Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Triadimefon dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih Rigidoporus lignosus

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch)
Biologi Penyakit
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) penyakit Jamur Akar Putih (JAP)
R. lignosus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Fungi

Divisio

: Basidiomycota

Kelas

: Basidiomycetes

Ordo

: Polyporales


Famili

: Polyporaceae

Genus

: Rigidoporus

Spesies

: Rigidoporus lignosus

R. lignosus mamiliki basidiospora bulat, tidak berwarna, dengan garis
tengah 2,8-5,0 µm, banyak dibentuk pada tubuh buah yang masih muda. Basidium
pendek (buntak), lebih kurang 16 x 4,5-5,0 µm, tidak berwarna, mempunyai
empat sterigma (tangkai basidiospora). Diantara basidium-basidium terdapat
banyak sistidium yang berbentuk gada, berdinding tipis dan tidak berwarna
(Gambar 1) (Semangun, 2008).

Gambar 1. Rigidoporus lignosus, B. basidium (a) dengan basidiospora (bs) dan sistidium (s).

(Semangun, 2008)

Gejala Serangan
Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga
kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman (Gambar 2). Pada serangan berat
akar tanaman membusuk, sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Penyakit
ini sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman
yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur
dan berpasir (Rahayu dan Dina, 2010).

Gambar 2. Tubuh Buah R. lignosus
Sumber:www.google.com

Penyakit JAP dapat menyerang di pembibitan sampai tanaman dewasa.
Serangan menyebabkan akar menjadi busuk dan biasanya pada permukaan
akar

ditumbuhi

miselium


jamur

menyerupai

akar

rambut

tanaman

berwarna putih kemudian kuning gading. Gejala ini baru terlihat apabila
daerah perakaran dibuka. Gejala luar yang nampak pada pohon terserang, daun
berwarna hijau kusam, permukaan daun menelungkup, kuning, layu dan gugur

sehingga tajuk pohon menipis akhirnya pohon menjadi gundul dan mati
(DirPerTan, 2001).
Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat
ke dalam, kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya
terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman

sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf).
Penyakit ini dapat mengakibatkan penurunan produksi 20-60% dan menimbulkan
kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh
negatif pada produksi kebun (Hutagaol dan Meilin, 2000).
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan JAP yaitu tunggul dan
sisa-sisa akar yang tertinggal di area kebun merupakan sumber infeksi, iklim
basah dan tanah yang gembur sangat membantu perkembangan JAP. Penyebaran
penyakit paling dominan adalah melalui kontak akar yaitu apabila akar sakit
bersinggungan dengan akar sehat tersebut akan segera terinfeksi (BPSP, 2008).
Tunggul atau sisa akar tanaman karet dan kayu hutan primer merupakan
sumber infeksi jamur akar putih yang paling penting pada pertanaman. Di antara
tunggul ini terdapat beberapa tunggul yang telah terinfeksi jamur akar putih dan
menjadi sumber penularan sangat efektif. Dari tunggul ini jamur akar putih
melalui kontak akar menular ke tunggul lain dekatnya dan menjadi sumber infeksi
baru. Pada tunggul tersebut jamur membentuk badan buah yang membebaskan
banyak

spora


ke

(Situmorang, 2004).

udara

dan

mendarat

ke

permukaan

tunggul

lain

Setelah patogen menginfeksi tanaman, perkembangan JAP selanjutnya
bergantung pada pH, kandungan bahan-bahan organik, kelembaban dan aerase

tanah. R. lignosus dapat tumbuh baik pada kelembaban di atas 90%, kandungan
bahan organik tinggi serta aerase yang baik. Apabila kondisi ini sesuai, patogen
dapat menjalar sejauh 30 cm dalam waktu 2 minggu (Sinulingga dan Eddy, 1989).
Pengendalian
Cara pencegahan penyakit jamur akar putih adalah sebagai berikut :
• Satu meter di sekitar tanaman karet harus bersih dari sisa - sisa akar dan
tunggul tanaman lainnya. Sisa akar dan tunggul ini harus dibongkar dan
dibakar supaya tidak menjadi sumber penyakit
• Menanam tanaman penutup tanah minimal satu tahun lebih awal dari
penanaman karet. Tanaman yang dianjurkan adalah jenis kacang- kacangan
seperti Calopogonium muconoides atau C. caeruleum, Centrosema pubescens,
Pueraria javanica. Jenis tanaman ini dapat membantu aktivitas mikroba untuk
mempercepat pembusukan sisa-sisa akar dan tunggul tanaman sehingga dapat
menekan perkembangan jamur penyebab penyakit
• Sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma
harzianum yang telah dicampur dengan kompos sebanyak 200 gram perlubang
tanam (1 kg T. harzianum dicampur dengan 50 kg kompos/ pupuk kandang)
(Yulfahri et al., 2012).
Langkah pengendalian yang dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan
JAP pada tanaman karet adalah:

• Lakukan pembongkaran dan pemusnahan tunggul sisa akar tanaman pada saat
persiapan lahan, karena merupakan tempat tumbuh jamur

• Gunakan bibit karet yang sehat dan bebas dari JAP
• Lakukan perlindungan tanaman di kebun dengan menaburkan belerang (cara
kimiawi) di sekitar perakaran tanaman sebanyak 100–200 g/pohon dengan
jarak 10 cm dari batang tanaman atau Trichoderma (cara biologis) dengan
dosis 100 g/pohon yang dilakukan setiap enam bulan
• Lakukan pemeliharaan tanaman secara teratur dan rutin agar pertumbuhan karet
sehat dan optimum
• Tidak menanam tanaman yang menjadi inang jamur akar di kebun karet, seperti
ubi kayu atau ubi jalar
• Bila tanaman karet telah terserang JAP, maka pengobatan JAP dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan kimia yang mengandung bahan aktif
triadimefon dengan dosis sesuai anjurannya. Lakukan proses pengobatan ini
secara berkala hingga tanaman kembali sehat (Prahmono, 2013).
Trichoderma sp.
Biologi Trichoderma sp.
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) Trichoderma sp. diklasifikasikan
dalam :

Kingdom

: Fungi

Divisio

: Deuteromycota

Class

: Deuteromycetes

Ordo

: Moniliales

Famili

: Moniliaceae


Genus

: Trichoderma

Spesies

: Trichoderma sp.

Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati
seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. koningii yang berspektrum luas pada
berbagai tanaman pertanian. Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma
berbeda-beda setiap spesiesnya. Kisarannya sekitar 7– 41°C. Trichoderma yang
dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30°C, namun pada suhu 35°C
cendawan ini tidak dapat tumbuh. pH optimum bagi Trichoderma berkisar antara
3-7. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah
kelembaban (Wahyudi, 2011).
Trichoderma sp. merupakan jamur saprofitik yang dapat hidup dalam
tanah, dan serasah kayu mati. Jamur hidup di berbagai tempat, mudah ditemukan,
berkembang dengan cepat dan diantaranya mampu membunuh jamur lain.
Trichoderma dikenal dengan konidianya yang berwarna hijau dan mengelompok

konidiopornya hialin, banyak cabang yang pialid, konidianya bersel satu, bulat
telur dan terdapat pada ujung pialid (Basuki dan Aron, 1994).
Ciri- ciri spesifik jamur Trichoderma sp. adalah miselium memiliki septat,
konidia bercabang banyak, dan ujung percabangannya merupakan sterigma,
membentuk konidia bulat atau oval, bewarna hijau terang, berbentuk bola- bola
berlendir (Gambar 3) (Fardiaz, 1989).

Gambar 3. Mikroskopis Trichoderma sp.

Mekanisme Antagonis Trichoderma sp.
Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan
parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman
(spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma sp. dapat menjadi hiperparasit
pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat
cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Trichoderma sp.
yang bersifat spesifik target, mengkoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi
akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agens
hayati (Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Trichoderma sp. bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan lain dengan

tumbuh mengelilingi miselium patogen. Mikoparasitisme dari Trichoderma sp.
merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap
dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma sp. yaitu dengan
cara

hifanya

membelok

ke

arah

cendawan

inang

yang

diserangnya

(Alfizar et al., 2013).
Mekanisme antagonis Trichoderma sp. dapat terjadi melalui 3 cara yaitu
persaingan baik ruang maupun nutrisi, antibiosis dengan menghasilkan toksin
antara lain Trichodermin dan asam sitrat serta menghasilkan enzim glukanase,
dan kitinase yang dapat menghancurkan hifa patogen dan sebagai mikoparasit
yang hidup pada tubuh patogen dengan cara melilit hifa dari patogen
(Susanna et al., 2010).

Trichodermin
Trichodermin adalah suatu anggota dari famili metabolit jamur yang
mendapat suatu ikatan kelompok ditandai dengan 12, 13-epoxytrichothecenes.
Biasanya sangat beracun untuk hewan dan tumbuhan dan telah dikenal sebagai
agen beracun penting secara medis. Trichodermin merupakan suatu penghambat
spesifik sintesa protein. Efek trichodermin pada sintesa protein secara in vitro
telah diselidiki dalam suatu rangkaian sistem in vitro didasarkan pada retikulum
kelinci (Wei et al., 1974).
Jamur T. harzianum dalam menekan pertumbuhan patogen mampu
memproduksi senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol dan
chrysophanol yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain. Trichoderma
juga menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon yang dapat
menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba patogen, diidentifikasikan
dengan rumus kimia 3-2-hydoxyprophyl- 4-2-hexadienyl)-2-5(5H)-furanon.
Trichoderma sp menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat
menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen
disekitarnya. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan
viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah
kecambah (Wahyudi, 2011).
Jamur endofit Trichoderma dapat menghasilkan suatu campuran sebagai
aktivitas fungisida. Trichodermin merupakan anggota dari famili 4β-aceoxy-12,
13- epoxytrichothecene. Trichodermin dapat menghambat Rhizoctonia solani
(Zhao et al., 2009). Untuk identifikasi morfologi biasanya ditumbuhkan pada
media OA, PDA, dan SNA selama 7- 14 hari pada suhu ruang 200 C di tempat

terang. Pengamatan dan pengukuran mikroskopik dibuat dari kaca mikroskop.
Untuk menghasilkan metabolit, strain diinokulasi pada media PDA dan diinkubasi
selama 10 hari pada suhu 200 C di tempat gelap (Chen et al., 2008).
Triadimefon

Triadimefon disediakan dalam bentuk wettable powder, emulsifiable
concentrate, suspensi concentrate yang digunakan pada buah, sayuran, gandum,
kopi , tebu, dan gulma. Triadimefon menghasilkan

racun mulut

akut

di laboratorium hewan, tetapi racun kulitnya rendah. Itulah yang menyebabkan
iritasi jika mata terkontaminasi. Triadimefon diserap melewati kulit (EPA, 2004).
Bahan kimia triadimefon memiliki potensi efek toksik kumulatif yang
rendah terhadap tanaman tetapi memiliki efek toksik yang cukup tinggi terhadap
manusia sehingga berpengaruh pada kesehatan manusia. Triadimefon termasuk
dalam kelompok pestisida yang disebut triazoles (conazoles) dan juga mencakup
fungisida propiconazole. Triadimenol merupakan metabolit dari triadimefon yang
bersifat toleran terhadap tanaman (Edwards, 2006).
Fotodegradasi pestisida sistemik ini memiliki kepentingan besar di bidang
pertanian, ekonomi dan lingkungan. Triadimefon dan triadimenol adalah dua
fungisida sistemik kuat terhadap penyakit embun tepung dan karat jamur.
Triadimenol bersifat metabolit utama pada tanaman dan jamur. Triadimefon
dianggap sebagai sebuah molekul bichromophorik yang terdiri dari karbonil non
konjugasi

dan

tergabung

dalam

kelompok

chlorophenoxy.

Kelompok

chlorophenoxy mampu mentransfer energi dengan cepat. Triadimenol bersifat
stabil pada fotodegradasi langsung secara alamiah. Triadimefon dapat
dinonaktifkan setelah iradiasi surya (Silva et al., 2001).

Fungisida triazole memiliki unsur senyawa 1,2,4 - triazole, alanin triazole,
dan asam asetat triazole. Untuk informasi mengenai mekanisme umum dari
toksisitas triazole dan upaya menentukan dosis bahan kimia triazole biasanya
dilihat dari kebijakan program pestisida (Edwards, 2006).

Gambar 4. Rumus Molekul Triadimefon
Sumber: pesticideinfo.org