Produktivitas Serasah Dan Laju Dekomposisi Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) Pada Beragam Dosis Kompos Yang Dicampur E

(1)

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI

KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH

SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI

(

Swietenia macrophylla

King ) PADA BERAGAM DOSIS

KOMPOS YANG DICAMPUR EM4

Sita Kurniasari

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan behwa tesis Produktivitas Serasah Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah, Laju Dekomposisi Dan Pengaruh Komposnya Dicampur EM4 Terhadap Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicamtumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Juli 2009

Sita Kurniasari NIM G353070171


(3)

SITA KURNIASARI. Productivity of Litter and the Rate of Decomposition in Mixed Garden of Senjoyo, Semarang, Central Java which is Followed by Laboratory Test on Media of Compost and EM4 to the Growth of Mahagony (Swietenia macrophylla King) Seedling. Under direction Dede Setiadi and Muhadiono

Productivity of plant litter is some materials such as leaves, branches, flowers and fruits which are fall on the surface ground at certain period per unit area. These litter are decomposed and the result is needed to maintain soil quality and may increase nutrient stock and others chemical compounds of soil to sustain the plant growth. The composition of plant species in mixed garden Senjoyo based on quadrate method analysis, is dominated by mahagony (Swietenia macrophylla) for tree stage with Important Value Index ( IVI) is61.87%. While for pole stage is dominated by coffee (Coffea arabica) with IVI 64.61%, and the sapling stage is dominated by the same species of tree stage with IVI 33.72 % . Furthermore the seedling stage is dominated by coffee (Coffea arabica) with IVI 27.99%. The highest coverage of underground species is ceplikan ( Synedrella nodiflora ) with IVI 37.02 %. The productivity of litter is 405.33 g/m2/week or 211.2 ton/ha/year. The average lost of litter weight is 0.63 gram/week which is mean 2.78 % weight lost / week. However, the highest lossing weight was in the first week, which is equal to 2.37 gram. The media combination between compost and EM4 as planting media has high significant effects to height and number of leaves of mahagony seedling. It has significant effects to leaf area index, fresh weight and dry weight seedling biomass, but it does not have significant effects to diameter . The best media is 20 % combination of compost and EM4 as planting media which has average value similar to 50% combination of compost and EM4.

Keywords : Litter, Rate of decomposition, Compost and EM4, Mahagony seedling


(4)

SITA KURNIASARI. Produktivitas Serasah Dan Laju Dekomposisi Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) Pada Beragam Dosis Kompos Yang Dicampur EM4 . Dibimbing oleh Dede Setiadi dan Muhadiono

Ketersediaan unsur hara penting bagi pertumbuhan vegetasi tanaman secara normal. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang diindikasikan oleh perbedaan produksi serasah, dekomposisi serasah dan kehilangan air tanah melalui infiltrasi air ke dalam tanah. Pengembalian unsur hara oleh tanaman ke tanah pada dasarnya berhubungan dengan produktivitas serasah dan dekomposisi sehingga tercipta siklus unsur hara yang stabil. Penelitian ini bertujuan mengkaji produktivitas dan laju dekomposisi serasah kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah dan membuktikan pengaruh kompos serasah yang dicampur EM4 dari kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah sebagai media tanam terhadap pertumbuhan anakan Swietenia macrophylla King (mahoni) di rumah kaca.

Metode penelitian anasilis vegetasi menggunakan metode kuadrat digunakan untuk analisis tumbuhan fase pohon, fase tiang, fase sapihan, dan fase anakan. Metode garis menyinggung digunakan untuk analisis tumbuhan penutup tanah dengan panjang transek 30m. Metode pengumpul produktivitas serasah menggunakan litter trap pengambilan serasah dilakukan setiap satu minggu sekali selama 16 minggu. Metode pengumpulan data laju dekomposisi menggunakan 16 kantung serasah diletakkan ditanah kebun campur Senjoyo setiap satu minggu sekali. Metode Pengomposan serasah menggunakan EM4 proses dekomposisi serasah dilaksanakan selama 30 hari.

Hasil penelitian menunjukkan komposisi vegetasi dominan kebun campur Senjoyo berdasarkan metode kuadrat fase pohon didominasi mahoni (Swietenia macrophylla King) INP sebesar 61.87 %, fase tiang didominasi kopi (Coffea arabica L) INP sebesar 64.61 %, fase sapihan didominasi mahoni (Swietenia macrophylla King) INP sebesar 33.72 %, dan fase anakan didominasi kopi (Coffea arabica L) INP sebesar 27.99 %. Tumbuhan penutup tanah didominasi ceplikan (Synedrella nodiflora L(Gaertn)) INP sebesar 37.07 %.

Total produktivitas serasah selama 16 minggu 405.33 gr/m2/minggu (211.2 ton/ha/th). Laju Dekomposisi Serasah menunjukkan rata-rata penurunan bobot sebesar 0.63 gram dengan rata-rata laju dekomposisi serasah 2.78 % / 1 minggu. Laju penurunan bobot serasah serasah tertinggi terjadi pada minggu ke 1 sebesar 2.37 gram .

Pemberian dosis kompos yang dicampur EM4 pada media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun mahoni, serta berpengaruh nyata terhadap indeks luas daun, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk mahoni, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter pada tingkat kepercayaan 95% dan 99%. Dosis terbaik kompos yang dicampur EM4 pada media tanam adalah dosis 20% yang memiliki nilai rataan satu kisaran dengan dosis 50% pada hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI

KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH

SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI

(

Swietenia macrophylla

King) PADA BERAGAM DOSIS

KOMPOS YANG DICAMPUR EM4

Sita Kurniasari

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla King)

Pada Beragam Dosis Kompos Yang Dicampur EM4 Nama Mahasiswa : Sita Kurniasari

NRP : G353070171

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, M.S Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc ( Ketua ) ( Anggota )

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin. M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus: 24 Juli 2009


(8)

(9)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat karunia dan bimbinganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis. Tesis dengan judul Produktivitas Serasah Dan Laju Dekomposisi Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) Pada Beragam Dosis Kompos Yang Dicampur EM4 , dimulai bulan Agustus 2008 samapai dengan Februari 2009.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS dan Dr. Ir I. Muhadiono, M.Sc, sebagai komisi pembimbing, penulis menyampaikan banyak terimakasih atas bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada suamiku, ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Juli 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 16 April 1973 sebagai anak kedua pasangan Syuhada dan Niek Purwanti. Pendidikan sarjana ditempuh di Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan lulus pada tahun 1997.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta sejak tahun 1997 sampai sekarang. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan dari Departemen Agama untuk melanjutkan pendidikan ke Pascasarjana Program Studi Biologi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1998 menikah dengan Eko Supriyadi, M.Pd dan dikaruniai seorang anak Ilham Nuzul Firman.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian... 2

Manfaat Penelitian... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kebun Campur ... 4

Pengertian Serasah ... 4

Produktivitas Serasah ... 5

Faktor Yang Mempenga\ruhi Produktivitas Serasah... 6

Dekomposisi Serasah ... 7

Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Serasah... 8

Laju Dekomposisi Serasah ... 9

Effective Mikroorganisme( EM4 ) ... 11

Biologi Swietenia macrophylla King ( mahoni )... 13

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 15

METODE PENELITIAN ... 16

Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16


(12)

Metode Pengumpulan Data Laju Dekomposisi... 18

Metode Pengomposan Serasah dengan EM4... 19

Percobaan Kompos Terhadap Fase Anakan Swietenia macrophylla ( mahoni)... 20

Parameter Yang Diukur... 20

Analisis Kimia Media Tanam... 21

Analisis Data ... 21

Analisis Data Vegetasi Dengan Metode Kuadrat ... 21

Analisis Data Tumbuhan Bawah Dengan Metode Garis menyinggung... ... 22

Analisis Data Produktivitas Serasah... 23

Analisis Data Laju Dekomposisi ... 23

Analisis Data Pengaruh Kompos... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

Struktur Dan Komposisi Vegetasi... 25

Produktivitas Serasah... 27

Laju Dekomposisi Serasah... 31

Analisis Kompos Dengan Campuran EM4 dan Media Tanam 33 Pengaruh Kompos Serasah dengan EM4 Terhadap Fase Anakan Mahoni... 35

KESIMPULAN DAN SARAN………... 46

Kesimpulan ………... 46

Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA... 47


(13)

Halaman

1. Tiga spesies paling dominan berdasarkan analisis vegetasi

metode kuadrat di kebun campur Senjoyo... 25 2. Lima spesies paling dominan berdasarkan analisis tumbuhan

penutup tanah metode garis menyinggung di kebun campur

Senjoyo... 26 3. Total produktivitas serasah setiap komponen selama 16

Minggu... 28 4. Hasil analisis kompos dengan campuran EM4 di kebun

campur Senjoyo... 33 5. Hasil analisis media tanam mahoni ( Swietenia

macrophylla King )... 34 6 Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap

tinggi mahoni……….……… 36

7. Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap

jumlah daunmahoni……….. 39

8. Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap

Indeks Luas Daun mahoni………..………. 41 9. Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap

bobot basah ... 43 10. Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh bobot kering... 44


(14)

Halaman

1. Peta Kabupaten Semarang, untuk O Lokasi Penelitian... 15

2. Metode kuadrat dengan ukuran A ( 20mx20m ) untuk fase pohon, B ( 10mx10m ) untik fase tiang, C ( 5mx5m ) untuk fase sapihan, dan D ( 2mx2m ) untuk fase anakan... 17

3. Metode garis menyinggung dengan panjang transek 30 m dan panjang interval 1m... 17

4. Penampungan serasah dengan litter trap... 18

5. Kantung serasah untuk mengukur laju dekomposisi... 19

6. Perubahan serasah selama 16 Minggu... 19

7. Tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King)... 26

8. Tanaman Kopi (Coffeaarabica L )... 27

9. Ceplikan ( Synedrella nodiflora L(Gaertn) )... 27

10 . Produktivitas Serasah kebun campur Senjoyo Selama 16 Minggu (g/m 2/mg)... .... 28

11. Laju Dekomposisi serasah di kebun campur Senjoyo selama 16 minggu... ... 31

12. Rata – rata tinggi tanaman mahoni 12 MST... 35

13. Rata – rata diameter tanaman mahoni 12 MST... 38

14. Rata – rata jumlah daun tanaman mahoni 12 MST... ... 39

15. Rata – rata indeks luas daun tanaman mahoni 12 MST …… …… .. 40

16. Rata – rata bobot basah tajuk tanaman mahoni 12 MST... 43


(15)

Halaman

1.

Hasil Analisis Vegetasi Fase Pohon... 52

2.

Hasil Analisis Vegetasi Fase Tiang... 52

3. Hasil Analisis Vegetasi Fase Sapihan... 53

4. Hasil Analisis Vegetasi Fase Sapihan... 53

5. Hasil Analisis Tumbuhan Penutup Tanah... 54

6. Data Produktivitas Serasah Daun Selama 16 Minggu ( gr/m2/minggu)... 55

7. Data Produktivitas Serasah Cabang/Ranting Selama 16 Minggu ( gr/m2/minggu)………... 56

8. Data Produktivitas Serasah Bunga/Buah Selama 16 Minggu ( gr/m2/minggu) ………... 57

9. Data Produktivitas Serasah Kulit Selama 16 Minggu ( gr/m2/minggu)... 58

10. Laju dekomposisi serasah di kebun campur Senjoyo selama 16 Minggu... 59

11. Data Tinggi Mahoni ( Swietenia macrophylla King ) ( gram )... 60

12 Data Diameter Batang Mahoni... 61

13. Data Jumlah Daun Mahoni... 62

14 Data Indeks Luas Daun Mahoni... 63

15. Data Bobot Basah Tajuk Mahoni... 63

16. Data Bobot Kering Tajuk Mahoni... 63

17. Hasil Analisis Ragam Tinggi Mahoni pada Tingkat Kepercayaan 95%... 64

18. Hasil Analisis Ragam Tinggi Mahoni pada Tingkat Kepercayaan 99%... 64

19. Hasil Analisis Ragam Diameter Mahoni pada Tingkat Kepercayaan 95%... 65

20. Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Mahoni pada Tingkat Kepercayaan 95%... 65


(16)

Kepercayaan 99%... 66 22. Hasil Analisis Ragam ILD Mahoni pada Tingkat Kepercayaan 95%.. 66 23. Hasil Analisis Ragam ILD Mahoni pada Tingkat Kepercayaan 99%.... 67 24. Hasil Analisis Ragam Bobot Basah Tajuk Mahoni pada Tingkat

Kepercayaan 95%... 67 25. Hasil Analisis Ragam Bobot Basah Tajuk Mahoni pada Tingkat

Kepercayaan 99%... 68 26. Hasil Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Mahoni pada Tingkat

Kepercayaan 95%... 68 27. Hasil Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Mahoni pada Tingkat

Kepercayaan 99%... 69 28. Data Curah Hujan Kebun Campur Senjoyo Pada Bulan


(17)

Latar Belakang

Kebun campur merupakan perpaduan dari berbagai jenis tanaman, atau perpaduan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian dalam sistem ini terdapat berbagai pohon, semak dalam satu areal tanah tertentu. Kebun campur Senjoyo terletak di Desa Senjoyo Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah, merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi unsur hara dalam biomassa, kemudian menjadi serasah yang selanjutnya menjadi humus melalui proses humifikasi. Lapisan serasah mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan produktivitas ekosistem, diantaranya dapat mencegah erosi dan menjaga struktur tanah dengan demikian memberikan kesempatan air meresap kedalam permukaan tanah. Serasah terurai menjadi unsur hara yang tersedia di dalam tanah untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Kesuburan tanah banyak dipengaruhi oleh flora dan fauna sebagai komponen biotik, iklim mikro, bahan induk dan sebagainya.

Ketersediaan unsur hara penting bagi pertumbuhan tanaman secara normal. Hilangnya beberapa unsur hara dari daerah perakaran akan menyebabkan kesuburan tanah merosot sehingga tanah tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara normal. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang diindikasikan oleh perbedaan produksi serasah, dekomposisi serasah dan kehilangan air tanah melalui infiltrasi air ke dalam tanah. Pengembalian unsur hara oleh tanaman ke tanah berhubungan dengan produktivitas serasah dan proses dekomposisi sehingga tercipta siklus unsur hara yang stabil.

Dekomposisi serasah merupakan proses perubahan bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan, baik secara fisik maupun kimia menjadi senyawa anorganik (mineral) oleh mikroorganisme tanah. Kecepatan proses dekomposisi tergantung kondisi lingkungan, jenis tanaman, komposisi bahan kimia tanaman dan umur tanaman. Manfaat yang dihasilkan berupa nutrisi untuk pertumbuhan tanaman secara normal.


(18)

Proses dekomposisi pada penelitian ini menggunakan tambahan aktivator berupa EM4. EM4 mempercepat waktu pengomposan sampai 50% lebih cepat. Pengaruh hasil pengomposan serasah dengan EM4 dapat digunakan sebagai campuran media tanam terhadap pertumbuhan fase anakan mahoni (Swietenia macrophylla King), salah satu tanaman yang banyak tumbuh di kebun campur Senjoyo.

Perumusan Masalah

Serasah merupakan bagian organ tumbuhan yang mati dan terdapat di lapisan atas pada permukaan tanah. Serasah merupakan biomassa tumbuhan ditemukan di atas permukaan tanah sebagai bahan organik yang mengandung unsur hara dan mempengaruhi kesuburan tanah. Jumlah serasah yang jatuh dipermukaan tanah pada periode waktu tertentu per satuan luas areal disebut produktivitas serasah. Seberapa besar produktivitas serasah dapat dipengaruhi oleh jenis pohon dominannya, sehingga untuk mengetahui jenis dominan pada suatu ekosistem diperlukan analisis vegetasi hingga diperoleh indeks nilai penting. Serasah mengalami dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba tanah sehingga mempercepat tersedia kandungan unsur hara tanah bagi tumbuhan.

Dalam penelitian ini diteliti seberapa besar produktivitas serasah dan laju dekomposisi di kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah, serta mengetahui dosis terbaik kompos serasah yang dicampur EM4 terhadap pertumbuhan anakan mahoni (Swietenia macrophylla King) yang diuji pada kondisi laboratorium .

Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji produktivitas dan laju dekomposisi serasah kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah.

2. Membuktikan pengaruh kompos serasah yang dicampur EM4 dari kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah sebagai media tanam terhadap pertumbuhan anakan mahoni (Swietenia macrophylla King) di rumah kaca.


(19)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberi informasi tentang produktivitas dan laju dekomposisi serasah kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah.

2. Memberi informasi pengaruh kompos serasah yang dicampur EM4 dari kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah sebagai media tanam terhadap pertumbuhan anakan mahoni (Swietenia macrophylla King ) di rumah kaca.

3. Memberi masukkan kepada instansi terkait dalam rangka pengelolaan yang tepat dalam memanfaatkan kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Produktivitas dan laju dekomposisi serasah mempengaruhi ketersediaan unsur hara di kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah.

2. Pertumbuhan anakan mahoni (Swietenia macrophylla King) dipengaruhi oleh dosis kompos serasah yang dicampur EM4 dari kebun campur Senjoyo Jawa Tengah.


(20)

Kebun Campur

Taufik (2002) menyatakan bahwa kebun campur yang ditanam dengan pola agroforestry pada umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman setahun (sayuran dan pangan) yang dikelilingi oleh bambu atau pohon dan lokasinya biasanya agak jauh dari rumah. Singkong, jagung, kacang tanah dan jenis polong-polongan merupakan jenis yang banyak ditanam. Selain tanaman kehutanan yang dapat dimanfaatkan kayunya, jenis pepohonan yang banyak ditanam adalah buah-buahan.

Sistem kebun Campur yang kompleks (Complex Agroforestry System) merupakan persekutuan dari banyak komponen misalnya ; ada pohon, liana, semak yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sistem kebun campur merupakan perpaduan dari berbagai jenis tanaman, dalam sistem ini terdapat berbagai pohon, semak dalam satu areal tanah tertentu (Michon 1991).

Pengertian Serasah

Serasah adalah lapisan tanah bagian atas yang terdiri dari bagian tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun , ranting dan cabang, bunga dan buah, kulit kayu serta bagian lainnya, yang menyebar di permukaan tanah di bawah hutan sebelum bahan tersebut mengalami dekomposisi (Dephut 1997).

Menurut Nasoetion (1990), serasah adalah lapisan teratas dari permukaan tanah yang mungkin terdiri atas lapisan tipis sisa tumbuhan. Spurr dan Burton (1980) mengemukakan bahwa serasah merupakan bahan organik yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang terdapat diatas permukaan tanah dan tersusun oleh bahan-bahan yang sudah mati. Selanjutnya Kornas dan Medweka (1970) mengemukakan bahwa serasah adalah segala satuan material mati berada pada lapisan permukaan tanah, terutama sumber dari jatuhan organ tumbuhan, dimana material mati yang masih berdiri seperti pohon, cabang yang belum jatuh, tidak termasuk kedalam istilah ini.

Soerianegara (1964), mengemukakan bahwa serasah yang jatuh dipermukaan tanah merupakan bagian dari tumbuhan yang telah mati dan belum mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Bahan organik hilang melalui jatuhan


(21)

serasah dijadikan sebagai salah satu faktor yang dapat dipakai untuk mengetahui nilai produktivitas primer netto. Serasah berfungsi sebagai penyimpanan air sementara secara berangsur akan melepaskan ke tanah bersama dengan bahan organik berbentuk zarah yang larut, memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan kapasitas penyerapan (Arief 1994).

Produktivitas Serasah

Produktivitas serasah adalah jumlah serasah yang jatuh ke lantai hutan pada periode tertentu per satuan luas arel tertentu (Dephut 1997). Hilwan (1993), menambahkan bahwa produktivitas serasah adalah jumlah serasah yang jatuh diatas permukaan tanah dalam periode tertentu dinyatakan dalam ton/ha/th atau g/m2 /th atau kg/ha/th.

Menurut Soerianegara (1964), pengukuran produktivitas serasah dapat dinyatakan dalam berbagai satuan. Dalam kehutanan , produksi hutan dinyatakan dalam m3 atau m3 / ha, sedangkan dalam ekologi, produksi diukur pada suatu saat dan disebut biomassa dinyatakan dalam satuan bobot per satuan luas, misalnya g/m2 atau kg/ha. Sedangkan produktivitas serasah hutan biasanya diukur per tahun dengan satuan kg/ha/th atau g/m2/hari.

Daun merupakan kategori serasah terbesar, diikuti ranting, buah, dan bunga (Strojan, Turner dan Castetter 1979). Sekitar 70 % dari total serasah di permukaan tanah berupa serasah daun. Komposisi dan besarnya produksi serasah sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu dibutuhkan waktu studi yang cukup lama agar diperoleh data yang baik (Waring dan Schlesinger 1985 ). Sedangkan Deshmukh (1992), mengatakan bahwa dari waktu ke waktu produktivitas serasah tidak seragam, komponen membentuk lapisan serasah tumbuhan tidak homogen, tersusun atas campuran organ tumbuhan seperti 72 % daun, 16 % kayu dan 7 % bunga dan buah. Produksi rata-rata serasah per tahun tertinggi dalam hutan tropis dan berangsur menurun menurut garis lintangnya, hingga hutan boreal di daerah kutub, produksi serasah tahunannya paling rendah (Bray dan Gorham 1964).


(22)

Produktivitas serasah pada suatu ekosistem hutan untuk menduga sumbangan bahan organik yang berguna bagi kesuburan tanah lingkungan sekitarnya (Odum 1971). Studi mengenai produktivitas digunakan untuk membandingkan suatu ekosistem hutan yang berbeda melalui ukuran produksi serasah. Tujuan utamanya untuk menyediakan informasi dasar dalam memahami serasah, karbon dan siklus nutrisi dalam ekosistem hutan sesuai dengan fungsinya. Melalui pendugaan produktivitas pada berbagai tingkat, perilaku perpindahan biomassa dapat dijelaskan dan pengaruh faktor luar, seperti musim kemarau, penghujan, banjir atau pemupukan dalam perpindahan biomassa pada sistem yang bervariasi dapat dievaluasi. Produktivitas tidak hanya menyediakan informasi tentang bagaimana ekosistem hutan bereaksi terhadap berbagai perlakuan, tetapi juga memahami perilaku adaptasi dan integrasi komunitas terhadap lingkunganya (Spurr dan Burton 1980).

Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Serasah

Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi serasah suatu ekosistem adalah iklim, topografi, sifat tanah, letak geografi, air, dan ketinggian dari permukaan laut (Odum 1971). Selain itu produktivitas serasah juga dipengaruhi umur pohon, kualitas tempat tumbuh serta kerapatan tegakan dan tumbuhan bawah (Spurr dan Burton 1980).

Jenis penyusunan, tingkat kerapatan pohon, dan luas bidang dasar suatu tegakan diketahui akan berpengaruh terhadap produktivitas serasah suatu tegakan Dephut (1997). Adanya perubahan produktivitas serasah dari tahun ke tahun menurut Sallata et. al (1990 ), disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dan komposisi pepohonan dalam masing-masing petak. Produktivitas serasah akan meningkat dan mencapai maksimum pada musim kemarau dan menurun pada musim hujan. Hal ini terjadi karena pada musim kemarau persaingan diantara tanaman dan antar organ dalam satu tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari sehingga akan menyebabkan terjadinya efisiensi dalam proses fotosintesis dan tanaman akan cepat melakukan regenerasi.


(23)

Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas serasah menurut Bray dan Gorham (1964 ), adalah:

1. Tipe hutan, dimana hutan gymnospermae lebih banyak menggugurkan serasah dibanding hutan angiospermae walaupun hutan angiospermae cenderung menduduki lahan yang lebih subur.

2. Kondisi lingkungan seperti iklim, derajat lintang, ketinggian, kesuburan tanah dan kelembaban tanah.

3. Sistem pengelolaan hutan seperti hutan alam, hutan tanaman, pengaruh kerapatan pohon dan luas bidang dasar serta penjarangan.

4. Faktor waktu seperti variasi musim dan umur tegakan.

Dekomposisi Serasah

Waring dan Schlesinger (1985), mengemukakan istilah dekomposisi digunakan untuk menerangkan proses yang dialami oleh bahan organik, yaitu proses sejak dari perombakan dan penghancuran bahan organik menjadi partikel yang lebih kecil dan menjadi unsur hara terlarut, hingga tersedia dan dapat diserap tanaman kembali. Dekomposisi adalah istilah untuk menjelaskan perubahan yang terjadi dalam biokimia, wujud fisik, dan bobot bahan organik. Para ahli ekologi sangat menaruh perhatian yang besar terhadap proses dekomposisi serasah dalam hubungannya dengan daur hara dan kesuburan tanah. Hal ini disebabkan perombakan serasah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara, dan ketersediaan unsur hara lain sangat menentukan pertumbuhan pohon dan produksi kayu (Thaiutsa dan Granger 1979).

Menurut Satchell (1974), dekomposisi diartikan sebagai pemisahan secara mekanik struktur tumbuhan mati mulai dari tahap masih terikat pada tumbuhan hidup sampai menjadi humus yang struktur selnya tidak berbentuk, karena terjadi pemecahan molekul organik kompleks menjadi karbondioksida, air dan komponen mineral. Dekomposisi terbentuk melalui proses fisika dan kimia yang mereduksi secara kimia bahan organik mati pada vegetasi dan binatang. Dekomposisi bahan organik hutan mempunyai dua tahap proses. Pertama, ukuran partikel dari bagian bunga ke batang dari pohon yang besar dipecah menjadi bagian yang lebih kecil dan dapat direduksi secara kimia. Kedua, bagian hasil pecahan kecil dari bahan


(24)

organik direduksi dan dimineralisasi untuk melepaskan unsur dasar dari protein, karbohidrat, lipid, dan mineral yang dapat dikonsumsi, diserap oleh organisme atau dihanyutkan oleh sistem (Golley 1983).

Mason (1977), membagi proses dekomposisi menjadi tiga, yaitu pelindian (leaching), pelapukan (weathering) dan aktivitas biologi. Ketiga proses tersebut berlangsung secara stimulan. Leaching adalah mekanisme hilangnya bahan yang dapat larut dari serasah atau detritus organik oleh hujan atau aliran air. Weathering adalah mekanisme pelapukan oleh faktor fisik, seperti pengikisan oleh angin, es atau pergerakan gelombang. Aktivitas biologi adalah proses yang menghasilkan pecahan bahan organik (detritus) secara bertahap oleh mahluk hidup. Mahluk hidup yang melakukan dekomposisi dikenal sebagai dekomposer, pengurai atau saproba. Proses dekomposisi sebagian besar adalah proses biologi yang dilakukan oleh organisme dan mikroorganisme, sehingga kecepatan dekomposisi sangat dipengauhi oleh aktivitas organisme dan mikroorganisme tersebut (Fisher dan Binkley 2000).

Menurut Mason (1977), memberikan batasan berbeda antara dekomposisi dan penghancuran serasah. Penghancuran serasah diartikan sebagai tahapan dalam proses dekomposisi, berupa kehilangan berat dari materi (organik) yang sering kali terukur dalam percobaan (misalnya kehilangan berat daun) dan umumnya berupa penghancuran jaringan berukuran besar menjadi pertikel-pertikel kecil.

Faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi Serasah

Faktor yang mempengaruhi dekomposisi menurut Manan (1978) adalah keadaan lingkungan selalu basah dan lembab serta suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun. Keadan tersebut menyebabkan proses dekomposisi serasah hutan berlangsung sangat cepat, sehingga proses humifikasi (pembentukan humus) segera dilanjutkan dengan mineralisasi.

Menurut Anderson dan Swift (1983), proses dekomposisi (D) sangat ditentukan oleh tiga variabel yaitu (1) organisme pengurai (O, terdiri dari hewan dan mikroorganisme), (2) kualitas serasah (Q, karakter bahan organik yang menentukan kemampuan untuk dilapukkan), dan (3) lingkungan fisik-kimia (P, terdiri dari iklim makro dan tanah). Jadi proses dekomposisi merupakan fungsi


(25)

dari organisme pengurai, kualitas serasah, dan lingkungan fisik kimia. D = f (O, Q, P)

Whitmore (1984) mengemukakan peran makrofauna sebagai organisme penghancur sangat penting. Berbagai jenis hewan tersebut memecah serasah menjadi partikel kecil sehingga luas permukaan menjadi lebih besar dan akibatnya penguraian serasah oleh bakteri dan fungi menjadi lebih mudah.

Faktor dominan yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam perombakan dan penguraian serasah adalah jenis tanaman dan iklim. Efek terhadap jenis tanaman terhadap mikroflora ditentukan oleh sifat fisik dan kimia daun, yang keduanya tercermin dalam C/N rasio (Thaiutsa 1979).

Menurut Sutedjo et.al (1991), proses dekomposisi bahan tumbuhan dipengaruhi oleh kandungan lignin dan lilin dalam tumbuhan, suplai nitrogen, kondisi lingkungan, aerasi tanah, kemelimpahan mikroorganisme, dan suhu udara. Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau anaerobik (tanpa oksigen). Bahan organik akan diubah hingga menyerupai tanah. Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio karbon dan nitrogen (C/N), kelembaban, pH, dan kebutuhan oksigen. Prinsib pengomposan merupakan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai rasio C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Nan Djuarnani et.al 2008).

Laju Dekomposisi Serasah

Kecepatan dekomposisi bahan organik secara umum bergantung kualitas dan umur organik itu sendiri (Godshalk dan Wetzel 1978; Westrich dan Berner 1984). Kecepatan dekomposisi serasah daun dan proses menyatu ke dalam tanah mineral bergantung pada kondisi fisik dan jenis tumbuhan. Pada komunitas tumbuhan tertentu produksi serasah tinggi dan kecepatan pelapukan lambat. Dalam hal ini serasah terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa sentimeter (Dix dan Webster 1995). Dekomposisi menjadi sempurna


(26)

membutuhkan waktu beberapa minggu bahkan ada yang sampai bertahun-tahun (Spurr dan Burton 1980).

Menurut Thaiutsa (1979), pada suhu tanah sedang (30 0C) dan kelembaban tanah antara 60–80 %, laju dekomposisi bahan organik mencapai tingkat tertinggi. Peningkatan atau penurunan suhu dan kelembaban secara serentak, memperlambat laju dekomposisi bahan organik. Kecepatan / laju dekomposisi sisa tanaman tergantung pada susunan kimia. Sebagai hasil serangan berbagai mikroorganisme, jaringan sisa tanaman kehilangan hubungan, dan sisa tanamam menjadi tidak stabil sehingga terjadi penurunan bobot dan volume (Konova 1961).

Selama 10 sampai 14 hari, hampir semua kehilangan bobot serasah daun terjadi oleh proses fisik yang menyebabkan karbon organik terlarut (Dissolved Organic Carbon) tercuci. Diketahui bahwa sekitar 30% samapai 50% bahan organik serasah daun hilang dengan cara seperti ini dan sisanya yaitu karbohidrat seperti selulosa tidak larut. Bahan ini selanjutnya diuraikan dengan bantuan enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri atau fungi. Satu diantara berbagai macam substrat yang banyak terurai di awal proses dekomposisi adalah tanin. Keberadaan tanin pada serasah daun menghambat pertumbuhan bakteri, serasah daun yang mengalami dekomposisi dan menyebabkan kandungan tanin berkurang (Gonzales Farias dan Mee 1988).

Dix dan Webster (1995), mengatakan lama dekomposisi serasah daun berhubungan dengan kandungan fenol besar dan nisbah C : N besar sehingga membuat serasah tidak disukai dan tidak dimanfaatkan sebagai makanan oleh hewan tanah. Pada percobaan bahan makanan, cacing tanah (earthworm) ternyata lebih menyukai daun dengan tingkat polifenol kecil dan nisbah C : N kecil, pada daun ini tekstur lebih halus dan lebih kuat .

Dekomposisi maksimum terjadi selama pasokan nitrogen, karbon dan unsur hara penting lainnya (terutama fosfor) yang terdapat pada substrat atau tanah berlimpah (Moore Landecker 1990). Produk akhir dihasilkan oleh mikroorganisme pelapuk (microbial devac) daun adalah ” humus ” secara perlahan menyatu dengan tanah mineral pada horizon A di bawah lapisan


(27)

fermentasi. Humus adalah campuran kompleks sisa polimer fenol yang berasal dari tumbuhan berkombinasi dengan karbohidrat dan bahan nitrogen tumbuhan, hewan dan mikroba (microbial origin). Kandungan nitrogen adalah sekitar 5 % dan sekitar 30 % kandungan karbohidrat dapat diuraikan menjadi gula C6 dan C5. Humus yang stabil mempunyai kandungan fenol besar dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Dix dan Webster 1995).

Dekomposisi menjadi sempurna ketika campuran bahan organik dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk anorganik atau bentuk mineral, yaitu karbon dalam bentuk karbondioksida, nitrogen dalam bentuk amonia dan fosfor dalam bentuk fosfat (Moore Landecker 1990).

Effective Mikroorganisme (EM4)

Teknologi penggunaan EM4 pertama kali dikembang oleh profesor Terou Higa guru besar Universitas Ryukyus Jepang sejak 1980. Anggraeni dan Suharti (2000) menyatakan penerapan teknologi EM4 di Indonesia di mulai tahun 1990, percobaan pada skala kecil membuktikan bahwa EM4 dapat meningkatkan produksi tanaman jeruk nipis, padi, sayur-sayuran, anggur, dan beberapa jenis bunga.

Higa dan Wididana (1994), menyatakan EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, dapat dimanfaatkan dalam bidang peternakan. EM4 mampu mempercepat dekomposisi bahan organik dan meningkatkan ketersediaan hara tanaman serta telah diterapkan pada berbagai jenis tanaman dan kondisi tanah. EM4 mampu meningkatkan dan memperbaiki kualitas produksi tanaman, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, meningkatkan klorofil dan fotosintesis serta meningkatkan efisiensi fiksasi N2. Higa (1993) menyatakan EM4 merupakan

kultur yang mengandung lima jenis mikroorganisme utama yaitu : bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, Actinomycetes, ragi dan jamur fermentasi yang bekerja secara sinergis.

Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) terdiri dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik


(28)

(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. EM4 mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan menekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain itu EM4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan (Indriani 1999).

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentasi berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asam amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. Bakteri asam laktat terutama golongan Lactobacillus sp berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang). Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentasitif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro lainnya. Streptomyces sp menghasilkan enzim streptomisin yang berguna bagi tanaman. Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi. Dalam penggunaan EM4 memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan molase atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan (Indriani 1999).

Menurut Lopez (2000), bakteri asam laktat merupakan golongan mikroorganisme yang bermanfaat karena sifatnya tidak toksik bagi inang dan mampu menghasilkan senyawa yang dapat membunuh mikroorganisme patogen. Sesuai dengan namanya bakteri asam laktat menghasikan asam laktat sebagai hasil metabolismenya yang sangat bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang merugikan bagi tubuh. Bakteri asam laktat juga


(29)

memproduksi metabolik sekunder seperti asam hidroksi peroksida, diasetil, ammonia, asam lemak, dan bakteriosin yang dapat menjadi penghambat bagi bakteri patogen. Produksi bakteriosin dapat menghambat perkembangan bakteri patogen (Wiryawan dan Anita 2001). Bakteriosin merupakan senyawa protein bersifat bakteridal terhadap mikroorganisme (bakteri) ditinjau dari segi genetiknya berdekatan dengan mikroorganisme penghasil bekteriosin, sehingga bakteriosin akan terdegradasi dalam pencernaan manusia maupun hewan (Wiryawan dan Anita 2001).

Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan berguna untuk menurunkan pH. Beberapa mekanisme kerja yang dilakukan oleh asam laktat sebagai probiotik, yaitu : 1) berkompetisi dengan mikroorganisme patogen untuk mendapatkan nutrisi dan tempat tinggal, 2) menjaga keseimbangan ekosistem melalui penjagaan pH lingkungan agar tetap berada dalam kondisi asam, sehingga perkembangan bakteri patogen terhambat, 3) menyediakan kebutuhan enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat, 4) mendektosifikasi zat baracun dalam tubuh, 5) mampu menstimulasi kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi dari antibodi imunoglobulin (Lopez 2000).

BiologiSwietenia macrophylla King (Mahoni).

Mahoni ( Swietenia macrophylla King ) merupakan salah satu jenis pohon yang dijadikan prioritas utama dalam rangka pembangunan hutan buatan (Manan 1978). Selain itu pohon mahoni merupakan tanaman hutan kota biasa dijadikan sebagai tanaman peneduh jalan. Jenis mahoni yang tumbuh pada zona lembab menyebar luas secara alami atau dibudidayakan. Jenis asli berasal dari Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan utara Amerika Selatan (wilayah Amazon). Penanaman mahoni jenis ini secara luas terutama di Asia bagian selatan dan Pasifik, juga dikenal di Afrika Barat dan di Indonesia jenis ini tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Samingan 1982).


(30)

Swietenia macrophylla King ( mahoni ) diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae Ordo : Rutales Famili : Meliaceae Sub Famili : Swietenidae Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia macrophylla King

Mahoni tergolong tanaman tahan naungan (tolerance species) mampu bersaing dengan alang-alang ataupun semak belukar dalam memperoleh sinar matahari, sehingga cocok untuk tanaman reboisasi di areal alang-alang rapat. Daun mahoni umumnya berselang-seling majemuk menyirip, majemuk berganda atau terkadang tunggal, tidak memiliki titik terang kalau dihadapkan terhadap sinar matahari (pelload duts) dan tidak memiliki daun penumpu (stipullate), karena sifat daunnya sukar terbakar maka cocok digunakan sebagai jenis tanaman reboisasi di areal alang-alang yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pohon mahoni mencapai tinggi 35 m, tajuknya rapat dan lebar serta daun berwarna hijau tua. Kulit kelabu gelap, beralur, mengelupas, cabang atau ranting coklat kelabu, kuncup besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat muda dengan ujung berlipat, sering kali berresin, daun tua gugur dengan warna buram tidak berbulu (Samingan 1982).

Selanjutnya Martawijaya (1981), kulit batang pohon mahoni mengandung tannin dapat berfungsi sebagai antipyretic, tonic, dan astringent. Mahoni banyak digunakan sebagai bahan baku kayu lapis (veneer) yang mewah. Serat kayu cukup indah memberikan lukisan garis khas pada sayatan kayu, memiliki berat jenis rata-rata 0,61 tergolong kelas awet III dan kelas kuat II-III, dengan kayu keras berwarna coklat kemerahan. Selain digunakan sebagai veneer, mahoni digunakan untuk bahan bangunan, meubel, lantai, papan dinding, rangka pintu, dan kerajinan lainya. Buah mahoni dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan (Samingan 1982).


(31)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian merupakan kebun campur yang terletak di desa Senjoyo kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Daerah ini terletak pada ketinggian 725 m dari permukaan laut. Luas wilayah kebun campur sekitar 346 280 ha yang terdiri dari tanah sawah dengan luas sekitar 73 140, irigasi teknis luasnya 63 000 ha, irigasi setengah teknis dengan luas 6 000 ha dan tanah kering dengan luas sekitar 268 850 ha, pekarangan/perumahan 221 640 ha, tegalan 51 350 ha. Temperatur udara rata-rata 30 oC. Curah hujan 800 mm/th.

Pada wilayah tersebut terdapat berbagai jenis vegetasi yang tumbuh antara lain, pohon mahoni (Swietenia macrophylla King), beringin (Ficus benjamina L), kenari (Canarium commune L), lansep (Lansium domesticum Var), Kokosan (Lansium domesticum Corr), kopi (Coffeaarabica L), waru (Hibiscus tiliacius L) , tanjung (Mimusop elingi L), sengon (Albizia falcata Back), aren (Arenga pinnata Merr), kelapa (Cocos nucifera L). Tumbuhan penutup tanah didominasi oleh ceplikan (Synedrella nodiflora L(Gaertn)), luluhan kebo( Panicum palmifolium Willd), Nampu (Homalomena occulta Lour), paku (Dryopteris fillimaxs L), dan tembelekan (Lantana camara Linn).

sita Gambar 1 Peta Kabupaten Semarang, untuk O Lokasi Penelitian


(32)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut Pertanian Bogor.

Analisis vegetasi dilakukan pada lahan kebun campur Senjoyo Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Analisis tanah, media tanam, dan kompos di lakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah serasah dari kebun campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit mahoni (Swietenia macrophylla King) yang berumur satu bulan dan EM4.

Alat yang digunakan pada penelitian ini pita meter, kompas, tali, golok, kamera, perlengkapan herbarium (sasak, kertas koran, kantong plastik, dan alkohol), litter – trap (alat penampung serasah) yang terbuat dari kain kasa/nylon berukuran 1m x 1m, litter bag (kantong serasah) dari kasa plastik berukuran 30cm x 30 cm, timbangan digital, oven, polibag, penggaris, termometer, jangka sorong dan alat tulis.

Metode Pengambilan Data

Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

Penentuan plot dilakukan secara purposive random sampling (bertujuan) dan sistematik, jumlah plot yang digunakan 10. Menurut Mueller et.al (1974), metode kuadrat digunakan untuk analisis tumbuhan fase pohon, fase tiang, fase sapihan, dan fase anakan dengan luasan kuadrat yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan Kurva Spesies Area. Luasan petak 20x20 m untuk fase pohon, ukuran 10x10m untuk fase tiang, ukuran 5x5m untuk fase sapihan, dan ukuran 2x2m untuk fase anakan (Oosting 1956).Tiap petak ditulis nama spesies, jumlah spesies, diameter pohon. Analisis vegetasi dilakukan untuk menentukan spesies vegetasi yang dominan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP).


(33)

Gambar 2 Metode kuadrat dengan ukuran A (20mx20m) untuk fase pohon, B (10mx10m) untik fase tiang, C (5mx5m) untuk fase sapihan, dan D (2mx2m) untuk fase anakan.

Metode garis menyinggung (Line intercept) digunakan untuk analisis tumbuhan penutup tanah dengan panjang transek 30m (Mueller et.al 1974). Jalur transek dibagi ke dalam interval-inteval, tiap interval berukuran 1 meter. Spesies yang tersinggung garis transek baik yang terletak di atas maupun di bawah garis tersebut merupakan jenis yang diamati dan dicatat datanya. Data yang tercatat dari masing-masing jenis individu adalah berupa pengukuran panjang transek yang terpotong (Intercept, I) dan lebar maksimum tajuk tumbuhan yang diproyeksikan ke dalam transek (Maksimum Width, M) (Setiadi 1989).

Gambar 3 Metode garis menyinggung dengan panjang transek 30 m dan panjang interval 1m.

Metode Pengumpulan Data Produktivitas Serasah

Prosedur pengukuran produktivitas serasah adalah sebagai berikut :

a. Kegiatan pengambilan serasah dilakukan setiap satu minggu sekali selama 16 minggu.

A B

C D

30 m 1 m


(34)

b. Serasah yang tertampung dalam litter-trap berbentuk bujur sangkar berukuran 1m x 1m, direkatkan dengan menggunakan paku. Litter-trap dipasang pada ketinggian 50 cm dari tanah. Jumlah litter-trap yang dipasang pada tiap plot 4 buah. Serasah yang tertampung dalam litter-trap dipisah berdasarkan komponen serasah yang meliputi komponen (a) daun, (b) ranting/cabang, (c) bunga dan buah (alat reproduksi), (d) kulit pohon. c. Setiap komponen serasah ini dibungkus kertas untuk dikeringkan dalam

oven pada suhu 750 C hingga konstan, kemudian ditimbang. Jumlah produksi serasah dinyatakan dalam satuan g/m2 /minggu. (Soerianegara 1964).

Gambar 4 Penampungan serasah dengan litter trap

Metode Pengumpulan Data Laju Dekomposisi

a. Kantung serasah dengan pori ukuran diameter 1.5 mm, diisi dengan serasah kering sebanyak 40 gram.

b. 16 Kantung serasah yang telah diisi serasah diletakkan di lantai tanah, sehingga kantung serasah dapat langsung menyentuh tanah. Untuk menjaga agar kantung serasah tidak berpindah maka diikat pada patok bambu.

c. Setiap satu minggu sekali diambil satu kantung.

d. Serasah yang telah diambil dioven pada suhu 75 0C hingga konstan (Hilwan 1993).


(35)

Gambar 5 Kantung serasah untuk menmgukur laju dekomposisi

Gambar 6 Perubahan serasah selama 16 Minggu

Metode Pengomposan serasah

Prosedur pengomposan serasah adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan serasah pada lapisan bawah (serasah berwarna hitam) sebanyak 50 kg. .

b. Proses pengomposan dilakukan di kebun campur Senjoyo dengan menggunakan petak tanah ukuran 1,5 m x 1,5 m.

c. Effective Microorganisms (EM 4) 50cc, 5 lt molase, yang dilarutkan dengan 25 l air secara rata, didiamkan selama 24 jam, disemprot secara rata pada campuran 50 kg serasah yang telah dicampur dengan 5 kg dedak d. Lapisan serasah ditutup dengan karung goni, untuk menjaga


(36)

kelembaban setiap satu minggu sekali dilakukan pembalikan lapisan serasah.

e. Proses dekomposisi serasah dilaksanakan selama 30 hari (Ruskandi 2006).

Percobaan Pengaruh Kompos Terhadap Semai mahoni (Swietenia

macrophylla) King.

Penanaman menggunakan bibit mahoni (Swietenia macrophylla King) hasil persemaian selama satu bulan, selanjutnya dipindahkan ke dalam polibag yang sudah diisi media tanam yang dicampur dengan hasil kompos serasah EM4, dengan perlakuan perbandingan komposisi sebagai berikut 0%(kontrol) ,10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%

Parameter Yang Diukur

Pengamatan tanaman dilakukan selama 12 minggu setelah tanam . Parameter yang diamati adalah tinggi batang tanaman (TT), diameter batang (DB), dan jumlah daun (JD). Pada akhir pengamatan parameter yang diamati adalah Indeks Luas Daun (ILD) dan biomassa tanaman: bobot basah tajuk (BBT) dan bobot kering tajuk (BKT).

Metode pengukuran parameter adalah : 1. Tinggi Tanaman (TT).

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai dengan ujung batang dengan satuan cm menggunakan penggaris dilakukan setiap 1 minggu sekali. 2. Diameter Batang (DB)

Diameter batang diukur tepat 5 cm dari pangkal batang menggunakan jangka sorong dengan satuan mm dilakukan 1 minggu sekali

3. Jumlah Daun (JD)

Jumlah daun dihitung setiap 1 minggu sekali. 4. Indeks Luas Daun (ILD)

Indeks Luas Daun diukur dengan menggunakan rumus :


(37)

LD ILD = ______ A Dimana :

ILD : Indeks Luas Daun LD : Luas daun total (cm 2)

A : Luas media tanam (cm2) (Sitompol SM 1995). 5. Biomassa Tanaman

Biomassa tanaman terdiri dari Bobot Basah Tajuk (BBT) dan Bobot Kering Tajuk (BKT). Pengeringan tajuk untuk perhitungan bobot kering dilakukan pada oven dengan suhu 750 C sampai konstan (Salisbury dan Roos 1995).

Analisis Kimia Media Tanam

Analisis kimia tanah, media tanam, dan kompos dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB, meliputi analisis sifat fisik tanah, unsur hara, dan tekstur tanah.

Analisis Data

Analisis Data Vegetatif Dengan Metode Kuadrat Kerapatan Mutlak (KM) jenis i

Jumlah individu jenis i KM(i) =

Total luas areal penarikan contoh Kerapatan Relatif (KR) jenis i

KM(i)

KR(i) = x 100%

Total KM seluruh jenis Frekuensi Mutlak (FM) jenis i

Jumlah plot yang diduduki jenis i FM(i) =

Jumlah total plot Frekuensi Relatif (FR) jenis i FM(i)

FR(i) = x 100% FM total seluruh jenis


(38)

Dominansi Mutlak (DM) jenis i

DM(i) = jumlah luas bidang dasar suatu jenis i Dominansi Relatif (DR) jenis i

DM(i)

DR(i) = x 100%

Total DM seluruh jenis Indeks Nilai Penting (INP) jenis i

INP(i) = KR(i) + DR(i) + FR(i) Keterangan :

KM(i) : Kerapatan mutlak jenis i KR(i) : Kerapatan relatif jenis i FM(i) : Frekuensi mutlak jenis i FR(i) : Frekuensi relatif jenis i DM(i) : Dominansi mutlak jenis i DR(i) : Dominansi relatif jenis i INP(i) : Indeks nilai penting jenis

Analisis Data Tumbuhan Bawah Dengan Metode Garis Menyinggung. Kerapatan Mutlak (KM) jenis i

( 1/Mi ) x unit penarikan contoh KM(i) =

Total panjang transek Kerapatan Relatif (KR) jenis i KM(i)

KR(i) = x 100%

Total KM seluruh jenis Frekuensi Mutlak (FM) jenis i

Jumlah interval yang diduduki jenis i FM(i) =

Jumlah total interval seluruh transek Faktor Penimbang (F)

F = ( 1/M ) / Jumlah total seluruh jenis Frekuensi Tertimbang (Ft) jenis i

Ft (i) = F x Jumlah interval diduduki jenis i Frekuensi Relatif (FR) jenis i

Ft(i)

FR(i) = x 100% Total Ft seluruh jenis


(39)

Dominansi Mutlak (DM) jenis i

DM(i) = Total panjang intersepsi oleh jenis i Dominansi Relatif (DR) jenis i

DM(i)

DR(i) = Total DM seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP) jenis i INP(i) = KR(i) + DR(i) + FR(i) Keterangan :

M(i) : Proyeksi tajuk maksimum jenis i KM(i) : Kerapatan mutlak jenis i

KR(i) : Kerapatan relatif jenis i FM(i) : Frekuensi mutlak jenis i F : Frekuensi penimbang Ft (i) : Frekuensi tertimbang jenis i FR(i) : Frekuensi relatif jenis i DM(i) : Dominansi mutlak jenis i DR(i) : Dominansi relatif jenis i INP(i) : Indeks nilai penting jenis

Analisis Data Produktivitas Serasah

Nilai tengah ( rata-rata ) produktivitas serasah per plot setiap pengamatan dengan rumus :

n Xi i = 1 __

X j = __________ gr/m2/minggu

Dimana : n __

Xj : rata-rata produksi serasah per plot setiap periode (minggu).

Xi : produksi serasah per plot setiap periode

n : 4 ( trap )

Analisis Data Laju Dekomposisi a. Penurunan bobot didapat dengan rumus :


(40)

Wo - Wt

W = _______________ x 100 %

Wo Dimana :

W : penurunan bobot

Wo : bobot kering awal serasah (40 g)

Wt : bobot kering akhir serasah (g) per periode waktu Laju dekomposisi diduga dengan rumus :

W D = ______

T dimana :

D : pendugaan laju dekomposisi W : penurunan bobot

t : periode waktu (per minggu)

Analisis Data Pengaruh Kompos

Pengukuran pengaruh kompos ini rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) perlakuan yang diberikan adalah komposisi media tanam (tanah dengan kompos serasah dengan menggunakan EM4) dengan enam level perlakuan 0% (kontrol), 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.

Masing-masing perlakuan tiga kali ulangan. Model yang digunakan untuk desain ini adalah :

Yij= µµµµ + i + εεεεij Dimana i = 1,2,3,4,5,6.

j =1,2,3 Keterangan :

Yij = Pertumbuhan semai mahoni pada perlakuan ke i dan ulangan ke j µ = Rerata umum

i = Pengaruh perlakuan ke i

εij = Pengaruh galat perlakuan ke i dan ulangan ke j

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) pada tingkat kepercayaan 95% dan 99%. Setelah data di analisis, data interaksinya di uji lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) tingkat kepercayaan 95% dan 99%.


(41)

Struktur Dan Komposisi Vegetasi

Komposisi vegetasi yang mendominasi kebun campur Senjoyo berdasarkan metode kuadrat adalah mahoni (Gambar 6) untuk fase pohon dengan INP 61.87% dan fase sapihan dengan INP 33.72%. Kopi (Gambar 7) mendominasi fase tiang dengan INP 64.61% dan fase anakan dengan INP 27.99%. Jenis lainnya yang kodominan pada fase pohon, tiang, sapihan dan anakan secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 1 sampai Tabel 4.

Tabel 1 Tiga spesies dominan berdasarkan analisis vegetasi metode kuadrat di kebun campur Senjoyo.

No Fase Nama Jenis Nama Daerah INP(%) 1 Pohon Swietenia macrophylla King Mahoni 61.87

Ficus benjamina L Beringin 41.64 Canarium commune L Kenari 27.18

Jenis lainnya 169.31

Total 300

2 Tiang Coffea arabica L Kopi 64.61

Lansium domesticum Var Lansep 40.19 Swietenia macrophylla King Mahoni 39.67

Jenis lainnya 155.53

Total 300 3 Sapihan Swietenia macrophylla King Mahoni 33.72

Ficus benjamina L Beringin 31.25

Coffea arabica L Kopi 21.28

Jenis lainnya 113.75

Total 200 4 Anakan Coffea arabica L Kopi 27.99

Hibiscus tiliacius L Waru 24.44 Swietenia macrophylla King Mahoni 20.73

Jenis lainnya 126.84


(42)

Tabel 2 Lima spesies dominan berdasarkan analisis tumbuhan penutup tanah metode garis menyinggung di kebun campur Senjoyo

No Nama Spesies Nama Daerah INP(%)

1 Synedrella nodiflora L Ceplikan 37.02

2 Panicum palmifolium Willd Luluhan Kebo 31.19

3 Homalomena occulta Lour Nampu 31.16

4 Dryopteris fillimaxs L Paku 23.11

5 Lantana camara Linn Tembelekan 19.19

Jenis lainnya 158.33

Total 300

Tabel 2 terlihat tumbuhan penutup tanah yang mendominasi pada kebun campur Senjoyo berdasarkan metode garis menyinggung adalah ceplikan (Gambar 8) dengan INP 37.02 %. Jenis lainnya yang kodominan pada tumbuhan penutup tahan berturut turut adalah luluhan kebo dengan INP 31.19 % dan nampu dengan INP

31.16 % . Hasil analisis tumbuhan penutup tanah menunjukkan jumlah jenis yang ada 22 jenis.


(43)

Gambar 8 Tanaman Kopi (Coffeaarabica L)

Gambar 9 Ceplikan (Synedrella nodiflora L(Gaertn))

Produktivitas Serasah

Produktivitas serasah setiap komponen pada kebun campur Senjoyo selama 16 minggu secara lengkap disajikan pada Tabel 3 berikut :


(44)

Tabel 3 Total produktivitas serasah tiap komponen selama 16 Minggu .

No Komponen Serasah g/m2/mg ton/ha/th %

1 Daun 311.04 162.1 76.74

2 Cabang/Ranting 39.31 20.5 9.70

3 Bunga/Buah 38.91 20.2 9.60

4 Kulit 16.07 8.4 3.96

Total Serasah 405.33 211.2 100

Tabel 3 terlihat bahwa total produktivitas serasah selama 16 minggu 405.33 g/m2/mg atau 211.2 ton/ha/th. Komponen daun memiliki bobot dan presentase tertinggi dibanding komponen lain. Produktivitas serasah komponen daun 311.04 g/m2/mg (162.1 ton/ha/th) dengan presentase 76.74%, produktivitas serasah komponen cabang/ranting sebesar 39.31 g/m2/mg (20.5 ton/ha/th) dengan presentase 9.70%, produktivitas serasah komponen bunga/buah sebesar 38.91 g/m2/mg (20.2 ton/ha/th) dengan presentase 9.60%, dan produktivitas serasah terendah adalah komponen kulit sebesar 16.07 g/m2/mg (8.4 ton/ha/th) dengan presentase 3.96 %.

Gambar 9, terlihat produktivitas serasah tertinggi pada minggu ke 6 (periode 16 - 22 September 2008) sebesar 54.15 g/m2/mg, sedang terendah terjadi pada minggu ke 12 (periode 28-3 November 2008) sebesar 11.24 g/m2/mg.

Produktivitas Serasah Kebun Campur Senjoyo Selama 16 Minggu

0 10 20 30 40 50 60

1 3 5 7 9 11 13 15

Minggu P ro d u k ti v it a s S e ra s a h (g r/ m 2 /m in g g u ) Produktivitas Serasah

Gambar 10 Produktivitas serasah kebun campur Senjoyo selama 16 Minggu (g/m 2/mg)


(45)

Produktivitas serasah pada kebun campur Senjoyo disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Jenis Tegakan

Adanya perbedaan jenis tegakan menyebabkan hasil produktivitas serasah berbeda baik dalam jumlah, jenis komponen serasah maupun kualitas serasah dalam satuan luas dan satuan waktu yang sama. Hasil penelitian menunjukkan komponen serasah terbesar berasal dari tegakan mahoni terutama pada komponen daun, hal ini disebabkan karena mahoni akan menggugurkan daun, pada akhir musim kemarau biasanya terjadi pada bulan September – Oktober (Joker 2001) masa penelitian berlangsung. Daun mahoni mempunyai sifat morfologi seperti ukuran dan bentuk daun yang lebar dan tipis sehingga lebih mudah digugurkan oleh kuatnya hembusan angin dan pukulan air hujan. Selain itu juga disebabkan oleh sifat fisiologi dari daun itu sendiri. Mengingat daun memegang peranan penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat, dimana daun yang telah habis masa tugasnya dalam memproduksi makanan akan segera gugur dan digantikan oleh daun muda.

Perlu diperhatikan, walaupun jenis tegakan sama belum tentu akan menghasilkan produktivitas serasah yang sama. Serasah daun merupakan salah satu komponen penyumbang serasah terbesar di banding dengan komponen serasah lain seperti ranting, bunga, buah, dan kulit. Sekitar 70 % dari total serasah di atas permukaan tanah berupa serasah daun. Komposisi dan besarnya produksi serasah sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu dibutuhkan waktu studi yang cukup lama agar diperoleh data yang baik (Waring dan Schlesinger 1985). Hasil penelitian menunjukkan total produktivitas serasah daun sebesar 76.74 %.

2. Umur Tegakan

Menurut Bray dan Gorham (1964) rata-rata produksi serasah bervariasi bergantung perbedaan struktur vegetasi, usia, situasi geografi, dan perbedaan iklim musiman. Umur tegakan mahoni pada kebun campur Senjoyo berkisar 10 sampai 15 tahun tergolong vegetasi muda. Umur tegakan muda menyebabkan jatuhan serasah terutama serasah cabang/ranting tidak sesering jatuhan serasah daun, kadang serasah


(46)

cabang/ranting jatuh dalam jumlah dan ukuran yang relatif besar pada waktu tertentu tapi kadang jarang bahkan tidak ada sama sekali tertampung di dalam trap. Kenyataan ini disebabkan oleh kondisi vegetasi masih muda dilihat dari diameter yang relatif kecil, sehingga jarang dijumpai cabang/ranting jatuh. Selain ada kecenderungan dari sifat fisiologi cabang/ranting yang kuat menempel pada batang utama sehingga sulit untuk jatuh, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dimana total produktivitas serasah cabang/ranting 39.31 g/m2/mg dengan presentase 9.70%.

Komponen serasah bunga dan buah dari hasil penelitian menunjukkan bahwa total produktivitas serasah komponen bunga dan buah 38.91 g/m2/mg dengan presentase 9.60%. Hasil produktivitas kecil disebabkan karena umur tegakan masih muda dan perbedaan musim berbunga tiap tegakan.

Jatuhan komponen sarasah kulit pohon dipengaruhi oleh kondisi pohon masih muda sehingga jarang dijumpai kulit pohon mengelupas atau dapat disebabkan oleh keadaan cuaca panas sehingga kulit pohon agak sukar mengelupas (lapuk). Hasil

penelitian menunjukkan total produktivitas serasah komponen kulit 16.07 g/m2/mg dengan presentase 3.96%.

3. Curah Hujan .

Menurut Sallata et. al (1990), produktivitas serasah akan meningkat dan mencapai maksimum pada musim kemarau serta menurun pada musim hujan. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan, salah satunya adalah curah hujan. Tetapi curah hujan bukan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas serasah. Hasil penelitian ini menunjukkan periode minggu ke 9 sampai dengan minggu ke 16 di lokasi penelitian terjadi hujan dan produktivitas serasah kecil, periode minggu ke 1 sampai dengan minggu ke 8 di lokasi penelitian tidak terjadi hujan, produktivitas serasah tertinggi terdapat pada periode minggu ke 6. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau terjadi persaingan antar tananam dan antar organ dalam suatu tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari, sehingga menyebabkan terjadinya efisiensi dalam proses fotosintesis dan tanaman akan cepat melakukan regenerasi.


(47)

31 Laju Dekomposisi Serasah

Berdasar hasil penelitian, setelah serasah didekomposisikan selama 16 minggu menunjukkan rata-rata penurunan bobot sebesar 0.63 g dengan rata-rata laju dekomposisi serasah 2.78 % / 1 minggu. Laju penurunan bobot serasah serasah tertinggi terjadi pada minggu ke 1 sebesar 2.37 g .

Laju dekomposisi serasah memiliki respon terhadap waktu dekomposisi. Semakin lama waktu dekomposisi, semakin rendah laju dekomposisi serasah perperiodenya. Berdasar Gambar 10 menunjukkan grafik laju penurunan bobot serasah di kebun campur Senjoyo selama 16 minggu.

Penurunan Bobot Serasah (gram)

0 0.5 1 1.5 2 2.5

1 3 5 7 9 11 13 15

Minggu P e n u ru n a n B o b o t S e ra s a h ( g ra m ) Series1

Gambar 11 Laju dekomposisi serasah di kebun campur Senjoyo selama 16 Minggu

Hasil penelitian terlihat bahwa rata-rata penurunan bobot serasah sebesar 0.63 gram dengan rata-rata laju dekomposisi serasah 2.79 % / 1 minggu. Laju penurunan bobot serasah dipengaruhi oleh :

1. Jenis Tanah.

Kebun campur Senjoyo mempunyai jenis tanah andosol kelabu tua dan bertekstur debu. Pada minggu ke 1 sampai dengan minggu ke 8 pada lokasi penelitian tidak terjadi hujan, dan kondisi cuaca panas, tanah andosol pada kondisi cuaca panas akan mengeras sehingga kelembaban tanah turun akibatnya laju dekomposisi lambat hal ini menyebabkan mikroorganisme tidak dapat beraktifitas dengan baik dalam


(48)

kondisi tersebut, dekomposisi terganggu karena mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidup.

Pada minggu ke 9 sampai dengan minggu ke 12 pada lokasi penelitian terjadi hujan, tanah andosol adalah tanah yang bertekstur debu (halus) pada saat basah mempunyai kelekatan dan keliatan yang tinggi, drainase lambat, daya menahan air kuat. Sehingga bila terjadi kenaikan curah hujan menyebabkan kelembaban tanah meningkat akibatnya laju dekomposisi lambat, bila terjadi kelebihan kandungan air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan serasah sehingga kadar oksigen akan berkurang.

2. Curah Hujan

Peran curah hujan dalam proses dekomposisi serasah tidak dominan. Hal ini memberi gambaran bahwa terdapat faktor lingkungan lain yang sangat berjasa dalam

kelangsungan dekomposisi. Di dalam ekosistem alam, seluruh faktor lingkungan bekerja secara simultan dan berinteraksi secara rumit baik antar sesama faktor lingkungan maupun dengan mahluk hidup.

Faktor waktu dalam pengukuran dekomposisi serasah berpengaruh terhadap laju penghancuran serasah (Hilwan 1993). Karena faktor waktu disini berkaitan sangat erat dengan faktor lingkungan, maka dapatlah dinyatakan bahwa faktor lingkungan berpengaruh terhadap laju dekomposisi serasah. Faktor lingkungan sangat beragam komponennya. Bila disederhanakan, menjadi 2 komponen besar, yaitu lingkungan di atas permukan tanah atau disebut juga iklim (curah hujan), serta lingkungan di bawah permukaan tanah atau dikenal dengan ekosistem tanah (sifat fisik kimia tanah dan mikroorganisme).

Dekomposisi terjadi akibat dari kegiatan jasad renik memperoleh energi untuk keperluan hidupnya. Proses ini disebut oksidasi enzimatik, karena jasad renik menghasilkan berbagai enzim yang diperlukan untuk kelangsungan proses kimia yang spesifik. Berdasar keterangan tersebut jelas bahwa yang berperanan sangat besar dalam dekomposisi serasah adalah mikroorganisme tanah atau jasad renik, seperti bakteri, cendawan, ganggang, aktinomicetes, ganggang, nematoda, protozoa, cacing


(49)

tanah, dan hewan makrofauna lain (Suhardi 1983). Curah hujan sebenarnya berperan dalam penciptaan lingkungan yang mendukung kehidupan mikroorganisme dalam tanah.

Analisis Kompos Dengan Campuran EM4 dan Media Tanam.

Penggunanan EM4 dalam dekomposisi serasah sebagai aktivator untuk mempercepat proses dekomposisi. EM4 merupakan kultur campuran dari bakteri yang mengandung Lactobacillus sp berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi asam laktat. Ragi/yeast untuk memfermentasikan bahan organik menjadi senyawa organik dalam bentuk alkohol, gula, dan asam amino. Actinomyces berfungsi untuk menghasilkan senyawa dari antibiotik bersifat toksin terhadap patogen. Pelarut phospat untuk melarutkan phospat.

Tabel 4 dapat dilihat hasil analisis kompos dengan campuran EM4, menunjukkan pH = 6.80 (%), menunjukkan kriteria agak asam, kandungan C/N = 36.05 (%), kandungan N = 0.62 (%) dan kandungan P = 0.48 (%) , kandungan K = 0.66 (%).

Tabel 4. Hasil analisis kompos dengan campuran EM4 di kebun campur Senjoyo No Jenis Uji Kompos Kebun Campur Senjoyo

1 C organik (%) 22.35

2 N total (%) 0.62 3 P (%) 0.48 4 K (%) 0.66 5 C/N (%) 36.05 6 pH 6.80

Hasil analisis kompos dengan campuran EM4 di kebun campur Senjoyo (Tabel 4), menunjukkan kandungan unsur nitrogen (N), fospor (P), dan kalium (K) rendah, hal ini dapat disebabkan karena serasah yang digunakan sebagai bahan kompos adalah serasah yang berwarna hitam terdapat pada lapisan atas tanah dan biasanya kandungan unsur nitrogen (N), fospor (P), dan kalium (K) sudah rendah, sehingga rasio C/N tinggi (Indriasti SI dan Elia RR 2004).


(50)

Tabel 5 Hasil analisis media tanam mahoni 12 MST

Dosis

No Jenis Uji S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50

1 pH 5 5.4 5.9 6 6 6.3

2 C organik (%) 1.51 7.6 7.67 8.31 8.47 8.31

3 N Total (%) 0.14 0.54 0.56 0.78 0.74 0.76

4 C/N 10.78 14.07 13.7 10.65 11.45 10.93

5 P Bray (ppm) 3.1 5.6 8.1 12.7 15.2 37.3

6 Ca (me/100g) 23.78 9.89 10.96 12.77 5.71 14.85

7 Mg (me/100g) 3.64 0.82 3.4 4.6 5.83 6.25

8 K (me/100g) 0.1 1.41 2.31 3.29 4.19 4.36

9 Na (me/100g) 0.14 0.74 1.09 1.46 1.76 1.78

10 Al (me/100g) tr tr tr tr tr tr

11 H (me/100g) 0.12 0.32 0.32 0.36 0.42 0.4

12 Fe (ppm) 0.2 1.6 1.48 0.84 0.96 1.48

13 Cu (ppm) 0.16 0.92 1 0.8 1.12 0.72

14 Zn (ppm) 0.28 3.32 2.12 1.48 1.68 0.48

15 Mn (ppm) 1.68 56.8 78 72.4 37.4 60

16 KTK (me/100g) 22.09 26.16 26.89 31.25 31.62 34.16

17 KB (%) 46.2 49.16 66.05 70.78 55.31 79.74

18 Pasir (%) 16.57 20.23 24.09 25.21 27.06 29.15

19 Debu (%) 65.14 44.55 40.55 35.27 30.77 39.27

20 Liat (%) 18.29 35.22 35.36 39.52 42.17 31.58

Keterangan S 0 : Kontrol (2000 g tanah)

S 10 : Dosis 10% (200 g kompos + 1800 g tanah) S 20 : Dosis 20% (400 g kompos + 1600 g tanah S 30 : Dosis 30% (600 g kompos + 1400 g tanah) S 40 : Dosis 40% (800 g kompos + 1200 g tanah) S 50 : Dosis 50% (1000 g kompos + 1000 g tanah)

Penambahan bahan organik hasil pengomposan mempunyai peranan penting bagi perbaikan mutu dan sifat tanah (Murbandono 2005). Berdasar hasil analisis akhir media tanam dapat dilihat pada Tabel 5. Sifat fisik media tanam setelah perlakuan mengalami perubahan diantaranya, pH tanah naik pada media tanam S 30,


(51)

S 40 dan S 50. Tekstur tanah menjadi remah/lempung liat berpasir. Biasanya tanah dengan tekstur remah adalah tanah pertanian yang baik karena perbandingan udara dan air senantiasa seimbang (Rismunandar 1990). Sifat kimia yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro, KTK dan KB meningkat. Bahan organik sangat aktif menyimpan unsur hara tanaman, dengan bertambahnya bahan organik akan meningkatkan KTK tanah (Sastrahidayat 1991).

Rasio C/N media tanam pada tiap konsentrasi hampir sama dengan rasio C/N tanah (Tabel 5), Hal ini menunjukkan bahwa bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh akar tanaman

(Djuarnani N 2008).

Pengaruh Kompos SerasahTerhadap Pertumbuhan Anakan Mahoni Tinggi Tanaman.

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan selama 12 minggu. Secara keseluruhan tinggi tanaman meningkat dengan semakin bertambahanya umur tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa dosis kompos berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman mahoni (Lampiran 18).

Tinggi Mahoni (cm) 12 MST

0 5 10 15 20 25 30 35 40

S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50

Dosis Tinggi (cm)

Gambar 12 Rata – rata tinggi mahoni 12 SMT


(52)

Media tanam tanaman mahoni dosis 50 % (S 50) menghasilkan rata-rata tinggi tanaman mahoni tertinggi yakni sebesar 31.09 cm. Sedang rata-rata tinggi tanaman mahoni yang terendah terdapat pada media kontrol yakni 21.09 cm. Tabel 6 Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap tinggi mahoni

Dosis Rata-Rata Sandi Keterangan

S 0 21.08 c

S 10 23.23 b

S 20 27.46 ab

S 30 29.23 ab

S 40 30.12 ab

S 50 31.1 a

S 20 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf sama pada lajur sama tidak berbeda nyata berdasar uji BNT pada taraf 1 %

Berdasar Uji BNT (Tabel 6) memperlihatkan bahwa S 20 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50, sehingga akan lebih efisien untuk menggunakan dosis 20% (S 20) dalam media tanam.

Media tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan penambahan bahan organik (kompos) pada media tanam menunjukkan hasil lebih baik dari kontrol. Penambahan unsur hara dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi media tanam sehingga dapat terbentuk pori-pori yang mudah untuk pertumbuhan akar, meningkatkan KTK, menambah kemampuan untuk menahan air dan meningkatkan ketersediaan unsur hara (Leiwakabessy 1998).

Pengaruh kompos ternyata berbeda menurut takaran yang diberikan, umumnya peningkatan takaran yang diberikan akan semakin nyata meningkatkan pengaruh kompos terhadap sifat fisik tanah (Tisdall dan Oades 1982). Berdasar analisis media tanam mahoni 12 MST, pengaruh pemberian kompos dengan campuran EM4 pada tiap dosis akan meningkatkan KTK media tanam (Bell 1993). Pada dosis 50% (S 50) terjadi peningkatan KTK, disini menunjukkan kapasitas tukar kation berjalan secara dinamis dibanding dengan kontrol. KTK telah menjadi fokus


(53)

dari kapasitas penyangga pH dan hara ( Ca2+ dan Mg 2+) dalam tanah di daerah perakaran (Argo dan Biernbaum 1997). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa peningkatan KTK setelah perlakuan juga meningkatkan kadar kation K+, Ca2+ dan Mg 2+, terlihat pada dosis 10% sampai dosis 50% .

Secara keseluruhan kenaikan pada tinggi tanaman, akan berpengaruh pada pertumbuhan organ tanaman lainnya. Pada pengamatan minggu ke 3 terlihat perbedaan pada tinggi tanaman mahoni tiap dosisnya. Hasil analisis media tanam terjadi peningkatan kandungan N pada tiap dosis dibanding dengan kontrol. Unsur N sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman membutuhkan unsur N dalam jumlah yang tinggi pada saat pertumbuhan vegetatif. Hasil analisis media tanam mahoni 12 MST menunjukkan kandungan unsur N tertinggi pada dosis 30% sebesar 0.78% dan hasil pertumbuhan tertinggi tanaman mahoni selama 12 minggu terdapat pada media tanam dosis 50% hal tersebut disebabkan perbedaan kandungan unsur N yang tidak terlalu jauh, dosis 50% mengandung 0.76%. Sehingga dapat dilihat dimana setiap tanaman mempunyai kemampuan menyerap unsur N sesuai dengan tingkat pertumbuhan. Dengan demikian bilamana terjadi kekurangan N yang hebat akan menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi. Kekurangan N dicirikan dengan vigor tanaman menjadi kerdil (Sarief 1983).

Diameter Batang.

Pengamatan diameter batang dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan tinggi tanaman dan jumlah daun, yaitu selama 12 minggu. Seperti halnya pada tinggi tanaman berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dosis kompos tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang mahoni (Lampiran 19).


(1)

65 Lampiran 19 Hasil analisis ragam diameter mahoni pada tingkat kepercayaan 95%

Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah

Rata-rata Keragaman

Dosis 0 12 55.44 4.62 0.96

Dosis 10 12 58.94 4.91 1.27

Dosis 20 12 60.65 5.05 1.21

Dosis 30 12 58.35 4.86 0.8

Dosis 40 12 61.87 5.16 1.03

Dosis 50 12 56.83 4.74 0.82

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT F hitung P-value

F tabel

Perlakuan 2.346 5 0.47 0.46 0.804 2.35

Galat 67.17 66 1.02

Total 69.52 71

Terima Ho karena F hitung < F tabel 0.46 < 2.35

Lampiran 20 Hasil analisis ragam jumlah daun mahoni pada tingkat kepercayaan 95% Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman Dosis 0 12 79.33 6.61 3.81 Dosis 10 12 103.3 8.61 5.45

Dosis 20 12 118 9.83 5.24

Dosis 30 12 109 9.08 3.6

Dosis 40 12 108.3 9.03 4.29 Dosis 50 12 125.3 10.4 7.99

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT F hitung P-value Ftabel

Perlakuan 103.51 5 20.7 4.09 0.003 2.35

Galat 334.22 66 5.06

Total 437.73 71 Tolak Ho karena F hitung > F tabel 4.09 > 2.35


(2)

66 Lampiran 21 Hasil analisis ragam jumlah daun mahoni pada tingkat kepercayaan 99%

Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman Dosis 0 12 79.33 6.611 3.81 Dosis 10 12 103.34 8.612 5.45 Dosis 20 12 118.01 9.834 5.24

Dosis 30 12 109 9.083 3.6

Dosis 40 12 108.34 9.028 4.29 Dosis 50 12 125.34 10.45 7.99

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT Fhitung P-value Ftabel

Perlakuan 103.507 5 20.7 4.09 0.002707 3.308

Galat 334.221 66 5.064

Total 437.728 71 Tolak Ho karena F hitung > F tabel

4.09 > 3.308

Lampiran 22 Hasil analisis ragam indek luas daun mahoni tingkat kepercayaan 95% Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman

Dosis 0 3 3.97 1.323 0.14

Dosis 10 3 5.01 1.67 0.03

Dosis 20 3 5.28 1.76 0.04

Dosis 30 3 6.05 2.017 0.01

Dosis 40 3 6.59 2.197 0.11

Dosis 50 3 7.17 2.39 0.24

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT F hitung P-value Ftabel

Perlakuan 2.24 5 0.448 4.72 0.0129 3.11

Galat 1.14 12 0.095

Total 3.38 17

Tolak Ho karena F hitung > F tabel 4.72 > 3.11


(3)

67 Lampiran 23 Hasil analisis ragam indek luas daun mahoni tingkat kepercayaan 99%

Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman Dosis 0 3 3.97 1.323 0.141 Dosis 10 3 5.01 1.67 0.029 Dosis 20 3 5.28 1.76 0.040 Dosis 30 3 6.05 2.017 0.007 Dosis 40 3 6.59 2.197 0.111 Dosis 50 3 7.17 2.39 0.240

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT Fhitung P-value Ftabel

Perlakuan 2.2394 5 0.448 4.72 0.012935 5.064 Galat 1.1392 12 0.095

Total 3.3786 17 Terima Ho karena F hitung < F tabel 4.72 < 5.064

Lampiran 24 Hasil analisis ragam bobot basah tajuk mahoni tingkat kepercayaan 95% Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman

Dosis 0 3 20.1 6.7 0.09

Dosis 10 3 22.9 7.63 0.04 Dosis 20 3 24.4 8.13 1.65

Dosis 30 3 24.3 8.1 0.21

Dosis 40 3 24.5 8.17 0.12 Dosis 50 3 26.2 8.73 0.17

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT Fhitung P-value Ftabel

Perlakuan 7.11 5 1.42 3.72 0.029 3.11

Galat 4.59 12 0.38

Total 11.7 17

Tolak Ho karena F hitung > F tabel 3.72 > 3.11


(4)

68 Lampiran 25 Hasil analisis ragam bobot basah tajuk mahoni Tingkat kepercayaan 99%

Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman

Dosis 0 3 20.1 6.7 0.09

Dosis 10 3 22.9 7.633 0.043 Dosis 20 3 24.4 8.133 1.653

Dosis 30 3 24.3 8.1 0.21

Dosis 40 3 24.5 8.167 0.123 Dosis 50 3 26.2 8.733 0.173

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT Fhitung P-value Ftabel Perlakuan 7.1111 5 1.422 3.721 0.02888 5.064

Galat 4.5867 12 0.382 Total 11.698 17

Terima Ho karena F hitung > F tabel 3.721 > 5.064

Lampiran 26 Hasil analisis ragam bobot kering tajuk mahoni tingkat kepercayaan 95% Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman

Dosis 0 3 7.2 2.4 0.04

Dosis 10 3 9 3 0.07

Dosis 20 3 9.7 3.23 0.24

Dosis 30 3 9.9 3.3 0.49

Dosis 40 3 10.8 3.6 0.43

Dosis 50 3 12 4 0.04

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT Fhitung P-value Ftabel

Perlakuan 4.42 5 0.88 4.04 0.0222 3.106

Galat 2.63 12 0.22

Total 7.04 17

Tolak Ho karena F hitung > F tabel 4.04 > 3.106


(5)

69 Lampiran 27 Hasil analisis agam bobot kering tajuk mahoni tingkat kepercayaan 99%

Anova: satu faktor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Keragaman Dosis 0 3 7.2 2.4 0.04 Dosis 10 3 9 3 0.07 Dosis 20 3 9.7 3.233 0.243 Dosis 30 3 9.9 3.3 0.49 Dosis 40 3 10.8 3.6 0.43 Dosis 50 3 12 4 0.04

ANOVA Sumber

Keragaman JK db KT Fhitung P-value Ftabel Perlakuan 4.4178 5 0.884 4.037 0.02215 5.064

Galat 2.6267 12 0.219 Total 7.0444 17

Terima Ho karena F hitung < F tabel 4.037 < 5.064


(6)

Lampiran 28 Data curah hujan kebun campur Senjoyo pada bulan Agustus- Desember 2008 ( mm/jam)

BULAN Tanggal

Agustus September Oktober November Desember

1 - 23 - 50 -

2 - - - 40 -

3 - - - 65 -

4 - - 30 68 -

5 - - - - -

6 - - - - -

7 - - 6 - -

8 - - 9 25 -

9 - - 92 - -

10 - - 25 30 17

11 - - 5 - 20

12 - - - - 7

13 - - 39 9 -

14 - - - - 15

15 - - 7 18 -

16 - - - 20 32

17 - - - 43 7

18 - - 4 23 5

19 - - - 9 16

20 - - 13 - 59

21 - - 4 55 -

22 - - - 9 -

23 - - - 19 -

24 - - - - 19

25 - - - - -

26 - - - 20 -

27 - - - 26 -

28 - - - - -

29 - - 39 - -

30 - - - - -

31 - - -

Jumlah - 23 273 524 197

Hari Hujan - 1 12 17 10

Sumber: Dinas Bina Marga, Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Cabang Ungaran.