Keragaman Cendawan Endofit Asal Tanaman Kunyit (Curcuma Longa) Dan Aktivitas Penghambatannya Terhadap Pembentukan Histamin.

KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFIT ASAL TANAMAN
KUNYIT (Curcuma longa) DAN AKTIVITAS
PENGHAMBATANNYA TERHADAP PEMBENTUKAN
HISTAMIN

ERIS SEPTIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Cendawan
Endofit Asal Tanaman Kunyit (Curcuma longa) dan Aktivitas Penghambatannya
terhadap Pembentukan Histamin adalah benar karya saya bersama-sama dengan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor

Bogor, Agustus 2014

Eris Septiana
NIM G351110131

RINGKASAN
ERIS SEPTIANA. Keragaman Cendawan Endofit Asal Tanaman Kunyit
(Curcuma longa) dan Aktivitas Penghambatannya terhadap Pembentukan
Histamin. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO, SUKARNO, dan
PARTOMUAN SIMANJUNTAK
Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman obat yang umum digunakan
sebagai bumbu dan pengawet. Cendawan endofit memiliki kemampuan untuk
mensintesis metabolit sekunder dari inangnya yang memiliki aktivitas untuk
meningkatkan ketahanan tanaman inang dari serangan hama dan penyakit dan
lingkungan yang kurang menguntungkan. Tujuan penelitian ini ialah mempelajari
keragaman cendawan endofit dari tanaman kunyit dan menguji kemampuannya
dalam menghambat pembentukan histamin pada ikan segar. Isolasi cendawan

dilakukan dari seluruh organ tanaman yaitu akar, rimpang, batang, infloresen,
bunga, dan daun.
Identifikasi cendawan endofit dilakukan dengan menganalisis karakteristik
morfologi dan molekuler menggunakan daerah ITS dari rDNA. Metode dual
culture digunakan untuk penapisan aktivitas antibakteri terhadap Morganella
morganii yang dikenal sebagai bakteri penghasil histamin. Metode difusi cakram
kertas digunakan untuk menguji aktivitas fraksi air dari filtrat cendawan endofit
terpilih untuk menghambat pertumbuhan M. morganii. Kromatografi lapis tipis
dua dimensi digunakan untuk mengetahui penghambatan pembentukan histamin.
Sebelas cendawan endofit berhasil diisolasi dari seluruh bagian tanaman
kunyit. Cendawan tersebut ialah Arthrobotrys foliicola, Cochliobolus kusanoi,
Daldinia eschscholzii, Fusarium oxysporum, F. proliferatum, F. solani, F.
verticillioides, Phaeosphaeria ammophilae dan Phanerochaete chrysosporium.
Lima dari 11 isolat yaitu A. foliicola, C. kusanoi, F. proliferatum, F.
verticillioides, dan P. ammophilae memiliki aktivitas penghambatan terhadap
pertumbuhan bakteri M. morganii dengan metode dual culture. Berdasarkan
metode difusi cakram kertas, dua dari 5 isolat yaitu A. foliicola dan F.
verticillioides memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri M. morganii
dan pembentukan histamin pada ikan segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas terbaik diperoleh dari fraksi air dari filtrat F. verticillioides dalam

menghambat pertumbuhan bakteri penghasil histamin, M. morganii (1x102 cfu/g)
dan pembentukan histamin pada ikan segar (3.12 ppm) tercapai pada suhu
inkubasi 0 °C.
Kata kunci: antibakteri, cendawan endofit, peghambatan histamin, tanaman kunyit

SUMMARY
ERIS SEPTIANA. Diversity of Endophytic Fungi Associated with Turmeric
(Curcuma longa) and Their Histamine Formation Inhibitor Activity. Supervised
by NAMPIAH SUKARNO, SUKARNO and PARTOMUAN SIMANJUNTAK.
Turmeric (Curcuma longa) is a medicinal plant commonly used as a spice
and preservative. Endophytic fungi have ability to synthesize secondary
metabolites which has activity to increase the resistance of plants host from pests
and diseases and unfavorable enviroment. This research investigated the diversity
of endophytic fungi on turmeric plant and determined their effects in inhibiting
histamine formation in fresh fish. Fungal isolation was carried out from all plant
organs such as root, rhizome, stem, inflorescence, flower, and leaf.
Identification of endophytic fungi was done by morphological and
molecular analyses using ITS region of rDNA. Dual culture method was used to
screen antibacterial activity of the fungi against Morganella morganii known as
common histamine-producing bacteria. Disc diffusion method was used to test

water fraction of selected endophytic fungi to inhibit M. morganii growth. Two
dimension thin layer chromatography (TLC) was used to determine fungal extract
inhibition activity on histamine formation.
Eleven endophytic fungi were successfully isolated from all parts of
turmeric plant. The fungi were Arthrobotrys foliicola, Cochliobolus kusanoi,
Daldinia eschscholzii, Fusarium oxysporum, F. proliferatum, F. solani, F.
verticillioides, Phaeosphaeria ammophilae, and Phanerochaete chrysosporium.
Five out of 11 isolates, A. foliicola, C. kusanoi, F. proliferatum, F. verticillioides,
and P. ammophilae had inhibition activity againts M. morganii in dual culture
method. Based on disc diffusion assay, two out of 5 isolates, A. foliicola, and F.
verticillioides inhibited the growth of M. morganii and histamine formation in
fresh fish. Furthermore, the best activity of F. verticillioides was observed from
water fraction in inhibiting growth of histamine-producing bacteria (1x102 cfu/g),
and histamine formation inhibition in fresh fish (3.12 ppm) was achieves by
incubation at 0 °C.
Key words: antibacterial activity, endophytic fungi, histamine inhibition, turmeric
plant

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFIT ASAL TANAMAN
KUNYIT (Curcuma longa) DAN AKTIVITAS
PENGHAMBATANNYA TERHADAP PEMBENTUKAN
HISTAMIN

ERIS SEPTIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Nancy Dewi Yuliana

Judul Tesis

Nama
NIM

: Keragaman Cendawan Endofit Asal Tanaman Kunyit
(Curcuma longa) dan Aktivitas Penghambatannya
terhadap Pembentukan Histamin
: Eris Septiana
: G351110131

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Nampiah Sukarno
Ketua

Dr Ir Sukarno, MSc
Anggota

Prof (R) Dr Partomuan Simanjuntak, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Mikrobiologi

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Tanggal Ujian: 22 Agustus 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan dari bulan November 2012 sampai dengan
November 2013 ini ialah identifikasi cendawan endofit asal tanaman kunyit dan
potensinya sebagai bahan pengawet alami, dengan judul keragaman cendawan
endofit asal tanaman kunyit (Curcuma longa) dan aktivitas penghambatannya
terhadap pembentukan histamin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno sebagai
ketua komisi pembimbing, Bapak Dr Ir Sukarno MSc dan Bapak Prof (R) Dr
Partomuan Simanjuntak, MSc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah
banyak memberikan nasehat, saran, motivasi, waktu konsultasi, serta solusi dari
setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada
penguji luar komisi Ibu Dr Nancy Dewi Yuliana, Ibu Prof Dr Anja Meryandini,

MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB yang telah memberikan
motivasi selama studi dan Ibu Prof Dr Okky Setyawati Dharmaputra atas masukan
pada saat ujian sidang tesis. Kepada Kementrian Riset dan Teknologi terima kasih
atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah selama menempuh
pendidikan pascasarjana di IPB, dan terima kasih kepada Food and Nutrition
Culture Collection (FNCC), PAU Pangan dan Nutrisi, Universitas Gadjah Mada
dalam menyediakan isolat bakteri penghasil histamin Morganella morganii FNCC
0122 serta Ibu Yuningsih dari Balai Penelitian Veteriner Bogor atas bantuannya
dalam analisis kadar histamin sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat
terlaksana dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Emi, Pak Kusnadi,
Sepriyadi Rihi S.Si, dan Aldi selaku staf Laboratorium Mikologi IPB, kepada
rekan-rekan Laboratorium Kimia Bahan Alam P2 Bioteknologi LIPI, juga kepada
Ivan, Nicho, Ibu Tatik, mbak Mala, Sari, Isra, Oktan, serta seluruh teman-teman di
Laboratorium Mikologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama
penelitian ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada,
ibu, dan adikku tercinta Resi dan Inez, serta sahabat-sahabatku tersayang, atas
doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat yang diberikan. Terima kasih untuk
kebersamaan yang singkat, penuh makna, dan sangat indah teruntuk teman-teman
seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2011 serta seluruh pihak

yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Eris Septiana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Mikrob Endofit, Hubungan dengan Inangnya, serta Peran bagi Manusia

Kunyit (Curcuma longa)
Identifikasi Cendawan Endofit
Histamin dan Bakteri Pembentuk Histamin
METODE
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Isolasi Cendawan Endofit
Identifikasi Cendawan Endofit
Penapisan Aktivitas Antibakteri dari Cendawan Endofit Hasil Isolasi
Uji Penghambatan Histamin dan Bakteri Pembentuk Histamin pada
Ikan Segar
Penapisan Fitokimia Fraksi Air Filtrat Cendawan Endofit Terpilih
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keragaman dan Distribusi Cendawan Endofit pada Tanaman Kunyit
Uji Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Penghasil Histamin
Uji Penghambatan Pembentukan Histamin pada Ikan Segar
Pembahasan
Keragaman dan Distribusi Cendawan Endofit pada Tanaman Kunyit
Uji Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Penghasil Histamin
Uji Penghambatan Pembentukan Histamin pada Ikan Segar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
1
2
2
2
3
3
3
4
5
6
7
7
8
8
8
10
10
11
12
12
12
19
21
24
24
26
28
31
31
31
31
37
44

DAFTAR TABEL
1 Karakter morfologi cendawan endofit asal seluruh organ tanaman kunyit
2 Cendawan endofit asal tanaman kunyit berdasarkan identifikasi
molekuler menggunakan daerah ITS
3 Diameter zona hambat (mm) fraksi air cendawan endofit terhadap
Morganella morganii FNCC 0122 menggunakan metode dual culture
setelah inkubasi 24 jam
4 Diameter zona hambat (mm) fraksi air cendawan endofit terhadap
Morganella morganii FNCC 0122 menggunakan metode difusi cakram
kertas setelah inkubasi 24 jam
5 Nilai log TPC bakteri penghasil histamin dari filet ikan tongkol setelah
kombinasi perlakuan (hubungan antara perlakuan perendaman dengan
suhu penyimpanan) setelah inkubasi 24 jam
6 Kadar histamin (ppm) filet ikan tongkol setelah kombinasi perlakuan
(hubungan antara perlakuan perendaman dengan suhu penyimpanan)
setelah inkubasi 24 jam
7 Uji penapisan fitokimia fraksi air filtrat cendawan endofit terpilih

12
17

20

21

22

23
24

DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi tanaman kunyit (Curcuma longa)
2 Diagram alur penelitian
3 Keragaman morfologi koloni cendawan endofit tanaman kunyit umur
14 hari pada media PDA.
4 Keragaman struktur mikroskopis morfologi cendawan endofit tanaman
kunyit dengan perbesaran 1000x
5 Amplifikasi PCR daerah ITS rRNA cendawan endofit kunyit
menggunakan primer ITS1 dan ITS4
6 Pohon filogenetik cendawan endofit asal tanaman kunyit
7 Sebaran cendawan endofit pada setiap organ tanaman kunyit
8 Kurva pertumbuhan cendawan endofit terpilih asal tanaman kunyit
pada media PDB inkubasi pada suhu kamar

4
7
14
15
16
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Organ tanaman kunyit yang digunakan dalam penelitian
2 Aktivitas antibakteri isolat A. foliicola, C. kusanoi, F. proliferatum,
F. verticillioides, dan P. ammophilae terhadap M. morganii dengan
metode dual culture pada media Nutrient Agar setelah inkubasi
selama 24 jam pada suhu kamar

38

39

3 Aktivitas antibakteri fraksi air filtrat isolat A. foliicola dan F. verticillioides
terhadap M. morganii dengan metode difusi cakram kertas pada media
Mueller Hinton Agar setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu kamar
40
4 Populasi bakteri penghasil histamin asal filet ikan tongkol segar pada
media Niven yang dimodifikasi setelah inkubasi selama 24 jam pada
variasi suhu penyimpanan
41
5 Pengukuran kadar histamin filet ikan tongkol segar semi kuantitatif dengan
metode kromatografi lapis tipis 2 dimensi setelah perlakuan
42
6 Penapisan fitokimia fraksi air filtrat isolat A. foliicola dan F. verticillioides 43

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman Famili Zingiberaceae yang
tumbuh di kawasan Asia Tenggara. Masyarakat Indonesia telah lama
memanfaatkan tanaman kunyit untuk berbagai keperluan seperti bumbu masakan,
pewarna alami makanan, dan menyembuhkan beberapa penyakit. Penggunaan
tanaman kunyit baik tunggal maupun dikombinasikan dengan garam juga
digunakan sebagai pengawet alami untuk daging ikan segar guna memperpanjang
masa simpan daging ikan (Akter et al. 2013). Tanaman obat telah diketahui
merupakan sumber potensial cendawan endofit yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan senyawa bioaktif (Ginting et al. 2013). Tanaman kunyit sebagai
tanaman obat mengandung berbagai cendawan endofit yang memiliki aktivitas
biologis yang sama atau mirip dengan inangnya (Zhao et al. 2011). Cendawan
endofit merupakan cendawan yang hidup di dalam jaringan tanaman yang
mempunyai peranan menguntungkan kepada inangnya dengan cara menghasilkan
senyawa bioaktif untuk perlindungan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Dai et
al. 2008). Lebih lanjut, tanaman inangnya menyediakan lingkungan yang sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan endofit (Barrow et al. 2008).
Histamin merupakan senyawa kimia yang secara normal diproduksi dari
hasil dekarbokilasi senyawa histidin bebas dengan bantuan enzim L-histidine
decarboxylase yang dihasilkan oleh bakteri pembentuk histamin yang biasa
ditemukan pada ikan golongan Skombroid (Bjornsdottir et al. 2009). Pada kondisi
normal, orang yang memakan ikan yang mengandung kadar histamin rendah
hanya akan menyebabkan efek ringan, namun dalam asupan besar akan
menyebabkan keracunan histamin seperti diare, sakit kepala, tekanan darah
rendah, dan alergi kulit (Wohrl et al. 2004). Oleh karena itu, kadar histamin perlu
dikendalikan untuk mengurangi kejadian keracunan histamin, khususnya setelah
mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin. Selain itu, Indonesia sebagai
Negara pengekspor produk perikanan perlu memperhatikan permasalahan
kandungan histamin pada ikan. Terlebih pada tahun 2004 dalam laporan Rapid
Alert System for Feed and Food (RASFF) Uni Eropa, Indonesia mengalami 27
kasus penolakan ekspor tuna akibat kandungan histamin yang melebihi ambang
batas yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa (European Communities, 2004).
Jumlah kasus penolakan komoditas tuna dari Indonesia merupakan yang tertinggi,
karena dalam tahun tersebut terdapat total 32 kasus penolakan ikan tuna dari
seluruh Negara pengekspor ikan tuna ke Eropa.
Beberapa studi dengan menggunakan ekstrak kunyit sebagai penghambat
bakteri pembentuk histamin telah dilakukan. Paramasivam et al. (2007)
melaporkan bahwa ekstrak rimpang kunyit pada konsentrasi 5% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk histamin, Morganella morganii dan
juga sebagai bahan penghambat pembentukan histamine. Penelitian tentang
penghambatan pertumbuhan bakteri pembentuk histamin pada daging ikan segar
di Indonesia masih terbatas pada pemanfaatan senyawa bioaktif yang berasal dari

2

tanaman obat, garam, dan asam-asam organik. Sampai saat ini belum ada laporan
yang menyebutkan penggunaan cendawan endofit untuk menghambat
pertumbuhan bakteri penghasil histamin dan pembentukan histamin pada ikan.
Oleh karena itu, penelitian berupa aplikasi ekstrak cendawan endofit asal tanaman
kunyit akan memberikan informasi tentang kemampuan cendawan endofit sebagai
bahan alam alternatif untuk menurunkan kadar histamin dalam ikan.

Perumusan Masalah

1. Setiap tumbuhan mengandung cendawan endofit yang memiliki keragaman
hayati yang tinggi dan berpeluang sebagai novel spesies.
2. Rimpang tanaman kunyit telah banyak dimanfaatkan sebagai pengawet alami
ikan
3. Cendawan endofit asal tanaman kunyit dapat menjadi agens penghasil
senyawa antimikrob penyebab kerusakan makanan
4. Penelitian mengenai keragaman cendawan endofit dari seluruh organ tanaman
kunyit belum banyak dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui keragaman cendawan
endofit asal tanaman kunyit, dan menguji kemampuan isolat cendawan endofit
tersebut dalam menghambat pembentukan histamin pada ikan segar.

Manfaat Penelitian

Pengetahuan keragaman cendawan endofit asal seluruh organ tanaman
kunyit pada penelitin ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang
persebaran dan spesifisitas antara cendawan endofit dengan organ tanaman
inangnya, sehingga mampu memperkaya pengetahuan tentang hubungan
cendawan endofit dengan tanaman inangnya. Hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai peran mikrobiologi khususnya potensi
cendawan endofit tanaman kunyit dalam bidang pangan melalui kemampuannya
sebagai pegawet alami. Kemampuan sebagai pengawet alami ini terjadi dengan
cara menghambat pertumbuhan bakteri khususnya bakteri penghasil histamin dan
menghambat pembentukan histamin pada ikan segar. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat dijadikan upaya untuk mendukung peningkatan ketahanan pangan yang
dicanangkan oleh pemerintah.

3

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah meliputi identifikasi cendawan
endofit tanaman kunyit berdasarkan karakteristik morfologi dan daerah ITS
rRNA, serta analisis kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri
penghasil histamin serta penghambatan pembentukan histamin. Karakteristik
morfologi meliputi morfologi secara mikroskopis, sedangkan analisis daerah 18S
rRNA meliputi isolasi DNA genom, amplifikasi, hingga konstruksi pohon
filogenetik. Untuk mengetahui kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan
bakteri penghasil histamin, dilakukan dengan uji in vitro dengan metode dual
culture dan difusi cakram kertas. Sedangkan untuk mengetahui kemampuannya
dalam menghambat pembentukan histamin pada ikan dilakukan dengan metode
kromatografi lapis tipis dua dimensi.

TINJAUAN PUSTAKA

Mikrob Endofit, Hubungan dengan Inangnya, serta Peran bagi Manusia

Pengertian endofit mengacu kepada organisme yang seluruhnya atau
sebagian siklus hidupnya mengkolonisasi jaringan tumbuhan hidup, kolonisasi
bersifat netral atau mutualisme dan tidak menimbulkan gejala penyakit. Peneliti
pertama yang mengenalkan istilah endofit ialah De Bary tahun 1866 dengan
istilah awalnya epifit untuk cendawan yang hidup di permukaan inangnya dan
endofit untuk yang hidup di dalam jaringan tumbuhan. Mikrob endofit merupakan
mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu tanpa
membahayakan inangnya (Hallmann et al. 1997). Oleh karena itu hampir di dalam
semua jaringan tanaman yang sehat terdapat mikrob endofit. Selain tidak
membahayakan inangnya, mikrob endofit juga dapat memberikan manfaat bagi
inangnya. Mikrob endofit sangat sinergis dengan inangnya dan mikrob endofit
mampu menghasilkan senyawa khusus, seperti metabolit sekunder, untuk
melindungi inangnya dari serangan hama dan penyakit (Taechowisan et al. 2005)
dan membantu inangnya untuk beradaptasi pada kondisi cekaman (Khan 2007).
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari cendawan endofit,
terutama menyangkut pemanfaatan metabolit sekunder untuk obat-obatan dan
agrokimia. Beberapa manfaat cendawan endofit diantaranya sebagai antibiotik,
antivirus, antikanker, antioksidan, antidiabetes, imunosupresif, dan insektisida
(Strobel dan Daisy 2003). Khasiat yang dimiliki berhubungan dengan jenis
senyawa bioaktif yang terkandung dalam mikrob endofit itu sendiri. Tan dan Zou
(2001) mengelompokkan senyawa bioaktif tersebut dalam beberapa kelompok
diantaranya adalah alkaloid, steroid, terpenoid, isokumarin, kuinon, flavonoid,
lignan, peptida, fenol dan asam fenolat, senyawa alifatik, metabolit klorinat dan
beberapa senyawa lainnya.

4

Selain itu, cendawan endofit juga mampu untuk melakukan proses
metabolisme dan biotransformasi senyawa kimia tertentu menjadi senyawa
turunannya (Prana et al. 2010). Cendawan endofit Diaporthe sp. dapat mengubah
senyawa kurkumin
menjadi
senyawa
turunannya
yaitu
(3R,5R)tetrahidrokurkumin,
(3R,5S)-heksahidrokurkumin,
neoheksahidrokurkumin,
(3S,5S)-oktahidrokurkumin, dan meso-oktahidrokurkumin yang memiliki nilai
IC50 lebih rendah dari kurkumin dalam penghambatan peroksidasi lipid pada
mikrosom hati tikus sehingga memiliki kemampuan antioksidan yang lebih baik
dari kurkumin (Maehara et al. 2011). Selain itu cendawan endofit HF4 dan HF6
yang terdapat di dalam rimpang kunyit mempunyai kemampuan sebagai
antimikrob terhadap bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi, Bacillus subtilis,
Staphylococcus aureus, dan Proteus vulgaris (Jalgaonwala et al. 2010).

Kunyit (Curcuma longa)

Curcuma longa Linn. syn. C. domestica Valeton (Gambar 1) merupakan
tumbuhan tropis yang banyak ditanam di kawasan Asia dan kawasan lain yang
mempunyai iklim yang sesuai. Tumbuhan ini merupakan golongan herba yang
merupakan anggota Zingiberaceae. Tumbuhan ini dapat tumbuh sampai tinggi 1
m, dengan daun berbentuk oval dan tersususn dalam rumpun (Wickenberg et al.
2010)

a

b
c
f

e

d

Gambar 1 Morfologi tanaman kunyit (Curcuma longa): daun (a); bunga (b);
infloresen (c); akar (d); batang (e); rimpang (f)
Kunyit merupakan salah satu tumbuhan Famili Zingiberaceae yang paling
sering diteliti kandungan fitokimianya. Sedikitnya terdapat 235 senyawa fitokimia
yang berhasil diisolasi dari daun, bunga, dan rimpang. Senyawa-senyawa tersebut
diantaranya ialah golongan senyawa fenolik, terpen, sterol, alkaloid, dan senyawa
lainnya. Kandungan kurkuminoid pada kunyit sangat beragam bergantung pada

5

varietas, lokasi, kondisi pertumbuhannya (Li et al. 2011), dan umur tanaman
(Paryanto dan Srijanto 2006). Secara umum, kunyit banyak digunakan sebagai
bumbu masakan, pewarna alami, dan sebagai obat untuk berbagai macam
penyakit. Rimpang kunyit juga digunakan sebagai bahan pengawet alami untuk
daging dan ikan yang dapat memperpanjang masa simpan dan mengurangi
populasi bakteri pembusuk (Purwani dan Muwakhidah 2008). Cikrikci et al.
(2008) melaporkan bahwa senyawa dalam kunyit yang berperan sebagai
antimikrob adalah kurkumin.

Identifikasi Cendawan Endofit

Kultur cendawan endofit dapat diidentifikasi melalui karakter morfologi dan
molekuler. Karakter molekuler dapat melengkapi data morfologi dalam
identifikasi karena lebih spesifik. Salah satu pendekatan analisis molekuler yang
telah banyak digunakan ialah dengan menggunakan sekuens daerah internal
transcribed spacer (ITS) yang terdiri atas daerah ITS1 dan ITS2. Daerah ITS1
terletak diantara gen 18s rRNA dan 5.8s rRNA, sedangkan daerah ITS2 terletak
diantara gen 5.8s rRNA dan 28s rRNA (Fujita et al. 2001). Kedua daerah ITS
merupakan DNA non-coding yang terletak pada nukleus (White et al. 1990). Gen
5.8s merupakan gen yang conserve (Hillis dan Dixon 1991), sedangkan daerah
ITS (ITS1 dan ITS2) merupakan daerah yang memiliki keragaman sekuens
diantara spesies sehingga dapat digunakan untuk identifikasi hingga tingkat
spesies (Lee et al. 1998). Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa daerah ITS
rDNA berhasil digunakan dalam identifikasi cendawan endofit. Ukuran gen 5.8s
relatif identik untuk semua spesies cendawan, sedangkan ukuran daerah ITS
bervariasi bergantung pada spesies cendawan (Fujita et al. 2001). Pada cendawan,
ukuran daerah ITS1 sangat beragam sekitar 180 pb dan ITS2 sekitar 170 pb,
sedangkan ukuran subunit 5.8s sekitar 160 pb (Nilsson et al. 2010).
Analisis urutan DNA penyandi ribosom, terutama daerah ITS telah
digunakan untuk identifikasi cendawan endofit. Ho et al. (2012) berhasil
mengidentifikasi beberapa genus seperti Colletotrichum, Guignardia, Hypoxylon,
Nigrospora, Phomopsis dan Xylaria dari inang tanaman Rutaceae dan Lauraceae
menggunakan bantuan primer ITS1 dan ITS4. Genus cendawan endofit
Acremonium furcatum, Chaetomium globosum, Cylindrocarpon pauciseptatum,
Paecilomyces marquandii, dan Trichoderma citrinoviride berhasil diisolasi dari
tanaman Actinidia macrosperma, yang merupakan tanaman obat asal Tiongkok
dan berhasil diidentifikasi secara molekuler menggunakan bantuan primer ITS4
dan ITS5 (Lu et al. 2012). Di Indonesia, penggunaan daerah ITS untuk
identifikasi cendawan secara molekuler juga telah dilaporkan. Ginting et al.
(2013) melaporkan bahwa cendawan endofit Acremonium, Beltraniella,
Cylindrocarpon, Colletotrichum, Curvularia, Fusarium, dan Glomerella berhasil
diisolasi dari tanaman jahe merah dengan bantuan primer ITS1 dan ITS4.

6

Histamin dan Bakteri Pembentuk Histamin

Histamin merupakan senyawa yang terbentuk dari dekarboksilasi histidin
oleh enzim L-Histidine Decarboxylase (LHD) yang terdapat secara alamiah dalam
jaringan daging ikan. Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim
selama proses autolisis sangat rendah jika dibandingkan dengan histamin yang
dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses pembusukan berlangsung
(Kusmawarti dan Indriati 2008). Pada kadar histamin yang rendah, senyawa ini
tidak terlalu berbahaya bagi yang mengkonsumsinya. Tubuh manusia mempunyai
sistem untuk menetralkan racun yang masuk lewat saluran pencernaan. Enzim
pencerna histamin yang berperan dalam tubuh manusia antara lain monoamin
oksidase, diamin oksidase, dan histamin-N-metiltransferase yang bekerja
mengubah histamin menjadi senyawa yang tidak toksik. Namun kinerja enzim
tersebut hanya pada keadaan asupan histamin yang normal (Heruwati et al. 2008)
yaitu di bawah 100 mg/ 100 g (Mc Lauchlin et al. 2005), sehingga perlu
diwaspadai terutama pada kasus asupan histamin yang melebihi ambang batas
normal yang dapat dicerna oleh enzim penetral histamin (Heruwati et al. 2008).
Ikan skombroid (tuna, tongkol, kembung, haring, marlin, bonito, dan
cakalang) secara alami mengandung kadar histidin (senyawa tidak toksik) yang
diubah menjadi histamin (senyawa toksik) oleh enzim LHD yang dihasilkan oleh
bakteri pencemar produk ikan jika kondisi penyimpanan produk tidak layak.
Histamin merupakan senyawa yang tahan panas, dan bertahan hingga proses
pengolahan selanjutnya setelah penyimpanan serta pengalengan. Konsumsi ikan
yang mengandung kadar histamin melebihi 100 mg/ 100 g dapat menyebabkan
keracunan histamin.
Ada dua macam histidin dalam daging ikan yaitu histidin bebas dan histidin
terikat dalam protein. Hanya histidin bebas yang dapat mengalami dekarboksilasi
menjadi histamin. Histidin bebas yang terdapat pada daging ikan erat sekali
hubungannya dengan terbentuknya histamin dalam daging. Semua daging ikan
yang berwarna merah seperti cakalang, marlin dan sardin, tinggi kandungan
histidin bebasnya (Pan 1984). Menurut Lehane dan Olley (2000); Tsai et al.
(2007) bahwa jumlah histamin yang dihasilkan dari aktivitas bakteri lebih banyak
daripada hasil reaksi autolisis. Jumlah histamin yang dikandung oleh ikan
dipengaruhi oleh jumlah mikrob atau bakteri yang terdapat pada ikan tersebut.
Menurut Kim et al. (2003) akumulasi histamin dimulai ketika populasi bakteri
melebihi 5 x 105 koloni/g.
Bakteri utama yang melakukan aktivitas LHD dan HFP ialah anggota dari
famili Enterobacteriaceae. Jenis bakteri tersebut antara lain: Citrobacter freundii,
Clostridium perfringens, E. Aerogenes, H. Alvei, K. Pneumonia, M. morganii,
Proteus sp., dan V. Alginolyticus (Kusmawarti dan Indriati 2008). Bakteri
penghasil histamin sebagai cemaran dapat dijumpai pada berbagai tahapan dalam
rantai pengolahan ikan, mulai dari penurunan ikan dari kapal, proses pengolahan,
atau dalam distribusi bahkan hingga di lingkungan rumah. Proses pengawetan dan
pengolahan ikan ditujukan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri. Banyak cara yang telah dilakukan untuk mencegah atau menghambat
proses perubahan yang disebabkan oleh bakteri, antara lain dengan menyiangi
ikan, merendam ikan dalam zat kimia, menggunakan es batu yang telah diberi zat

7

antibakteri atau melalui proses pembekuan (Clucas dan Ward 1996). Pengaturan
suhu penyimpanan produk yang tepat dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan
pembentukan histamin (Mc Lauchlin et al. 2005).

METODE

Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian yang telah dilaksanakan (Gambar 2) meliputi isolasi
dan identifikasi cendawan endofit tanaman kunyit berdasarkan karakteristik
morfologi dan molekuler, uji aktivitas antibakteri pembentuk histamin, serta uji
penghambatan pembentukan histamin pada ikan segar.

Isolasi Cendawan Endofit
Identifikasi Cendawan Endofit

Karakteristik Morfologi
Makroskopis

Karakteristik Molekuler

Mikroskopis

Analisis Gen ITS rRNA

Uji aktivitas antibakteri pembentuk histamin metode dual culture
Uji aktivitas antibakteri pembentuk histamin metode difusi cakram kertas

Uji penghambatan pembentukan histamin
Uji penapisan fitokimia

Gambar 2 Diagram alur penelitian

8

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2012 hingga November
2013 di Laboratorium Mikologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB dan
Laboratorium Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi LIPI.

Isolasi Cendawan Endofit

Tanaman kunyit yang digunakan berasal dari kecamatan Tanah Sareal,
Bogor, Jawa Barat. Organ tanaman yang digunakan sebagai sumber isolasi
meliputi akar, rimpang, batang, daun, infloresen, dan bunga. Isolasi cendawan
endofit mengikuti metode Hallmann et al. (2006). Masing-masing potongan organ
tanaman dipotong sepanjang 2 cm untuk akar, rimpang, dan batang, sedangkan
bagian daun, infloresen, dan bunga dipotong sebesar 2x2 cm. Seluruh organ yang
telah dipotong kemudian dibilas dengan air leding mengalir untuk membersihkan
dari debu dan selanjutnya dikeringudarakan di suhu ruang menggunakan kertas
saring steril. Sterilisasi permukaan masing-masing organ dilakukan dengan
merendam organ dalam etanol 70% selama 1 menit, sodium hipoklorit 5.3 %
selama 5 menit, etanol 70% selama 30 detik dan dibilas secara aseptis
menggunakan akuades steril 3 kali. Seluruh sampel dikeringkan selama 6 jam di
atas kertas saring steril di dalam laminar. Sampel kemudian dipotong sepanjang 1
cm untuk akar, rimpang, dan batang, sedangkan untuk daun, infloresen, dan bunga
dipotong dengan ukuran 1x1 cm. Tiga potongan masing-masing organ diletakkan
di atas media agar-agar Low Carbon Agar (LCA) di dalam cawan Petri (diameter
9 cm) yang mengandung rose bengal (25 mg/L) sebagai fungistatik dan juga
kloramfenikol (250 mg/L) sebagai penekan pertumbuhan bakteri. Masing-masing
organ dilakukan 3 kali pengulangan. Sebagai kontrol negatif, sebanyak 1 mL
akuades steril bilasan terakhir juga disebar di atas media agar-agar LCA. Cawan
Petri kemudian diinkubasi pada suhu kamar. Seluruh koloni cendawan yang
tumbuh kemudian dimurnikan dengan cara mengambil sekelumit hifa dan ditanam
pada media agar-agar LCA tanpa rose bengal dan kloramfenikol, selanjutnya
diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari.

Identifikasi Cendawan Endofit

Cendawan endofit hasil isolasi diidentifikasi berdasarkan morfologi
menggunakan karakteristik koloni dan spora (Barnett dan Hunter 1998) dan
analisis molekuler menggunakan sekuens ITS1, ITS2, dan 5.8s dari rDNA dengan
menggunakan pasangan primer ITS1 (5'-TCCGTAGGTGAACCTGCGG-3')
sebagai primer forward dan ITS4 (5'-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3') sebagai
primer reverse (White et al. 1990). Pengamatan karakter morfologi kapang
endofit meliputi pengamatan koloni secara makroskopis dengan mengamati
warna, tipe miselium, dan pola pertumbuhan kapang dalam media PDA berumur 7

9

hari dan pengamatan spora secara mikroskopis sediaan preparat berumur 14 hari
dengan pewarnaan lactophenol cotton blue untuk mengamati hifa, konidiofor, dan
tipe konidianya. Isolasi DNA menggunakan metode CTAB (Sambrook dan Russel
2001). Miselium fungi ditumbuhkan di dalam Erlenmeyer 50 mL yang berisi
media Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi di atas shaker dengan
kecepatan 120 rpm pada suhu 29 °C selama 7 hari. Miselium dipanen dengan
menyaring hasil fermentasi dengan menggunakan kertas saring steril dan dicuci
dengan akuades steril, kemudian dimasukkan dalam mortar steril dan digerus
dengan penggerus steril dengan ditambahkan nitrogen cair. Sekitar 0.5 g biomassa
kering dipindahkan ke dalam 1.5 mL tabung mikro yang berisi 600 µL larutan
buffer CTAB. Tabung kemudian dibolak-balik dan diinkubasi selama 30 menit
pada suhu 65 °C dan selanjutnya diinkubasi di dalam es selama 5 menit. Sebanyak
600 µL campuran kloroform:isoamilalkohol (24:1) ditambahkan ke dalam tabung.
Tabung kemudian dibolak-balik dan disentrifugasi pada 25,000 x g pada suhu 4
°C selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan
diekstraksi dengan 600 µL campuran fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1).
Tabung dibolak-balik dan disentrifugasi pada 25,000 x g pada suhu 4 °C selama
10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan dengan
0.1 x volume 2M NaOAc pH 5.2 dan 3 x volume etanol dan diinkubasi pada suhu
-20 °C selama 2 jam. Pelet DNA cendawan didapatkan dengan cara sentrifugasi
pada 25,000 x g pada suhu 4 °C selama 25 menit. Pelet DNA cendawan dicuci
dengan 500 µL 70% etanol, kemudian disentrifugasi pada 25,000 x g pada suhu 4
°C selama 5 menit. Pelet DNA cendawan dikeringkan di dalam ruang kedap udara
selama 5 menit dan dilarutkan dengan 0.2 x volume RNAse dan 30 µL buffer TE
steril dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit dan 70 °C
selama 10 menit.
Amplifikasi DNA dilakukan dengan membuat volume 30 µL yang
mengandung 10.5 µL air bebas basa, 15 µL 2x PCR mastermix (Promega), 0.75
µL 10 pmol masing-masing primer ITS1 dan ITS4, dan 3 µL (sekitar 250 ng/ µL)
templat DNA. Reaksi amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus sebagai berikut:
pre-denaturasi pada 95 °C selama 15 menit, denaturasi pada 95 °C selama 30
menit, annealing pada 55 °C selama 30 detik, pemanjangan pada 72 °C selama 1.5
menit, pemanjangan ulang pada 72 °C selama 5 menit, dan terakhir disimpan pada
suhu 25 °C selama 10 menit. Sebanyak 5 µL hasil PCR dielektroforesis
menggunakan 1% agarosa selama 30 menit, diwarnai dengan etidium bromida
selama 25 menit dan diamati di bawah lampu UV.
Pemurnian dan sekuensing hasil PCR menggunakan primer yang sama
dilakukan oleh PT FirstBase (Malaysia). Hasil sekuensing dianalisis
menggunakan program Chromas Pro dan dicocokkan dengan sekuens DNA
cendawan yang tersedia di MycoBank (http://www.mycobank.org) dan BLAST
(http://www.blast.ncbi.nlm.nih.gov/blast). Analisis filogeni dilakukan dengan
metode neighbor joining (NJ) dengan program MEGA5 (Tamura et al. 2011), dan
pohon filogenetik dibuat menggunakan model Tamura 3-parameter.

10

Penapisan Aktivitas Antibakteri dari Cendawan Endofit Hasil Isolasi

Bakteri uji penghasil histamin Morganella morganii FNCC 0122 didapatkan
dari Food and Nutrition Culture Collection, PAU Pangan dan Nutrisi UGM.
Bakteri kemudian ditumbuhkan pertama kali di media agar-agar Niven yang
dimodifikasi untuk meyakinkan bahwa bakteri uji tersebut menghasilkan
histamin. Metode dual culture (Zhang et al. 2009) digunakan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri. Masing-masing isolat murni cendawan endofit berumur 7
hari yang ditumbuhkan di dalam cawan Petri dilubangi dengan pelubang steril
(diameter 6 mm) dan diletakkan di permukaan media Nutrient Agar (NA) yang
telah mengandung bakteri uji berumur 24 jam. Cawan Petri diinkubasi pada suhu
ruang selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk disekitar potongan cendawan
endofit kemudian diukur dan dicatat.
Isolat cendawan endofit yang memberikan hasil positif pada uji dual culture
yang ditandai terbentuknya zona penghambatan dipilih untuk pengujian aktivitas
antibakteri dengan metode difusi cakram kertas. Isolat cendawan endofit terpilih
kemudian difermentasi dalam 100 mL media PDB dalam labu Erlenmeyer,
digoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 22 hari pada suhu ruang dengan tiga
kali ulangan. Setiap dua hari sekali dilakukan pemanenan biomassa miselium
untuk pembuatan kurva pertumbuhan cendawan endofit sekaligus pengukuran pH
media. Isolat kemudian ditumbuhkan kembali di dalam 2 L media PDB di dalam
labu Erlenmeyer, digoyang pada 120 rpm selama 15 hari (awal fase stasioner)
pada suhu ruang. Masing-masing isolat dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Pada
saat pemanenan, miselium disaring menggunkan saringan hampa udara yang
dilewatkan pada kertas saring steril untuk memisahkan antara filtrat dan biomassa.
Filtrat kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan dipartisi dengan akuades untuk
mendapatkan ekstrak etil asetat dan fraksi air, biomassa juga diekstrak dengan etil
asetat dan air. Metode difusi cakram kertas Kirby-Bauer digunakan untuk ekstrak
uji terhadap M. morganii FNCC 0122. Masing-masing ekstrak dengan seri
konsentrasi 10 000, 20 000, dan 40 000 ppm digunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri uji di dalam media Mueller Hinton Agar (MHA). Masingmasing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan. Diameter zona hambat (mm)
di sekitar cakram kertas setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang diukur
dan dicatat. Isolat yang memiliki aktivitas tertinggi serta konsentrasi tertinggi
ekstrak yang menghasilkan hasil positif pada uji antibakteri digunakan untuk uji
penghambatan pembentukan histamin dan bakteri pembentuk histamin pada ikan
segar.

Uji Penghambatan Histamin dan Bakteri Pembentuk Histamin pada Ikan
Segar

Uji dilakukan pada ikan tongkol segar yang didapatkan dari tempat
pelelangan ikan. Ikan segar dibilas dengan akuades steril dan dibersihkan isi perut
dan kulitnya untuk dibuat menjadi filet seberat 10 g. Potongan filet dibagi menjadi
2 kelompok, kelompok pertama direndam di dalam fraksi air filtrat cendawan

11

endofit terpilih selama 30 menit dan kelompok kedua tidak direndam. Pada
penelitian ini hanya fraksi air cendawan endofit yang digunakan karena ekstrak
etil asetat tidak mencukupi untuk dilakukan uji lebih lanjut. Masing-masing
kelompok dibagi menjadi 3 untuk perlakuan suhu penyimpanan pada suhu 0, 4,
dan 29 °C selama 24 jam. Seluruh filet kemudian diekstraksi dengan metanol.
Pengukuran kandungan histamin dilakukan oleh laboratorium toksikologi, Balai
Penelitian Veteriner, Bogor. Kandungan histamin yang terbentuk diukur secara
semi kuantitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Pelarut
pengembang yang digunakan ialah campuran aseton dan amonia (95:5) dan etanol
dan amonia (80:20). Lempeng kemudian disemprot dengan 0.1 % larutan
ninhidrin dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 menit
(Wortberg dan Gerd 1981). Bercak sampel yang terbentuk kemudian
dibandingkan dengan bercak standar. Angka lempeng total dari bakteri penghasil
histamin dari masing-masing filet ikan tongkol juga dianalisis dengan
menggunakan media modifikasi agar-agar Niven. Analisis data nilai log TPC
bakteri penghasil histamin dan kadar histamin setelah perlakuan dilakukan dengan
menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata
Duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.

Penapisan Fitokimia Fraksi Air Filtrat Cendawan Endofit Terpilih

Uji penapisan fitokimia meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
kuinon, kumarin dan steroid/triterpenoid (Fransworth 1996). Uji alkaloid
dilakukan dengan menambahkan sampel dengan NH4OH 25% dan kloroform.
Filtrat berupa larutan organik diekstraksi dengan HCl pekat. Lapisan asam
kemudian ditambah beberapa tetes pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan
merah bata dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan adanya alkaloid. Uji
steroid/triterpenoid sampel dimaserasi dengan eter selama 2 jam, lalu disaring.
Filtrat kemudian diuapkan dalam cawan penguap. Ke dalam residu ditambahkan
asam asetat glasial dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah,
hijau ungu dan akhirnya biru menunjukkan adanya kandungan
steroid/triterpenoid. Uji kumarin dilakukan dengan cara sampel ditambahkan eter,
kemudian disaring dan filtrat diuapkan. Setelah kering, ditambahkan air panas dan
didinginkan. Setelah dingin ditambahkan larutan amoniak 10%. Adanya
fluoresensi hijau atau biru pada sinar UV menunjukkan adanya kumarin
Pada uji flavonoid, saponin, tanin dan kuinon, sampel dididihkan dalam air
panas selama 5 menit, kemudian dibagi ke dalam 4 tabung reaksi. Tabung pertama
ditambahkan dengan serbuk magnesium, HCl pekat dan amil alkohol. Kocok
dengan kuat dan biarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan alkohol. Tabung
kedua dikocok kuat secara vertikal. Terbentuknya busa setelah didiamkan 10
menit dan tidak hilang setelah penambahan HCl 2N menunjukkan adanya
kandungan saponin. Tabung ketiga ditambahkan larutan FeCl3 1%. Timbulnya
warna hijau biru menunjukkan adanya kandungan tanin. Tabung keempat
ditambahkan dengan NaOH 1N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya
kuinon.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keragaman dan Distribusi Cendawan Endofit pada Tanaman Kunyit
Sebelas isolat cendawan endofit berhasil diperoleh dari seluruh organ
tanaman kunyit. Kesebelas isolat tersebut didapatkan dari organ akar (1 isolat),
batang (1 isolat), bunga (2 isolat), daun (1 isolat), infloresen (2 isolat), dan
rimpang (4 isolat). Berdasarkan karakter morfologi, 11 isolat cendawan endofit
yang berhasil didapatkan dalam penelitian ini terdiri atas 4 genus yang didominasi
oleh Fusarium dengan persentase lebih dari 50% dari seluruh isolat dan 2 isolat
hanya teramati sebagai miselium sterilia (Tabel 1). Pada penelitian ini juga dapat
diamati bahwa tidak terdapat pertumbuhan cendawan pada kontrol negatif
sehingga dapat diyakini bahwa seluruh isolat yang berhasil didapatkan merupakan
cendawan endofit bukan epifit. Berdasarkan pengamatan makroskopis cendawan
endofit pada media PDA, Fusarium yang merupakan genus yang mendominasi
menunjukkan tipe miselium yang seperti kapas, berwarna putih, kemerahan, atau
ungu dengan pola pertumbuhan miselium yang cepat dan hampir memenuhi
cawan pada umur 7 hari (Gambar 3). Pengamatan secara mikroskopis dengan
pewarna lactophenol cotton blue pada perbesaran 1000x didapatkan bagianbagian cendawan endofit meliputi hifa, konidiofor, dan konidium (Gambar 4).

Tabel 1 Karakter morfologi cendawan endofit asal seluruh organ tanaman kunyit
(Curcuma longa)
Cendawan endofit

Karakter morfologi

Organ

Athrobotrys sp.

Konidiofor panjang, ramping, sederhana, hialin,

akar

(ClA3)

konidium hialin, kadang bersekat 2, oval memanjang,
ukuran 5.49-10.50 x 2.31-3.52 µm

Daldinia sp. (ClD1)

konidiofor hialin, kasar, bercabang tiga, dengan pohon

daun

sel konidiogen muncul di setiap ujung, konidium
hialin, lembut, elips, dengan dasar yang rata, ukuran
4.54-6.54 x 2.05-2.93 µm
Drechslera sp.

konidiofor kecoklatan, sederhana, konidium terbenam

(ClI1)

di ujung, gelap, beberapa sekat, silinder.

Fusarium sp. 1

konidiofor hialin, ramping, dan sederhana, konidium

(ClBn2)

hialin, makrokonidia, beberapa sekat, sedikit
melengkung, 1-2 sekat, mikrokonidia sekat tunggal,
oval, ukuran makrokonidia 12-20.11 x 2.35-3.45 µm,
mikrokonidia 6.23-11.06 x 2.42-4.06 µm

infloresen

bunga

13

Tabel 1 Karakter morfologi cendawan endofit asal seluruh organ tanaman kunyit
(Curcuma longa) (lanjutan)
Cendawan endofit

Karakter morfologi

Organ

konidiofor hialin, ramping, dan sederhana, konidium

Batang

Fusarium sp. 2

hialin, makrokonidia, beberapa sekat, sedikit

(ClBt1)

melengkung, 1-2 sekat, mikrokonidia sekat tunggal,
oval, ukuran makrokonidia 10.52-19.21 x 2.15-3.33
µm, mikrokonidia 6.38-10.58 x 1.83-3.05µm

Fusarium sp. 3

konidiofor hialin, ramping, dan sederhana, konidium

(ClI2)

hialin, makrokonidia, beberapa sekat, sedikit

infloresen

melengkung, 1-2 sekat, mikrokonidia sekat tunggal,
oval, ukuran makrokonidia 9.22-18.31 x 2.05-2.74
µm, mikrokonidia 3.61-5.53 x 1.14-2.29 µm
Fusarium sp. 4

konidiofor hialin, ramping, dan sederhana, konidium

(ClR2)

hialin, makrokonidia, beberapa sekat, sedikit

rimpang

melengkung, 1-2 sekat, mikrokonidia sekat tunggal,
oval, ukuran makrokonidia 10.12-21.21 x 2.25-3.44
µm, mikrokonidia 6.12-14.02 x 1.76-3.07 µm
Fusarium sp. 5

konidiofor hialin, ramping, dan sederhana, konidium

(ClR3)

hialin, makrokonidia, beberapa sekat, sedikit

rimpang

melengkung, 1-2 sekat, mikrokonidia sekat tunggal,
oval, ukuran makrokonidia 11.13-22.22 x 2.35-3.55
µm, mikrokonidia 4.19-7.75 x 1.93-2.42 µm
Fusarium sp. 6

konidiofor hialin, ramping, dan sederhana, konidium

(ClR4)

hialin, makrokonidia, beberapa sekat, sedikit

rimpang

melengkung, 1-2 sekat, mikrokonidia sekat tunggal,
oval, ukuran makrokonidia 29.12-29.44 x 4.61-4.77
µm, mikrokonidia 13.34-16.96 x 3.95-4.28 µm
Miselium sterilia 1

Konidium tidak teramati

bunga

Konidium tidak teramati

rimpang

(ClBn3)
Miselium sterilia 2
(ClR1)

14

b

a

3 cm

d

c

e

f

3 cm

3 cm

g

3 cm

3 cm

h

3 cm

i

3 cm

3cm

3 cm

j

k

3 cm

3 cm

Gambar 3 Keragaman morfologi koloni cendawan endofit tanaman kunyit umur
14 hari pada media PDA: ClD1 (a), ClBn2 (b), ClBn3 (c), ClI1 (d),
ClBt1 (e), ClI2 (f), ClR1 (g), ClR2 (h), ClR3 (i), ClR4 (j), ClA3 (k)

15

a

b

c

3

1

2

3

2

1

1
50 µm

50 µm

d

50 µm

e

2

f
1
3

3
2

4
1

2
4

3

1

50 µm

g

50 µm

50 µm

h

1

i

2

3
3

1
1

2
50 µm

50 µm

50 µm

k

j
3
2
1

1

3
2

50 µm

50 µm

Gambar 4 Keragaman struktur mikroskopi morfologi koloni cendawan endofit
tanaman kunyit dengan perbesaran 1000x: ClD1 (a), ClBn2 (b),
ClBn3 (c), ClI1 (d), ClBt1 (e), ClI2 (f), ClR1 (g), ClR2 (h), ClR3 (i),
ClR4 (j), ClA3 (k). Hifa (1); konidiofor (2); konidium/mikrokonidia
(3); makrokonidia (4)

16

Terbentuknya pita tunggal pada hasil elektroforesis produk PCR DNA
cendawan endofit menunjukkan bahwa proses isolasi DNA cendawan endofit
berhasil dilakukan pada kesebelas isolat cendawan endofit asal tanaman kunyit
(Gambar 5). Kesebelas pita tunggal yang terbentuk berada pada kisaran pasang
basa yang hampir mirip. Selain itu, jika disejajarkan dengan DNA marker 1Kb
maka letak pita tunggal kesebelas isolat cendawan endofit berada di antara 500
dan 750 pb.

1000 pb
750 pb
500 pb
250 pb

Gambar 5 Amplifikasi PCR daerah ITS rRNA cendawan endofit kunyit
menggunakan primer ITS1 dan ITS4: Marker 1 Kb, sumur ke-1 s/d 11
yaitu ClA3, ClBn2, ClBn3, ClBt1, ClD1, ClI1, ClI2, ClR1, ClR2,
ClR3, ClR4

Berdasarkan hasil analisis blast, kesamaan isolat cendawan endofit dengan
spesies yang ada di MycoBank dan GenBank bervariasi mulai dari 81 sampai
dengan 100% yang diidentifikasi ke dalam 9 spesies (Tabel 2). Delapan isolat
cendawan endofit yang didapatkan dari hasil isolasi pada penelitian ini memiliki
kemiripan sekuen sebesar 100% dengan sekuen spesies pembanding di GenBank.
Kedelapan isolat tersebut yaitu isolat ClA3 yang memiliki kemiripan dengan
Arthrobotrys foliicola, isolat ClD1 dengan Daldinia eschscholzii, isolat ClR3
dengan Fusarium oxysporum, isolat ClBt1, ClI2, dan ClR2 yang ketiganya
memiliki kemiripan dengan Fusarium proliferatum, isolat ClR4 dengan Fusarium
solani, dan isolat ClBn2 dengan Fusarium verticillioides. Isolat yang lain yaitu
isolat ClBn3 memiliki kemiripan sekuen sebesar 99% dengan Phanerochaete
chrysosporium. Sedangkan dua isolat memiliki kemiripan sekuen dibawah 95%
dengan sekuen spesies pembanding yaitu isolat ClR1 dengan kemiripan sekuen
sebesar 93% dengan Phaeosphaeria ammophilae dan isolat ClI1 dengan
kemiripan sekuen sebesar 81% dengan Cochliobolus kusanoi.

17

Tabel 2 Cendawan endofit asal tanaman kunyit (Curcuma longa) berdasarkan
identifikasi molekuler menggunakan daerah ITS
Spesies pembanding (GenBank)

Kelas

Kode
cendawan

No. akses
GenBank

%
kemiripan

Arthrobotrys foliicola

Orbiliomycetes

ClA3

U51954.1

100

Cochliobolus kusanoi

Dothideomycetes

ClI1

JX406559.1

81

Daldinia eschscholzii

Sordariomycetes

ClD1

JX139549.1

100

Fusarium oxysporum

Sordariomycetes

ClR3

KF264963.1

100

Fusarium proliferatum

Sordariomycetes

ClBt1

EU151488.1

100

Fusarium proliferatum

Sordariomycetes

ClI2

EU151488.1

100

Fusarium proliferatum

Sordariomycetes

ClR2

EU151488.1

100

Fusarium solani

Sordariomycetes

ClR4

EF117321.1

100

Fusarium verticillioides

Sordariomycetes

ClBn2

AB587012.1

100

Phaeosphaeria ammophilae

Dothideomycetes

ClR1

KF766146.1

93

Phanerochaete chrysosporium

Agaricomycetes

ClBn3

EU872426.1

99

Data analisis konstruksi pohon filogenetik menunjukkan bahwa kesebelas
isolat cendawan endofit yang diperoleh dari hasil isolasi didominasi oleh isolat
yang berkerabat dengan Fusarium dengan Rhizopus stolonifer isolat NNW643
digunakan sebagai outgroup (Gambar 6). Terdapat 3 isolat yang teridentifikasi
sebagai spesies yang sama karena memiliki kemiripan sekuen dengan spesies
pembanding Fusarium proliferatum. Ketiga isolat tersebut yaitu ClI2, ClR2, dan
ClBt1. Isolat ClI2 menunjukkan hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan
Fusarium proliferatum dibandingkan dengan dua isolat yang lain pada konstruksi
pohon filogenetik yang dibuat. Isolat ClR4 memiliki hubungan kekerabatan yang
dekat dengan Fusarium solani strain bxq637, sedangkan isolat ClR3 memiliki
hubungan kekerabatan yang dekat dengan Fusarium oxysporum. Isolat ClBn2 dan
isolat ClD1 masing-masing memiliki hu