Controlled Deterioration Test untuk Menguji Ketahanan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan.
CONTROLLED
DETERIORATION
TEST
UNTUK MENGUJI
KETAHANAN BENIH KACANG HIJAU (
Phaseolus
radiatus
L.)
TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN
INDRA KURNIAWATI
A24080113
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
Controlled Deterioration Test to Determine the Resistance of Mungbean Seed (Phaseolus radiatus L.) Against Drought Stress
Abstract
The research was conducted from February to April 2012 at the Seed Science and Technology Laboratory, Agronomy and Horticulture Department, Bogor Agricultural
University. This research consist of three experiment. The first experiment was to determine
the tolerance of five varieties of mungbean seeds to drought using PEG 6000 with different
levels of osmotic pressure ( 0, -0.5, -1, -2, and -3 bar). The second experiment, determining the seed vigor of five mungbean seed lots using controlled deterioration test (CDT) with
condition of temperature was 45°C, the seed moisture content were 20%, 22%, 24%, 26%
and the deterioration time were 0 h, 24 h, 48h, 72h. The experimental design that used was
randomized complete block design with two factor. The third experiment was to determine the relationship between the results of first experiment with the second experiment results.
The third experiment also could show the effectiveness of the CDT method in testing the
resistance of mungbean seeds against drought stress. Based on the observations of the
variable results, it was obtained that the -1 bar PEG 6000 had capability of selecting seeds that were resistant and not resistant to drought. The result of the second experiment was CDT conditions that can be used to test for seed vigor were 20%/48 hours and 22%/24 hours.
Correlation analysis between the variables in the -1 bar PEG 6000 with CDT on two
conditions CDT (20%/48 hours and 22%/24 hours) showed significant correlation to the normal germination percent(r= 0.61 and 0.58) and speed germination(r= 0.62 and 0.59 ).
(3)
RINGKASAN
INDRA KURNIAWATI. Controlled Deterioration Test untuk Menguji
Ketahanan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap Kondisi
Cekaman Kekeringan. (Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI).
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi
(kadar air, suhu dan waktu penderaan) CDT yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat vigor lot benih kacang hijau dan berkorelasi dengan vigor
kekuatan tumbuh (VKT) lot benih kacang hijau yang tahan terhadap cekaman
kekeringan secara simulatif dengan PEG 6000 di laboratorium. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari – April 2012.
Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama
dilaksanakan di laboratorium bertujuan untuk menentukan toleransi benih
beberapa varietas kacang hijau terhadap cekaman kekeringan menggunakan PEG
6000 dengan berbagai level tekanan osmotik. Rancangan yang digunakan adalah
RKLT faktorial dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari lima
lot benih yaitu varietas Walet, Sriti, Murai, Kutilang dan Vima-1. Faktor kedua
adalah pemberian PEG 6000 dengan lima taraf tekanan osmotik yaitu 0, -0.5, -1,
-2 dan -3 bar.
Percobaan kedua yang dilaksanakan di laboratorium bertujuan untuk
mendapatkan kondisi air benih dan lama penderaan yang efektif pada CDT untuk
menguji vigor benih. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RKLT dua
faktor. Faktor pertama adalah lot benih dengan lima taraf yaitu L1, L2, L3, L4 dan L5. Faktor kedua adalah perlakuan kondisi CDT yaitu tingkat kadar air benih
(KA) dan lama penderaan (P) dengan 16 taraf yaitu: P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6,
P7, P8, P9, P10, P11, P12, P13, P14 dan P15.
Percobaan ketiga bertujuan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan
antara tekanan osmotik PEG 6000 terpilih dari hasil percobaan pertama dengan VCDT hasil percobaan kedua, sehingga dapat diketahui keefektifan metode CDT
sebagai indikator dalam menguji ketahanan benih kacang hijau terhadap cekaman
(4)
osmotik PEG 6000 terpilih selanjutnya dikorelasikan dengan VCDT hasil
percobaan kedua. Pengamatan pada percobaan pertama dan kedua dilakukan
terhadap beberapa variabel yaitu viabilitas benih sesudah penderaan, kecepatan
tumbuh, penetapan kadar air, indeks vigor, panjang akar, panjang hipokotil serta
bobot kering kecambah normal.
Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa interaksi varietas dengan tekanan osmotik PEG 6000 menunjukkan pengaruh sangat nyata pada semua
variabel kecuali pada variabel panjang akar dan panjang hipokotil yang
interaksinya berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap semua
variabel, kecepatan tumbuh dan indeks vigor merupakan variabel yang mampu membedakan kelima kondisi vigor benih dan diperoleh hasil bahwa PEG 6000
yang mampu menyeleksi benih yang tahan dan tidak tahan terhadap kekeringan
adalah tekanan osmotik -1 bar. Varietas kacang hijau yang digunakan dapat
dikelompokkan kedalam varietas yang tahan kekeringan adalah Varietas Sriti dan
Walet dan yang tidak tahan cekaman kekeringan adalah varietas Murai, Kutilang dan Vima-1.
Hasil dari percobaan kedua yaitu interaksi kedua faktor varietas dengan
kondisi CDT terhadap variabel pengamatan menunjukkan interaksi yang sangat
nyata pada variabel panjang akar dan panjang hipokotil, berpengaruh nyata pada variabel bobot kering kecambah normal serta tidak berpengaruh nyata variabel %kecambah normal, indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Kondisi CDT yang
dapat digunakan untuk menguji vigor benih kacang hijau adalah kondisi CDT (kadar air/lama penderaan) 20%/48 jam dan 22%/24 jam. Hasil analisis korelasi
antara variabel-variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -1 bar dengan VCDT
pada dua kondisi CDT (20%/48 jam dan 22%/24 jam) menunjukkan korelasi
positif nyata pada variabel %kecambah normal dan kecepatan tumbuh dengan
koefisien korelasi masing-masing sebesar 0.61 dan 0.58 pada kondisi 20%/48 jam
(5)
CONTROLLED
DETERIORATION
TEST
UNTUK MENGUJI
KETAHANAN BENIH KACANG HIJAU (
Phaseolus
radiatus
L.)
TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
INDRA KURNIAWATI
A24080113
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(6)
JUDUL
:
CONTROLLED
DETERIORATION
TEST
UNTUK
MENGUJI KETAHANAN BENIH KACANG HIJAU
(
Phaseolus
radiatus
L.)
TERHADAP
KONDISI
CEKAMAN KEKERINGAN
NAMA
: INDRA KURNIAWATI
NIM
: A24080113
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Endang Murniati, MS
NIP. 19471006 198003 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mojokerto, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 10 Juli
1989. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari Bapak Sajuri dan
Ibu Karmini.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Puloniti, kemudian tahun 2005
penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Bangsal, Mojokerto. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Puri, Mojokerto pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2010/2011 penulis aktif di BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Pertanian. Tahun 2009 hingga 2011 penulis aktif sebagai sekretaris umum OMDA (Organisasi
Mahasiswa Daerah) IMAJATIM (Ikatan Mahasiswa Jawa Timur). Tahun 2010
penulis mengikuti kegiatan IPB Go Field di desa Leuwikaret, Kec. Citeureup,
Kab. Bogor. Selanjutnya, tahun 2011/2012 penulis sebagai ketua OMDA HIMASURYA Plus (Himpunan Mahasiswa Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto). Selain itu penulis juga aktif di berbagai kepanitian di Himpunan
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat kepada
Muhammad SAW karena atas karunia Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan baik. Penelitian ini mengenai Controlled Deterioration Test untuk menguji ketahanan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap
kondisi cekaman kekeringan. Pengujian dengan metode tersebut merupakan pengembangan uji vigor benih. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Endang Murniati, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama kegiatan penelitian dan penulisan
skripsi.
2. Maryati Sari, SP, Msi dan Dr.Ir. Eny Widajati, MS sebagai dosen penguji atas
saran dan masukan yang diberikan.
3. Dr.Ir. Suwarto, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama di Agronomi dan Hortikultura.
4. Kepada Bapak Sajuri, Ibu Karmini, Mas Praminto, Mas Pramujoko, Mas
Hari, Mas Heru serta adik Hernik tercinta yang senantiasa memberikan
dorongan doa dan semangat.
5. Staf di laboratorium (bibi dan mbak Nova), keluarga AGH Indigenous 45, Tri
Rahayu, Arinal Haq, Hasrat Enggal, Galuh, Diah R., Bunga, Yuyuk, Dira,
Tira, Keswari, teman se PS M.H. Ryzall, keluarga besar Himasurya Plus, Al
Khidmah dan IMAJATIM serta keluarga Wisma Ayu Depan (mbak Macik, Eka, Trisna, mbak Rani, mbak Endang, mbak Puspa, mbak Didi, mbak Dini,
Saras, Sarah, Rahmi, Meyta) atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, September 2012
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ...vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
PENDAHULUAN...1
Latar Belakang... 1
Tujuan ...3
Hipotesis...3
TINJAUAN PUSTAKA ...4
Tanaman Kacang Hijau secara Umum ...4
Toleransi Cekaman Kekeringan ...5
Vigor Benih dan Pengujian Vigor Benih ...6
BAHAN DAN METODE...9
Tempat dan Waktu...9
Bahan dan Alat ...9
Metode Penelitian ...9
Pelaksanaan ...12
Pengamatan ...14
HASIL DAN PEMBAHASAN...16
KESIMPULAN DAN SARAN...38
DAFTAR PUSTAKA... 39
LAMPIRAN...42
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 serta interaksi keduanya terhadap variabel
yang diamati ...17 2. Interaksi varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap
beberapa variabel yang diamati ...18
3. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi
CDT (kadar air dan lama penderaan) serta interaksi keduanya terhadap variabel yang diamati ...25
4. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT (kadar air dan lama penderaan) terhadap panjang akar (%) ...25
5. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT (kadar air dan lama
penderaan) terhadap panjang hipokotil (cm) ...26
6. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT (kadar air dan lama
penderaan) terhadap BKKN (g) ...27
7. Pengaruh faktor tunggal varietas dan kondisi CDT terhadap
persentase kecambah normal... 28 8. Pengaruh faktor tunggal varietas dan kondisi CDT terhadap
KCT (%/etmal)... 29
9. Pengaruh faktor tunggal varietas dan kondisi CDT terhadap
variabel indeks vigor (%)...30
10. Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi
(R2) antara variabel pada tekanan osmotik PEG 6000
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Modifikasi proses kemunduran benih pada metode CDT ...7
2. Hubungan antara variabel %KN pada tekanan osmotik PEG 6000
-1 bar dengan VCDT 20%/48 jam ...35
3. Hubungan antara variabel %KN pada tekanan osmotik PEG 6000
-1 bar dengan VCDT 22%/24 jam ...35
4. Hubungan antara variabel KCT pada tekanan osmotik PEG 6000
-1 bar dengan VCDT 20%/48 jam ...36
5. Hubungan antara variabel KCT pada tekanan osmotik PEG 6000
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kondisi viabilitas dan kadar air awal benih ...43
2. Contoh perhitungan konsentrasi PEG 6000 berdasarkan rumus Michell dan Kauffman (1973)...43
3. Kadar air benih sebelum CDT ...44
4. Kadar air benih sesudah CDT ...46
5. Sidik ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap persentase kecambah normal benih ...48
6. Sidik ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap kecepatan tumbuh benih ...48
7. Sidik ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks vigor ...48
8. Sidik ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang akar ...48
9. Sidik ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang hipokotil...49
10. Sidik ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap BKKN ...49
11. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap persentase kecambah normal ...49
12. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap kecepatan tumbuh ...49
13. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap indeks vigor ...50
14. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap panjang akar ...50
15. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap panjang hipokotil ...50
16. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap BKKN ...50
17. Deskripsi kacang hijau varietas Walet ...51
18. Deskripsi kacang hijau varietas Sriti ...52
19. Deskripsi kacang hijau varietas Murai ...53
20. Deskripsi kacang hijau varietas Kutilang ...54
(13)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang hijau merupakan tanaman palawija yang banyak ditanam oleh petani di Indonesia. Kacang hijau biasa ditanam di lahan kering pada musim kemarau sebagai tanaman sampingan setelah padi, jagung, kedelai dan kacang tahan. Kebutuhan kacang hijau terus bertambah seiring bertambahnya jumlah
penduduk namun produksi belum mencukupi. Produktivitas kacang hijau di
Indonesia yaitu 11.48 kw/ha, produksi tahun 2011 3,413,420 kw sedangkan
tingkat konsumsi kacang-kacangan adalah 2.5 kg/kapita/tahun dengan jumlah penduduk sekitar 225 juta jiwa (BPS, 2011), maka diperlukan tambahan produksi
kacang hijau. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kacang hijau, perlu
pengembangan kacang hijau yang ditanam di lahan kering. Lahan kering di
Indonesia yang sesuai untuk lahan pertanian mencapai sekitar 76.22 juta ha (52%) dari total luas 148 juta ha (Abdurachman et al., 2008). Hal ini menunjukkan
bahwa kacang hijau berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut khususnya di
daerah kering agar kebutuhan produksi kacang hijau dapat dipenuhi.
Peningkatan produksi kacang hijau dapat dilakukan melalui pemilihan benih
yang bermutu dan bervigor tinggi. Benih dengan vigor tinggi akan memiliki
kemampuan tumbuh dalam kondisi lingkungan yang suboptimum. Kacang hijau
mampu tumbuh di lahan kering namun masih perlu dikembangkan varietas yang
toleran pada cekaman kekeringan untuk mendapatkan varietas yang produksinya
tinggi. Oleh karena itu untuk mendapatkan varietas kacang hijau yang tahan cekaman kekeringan perlu dilakukan pengujian ketahanan varietas kacang hijau
terhadap cekaman kekeringan.
Pengujian benih dilakukan dengan cara simulasi kondisi kekeringan salah
satunya menggunakan Polyethylen Glycol (PEG). PEG menyebabkan penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan untuk meniru besarnya
potensial air tanah (Michel dan Kaufman, 1973). Asay dan Johnson (1983)
menyatakan bahwa simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan
PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman
(14)
Seleksi in vitro untuk mendapatkan sifat toleransi terhadap cekaman
kekeringan telah dilakukan untuk mengevaluasi gonotipe kedelai terhadap kekeringan (Widoretno et al., 2001). Selain itu, PEG telah digunakan pada
tanaman kacang tanah (Hemon, 2009), seledri, kacang hijau, kentang, padi dan
shorgum (Yunita, 2009) serta untuk menyeleksi genotipe jagung toleran dan peka
terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan (Efendi, 2009). Metode menggunakan PEG tergolong sederhana dan singkat, namun memiliki kelemahan antara lain harga PEG yang relatif mahal dan sering terjadinya kontaminasi
cendawan pada saat benih dikecambahkan, sehingga diperlukan alternatif
pengujian vigor benih yang berkolerasi dengan ketahanan benih terhadap cekaman kekeringan.
Salah satu alternatif pengujian vigor benih yang telah digunakan untuk pengujian katahanan benih terhadap cekaman kekeringan adalah metode
pengusangan cepat terkontrol (PCT) atau Controlled Deterioration (CD). Metode CDT telah banyak dikembangkan untuk mengevaluasi kualitas benih yang berukuran relatif kecil seperti cabai, bawang, barley dan benih kecil lainnya seperti wijen (Wafiroh, 2010). Metode ini telah distandarisasi oleh ISTA untuk
benih Brassica disamping metode uji vigor Accelerated Ageing Test (AAT) dan Conductivity Test (ISTA, 2010). Metode CDT telah digunakan untuk menguji vigor benih padi terhadap cekaman kekeringan, kondisi CDT yang berkorelasi dengan cekaman kekeringan untuk padi adalah kondisi kadar air 20%, lama
penderaan 48 jam serta suhu water bath 45°C (Aryati, 2011). Pengujian benih
kacang hijau terhadap cekaman kekeringan dengan metode Controlled
Deterioration Test diharapkan mendapatkan hasil yang sama seperti penelitian sebelumnya serta dapat digunakan untuk mengembangkan metode pengujian untuk identifikasi vigor benih terhadap cekaman kekeringan yang lebih mudah
dan sederhana.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mencari varietas kacang hijau yang toleran terhadap kondisi kekeringan secara simulatif di laboratorium.
(15)
2. Mencari kondisi (kadar air, suhu dan waktu penderaan) CDT yang tepat
untuk menguji vigor benih kacang hijau.
3. Menentukan korelasi viabilitas pada CDT (VCDT) dengan beberapa variabel
vigor kekuatan tumbuh terhadap kekeringan (VKTkekeringan) yang disimulasi
dengan PEG.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Didapatkan level tekanan osmotik PEG 6000 yang tepat untuk
mengidentifikasi toleransi benih kacang hijau terhadap cekaman
kekeringan.
2. Didapatkan kondisi suhu, kadar air benih dan lama penderaan yang efektif
untuk CDT
3. Terdapat korelasi antara VCDT dengan VKTkekeringan benih kacang hijau hasil
(16)
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kacang Hijau secara Umum
Tanaman kacang hijau termasuk famili Leguminosae yang banyak
varietasnya. Secara morfologi tanaman kacang hijau tumbuh tegak. Batang kacang
hijau berbentuk bulat dan berbuku-buku. Batangnya kecil, berbulu, berwarna hijau
kecoklatan dan kemerahan. Tanaman ini bercabang banyak. Daunnya tumbuh
majemuk dan terdiri dari tiga helai anak daun setiap tangkai. Helai daun berbentuk
oval dengan bagian ujung lancip dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Letak daun berseling. Tangkai daun lebih panjang daripada daunnya sendiri (Purwono
dan Purnamawati, 2007).
Kacang hijau adalah tanaman tropis dataran rendah yang dapat
dibudidayakan pada ketinggian 5 – 700 m dpl. Produksi kacang hijau menurun di daerah dengan ketinggian di atas 759 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada
suhu udara optimal antara 25 – 27°C. Tanaman kacang hijau cocok ditanam di
daerah yang memiliki kelembaban udara antara 50 – 80%. Selain itu, tanaman ini
memerlukan cahaya matahari lebih dari 10 jam/hari. Daerah yang memiliki curah
hujan 50 – 200 mm/bulan merupakan daerah yang baik untuk budidaya tanaman ini. Curah hujan tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah dan terserang
penyakit (Purwono dan Purnamawati, 2007). Biji kering kacang hijau
mengandung 55-60% karbohidrat dan 23% protein (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena
memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran
daerah produksi kacang hijau nasional adalah NAD, Sumatera Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90% terhadap produksi kacang hijau nasional
dan 70% berasal dari lahan sawah. Tantangan pengembangan kacang hijau di
lahan kering adalah peningkatan produktivitas dan mempertahankan kualitas
(17)
Toleransi Cekaman Kekeringan
Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu melepaskan diri dari cekaman kekeringan (drought escape) yaitu tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami stres berat,
dengan berbunga lebih awal atau daun menggulung, bertahan terhadap kekeringan
dengan tetap mempertahankan potensi air yang tinggi dalam jaringan atau yang
biasa dikenal sebagai mekanisme menghindar dari kekeringan (drought
avoidance) dan bertahan terhadap kekeringan dengan potensi air jaringan yang rendah (Turner dalam Aryati, 2011).
Pengujian benih terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan cara
simulasi kondisi kekeringan menggunakan Polyethylen Glycol (PEG). Simulasi
cekaman kekeringan banyak dilakukan dengan menggunakan larutan osmotikum yang dapat mengontrol potensial air dalam media tanaman. Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan
larutan PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap
cekaman kekeringan serta tidak bersifat racun bagi tanaman. Polyethylen Glycol menyebabkan penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air tanah (Michel dan Kaufman, 1973).
Keunggulan sifat PEG tersebut memungkinkan PEG dapat digunakan sebagai
alternatif dalam seleksi genotip jagung fase vegetatif dengan media pasir (Chazen
dan Newman, 1994) dan jagung kondisi kekeringan pada fase perkecambahan (Ogawa dan Yamauchi, 2006).
Penggunaan larutan PEG 6000 sebagai simulasi cekaman kekeringan
dengan berbagai level tekanan osmotik memberikan respon yang berbeda antar
varietas ditinjau dari variabel daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor dan panjang akar. Penelitian Aryati (2011) menyatakan bahwa PEG 6000 bertekanan osmotik -2 bar merupakan level yang tepat untuk mengidentifikasi
toleransi benih padi terhadap cekaman kekeringan. Tiap komoditas memiliki level
tekanan osmotik yang berbeda terhadap cekaman kekeringan. Seleksi in vitro
untuk mendapatkan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan telah dilakukan pada kacang hijau (Gulati dan Jaiwal dalam Yunita, 2009) serta telah digunakan
(18)
osmotik -0.5 bar, -2 bar, -5 bar dan -10 bar yang ditanam dalam media pasir
(Zayed dan Zeid, 1997), identifikasi somaklonal beberapa varietas padi tahan kekeringan (Lestari dan Mariska, 2006) serta seleksi genotipe kacang hijau
terhadap cekaman kekeringan pada tekanan osmotik -3 bar (Dutta dan Bera,
2008).
Vigor Benih dan Pengujian Vigor Benih
Menurut Sadjad et al.(1999) vigor benih dapat didefinisikan sebagai
kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi yang tidak optimum atau suboptimum. Benih yang vigor akan menghasilkan tanaman di atas normal jika
ditumbuhkan pada kondisi optimum. Karena kondisi alam/lapangan tidak selalu
optimum, maka benih yang vigor sangat diharapkan. Benih vigor yang mampu
menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum dikatakan memiliki Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT).
Menurut Copeland dan McDonald (2001) terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi vigor benih. Faktor yang pertama yaitu faktor genetik benih
meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik dan komposisi kimia benih. Faktor yang kedua yaitu faktor lingkungan selama perkembangan benih yang meliputi kelembaban dan kesuburan tanah serta pemanenan benih dan faktor yang ketiga yaitu faktor lingkungan
penyimpanan yang mencakup waktu penyimpanan, lingkungan penyimpanan
(suhu, kelembaban dan persediaan oksigen) dan jenis benih yang disimpan. Menurut Sadjad et al. (1999) kekuatan tumbuh benih di lapangan selain ditentukan oleh faktor benihnya juga ditentukan oleh faktor dari luar benih,
misalnya oleh penyakit, kesuburan lahan, kondisi kurang suplai air ataupun
kelebihan air.
Pengujian vigor benih sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas benih yang akan digunakan. Uji vigor benih merupakan metode pengujian untuk mengevaluasi vigor benih. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa
metode uji benih yang dapat diterapkan harus memenuhi beberapa syarat diantaranya metode tersebut harus murah, mudah dilakukan, tepat guna, bersifat
(19)
Dayaber k ec amb ah Da yabe rk ecam ba h
objektif, dapat dikembangkan dan berkorelasi dengan pertumbuhan benih di
lapang.
Controlled deterioration test (CDT) atau uji pengusangan cepat terkontrol
merupakan metode pengujian vigor benih untuk mengetahui kualitas benih yang
akan digunakan. Metode CDT menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan
kadar air benih diketahui dengan jelas dan terkontrol selama penderaan. Kadar air awal benih dikendalikan dan disesuaikan ke tingkat yang sama sebelum terkena suhu tinggi dalam water bath (Rodo dan Filho, 2003). Metode CDT membutuhkan
waktu, kadar air dan suhu pengusangan yang berbeda-beda antar komoditas. Uji CDT menggambarkan proses kemunduran suatu lot benih. Kadar air, suhu dan lama penderaan yang sering digunakan dalam metode CDT adalah 20% dengan suhu 45°C dan periode penderaan 24 jam. Tiap komoditi memiliki perlakuan kadar air, suhu dan lama penderaan yang berbeda dalam metode CDT (Powell dan
Mattews dalam Aryati, 2011).
Lama penderaan
Sumber: Powell and Matthews dalam Aryati, 2011.
Lama penderaan
Lama penderaan Gambar 1. Teori dasar proses kemunduran benih pada CDT.
Gambar 1 merupakan modifikasi proses kemunduran benih pada metode CDT yang telah dikembangkan oleh Powell dan Matthews. Titik A, B dan C pada
Gambar 1 (a) merupakan kondisi vigor awal lot benih. Ketiga titik berada pada nilai vigor yang hampir sama meskipun lot A terlihat memiliki nilai vigor yang
(20)
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan lot B dan C. Ketiga lot benih mengalami
penurunan vigor yang signifikan ketika diberi stres CDT dengan kondisi yang tepat seperti terlihat pada Gambar 1 (b). Nilai vigor ketiga lot benih berubah dan
berada pada selang yang sangat lebar seperti yang terlihat antara lot A dengan lot
C ketika benih didera selama periode tertentu yang tepat sesuai dengan spesies
yang digunakan. Lama penderaan merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan tingkat vigor benih (Powell dan Matthews dalam Aryati, 2011).
Hasil penelitian metode CDT lainnya telah banyak dilaporkan. Kacang hijau
merupakan tanaman legum. Metode CDT juga telah dilakukan pada legum lainnya
seperti pada Phaseolus vulgaris dengan kondisi CDT suhu 40°C, kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam untuk mengevaluasi vigor beberapa benih Phaseolus
vulgaris (Santos et al., 2003), pada kedelai dengan kondisi CDT suhu 41°C dan lama penderaan 72 jam untuk menguji ketahanan benih kedelai terhadap deraan
cuaca di lapang (Changrong et al., 2007). Metode CDT dengan kondisi yang
berbeda juga dilakukan pada kedelai yaitu dengan kondisi suhu 45°C, kadar air 15% dan lama penderaan 24 jam untuk menguji vigor benih terhadap salinitas (Reninta, 2012). Metode CDT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam
merupakan kondisi yang sesuai untuk menguji vigor kekuatan pada benih padi
(21)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari –
April 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi lima lot benih kacang hijau yaitu varietas Walet, varietas Sriti, varietas Murai, varietas Kutilang dan
varietas Vima-1 yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi- umbian (Balitkabi), Malang. Bahan lainnya yaitu PEG 6000, aquades, aluminium
foil, kertas stensil, plastik PE dan kertas label.
Alat yang digunakan pada percobaan pertama adalah alat pengecambah
benih tipe 72-1, kuas, gelas piala dan magnetic stirrer. Alat yang digunakan pada
percobaan kedua yaitu oven, neraca digital, desikator, sealer, refrigerator, water
bath, alat pengecambah benih IPB tipe 72-1, alat pengepres kertas, pinset dan handsprayer.
Metode Penelitian
Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap vigor kekuatan tumbuh benih terhadap kekeringan. Percobaan kedua yaitu pengaruh varietas dan
kondisi CDT (kadar air, suhu serta lama penderaan) terhadap viabilitas. Percobaan
ketiga yaitu uji korelasi antara VCDT pada percobaan pertama dengan VKTkekeringan
pada percobaan kedua.
1. Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap vigor
kekuatan tumbuh benih terhadap kekeringan
Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium yang bertujuan untuk menentukan toleransi benih beberapa varietas kacang hijau terhadap cekaman kekeringan menggunakan PEG 6000 dengan berbagai tingkat tekanan osmotik.
(22)
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktorial dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari lima lot benih yaitu varietas Walet, varietas Sriti, varietas Murai, varietas Kutilang dan
varietas Vima-1. Faktor kedua adalah tekanan osmotik menggunakan PEG 6000
dengan lima taraf yaitu 0, -0.5, -1, -2 dan -3 bar. Kombinasi dari kedua faktor
menghasilkan 25 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali sehingga menghasilkan 75 satuan percobaan dengan tiap ulangan terdiri dari 50 butir benih. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova) dan pada
perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel yang
diamati, maka diuji lanjut menggunakan DMRT pada taraf nyata 5%.
2. Pengaruh varietas dan kondisi CDT (kadar air, suhu, serta lama
penderaan) terhadap viabilitas
Percobaan yang dilaksanakan di laboratorium ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang efektif untuk menguji vigor benih. Beberapa varietas kacang hijau yang digunakan yaitu varietas Walet, varietas Sriti, varietas Murai, varietas Kutilang serta varietas Vima-1. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama adalah lot benih dengan lima taraf yaitu L1, L2, L3, L4 dan L5.
L1 = Varietas Walet L4 = Varietas Kutilang L2 = Varietas Sriti L5 = Varietas VIMA-1
L3 = Varietas Murai
Faktor kedua adalah perlakuan kondisi tingkat kadar air benih (KA) dan lama penderaan (P) dengan 16 taraf yaitu: P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10, P11, P12, P13, P14 dan P15, dengan suhu penderaan 45°C.
P0 = KA 20% dan penderaan 0 jam P5 = KA 22% dan penderaan 24 jam
P1 = KA 20% dan penderaan 24 jam P6 = KA 22% dan penderaan 48 jam P2 = KA 20% dan penderaan 48 jam P7 = KA 22% dan penderaan 72 jam P3 = KA 20% dan penderaan 72 jam P8 = KA 24% dan penderaan 0 jam P4 = KA 22% dan penderaan 0 jam P9 = KA 24% dan penderaan 24 jam
(23)
P10 = KA 24% dan penderaan 48 jam P13= KA 26% dan penderaan 24 jam
P11 = KA 24% dan penderaan 72 jam P14= KA 26% dan penderaan 48 jam P12 = KA 26% dan penderaan 0 jam P15= KA 26% dan penderaan 72 jam
Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 80 perlakuan. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak tiga kali ulangan sehingga total percobaan adalah 240
satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 2 x 25 butir benih. Model percobaan yang digunakan adalah:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk (i = 1, 2, 3. j = 1, 2,….n. k = 1, 2, 3. ) Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor lot
benih dan taraf ke-j faktor kondisi kadar air benih serta periode penderaan µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh taraf ke-i faktor lot benih
βj = Pengaruh taraf ke-j faktor kondisi kadar air dan periode penderaan
(αβ)ij= Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor lot benih dan taraf ke-j faktor kondisi kadar air benih dan periode penderaan
ρk = pengaruh kelompok ke-k
εijk= Galat percobaan
Uji lanjut yang digunakan terhadap hasil yang berpengaruh nyata adalah Duncans
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
3. Uji korelasi antara VCDT pada percobaan pertama dengan VKTkekeringan
pada percobaan kedua
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan
antara tekanan osmotik PEG 6000 terpilih dari hasil percobaan pertama dengan VCDT hasil percobaan kedua, sehingga dapat diketahui keefektifan metode CDT
sebagai indikator dalam menguji ketahanan benih kacang hijau terhadap cekaman kekeringan.
Berbagai variabel pengamatan hasil percobaan pertama pada tekanan
osmotik PEG 6000 terpilih selanjutnya dikorelasikan dengan VCDT hasil
percobaan kedua. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi sederhana antara VKTkekeringan dengan VCDT. Tingkat hubungan VKTkekeringan dengan
(24)
VCDT ditentukan oleh nilai koefisien korelasi. Disamping itu dilakukan juga
analisis regresi linier sederhana dimana variabel VCDT difungsikan sebagai faktor
X dan variabel VKTkekeringan sebagai faktor Y dalam persamaan regresi tersebut.
Persamaan regresi yang digunakan adalah:
Yi = α + βXi
Keterangan: Yi = Variabel VKT
α = Intersep
β = Kemiringan atau gradient
Xi = VCDT.
Pelaksanaan
1. Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap vigor
kekeringan
Tahap awal dari percobaan ini adalah dengan menanam benih pada
substrat kertas stensil. Sebelumnya substrat dilembabkan dengan larutan PEG 6000 menggunakan kuas dan volume PEG 6000 pada setiap substrat sama
jumlahnya. Kertas stensil yang digunakan dalam setiap gulungan sebanyak lima
lembar dengan masing-masing lembar kertas stensil membutuhkan 6 ml larutan
PEG 6000. Tingkat tekanan osmotik PEG 6000 terdiri dari lima taraf 0, -0.5, -1, -2
dan -3 bar. Rumus perhitungan tekanan osmotik PEG 6000 menurut Michel dan Kaufmann (1973) adalah sebagai berikut:
s = - (1.18 x 10-2)C – (1.18 x 10-4)C2 + (2.67 x 10-4)CT + (8.39 x 10-7)C2T
Keterangan:
s = tekanan osmotik larutan (bar)
C = konsentrasi PEG 6000 dalam gram PEG/kg H2O
T = suhu ruangan (°C)
Metode yang digunakan untuk mengecambahkan benih adalah metode uji
kertas digulung didalam plastik (UKDdp) dan selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pengecambah benih tipe IPB 72-1.
(25)
2. Pengaruh varietas dan kondisi CDT (kadar air, suhu, serta lama
penderaan) terhadap viabilitas
Tahap awal dari pelaksanaan penelitian ini adalah membuat lot benih dari kelima lot benih yang digunakan sesuai perlakuan dengan cara meningkatkan
kadar air dari setiap lot benih. Masing-masing lot benih ditingkatkan kadar airnya
menjadi 20%, 22%, 24% dan 26%. Berat benih dengan kadar air yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan rumus:
W2 = x W1
Keterangan:
A = Kadar air awal dari benih ( % )
W1 = Berat awal benih yang telah diketahui (g) B = Kadar air yang dikehendaki ( % )
W2 = Berat benih dengan kadar air yang dikehendaki (g)
Benih dimasukkan dalam alumunium foil dan ditambahkan aquades sesuai perlakuan kadar air benih dengan rumus:
Aquades yang ditambahkan = W2-W1
Benih dalam alumuniun foil yang telah memiliki berat yang sesuai dimasukkan ke dalam refrigerator bersuhu 4°C dan didiamkan semalaman, agar benih berimbibisi dan diperoleh benih dengan tingkat kadar air yang diinginkan
sesuai perlakuan. Benih yang telah berkadar air sesuai perlakuan dimasukkan
dalam water bath bersuhu 45°C selama 0, 24, 48 dan 72 jam. Benih kemudian diuji dengan metode uji kertas digulung dalam plastik (UKDdp) kemudian dimasukkan dalam alat pengecambah benih (tipe IPB 72-1).
3. Uji korelasi antara VCDT dengan VKTkekeringan
Hasil pada percobaan pertama dan percobaan kedua diuji korelasi dengan
analisis korelasi sederhana antara VKTkekeringan dengan VCDT dan juga diuji
menggunakan analisis regresi linier sederhana. Tingkat hubungan antara
VKTkekeringan dengan VCDT ditentukan oleh nilai koefisien korelasi (r) dan didukung oleh nilai koefisien determinasi (R2).
(26)
VKTkekeringan (%) = +
KA (%) = ‐
Pengamatan
Pengamatan pada percobaan pertama dan kedua di laboratorium dilakukan terhadap beberapa variabel yaitu:
1. Vigor benih setelah cekaman kekeringan (VKTkekeringan). Pengamatan terhadap
kecambah normal pada pengamatan hari kelima dan ketujuh (ISTA, 2010).
otal benih ang ditanam X 100%
VKTkekeringan = % kecambah normal setelah pada kondisi cekaman kekeringan
KN I = Kecambah normal pada pengamatan pertama yaitu hari kelima
KN II = Kecambah normal pada pengamatan pertama yaitu hari ketujuh
2. Viabilitas benih sesudah penderaan (VCDT). Pengamatan terhadap kecambah
normal pada pengamatan hari kelima dan ketujuh (ISTA, 2010).
VCDT (%) = X 100%
VCDT = % kecambah normal setelah CDT
KN I = Kecambah normal pada pengamatan pertama yaitu hari kelima
KN II = Kecambah normal pada pengamatan pertama yaitu hari ketujuh
3. Kecepatan tumbuh (KCT)
Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap pesentase kecambah normal dibagi nilai etmal. Nilai etmal kumulatif dimulai dengan waktu pengamatan dan
dihitung dengan rumus penentuan kecepatan tumbuh (Sadjad et al., 1999).
KCT =
KCT = kecepatan tumbuh (%/etmal)
N = persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan tn = waktu akhir pengamatan
t =etmal (jumlah jam saat dari tanam dibagi 24 jam)
4. Penetapan kadar air (KA)
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode langsung yaitu menggunakan
oven suhu rendah pada suhu 103±2ºC selama 17 jam. Rumus perhitungan kadar air (ISTA, 2010).
(27)
Keterangan :
M1 = berat wadah
M2 = berat wadah + benih sebelum dioven
M3 = berat wadah + benih setelah dioven
5. Indeks vigor (IV)
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (first count) yaitu pada hari ke-5.
IV = x 100%
6. Panjang akar (PA)
Diukur mulai dari ujung akar hingga pangkal akar dengan satuan centimeter pada pengamatan hari ketujuh terhadap kecambah normal.
7. Panjang hipokotil (PH)
Diukur mulai dari pangkal akar hingga pangkal kotiledon dengan satuan
centimeter pada pengamatan hari ketujuh terhadap kecambah normal. 8. Berat kering kecambah normal
Kecambah normal tanpa kotiledon di oven selama 3 x 24 jam dengan suhu
(28)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui mutu atau kualitas dari suatu
lot benih. Kondisi awal benih dari semua lot benih sebelum digunakan memiliki
rata-rata daya berkecambah diatas 90% dan kadar air 8%. Keterangan lebih
lengkap tentang daya berkecambah dan kadar air awal benih dapat dilihat di
Lampiran 1. Lot benih yang digunakan memiliki umur panen yang relatif sama
agar kondisi vigor awal benih juga sama sebelum mendapat perlakuan cekaman. Pengujian benih pada kondisi cekaman kekeringan dilakukan dengan
menggunakan Polyethylen glycol (PEG) dengan bobot molekul 6000 dan tingkat
tekanan osmotik yaitu 0 bar, -0.5 bar, -1 bar, -2 bar dan -3 bar. Pengujian benih
menggunakan PEG 6000 harus dihitung dengan teliti. Perhitungan kebutuhan PEG 6000 untuk membuat berbagai tingkat tekanan osmotik dapat dilihat pada
Lampiran 2. Pada proses pengujian masih ditemukan serangan cendawan pada
benih. Serangan cendawan semakin banyak pada tingkat tekanan osmotik yang
lebih tinggi.
Penentuan kadar air benih dari suatu lot benih sangat penting untuk dilakukan karena laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya
(Sutopo, 2004). Benih sebelum digunakan untuk controlled deterioration test dinaikkan kadar airnya sesuai dengan perlakuan. Suhu water bath yang digunakan
adalah 45°C dan selalu dijaga kondisinya selama proses penderaan berlangsung. Kondisi kadar air benih rata-rata setelah dikeluarkan dari water bath cukup sesuai
dengan kadar air perlakuan yang diinginkan. Keterangan lebih lengkapnya dapat
dilihat di Lampiran 3 dan 4.
Keadaan benih setelah perlakuan menggambarkan vigor benih setelah perlakuan. Benih tidak berkecambah terutama pada tingkat kadar air yang
semakin tinggi (KA 24% dan 26%) dan lama penderaan yang semakin lama (48
jam dan 72 jam). Benih mengalami proses pembusukan dan strukturnya menjadi
lembek, hal tersebut menandakan bahwa benih mulai kehilangan viabilitas dan vigornya.
(29)
Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor
Kekeringan
Hasil analisis ragam dari perlakuan pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap variabel persentase kecambah normal (%KN), kecepatan
tumbuh (KCT), indeks vigor (IV), panjang akar (PA), panjang hipokotil (PH) serta
bobot kering kecambah normal (BKKN) menunjukkan respon yang beragam (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan
osmotik PEG 6000 serta interaksi keduanya terhadap variabel yang
diamati
Variabel
Varietas Tekanan Interaksi
(L) osmotik (K) (L x K) KK (%) Pr > F Pr > F Pr > F
%KNt <0.0001** <0.0001** 0.0006** 9.03 KCT (%/etmal) t <0.0001** <0.0001** 0.0008** 12.95 IV (%) t <0.0001** <0.0001** <0.0001** 8.74 Panjang Akar (cm) t 0.0023** <0.0001** 0.0386* 11.27 Panjang Hipokotil (cm) t 0.1338tn <0.0001** 0.0372* 8.03 BKKN (g) t <0.0001** <0.0001** 0.0012** 6.94
Keterangan : **) berpengaruh n ata p≤ 0.01 ; *) berpengaruh nyata; p≤ 0.05 ; tn= tidak nyata; KK= Koefisien keragaman ; %KN= persentase kecambah normal; KCT=Kecepatan tumbuh; IV= indeks vigor; BKKN= Bobot kering kecambah
normal; t ) data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2
Faktor varietas menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel %KN, KCT, IV, PA serta BKKN namun pada variabel panjang hipokotil
tidak berpengaruh nyata. Faktor tekanan osmotik PEG 6000 menunjukkan
pengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati. Hasil analisis
statistik menunjukkan adanya interaksi antara varietas dengan tekanan osmotik
PEG 6000 terhadap variabel pengamatan. Pada variabel %KN, KCT, IV dan
BKKN menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pada variabel PA
dan PH interaksi keduanya nyata. Pengaruh interaksi varietas dan tekanan osmotik
(30)
Tabel 2. Interaksi varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap
beberapa variabel yang diamati
Varietas Tekanan osmotik PEG 6000
0 -0.5 -1 -2 -3
---Persentase Kecambah Normal---
Walet 95.33 a 96.00 a 84.00 a 36.67 dc 1.33 e Sriti 99.33 a 96.00 a 92.67 a 46.00 bcd 2.00 e Murai 98.67 a 92.00 a 70.00 ab 26.00 d 1.33 e Kutilang 98.67 a 91.33 a 57.33 abc 20.00 d 0.00 e Vima-1 87.33 a 40.00 dc 19.33 d 0.00 e 0.00 e
---Kecepatan Tumbuh (%/etmal)---
Walet 31.50 ab 22.94 cd 15.69 ef 5.81 hi 0.19 j Sriti 32.32 a 24.21 cd 17.22 def 7.13 hi 0.29 j Murai 31.99 ab 20.77 de 11.78 gf 3.83 i 0.19 j Kutilang 31.61 ab 19.26 de 9.69 gh 3.17 i 0.00 j Vima-1 29.00 abc 8.10 h 3.24 i 0.00 j 0.00 j
---Indeks Vigor (%)---
Walet 94.67 a 77.33 ab 43.33 c 5.33 e 0.00 f Sriti 99.33 a 84.67 a 48.67 bc 3.33 ef 0.00 f Murai 98.67 a 79.33 a 20.00 d 0.00 f 0.00 f Kutilang 98.00 a 67.33 abc 16.67 d 4.00 e 0.00 f Vima-1 87.33 a 27.33 d 4.67 e 0.00 f 0.00 f
---Panjang Akar (cm) ---
Walet 12.4 a 11.9 ab 11.9 ab 8.4 abc 3.2 dc Sriti 12.2 ab 10.8 ab 11.1 ab 10.8 ab 0.0 d Murai 12.8 a 11.2 ab 12.0 ab 10.3 ab 0.0 d Kutilang 12.7 a 11.2 ab 10.4 ab 6.9 abc 0.0 d Vima-1 12.3 ab 9.4 ab 6.1 bc 0.0 d 0.0 d
---Panjang Hipokotil (cm) ---
Walet 12.0 a 5.0 c-f 4.2 c-f 2.6 f-h 0.7 hi Sriti 11.1 a 7.9 a-c 4.2 c-f 4.2 c-f 0.0 i Murai 11.1 a 7.6 a-c 5.7 b-e 2.9 a-g 0.0 i Kutilang 10.4 ab 6.7 a-d 4.6 c-f 1.5 gh 0.0 i Vima-1 11.8 a 8.2 a-c 4.9 d-f 0.0 i 0.0 i
---BKKN (g) ---
Walet 1.27 b 0.68 def 0.57 efg 0.11 j 0.01 j Sriti 1.34 ab 1.06 bc 0.44 efg 0.18 ij 0.00 j Murai 1.64 a 0.92 dc 0.35 ghi 0.06 j 0.00 j Kutilang 1.65 a 0.76 de 0.34 ghi 0.03 j 0.00 j Vima-1 1.19 bc 0.32 hi 0.07 j 0.00 j 0.00 j
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang berbeda untuk setiap variabel tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2
(31)
Tabel 2 menunjukkan pengaruh tekanan osmotik PEG yang berinteraksi
sangat nyata terhadap kelima varietas yang digunakan. Pada variabel %KN, KCT
dan IV terlihat bahwa pada tekanan osmotik 0 bar, %KN, KCT dan IV pada kelima
varietas yang digunakan masih sama tinggi yaitu berturut-turut berkisar antara
87.33% - 99.33%, 29.00 %/etmal – 32.32 %/etmal dan 87.33% - 99.33%. Pada
variabel PA, PH dan BKKN menunjukkan nilai yang berkisar antara 12.2 cm – 12.9 cm, 10.4 cm – 12.0 cm dan 1.19 g - 1.65 g. BKKN menunjukkan nilai yang berbeda antara varietas Walet dengan Murai dan Kutilang.
Meningkatnya tekanan osmotik menyebabkan perubahan pada %KN
masing-masing varietas. Pada tekanan osmotik -0.5 bar %KN dengan kisaran nilai 40% - 96% tidak berbeda nyata pada varietas Walet, Sriti, Murai dan Kutilang, beda nyata terjadi pada varietas Vima-1. Pemberian tekanan osmotik -1 bar menunjukkan nilai %KN yang tidak berbeda nyata kecuali pada varietas Vima-1.
Peningkatan tekanan osmotik menjadi -2 dan -3 bar menyebabkan %KN pada
semua varietas menurun masing-masing pada kisaran 0.00% - 46.00% dan 0.00% - 2.00%.
Menurut Sadjad et al. (1999), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih
tersebut mampu mengatasi berbagai macam kondisi suboptimum. Pada variabel
KCT, kondisi awal benih tidak berbeda antar kelima varietas yaitu pada kisaran
29.00 %/etmal - 32.32 %/etmal. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -0.5 bar menyebabkan penurunan KCT yang cukup signifikan dibandingkan pada 0 bar
dengan kisaran nilai 8.10 %/etmal - 24.21 %/etmal. KCT antara varietas Walet,
Sriti, Murai dan Kutilang memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hanya varietas Vima-1 yang nilainya berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tekanan osmotik menurunkan nilai KCT benih.
Pada tekanan osmotik -1 bar, nilai KCT varietas Walet tidak berbeda nyata
dengan varietas Sriti dan Murai sedangkan Murai tidak berbeda nyata dengan
Kutilang, varietas Vima-1 merupakan varietas yang paling berbeda nyata dan memiliki nilai terendah pada kisaran 3.24 %/etmal - 17.22 %/etmal. Kondisi tekanan osmotik -2 bar menyebabkan benih pada semua varietas hampir tidak
mampu berkecambah dan tidak dapat dibedakan tingkat ketahanan benih kelima
(32)
0.00 %/etmal - 7.13 %/etmal. Hal yang sama terjadi pada tekanan osmotik -3 bar
yang mengakibatkan benih hanya mampu tumbuh pada kisaran nilai KCT sebesar
0.00 %/etmal - 0.29 %/etmal.
Kecepatan tumbuh dan indeks vigor merupakan nilai yang menjadi tolok
ukur vigor benih. Semakin tinggi nilai Kecepatan tumbuh dan indeks vigor
menunjukkan vigor benih yang semakin baik. Indeks vigor benih akibat cekaman kekeringan dengan simulasi PEG 6000 menunjukkan nilai yang semakin menurun seiring dengan naiknya tekanan osmotik. Kondisi kelima varietas pada tekanan
osmotik 0 bar benih masih menunjukkan IV yang tidak berbeda nyata pada semua
varietas. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -0.5 bar menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antara varietas Walet, Sriti, Murai dan Kutilang. Perbedaan yang nyata hanya terjadi pada Vima-1. Kisaran nilai IV yaitu 27.33% - 84.67% dengan nilai tertinggi adalah varietas Sriti dan yang terendah adalah varietas
Vima-1. Tekanan osmotik -1 bar mulai terlihat perbedaan IV pada kelima varietas.
IV berada pada rentang nilai 4.67% - 48.67%. Varietas Walet tidak berbeda nyata dengan Sriti, sedangkan varietas Walet dan Sriti berbeda nyata dengan Murai, Kutilang dan Vima-1. Kondisi tekanan osmotik -2 bar semua varietas mengalami
penurunan nilai IV dengan kisaran nilai 0.00% - 5.33%. Hal yang sama terjadi
pada tekanan osmotik -3 bar dimana semua benih tidak mampu tumbuh.
Hasil analisis statistik pada variabel panjang akar menunjukkan bahwa nilai- nilai panjang akar pada tekanan osmotik 0, -0.5 bar dan -1 bar tidak berbeda
nyata. Pengaruh tekanan osmotik pada panjang akar baru terlihat pada tekanan
osmotik -2 bar yaitu tidak berbeda nyata antara varietas Walet, Sriti, Murai dan
Kutilang, perbedaan yang nyata hanya terjadi pada Vima-1. Peningkatan tekanan osmotik -3 bar benih sudah tidak mampu berkecambah.
Pengamatan pada variabel panjang hipokotil menunjukkan bahwa semakin
ditingkatkannya tekanan osmotik menyebabkan semakin pendeknya panjang
hipokotil. Kondisi 0 bar menunjukkan bahwa kelima varietas memiliki panjang hipokotil yang tidak berbeda nyata. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -0.5 bar menunjukkan bahwa semua varietas tidak berbeda nyata dengan kisaran nilai
panjang hipokotil 5.0 cm - 8.2 cm. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -1 bar
(33)
Peningkatan tekanan osmotik menjadi -2 bar panjang hipokotil berada pada
kisaran nilai 0.0 cm - 4.2 cm dan pada tekanan osmotik -3 bar benih sudah tidak mampu berkecambah.
Pemberian cekaman terhadap variabel BKKN menunjukkan bahwa pada
kondisi 0 bar varietas Walet berbeda dengan varietas Murai dan Kutilang namun
tidak berbeda dengan varietas Sriti dan Vima-1. Pemberian PEG 6000 tekanan osmotik -0.5 bar varietas Sriti dan Murai tidak berbeda nyata dan varietas Walet, Kutilang dan Murai tidak berbeda sedangkan varietas Vima-1 berbeda dengan
keempat varietas lainnya. Kisaran nilai BKKN berada pada 0.32 g - 1.06 g. Nilai
BKKN pada tekanan osmotik -1 bar sudah semakin menurun dan dari kelima varietas hanya Vima-1 yang berbeda. Kisaran nilai BKKN yaitu 0.07 g - 0.57 g. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -2 dan -3 bar nilai BKKN tidak berbeda nyata.
Kondisi tekanan osmotik -0.5 bar pada variabel pengamatan kecepatan
tumbuh dan indeks vigor menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih masih belum bisa dibedakan kecuali pada Vima-1 yang sudah rendah dan untuk keempat varietas lainnya masih belum terlihat perbedaan baik dari hasil statistik maupun
dari nilainya antara varietas yang tahan dan tidak tahan terhadap cekaman
kekeringan. Nilai pada variabel KCT dan BKKN sudah terlihat berbeda secara
statistik namun dari kelima varietas hanya bisa membedakan satu varietas yaitu varietas Vima-1. Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 hingga -1 bar pada
variabel %KN hanya varietas Vima-1 yang berbeda nyata dari keempat varietas
lainnya, sedangkan variabel KCT dan IV sudah bisa membedakan antara kelima
varietas. Kondisi cekaman osmotik -1 bar menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada variabel PA dan PH, sedangkan pada BKKN dari lima varietas hanya terlihat satu varietas yang berbeda yaitu Vima-1.
Kondisi cekaman tekanan osmotik -1 bar pada variabel KCT varietas Sriti
tidak berbeda nyata dengan varietas Walet dan Murai, Murai tidak berbeda nyata dengan Kutilang. Varietas Vima-1 berbeda nyata dengan keempat varietas lainnya. Variabel IV menunjukkan bahwa varietas Walet dan Sriti tidak berbeda
nyata, keduanya berbeda nyata dengan Murai, Kutilang dan Vima-1. Berdasarkan
(34)
cekaman kekeringan. Hal ini sesuai dengan deskripsi varietas Sriti yang
menyatakan bahwa varietas Sriti beradaptasi baik pada keadaan kering (Balitkabi, 2005). Peningkatan tekanan osmotik menjadi tekanan -2 bar dan -3 bar hampir
semua varietas sudah tidak dapat dibedakan karena nilai-nilainya sudah sangat
rendah. Dasar dari pemilihan tingkat tekanan osmotik yang dipilih adalah yang
variabelnya paling banyak membedakan kelima varietas benih. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan PEG 6000 sebagai bahan untuk pengujian cekaman kekeringan telah sesuai untuk menguji lot benih yang tahan dan tidak tahan
terhadap cekaman kekeringan dengan tekanan osmotik -1 bar dengan variabel
pengamatan KCT dan IV.
Kacang hijau varietas Vima-1 dari tingkat osmotik -0.5 bar dan seiring
peningkatan osmotik menjadi -1 bar, -2 bar dan -3 bar menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas
Vima-1 memiliki vigor yang rendah sehingga tidak mampu bertahan pada kondisi
yang suboptimum. Hal ini diduga karena varietas Vima-1 beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik (Balitkabi, 2005) sehingga kurang tahan terhadap
cekaman lingkungan yang kurang air. Kondisi tekanan osmotik -2 bar bagi benih
kacang hijau menyebabkan semua varietas sudah mengalami cekaman yang berat yang ditunjukkan oleh penurunan nilai pada semua variabel pengamatan. Peningkatan hingga tekanan osmotik -3 bar menyebabkan hampir semua benih
tidak mampu tumbuh dan benih banyak terserang cendawan. Air merupakan
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan benih.
Semakin naiknya tekanan osmotik menjadi -2 bar dan -3 bar menyebabkan peresapan air pada benih menurun sehingga mempengaruhi proses imbibisi benih yang berakibat pada terganggunya proses perkecambahannya.
Tanaman memiliki mekanisme yang berbeda dalam beradaptasi pada
kondisi cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap kekeringan tergantung sifat dasar tanaman. Akar merupakan struktur penting dalam proses pertumbuhan tanaman karena fungsinya sebagai penyerap air dan hara. Salah satu strategi
tanaman toleran dalam menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada fase
(35)
yang dalam dan percabangan akar yang banyak (Duborsky dan Gomez-lomeli dalam Aryati, 2011). Pengamatan pada variabel panjang akar menunjukkan bahwa pemberian cekaman PEG 6000 tekanan osmotik 0, -0.5, -1 dan -2 bar masih
menunjukkan respon yang sama kecuali pada -2 bar pada varietas Vima-1. Pada
variabel PH menunjukkan respon PH yang semakin pendek bahkan pada tekanan
osmotik -3 bar pada PH, benih banyak terserang cendawan dan tidak mampu berkecambah. Pengaruh tekanan osmotik PEG 6000 pada variabel panjang hipokotil antar varietas menunjukkan semakin meningkatnya tekanan osmotik
menjadi -0.5 bar, -1 bar, -2 bar dan -3 bar hipokotil semakin pendek bahkan pada
tekanan osmotik -3 bar benih banyak terserang cendawan dan tidak mampu berkecambah. Pada tingkat tekanan osmotik -2 dan -3 bar benih mengalami penurunan nilai pada %KN, KCT, IV, BKKN, panjang akar dan panjang hipokotil
serta benih banyak terserang cendawan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Widoretno et al. (2002) pada kedelai, panjang hipokotil kecambah lebih sensitif
terhadap cekaman kekeringan dibandingkan dengan panjang akar kecambah. Panjang hipokotil pada penelitian tersebut menurun akibat pemberian PEG 6000. Perkecambahan benih kedelai menurun akibat meningkatnya konsentrasi PEG
pada media perkecambahan. Hal ini diduga terjadi akibat terhambatnya proses
pembelahan sel, pemanjangan sel, atau keduanya akibat cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan PEG.
Kecepatan tumbuh dan indeks vigor benih yang tinggi menunjukkan benih
berkecambah lebih cepat sehingga digolongkan dalam benih yang vigor. Menurut
Sadjad et al. (1999), kecepatan tumbuh benih mengindikasikan viabilitas benih
karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum. Semakin tinggi nilai KCT maka semakin bagus pula vigor benih
tersebut karena benih mampu berkecambah dalam waktu yang relatif lebih
singkat. Kondisi tekanan osmotik -1 bar, varietas Sriti memiliki nilai kecepatan
tumbuh tertinggi yaitu 17.22 %/etmal sedangkan nilai terendah adalah varietas Vima-1 yaitu sebesar 3.24 %/etmal. Indeks vigor tertinggi juga dimiliki oleh varietas Sriti dan terendah yaitu varietas Vima-1.
Perkecambahan merupakan fase kritis dalam siklus hidup tanaman dan
(36)
mensimulasikan kondisi cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan kecambah
kacang hijau di laboratorium. Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG dapat
mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta
tidak bersifat racun bagi tanaman. Penggunaan larutan PEG mampu menahan air
sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kecambah kacang hijau terhambat seiring dengan meningkatnya tekanan osmotik yang diberikan karena berkurangnya ketersediaan air untuk proses metabolisme
perkecambahan benih.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap semua variabel, variabel KCT dan IV merupakan variabel yang dapat menyeleksi lima
varietas benih yang digunakan. Tekanan osmotik yang mampu menyeleksi benih
yang tahan dan tidak tahan terhadap kekeringan adalah tekanan osmotik -1 bar.
Varietas kacang hijau yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi varietas
yang tahan kekeringan yaitu varietas Sriti dan Walet dan yang tidak tahan cekaman kekeringan yaitu varietas Murai, Kutilang dan Vima-1.
Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT (Kadar Air, Suhu serta Lama
Penderaan) terhadap Viabilitas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata pada semua variabel kecuali pada panjang hipokotil, faktor kondisi CDT menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada semua variabel pengamatan.
Interaksi dari kedua faktor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada
variabel panjang akar dan panjang hipokotil, berpengaruh nyata terhadap variabel bobot kering kecambah normal. Interaksi tidak berpengaruh nyata pada variabel
persentase kecambah normal, kecepatan tumbuh dan indeks vigor. Hasil analisis
ragam dapat dilihat pada Lampiran 11 – 16. Rekapitulasi hasil analisis ragam
pengaruh varietas dan kondisi CDT serta interaksi keduanya terhadap variabel yang diamati ditunjukkan pada Tabel 3.
(37)
Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT interaksi keduanya keduanya terhadap variabel yang diamati
Varietas Kondisi Interaksi
Variabel (L) CDT (P) (LxP) KK (%) Pr > F Pr > F Pr > F
Persentase kecambah normalt <0.0001 ** <0.0001** 0.0841 tn 12.09
KCT (%/etmal) t <0.0001 ** <0.0001** 0.0741 tn 9.71
IV(%) t <0.0001 ** <0.0001** 0.555 tn 11.81
Panjang akar (cm) t 0.0031 ** <0.0001** <0.0001 ** 13.41
PH (cm) t 0.1531 tn <0.0001** 0.0021 ** 11.65
BKKN (g) t <0.0001 ** <0.0001** 0.0487 * 10.29
Ket : **) berpengaruh sangat n ata p≤ 0.01 ; *) berpengaruh n ata; p≤ 0.05 ; tn= tidak nyata; KK= Koefisien keragaman; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2
Kondisi CDT dengan tingkat kadar air dan lama penderaan yang berbeda
memberikan respon yang beragam pada variabel yang diamati. Rata-rata interaksi
varietas dengan kondisi CDT terhadap panjang akar dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT ( kadar air dan lama
penderaan) terhadap panjang akar (cm)
Kondisi CDT (KA/Lama penderaan)
Varietas
Walet Sriti Murai Kutilang Vima-1
20%/0 jam 12.8 abc 11.8 abcd 14.5 ab 11.8 abcd 11.8 abcd 20%/24 jam 12.8 abc 12.9 abc 11.1 abcd 12.5 abcd 12.8 abc 20%/48 jam 11.5 abcd 11.2 abcd 10.4 abcd 10.4 abcd 6.5 cdef 20%/72 jam 12.5 abcd 7.1 bcdef 10.6 abcd 12.7 abc 7.5 abcde 22%/0 jam 11.0 abcd 13.3 abc 12.5 abcd 11.9 abcd 12.5 abcd 22%/24 jam 12.3 abcd 12.0 abcd 11.1 abcd 12.3 abcd 10.8 abcd 22%/48 jam 11.8 abcd 11.7 abcd 11.5 abcd 13.0 abc 13.1 abc 22%/72 jam 11.5 abcd 8.3 abcd 8.1 abcd 12.4 abcd 7.1 bcdef 24%/0 jam 12.8 abc 12.5 abcd 13.1 abc 12.7 abc 11.2 abcd 24%/24 jam 11.6 abcd 10.4 abcd 10.6 abcd 10.9 abcd 12.5 abcd 24%/48 jam 0.0 g 6.8 abcdef 8.2 abcd 11.7 abcd 9.6 abcd 24%/72 jam 10.7 abcd 5.9 cdef 12.4 abcd 10.5 abcd 15.2 a 26%/0 jam 11.9 abcd 12.5 abcd 11.2 abcd 11.6 abcd 11.7 abcd 26%/24 jam 10.9 abcd 9.9 abcd 0.0 g 11.1 abcd 9.9 abcd 26%/48 jam 2.8 fg 4.5 efg 0.0 g 8.3 abcdef 11.9 abcd 26%/72 jam 0.0 g 5.4 def 3.1 fg 7.9 abcdef 8.9 abcdef
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf kecil pada kolom dan baris yang berbeda pada kolom varietas tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%; data sebelum diolah dengan uji F
ditransformasi (x+0.5)1/2
Pengaruh kondisi CDT kadar air 20%, 22%, 24% dan 26% dengan lama penderaan 0 jam pada masing-masing varietas menunjukkan akar masih memiliki
(1)
Lampiran 13. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi konsidi CDT terhadap indeks vigor
SK db JK KT F hit Pr>f
ulangan 2 1.44 0.72 7.87** 0.0006
varietas(L) 4 2.64 0.661 7.23** <0.0001
kondisi CDT(P) 15 74.55 4.97 54.3** <0.0001
LxP 60 7.62 0.12 1.39tn 0.0555
Galat 157 14.37 0.091
umum 238 100.64
Keterangan: KK= 11.81%; data sebelum diolah ditransformasi (x+0.5)1/2
Lampiran 14. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap
panjang akar
SK db JK KT F hit Pr>f
ulangan 2 0.0582 0.029 0.53tn 0.5873
varietas(L) 4 0.842 0.21 3.86** 0.0051
kondisi CDT(P) 15 8.81 0.587 10.77** <0.001
LxP 60 8.16 0.136 2.5** <0.001
Galat 158 8.61 0.054
umum 239 26.49
Keterangan: KK= 28.43%; data sebelum diolah ditransformasi (x+0.5)1/2
Lampiran 15. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi konsidi CDT
terhadap panjang hipokotil
SK db JK KT F hit Pr>f
ulangan 2 0.031 0.01 0.32tn 0.7291
varietas(L) 4 0.339 0.084 1.70tn 0.1531
kondisi CDT(P) 15 5.933 0.395 7.92** <0.001
LxP 60 5.383 0.089 1.80** 0.0021
Galat 158 7.891 0.049
Umum 239 19.57
Keterangan: KK= 11.65% ; data sebelum diolah ditransformasi (x+0.5)1/2
Lampiran 16. Sidik ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap
BKKN
SK db JK KT F hit Pr>f
ulangan 2 0.119 0.059 5.59** 0.0045
varietas(L) 4 0.85 0.21 10.89** <0.0001 kondisi CDT(P) 15 8.63 0.575 53.86** <0.0001
(2)
Lampiran 18. Deskripsi kacang hijau varietas Walet
Nama Varietas : Walet
Tahun : 1985
Tetua : Introduksi dari IVRDC (Taiwan) Potensi Hasil : 1.7 ton/ha
Pemulia : Tateng Sutarman, Lukman Hakim Nomor induk : VC 1163 SEL.A (EG-ME-4/ML-6) Warna hipokotil : Hijau
Warna epikotil : Hijau Warna polong tua : Hitam
Warna biji : Hijau mengkilap Umur berbunga : 35 hari
Umur polong masak : 58 hari Tinggi tanaman : 45 cm Bobot 1000 biji : 63 g Kadar protein : 22.42% Kadar lemak : 1.74%
Sifat-sifat lain : -polong masak serempak -polong tidak mudah pecah
Ketahanan terhadap : -tahan penyakit becak daun (Cescospora sp.) penyakit
-cukup tahan terhadap penyakit Powdery mildeew/embun tepung (Erysiphe polygoni)
(3)
Lampiran 19. Deskripsi kacang hijau varietas Sriti
Tahun pelepasan : 3 November 1992 SK Mentan : 613/Kpts/TP.240/11/92 No.galur : MLG 944
Asal : hasil seleksi galur dari varietas introduksi asal AVRDC, Taiwan
Hasil rata-rata : 1.58 ton/ha biji kering Warna hipokotil : hijau
Warna epikotil : hijau Warna daun : hijau Warna bunga : kuning Warna biji : hijau kusam Warna polong tua : hitam Tinggi tanaman : 40-60 cm Umur 50% berbunga : 35 hari Umur polong masak : 60-65 hari Bobot 1000 biji : 60-65 g Kadar protein : 19.5% Kadar lemak : 1.0%
Ketahanan terhadap penyakit : -toleran penyakit bercak daun -toleran penyakit embun tepung Sifat-sifat lain : -letak polong di atas mahkota daun
-polong masak serempak
Keterangan : beradaptasi baik pada keadaan kering Pemulia : Astanto Kasno, Made Jana Mejana, Karep
(4)
Lampiran 20. Deskripsi kacang hijau varietas Murai
Tahun pelepasan : 8 Februari 2001
SK Mentan : 126/Kpts/TP.240/2/2001 No. induk : MLG 1026
Nama galur : EVO 947
Asal : introduksi dari Institute Plant Breeding, Filipina Daya hasil : 0.9-2.5 ton/ha
Hasil rata-rata : 1.5 ton/ha Warna hipokotil : hijau Warna epikotil : hijau Warna batang : hijau tua Warna daun : hijau muda Rambut daun : berambut lebat Warna biji : hijau kusam Warna polong muda : hijau Warna polong tua : hitam Warna mahkota bunga : kuning Warna kelopak bunga : hijau Umur berbunga : 35 hari Umur panen : 63 hari Periode berbunga : serempak Tinggi tanaman : 70 cm Jumlah polong/tanaman : 13 buah Jumlah biji/polong : 11 Posisi polong : terkulai Bobot 100 biji : 6g
Ketahanan terhadap penyakit : tahan penyakit becak daun (Cercospora sp.) Benih Penjenis (BS) : Dirawat dan diperbanyak oleh Balitkabi
Pemulia : M. Anwari, Rudy Suhendi, Hadi Purnomo, Agus Supeno, dan Rudi Iswanto
(5)
Lampiran 21. Deskripsi kacang hijau varietas Kutilang
Peneliti Fitopatologis : Sumartini Dilepas tahun : 2004 Nomor galur : VC 3902 A
Asal : AVRDC Taiwan
Daya hasil : 1.13 – 1.96 t/ha Tipe tumbuh : Semi determinit Warna batang : hijau tua Warna tangkai daun : hijau polos Rambut daun : jarang Warna kelopak bunga : hijau Warna mahkota bunga : kuning Warna tangkai polong : kecoklatan Warna kulit biji : hijau mengkilat Warna hilum : -
Bentuk biji : agak bulat-bulat Bentuk polong : besar panjang Panjang tangkai polong : sedang (10 – 15 cm) Warna polong muda : hijau
Warna polong tua : hitam
Posisi polong : terkulai, melengkung ke dalam Jumlah polong/tanaman : 15 – 24 buah
Jumlah biji/polong : 9 – 13 butir Periode berbunga : serempak Umur berbunga : 35 - 38 hari Umur panen : 60 – 67 hari Tinggi tanaman : 53 – 60 cm Bobot 100 biji : 6.0 – 7.0 g Kadar protein biji : 26%
Kadar lemak biji : rendah (0.9 – 1.0%)
Ketahanan terhadap penyakit : tahan embun tepung dan becak daun
Pemulia : M. Anwari, Rudy Suhendi, Hadi Purnomo, Rudi Iswanto, dan Agus Supeno
Peneliti proteksi : Sumartini
(6)
Lampiran 22. Deskripsi kacang hijau varietas Vima-1
Dilepas tahun : 2008
Nomor galur : MMC 157d-Kp-1
Asal : Persilangan buatan tahun 1996
Tetua jantan : VC 1973 A
Tetua betina : VC 2750A
Potensi hasil : 1.76 t/ha Rata-rata hasil : 1.38 t/ha
Warna hipokotil : Hijau
Warna daun : Hijau
Umur berbunga 50% : 33 hari Umur masak 80% : 57 hari
Warna bunga : Kuning
Warna polong muda : Hijau Warna polong masak : Hitam
Tinggi tanaman : 53 cm
Tipe tanaman : Determinit
Warna biji : Hijau kusam
Bobot 100 butir : 6.3 g
Kadar protein : 28.02% basis kering Kadar lemak : 0.40% basis kering Kadar pati : 67.62% basis kering
Ketahanan penyakit : Tahan penyakit embun tepung Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa
kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik. Sifat lain : Polong masak tidak mudah pecah
Pada saat panen daun luruh 95- 100% saat panen > 95 % daunnya telah luruh
Pemulia : M. Anwari, Rudi Iswanto, Rudy Soehendi, Hadi Purnomo, dan Agus Supeno
Fitopatologis : Sumartini