Uji Aktivitas Antibiofilm Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH

BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi

L

)

TERHADAP

BIOFILM

Pseudomonas aeruginosa

SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Oleh

RESKY YULIANDARI

1111102000001

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA 2015


(2)

UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH

BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi

L

)

TERHADAP

BIOFILM

Pseudomonas aeruginosa

SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi

Oleh

RESKY YULIANDARI

1111102000001

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA 2015


(3)

Skripsi ini adalah benar karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk,

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Resky Yuliandari

NIM : 1111102000001

Tanda tangan :


(4)

(5)

(6)

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO P.aeruginosa merupakan bakteri oportunistik penyebab resistensi obat. Pembentukan biofilm P.aeruginosa dapat menyebabkan masalah yang serius dalam bidang kesehatan, khususnya terkait masalah infeksi. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa flavonoid yang diketahui memiliki aktivitas antibiofilm. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap pembentukan biofilm P.aeruginosa secara in vitro yaitu pencegahan, penghambatan dan degradasi biofilm dan mengetahui kondisi optimum dari aktivitas terseleksi. Penelitian ini mengunakan metode Microtitter Plate Biofilm Assay. Sampel yang digunakan yaitu P.aeruginosa pembentuk biofilm yang merupakan koleksi LIPI yang diisolasi dari alat dispenser. Perlakuan berupa penambahan sari buah belimbing wuluh dengan seri konsentrasi 0,5 %, 1%, 2%, 4%, 8%, kontrol negatif dan kontrol positif. Pengukuran pembentukan biofilm dilakukan dengan menggunakan microplate reader dan diperoleh data kuantitatif berupa nilai absorbansi atau Optical Density pada panjang gelombang 595nm (OD595nm). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sari buah belimbing wuluh memiliki aktivitas antibiofilm yaitu pencegahan, penghambatan dan degradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro mulai dari konsentrasi 0,5% (p<0,05). Penghambatan pertumbuhan biofilm merupakan aktivitas terbaik yang kemudian dioptimasi dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Terdapat tiga faktor yang dioptimasi yaitu suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi. Hasil optimasi menunjukkan bahwa suhu yang optimal adalah 300C, konsentrasi 4,3% dan waktu inkubasi 2,25.


(7)

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO P.aeruginosa is a drug resistance opportunistic bacterium. Biofilm formation of P.aeruginosa is able to cause serious health problems, especially infection diseases. The previous study proved that a Averrhoa bilimbi L fruit juice is containing flavonoid agent which is known to be antibiofilm effect. This study is conducted to determine the in vitro antibiofilm activity of a Averrhoa bilimbi L fruit juice to P.aeruginosa biofilm growth including three acivities preventive, inhibitory and degradative of biofilm, and to determine the optimum condition of best selected acivity. This study using Plate Biofilm Assay method. Sample of this study is P.aeruginosa, the framer of biofilm an isolated LIPI collection of toll dispenser. The treatments is addition of Averrhoa bilimbi L fruit juice with concentration of 0,5%, 1%, 2%, 4%, 8%, the negative control and the positive control. Quantification of biofilm formation is measured by using microplate reader at 596 nm and its result is absorbance value or Optical Density (OD595nm) as quantitative data. This study showed that Averrhoa bilimbi L fruit juice has significant in vitro anibiofilm effect in preventing, inhibitory and degradating of biofilm growth with starting concentration 0,5% (p<0,05). The biofilm inhibitory is the best activities which is optimized using the Response Surface Analysis (RSA) method. This method optimized three factors including temperature, concentration and the incubation period. The optimization process result in optimal temperature 300C, concentration 4,3% and incubation period 2,25 days.


(8)

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul “ UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Dr. Atiek Soemiati,M.si.,Apt dan Novik Nurhidayat.P.hD selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran dan dukungan dalam penelitian ini.

2. Dr.H. Arif Sumantri,SKM.,M.Kes Selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Yardi,P.hD.,Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing akademik kelas A farmasi 2011 yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan selama masa perkuliahan.

4. Drs. Umar Mansur,M.Sc.,Apt selaku mantan ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan selama menjabat sebagai ketua prodi.


(9)

mendidik saya selama masa perkuliahan.

6. Kedua orang tua, papa tercinta Drs.Rizal Efendi (Alm) dan mama tersayang Surhana yang telah membesarkan dan mendidik anaknya dan selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada apapun dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih saying yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga ALLAH SWT selalu memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindungan, cinta dan kasih sayang kepada orang tua hamba tercinta. Terkhusus untuk papa tercinta, semoga ALLAH SWT selalu melindungimu dan menempatkanmu di antara orang-orang beriman.

7. Adikku tersayang Muhammad Destian Arif, serta semua keluarga besar yang berada di Lampung yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

8. Faritz Azhar.S.Far.,Apt atas segala pengertian, semangat, perhatian dan bantuannya.

9. Teman seperjuangan Biofilmers dan Biosensores (Firda, Rika, Fattah, ka via, ka Eka, ka Anom dan ka Afif) yang telah berjuang bersama dan memberikan dukungan dan bantuan selama di LIPI.

10. Laboran di LIPI Cibinong Pak Acun, ka Lusi, ka Ana dan keluarga besar LIPI Cibinong yang telah banyak sekali membantu penulis selama masa penelitian. 11. Laboran FKIK ka Lisna, ka Tiwi, ka Eris, ka Liken, mba Rani dan mas Rahmadi yang telah membantu penulis selama masa penelitian dan perkulian. 12. Sahabat terbaik (Rida, Tiara, Cahya, Jeje, Devid, Inul, Aripin, Dini, Raihana,

Nikmah, Wafa, Tari, Mazay, Fitri serta teman kosan RDC (inten, ka Devi, ka Isti, ka Santi, Nina, Vani, Pire, mba Elsa, mba Anis, Cumi, Nita, Noni, mba Evi dan lain-lain) yang telah mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis.


(10)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dri sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi padakhususnya. Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.

Ciputat, Mei 2015


(11)

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Resky Yuliandari NIM : 1111102000001 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul :

UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO.

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta. Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 24 Juni 2015

Yang menyatakan,


(12)

HALAMAN PERNYATAAN OSRISINILITAS ... i

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi ... 5

2.2 Konsep Biofilm ... 5

2.2.1 Definisi Biofilm ... 5

2.2.2 Mekanisme Pembentukan Biofilm ... 6

2.2.3 Komposisi dan Struktur Biofilm ... 7

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perlekatan Sel-Sel Bakteri dalam Pembentukan Biofilm ... 8


(13)

2.2.8 Pemeriksaan Biofilm ... 11

2.2.9 Resistensi Biofilm Terhadap Antibiotik ... 11

2.2.10 Kontrol Biofilm ... 12

2.3 Bakteri Uji ... 13

2.3.1 Klasifikasi ... 13

2.3.2 Karakteristik ... 14

2.3.3 Resistensi Terhadap Antibiotik ... 16

2.3.4 Gambaran Klinik ... 17

2.3.5 Epidemiologi ... 17

2.3.6 Pencegahan dan Pengobatan ... 18

2.4 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ... 19

2.4.1 Taksonomi... 19

2.4.2 Morfologi ... 19

2.4.3 Kandungan Kimia ... 20

2.4.5 Khasiat dan Kegunaan ... 21

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.2.1 Alat ... 22

3.2.1 Bahan ... 22

3.3 Prosedur Penelitian ... 23

3.3.1 Identifikasi Belimbing Wuluh... 23

3.3.2 Karakterisasi Sampel dan Penyiapan Ekstrak Air Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ... 23

3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia ... 24

3.3.4 Pembuatan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) Padat dan Heterotrof (HTR) Cair ... 25


(14)

3.3.6 Karakterisasi Bakteri Pseudomonas aeruginosa ... 26

3.3.6 Pembuatan Suspensi Bakteri ... 26

3.3.7 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Bakteri Pseduomonas aeruginosa ... 27

3.3.7 Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro ... 27

3.3.8 Analisa Data ... 30

3.3.9 Optimasi Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.1.1 Determinasi ... 31

4.1.2 Karakterisasi Sampel dan Proses Penyiapan Sampel ... 31

4.1.3 Uji Penapisan Fitokimia ... 31

4.1.4 Hasil Karakterisasi Bakteri Pseudomoas aeruginosa ... 32

4.1.5 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa ... 32

4.1.6 Uji Aktivitas Antibiofilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa ... 33

4.1.7 Optimasi Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa ... 35

4.2 Pembahasan ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(15)

Gambar 2.1 Pembentukan Biofilm ... 6

Gambar 2.2 Matriks Ekstraseluler Pada P.aeruginosa Dilihat dengan Mikroskop Elektron ... 8

Gambar 2.3 Pseudomonas aeruginosa Pada Pewarnaan Gram-negatif ... 14

Gambar 2.4 Koloni Pseudomonas aeruginosa Pada Agar ... 15

Gambar 2.5 Hasil Uji Resistensi Antibiotik ... 16

Gambar 2.6 Pohon Belimbing Wuluh ... 19

Gambar 4.1 Koloni Pada Media Agar dan Pewarnaan Gram Bakteri Pseudomonas aeruginosa ... 32

Gambar 4.2 Grafik Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa ... 33

Gambar 4.3 Grafik Aktivitas Antibiofilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh Terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa ... 33

Gambar 4.4 Grafik Contour Plot antara Fase Reduksi vs Suhu, Waktu ... 36

Gambar 4.5 Grafik Contour Plot antara Fase Reduksi vs Suhu, Konsentrasi .... ... 36


(16)

Tabel 4.1 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Serbuk Buah Belimbing Wuluh Secara Kualitatif ... 31 Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibiofilm Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Biofilm P.aeruginosa ... 34


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian ... 54

Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman Belimbing Wuluh... 55

Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian ... 56

Lampiran 4 Proses Penyiapan Sampel Belimbing Wuluh ... 58

Lampiran 5 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ... 59

Lampiran 6 Proses Pembuatan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) Padat dan Media Heterotrof (HTR) Cair... 60

Lampiran 7 Proses Inokulasi dan Pewarnaan Gram ... 61

Lampiran 8 Hasil Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa ... 62

Lampiran 9 Desain Pengujian Aktivitas Antibiofilm pada Mikroplate ... 63

Lampiran 10 Lampiran 11 Analisis Data Aktivitas Antibioilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh terhadap Biofilm ... 64

Lampiran 11 Hasil Rancangan Pengujian Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm Dengan Metode Response Surface Ana;ysis (RSA) ... 74


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi merupakan salah satu masalah serius dalam bidang kesehatan yang terus berkembang di Indonesia. Bakteri merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi (Gibson, 1996). Sebagai pertahanan diri, bakteri membentuk suatu lapisan lendir yang disebut dengan biofilm. Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme yang dilindungi oleh matrik ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan (Prakash et al., 2003).

Biofilm saat ini dianggap sebagai mediator utama infeksi, dengan perkiraan 80 % kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan biofilm (Archer et al, 2011). Hal ini disebabkan pembentukan biofilm pada mikroorganisme dapat meningkatkan toleransi terhadap antimikroba dan disinfektan, sehingga biofilm berperan besar dalam terjadinya resistensi dan penyakit kronis. Terapi antibiotik pada umumnya hanya akan membunuh sel-sel yang bersifat planktonik, sedangkan bentuk bakteri yang tersusun rapat dalam biofilm akan tetap hidup. Hal ini dikarenakan antibiotik tidak dapat menembus lapisan biofilm (Mah dan Toole, 2001). Berkembangnya resistensi oleh mikroorganisme target menjadi masalah yang terus meningkat . Resistensi mikroba adalah keadaan dimana mikroorganisme berubah sedemikian rupa sehingga menyebabkan obat-obat yang dahulu digunakan untuk pengobat-obatan infeksi menjadi tidak efektif. Beberapa mikroba yang mendapat perhatian saat ini akibat sifat resistensinya antara lain methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant Enterococcus (VRE), penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae, multidrug-resistant Pseudomonas aeruginosa dan masih banyak lagi (Smith, 2004).


(19)

Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa P.aeroginosa telah resisten terhadap beberapa antibiotik. Dari 25 jenis antibiotik yang digunakan, lebih dari 50% telah resisten (Rukmono, 2013). P.aeroginosa merupakan bakteri oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan system imun (Todar, 2004).

Kontrol biofilm sejauh ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Kontrol biofilm secara fisika dapat dilakukan dengan cara peningkatan suhu. Sedangkan secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan zat kimia contohnya enzim berbasis deterjen. Selanjutnya kontrol biofilm secara biologi dapat menggunakan bakteriofage dan interaksi mikrobiologis ( Simoes et al., 2010). Masih sangat dibutuhkan alternatif lain untuk mengatasi masalah biofilm, terutama biofilm penyebab infeksi. Penggunaan bahan alam masih menjadi prioritas utama, karena toksisitas rendah, mudah didapat dan biaya murah.

Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian biofilm yaitu belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Adapun kandungan dari buah belimbing wuluh diketahui memiliki aktivitas antibakteri adalah senyawa flavonoid (Hembing, 2008). Tidak menutup kemungkinan belimbing wuluh juga memiliki aktivitas antibiofilm, karena ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid berpotensi dapat menghambat intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang menjadi salah satu faktor pembentukan biofilm (Lee et al., 2013). Selain mengandung senyawa flavonoid, buah belimbing wuluh juga diketahui mengandung senyawa saponin triterpen (Fahrunnida dan Pratiwi, 2012). Menurut Katzung dalam Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan yang kuat yang berperan sebagai antimikroba dengan


(20)

mengganggu kestabilan membran sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air, sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membrane sel mikroba.

Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghambat pembentukan biofilm Staphylococcus aureus (Loresta, 2012). Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang uji antibiofilm sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap biofilm P.aeroginosa secara in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

 Apakah ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro ?

 Apakah ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro ?

 Apakah ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat mendegradasi biofilm P.aeroginosa secara in vitro ?

 Berapakah kondisi yang optimal (suhu, konsentrasi, waktu inkubasi) pada aktivitas terseleksi ?

1.3Tujuan Penelitian

 Menguji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam mencegah pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro.

 Menguji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam menghambat pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro.

 Menguji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam mendegradasi biofilm P.aeroginosa secara in vitro.  Mengetahui kondisi yang optimal (suhu, konsentrasi, waktu inkubasi)


(21)

1.4 Hipotesis

 Ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro.

 Ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro.

 Ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghancurkan biofilm P.aeroginosa secara in vitro.

 Kondisi optimal pada aktivitas terseleksi terletak pada level maksimal dari ketiga faktor (suhu, konsentrasi, waktu inkubasi).

1.5 Manfaat Penelitian

 Menjadi alernatif sebagai bahan alam yang memiliki aktivitas sebagai antibiofilm terhadap pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa.

 Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang eksperimen tentang pemanfaatan sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai antibiofilm bakteri P.aeroginosa secara in vitro.

 Menjadi referensi untuk mahasiswa farmasi di UIN Syarif Hidayatullah khususnya yang ingin melakukan penelitian tentang aktivitas antibiofilm dari tanaman lain atau bahan lain.


(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi

Infeksi merupakan salah satu masalah serius dalam bidang kesehatan yang terus berkembang di Indonesia. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa (Gibson, 1996). Penyakit yang disebabkan infeksi merupakan hasil interaksi antara mikroorganisme dan sistem imun tubuh. Hasil interaksi ini sangat bervariasi mulai dari tidak menimbulkan efek sama sekali sampai dengan kematian. Hal tersebut tergantung jumlah dan virulensi mikroorganisme, efek fisiologi dan anatomi yang terpengaruh, dan efektivitas sistem imun tubuh (Todd et al., 2007).

Infeksi mikroba dapat dikontrol oleh antimikroba. Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia (Munaf, 1994). Namun, efektivitas antimikroba saat ini menurun akibat resisten banyak obat (Donlan, 2003). Resistensi mikroba adalah keadaan dimana mikroorganisme berubah sedemikian rupa sehingga menyebabkan obat-obat yang dahulu digunakan untuk pengobatan infeksi menjadi tidak efektif. Resistensi antibiotik terhadap mikroba menimbulkan beberapa konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit (Deshpande et al., 2011).

2.2 Biofilm

2.2.1 Definisi Biofilm

Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme yang dilindungi oleh matrik ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan (Prakash et al., 2003). Bakteri


(23)

di dalam biofilm mampu bertahan terhadap antibiotik, desinfektan, bahkan mampu tahan terhadap sistem immunitas hospesnya. Di dalam lapisan biofilm, mikroba cenderung tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni terutama pada permukaan bahan yang lembab dan kaya akan nutrisi (Tarver, 2009).

2.2.2 Mekanisme Pembentukan Biofilm

Gambar 2.1. Pembentukan biofilm (Kokare, 2009)

Habitat alami mikroorganisme terdiri dari dua, yaitu planktonic (bebas) dan sesil (diam). Proses pembentukan biofilm terdiri dari lima tahap. Pada tahap pertama, sel-sel bakteri yang hidup bebas (sel planktonik) saling menempel pada permukaan (Prakash et al., 2003). Pada tahap ini, proses perlekatan sel masih bersifat sementara, namun pada tahap ini sel-sel bakteri telah menempel secara permanen akibat terbentuknya material eksopolimer yang merupakan suatu senyawa perekat yang lebih kuat.

Pada tahap ketiga yang disebut maturasi I ditandai dengan terbentuknya mikrokoloni dan biofilm mulai terbentuk. Sementara pada tahap keempat atau maturasi II, biofilm yang terbentuk semakin banyak dan membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung sel-sel terselubung dalam beberapa kelompok yang saling terhubung satu sama


(24)

lainnya. Pada tahap terakhir, perkembangan struktur biofilm mengakibatkan terjadinya dispersi sel sehingga sel-sel tersebut berpindah dan membentuk biofilm yang baru. Sel-sel biofilm menggunakan sebagian besar energi untuk membentuk eksopolisakarida yang dibutuhkan sel sebagai nutrisi (Watnick and Kolter, 2000).

Pembentukan biofilm juga tergantung dari konsentrasi nutrisi yang tersedia dan diatur oleh suatu zat kimia komplek yang dikeluarkan oleh sel sebagai komunikasi antar sel. Sebagai contoh, ketika hidup bebas, P.aeruginosa menghasilkan molekul signal dalam kadar yang rendah. Tetapi ketika P.aeruginosa membentuk biofilm, maka konsentrasi molekul signal akan meningkat dan menimbulkan perubahan aktifitas dari gen-gen, salah satunya adalah gen yang mengatur sintesis dari alginat untuk pembentukan matriks ekstraseluler (Donlan, 2002).

2.2.3 Komposisi dan Struktur Biofilm

Komponen utama biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme (15%) dan bahan matriks yang terdiri dari campuran komponen seperti protein, asam nukleat, karbohidrat dan zat lainnya(85%). Eksopolisakarida yang dihasilkan berbeda-beda komposisi dan sifat kimiawinya. Beberapa merupakan makromolekul yang bersifat netral. Mayoritas bermuatan karena adanya asam uronat, asam D-galakturonat, dan asam D-manuroniat (Davey, 2000).

Ikatan eksopolisakarida pada biofilm bersifat kaku. Jumlah eksopolisakarida yang dihasilkan oleh organisme berbeda-beda. Jumlah eksopolisakarida akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia biofilm tersebut. Eksopolisakarida yang dihasilkan tergantung dari kandungan nutrisi dan media pertumbuhan. Kekurangan nitrogen, potassium dan fosfat juga dapat meningkatkan sintesis eksopolisakarida (Donlan, 2002).

Biofilm adalah polimorfik dan dapat menyesuaikan struktur terhadap perubahan jumlah nutrisi, yang telah ditunjukkan oleh percobaan dengan konsentrasi glukosa yang berbeda. Ketika konsentrasi glukosa


(25)

tinggi, mikrokoloni tumbuh dengan cepat dan akibatnya ketebalan biofilm meningkat secara signifikan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perubahan struktur biofilm tergantung pada aliran.Pada aliran laminar mikrokoloni bakteri menjadi bulat, dan dalam aliran turbulen mereka berbentuk panjang ke arah hilir (Stoodley et al., 1998).

Gambar 2.2. Matriks ekstraseluler pada P.aeruginosa dilihat dengan mikroskop elektron (Donlan, 2002).

2.2.4Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perlekatan Sel-Sel Bakteri dalam Pembentukan Biofilm (Costerton dan Stewart, 2001)

 Efek substratum (permukaan)

Perlekatan terjadi lebih baik pada permukaan yang kasar, karena akan menurunkan kekuatan aliran yang dapat melepaskan biofilm, dan permukaan yang kasar mempunyai luas permukaan yang lebih besar. Hal lain adalah mikroorganisme lebih baik melekat pada permukaan yang hidrofobik seperti teflon dan plastik dibandingkan gelas atu logam.

 Kondisi film

Permukaan yang terpapar oleh media cair akan segera ditutupi oleh polimer-polimer dari medium dan menimbulkan modifikasi kimiawi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perluasan dari perlekatan


(26)

mikroorganisme pada permukaan tersebut. Contohnya yang terjadi pada enamel gigi yang dilapisi oleh proteinaceous film yang disebut “acquired pellicle” dimana sel-sel bakteri akan melekat pada enamel dalam beberapa jam paparan.

 Hidrodinamik

Semakin cepat aliran cairan yang terjadi maka semakin mempercepat perlekatan sel pada permukaan karena sel-sel akan bertubulensi dan berputar. Hal ini terbatas sampai kecepatan tidak melepaskan perlekatan sel-sel dari permukaan.

 Karakteristik media cairan

Seperti pH, suhu, jumlah zat gizi, kation dan adanya antimikroba akan mempengaruhi perlekatan.

 Keadaan permukaan sel bakteri

Permukaan sel yang hidrofobik, adanya fimbriae, flagel dan polisakarida atau protein pada permukaan sel bakteri akan mempermudah perlekatan, terutama bila terjadi kompetisi dalam suatu kumpulan mikroorganisme.

2.2.5 Transfer Gen

Biofilm ternyata merupakan tempat yang ideal bagi pertukaran DNA ekstrakromosal (plasmid). Tingkat konyugasi dalam biofilm lebih tinggi dibandingkan pada sel-sel yang bebas. Konyugasi ini diperlukan dalam pembentukan biofilm, Pilus konyugatif F (dikode oleh operontra pada plasmid) berperan sebagai faktor adesi pada permukaan antar sel, sehingga membentuk biofilm tiga dimensi pada E.coli. Karena plasmid juga dapat membawa gen yang mengatur resistensi terhadap antibiotika maka biofilm juga berperan dalam penyebaran resistensi bakteri terhadap antibiotika.

2.2.6 Quorum Sensing

Quorum sensing merupakan suatu proses yang memungkinkan bakteri dapat berkomunikasi dengan mensekresikan molekul sinyal yang


(27)

disebut autoinduser atau molekul sinyal seperti bahasa. Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri dapat mengatur ekspresi gen tertentu. Konsentrasi autoinduser di lingkungan sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Dengan mendeteksi autoinduser, suatu bakteri mampu mengetahui keberadaan bakteri lain di lingkungannya.

Molekul sinyal juga memperlihatkan peranannya dalam pembentukan biofilm. Sebagai contoh adalah homoserin lakton yang merupakan sinyal utama yang terdapat pada P. aeruginosa (Donlan, 2001).

2.2.7 Peran Biofilm terhadap Mikroba

Peran biofilm terhadap mikroba adalah sebagai berikut :

 Perlindungan

Bakteri mengeluarkan zat ekstra-polimer yang sangat penting yang dikenal sebagai eksopolisakarida. Matriks ini melindungi bakteri dari lingkungan eksternal seperti radiasi UV, pergeseran pH, suhu, gerakan osmotik, dan pengeringan tanpa mempengaruhi pasokan nutrisinya (Nichols et al.,1988).

 Nutrisi

Kegiatan metabolisme bakteri dalam biofilm berbeda dengan sel-sel planktonik. Didalam biofilm, bakteri memiliki akses terbatas terhadap nutrisi dan memiliki pasokan oksigen yang rendah. Mereka berkomunikasi satu sama lain dengan saluran selular dan sinyal lingkungan (Decho ,1990; Flemming ,1993).

 Variasi genetik

Munculnya bakteri resisten menjadi perhatian besar karena penggunaan yang luas antibiotik rekayasa genetika mikroorganisme dan sebagainya. Bakteri yang berada di dalam biofilm akan berkonjugasi dan kemungkinan akan terjadi transfer gen di antara populasi (Scink B,1997).


(28)

2.2.8 Pemeriksaan Biofilm

Pemeriksaan biofilm :

 Mikroskop elektron dapat memeriksa biofilm pada alat-alat medik dan

pada infeksi manusia. Pada awalnya, mikroskop elektron ini merupakan alat yang penting dalam mempelajari biofilm.

Concofocal Laser Scanning Microscope (CLSM) dengan fluoresen antisera dan fluoresen in situ hibridisasi, sehingga organisme yang spesifik dan untuk mengidentifikasi dalam komunitas campuran kuman.

2.2.9 Resistensi Biofilm terhadap Antibiotik (Lewis, 2001; Stewart dan Costeron, 2001; Mah dan Toole, 2001)

Struktur dan fisiologik dasar dari biofilm membuat biofilm secara alami resisten terhadap agen antimikroba seperti antibiotik, desinfektan, dan germisida. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan yang besar dalam hal kepekaan terhadap antibiotik pada sel biofilm dan planktoniknya. Faktor-faktor yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap resistensi biofilm adalah :

 Penurunan penetrasi dari antimikroba

Biofilm terbungkus dalam matriks eksopolimer yang dapat

menghambat difusi dari substansi dan mengikat antibiotik.

 Penurunan tingkat pertumbuhan organisme dalam biofilm

Antimikroba lebih efektif dalam membunuh sel-sel yang tumbuh

dengan cepat. Beberapa antibiotik memerlukan secara mutlak sel-sel yang tumbuh dalam mekanisme penghambatannya.

 Ekspresi dari gen resistensi yang spesifik dari biofilm

Hal ini dapat terlihat pada resistensi biofilm bakteri P.aeruginosa,

dimana MDR (Multi Drug Resistan) memainkan peranan penting pada

konsentrasi antibiotik yang rendah. Beta-galaktosidase berperan dalam

respon P.aeruginosa terhadap imipenem dan pipeacilin.

Faktor-faktor resistensi diatas dapat berdiri sendiri atau dapat

merupakan gabungan dari semua faktor yang ada. Beberapa eksperimen


(29)

daripada populasi sel planktonik. Persister ini biasanya dihancurkan oleh sistem imun, dan menjadi masalah saat sistem imun tidak berfungsi. Infeksi biofilm lebih kurang sama dengan infeksi sel planktonik tanpa kehadiran sistem imun, eksopolimer dari biofilm melindungi sel dari komponen sistem imun.

Pada awal aplikasi antibiotik yang bersifat bakterisidal akan terjadi

eradikasi hampir semua populasi, meninggalkan sedikit fraksi persister

yang bertahan. Jika konsentrasi antibiotik turun atau terapi dihentikan saat

gejala penyakit sudah hilang, maka persister akan membentuk biofilm

kembali. Dinamika ini menjelaskan adanya relaps pada infeksi biofilm dan

perlunya terapi yang lebih lama.

2.2.10 Kontrol biofilm

Kontrol biofilm dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Fisika

Yaitu memanfaatkan suhu yang tinggi atau pemanasan. Sanitasi dengan menggunakan air panas lebih menguntungkan karena air panas mudah tersedia dan tidak beracun. Peralatan kecil seperti pisau, serta bagian-bagian alat pengolahan pangan dapat direndam dalam air yang dipanaskan suhu 80-1000C (Silitonga et al., 2012).

 Kimia

Kontrol biofilm dilakukan dengan cara penambahan suatu zat kimia. Sanitasi kimia dilakukan dengan menggunakan desinfektan. Tujuan penggunaan desinfektan ialah untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen. Salah satu contoh adalah dengan penambahan suatu enzim berbasis deterjen yang dikenal dengan bio-cleaners yang identik dengan bahan kimia ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk produk pangan. Contoh lain desinfektan yang dapat digunakan untuk mengendalikan biofilm adalah klorin (Augustin et al., 2004).


(30)

 Biologi

Yaitu dengan menggunakan bakteriofaga. Pada dasarnya bakteriofaga merupakan virus yang menginfeksi bakteri melalui jalur yang spesifik serta bersifat non-toksik terhadap manusia, sehingga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan pengendali biofilm mikroba pada produk pangan (Kudva et al., 1999).

Selain itu, kontrol biofilm juga dapat dilakukan dengan adanya interaksi mikrobiologis. Banyak bakteri yang mampu mensintesis dan mensekresikan biosurfaktan dengan sifat anti lekat yang kuat (Desai and Banat, 1997; Rodriguez et al., 2004; Nitschke and Costa, 2007). Surfaktan yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis mampu meluruhkan biofilm tanpa mengganggu pertumbuhan sel serta mampu mencegah pembentukan biofilm baru oleh Salmonella enterica, E. coli dan Proteus mirabilis (Mireles et al., 2001)

2.3 Bakteri Uji (P.aeruginosa) 2.3.1 Klasifikasi

P.aeruginosa termasuk famili Pseudomonadaceae. P.aeruginosa adalah patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, bakteremia, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem imun (Todar, 2004). P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi, termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. (Todar, 2004; Srinivasa et al.,2003).


(31)

2.3.2 Karakteristik

P.aeruginosa adalah bakteri Gram-negatif berbentuk batang lurus atau lengkung,berukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Dapat ditemukan satu-satu, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai selubung (sheath), serta mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak (Jawetzet al., 2001; Madigan et al., 2003).

Gambar2.3.Pseudomonas aeruginosa pada pewarnaan Gram-negatif (Todar,2004)

P.aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya terdiri dari asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Metabolisme bersifat respiratorik tetapi dapat tumbuh tanpa O2 bila tersedia NO3 sebagai akseptor elektron. Kadang-kadang berbau manis atau menyerupai anggur yang dihasilkan aminoasetofenon (Todar, 2004; Jawetzet al., 2001).

P.aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C. Pertumbuhannya pada suhu 420C membantu membedakannya dari spesies pseudomonas lain (Balows et al.,1991). P.aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. Tiap jenis koloni dapat mempunyai


(32)

aktivitas biokimia dan enzimatik berbeda serta pola kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Isolat dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata. Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus :

 Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi

 Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat.

Gambar 2.4. Koloni P.aeruginosa pada agar (Todar, 2004)

Alginat adalah suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucuronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alginat memungkinkan bakteri-bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya kateter intravena, atau jaringan paru. Alginat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang seperti limfosit, fagosit, silia di saluran pernafasan, antibodi, dan komplemen. P.aeruginosa membentuk biofilm untuk mambantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia (Todar, 2004; Madigan et al.,2003; Salyers, 1994).


(33)

2.3.3 Resistensi terhadap Antibiotik

Gambar 2.5. Hasil uji resistensi antibiotic (Sumber : Rukmono, 2013)

Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa P.aeroginosa telah resisten terhadap beberapa antibiotik. Jumlah antibiotik yang digunakan 25 jenis. Gambar 2.5 memperlihatkan 14 jenis antibiotik (nomor urut 1−14) didapatkan >50% spesimen telah resisten. Antibiotik yang paling resisten adalah ampisilin, eritromisin, amoksisilin, sefurosim, seftriason, gentamicin,tetrasiklin, sefadroksil, piperasilin, trimetroprim, tobramisin, kotrimoksazol, nalidisid, sulfonamide kompleks.

Sementara 11 jenis antibiotik sebagian besar (<50%) masih sensitif yaitu dari urutan kloramfenikol sampai meropenem. Adapun untuk golongan sefalosforin, sebagian besar spesimen masih sensitif mulai dari antibiotik yang paling sensitif, berturut-turut adalah meropenem, klindamisin, amikasin, norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, fosfomisin, seftazidim, netilmisin, dan kanamisin (Rukmono, 2013).


(34)

2.3.4 Gambaran Klinik

P.aeruginosa menimbulkan infeksi pada luka dan luka bakar tingkat II dan III dengan nanah hijau kebiruan disebabkan pigmen piosianin, meningitis bila masuk lewat punksi lumbal, dan infeksi saluran kemih bila masuk bersama kateter dan instrument lain atau dalam larutan untuk irigasi. Keterlibatan saluran pernafasan, terutama dari respirator yang terkontaminasi, menyebabkan pneumonia yang disertai nekrosis. Bakteri ini sering ditemukan pada perenang dengan otitis eksterna ringan, serta dapat menyebabkan otitis eksterna invasif (maligna) pada penderita diabetes. Infeksi mata yang dengan cepat mengakibatkan kerusakan mata, sering terjadi setelah cedera atau pembedahan. Pada bayi atau orang yang lemah dapat menyerang aliran darah dan mengakibatkan sepsis yang fatal, biasanya terjadi pada penderita leukemia atau limfoma yang mendapat obat antineoplastik atau terapi radiasi, dan pada penderita dengan luka bakar berat (Jawetz et al.,2001; Tortora et al.,2004).

Pada sebagian besar infeksi, gejala dan tanda-tandanya tidak spesifik dan berkaitan dengan organ yang terlibat. Terkadang, verdoglobin (suatu produk pemecah hemoglobin) atau pigmen yang berfluorosen dapat dideteksi pada luka, luka bakar, atau urin dengan penyinaran fluorosen ultraviolet. Nekrosis hemoragik pada kulit sering terjadi pada sepsis akibat P.aeruginosa. Lesi yang disebut ektima gangrenosum ini dikelilingi oleh eritema dan sering tidak berisi nanah. P.aeruginosa dapat dilihat pada spesimen dari lesi ektima yang diberi pewarnaan Gram, dan biakannya positif. Ektima gangrenosum tidak lazim pada bakteremia akibat organisme lain (Jawetz et al.,2001).

2.3.5 Epidemiologi

P.aeruinosa terdapat di tanah dan air, dan pada 10% orang merupakan flora normal di kolon. Dapat dijumpai pada daerah lembab dikulit dan dapat membentuk koloni pada saluran pernafasan bagian atas pasien-pasien rumah sakit (Jawetz, 2001). P.aeruginosa dapat dijumpai di


(35)

banyak tempat di rumah sakit. Disinfektan, alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air, dan kain pel merupakan beberapa contoh reservoir.

Suatu penelitian di unit perawatan intensif neonates menyatakan bahawa P.aeruginosa paling sering membentuk koloni disaluran pernafasan dan saluran pencernaan. Hal ini terutama dijumpai pada bayi prematur oleh karena pH lambung sering tinggi sehingga mendukung pertumbuhan bakteri. Penyebaran terjadi dari pasien ke pasien lewat tangan karyawan rumah sakit, melalui kontak langsung dengan reservoir, atau lewat pencernaan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi (Todar, 2004; Foca et al.,2000).

P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anastesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Karena merupakan patogen nosokomial, maka metode untuk mengendalikan infeksi ini mirip dengan metode untuk nosokomial lainnya (Jawetz et al.,2001; Fiorillo et al.,2001).

2.3.6 Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan meliputi eliminasi sumber-sumber potensial bakteri dan perawatan segera terhadap luka. Pembuangan secara hati-hati jaringan mati pada penderita luka bakar, diikuti dengan penggunaan krim antibakteri. Infeksi yang telah terbentuk sulit untuk diobati karena P.aeruginosa sering resisten terhadap banyak antibiotik. Karena angka keberhasilan suatu pengobatan cukup rendah, dan bakteri cepat membentuk resistensi bila digunakan hanya satu jenis antimikroba, maka pengobatan sebaiknya secara kombinasi (Jawetz et al.,2001; Balows et al.,1991; Nester et al., 2004).


(36)

2.4 Belimbing wuluh (Avverhoa bilimbi L)

Gambar 2.6. Pohon belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Sumber : koleksi pribadi)

2.4.1 Taksonomi

Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah: Kingdom : Plantae,

Subkingdom : Tracheobionta, Superdivisio : Spermatophyta, Divisio : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Sub-kelas : Rosidae,

Ordo : Geraniales, Familia : Oxalidaceae, Genus : Averrhoa,

Spesies : Averrhoa bilimbi L 2.4.2Morfologi

Belimbing wuluh disebut juga sebagai belimbing sayur yang merupakan tumbuhan yang hidup pada ketinggian 5 hingga 500 meter diatas permukaan laut. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar. Pohon belimbing bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 meter. Batang utamanya pendek dan cabangnya rendah, batangnya bergelombang


(37)

(tidak rata). Daunnya majemuk, berselang-seling, panjang 30-60 cm dan berkelompok di ujung cabang. Pada setiap daun terdapat 11 sampai 37 anak daun yang berselang-seling atau setengan berpasangan. Anak daun berbentuk oval (Nugrahawati et al., 2009).

Buahnya memiliki rasa asam sering digunakan sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan jamu. Bunganya kecil, muncul langsung dari batang dengan tangkai bunga berambut. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) berbentuk elips hingga seperti torpedo, dengan panjang 4-10 cm. warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel diujungnya. Jika masak buahnya berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya berair dan sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6 mm), berbentuk pipih, dan berwarna coklat, serta tertutup lendir (Nugrahawati et al., 2009).

2.4.3 Kandungan Kimia

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung banyak vitamin C alami yang berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap sebagai penyakit. Belimbing wuluh mempunyai kandungan unsur kimia yang disebut asam oksalat dan kalium.Hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung golongan senyawa oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid, dan pektin (Parkesit dan Mario, 2009).

Ekstrak etanol dari buah belimbing menunjukkan uji positif pada pengujian flavanoid dan terpenoid. Dari penelitian senyawa flavonoid bersifat aktif sebagai antimikroba. Senyawa flavonoid merupakan salah satu antimikroba yang bekerja dengan menganggu fungsi membran sitoplasma (Samad, 2008; Parikesit, 2011). Ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid berpotensi dapat menghambat intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang menjadi salah satu faktor pembentukan biofilm (Lee et al., 2013). Selain mengandung senyawa yang telah disebutkan, buah belimbing wuluh juga diketahui mengandung senyawa saponin triterpen (Fahrunnida dan Pratiwi, 2012). Menurut


(38)

Katzung dalam Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan yang kuat yang berperan sebagai antimikroba dengan mengganggu kestabilan membran sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air, sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membrane sel mikroba.

Kandungan gizi buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) per 100 gram adalah energi (23 kcal), protein (0.7 g), lemak (0.2 g), karbohidrat (4.5 g), serat kasar (1.5 g), abu (0.3 g), kalsium (8 mg), fosfor (11 mg), besi (0.4 mg), beta karoten (100ug), vitamin A (17ug), Thiamin (0.01 mg), riboflavin (0.03 mg), niacin (0.3mg), vitamin C (18mg), kadar air (94.3g) (Parkesit dan Mario, 2009).

2.4.4 Khasiat dan Kegunaan

Di kalangan masyarakat belimbing wuluh ternyata sangat popular, bahkan melebihi belimbing manis. Perasan air buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sangat baik untuk asupan kekurangan vitamin C. banyak hasil penelitian yang menyebutkan potensi suatu tanaman dalam mengobati penyakit tertentu ataupun sebagai antibakteri. Akan tetapi, penggunaan bahan antimikroba kimia, di lingkungan masyarakat dalam produk pangan lebih popular. Hal ini dikarenakan kegunannya sebagai pengawet lebih efektif dan biayanya relatif murah (Parkesit, Mario 2009). Ada yang memanfaatkan buah belimbing wuluh sebagai obat untuk

sariawan, sakit perut, gondongan, rematik, batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi berlubang, memperbaiki fungsi pencernaan, untuk membersihkan noda pada kain, menghilangkan bau amis, sebagai bahan kosmetik serta mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan (Parkesit, Mario 2009).


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Genetika dan Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dan Laboratorium PDR (Phamacy Drugs and Research Development) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan penelitian 1-2 bulan dan dimulai pada bulan Maret sampai dengan April 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Miyako), pisau , kain lap, kertas saring, cawan penguap, erlenmeyer (Pyrex) , spatula, corong, cawan petri, jarum ose, bunsen, gelas ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), pipet tetes, rak, pipet mikro (Pipette Gilson) , incubator (Sanyo MR 162), timbangan analitik (AND GF-02), autoklaf (Hirayama), microwave (Sanyo), freezedryer, Laminar Air Flow (LAF), vortex (Barnstead), microtitterplate flat-buttom polystyrene 96 well, iMark-Biorad Microplate Reader.

3.2.2 Bahan Penelitian

 Bahan uji : buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang diperoleh dari kelurahan Cirendeu, Ciputat timur RT 04 RW 09 Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten pada tanggal 8 Maret 2015.

 Bakteri uji : kultur P.aeruginosa yang merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong yang diisolasi dari alat dispenser (Panasonic).


(40)

 Bahan kimia : Amoniak 1%, larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, larutan NaOH, FeCl3, eter, asam asetat, etanol 96%, butanol, formaldehid 30%, natrium asetat, petroleum eter, kristal violet 1 %, safranin, lugol, NaCl fisiologis, aquades.

 Bahan lainnya :Media Heterotrof (pepton, tripton, NaCl, K2HPO4, glukosa), dan media Pseudomonas Isolation agar (PIA) (komposisi : pepton, irgasan, cloruro di magnesio, solfato di pottasio, agar), Biorem 1 (alkaline detergent) dan Biorem 10 (enzyme cocktail).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Identifikasi Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Dilakukan determinasi terhadap belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) di Herbarium Bogoriense Lembaga Ilmu Pengethauan Indonesia-Kebun Raya Bogor. Tujuannya adalah untuk memastikan klasifikasi dari tanaman yang kita gunakan dalam penelitian.

3.3.2 Karakterisasi Sampel dan Penyiapan Ekstrak air Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Prayogo et al., 2011)

1 kg buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) segar dicuci terlebih dahulu sampai bersih kemudian diukur rerata panjang dan diameter buahnya dan kemudian dipotong kecil-kecil, selanjutnya, potongan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) diblender sampai benar-benar hancur. Hasil jus kemudian disaring dengan menggunakan kain lap bersih dan kertas saring Whatman no.1. Hasil saringan sebanyak 50 ml ditampung ke dalam erlenmeyer, kemudian diuapkan dengan alat freezedryer selama 27 jam untuk mendapatkan simplisia dari buah belimbing wuluh.


(41)

Tahap selanjutnya dilakukan menyiapkan larutan sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dengan berbagai seri konsentrasi. Konsentrasi larutan ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8%.

3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia (Fransworth, 1966)

Penapisan fitokimia dilakukan pada serbuk buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Tujuan dilakukan uji penapisan fitokimia adalah untuk mengetahui kandungan apa saja yang terkandung di dalam buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L).

Identifikasi Golongan Alkaloid

Metode yang pertama adalah dengan menggunakan plat KLT dan reagen Dragendorff. Teteskan reagen Dragendorff pada sampel diatas plat KLT. Bila terdapat noda naik dan berwarna merah atau oranye maka positif mengandung alkaloid.

Identifikasi Golongan Flavonoid

1 gram sampel yang telah ditambahkan air sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 mL HCl pekat, serta 5 mL anilin alkohol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan anilin alkohol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid.

Identifikasi Golongan Saponin

Sebanyak 1 gram serbuk dan tambahkan aquades 5 ml dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin.


(42)

Serbuk secukupnya dimasukan dalam tabung reaksi dan dikocok dengan sedikit eter. Lapisan eter diambil lalu diteteskan pada 2 lubang plat tetes dan dibiarkan sampai mengering. Setelah mengering, ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat.Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning berarti positif triterpenoid.Tetapi apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid.

Identifikasi Golongan Fenolik

Serbuk secukupnya dikocok dengan sedikit eter dalam tabung reaksi, lalu lapisan eter diteteskan pada plat tetes.Lapisan eter kemudian dikeringkan.Setelah mengering, diteteskan larutan FeCl3.Apabila terbentuk warna ungu atau biru berarti positif fenolik.

Identifikasi Golongan Kuinon

Serbuk secukupnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Apabila terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon.

3.3.4 Pembuatan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat dan Heterotrof (HTR) cair

Tujuannya adalah untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri. Pertama yaitu pembuatan media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat. Sebanyak 4,5 gram Pseudomonas Isolation Agar (PIA) lalu ditambahkan 100 ml aquades dan dipanaskan di microwave sampai homogen, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C selama 30 menit dan didinginkan. Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) yang telah dingin, dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml dan didiamkan selama 24 jam di dalam Laminar Air Flow (LAF) sambil disterilisasi dengan sinar UV. Media selanjutnya yang dibuat adalah media Heterotrof (HTR) cair. Sebanyak pepton 15 gram, K2HPO4 2,5 gram, glukosa 2,5 gram, NaCl 5 gram dan tripton 3 gram dan dilarutkan dalam aquades 1000 ml didalam erlenmeyer dan diaduk hingga homogen,


(43)

selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C selama 30 menit.

3.3.5 Inokulasi Bakteri pada Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat (Deby et al., 2012)

Inokulasi dilakukan untuk memindahkan dan meremajakan bakteri.Teknik yang digunakan adalah Streak Plate. Jarum ose dipanaskan terlebih dahulu sampai berpijar, lalu didinginkan, kemudian buka mulut cawan yang berisi kultur bakteri P.aeruginosa dan bakteri diambil dengan cara menggoreskan ose ke inokulum, lalu tutup mulut cawan dan panaskan kembali. Ose digoreskan pada media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat dengan metode gores kontinyu, kemudian tutup mulut cawan dan panaskan kembali di api, selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.

3.3.6 Karakterisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa

Karakterisasi bakteri P.aeruginosa dilakukan dengan cara pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi isolat bakteri yang akan digunakan dalam penelitian. Bahan yang digunakan pada pewarnaan Gram adalah safranin, lugol, kristal violet, etanol 70%, NaCl fisiologis. Goreskan sedikit isolat bakteri dengan menggunakan ose dan diusapkan sedikit ke kaca objek, lalu tambahkan sedikit NaCl fisiologis pada isolat untuk membuat suspensi bakteri. Keringkan suspensi bakteri dan lakukan fiksasi di atas api bunsen, kemudian tambahkan satu tetes kristal violet dan diamkan selama satu menit, bilas dengan air keran lalu tambahkan satu tetes lugol dan diamkan selamat satu menit dan kembali bilas dengan etanol 70%. Tambahkan satu tetes safranin lalu bilas dengan air keran dan keringkan menggunakan mikroskop.


(44)

Bakteri P.aeruginosa yang telah diremajakan di media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat diambil dengan jarum ose dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi media heterotrof (HTR) cair 10 lalu dikocok-kocok sampai lepas. Tabung reaksi divortex selama 1 menit, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi selama 24 jam, diukur nilai absorbansi pada panjang 600 nm menggunakan spektrofotometri untuk mengetahui konsentrasi suspensi bakteri tersebut.

3.3.8 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Bakteri P. aeruginosa (Prasasti and Hertiani, 2010)

Uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa dilakukan untuk mengetahui berapakah waktu yang dibutuhkan P.aeruginosa untuk membentuk biofilm yang paling baik. Uji pertumbuhan biofilm P.aeruginosa dilakukan dengan metode Microtitter Plat Biofilm Assay. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri P.aeruginosa (OD 0,5) dan 100 µL media Heterotrof (HTR) cair dimasukkan ke dalam sumur microplate, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 4 hari. Setelah diinkubasi, cuci microplate dengan menggunakan air yang mengalir sebanyak 3 kali dan keringkan, kemudian masukkan larutan kristal violet 1% sebanyak 200 µL dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu cuci kembali microplate dengan air mengalir sebanyak 3 kali dan keringkan, lalu masukkan etanol 96% sebanyak 200µL dan diamkan selama 15 menit, kemudian dilakukan pembaca Optical Density (OD) biofilm P.aeruginosa menggunakan alat iMark-Biorad Microplate Reader pada panjang gelombang 595nm.

3.3.9 Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro (Sandasi et al., 2010; Prasasti dan Hertiani, 2010)

Pencegahan Pertumbuhan Biofilm


(45)

Pengujian dilakukan terhadap sari buah belimbing wuluh dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v. Pada pengujian ini, kontrol negatif yang digunakan adalah sumur microplate yang berisi suspensi bakteri dan media Heterotrof (HTR) tanpa penambahan sari buah belimbing wuluh, tetapi tidak digunakan kontrol positif sebagai pembanding. Sebanyak 200 µL sari buah belimbing wuluh terlebih dahulu dimasukkan pada tiap sumur, kecuali pada sumur kontrol negatif dan didiamkan selama 60 menit, kemudian buang sari buah belimbing wuluh yang ada didalam sumur microplate. Tambahkan sebanyak 100 µL suspensi bakteri dan 100 µL media Heterotrof (HTR) cair pada sumur microplate sampel dan kontrol negatif, kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC.

Setelah masa inkubasi, microplate dicuci dengan menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali, kemudian ditambahkan 200 µL kristal violet 1% ke tiap sumur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Microplate dicuci kembali dengan menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali. Larutan etanol 96% sebanyak 200 µL ditambahkan ke tiap sumur dan dilakukan inkubasi kembali pada suhu ruang selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pembacaan Optical Density (OD) dengan menggunakan alat iMark-Biorad Microplate Reader pada panjang gelombang 595nm. Pengujian dilakukan secara triplo. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sari buah belimbing wuluh dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeruginosa.

x 100%

Penghambatan Pertumbuhan Biofilm

Pembentukan biofilm pada penelitian ini diuji secara in vitro menggunakan metode Microtitterplate flat-buttom polystyrene 96 wells. Pengujian dilakukan terhadap sari buah belimbing wuluh dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v. Pada pengujian ini, tidak dilakukan penambahan sari buah belimbing wuluh terlebih dahulu seperti pada pengujian pencegahan pertumbuhan biofilm, tetapi sari buah belimbing wuluh ditambahkan bersamaan dengan suspensi bakteri dan media


(46)

Heterotrof (HTR) cair. Sebagaimana pada uji sebelumnya, kontrol negatif yang digunakan adalah sumur microplate yang berisi suspensi bakteri dan media Heterotrof (HTR) tanpa penambahan sari buah belimbing wuluh, tetapi tidak digunakan kontrol positif sebagai pembanding. Tambahkan media Heterotrof (HTR) cair sebanyak 60 µL,suspensi bakteri sebanyak 70 µL dan sari buah belimbing wuluh 70 µL pada masing-masing sumur, kecuali sumur kontrol negatif, kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, microplate dicuci dan dilakukan prosedur seperti pada uji sebelumnya. Pengujian ini dilakukan secara triplo. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sari buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeruginosa.

x 100%

Degradasi Biofilm

Pengujian ini dilakukan sebagaimana pada uji pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan biofilm. Perbedaan dengan uji sebelumnya adalah sari buah buah belimbing wuluh ditambahkan pada saat biofilm telah terbentuk, dan pada uji ini digunakan kontrol negatif dan kontrol positif sebagai pembanding. Pada pengujian ini, kontrol negatif yang digunakan adalah sumur microplate yang berisi suspensi bakteri dan media Heterotrof (HTR) tanpa penambahan sari buah belimbing wuluh kontrol positif yang digunakan yaitu biorem 1 dan biorem 10. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri dan 100 µL media Heterotrof (HTR) cair dimasukkan kedalam sumur microplate sampel, kontrol negatif dan kontrol posotif. Microplate kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, suspensi di dalam microplate dibuang kemudian dicuci dengan menggunakan air sebanyak tiga kali, kemudian tambahkan sebanyak 200 µL sari buah belimbing wuluh dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v kecuali kontrol negatif, kemudian sebanyak 200 µL biorem 1 dan biorem 10 ditambahkan pada sumur microplate kontrol posotif. Microplate didiamkan selama 60 menit, setelah itu microplate dicuci dan


(47)

dilakukan prosedur seperti pada uji sebelumnya. Pengujian dilakukan secara triplo. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sari buah belimbing wuluh dapat mendegradasi biofilm P.aeruginosa.

x100%

3.3.10 Analisis data

Data hasil pengujian aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap pencegahan pertumbuhan, penghambatan pertumbuhan dan degradasi biofilm P.aeruginosa dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode One Way Anova (analisa varians satu arah) dengan program Statistical Product Service Solution (SPSS 16). Tujuan dilakukan analisa statistik adalah untuk melihat apakah sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) memperlihatkan perbedaan yang signifikan sebagai antibiofilm P.aeruginosa. Setelah dianalisis, dipilih salah satu aktivitas antibiofilm yang paling baik.

3.3.11 Optimasi Aktivitas Terseleksi (Bazeera et al., 2008)

Pada penelitian ini, optimasi aktivitas terseleksi dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Tujuannya adalah untuk mengetahui konsentrasi ekstrak air belimbing wuluh, waktu inkubasi dan suhu yang optimal. Optimasi dilakukan pada aktivitas yang telah terseleksi pada uji sebelumnya menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat desain rancangan pengujian, kemudian dilakukan uji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Pengujian ini dilakukan sebagaimana pada uji aktivitas antibiofilm yang telah dilakukan sebelumnya, hanya saja konsentrasi ekstrak air belimbing wuluh, waktu inkubasi dan suhu yang digunakan berbeda, yaitu sesuai hasil optimasi sebelumnya. Data yang diperoleh kemudian dioptimasi dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA).


(48)

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Determinasi

Berdasarkan hasil determinasi pada tanggal 6 Mei 2015, menunjukkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Averrhoa bilimbi L, suku Oxalidaceae, belimbing wuluh/belimbing sayur (Lampiran 2).

4.1.2 Karakterisasi Sampel dan Proses Penyiapan Sampel

Hasil karakterisasi menunjukkan buah belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini berwarna hijau dengan panjang sekitar 50-70 mm dan diameter 10-20 mm, rasa asam. Dari hasil proses penyiapan sampel, sebanyak 1 kg buah belimbing wuluh segar dihancurkan dengan menggunakan blender dan sebanyak 50 ml air belimbing wuluh di uapkan menggunakan Freeze dryer selama 27 jam. Didapatkan simplisia berupa serbuk seberat 2 gram.

4.1.3 Uji Penapisan Fitokimia

Kandungan metabolit sekunder pada serbuk belimbing wuluh diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia. Hasil penapisan fitokimia serbuk belimbing wuluh dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil uji penapisan fitokimia serbuk buah belimbing wuluh secara kualitatif

Golongan Hasil Keterangan

Alkaloid + Noda naik berwarna orange pada plat KLT Flavonoid + Lapisan anilin alkohol berwarna kuning

Steroid - Orange

Triterpenoid + Orange

Fenolik - Kuning

Saponin + Berbusa


(49)

4.1.5 Karakterisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa

Hasil karakterisasi bakteri P.aeruginosa secara makroskopik dan mikroskopik dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Koloni pada media agar dan pewarnaan Gram bakteri P.aeruginosa

Hasil purifikasi pada media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) menunjukkan bentuk koloni yang besar, halus dengan permukaan rata serta berwarna kuning muda. Karakterisasi bakteri yang dilakukan dengan cara pewarnaan Gram menunjukkan bahwa isolat yang digunakan merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak berspora dan menghasilkan warna merah.

4.1.6 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm P.aeruginosa

Hasil uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa yang berupa nilai densitas biofilm (OD595nm) pada hari pertama sampai hari keempat dapat dilihat pada gambar 4.2.

Dari data grafik, dapat dilihat pada waktu inkubasi hari ke tiga menunjukkan pembentukan dan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa yang paling baik.


(50)

Gambar 4.2. Grafik pembentukan dan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa melalui metode Microtitter Plat Biofilm Assay (OD595nm)

4.1.7 Uji Aktivitas Antibiofilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh terhadap Biofilm P.aerginosa

Terdapat tiga aktivitas antibiofilm yang diuji yaitu pencegahan pertumbuhan biofilm, penghambatan pertumbuhan biofilm dan degradasi biofilm. Hasil uji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut :

Gambar 4.3. Grafik aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa (OD595nm)

0,108 0,490 0,717 0,186 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

1 2 3 4

D e n si tas b io fi lm (OD 5 9 5 nm )

Waktu Inkubasi (Hari)

a a

a ab b ab abc bc abc ad bcd abcd e e abcde 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pencegahan pertumbuhan Penghambatan pertumbuhan Degradasi A kt iv itas an tibiofi lm (% ) Ekstrak 0.5% Ekstrak 1% Ekstrak 2% Ekstrak 4% Ekstrak 8%


(51)

Tabel 4.2 Hasil uji aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap biofilm P.aeruginosa

Aktivitas Sampel Densitas biofilm 1

Densitas biofilm 2

Densitas biofilm 3

Rerata Presentase (%) Pencegahan

pertumbuhan

0.5% 0,54 0,59 0,59 0,57 26,55±4,18

1% 0,57 0,62 0,60 0,59 23,88±3,37

2% 0,59 0,57 0,61 0,59 24,39±2,16

4% 0,55 0,55 0,53 0,57 26,55±1,17

8% 0,48 0,48 0,50 0,48 37,86±1,58

Kontrol Negatif

0,80 0,79 0,76 0,78 0

Penghambatan pertumbuhan

0.5% 0,52 0,53 0,58 0,54 30,24±4,06

1% 0,15 0,19 0,22 0,19 75,73±5,03

2% 0,22 0,20 0,19 0,20 73,82±1,85

4% 0,25 0,28 0,18 0,24 69,50±6,93

8% 0,27 0,26 0,32 0,28 63,53±3,86

Kontrol Negatif

0,80 0,79 0,76 0,78 0

Degradasi 0.5% 0,61 0,67 0,68 0,66 43,10±0,09

1% 0,58 0,60 0,67 0,61 46,63±1,18

2% 0,56 0,60 0,61 0,59 48,53±0,22

4% 0,56 0,57 0,60 0,58 49,82±4,07

8% 0,55 0,51 0,60 0,55 51,98±1,61

Kontrol Positif

0,11 0,17 0,15 0,16 80,81±0,03

Kontrol Negatif

1,16 0,78 0,69 0,88 0

Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji persyaratan. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data ketiga aktivitas terdistribusi normal (p≥0,05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Hasil uji homogenitas menghasilkan data yang homogen (p≥0,05) untuk aktivitas pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan, tetapi data aktivitas degradasi tidak homogen sehingga tidak bisa dilanjutkan dengan uji anova. Hasil uji data aktivitas pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan menunjukkan nilai signifikan 0,132 dan 0,267 (p≥0,05). Hasil uji anova yang dilakukan menunjukkan nilai signifikan 0,000


(52)

(p≤0,05), sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif (p≤0,05). Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak air belimbing wuluh dapat mencegah pertumbuhan dan menghambat pertumbuhan biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Sedangkan aktivitas degradasi yang dianalisa dengan metode kruskalwalis menunjukkan nilai signifikan 0,026 (p≤0,05), sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif (p≤0,05). Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak air belimbing wuluh dapat mendegradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro.

Grafik pada gambar 4.3 menunjukkan aktivitas pencegahan pertumbuhan biofilm memiliki perbedaan yang signifikan antara konsentrasi sari buah 8% (e) dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 2% dan 4%. Antara konsentrasi 0,5% (a), 1% (ab) dan 2% (abc) tidak memiliki perbedaan secara signifikan, tetapi konsentrasi 4% (ad) memiliki perbedaan secara signifikan dengan konsentrasi 1% (ab) dan 2% (abc). Pada aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara konsentrasi sari buah 0,5% (a) dengan konsentrasi 1% (b), 2% (bc), 4% (bcd) dan 8% (e). Antara konsentrasi 1% (b), 2% (bc) dan 4% (bcd) tidak memiliki perbedaan secara signifikan, tetapi konsentrasi 8% (e) memiliki perbedaan secara signifikan dengan konsentrasi lainnya. Pada aktivitas terakhir yaitu degradasi biofilm menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelima konsentrasi.

4.1.8 Optimasi Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm P.aeruginosa Sebelum didapatkan hasil optimasi, terlebih dahulu didapatkan hasil rancangan optimasi yaitu berupa 20 pasang variabel faktor yang akan duji (Lampiran 11). Data yang dianalisis pada tahap ini merupakan densitas biofilm P.aeruginosa pada panjang gelombang 595 nm. Grafik hasil optimasi uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa oleh sari buah wuluh adalah sebagai berikut :


(53)

waktu (Hari) su h u ( C ) 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 50 45 40 35 30 25

k onsentrasi (%) 4.25 Hold Values > – – – – – < 20 20 30 30 40 40 50 50 60 60 70 70 % Contour Plot of % vs suhu (C), waktu (Hari)

Gambar 4.4. Grafik Contour Plot antara presentase penghambatan vs suhu, waktu konsentrasi (%) w a kt u ( H a ri ) 8 7 6 5 4 3 2 1 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0

suhu (C ) 37.5 Hold Values

>

– < 40 40 50 50 60 60 70 70 % Contour Plot of % vs waktu (Hari), konsentrasi (%)

Gambar 4.5. Grafik Contour Plot antara presentase penghambatan vs waktu, konsentrasi


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ANOVA

Densitas biopfilm

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .867 5 .173 147.524 .000

Within Groups .014 12 .001

Total .881 17

Keputusan : Densitas

biofilm berbeda secara bermakna (p≤0,05), lalu pengujian

dilanjutkan dengan uji BNT/LSD

3. Uji Beda Nyala Terkecil (BNT) terhadap densitas biofilm

Tujuan

: Untuk menentukan data densitas biofilm kelompok mana yang

memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data densitas biofilm

kelompok lainnya.

Hipotesis

: Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna

Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan

Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak

Multiple Comparisons Densitas biofilm

LSD

(I) VAR00 001

(J) VAR00 001

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

0 0.5 .238667* .027985 .000 .17769 .29964

1 .596667* .027985 .000 .53569 .65764

2 .581667* .027985 .000 .52069 .64264

4 .547333* .027985 .000 .48636 .60831

8 .500667* .027985 .000 .43969 .56164

0.5 0 -.238667* .027985 .000 -.29964 -.17769

1 .358000* .027985 .000 .29702 .41898

2 .343000* .027985 .000 .28202 .40398


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8 .262000* .027985 .000 .20102 .32298

1 0 -.596667* .027985 .000 -.65764 -.53569

0.5 -.358000* .027985 .000 -.41898 -.29702

2 -.015000 .027985 .602 -.07598 .04598

4 -.049333 .027985 .103 -.11031 .01164

8 -.096000* .027985 .005 -.15698 -.03502

2 0 -.581667* .027985 .000 -.64264 -.52069

0.5 -.343000* .027985 .000 -.40398 -.28202

1 .015000 .027985 .602 -.04598 .07598

4 -.034333 .027985 .243 -.09531 .02664

8 -.081000* .027985 .013 -.14198 -.02002

4 0 -.547333* .027985 .000 -.60831 -.48636

0.5 -.308667* .027985 .000 -.36964 -.24769

1 .049333 .027985 .103 -.01164 .11031

2 .034333 .027985 .243 -.02664 .09531

8 -.046667 .027985 .121 -.10764 .01431

8 0 -.500667* .027985 .000 -.56164 -.43969

0.5 -.262000* .027985 .000 -.32298 -.20102

1 .096000* .027985 .005 .03502 .15698

2 .081000* .027985 .013 .02002 .14198

4 .046667 .027985 .121 -.01431 .10764

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

C. Degradasi biofilm

1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap densitas biofilm

a. Uji normalitas

Kolmogorov-Sminrnov

Tujuan

: Untuk melihat distribusi data densitas biofilm

Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm terdistribusi normal

Ha : Data densitas biofilm tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan

Jika nilai signifikansi

≥0,05 maka Ho diterima


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel. Uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

densitas_biofilm

N 18

Normal Parametersa Mean .64967

Std. Deviation .142564

Most Extreme Differences Absolute .261

Positive .261

Negative -.207

Kolmogorov-Smirnov Z 1.109

Asymp. Sig. (2-tailed) .171

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji normalitas absorbansi biofilm seluruh kelompok terdistribusi

normal (

p

≥0,05)

b. Uji homogenitas

Levene

Tujuan : Untuk melihat data densitas biofilm homogen atau tidak

Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm homogen

Ha : Data densitas biofilm tidak homogen

Pengambilan keputusan

Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima

Jika nilai

signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak

Tabel. Uji homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

densitas_biofilm

Levene Statistic df1 df2 Sig.

7.859 5 12 .002

Keputusan : Uji homogenitas densitas biofilm seluruh kelompok tidak homogen

(p

0,05) sehingga tidak bisa dilanjutkan dengan uji Anova, maka dilanjutkan

dengan uji Kruskalwalis.


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji analisis Kruskalwalis

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data densitas biofilm

Hipotesis: Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna

Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan

Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak

Test Statisticsa,b

densitas_biofilm

Chi-Square 12.750

df 5

Asymp. Sig. .026

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: sample

Keputusan : Densitas

biofilm berbeda secara bermakna (p≤0,05), lalu pengujian

dilanjutkan dengan uji BNT/LSD

3. Uji Beda Nyala Terkecil (BNT) terhadap densitas biofilm

Tujuan

: Untuk menentukan data densitas biofilm kelompok mana yang

memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data densitas biofilm

kelompok lainnya.

Hipotesis

: Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna

Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan

Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak

Multiple Comparisons

densitas_biofilm LSD

(I)

sampel (J) sampel

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kontrol

negatif

kons-0,5% .220667* .086479 .025 .03224 .40909

kons-1% .261333* .086479 .011 .07291 .44976

kons-2% .284000* .086479 .007 .09558 .47242

kons-4% .298667* .086479 .005 .11024 .48709

kons-8% .323333* .086479 .003 .13491 .51176

kons-0,5%

kontrol negatif -.220667* .086479 .025 -.40909 -.03224

kons-1% .040667 .086479 .647 -.14776 .22909

kons-2% .063333 .086479 .478 -.12509 .25176

kons-4% .078000 .086479 .385 -.11042 .26642

kons-8% .102667 .086479 .258 -.08576 .29109

kons-1% kontrol negatif -.261333* .086479 .011 -.44976 -.07291

kons-0,5% -.040667 .086479 .647 -.22909 .14776

kons-2% .022667 .086479 .798 -.16576 .21109

kons-4% .037333 .086479 .674 -.15109 .22576

kons-8% .062000 .086479 .487 -.12642 .25042

kons-2% kontrol negatif -.284000* .086479 .007 -.47242 -.09558

kons-0,5% -.063333 .086479 .478 -.25176 .12509

kons-1% -.022667 .086479 .798 -.21109 .16576

kons-4% .014667 .086479 .868 -.17376 .20309

kons-8% .039333 .086479 .657 -.14909 .22776

kons-4% kontrol negatif -.298667* .086479 .005 -.48709 -.11024

kons-0,5% -.078000 .086479 .385 -.26642 .11042

kons-1% -.037333 .086479 .674 -.22576 .15109

kons-2% -.014667 .086479 .868 -.20309 .17376

kons-8% .024667 .086479 .780 -.16376 .21309

kons-8% kontrol negatif -.323333* .086479 .003 -.51176 -.13491

kons-0,5% -.102667 .086479 .258 -.29109 .08576

kons-1% -.062000 .086479 .487 -.25042 .12642

kons-2% -.039333 .086479 .657 -.22776 .14909

kons-4% -.024667 .086479 .780 -.21309 .16376


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11.

Hasil rancangan pengujian aktivitas penghambatan pertumbuhan

biofilm dengan metode

Response Surface Analysis

(RSA)

StdOrder RunOrder PtType

Blocks

suhu

konsentrasi waktu

%

17

1

0

1

37.5

4.25

2

69.90

1

2

1

1

25

0.5

1

0.00

9

3

-1

1

25

4.25

2

78.90

3

4

1

1

25

8

1

41.20

5

5

1

1

25

0.5

3

46.80

6

6

1

1

50

0.5

3

12.06

19

7

0

1

37.5

4.25

2

77.20

13

8

-1

1

37.5

4.25

1

73.70

11

9

-1

1

37.5

0.5

2

88.70

7

10

1

1

25

8

3

51.80

8

11

1

1

50

8

3

0.00

4

12

1

1

50

8

1

0.00

2

13

1

1

50

0.5

1

0.00

15

14

0

1

37.5

4.25

2

49.70

14

15

-1

1

37.5

4.25

3

79.80

18

16

0

1

37.5

4.25

2

69.90

12

17

-1

1

37.5

8

2

73.70

16

18

0

1

37.5

4.25

2

77.20

10

19

-1

1

50

4.25

2

50.60


Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

6 112 90

Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

45 235 99

Pengaruh Pemberian Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Dari Laut Belawan Tahun 2010

7 59 114

Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet

4 103 73

Pengaruh Perbandingan Sari Belimbing Wuluh dengan Sari aMangga Kweni dan Konsentrasi Gum Arab Terhadap aMutu Sorbet Nira Tebu

1 45 103

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP Propionibacterium acnes DAN Pseudomonas aeruginosa SERTA PROFIL KROM

0 2 16

PENDAHULUAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP Propionibacterium acnes DAN Pseudomonas aeruginosa SERTA PROFIL KROMATOGRAFINYA.

1 6 17

Aktivitas Antijamur Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Malassezia furfur IMG 20151123 0001

0 0 1

UJI POTENSI SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Aeromonas hydrophila SECARA IN VITRO

0 0 5

UJI ANTIFUNGAL EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Aspergillus flavus DAN Candida albicans SECARA IN VITRO

0 0 15