Aktivitas antihipertensi aktinomiset endofit asal tanaman pegagan dan belimbing wuluh

ABSTRAK
WAHYU EKA SARI. Aktivitas Antihipertensi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Pegagan dan
Belimbing Wuluh. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN RAHMINIWATI.
Aktinomiset endofit hidup di dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan efek negatif.
Beberapa tanaman obat berasosiasi dengan mikrob endofit yang dapat menghasilkan senyawa
bioaktif yang sama dengan tanaman inangnya. Inhibisi Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
merupakan salah satu mekanisme antihipertensi yang efektif. Potensi aktinomiset endofit
tanaman obat sebagai penghasil inhibitor ACE perlu dikaji. Tujuan penelitian ini adalah
mengisolasi aktinomiset endofit dari akar, batang, daun pegagan (Centella asiatica), dan buah
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), serta mengkaji aktivitasnya sebagai antihipertensi melalui
aktivitas inhibitor ACE. Aktinomiset endofit diisolasi dari permukaan tanaman yang telah
disterilisasi, serta ditumbuhkan dan disebar dalam media Humic-acid Vitamin-B agar (HV).
Purifikasi isolat ditumbuhkan pada media International Streptomyces Project No.2 agar (ISP2),
dan ekstrak kasar aktinomiset endofit digunakan untuk uji aktivitas inhibitor ACE secara in
vitro. Sebanyak 12 isolat aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari bagian daun pegagan (tiga
isolat) dan buah belimbing wuluh (sembilan isolat). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa
sembilan isolat (AEP-1, AEP-2, AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6, AEB-7, dan AEB-8)
menunjukkan keragaman aktivitas ACE inhibitor dan tergolong ke dalam Streptomyces spp..
Tiga isolat lainnya (AEB-2, AEB-4, dan AEB-9) tergolong ke dalam non-Streptomyces, dan
juga menunjukkan keragaman aktivitas inhibitor ACE. Sementara itu, tanaman kultur jaringan
pegagan yang bebas dari mikrob endofit tidak menunjukkan adanya aktivitas inhibisi ACE.

Isolat AEP-1 memiliki persentase aktivitas inhibitor ACE tertinggi (279,2%), diikuti oleh isolat
AEB-5 juga memiliki persentase aktivitas inhibitor ACE tertinggi (222,92%), melebihi aktivitas
penghambatan ACE oleh captopril (0,01 mg/mL) sebesar 61,5%, dan captopril (0,02 mg/mL)
sebesar 66,7%. Data tersebut mengindikasikan bahwa isolat aktinomiset endofit asal daun
pegagan dan buah belimbing wuluh mampu memproduksi senyawa inhibitor ACE.

ABSTRACT
WAHYU EKA SARI. Antihypertension Activity of Endophytic Actinomycetes Isolated from
Plants of Pegagan and Belimbing Wuluh. Under direction of YULIN LESTARI and MIN
RAHMINIWATI.
Endophytic actinomycetes lives in the plant tissue without causing a negative impact.
Several medicinal associates with endophytic microbe which may produce similar bioactive
compounds to their host plant. Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) is one of the
effective antihypertension mechanism. The potency of endophytic actinomycetes from the
medicinal plant used as ACE inhibitor needs to be elucidated. The research aimed to isolate
endophytic actinomycetes from rhizome, stem, leaf of pegagan (Centella asiatica) and also from
fruit of belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), and assess their capability to produce bioactive
compound which can function as ACE inhibitor. The endophytic actinomycetes were isolated from
surface sterilized plant parts, grounded and plated in Humic-acid Vitamin-B agar (HV) medium.
The purified isolates were grown on International Streptomyces Project No.2 (ISP2) medium, and

the crude extract which consisted of extracellular bioactive compound, was used for in vitro assay
of ACE inhibitor activity. Twelve isolates of endophytic actinomycetes were successfully isolated
from pegagan leaves (three isolates) and belimbing wuluh fruits (nine isolates). The data showed
that nine isolates (AEP-1, AEP-2, AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6, AEB-7, and AEB-8),
had various ACE inhibitor activities, and belonged to Streptomyces spp.. Three other isolates
(AEB-2, AEB-4, and AEB-9) belonged to non-Streptomyces, and also showed various ACE
inhibitor activities,. Meanwhile, free endophytic microbes of tissue culture seedling of pegagan did
not show any ACE inhibitor activity. The AEP-1 isolated from pegagan had the highest percentage
(279.2%) followed by AEB-5 isolated from belimbing wuluh (222,92%) of ACE inhibitor activity,
exceeding the ACE inhibition activity of captopril (0.01 mg/mL) which was 61.5% and captopril
(0.02 mg/mL) was 66.7%. The data indicate that endophytic actinomycetes isolated from leaf of
pegagan and fruit of belimbing wuluh capable of producing ACE inhibitory compound.

1

PENDAHULUAN
Mikrob endofit hidup di dalam jaringan
tanaman pada periode tertentu tanpa
menimbulkan bahaya, serta dapat diisolasi
dari jaringan tanaman yang sudah disterilisasi

permukaannya atau diekstrak dari jaringan
tanaman bagian dalam (Hallman et al. 1997).
Mikrob ini merupakan sumber alamiah yang
potensial dari dalam jaringan tanaman yang
dapat dikaji manfaatnya dalam bidang obatobatan, pertanian, dan industri (Strobel &
Daisy
2003).
Berdasarkan
penelitian
Hasegawa et al. (2006) mikrob endofit akan
mengkolonisasi jaringan tanaman, serta
memperoleh nutrisi dan perlindungan dari
tanaman inangnya. Populasi mikrob yang
melimpah di alam, baik di tanah, air, maupun
yang bersifat endofit, memiliki potensi untuk
dikaji kemampuannya sebagai penghasil
senyawa antihipertensi.
Hipertensi merupakan suatu keadaan
seseorang ketika terjadi peningkatan tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg, penderita memiliki
resiko penyakit jantung, stroke, dan gagal
ginjal (Iskandar 2007; Yusuf 2008).
Beberapa penyebab munculnya hipertensi
antara lain penyakit gagal ginjal, kelainan
endokrin, asupan garam terlalu tinggi, stres
atau salah pemakaian obat (Iskandar 2007).
Selain itu, tinggi rendahnya tekanan darah
juga dipengaruhi oleh faktor Renin
Angiotensin System (RAS), yang melibatkan
pengubahan zat angiotensin I menjadi
angiotensin II (Yusuf 2008). Angiotensin II
berfungsi untuk sekresi aldosteron penyebab
retensi sodium yang dapat meningkatkan
volume cairan ekstraseluler, sehingga
mengakibatkan terjadinya hipertensi. Dengan
menghambat aktivitas angiotensin converting
enzyme (ACE), maka angiotensin I tidak
diubah menjadi angiotensin II, sehingga
hipertensi dapat dicegah. Metode inhibitor

ACE
merupakan
metode
skrining
antihipertensi yang efektif (Wagner et al.
1991; Hansen et al. 1995; Somanadhan et al.
1996).
Beberapa tanaman obat secara empiris
digunakan sebagai obat tradisional untuk
mengendalikan hipertensi. Salah satunya
adalah ekstrak tanaman pegagan (Centella
asiatica) dan buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) (Wijayakusuma &
Dalimartha 2005). Akan tetapi, pengobatan
menggunakan tanaman obat membutuhkan
banyak biomassa dan waktu tumbuh yang
lama, serta dapat mengganggu kelestarian

alam jika dieksploitasi secara berlebihan,
sehingga diperlukan inovasi yang efektif dan

efisien sebagai solusi permasalahan tersebut.
Cara inovatif untuk mengefisienkan
sumber senyawa bioaktif adalah dengan
memanfaatkan
mikrob
endofit
yang
berasosiasi dengan tanaman obat tersebut.
Menurut Strobel & Daisy (2003) berbagai
jenis senyawa bioaktif dengan beragam fungsi
yang terkandung di dalam tumbuhan, diduga
dapat pula dihasilkan oleh mikrob endofit
pada tumbuhan tersebut. Adanya kemampuan
mikrob endofit menghasilkan senyawa
metabolit sekunder sesuai dengan tanaman
inangnya, merupakan peluang yang dapat
dioptimalkan untuk memproduksi metabolit
sekunder secara efisien dan cepat.
Penelitian sebelumnya terhadap ekstrak
tanaman pegagan menunjukkan bahwa

tanaman tersebut mengandung senyawa
bioaktif Triterpenoid (Wijayakusuma &
Dalimartha 2005). Triterpenoid merupakan
senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan, sehingga dapat menangkap
radikal bebas sebagai salah satu penyebab
timbulnya penyakit hipertensi. Selain itu,
secara tradisional, buah belimbing wuluh pada
umumnya juga digunakan oleh masyarakat
untuk mengobati penyakit hipertensi. Menurut
Wijayakusuma & Dalimartha (2005) dan
Iskandar (2007) bagian yang sering digunakan
dari tanaman belimbing wuluh untuk
mengobati hipertensi adalah buahnya. Buah
belimbing wuluh mengandung zat kalium
yang dapat melancarkan keluarnya air seni,
sehingga dapat menurunkan tekanan darah
tinggi (Hariana 2004).
Aktinomiset merupakan bakteri Gram
positif berfilamen dan dapat berperan sebagai

penghasil beragam senyawa bioaktif yang
dapat berfungsi antara lain sebagai antibiotik,
enzim inhibitor, dan senyawa bioaktif lainnya
(Lestari 2006). Mikrob ini juga dikenal
sebagai penghasil antibiotik terbesar.
Penelitian mengenai inhibitor ACE
menggunakan mikrob endofit dari suatu
tanaman obat masih jarang dilakukan. Sejauh
ini di Indonesia, obat komersial antihipertensi
hanya terbatas pada sintesis secara kimiawi
contohnya captopril, sedangkan sintesis obat
antihipertensi dengan bantuan mikrob endofit
dari suatu tanaman obat belum dikembangkan.
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah
mengisolasi dan menapis aktinomiset endofit
asal tanaman pegagan dan buah belimbing
wuluh
sebagai
penghasil
senyawa

antihipertensi melalui aktivitas inhibitor ACE.

2

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari
hingga
Oktober
2010
di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, FMIPA-IPB, Laboratorium Bersama
Kimia, Departemen Kimia, FMIPA-IPB, dan
Laboratorium Uji Biofarmaka, Pusat Studi
Biofarmaka-LPPM-IPB.
Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari
Akar, Batang, dan Daun Pegagan, serta
Buah Belimbing Wuluh

Tanaman pegagan yang digunakan
sebagai sumber mikrob endofit berasal dari
kebun koleksi tanaman obat Biofarmaka IPB
dan Desa lingkar Kampus IPB Dramaga,
sedangkan buah belimbing wuluh berasal dari
perumahan dosen Kampus IPB Dramaga.
Bagian tanaman seperti akar, batang, dan daun
pegagan umum digunakan untuk obat
antihipertensi, sedangkan pada belimbing
wuluh adalah buahnya. Isolasi mikrob endofit
mengacu pada Coombs dan Franco (2003)
yang dimodifikasi dalam hal konsentrasi
NaOCl yang digunakan untuk sterilisasi
permukaan. Sampel akar, batang, dan daun
pegagan serta buah belimbing wuluh yang
telah dipotong, disterilisasi permukaannya
secara bertahap yaitu direndam dalam alkohol
70% selama 1 menit, kemudian direndam
dalam natrium hipoklorit (NaOCl) 1% selama
5 menit, dan selanjutnya direndam kembali

dalam alkohol 70% selama 1 menit. Langkah
terakhir dibilas sebanyak 3 kali dengan
akuades steril. Potongan bagian tanaman yang
telah
steril
permukaannya
digerus
menggunakan mortar secara aseptik, lalu
dilarutkan dalam 12.5 mM bufer fosfat (pH
7.1). Ekstrak yang diperoleh disentrifugasi
pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
pada suhu ruang. Supernatan hasil sentrifugasi
diambil sebanyak 0,1 ml, lalu disebar secara
merata pada cawan Petri berisi media agaragar asam humat yang mengandung vitamin B
(media HV) (Lampiran 1). Media tersebut
mengandung antibiotik sikloheksamida (50
mg/L media), dan asam nalidiksat (20 mg/L
media). Selanjutnya cawan berisi media dan
supernatan tersebut diinkubasi pada suhu
ruang (28°C) selama 3 minggu agar
pertumbuhan koloni aktinomiset endofit dapat
diamati dengan baik. Isolasi aktinomiset
endofit dilakukan dua kali pengulangan.
Untuk membuktikan bahwa koloni
aktinomiset endofit yang tumbuh hanya
berasal dari dalam jaringan kedua tanaman

tersebut, maka dilakukan uji kontrol negatif
terhadap air sisa hasil rendaman terakhir
ketika proses sterilisasi permukaan selesai,
dengan cara menyebar 0,1 mL air sisa
rendaman tersebut ke atas media uji, dan
dilakukan tiga kali pengulangan.
Purifikasi Aktinomiset
Endofit dan
Pengamatan Mikroskopis
Mikrob endofit hasil isolasi yang telah
tumbuh pada media HV, selanjutnya
dimurnikan
pada
media
agar-agar
International Streptomyces Project 2 (ISP2)
(Lampiran 2). Purifikasi aktinomiset endofit
dilakukan dua kali pengulangan. Langkah
berikutnya adalah inkubasi isolat yang
dilakukan selama 7 hari pada suhu ruang.
Setelah itu, morfologi keragaman rantai spora
diamati secara mikroskopis. Isolat aktinomiset
endofit yang telah diperoleh, diletakkan di
atas kaca preparat dengan ditetesi sedikit air di
atasnya, selanjutnya diamati pada perbesaran
400x menggunakan mikroskop cahaya,
sampai tampak jelas morfologi rantai spora
yang terbentuk pada masing-masing isolat.
Produksi Filtrat Kultur Aktinomiset
Endofit Asal Daun Pegagan dan Buah
Belimbing Wuluh, serta Pengukuran
Biomassa
Produksi filtrat kultur dilakukan untuk
semua isolat aktinomiset endofit yang akan
diuji. Koloni aktinomiset endofit pada media
agar-agar ISP2 diambil dengan sedotan steril
berdiameter 0.5 cm, lalu diinokulasikan pada
media cair ISP2 dengan perbandingan
komposisi koloni : media adalah 1:30, artinya
dalam 30 mL media dimasukkan sebanyak 1
koloni yang diambil dengan sedotan steril.
Produksi filtrat dilakukan dengan dua kali
pengulangan. Selanjutnya kultur diinkubasi
pada suhu ruang pada inkubator bergoyang
dengan kecepatan 120 rpm selama 10 hari.
Selanjutnya, kultur aktinomiset endofit
disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit pada suhu ruang. Filtrat
kultur diambil dan disaring dengan kertas
saring untuk memisahkan pelet dan
supernatan. Supernatan hasil saringan
selanjutnya diambil 80 µL untuk uji inhibisi
ACE, sedangkan pelet diambil dan diletakkan
di atas kertas saring yang sebelumnya sudah
ditimbang bobot keringnya,. Selanjutnya
kertas saring yang sudah berisi pelet tersebut
dikeringkan dengan cara didiamkan selama 3
hari pada suhu ruang dan pada hari ketiga
dimasukkan ke dalam oven suhu 60°C selama
3 jam. Setelah pelet kering, langkah terakhir

3

adalah melakukan pengukuran
menggunakan neraca analitik.

biomassa

Uji
in
vitro
Inhibisi
Ekstrak
Aktino miset
Endo fit
terhadap
Aktivitas ACE
Pengukuran aktivitas inhibitor ACE
pada penelitian ini mengacu pada metode
Hayes et al. (2007) yang telah dimodifikasi
dalam hal konsentrasi enzim, substrat, dan
bahan pelarut lainnya yang digunakan untuk
uji in vitro. Substrat enzim yang digunakan
untuk uji in vitro penghambatan ACE adalah
Hippuryl-L-Histidyl-L-Leucine (HHL) dari
Sigma Co. Sebanyak 200 µl bufer HHL (2,5
mM HHL dalam 0,05 M bufer natrium borat,
mengandung 0,15 M NaCl, pada pH 8.3)
dicampur dengan 80 µl filtrat aktinomiset
endofit (sampel), selanjutnya diinkubasi pada
inkubator bergoyang selama 3 menit pada
suhu 37ºC. Campuran antara bufer HHL
dengan sampel akan mulai bereaksi setelah
dilakukan penambahan 20 µl (ACE-A6778,
Sigma Aldrich Co.) (0,03745 unit/mL).
Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi
pada inkubator bergoyang selama 1 jam pada
suhu 37ºC. Reaksi dihentikan dengan
penambahan 250 µl 0,5 M HCl, dan
selanjutnya ditambahkan 1,7 ml etil asetat
sebagai pelarut untuk evaporasi. Evaporasi
dilakukan menggunakan alat rotavapor R-205
BUCHI, heating bath B-490 BUCHI, untuk
menghilangkan pelarut etil asetat dari fraksi
yang dilarutkan serta untuk menghilangkan
pengotor dari campuran reaksi. Fraksi sampel
yang telah terpisah dari pelarut etil asetat
setelah evaporasi, kemudian dilarutkan
kembali dengan penambahan 1 ml air
destilata. Langkah terakhir adalah pengukuran
absorbansi
aktivitas
inhibisi
ACE
menggunakan spektrofotometer UV-1700
PharmaSpec SHIMADZU pada panjang
gelombang (λ) 228 nm, dengan pengenceran
sebanyak 15x. Pengukuran aktivitas inhibitor
ACE ini dilakukan dengan dua kali ulangan.
Hasil absorbansi yang diperoleh
selanjutnya dihitung menggunakan rumus:
Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100–[100 x (C–D)/(A–B)

Keterangan: A merupakan hasil
absorbansi dengan ACE dan tanpa inhibitor
ACE, B merupakan hasil absorbansi tanpa
ACE dan tanpa inhibitor ACE, C merupakan
hasil absorbansi dengan ACE dan inhibitor
ACE, sedangkan D merupakan hasil
absorbansi dengan inhibitor ACE dan tanpa
ACE (Hayes et al. 2007). Sampel inhibitor
ACE yang diuji aktivitas penghambatannya

terdiri atas captopril 0,01 mg/mL (C1) dan
0,02 mg/mL (C2) sebagai kontrol positif,
media cair ISP2 (M) sebagai kontrol negatif,
ekstrak kultur jaringan tanaman pegagan
(EP1) asal Departemen Konservasi Sumber
Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan IPB (Gambar 1), ekstrak daun
pegagan (EP2), ekstrak buah belimbing wuluh
(EBW), dan isolat aktinomiset endofit asal
akar, batang, dan daun pegagan (AEP), serta
aktinomiset endofit asal buah belimbing
wuluh (AEB).
Semua sampel diberikan perlakuan
yang sama sesuai dengan prosedur di atas.
Contoh perhitungan persentase aktivitas
penghambatan ACE dapat dilihat pada
Lampiran 5.

Gambar 1

Tanaman kultur jaringan pegagan
steril mikrob endofit umur 55 hari
pada media MS.

Tanaman kultur jaringan pegagan
dikatakan steril mikrob endofit karena media
tanam (Murashige & Skoog (MS) (Lampiran
3) dengan penambahan auksin dan sitokinin),
jaringan pegagan, serta proses pengkulturan
dari awal hingga akhir, keseluruhan dilakukan
secara aseptik.

HASIL
Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari
Akar, Batang, dan Daun Pegagan, serta
Buah Belimbing Wuluh
Total isolat aktinomiset endofit yang
berhasil diisolasi berjumlah 12 isolat. Tiga
isolat berasal dari daun pegagan, sedangkan
sembilan isolat lainnya dari buah belimbing
wuluh. Isolat aktinomiset endofit tidak ada
yang diperoleh dari akar dan batang pegagan.
Semua isolat yang diperoleh dapat tumbuh
dengan baik pada media HV yang merupakan
media selektif bagi pertumbuhan aktinomiset,
sehingga adanya koloni berwarna putih yang
tumbuh pada media tersebut (Gambar 2),
menandakan aktinomiset endofit.
Hasil uji kontrol negatif menunjukkan
bahwa pada media HV yang telah disebar air

3

adalah melakukan pengukuran
menggunakan neraca analitik.

biomassa

Uji
in
vitro
Inhibisi
Ekstrak
Aktino miset
Endo fit
terhadap
Aktivitas ACE
Pengukuran aktivitas inhibitor ACE
pada penelitian ini mengacu pada metode
Hayes et al. (2007) yang telah dimodifikasi
dalam hal konsentrasi enzim, substrat, dan
bahan pelarut lainnya yang digunakan untuk
uji in vitro. Substrat enzim yang digunakan
untuk uji in vitro penghambatan ACE adalah
Hippuryl-L-Histidyl-L-Leucine (HHL) dari
Sigma Co. Sebanyak 200 µl bufer HHL (2,5
mM HHL dalam 0,05 M bufer natrium borat,
mengandung 0,15 M NaCl, pada pH 8.3)
dicampur dengan 80 µl filtrat aktinomiset
endofit (sampel), selanjutnya diinkubasi pada
inkubator bergoyang selama 3 menit pada
suhu 37ºC. Campuran antara bufer HHL
dengan sampel akan mulai bereaksi setelah
dilakukan penambahan 20 µl (ACE-A6778,
Sigma Aldrich Co.) (0,03745 unit/mL).
Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi
pada inkubator bergoyang selama 1 jam pada
suhu 37ºC. Reaksi dihentikan dengan
penambahan 250 µl 0,5 M HCl, dan
selanjutnya ditambahkan 1,7 ml etil asetat
sebagai pelarut untuk evaporasi. Evaporasi
dilakukan menggunakan alat rotavapor R-205
BUCHI, heating bath B-490 BUCHI, untuk
menghilangkan pelarut etil asetat dari fraksi
yang dilarutkan serta untuk menghilangkan
pengotor dari campuran reaksi. Fraksi sampel
yang telah terpisah dari pelarut etil asetat
setelah evaporasi, kemudian dilarutkan
kembali dengan penambahan 1 ml air
destilata. Langkah terakhir adalah pengukuran
absorbansi
aktivitas
inhibisi
ACE
menggunakan spektrofotometer UV-1700
PharmaSpec SHIMADZU pada panjang
gelombang (λ) 228 nm, dengan pengenceran
sebanyak 15x. Pengukuran aktivitas inhibitor
ACE ini dilakukan dengan dua kali ulangan.
Hasil absorbansi yang diperoleh
selanjutnya dihitung menggunakan rumus:
Aktivitas inhibitor ACE (%) = 100–[100 x (C–D)/(A–B)

Keterangan: A merupakan hasil
absorbansi dengan ACE dan tanpa inhibitor
ACE, B merupakan hasil absorbansi tanpa
ACE dan tanpa inhibitor ACE, C merupakan
hasil absorbansi dengan ACE dan inhibitor
ACE, sedangkan D merupakan hasil
absorbansi dengan inhibitor ACE dan tanpa
ACE (Hayes et al. 2007). Sampel inhibitor
ACE yang diuji aktivitas penghambatannya

terdiri atas captopril 0,01 mg/mL (C1) dan
0,02 mg/mL (C2) sebagai kontrol positif,
media cair ISP2 (M) sebagai kontrol negatif,
ekstrak kultur jaringan tanaman pegagan
(EP1) asal Departemen Konservasi Sumber
Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan IPB (Gambar 1), ekstrak daun
pegagan (EP2), ekstrak buah belimbing wuluh
(EBW), dan isolat aktinomiset endofit asal
akar, batang, dan daun pegagan (AEP), serta
aktinomiset endofit asal buah belimbing
wuluh (AEB).
Semua sampel diberikan perlakuan
yang sama sesuai dengan prosedur di atas.
Contoh perhitungan persentase aktivitas
penghambatan ACE dapat dilihat pada
Lampiran 5.

Gambar 1

Tanaman kultur jaringan pegagan
steril mikrob endofit umur 55 hari
pada media MS.

Tanaman kultur jaringan pegagan
dikatakan steril mikrob endofit karena media
tanam (Murashige & Skoog (MS) (Lampiran
3) dengan penambahan auksin dan sitokinin),
jaringan pegagan, serta proses pengkulturan
dari awal hingga akhir, keseluruhan dilakukan
secara aseptik.

HASIL
Isolasi dan Kultivasi Mikrob Endofit dari
Akar, Batang, dan Daun Pegagan, serta
Buah Belimbing Wuluh
Total isolat aktinomiset endofit yang
berhasil diisolasi berjumlah 12 isolat. Tiga
isolat berasal dari daun pegagan, sedangkan
sembilan isolat lainnya dari buah belimbing
wuluh. Isolat aktinomiset endofit tidak ada
yang diperoleh dari akar dan batang pegagan.
Semua isolat yang diperoleh dapat tumbuh
dengan baik pada media HV yang merupakan
media selektif bagi pertumbuhan aktinomiset,
sehingga adanya koloni berwarna putih yang
tumbuh pada media tersebut (Gambar 2),
menandakan aktinomiset endofit.
Hasil uji kontrol negatif menunjukkan
bahwa pada media HV yang telah disebar air

4

hasil rendaman terakhir dari proses sterilisasi
permukaan, tidak tumbuh satu koloni pun baik
koloni berwarna putih yang menandakan
aktinomiset endofit maupun koloni mikrob
lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa
proses sterilisasi permukaan berhasil dan
menguatkan dugaan bahwa aktinomiset
endofit yang berhasil diisolasi pada penelitian
ini berasal dari jaringan tanaman bagian
dalam.

Gambar 2

Koloni aktinomiset endofit
media HV umur 3 minggu.

Penggolongan 12 isolat aktinomiset
endofit ke dalam Streptomyces spp. dan nonStreptomyces
juga
didasarkan
pada
pengamatan rantai spora secara mikroskopis.
Karakteristik
morfologi
rantai
spora
Streptomyces spp. mampu membentuk rantai
spora aerial dengan morfologi yang beragam
(seperti rantai, kait, hingga spiral) (Gambar
4a), sedangkan karakteristik morfologi rantai
spora non-Streptomyces, tidak membentuk
rantai spora aerial dan tidak berbentuk rantai,
kait, atau spiral (Gambar 4b).

a

b

c

d

e

f

g

h

i

j

k

l

pada

Purifikasi
aktinomiset
endofit
dan
pengamatan mikroskopis
Hasil purifikasi aktinomiset endofit
pada media ISP2 selama 7 hari menunjukkan
keragaman karakteristik morfologi koloni dan
pigmentasi yang beragam. Tiga isolat
aktinomiset endofit yang diperoleh dari bagian
daun pegagan ialah AEP-1, AEP-2, dan AEP3 (Gambar 3a-c), sedangkan sembilan isolat
aktinomiset endofit lainnya hasil isolasi dari
buah belimbing wuluh ialah AEB-1, AEB-2,
AEB-3, AEB-4, AEB-5, AEB-6, AEB-7,
AEB-8, AEB-9 (Gambar 3d-l).
Berdasarkan morfologi koloni di atas
media ISP2, ke-12 isolat aktinomiset endofit
tersebut dapat dibedakan antara Streptomyces
spp.
dan
non-Streptomyces.
Koloni
aktinomiset sebagian besar akan tampak keras
seperti tumbuh akar di dalam agar-agar,
berbeda dengan koloni mikrob lainnya yang
tampak lunak di atas media agar. Menurut
Ghadin et al. (2008) Streptomyces spp. di atas
media padat akan menunjukkan miselium
dengan spora aerial berwarna putih hingga
abu-abu. Genus non-Streptomyces hanya
membentuk miselium vegetatif, dan akan
tampak lembab di atas media agar (tidak
membentuk spora aerial). Berdasarkan ciri-ciri
tersebut, maka isolat AEP-1, AEP-2, AEP-3,
AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6, AEB-7, dan
AEB-8 termasuk ke dalam Streptomyces spp.,
sedangkan isolat AEB-2, AEB-4, dan AEB-9
termasuk ke dalam non-Streptomyces.

Gambar 3

Keragaman
morfologi
koloni
aktinomiset endofit umur 10 hari pada
media ISP2, Streptomyces spp. asal
daun pegagan (a) AEP-1, (b) AEP-2,
(c) AEP-3; asal buah belimbing wuluh
(d) AEB-1, (e) AEB-3, (f) AEB-5, (g)
AEB-6, (h) AEB-7, (i) AEB-8; nonStreptomyces asal buah belimbing
wuluh (j) AEB-2, (k) AEB-4, (l)
AEB-9.

Berdasarkan pengamatan karakteristik
morfologi rantai spora, isolat AEP-1, AEP-2,
AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5, AEB-6,
AEB-7, dan AEB-8 termasuk Streptomyces
spp., sedangkan isolat AEB-2, AEB-4, dan
AEB-9 termasuk non-Streptomyces. Hal ini
menguatkan data yang diperoleh berdasarkan
pengamatan morfologi koloni di atas media
padat.

5

tumbuh dengan membentuk granul-granul
spora berwarna putih, tersuspensi dengan
media dan mengendap jika didiamkan
(Gambar 5).

a

Tabel 1 Nilai bobot biomassa aktinomiset endofit
asal daun pegagan dan buah belimbing
wuluh umur 10 hari pada media cair ISP2

b

Jenis isolat
Aktinomiset endofit asal
daun pegagan
Streptomyces spp.
AEP-1
AEP-2
AEP-3

Gambar 4

Morfologi
rantai
spora
(a)
Streptomyces spp. dan (b) nonStreptomyces, pada perbesaran 400x.

Produksi filtrat kultur aktinomiset endofit
asal daun pegagan dan buah belimbing
wuluh, serta pengukuran biomassa
Hasil
produksi
filtrat
kultur
aktinomiset endofit selama 10 hari
menunjukkan keragaman warna filtrat yaitu
dari kuning (seperti warna media cair ISP2)
hingga merah bata (Gambar 5). Hal tersebut
diduga karena sifat fisiologis masing-masing
isolat berbeda-beda untuk memproduksi
metabolit sekunder yang terkandung dalam
filtrat.

a

Granul-granul spora berwarna
putih

Gambar 5

Pertumbuhan aktinomiset endofit
pada media cair ISP2 selama 10 hari;
(a) isolat potensi asal daun pegagan
(AEP-1) (b) isolat potensi asal buah
belimbing wuluh (AEB-5).

Produksi
filtrat
dilakukan
menggunakan teknik aerasi dengan kecepatan
120 rpm pada suhu ruang sehingga isolat

Aktinomiset endofit asal
buah belimbing wuluh
Streptomyces spp.
AEB-1
AEB-3
AEB-5
AEB-6
AEB-7
AEB-8
non-Streptomyces
AEB-2
AEB-4
AEB-9

Bobot
biomassa total
(mg/mL)

0,720
0,926
1,023

0,553
1,686
5,263
0,883
0,430
1,467
1,320
2,426
2,413

Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran
biomassa tiga isolat aktinomiset endofit asal
daun pegagan dan sembilan isolat aktinomiset
endofit asal buah belimbing wuluh. Bobot
biomassa yang diperoleh ke-12 aktinomiset
endofit menunjukkan keragaman antar isolat.
Bobot biomassa isolat potensial aktinomiset
endofit asal daun pegagan (AEP-1) dan buah
belimbing wuluh (AEB-5) yang menunjukkan
aktivitas penghambatan ACE tertinggi
berturut-turut yaitu 0,720 mg/mL dan 5,263
mg/mL. Adanya keragaman bobot biomassa
juga diduga karena kemampuan masingmasing
isolat
berbeda-beda
dalam
memproduksi metabolit sekunder yang
terkandung dalam filtrat.
Uji in vitro inhibisi ekstrak ka sa r
a ktino miset
endof it
terhadap
aktivitas ACE
Gambar 6 & 7 menunjukkan
keragaman hasil uji in vitro penghambatan
aktivitas ACE oleh ekstrak kasar aktinomiset
endofit asal daun pegagan dan buah belimbing
wuluh.

6

Gambar 6

Persentase aktivitas penghambatan ACE ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit
asal daun pegagan (AEP-1, AEP-2, dan AEP-3), ekstrak kultur jaringan tanaman
pegagan (EP1), ekstrak daun pegagan (EP2), captopril (C1 dan C2), dan media cair
ISP2 (M).

Gambar 7

Persentase aktivitas penghambatan ACE ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit
asal buah belimbing wuluh (AEB-1, AEB-2, AEB-3, AEB-4, AEB-5, AEB-6,
AEB-7, AEB-8, dan AEB-9), ekstrak buah belimbing wuluh (EBW), captopril (C1
dan C2), dan media cair ISP2 (M).

7

Gambar 6 menunjukkan bahwa
persentase aktivitas penghambatan ACE yang
ditunjukkan oleh ketiga isolat aktinomiset
endofit asal daun pegagan (AEP-1, AEP-2,
dan AEP-3) lebih tinggi dibandingkan dengan
aktivitas kontrol negatif (media cair ISP2),
dan kontrol positif (captopril). Persentase
aktivitas penghambatan ACE oleh media cair
ISP2 (M) sebesar 26,04%, lebih kecil
dibandingkan dengan aktivitas tanaman inang
pegagan, ketiga isolat aktinomiset endofit asal
daun pegagan, dan kontrol positif captopril.
Berdasarkan data yang diperoleh,
antara captopril 0,01 mg/mL (C1) dan 0,02
mg/mL (C2) menunjukkan aktivitas yang
hampir sama satu sama lain. Captopril 0,01
mg/mL menunjukkan aktivitas sebesar
61,46%, sedangkan captopril 0,02 mg/mL
sebesar 66,67%. Adapun persentase aktivitas
penghambatan ACE oleh isolat AEP-1 sebesar
279,17%, isolat AEP-2 sebesar 140,63%, dan
isolat AEP-3 sebesar 144,79%. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa nilai persentase
penghambatan ACE yang dihasilkan oleh
ketiga isolat aktinomiset endofit asal daun
pegagan lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol positif, sebesar dua hingga empat kali
lipat. Volume semua sampel yang diujikan
besarnya sama yaitu sebanyak 80 µL dari
bobot biomassa yang berbeda-beda. Aktivitas
penghambatan ACE yang ditunjukkan oleh
ekstrak daun pegagan sebesar 198,96%.
Berdasarkan perhitungan nilai absorbansi
hasil pengukuran spektrofotometri pada λ 228
nm (Lampiran 4), diperoleh persentase
aktivitas penghambatan ACE oleh tanaman
kultur jaringan pegagan steril mikrob endofit
(EP1) sebesar -14,58% (negatif), sehingga
ekstrak
tersebut
dianggap
aktivitas
penghambatannya nol persen.
Gambar 7 menunjukkan bahwa
persentase aktivitas penghambatan ACE oleh
ke-12 isolat aktinomiset endofit asal buah
belimbing wuluh hampir sama dengan
aktivitas yang ditunjukkan oleh ekstrak
tanaman inangnya (166,67%), bahkan ada dua
isolat (AEB-4 dan AEB-5) yang aktivitasnya
lebih besar hingga dua kali lipat (184,38% dan
222,92%). Isolat aktinomiset endofit asal buah
belimbing wuluh yang menunjukkan aktivitas
penghambatan tertinggi adalah isolat AEB-5
yaitu sebesar 222,92%, sedangkan aktivitas
penghambatan ACE terendah terdapat pada
isolat AEB-8 yaitu sebesar 0%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak semua isolat
aktinomiset endofit memiliki kemampuan
untuk menghambat ACE.

Jika aktivitas penghambatan ACE yang
ditunjukkan oleh Gambar 6 dan 7
dibandingkan, maka dapat dilihat adanya
perbedaan aktivitas antara ekstrak daun
pegagan dengan ekstrak buah belimbing
wuluh. Persentase aktivitas penghambatan
ACE yang ditunjukkan oleh ekstrak daun
pegagan (EP2) yaitu 198,96%, sedangkan
ekstrak buah belimbing wuluh (EBW) hanya
sebesar 166,67%. Oleh karena itu, dapat
dinyatakan bahwa aktivitas antihipertensi
ekstrak
daun
pegagan
lebih
tinggi
dibandingkan dengan aktivitas antihipertensi
ekstrak buah belimbing wuluh.
Selain itu, aktivitas tertinggi yang
ditunjukkan oleh isolat aktinomiset endofit
AEP-1 asal daun pegagan sebesar 279,17%
juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan aktivitas penghambatan
ACE tertinggi oleh isolat AEB-5 asal buah
belimbing wuluh (222,92%).

PEMBAHASAN
Aktinomiset endofit asal daun pegagan
dan buah belimbing wuluh menunjukkan
keragaman morfologi koloni pada media ISP2
(Gambar 3), bentuk rantai spora secara
mikroskopis (Gambar 4), dan aktivitas
penghambatan terhadap ACE (Gambar 6 & 7).
Menurut Takahashi dan Omura (2003)
keragaman jenis aktinomiset yang terisolasi
bergantung pada asal habitatnya, jenis media
yang digunakan, dan metode isolasi yang
dipakai. Media yang digunakan untuk isolasi
pada penelitian ini adalah media HV yang
ditambahkan antibiotik sikloheksamida (50
mg/mL) untuk menekan pertumbuhan
cendawan dan asam nalidiksat (20 mg/mL)
untuk menekan pertumbuhan bakteri Gram
negatif.
Beberapa macam media yang dapat
digunakan untuk mengisolasi mikrob endofit
antara lain Tap Water-Yeast Extract agar
(TWYE) (Crawford et al. 1993), media HV
(Hayakawa & Nonomura 1987), Yeast
Extract-Casein Hydrolysate agar (YECD),
dan Flour Calcium Carbonat agar, atau Flour
Yeast Extract Sucrose Casein Hydrolysate
agar (Coombs & Franco 2003). Media HV,
TWYE, dan YECD merupakan media yang
sangat miskin nutrien, oleh karena itu efektif
untuk mengisolasi aktinomiset endofit dari
dalam jaringan tanaman (Coombs & Franco
2003).

8

Koloni aktinomiset endofit pada media
HV tampak dominan berwarna putih (Gambar
2). Pemurnian koloni tersebut dilakukan pada
media ISP2. Aktinomiset endofit yang tumbuh
pada media ISP2 tampak memiliki morfologi
koloni yang beragam, demikian pula dengan
bentuk rantai sporanya.
Keberadaan aktinomiset di lingkungan
sangat melimpah terutama di rizosfer.
Aktinomiset
endofit berasosiasi dengan
tanaman inang dan dapat memberikan efek
yang
menguntungkan,
serta
tidak
membahayakan bagi tanaman inangnya.
Sharma et al. (2005) menyatakan bahwa akar
lateral merupakan bagian tumbuhan yang
paling banyak dihuni oleh mikrob endofit. Hal
ini dikarenakan mikrob endofit masuk ke
dalam jaringan tanaman melalui akar lateral
kemudian menyebar ke dalam ruang
interseluler dan berkas pembuluh. Selain itu,
mikrob endofit juga dapat masuk melalui
bagian daun, bunga, batang, stomata,
kotiledon, dan bagian tanaman yang terluka.
Dalam penelitian ini aktinomiset endofit
berhasil diisolasi dari daun pegagan, namun
tidak diperoleh dari bagian akar dan batang
pegagan, sedangkan pada belimbing wuluh
hanya digunakan buahnya yang umum
digunakan oleh masyarakat dan berhasil
diisolasi aktinomiset endofitnya. Tidak
diperolehnya aktinomiset endofit dari akar dan
batang pegagan kemungkinan karena adanya
faktor preferensi dalam hal mikrob endofit
tersebut mengkolonisasi tanaman inangnya.
Aktinomiset merupakan bakteri Gram
positif berfilamen, dengan kandungan guanin
dan sitosin (G+C) yang tinggi (>55%) di
dalam genomnya (Miyadoh 1997). Beberapa
senyawa bioaktif dihasilkan oleh kelompok
aktinomiset. Menurut Raja dan Prabakarana
(2011) aktinomiset dikenal sebagai penghasil
antibiotik terbesar, karena dari 16.500
antibiotik yang telah ditemukan, lebih dari
setengahnya dihasilkan oleh aktinomiset.
Sebagian
besar
aktinomiset
(95%)
beranggotakan Streptomyces (Lachevalier et
al. 1977). Koloni aktinomiset yang tergolong
Streptomyces spp. membentuk miselium aerial
dan secara mikroskopis memiliki morfologi
rantai spora seperti kait, spiral atau heliks
(Kudo 1997).
Aktinomiset yang tidak
membentuk miselium aerial atau hanya
membentuk
miselium
dalam
substrat
merupakan kelompok non-Streptomyces.
Genus yang digolongkan ke dalam nonStreptomyces antara lain Mycobacterium,
Nocardia, Micromonospora, Microbispora, A
ctinoplanes, dan Actinomadura (Miyadoh

1997). Menurut Miyadoh & Otoguro (2004)
morfologi rantai spora, permukaan spora,
warna miselium, serta pigmentasi dapat
dijadikan dasar klasifikasi hingga tingkat
spesies. Berdasarkan pengamatan terhadap
karakteristik morfologi koloni aktinomiset
pada media ISP2, tampak bahwa isolat AEP1, AEP-2, AEP-3, AEB-1, AEB-3, AEB-5,
AEB-6,
AEB-7,
AEB-8
termasuk
Streptomyces spp. karena mampu membentuk
miselium aerial dan spora berwarna putih,
putih kekuningan, putih kecokelatan, hingga
abu-abu (Gambar 3), serta menunjukkan
rantai spora yang tersusun keriting, seperti
kait atau spiral, (Gambar 4a). Isolat AEB-2,
AEB-4, dan AEB-9 tergolong nonStreptomyces, karena tidak membentuk rantai
spora aerial (Gambar 4b). Ghadin et al. (2008)
menyatakan bahwa karakteristik Streptomyces
pada media padat ditunjukkan dengan
munculya substrat miselium setelah empat
hari inkubasi dan formasi miselium yang
lengkap setelah enam hari inkubasi, dengan
warna spora aerial berwarna putih hingga abuabu.
Interaksi antara mikrob endofit dengan
tanaman inangnya merupakan hubungan
simbiosis mutualisme. Koloni mikrob endofit
di dalam jaringan tanaman akan memperoleh
nutrisi dan perlindungan dari tanaman
inangnya,
sedangkan
tanaman
inang
memperoleh senyawa bioaktif dari mikrob
endofit yang dapat berfungsi sebagai
antimikrob, pemacu pertumbuhan tanaman,
enzim
pendegradasi
lignin,
selulosa,
hemiselulosa, kitinase, amilase, dan glukanase
(Hasegawa et al. 2006). Castillo et al. (2002)
berhasil mengisolasi aktinomiset endofit
Streptomyces sp. strain NRRL 30562 asal
tanaman Snakevine (Kennedia nigrisca) yang
dipercaya suku Aborigin untuk mengobati
luka dan infeksi, yang ternyata mampu
menghasilkan senyawa munumbycin A-D,
antibiotik peptida baru berspektrum luas.
Beberapa tanaman selain pegagan dan
belimbing wuluh yang secara empiris
digunakan sebagai obat hipertensi adalah
boroco (Celosia argentea), ketepeng kecil
(Cassia tora), mindi kecil (Melia azedarach),
murbei (Morus alba), pulai (Alstonia
scholaris),
pule
pandak
(Rauvalfia
serpentine),
sambiloto
(Andrographis
paniculata), sambung nyawa (Gynura
procumbens), dan tempuyung (Sonchus
arvensis) (Iskandar 2007). Selain itu, beberapa
tanaman lain seperti belimbing manis
(Averrhoa carambola), alpukat (Persea
americana), dan kumis kucing (Orthosiphon

9

stamineus) juga pada umumnya digunakan
masyarakat secara tradisional untuk obat
hipertensi. Tanaman tingkat tinggi dapat
mengandung mikrob endofit yang mampu
menghasilkan senyawa bioaktif atau metabolit
sekunder yang diduga sebagai akibat
koevolusi atau transfer genetik dari tanaman
inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan &
Zou 2001).
Berdasarkan penelitian Tejesvi et al.
(2008) pada tanaman obat Terminalia arjuna,
T. chebula, Azadirachta indica, dan
Holarrhena antidysenterica diperoleh isolat
dominan yaitu mikrob endofit Pestalotiopsis,
yang mempunyai aktivitas penghambatan
ACE sebesar > 60%. Anggota aktinomiset
seperti
Streptomyces
chromofuscus
(Nakatsukasa
et
al.
1985)
dan
Micromonospora halophytica (Lima 1999)
juga diketahui dapat menghasilkan inhibitor
ACE.
Daya hambat aktivitas enzim ACE
diukur menggunakan substrat N-Hippuril-Lhistidyl-L-leucine hydrate (HHL) .yang akan
terhidrolisis menjadi N-Hippuric acid dan Lhistidyl-L-leucine (Kasahara & Ashihara
1981). Kondisi optimal substrat HHL untuk
uji inhibisi ACE adalah pada pH 8.3 pelarut
NaCl 300 mM (Cheung et al. 1980). Dalam
penelitian ini, substrat HHL dilarutkan
menggunakan NaCl 150 mM, pH 8.3.
ACE merupakan enzim yang dapat
mengubah angiotensin I (Asp-Arg-Val-Tyr-IleHis-Pro-Phe-His-Leu) menjadi angiotensin II
(Asp-Arg-Val-Tyr-Ile-His-Pro-Phe). Ondetti
et al. (1983) melaporkan bahwa inhibitor ACE
dapat berfungsi sebagai antihipertensi.
Keunggulan
inhibitor
ACE
sebagai
mekanisme antihipertensi selain dapat
berperan dalam proses diuretik, ACE-I juga
dapat berperan melalui aktivitas saraf
simpatik. Angiotensin II mempunyai efek
vasokonstriksi yang kuat, meningkatkan
aktivitas sistem saraf simpatik, serta dapat
merangsang produksi aldosteron (Akil &
Bakri 2001). Peningkatan aktivitas saraf
simpatik dapat meningkatkan aktivasi β-1
adrenoreseptor jantung sehingga dapat
meningkatkan cardiac output yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan potensial aksi dalam
hal pembukaan channel ion Na+ dan K+.
Selain itu, peningkatan aktivitas saraf
simpatik juga dapat meningkatkan aktivitas α1 pada otot polos, yang akan meningkatkan
resistensi
perifer,
sehingga
dapat
mempengaruhi elastisitas pembuluh darah
yang dapat meningkatkan kontraksi otot

jantung untuk memompa darah, dan pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah juga akan
meningkatkan aliran tekanan darah yang akan
mengakibatkan pelepasan protease renin dan
pemecahan dekapeptida angiotensin I menjadi
angiotensin II. Peningkatan angiotensin II
dapat meningkatkan produksi aldosteron yang
dapat meningkatkan retensi natrium dan air.
Dengan demikian volume darah akan
meningkat dan pada akhirnya menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Akil & Bakri
2001; Yusuf 2008).
Captopril merupakan inhibitor spesifik
yang pertama kali ditemukan pada tahun 1975
oleh Chusman dan Ondetti dan merupakan
inhibitor kompetitif yang penting untuk
menghambat aktivitas ACE. Captopril ((2S)1-[(2S)-2-methyl-3-sulfanyl
propanoyl]
pyrrolidine-2-carboxylic acid) merupakan
obat hipertensi yang berasal dari sintesis
kimiawi. Mishra (2011) melaporkan bahwa
sintesis captopril pertama kali diturunkan dari
bisa ular. Inhibitor ini dapat menginaktivasi
pengonversian dari angiotensin I menjadi
angiotensin II (Lima 1999).
Penelitian ini menggunakan captopril
(komersial) sebagai kontrol positif aktivitas
penghambatan ACE. Persentase aktivitas
penghambatan ACE oleh captopril (C1)
sebesar 61,46% dan captopril (C2) sebesar
66,67% (Gambar 6 & 7) menunjukkan
persentase penghambatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan aktivitas penghambatan
ACE aktinomiset endofit. Persentase aktivitas
penghambatan ACE oleh captopril yang
ditunjukkan oleh Hayes et al. (2007) sebesar
100% dengan konsentrasi captopril yang
digunakan 0,005 mg/mL. Nilai persentase
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil yang diperoleh pada penelitian ini.
Perbedaan persentase aktivitas penghambatan
ACE tersebut kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan kemurnian captopril. Captopril
yang digunakan Hayes et al. (2007) berasal
dari Sigma Co. yang memiliki kemurnian
lebih tinggi dibandingkan dengan captopril
komersial yang
mengandung berbagai
komponen bahan baku campuran obat.
Media cair ISP2 (kontrol negatif) yang
digunakan sebagai media produksi filtrat
menunjukkan aktivitas penghambatan yang
sangat rendah (26,04%) dibandingkan kisaran
aktivitas penghambatan yang ditunjukkan oleh
isolat aktinomiset endofit pada penelitian ini
(103,13%-279,17%).
Tiga isolat Streptomyces asal daun
pegagan (AEP-1, AEP-2, dan AEP-3)

10

menunjukkan aktivitas penghambatan ACE
yang bervariasi berkisar antara 140,63%279,17%. Isolat AEP-1 menunjukkan aktivitas
penghambatan ACE yang paling tinggi
(279,17%) di antara ke-3 isolat lainnya, serta
melebihi aktivitas penghambatan ACE yang
ditunjukkan oleh ekstrak daun pegagan
(198,96%). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa ketiga isolat aktinomiset endofit asal
daun pegagan mampu menghasilkan senyawa
inhibitor ACE. Hasil uji in vitro terhadap
tanaman kultur jaringan pegagan umur 55 hari
(steril mikrob) ternyata tidak menunjukkan
aktivitas penghambatan ACE.
Hal ini
menguatkan dugaan bahwa aktinomiset
endofit pada pegagan berperan untuk
menghasilkan senyawa inhibitor ACE.
Streptomyces spp. maupun nonStreptomyces asal buah belimbing wuluh
menunjukkan
persentase
aktivitas
penghambatan ACE yang bervariasi antara
0% hingga 222,92%. Isolat AEB-5
menunjukkan aktivitas penghambatan ACE
tertinggi (222,92%) melebihi aktivitas
penghambatan ACE yang dihasikan oleh
ekstrak buah belimbing wuluh (166,67%). Hal
ini mengindikasikan bahwa aktinomiset
endofit asal buah belimbing wuluh juga
mampu menghasilkan senyawa inhibitor ACE.
Aktivitas
penghambatan
ACE
aktinomiset endofit isolat AEP-1 asal daun
pegagan
menunjukkan
aktivitas
penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan isolat AEB-5 asal buah belimbing
wuluh. Bobot biomassa kedua isolat tersebut
berbeda, meskipun pada kondisi pertumbuhan
yang sama. Bobot biomassa isolat AEB-5
(5,263 mg/mL) lebih besar dibandingkan
dengan bobot biomassa yang dihasilkan oleh
isolat AEP-1 (0,720 mg/mL).
Namun
demikian, aktivitas penghambatan ACE isolat
AEP-1 lebih tinggi dibandingkan dengan
kemampuan penghambatan ACE isolat AEB5.
Perbedaan
kemampuan
aktivitas
penghambatan ACE dapat disebabkan oleh
perbedaan kemampuan masing-masing isolat.
Aktinomiset endofit yang digunakan untuk uji
penghambatan ACE pada penelitian ini berupa
ekstrak kasar yang masih mengandung
beragam komponen media. Ekstrak kasar
aktinomiset endofit tersebut kemungkinan
juga mengandung beragam senyawa bioaktif
lain yang dihasilkan oleh masing-masing
isolat, sehingga dapat berpengaruh terhadap
aktivitas penghambatan ACE.
Kemampuan mikrob endofit yang
dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang
sama dengan tanaman inangnya diharapkan

dapat mengurangi kebutuhan bahan baku obat
berbasis biomassa tanaman. Produksi senyawa
bioaktif sebagai antihipertensi yang dihasilkan
oleh aktinomiset endofit akan lebih cepat dan
efisien dibandingkan dengan produksi
senyawa aktif menggunakan
tanaman
inangnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pegagan dan belimbing wuluh yang secara
empiris telah dikenal sebagai obat hipertensi
berasosiasi dengan aktinomiset endofit yang
mempunyai
kemampuan
menghasilkan
senyawa inhibitor
ACE sehingga dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan
baku obat hipertensi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Total isolat aktinomiset endofit yang
berhasil diisolasi berjumlah 12 isolat, tiga
isolat berasal dari daun pegagan (Centella
asiatica) yang termasuk Streptomyces spp.,
sedangkan sembilan isolat lainnya berasal dari
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi),
enam isolat termasuk Streptomyces spp. dan
tiga isolat lainnya termasuk non-Streptomyces.
Ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit yang
diuji menunjukkan aktivitas inhibitor ACE
yang beragam berkisar antara 103,13% 279,17%. Isolat AEP-1 asal daun pegagan
menunjukkan aktivitas penghambatan ACE
tertinggi (279,17%), diikuti isolat AEB-5 asal
buah belimbing wuluh (222,92%). Aktivitas
inhibisi kedua isolat tersebut melebihi
aktivitas inhibisi kontrol positif captopril
(0,01 mg/mL) 61,46% dan captopril (0,02
mg/mL) 66,67%. Sementara itu, tanaman
kultur jaringan pegagan steril mikrob endofit
tidak memiliki aktivitas inhibisi ACE. Dengan
demikian isolat AEP-1 dan AEB-5 berpotensi
sebagai penghasil inhibitor ACE dan dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai obat
hipertensi.
Saran
Kajian lebih lanjut mengenai optimasi
produksi senyawa antihipertensi serta
karakterisasi senyawa inhibitor ACE yang
dihasilkan oleh isolat potensial AEP-1 dan
AEB-5 perlu dilakukan. Selain itu perlu uji
lanjut secara in vivo serta uji toksisitas untuk
pengembangannya sebagai obat antihipertensi.

10

menunjukkan aktivitas penghambatan ACE
yang bervariasi berkisar antara 140,63%279,17%. Isolat AEP-1 menunjukkan aktivitas
penghambatan ACE yang paling tinggi
(279,17%) di antara ke-3 isolat lainnya, serta
melebihi aktivitas penghambatan ACE yang
ditunjukkan oleh ekstrak daun pegagan
(198,96%). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa ketiga isolat aktinomiset endofit asal
daun pegagan mampu menghasilkan senyawa
inhibitor ACE. Hasil uji in vitro terhadap
tanaman kultur jaringan pegagan umur 55 hari
(steril mikrob) ternyata tidak menunjukkan
aktivitas penghambatan ACE.
Hal ini
menguatkan dugaan bahwa aktinomiset
endofit pada pegagan berperan untuk
menghasilkan senyawa inhibitor ACE.
Streptomyces spp. maupun nonStreptomyces asal buah belimbing wuluh
menunjukkan
persentase
aktivitas
penghambatan ACE yang bervariasi antara
0% hingga 222,92%. Isolat AEB-5
menunjukkan aktivitas penghambatan ACE
tertinggi (222,92%) melebihi aktivitas
penghambatan ACE yang dihasikan oleh
ekstrak buah belimbing wuluh (166,67%). Hal
ini mengindikasikan bahwa aktinomiset
endofit asal buah belimbing wuluh juga
mampu menghasilkan senyawa inhibitor ACE.
Aktivitas
penghambatan
ACE
aktinomiset endofit isolat AEP-1 asal daun
pegagan
menunjukkan
aktivitas
penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan isolat AEB-5 asal buah belimbing
wuluh. Bobot biomassa kedua isolat tersebut
berbeda, meskipun pada kondisi pertumbuhan
yang sama. Bobot biomassa isolat AEB-5
(5,263 mg/mL) lebih besar dibandingkan
dengan bobot biomassa yang dihasilkan oleh
isolat AEP-1 (0,720 mg/mL).
Namun
demikian, aktivitas penghambatan ACE isolat
AEP-1 lebih tinggi dibandingkan dengan
kemampuan penghambatan ACE isolat AEB5.
Perbedaan
kemampuan
aktivitas
penghambatan ACE dapat disebabkan oleh
perbedaan kemampuan masing-masing isolat.
Aktinomiset endofit yang digunakan untuk uji
penghambatan ACE pada penelitian ini berupa
ekstrak kasar yang masih mengandung
beragam komponen media. Ekstrak kasar
aktinomiset endofit tersebut kemungkinan
juga mengandung beragam senyawa bioaktif
lain yang dihasilkan oleh masing-masing
isolat, sehingga dapat berpengaruh terhadap
aktivitas penghambatan ACE.
Kemampuan mikrob endofit yang
dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang
sama dengan tanaman inangnya diharapkan

dapat mengurangi kebutuhan bahan baku obat
berbasis biomassa tanaman. Produksi senyawa
bioaktif sebagai antihipertensi yang dihasilkan
oleh aktinomiset endofit akan lebih cepat dan
efisien dibandingkan dengan produksi
senyawa aktif menggunakan
tanaman
inangnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pegagan dan belimbing wuluh yang secara
empiris telah dikenal sebagai obat hipertensi
berasosiasi dengan aktinomiset endofit yang
mempunyai
kemampuan
menghasilkan
senyawa inhibitor
ACE sehingga dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan
baku obat hipertensi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Total isolat aktinomiset endofit yang
berhasil diisolasi berjumlah 12 isolat, tiga
isolat berasal dari daun pegagan (Centella
asiatica) yang termasuk Streptomyces spp.,
sedangkan sembilan isolat lainnya berasal dari
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi),
enam isolat termasuk Streptomyces spp. dan
tiga isolat lainnya termasuk non-Streptomyces.
Ekstrak kasar isolat aktinomiset endofit yang
diuji menunjukkan aktivitas inhibitor ACE
yang beragam berkisar antara 103,13% 279,17%. Isolat AEP-1 asal daun pegagan
menunjukkan aktivitas penghambatan ACE
tertinggi (279,17%), diikuti isolat AEB-5 asal
buah belimbing wuluh (222,92%). Aktivitas
inhibisi kedua isolat tersebut melebihi
aktivitas inhibisi kontrol positif captopril
(0,01 mg/mL) 61,46% dan captopril (0,02
mg/mL) 66,67%. Sementara itu, tanaman
kultur jaringan pegagan steril mikrob endofit
tidak memiliki aktivitas inhibisi ACE. Dengan
demikian isolat AEP-1 dan AEB-5 berpotensi
sebagai penghasil inhibitor ACE dan dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai obat
hipertensi.
Saran
Kajian lebih lanjut mengenai optimasi
produksi senyawa antihipertensi serta
karakterisasi senyawa inhibitor ACE yang
dihasilkan oleh isolat potensial AEP-1 dan
AEB-5 perlu dilakukan. Selain itu perlu uji
lanjut secara in vivo serta uji toksisitas untuk
pengembangannya sebagai obat antihipertensi.

AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI AKTINOMISET
ENDOFIT ASAL TANAMAN PEGAGAN DAN
BELIMBING WULUH

WAHYU EKA SARI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

11

DAFTAR PUSTAKA
Akil MN, Bakri S. 2001. Angiotensin
converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan
proteksi
vaskular.
Cermin
Dunia
Kedokteran 132:7-9.
Castillo et al. 2002. Munumbicins, wide
spectrum
antibiotics
produced
by
Streptomyces NRRL 30562, endophytic on
Kennedia
nigriscans.
Microbiology
148:2675-2685.
Cheung H, Wang FL, Ondetti MA, Sabo EF,
Chusman DW. 1980. Binding of peptide
substrates and inhibitors of angiotensinconverting enzyme. J Biol Chem 255:401407.
Coombs JT, Franco CMM. 2003. Isolation
and identification of actinobacteria from
surface-sterilized wheat roots. Appl
Environ Microbiol 69:5603-5608.
Crawford DL, Lynch JM, Whipps JM, Ousley
MA.
1993.
Isolation
and
characterization actinomycete antagonists
of a fungal root phatogen. Appl En