clove)
1 060 877
Teh (Tea)
278 700
Jarak Pagar (Jatropha C)
94 595
Kemiri Sunan
1 892
Tebu (Sugar cane)
956 466
Kapas (Cotton)
22 496
Tembakau (Tobacco)
68 936
Nilam (Pacthouli)
63 615
Jumlah
20 582 733
a

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian (2011).

2
Perkembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Peningkatan tersebut berupa jumlah produksi dan kegiatan ekspor CPO
(crude palm oil). Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, volume
ekspor kelapa sawit Indonesia mencapai 20.4 juta ton dan menempati ranking satu
dunia, dengan share sebesar 74 persen dari keseluruhan produksi CPO yang ada
di dunia. Hal ini merupakan prestasi dalam perkebunan kelapa sawit walaupun
yang di ekspor masih berwujud bahan baku mentah atau CPO (crude palm oil).
Bahkan Direktorat Jendral Pajak tahun 2009 memproyeksikan bahwa pada tahun
2025 produksi CPO yang dihasilkan Indonesia mencapai 30 juta ton.

Tabel 2 Nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia 2010a
Komoditas
Nilai Ekspor (dalam 000 US$)
Kelapa
703 239
Karet
7 470 112
Kelapa Sawit
15 413 639
Kopi
814 311
Teh
178 549
Lada
245 924
Tembakau
672 597
Kakao
1 643 773
Cengkeh
12 581
Lainnya
3 548 138
Total
30 702 864
a

Sumber : BPS 2011

Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 55.3 persen dari total
keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit dunia yang luasnya lebih kurang 15 juta
hektar (Patriawan, 2010) bahkan untuk produksi yang dihasilkan, Indonesia telah
menjadi urutan pertama penghasil CPO dunia, mengalahkan para pesaing utama
yaitu Malaysia. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.

30

juta ton

25
20
15

22.1

23.9
18.9

17

0

Malaysia
Thailand
Others

10
5

Indonesia

5.4

6.2

1.4

1.5
2010

2011

Gambar 1 Perkembangan produk CPO tahun 2011
Sumber : Tinjauan ekonomi regional, BI 2012

3
Pada Gambar 1 terlihat bahwa hasil produk CPO Indonesia menempati
urutan pertama dan di tahun 2011, sumbangan CPO Indonesia menguasai hampir
seperempat juta ton dari total seluruh CPO yang ada di dunia. Produksi CPO
Indonesia memiliki tren yang positif seiring dengan permintaan dunia terhadap
CPO meningkat setiap tahunnya.
Salah satu sentra perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah terletak di
Provinsi Riau dimana memiliki luas perkebunan kelapa sawit terbesar
dibandingkan dengan Provinsi lainnya seperti yang dijelaskan pada tabel 1.
Kelapa sawit memang menjadi komoditas unggulan di Provinsi Riau bahkan
hampir 70 persen masyarakat Riau menjadikan kelapa sawit sebagai mata
pencaharian mereka (Zulher 2012). Selain menjadi mata pencaharian masyarakat
Riau secara umum, hasil CPO Provinsi Riau menjadi penyumbang terbanyak dari
total produksi CPO nasional. ini terlihat dari data Badan Kebijakan Fiskal
Kementrian Keuangan RI tahun 2012, bahwa penerimaan bea keluar dari ekspor
CPO secara Nasional adalah 28.9 triliun rupiah dan 9.55 triliun rupiah berasal dari
Provinsi Riau.
Tabel 3 Luas perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO pada tahun 2010a
Luas Areal
Produktivitas
Provinsi
Produksi CPO (Ton)
(ha)
(Ton/ha)
Aceh
329 562
662 201
2.009
Sumatera Utara
1 054 849
3 113 006
2.951
Sumatera Barat
353 412
962 782
2.724
Riau
2 031 817
6 358 703
3.129
Kepualauan Riau
8 488
13 367
1.574
Jambi
488 911
1 509 560
3.087
Sumatera Selatan
777 716
2 227 963
2.864
Bangka Belitung
164 482
511 33
0.310
Bengkulu
274 728
689 643
2.510
Lampung
157 402
396 587
2.519
Jawa Barat
12 323
23 787
1.930
Banten
15 734
25 972
1.650
Kalimantan Barat
750 948
1 102 860
1.468
Kalimantan Tengah
911 441
2 251 077
2.469
Kalimantan Selatan
353 724
698 702
1.975
Kalimantan Timur
446 094
800 362
1.794
Sulawesi Tengah
55 214
157 257
2.848
Sulawesi Selatan
19 853
32 849
1.654
Sulawesi Barat
95 770
285 157
2.977
Papua
35 664
84 349
2.365
Irian Jaya Barat
21 798
50 606
2.321
Total
8 385 394
21 958 120
73.935
a

Sumber : Kementrian Indonesia, 2011

Kabupaten Rokan Hulu merupakan kabupaten yang menjadi sentra
perkebunan kelapa sawit kedua setelah kabupaten Kampar. Hasil TBS maupun

4
CPO yang dihasilkan oleh Kabupaten Rokan Hulu setiap tahunnya mengalami
tren yang positif seiring dengan permintaan CPO di pasar domestik maupun
internasional (Riau dalam angka 2010). Apalagi dengan tingginya minat
masyarakat perdesaan terhadap usahatani kelapa sawit, luas area perkebunan dan
hasil TBS bisa semakin bertambah setiap tahunnya.
Permintaan terhadap minyak kelapa sawit di dunia meningkat setiap
tahunnya tetapi hasil produksi sawit (CPO) mengalami fluktuasi, walaupun masih
dalam garis tren yang positif (BI 2012). Di benua Amerika dan Eropa sangat
membutuhkan energi terbaharukan dan ramah lingkungan seperti biofuel maupun
biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati. CPO merupakan salah satu alternatif
energi yang dibutuhkan karena mengandung minyak nabati yang lebih banyak,
biaya yang lebih murah serta kandungan minyak nabati yang lebih baik dibanding
dengan tanaman pengasil minyak nabati lainnya. Sehingga peluang permintaan
minyak kelapa sawit dunia akan semakin meningkat dan berdampak pada
permintaan tandan buah segar (TBS). Oleh karena itu dibutuhkan penanganan
dalam mengoptimalkan produksi TBS agar dapat memenuhi permintaan yang ada.
salah satunya adalah penanganan yang optimal di bagian pasca panen kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat berkembang dengan baik di
lingkungan tropis, salah satunya di Indonesia. Dibandingkan dengan tanaman
perkebunan yang lain, kelapa sawit mampu bertahan terhadap serangan hama dan
kondisi lingkungan yang cukup ekstrim bahkan risiko yang dihadapi oleh petani
kelapa sawit lebih terlihat dari segi pasca panen. Seperti penanganan panen TBS,
pengangkutan dan rotasi pemanenan buah kelapa sawit (belum matang atau
kelewat matang) (Tyas 2008).
Salah satu kerugian yang diterima petani dari pasca panen kelapa sawit
adalah kehilangan hasil tandan buah segar (TBS) dari setiap rantai yang dilalui
sampai ke pengolahan akhir (loss post-harvest). Di bagian awal pemanenan,
aktivitas pemanenan yang tidak sesuai dengan standar mengakibatkan kurang
optimalnya hasil TBS yang diperoleh seperti brondolan yang terlepas maupun
TBS mentah yang terpanen. Ketika di pabrik, TBS kelapa sawit yang dihasilkan
oleh petani akan diseleksi sesuai dengan standar pabrik sehingga menimbulkan
losses berupa pengurangan hasil produksi akibat TBS tidak sesuai dengan kriteria
pabrik.
Sehingga dampak risiko pasca panen sangat merugikan bagi petani baik dari
segi produksi maupun dari pendapan usahataninya. Oleh karena itu analisis risiko
pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sangat dibutuhkan dalam
mengurangi kehilangan hasil produksi dan kerugian bagi petani kelapa sawit.

Perumusan Masalah
Dalam dunia agribisnis selalu dihadapkan oleh suatu risiko yang ada di
setiap subsistemnya. Begitu juga agribisnis kelapa sawit yang tidak lepas dari
risiko (Pahan 2008). Salah satu risiko yang sering dihadapi agribisnis kelapa sawit
adalah risiko pasca panen yaitu kehilangan hasil tandan buah segar (TBS) dari
setiap rantai pasca panen yang dilaluinya (loss post-harvest).
Penanganan pasca panen yang belum sesuai dengan standar mengakibatkan
kehilangan hasil TBS pada proses pemanenan apalagi teknologi yang digunakan

5
dalam proses panen kelapa sawit masih sederhana. Hal ini disebabkan karena
buah kelapa sawit (brondolan) yang rentan terlepas dari tandan nya apalagi pada
saat matang penuh dimana brondolan akan terlepas sebanyak 2 butir perkilogram
TBS kelapa sawit (Pahan 2008). Selain brondolan yang terlepas dari tandan
kelapa sawit, penanganan pasca panen yang belum sesuai standar mengakibatkan
TBS mentah terpanen oleh pemanen kelapa sawit.
Begitu juga dengan pengangkutan hasil TBS menuju tempat pengolahan,
banyak brondolan yang berserakan dan tertinggal di setiap tahap (post) pasca
panen TBS. selain itu, TBS yang telah di panen harus segera dibawa ke tempat
pengolahan (pabrik) pada hari panen itu juga karena jika TBS dibiarkan lebih dari
1 hari akan membuat kandungan CPO dan mutu buah menjadi lebih rendah akibat
peningkatan kandungan asam lemak bebas (ALB) yang ada di dalam buah kelapa
sawit (pahan 2008).
Keadaan tersebut terus terjadi setiap pelaksanaan panen kelapa sawit di
Desa Tanah Datar dan secara umum tidak diketahui oleh petani kelapa sawit yang
ada di Desa Tanah Datar. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah hasil TBS
maupun kandungan CPO kurang optimal serta kerugian terhadap turunnya
pendapatan petani.
Berdasarkan uraian yang disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan
rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Apa saja sumber-sumber yang mengakibatkan loss post-harvest TBS kelapa
sawit di setiap rantai pasca panen yang dilalui hingga ke tempat pengolahan
akhir (pabrik)?
2. Berapa besar kehilangan hasil TBS kelapa sawit di setiap rantai pasca panen
yang dilalui mulai dari lahan sampai ke tempat pengolahan akhir (pabrik)?
3. Berapa kemungkinan kejadian, dampak dan status loss post-harvest TBS
kelapa sawit di setip rantai yang dilalui?
4. Bagaimana rekomendasi manajemen risiko pasca panen yang tepat agar bisa
diterapkan oleh petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengindentifikasi sumber-sumber loss post-harvest tandan buah segar (TBS)
di setiap rantai (tahap) pasca panen yang dialami oleh petani di Desa Tanah
Datar.
2. Menganalisis besar kehilangan hasil TBS di setiap rantai yang dilalui mulai
dari petani (panen) sampai ke tempat pengolahan akhir (pabrik).
3. Menganalisis probabilitas dan dampak yang ditimbulkan dari loss post-harvest
TBS serta status loss post-harvest disetiap rantai (tahap) pasca panen.
4. Merekomendasi manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh petani kelapa
sawit di Desa Tanah Datar dalam meminimalisasi loss post-harvest di setiap
tahap (rantai) nya.

6
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petani, perusahaan, lembagalembaga terkait serta pembaca. Bagi perusahaan maupun lembaga terkait,
penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan serta menjadi bahan referensi
dalam penanganan risiko produksi pada kehilangan pasca panen tandan buah
segar (TBS). Kemudian bagi petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar diharapkan
dapat membantu menangani kehilangan hasil produksi yang dihadapi serta dapat
memberikan alternatif manajemen risiko yang sesuai dengan petani. Sedangkan
bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu yang bermanfaat
dan dapat digunakan sebagai masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sistem agribisnis kelapa sawit di Desa Tanah Datar Kecamatan
Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu terdapat dua alur distribusi Tandan
Buah Segar (TBS) dari Petani hingga tempat pengolahan akhir (Pabrik). Pertama,
alur distribusi TBS dari petani langsung ke pabrik dan alur kedua adalah dari
petani – tengkulak – pabrik. Namun dalam penelitian kali ini, alur distribusi TBS
yang diteliti adalah alur yang pertama yaitu dari petani langsung ke pabrik karena
memudahkan dalam pengambilan data dan sampel yang dibutuhkan dalam proses
penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, kelapa sawit memegang peranan
penting dalam perekonomian Indonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditi
andalan untuk ekspor dan komoditi yang diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan dan harkat petani perkebunan Indonesia. Kelapa sawit bukanlah
tanaman asli Indonesia, tanaman baru ini mulai ditanam secara komersil pada
tahun 1991. Istilah kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum untuk
jenis palm. Meskipun demikian perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa
tempat (Desa di pulau jawa) sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum
kelapa sawit masuk ke Indonesia (Sihotang 2010).
Hasil panen kelapa sawit dikenal dengan istilah Tandan Buah Segar (TBS).
tujuan utama dari agribisnis kelapa sawit di Indonesia adalah untuk menghasilkan
hasil olah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO)
(Sihotang 2010). Hasil olahan inilah yang nantinya akan digunakan untuk bahan
baku industri dan sebagai salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia. Untuk
menghasilkan mutu minyak yang baik, maka diperlukan adanya pengawasan pada
sistem agribisnis kelapa sawit, mulai dari hulu hingga hilir serta penanganan
dalam pemanenan hasil (pasca panen) sangat dibutuhkan sesuai dengan standar
yang berlaku. Hal ini dilakukan agar minyak kelapa sawit yang dihasilkan sesuai

7
dengan standar yang ditetapkan dan dapat memenuhi permintaan pasar maupun
memenuhi persedian dalam negeri.

Kriteria Matang Panen Tandan Buah Segar
Persiapan panen yang akurat akan memperlancar pelaksanaan panen.
Persiapan ini meliputi kebutuhan tenaga kerja, peralatan, pengangkutan, dan
pengetahuan kerapatan panen, serta sarana panen. Panen adalah pekerjaan penting
di perkebunan kelapa sawit, karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke
perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit
(IKS). Tujuan panen kelapa sawit adalah memperoleh produksi yang baik dengan
rendemen minyak yang tinggi. Kualitas minyak sangat dipengaruhi oleh cara
pemanenan, maka kriteria panen yang menyangkut matang panen, cara dan alat
panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen harus diikuti (Tim Penulis
Penebar Swadaya 1992).
Kelapa sawit berbuah setelah berumur 2.5 tahun dan buahnya masak 5.5
bulan setelah penyerbukan. Suatu areal sudah dapat dipanen jika tanaman telah
berumur 31 bulan, sedikitnya 60 persen buah telah matang panen, dari 5 pohon
terdapat satu tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah
sedikitnya ada dua buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari
10 kg atau sedikitnya ada satu buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg
atau lebih (Lubis 1992).

Penanganan Tandan Buah Segar
Penanganan tandan buah segar merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan
dari memetik buah sampai dengan tandan buah segar tersebut akan diolah di
tempat pengolahan. Penanganan TBS sangat dipengaruhi oleh kegiatan sistem
potong buah yang dilakukan, seperti kegiatan persiapan panen dan bagaimana
organisasi potong buah dilaksanakan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan
potong buah menurut Pahan (2008) yaitu: (1) persiapan kondisi areal, (2)
penyediaan tenaga potong buah, (3) pembagian seksi potong buah, dan (4)
penyediaan alat-alat kerja. Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan jalan dan
jembatan, pembersihan piringan tanaman, pasar rintis, dan rintis tengah,
pemasangan titi rintis, pembuatan tempat pengumpulan hasil (TPH), serta
pembuatan tangga-tangga dan tapak kuda untuk areal berbukit.
Organisasi potong buah dimulai dari penyusunan seksi potong buah dan
penentuan ancak (panen diusahakan terkonsentrasi), kemudian pengaturan
penggunaan alat panen yang tepat, penentuan jumlah tenaga kerja yang efisien,
bagaimana teknis urutan pemotongan buah, sampai dengan pemeriksaan kriteria
mutu buah dan potongan buah. Urutan pemotongan buah yang sebaiknya
dilakukan menurut Pahan (2008) yaitu: (1) semua pelepah songgo dipotong rapat
ke batang (pada tanaman tua), sedangkan pada tanaman muda pemotongan buah
harus dilakukan tanpa memotong pelepah (curi buah); (2) janjang masak dipotong
dan dibiarkan tetap di piringan, gagang/tangkai buah dipotong rapat tetapi jangan

8
sampai terkena tandan; (3) mengorek dan sogrok semua berondolan yang
tersangkut di ketiak pelepah; (4) pelepah disusun di gawangan mati; (5) mengutip
berondolan, tetapi masih tetap dipiringan serta bebas dari sampah-sampah dan
batu; dan (6) memindahkan atau memajukan berondolan ke pokok berikutnya.
Setelah memotong satu ancak, pemanen harus mengeluarkan buah ke TPH dan
menyusun tandan dengan rapi, kemudian diberi nomor pemanen.
Transport buah sudah dapat dimulai paling lambat pukul 09.00 waktu
setempat. Terdapat beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk mengangkut
TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor gandengan, atau truk.
Pengangkutan dengan lori lebih baik daripada dengan alat angkut lain. Guncangan
selama perjalanan lebih banyak terjadi pada pengangkutan dengan truk atau
traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah sawit juga lebih banyak dan dapat
meningkatkan kadar ALB pada buah yang diangkut. Asam lemak bebas terbentuk
karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam buah dan
berfungsi memecah lemak/minyak menjadi asam lemak dan gliserol. Kerja enzim
tersebut semakin aktif bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan (Pahan
2008).
Penanganan TBS yang baik bertujuan untuk meningkatkan kualitas TBS,
meningkatkan produktivitas pekerja, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) 2
sampai 3 persen, menjaga keamanan TBS di lapangan, dan pengeluaran biaya
yang minimum. Menurut Pahan (2008), cara panen yang tepat akan
mempengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi), sedangkan waktu yang tepat akan
mempengaruhi kualitas produksi.

Kehilangan Hasil dalam Penanganan Pasca Panen
Dunia pertanian memiliki berbagai risiko yang dihadapi dalam menjalakan
kegiatan pertanian tersebut. Salah satu risiko yang dihadapi oleh para petani
dalam menjalankan pertanian adalah risiko pasca panen. Risiko kehilangan pasca
panen merupakan salah satu faktor dalam risiko pasca panen yang melibatkan
kapasitas barang serta keterlambatan dalam penanganan. Berdasarkan tinjauan
langsung di lapang perkebunan kelapa sawit, risiko kehilangan pasca panen yang
dihadapi masih belum disadari oleh petani. Ini menyangkut dengan tata cara
pemanenan, karena cara pemanenan yang tepat akan mempengaruhi kuantitas
produksi, sedangkan waktu pemanenan yang tepat akan mempengaruhi kualitas
produksi. Produksi akan dapat mencapai maksimal apabila kehilangan (losses)
produksi minimal (Pahan 2006). Sehingga penanganan pasca panen secara tidak
tepat dapat menimbulkan kerugian, terutama susut atau kehilangan baik mutu
maupun fisik.
Berdasarkan penelitian Nugraha et al. (2007) dalam menentukan keragaan
kehilangan hasil pada komoditas padi, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat kehilangan hasil yaitu berupa varietas padi, umur panen,
alat dan cara panen, perilaku atau budaya petani, ekosistem serta transportasi
(distribusi). Metode yang digunakan oleh Nugraha et al. (2007) adalah dengan
rancangan faktor tunggal (standar deviasi) dengan 10 kali ulangan dengan objek
kegiatan pemanenan, penumpukan, pengumpulan, perontokan, penundaan panen,
penjemuran, penyimpanan gabah, penggilingan dan pengangkutan. Hasil

9
penelitian tersebut didapat bahwa dari semua objek perlakuan yang dilakukan,
risiko kehilangan yang paling besar terdapat pada bagian pemanenan sebesar 2.573.07 persen dari 13.35 persen total kehilangan hasil pasca panen padi, kemudian
dari segi penggilingan menempati urutan kedua yaitu sebesar 2.16 persen.
Kehilangan pada bagian pemanenan paling dominan dipengaruhi oleh alat beserta
alat panen dan perilaku tenaga pemanen tersebut (budaya).
Pada penelitian Tyas (2008) mengenai pengelolaan risiko panen kelapa
sawit di Perkebunan Pantai Bunati Estate, Kalimantan Selatan. Penyebab utama
kehilangan produksi karena rotasi panen yang tinggi/terlambat dalam
penanganannya. Rotasi panen yang terlambat menyebabkan tingginya persentase
buah lewat matang dan janjang kosong. Selain itu rotasi panen terlambat juga
berpengaruh terhadap tingginya rasio brondolan tinggal dan rasio brondolan
tinggal tertinggi berdasarkan pengamatan terdapat pada piringan dan ketiak
pelepah. Kehilangan hasil pada proses pengangkutan antara lain buah restan atau
buah yang tidak terangkut dan diolah pada hari setelah pemanenan. Nilai angka
kerapatan panen di Pantai Bunati Estate menurut data pengamatan sebesar 20
sampai 25 persen. Dari data pengamatan disimpulkan bahwa sumber - sumber
kehilangan produksi di Pantai Bunati Estate antara lain buah mentah, buah masak
tinggal di pokok, brondolan tidak dikutip, buah atau brondolan di curi dan
administrasi yang tidak akurat. Sumber utama penyebab angka losses atau
kehilangan hasil tinggi di Pantai Bunati Estate adalah terlambatnya rotasi panen.
metode yang digunakan oleh Tyas (2008) adalah dengan cara metode diskriptif
dan pengamatan langsung di perkebunan Pantai Bunati Estate.
Berdasarkan literatur diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar
risiko kehilangan hasi TBS disetiap rantai pasca panen dan pengaruhnya terhadap
pendapatan petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto
Darussalam Kabupaten Rokan Hulu dengan menggunakan metode Nilai Standar
seperti yang dilakukan oleh Nugraha et al. (2007) dan pendekatan deskriptif
maupun pendekatan nilai risiko yang dilakukan oleh Tyas (2008). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et al. (2007) dan
Tyas (2008) adalah besarnya risiko yang ditimbulkan dari faktor-faktor penyebab
kehilangan hasil pasca panen digambarkan dengan bentuk nominal pendapatan
petani. Sehingga terlihat besaran kehilangan finansial (pendapatan) dari setiap
tahap pasca panen yang mengalami losses hasil produksi.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini disusun melalui kerangka pemikiran, yang berasal dari
penelusuran teori yang relevan dengan masalah penelitian. Berikut adalah
kerangka pemikiran teoritis yang akan dijelaskan secara terperinci.

10
Konsep Risiko
Risiko merupakan suatu kejadian yang dapat diramalkan dan mendatangkan
kerugian bagi pengambil keputusahan atau pengusaha. Menurut Kountur (2006),
risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulakan kerugian. Risiko
memiliki tiga unsur yang sangat penting yaitu : 1) risiko itu adalah suatu kejadian,
2) kejadian tersebut masih mengandung kemungkinan yang bisa terjadi atau tidak
bisa terjadi, dan 3) jika terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian.
Risiko menurut Umar (1998) adalah kesempatan timbulnya kerugian, peluang
terjadinya kerugian, ketidakpastian, penyimpangan aktual dari yang diharapkan,
terjadi jika probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan.
Risiko sering disamakan dengan ketidakpastian dan digunakan secara
bersamaan. Namun secara ilmiah, risiko dan ketidakpastian itu memiliki arti yang
berbeda. Risiko merupakan peluang kejadian yang dapat diperhitungkan oleh
pengambil keputusan, sedangkan ketidakpastian merupakan suatu peluang yang
tidak dapat diperhitungan kejadiannya. Menurut Kountur (2008), ketidakpastian
terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa
yang akan terjadi. Sedangkan risiko terjadi karena adanya pengaruh dari dalam
perusahaan dan luar perusahaan. Pengaruh terjadinya risiko yang berasal dari luar
perusahaan diantaranya terjadi karena kondisi dunia internasional sehingga
mempengaruhi kondisi ekonomi negara Indonesia, teknologi yang dapat
menimbulkan inovasi usaha atau efesien dalam operasional usaha, peraturan
pemerintah terhadap dunia usaha serta kekuatan ekonomi masyarakat dalam
membeli produk yang dihasilkan perusahaan.
Pengaruh terjadinya risiko dari dalam perusahaan dapat berupa sumber daya
manusia perusahaan kurang ahli dibidangnya sehingga mempengaruhi
produktivitas produk yang dihasilkan dan dapat mempengaruhi pendapatan
perusahaan. Selain itu. Kondisi keuangan perusahaan juga akan mempengaruhi
risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan, apabila perusahaan banyak melakukan
pinjaman maka pendapatan dari perusahaan tersebut akan berkurang karena
sebagian pendapatan perusahaan dikeluarkan untuk membayar bunga pinjaman.
Dalam menghadapi risiko, setiap pelaku bisnis memiliki pandangan yang
berbeda dan perilaku yang berbeda atas keputusan yang akan diambil. Ada pelaku
usaha yang sengaja mengambil risiko dengan prinsip bahwa high risk high return
namun ada juga yang selalu berusaha agar menghindari risiko. Bahkan ada juga
pelaku usaha yang tidak terpengaruh (netral) terhadap risiko. Menurut Kountur
(2006), pada teori tentang utility (Utility theory) pembuat keputusan dalam
menghadapi risiko dapat klarifikasikan menjadi tiga kategori yaitu yang
menyukai risiko (risk taker), yang tidak menyukai risiko (risk avertion) dan orang
yang tidak terpengaruh terhadap risiko (risk netral).
1. Risk Avertion yaitu pelaku usaha yang selalu sebisa mungkin menghindari
risiko. Semakin banyak kekayaan yang didapat maka pertambahan manfaat
(utility) dari kekayaan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya semakin kecil
kekayaan, semakin besar manfaat (utility) yang dikorbankan. Jika
diaplikasikan kepada risiko, semakin rugi semakin besar penderitaan atas
kerugian tersebut dibandingkan kenikmtan yang diperoleh jika
menguntungkan.

11
2. Risk Netral merupakan orang yang tidak terpengaruh dengan ada atau
tidaknya risiko. Rendah atau tingginya kekayaan yang didapat tidak
berpengaruh terhadap manfaat yang diterima oleh pembuat keputusan.
3. Risk Taker menunjukkan bahwa utility yang diterima dengan adanya
peningkatan kekayaan lebih besar dari utility yang dikorbankan dengan
penurunan kekayaan pada jumlah yang sama. Kebahagiaan yang diterima
jika berhasil lebih besar dari sengsara yang diderita jika rugi dengan jumlah
yang sama.
Berikut gambar hubungan antar risk taker, risk avertion dan risk netral :

Total Utility
Risk Taker

Risk Netral

Risk Aversion

Kekayaan (Rp)
Gambar 2 Hubungan total utility dengan kekayaan
Sumber : Kountur 2008

Sumber-Sumber Risiko
Menurut Harwood et al (1999), ada beberapa risiko yang dapat
mempengaruhi perusahaan secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya
adalah :
1. Risiko pasar yaitu pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap
perusahaan. Risiko pasar atau yang lebih dikenal dengan market risk
merupakan risiko yang terjadi karena adanya pergerakan harga pada input
dan output yang dihasilkan oleh perusahaan.
2. Risiko produksi yaitu risiko yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan dan biasanya berhubungan dengan
keadaan alam seperti curah hujan yang berubah secara tidak menentu,
perubahan cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan, serta serangan hama
dan gulma.
3. Risiko institusional yaitu risiko yang terjadi karena adanya perubahan
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara
langsung maupun tidak langsung, seperti kebijakan harga bibit tanaman,
kebijakan harga, kebijakan penggunaan bahan kimia, maupun kebijakan
ekspor dan impor.
4. Risiko sumber daya manusia yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan
yang berkaitan dengan prilaku manusia, maupun hal-hal yang dapat
mempengaruhi perusahaan, seperti kesalahan dalam pencatatan data,

12
kesalahan dalam memberikan pupuk, mogok kerja, ataupun meninggalnya
tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya.
5. Risiko finansial yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dalam bidang
finansial, seperti perubahan modal, perubahan bunga kredit bank, maupun
perubahan UMR (Upah Minimum Regional).
Resiko juga dapat diklasifikasi dari sudut pandang penyebab timbulnya
risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan dan sudut pandang
kejadian (Kountur 2008)
1. Risiko dari sudut pandang penyebab
Berdasarkan sudut pandang penyebab kejadian, risiko dapat dibedakan
kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan
disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, tingkat
bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional disebabkan oleh faktorfaktor non keuangan seperti manusia, teknologi, dan alam.
2. Risiko dari sudut pandang akibat
Berdasarkan dari sudut pandang akibat, risiko ini dibagi atas tiga,
yaitu :
a) Risiko murni versus risiko spekulatif
Risiko dianggap sebagai risiko murni jika suatu ketidakpastian terjadi,
maka kejadian tersebut pasti menimbulkan kerugian, tidak ada
kemungkinan akan menghasilkan keuntungan seperti barang rusak
karena terbakar, barang hilang karena banjir, kerusakan mesin, dan
kahancuran gudang. Risiko spekulatif yaitu risiko dimana perusahaan
mengharapkan terjadinya untung dan rugi seperti dalam usaha kerugian
akibat spekulatif akan merugiakan individu tertentu tetapi akan
menguntungkan individu lainnya.
b) Risiko statis versus risiko dinamis
Munculnya risiko statis ini dari kondisi keseimbangan tertentu.
Contonya risiko murni statis adalah ketidakpastian terjadinya sambaran
petir dan angin topan. Risiko dinamis mungkin murni mungkin juga
spekulatif. Contoh risiko dinamis adalah urbanisasi, perkembangan
teknologi yang kompleks dan perubahan undang-undang atau peraturan
pemerintah.
c) Risiko subjektif versus risiko objektif
Risiko subjektif adalah ketidakpastian secara kejiwaan yang berasal dari
sikap mental atau kondisi pemikiran seseorang. Risiko objektif adalah
probabilitas penyimpangan aktual yang diharapkan (dari rata-rata)
sesuai pengalaman. Risiko objektif lebih mudah diamati secara akurat
dibandingkan dengan risiko subjektif karena dapat diukur.
3. Risiko dari sudut pandang aktifitas
Banyakanya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak
jumlah aktivitas yang ada. Segala aktivitas dapat menimbulkan berbagai
macam risiko misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang dikenal
dengan risiko kredit.
4. Risiko dari sudut pandang kejadian
Risiko yang dinyatakan berdasarkan kejadian merupakan pernyataan
risiko yang paling baik, misalnya terjadinya kebakaran.

13
Manajemen Risiko
Menurut Lam (2007) manajemen risiko dapat didefenisikan dalam
pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko adalah mengelola keseluruhan
risiko yang dihadapi oleh perusahaan sehingga dapat mengurangi potensi risiko
yang bersifat merugikan yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang
keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan profit.
Menurut Kountur (2008) manajemen risiko perusahaan adalah cara
bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih
risiko tertentu saja. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi
dari manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang telah diketahui yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating),
dan pengendalian (controling) atau dikenal dengan istilah POAC. Ada beberapa
alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi
manajemen yaitu manajer adalah orang yang harus bertanggungjawab atas risikorisiko yang terjadi di unitnya. Semua manajer bertanggungjawab atas risiko di
unitnya masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan pekerjaan
yang harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu fungsi
manajemen yang tidak boleh diabaikan.
Manejemen risiko bertujuan agar mengelola risiko dengan baik dan pelaku
usaha menjadi sadar akan apa risiko yang di hadapi maupun yang akan dihadapi.
Berdasarkan gambar 3, terlihat bahwa strategi pengelolaan risiko merupakan
proses yang berulang pada periode produksi (Kountur 2008).

PROSES

Evaluasi

OUTPUT

Identifikasi Risiko

Daftar Risiko

Pengukuran Risiko

Expected Return

StrategiPengelolaan Risiko

Penanganan Risiko
Keterangan :

garis proses

garis output

Gambar 3 Proses pengelolaan risiko
Sumber: Kountur 2008

Konsep Penanganan Risiko
Menurut Kountur (2008) berdasarkan hasil dari penilaian risiko dapat
diketahui stategi penanganan risiko seperti apa yang tepat untuk dilaksanakan.
Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu :
1. Preventif
Strategi preventif merupakan strategi menghindari terjadinya risiko.
Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif
dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :

14
a) Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur
b) Mengembangkan sumber daya manusia
c) Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik
2. Mitigasi
Strategi ini dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang
ditimbulkan oleh risiko. Strategi mitigasi ini dilakukan untuk menangani
risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara
yang termasuk ke dalam strategi ini adalah sebagai berikut :
a) Diversifikasi
Cara diversifikasi yaitu dengan menempatkan komoditi atau harta
dibeberapa tempat sehingga jika salah satu terkena musibah maka tidak
akan menghabiskan semua komoditi yang ada. strategi ini merupakan
salah satu strategi yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.
b) Penggabungan
Cara ini merupakan salah satu menanggulangi risiko dengan cara
melakukan kegiatan penggabungan dengan perusaan lain. Sebagai
contoh adalah kegiatan merger atau akuisisi.
c) Risiko
Cara ini dikenal juga dengan istilah transfer of risk yaitu merupakan
cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak
lain. Sebagai contoh perusahaan melakukan kegiatan asuransi kepada
semua asset agar resiko yang diterima bisa di alihkan ke jasa asuransi.
Dan contoh lainnya melakukan leasing, autsourcing, dan hedging.
Loss Postharvest (Kehilangan Hasil Pasca panen)
Pasca panen merupakan salah satu kegiatan yang berada di subsistem hulu
pada sistem agribisnis. Kegiatan pasca panen ini sangat penting karena proses
nilai tambah dan kualitas mutu komoditas ada pada proses ini. Sehingga
penanganan yang tepat sangat dibutuhkan pada kegiatan pasca panen. menurut
spurgeon (1976) sistem pasca panen meliputi dari pasca pemanenan hasil,
pengiriman, waktu serta tempat komoditi yang dihasilkan hingga ke proses akhir
dengan kerugian yang minimum, efisiensi yang maksimal serta memaksimalkan
keuntungan dari rantai yang terlibat.
Sistem pasca panen meliputi serangkaian aktivitas yang dapat dibedakan
menjadi dua yaitu dari kegiatan teknis dan kegiatan ekonomis. Dari kegiatan
teknis pasca panen meliputi pemanenan, pengeringan, perontokan, pembersihan,
pengeringan tambahan, penyimpanan dan pengolahan. Sedangkan untuk kegiatan
ekonomis meliputi transportasi, pemasaran, kontrol kualitas, gizi, penyuluhan dan
informasi, administrasi serta manajemen. Namun yang menjadi elemen utama
dalam sistem pasca panen yaitu berupa pemanenan, pengeringan,
transportasi/pengangkutan, pengumpulan, penyimpanan, proses pengolahan dan
pemasaran (Grolleaud 2002).
Di Negara berkembang, risiko yang dihadapi oleh petani yang berada pada
sektor pertanian masih sangat tinggi khususnya pada proses pasca panen. contoh
kasus pada tanaman holtikultura, kehilangan hasil produksi akibat salah panen,
suhu ekstrim, kekeringan serta persaingan dalam pasar mencapai 40 persen (Clark
et al 1997). Bahkan menurut Martin Greeley (ahli budaya asia dan masyarakat)
menyebutkan kalau petani yang telah mengembangkan sistem pasca panen

15
mandiri secara berabad-abad harus mengalami kerugian makanan (hasil) 20
persen atau lebih (Ceres 1982). Kehilangan hasil panen tidak hanya berdampak
pada keadaan kuantitas atau fisik hasil tanaman (produksi) semata, namun
berdampak pada kerugian tenaga kerja, lingkungan, sumberdaya dan sebagainya
yang dibutuhkan untuk memproduksi komoditas tersebut. Jika kehilangan hasil
pasca panen mencapai 30 persen maka 30 persen dari semua faktor yang
berkontribusi untuk memproduksi tanaman juga terbuang (Ceres 1998)
Kebanyakan petani yang berada di Negara berkembang memiliki kendala
berupa keterbatasan sumber daya khususnya keterbatasan dalam finansial dan
teknologi sehingga kehilangan hasil pasca panen masih sangat rentan. Apalagi
bagi petani kecil yang bergantung pada sektor pertanian. Kebanyakan kehilangan
hasil produksi disebabkan oleh hasil produksi yang kelewat matang, kerusakan
pada saat pemanenan, pembusukan dan kerusakan fisik yang dialami ketika proses
pengangkutan, pengemasan dan pengemasan (Acedo & Weinberger 2006).
Berdasarkan data di atas, penanganan pasca panen yang sesuai dengan
standar sangat penting dilakukan agar dapat mengurangi kerugian yang diterima
oleh petani apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia ini.
Dalam jurnal publikasi FAO karangan Michel Grolleaud (2002) kerugian
pada pertanian terdapat perbedaan dari segi kualitas dan kuantitas. Kerugian
kuantitatif yaitu kerugian dalam hal substansi fisik baik kehilangan volume, berat,
dan sesuatu yang dapat di ukur. Sedangkan kerugian kualitatif adalah kerugian
yang berhubungan nilai makanan atau nilai hasil produksi yang membutuhkan
berbagai jenis evaluasi.
Ada berbagai teknologi pasca panen yang dapat di adopsi untuk
meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan dari kehilangan hasil produksi pasca
panen. seperti penanganan pra-panen, pendinginan, teknologi transportasi,
penyimpanan, dan penanganan area pasar. teknologi yang direkomendasikan
tergantung pada jenis kerugian yang dialami pada kondisi tanaman. Contoh
teknologi yang bisa diterapkan adalah penyortiran produk sesuai dengan kualitas,
pengendalian serangga, memberikan perlindungan dari sinar matahari langsung
(tenda dan alat teduh lainnya), tempat pendinginan, pengendalian suhu,
transportasi yang aman dan lebih efisien dalam pengangkutan (Kader 2003).
Kerangka Pemikiran Operasional
Hasil tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar
Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu setiap tahunnya
mengalami peningkatan namun hasil yang diperoleh masih terdapat perbedaan
yang menonjol terhadap produksi potensial tanaman kelapa sawit. selain itu
adanya perbedaan jumlah hasil yang di produksi di petani dengan jumlah hasil
buah segar ketika sampai di pabrik (tempat pengolahan akhir). Salah satu
penyebab berkurangnya hasil produksi tersebut terjadi karena penanganan pasca
panen yang belum memadai serta tidak sesuai dengan standarnya. Hal ini akan
menimbulkan risiko dimana hasil menjadi berkurang, tidak efisien serta hasil
produksi kurang optimal. Selain itu, kerugian yang diterima petani tidak hanya
perubahan dari segi jumlah produksi namun dari segi pendapatan yang diterima
petani lebih rendah, tenaga kerja maupun waktu yang dibutuhkan sangat tidak
efisien.

16
Sumber-sumber risiko pasca panen yang menyebabkan hilangnya hasil
produksi tersebut tersebar disetiap tahap pasca panen tandan buah segar (TBS)
kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Sumber – sumber risiko pasca panen yang
tersebar di setiap tahap pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
diperoleh dan dijelaskan dengan cara analisis deskriptif melalui wawancara
dengan petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar, karyawan yang bertugas di
pabrik kelapa sawit (PKS) terkait serta observasi dan pengamatan langsung ke
lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar maupun tempat sortasi TBS
yang ada di pabrik kelapa sawit (PKS).
Setelah mengetahui permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah
menggambarkan kehilangan risiko yang terdapat pada setiap post yang dilalui
oleh TBS mulai dari di petani sampai ke tempat pengolahan akhir (pabrik) dengan
menunjukkan seberapa besar persentase losses di setiap tahap pasca panen.
Dari risiko pasca panen tersebut memiliki dampak kerugian, dimana losses
TBS yang ada di setiap tahap proses pasca panen memiliki dampak kerugian
berupa berkurang nya hasil produksi yang dikonversi kedalam bentuk rupiah
(pendapatan). Sehingga dari seluruh kerugian yang ada di setiap tahap pasca
panen tersebut akan ditotal menjadi besar dampak kerugian loss post-harvest
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Selain itu,
kemungkinan kejadian (probabilitas) losses TBS yang ada di setiap tahap pasca
panen dapat dihitung melalui perhitungan metode nilai standar (z-score). Sehingga
dari nilai z-score yang diketahui dan nilai besar nya dampak kerugian yang
ditimbulkan di setiap tahap pasca panen TBS akan menunjukkan status risiko.
Dalam hal ini status risiko yang ditampilkan adalah status loss post-harvest yang
ada di setiap tahap pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kemudian
digambarkan kedalam peta risiko yang menunjukkan probabilitas dan dampak
yang dihasilkan termasuk kategori besar atau kecil.
Setelah mengetahui status loss post-harvest dan digambarkan ke dalam peta
risiko, langkah selanjutnya adalah mengrekomendasikan penanganan risiko yang
dapat diterapkan bagi petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar dalam
menanggulangi hilangnya hasil produksi di setiap tahap pasca panen TBS. adapun
penangan risiko bersifat preventif dan mitigasi. Prefentif merupakan penanganan
yang dimaksudkan agar probabilitas losses TBS di setiap tahap pasca panen
menjadi lebih kecil. Begitu juga deng