Kajian Pengemasan Kenlpuk Mentah Tapioka Siap 'Goreng' Selama Penyimpanan
Setiap waktu a&r rnennpa&
Pada titian ihtiu yat~gta[6cmju1g
Dahnz titian fiidup y a ~ g'biz Gcn~l~iara
Sctiap wa@u sku ttersenyzinz d i n n~ertn~~gis
Nernancar&alz serlzz~aasa
Bersatu delzga/z lautalz doh
,fi&u hanya ilzgilz
S e g a h q a nzclqadi h6ifi 6erarti
Nenuai yang tcrirzdali
Cinta @66ul'Izzati
3
Kupersemblhkan Untuk Yang Kukasihi
Mama. Pana. Mas Doris. Andi
SKRIPSI
KAJIAN PENGEMASAN KERUPUK MENTAH SIAP 'GORENG'
SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
ANNA AMELIA
F 3 1.0555
2000
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN PENGEMASAN KERUPUK MENTAH SIAP "GORENG'
SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
ANNA AMELIA
F 31.0555
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTAh11.4h'
Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Tenologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2000
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAY DAN GLZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKIJLTAS TEICNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENGEMAS AN KERUPUK MENTAH S I N "GORENG"
SELAMA PENYIMPANAN
SICRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEICNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ANNA AMELIA
F 31.0555
Tanggal lulus: 3 1 Januari 2000
Dosen Pembiinbing
" KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala pttji dan squhwr penulis persembahkan hanya bagi Ailah SWT
yang telah menganugerahkan berbagai kenikmatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul KAJIAN PENGEMASAN KERUPUK MENTAH TAPIOKA
SIAP GORENG SELAMA PENYIMPANAN ini penulis susun berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sejak bulan Desember 1998 hingga April 1999.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan kepada :
1.
Mama, papa, kakak-kakak tercinta yang telah memberikan bantuan moril dan n~ateril
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi ini.
2.
Prof Dr. Soewar?o T. Soekano, hl.Sc selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
nlemberikan arahan dan binlbingan selama penulis menjalani studi di TPG.
3.
Project Grant QUE yang telah membiayai penelitian ini hingga selesai.
4.
Pak Nur, Pak Ilyas, Pak Gatot, Pak Yahya, Pak Rojak serta laboran lainnya yang
telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.
5.
Suamiku fillah , Maulana Abdullah, S.E, yang telah menjadi motivator penulis
disaat terakhir penulis menyelesaikan tugas-tugas akhir ini.
6.
Sahabat-sahabatku yang membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya M'Indar,
Elly, Elfi, warga AROFAH dan rekan-rekan TPG'3 1.
Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2000
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
KATA PENGANT
1
. ........................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................... . . . .,. . ,. , iv
DAFTAR IS1
DAFTAR GAMBAR ...................................
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
I.
P E N D m U A N .............
1
11.
TINJAUAN PUSTAKA
3
A. KERUPUK
3
1. Pengertian Kerupu
4
2. Pembuatan Kerupuk Mentall
5
3. Penggorengan Kerupuk
7
4. Mutu Kerupuk
8
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU KERUPUK 9
1. Kadar Air ...... ....... ............ ....... ............. ..... .......... ............. ............. . 10
2. Volume Pngembangan
10
3. Kemasan
11
C. PEMANASAN DENGAN OVEN GELOMBANG MIKRO ........ ... ..... 11
1. 'Penggorengan' dengan Oven Gelombang Mikro
... 11
2. Suhu Pada Pemanasan dengan Oven Gelombang Mikro .................
12
3. Peranan Air
13
D. KEMASAN PRODUK PANG
14
1. Fungsi Kemasan ....................................................................
2. Jenis Kemasan .... .... ... ... ... ... ...... ..... .. . . . . . . . .
14
. . . . . . . . . . . 15
3. Kemasan Kerupuk ....... ... ... ... ........ ........ . . . .. . . . . . . . ,. . . . . . . . . . . . 18
E. PENYIMPANM .. .... ............. ...... ..... ... ..... ... . .
Dl.
.. .
.
... ..
.. .. 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAAi
19
A. BAHANDAN ALAT
19
B. METODE PENELITI
20
1. Pembuatan Kerupuk Mentah
20
2. Penyeirnbangan Kadar Air Kerupuk Mentah
21
3 . Perlakuan Jenis Bahan Kemasa
4. Perlakuan Penyirnpanan ..........
5. 'Penggorengan Kerupuk
C. METODE ANALISA
24
1 . Kadar Ai
2. Volume Pengembangan
..
3. UJI Kerenyahan
24
. ................................ 24
..................................................... 25
..
4. UJI Ketengikan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
25
26
A. KONDISI KEMASAN DAN P E N W A N A N ............ ... ........,,......... 26
B. PERUBAHAN KADAR AIR SELAMA PENYIMPANAN ................. 27
C. PERUBAHAN VOLUME PENGEMBANGAN SELAMA
PENYIMJ?ANAN
D. WAKTU SlMP
32
36
V. KESIMPULAN
3S
DAFTAR PUSTAKA
40
Halaman
Tabel 1. Perbandingan Produksi. Luas Panen dan Hasel Per-Ha . Tanaman Ubi
Kayu Tahun 1995 dan Tahun 1996........................................................... 3
Tabel 2 . Statistik Perdagangan Kerupuk Luar Negeri Indonesia Tahun 1996 .......... 4
Tabel 3 . Standar Mutu Kerupuk Mentah SII. 0272-90 ............................................ 9
Tabel 4 . Perrneabilitas Beberapa Jenis Film Plastik ................................................ 17
17
Tabel 5 . Nilai Densitas Beberapa Jenis Film Plastik ..............................................
Tabel 6 . Formulasi Dasar Bahan yang digunakan untuk Membuat Kerupuk ........... 21
Tabel 7 . Data Pengukuran RH pada beberapa Waktu Penyimpanan Kerupuk Mentah
Kemasan ................................................................................................... 17
Tabel 8. Data Pengukuran Kadar Air Kerupuk Mentali Tapioka Kemasan Selama
Penyimpanan ............................................................................................
29
Tabel 9 . Nilai F Analisis Sidik Ragam Kadar Air Kerupuk Mentah Tapioka dan
Volume Pengembangan Kerupuk "Goreng" dengan Microwave ............... 31
Tabel 10. Data Pengghwran Volume Pengembangan Rata-rata Kerupuk Tapioka
Kemasan Selama Penyimpanan .........................................................
34
DAFTAR GAMB AR
iialaman
Gambar 1. Jenis Kemasan yang digunakan dalam Penelitian ..........................
20
Garnbv 2. Fizzram Alur Pembuztzn K e r p ~ kMentah ..................................
22
Gambar 3 . Grafik Perubahan RH pada Beberapa WaktuPenyimpanan .................
27
Gambar 4 . Grafik Perubahan Kadar Air Selama Penyimpanan pada 3 Jenis
Kemasan ............................
28
Gambar 5. Grafik Volume Pengembangan Selan~aPenyimpanan pada 3 Jenis
Kemasan ............................................................................................
35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Data Penyimpanan kerupuk mentah Kemasan Siap "Goreng"
dengan Microwave. .........................................................................
43
.
Lampiran 2a. Hasil Analisis Keragaman Pengaruh Perlakuan terhadap
Kadar Air Kerupuk Mentah Tapioka Siap "Goreng" dengan
Microwave ....................................................................................
Lampiran 2b. Hasil
Volume
"
Analisis
Keragaman
Pengembangan
Pengaruh
Kerupuk
Perlakuan
Mentah
44
terhadap
Tapioka
Goreng" dengan Microwave ..........................................................
Siap
44
.
Anna Amelia, Nrp, F 31.0555.
'Goreng'
Kajian Pengemasan Kenlpuk Mentah Tapioka Siap
Selama Penyimpanan. Di bawah binibingan Prof Dr. Soewarno Tjokro
Soeka~to,MSc.
Kerupuk biasa dikonsumsi sebagai lauk-pauk ataupun 'inakanan kecil'. I'...
Pelliil:kat>n tersebut disebnbkan olcli nniknya luns pnnen di luar Ja\\.n >,ni:u sebes?;
I S.24
?c,'
(BPS, 1996)
Tabel I . Perbandingn~rIJroduksi, Luns I'anei~ d3n I-insii per I-in. Tznnnian Chi !iz>ir
cal~unI995 d-11 Tnhul~19?6.
I
- Prnduksi (000 ton)
- Luas Panen (000 ha)
1I
HasilAia (kuintal)
r~.Iiun1096
S960
732
122 1
1
1
592- '
li;
,500
i ^OD:
/ kei;aikan!penurunal:
taliun
1996 terhadap taliuii 1995
- I'i~oduksi
- Luas Panen
-*Su:nbel. : Bf'S, Jakar-ir~(1996)
i0.i l
2.16
Tabcl. 2 Statistik Perdagansan Kenrpuk Luar Negeri Indonesia Tahun 1996.'
~ o r n o d i t i Negnra xiitinn
Gc!.upuk Udang klongkong
Korea
Netl~erland
Bel ia dari Luxemburg
Total
Kerupuk lain
I
I
I
iiongkong
Malaysia
Saudi Ambin
Netlrerlands
Luxe111bt:rr
I
I
Jumlah (kg)
lS3.176
879.896
2 15.57 1
2.5S2.Sj4 I
1.157109
G.O56..iSO
124.014
S62.104
279.441
307.612
220.0SS
2.293.73s 1
1
-
Nilni US S
i
-142.-?>>
_ _ _
!
2.367.737
564.161 i
-i.436.040 i
2.167.325 i
l - - '
-..I.-\>
i
602.267
> > > . I -I>
2.440632
_ . _ I -
/I
I
*S~imber: BPS (1?90')
Produksi kerupuk di Indonesia urnuninya dilakukan secara tradisioanal dengan
peralatan yang sederhar!a, narnun untuk komoditi ekspor banyak prrusaalian besar
yang turut andil d a l m penerapan teknologi iiiodel-n. Hanipir ditiap daerali terdapzt
per~jirikerupuk. 'Ceruta~iakerupuk tapioka.
arau s a g deligan atau tanpa penaiiibahnii bnlinrl raniballn~i nink:i!.?:i
diijinkan, harue disiapkan densan cara niensgoreng atau
menianszzi:_c
l2i11 ~ . 2 ; ; 5
s2beSeiu;::
disajikarl (Revisi SI1.02?2-85).
\Siriallo (19SA) rnendefiiilsikan kerupuk sebagai jenis rnzkanz? keriiir;- ! z n z
rerhua! dari bahan-ballan yang m e n g a n d u l l ~pzli cuktip tiiigsi. Sednngk.11 n!enu:ui
Siaw et.al (1985) k e ~ u p u k rnerupakan salali satu jellis nlakanan kriil !.%;_e
niengalanli p e n g e m b a ~ g a n volunle d a r ~ rneinbentuk produk y a n s porus
n~;ir~il~tuly;ti
densitas y:il~grerldall.
:
stria
Berdasarkan revisi SIL0272-85 kerupuk dapat diklasifikasikan menjadi
2 golongan atau kelompok, yaitu kerupuk tidak bersumber protein dan
kerupuk bersumber protein.
Selanjutnya dijelaskan pula dalam revisi
SII.0272-85 tersebut kerupuk tidak bersumber protein adalah kerupuk yang
pada pembuatannya tidak menggunakan sumber protein baik hewani maupun
nabati dan kerupuk yang bersumber protein adalah kerupuk yang pada
pembuatannya menggunakan sumber protein hewani atau nabati seperti jenis
kerupuk ikan dan kerupuk udang.
2. Pembuatan Kerupuk Mentah
Terdapat tiga tahapan penting dalam proses pembuatan kerupuk, yaitu
pembuatan adonan, pencetakan adonan dan pengeringan (Djumali et.al, 1982).
Tahapan pengolahan kerupuk menurut Basuki et.al (1985) meliputi
persiapan bahan, pembuatan bubur adonan, pembuatan dodolan, pengukusan,
pengirisan dan penjemuran.
Wijandi et a1 (1975) menyatakan bahwa
membuat bubur adonan kerupuk tapioka dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan semua bahan yang digunakan dan diaduk sampai rata,
kemudian diuleni sampai terbentuk adonan yang liat dan homogen.
Anwar eta1 (1992) membuat adonan dengan cara lain, yaitu membagi
dua bagian tepung dan pada masing-masing tepung dibuat adonan yang
terpisah dan setelah terbentuk adonan yang liat adonan dicampur menjadi
satu. Lain halnya dengan cara yang dilakukan oleh Djumali et.al (1982) dan
Sya'bani (1996), pembuatan adonan dilakukan dengan cara melarutkan
sepertiga bagian tepuiig tapioka sehingga dipexleh cai-;rpuran s e p e d bubur.
Bubur yang telah dibuat dicampur dengan sisa tepung sedikit demi sedikit
sampai terbentuk adonan yang hornogen.
Adonan siep jike sudah tidak
lengket ditangan. Pencampuran sisa tepung dilakukan dalam keadanan diatas
tungku dengan api kecil dengan maksud pemasakan adonan, agar diperoleh
dodolan yang homogen dan tidak pecah sebelum dikukus (Basuki et.al, 1985).
Pencetakan
adonan
dapat dilakukan
secara tradisional
dengan
membentuk dodolan adonan dengan tangan hingga berukuran panjang 25-30
cm dan berdiameter 4-5 cm pjumali et.al 1982) atau dengan menggunakan
sheter untuk mernbentuk lembaran-lembaran adonan (Suwarman, 1996).
Setelah
proses
pembentukan
adonan
dilahvkan
pengukusan.
Pengukusan dapat dilakukan dengan menggunakan dandang yang berisi air
mendidih selama 2 - 2,5 jam tergantung dari jumlah dodolan (Basuki et.al,
1985). Atau dapat pula dengan n~enggunakanexhauster pada suhu 9 0 ' ~
selama 2 menit seperti yang dilakukan oleh Suwarman (1996) terhadap
,
lembaran-lembaran adonan.
Selanjutnya diterangkan oleh Basuki et.al (1985) sebelum dodolan
diiris, setelah dikukus dodolan disimpan di atas rak bambu selama 1-2 malam
agar dodolan mengeras dan mempermudah pengirisan.
Menurut Siahaan
(1988) penyimpanan tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar air dodolan
setelah pengukusan.
Setelah dodolan benar-benar dingin, dilakukan pengirisan (Djumali,
1982). Pe2girisan dodo!an dilakukan dengan meagguaakan pisau dengan
ketebalan 2 - 5 rnrn (Sya'bani, 1996) atau dengan cara mekanis menggunakan
mesin pengiris (Siaw et.al, 1985).
Kemudian irisan dodolan siap dikeringkan dengan oven pada suhu 5 0 ' ~
selama 12 jam (Anwar et.al, 1992) atau pada suhu 60' - 70°c selama 7 - 8
jam hingga diperoleh produk yang kering dan mudah patah (Sya'bani, 1996).
Pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu 2 hari bila cuaca
cerah dan 4 - 5 hari bila cuaca h a n g cerah (Setiawan, 1988).
3 . Penggorengan Kerupuk
Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng
yang mengembang dan renyah (Sya'bani, 1996). Penggorengan merupakan
proses pemasakan bahan pangan mentah sehingga dihasilkan makanan yang
siap saji (Anonim, 1998).
Pada
proses
penggorengan
konvensional,
Ketaren
(1986)
mengelompokkan proses penggorengan menjadi 2 yaitu proses pan frying dan
deep frying. Anonim (1998) menyatakan perbedaan deepJiyi~~g
dengan pat1
frying terletak pada jumlah minyak yang digunakan. Pada proses deep frying
minyak yang digunakan dalam jumlah banyak sehingga bahan terendam
dalam minyak panas.
Sedangkan pada pan f-ying bahan pangan yang
digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak panas.
Pada proses
penggorengan konvensional ini terjadi penyerapan pada bahan pangan karena
air pada bagian iuar bahan pangan aican hiiang akibat penpapan air dan diisi
oleh rninyak (Ketaren, 1986).
'Penggo:engan'
kerupuk d q x t juga dilakukan dengan mefigg~nakan
oven gelombang mikro, hanya saja memakan wak~u lebih lama dari
penggorengan konvensional (Sya'bani, 1996).
Menurut Yustica (1994)
penggorengan kenovensional deep frying rnembutuhkan waktu antara 25 - 30
detik pada suhu 160 - 180'~.
Sedangkan 'penggorengan' dengan oven
gelombang mikro membutuhkan waktu antara 48 - 75 detik pada suhu
medium high dengan kadar air kerupuk mentah yang sama (Sya'bani, 1996).
4. Mutu Kerupuk
Menurut Sofiah dan Sutrisniati (1991), mutu kerupuk dapat dinilai
dengan menggunakan parameter-parameter baik terhadap sifat yang dapat
dilihat, misalnya keutuhan, keseragaman pencetakan dan daya kembang,
maupun sifat-sifat yang tersembunyi seperti nilai gizi dan rasa. Standar mutu
kerupuk mentah yang berlaku di Indonesia adalah standar mutu yang
dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian 1990, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar Mutu Kerupuk Mentah SII.0272-90*
/
1
Persyaratan
Kerupuk I Kerupuk
Non ~"mber 1 ~ersumber1
Protein
1 protein 1
Normal
Normal
Normal
Min. 95
Normal
Normal
Normal
Min. 95
Tidak nyata
Maks.12
Maks. 1
Tidak nyata
Maks.12
Maks. 1Min.5
-
Sesuai SN1022-1987-M
No.722/MenkeslPER/IX/88
Tidak nyata
I Tidak nyata
*Sumber : Departemen Perindustrian (1990)
Sya'bani (1996) menyatakan bahwa kerupuk hasil 'penggorengan'
dengan oven gelombang mikro memiliki mutu yang lebih baik dari pada
kerupuk hasil penggorengan konvensional, dengan penampakan luar yang
lebih mulus, struktur dalam berongga dengan ukuran seragam, volume
pengembangan dan kerenyahan yang lebih tinggi serta kadar lemak yang lebih
rendah,
B. F.4KTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU KERUPUK
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu kerupuk mentah
ataupun matang, diantaranya adalah sebagai berikut :
I . Kadar Air
Kadar air yang terikat dalam kerupuk sebelum digoreng sangat
menentukan volume pengembangan kerupuk matang (Muliawan , 1991).
Menurut Lavlinesia (1995) dalam Sya'bani (1996), jumlah eir yang terikat
dalam bahan pangan akan menentukan banyaknya lertusan yang menguap
selama penggorengan. Jumlah uap air yang terdapat di dalam bahan pangan
ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran
udara, kondisi bahan dan cara penumpukan serta penambahan air sewaktu
pembuatan adonan pada proses gelatinisasi pati.
2. Volume Pengembangan
Menurut Muliawan (1991), salah satu parameter mutu kerupuk goreng
adalah volume pengembangan.
Sedangksn volume pengembangan
dipengaruhi oleh kadar air kerupuk mentah dan suhu penggorengan (Zulviani,
1992).
Sya'bani (1996) menyatakan bahwa kadar air 9,4 % kerupuk mentah
dapat menghasilkan volume pengembangan yang baik sebesar 852% setelah
di'goreng' dengan oven gelombang mikro dengan menggunakan suhu
'penggorengan' n7edilrnl high.
Volume pengembangan kerupuk juga dipengaruhi oleh adanya
penambahan jenis pengembang makanan pada adonan kerupuk mentah. Dari
hasil penelitian penggunan soda kue, soda abu dan amoniak kue dapat
meningkatkan volume pengembangan kempuk sekitar 20 persen (Tahir,
1985).
3.
Kemasan
Peagemasan berfbngsi untuk inelindungi produk dari pengaruh
lingkungan dan untuk memberi pengaruh visual. Selain itu pengemasan juga
untuk mempermudah penanganan serta distribusi dan memperpanjang masa
simpan produk yang dikemas (Nelson dalam Jackson, 1990).
Syarief (1989) menerangkan bahwa terdapat hubungan antara kemasan
dengan mutu produk yang dikemas. Pengemas akan menjaga produk dari
perubahan aroma, wama tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air
dan oksigen.
C. PEMANASAN DENGAN OVEN GELOMBANG MIKRO
,
Menurut Sya'bani (1996), pemanasan dengan oven gelombang mikro dapat
mengurangi atau menghindarkan pemakaian minyak sehingga diperoleh produk
yang tidak berminyak dan berkalori rendah.
1. 'Penggorengan ' Dengan Oven Gelombang Mikro
Gelombang mikro merupakan suatu frekuensi tinggi, tidak berionisasi
dan merupakan
gelombang elektromagnetik,
hampir
sama dengan
gelombang radio dan signal pengendali jarak jauh televisi (Decareau, 1967).
Gelombang elektromagnet yang lebih panjang seperti untuk radio dapat
digunakan untuk menghasilkan panas pada bahan yang dapat menyerap
panjang gelombang tersebut. Bahan yang mengandung air dan bersifat polar
dapat menyerap fiekuensi radio, oieh karena iiu pemanasan dengan fiekuensi
radio dapat dipakai untuk makanan (Wirakartakusurnah, 1985).
Pernanggangzn dengan micrvxavz umum:.ya di!&-&an
pada 915 dan
2450 MHz, tetapi disarankan menggunakan fiekuensi rendah jika obyeknya
tebal (Mudgett, 1986).
Sya'bani (1996) mengungkapkan bahwa 'penggorengan' kerupuk
dengan oven gelombang mikro dimuiai pada saat kerupuk berada diatas
piring pemanggang di dalam oven dan dikenai oleh gelombang mikro. Pada
fase I saat mengenai kerupuk gelombang mikro berinteraksi dengan air yang
terkandung didalam kerupuk yang mengakibatkan timbulnya panas. Pada
fase 11, panas yang dihasilkan dari dalam bahan pangan mengakibatkan
bagian tengah kerupuk menjadi lentur atau fleksibel dan fase 111 terjadi
sekitar 12 detik kemudian dimana kerupuk mulai mengalami perubahan
bentuk dan pengembangan kerupuk dibagian temgah yang diikuti bagian
pinggir kerupuk. Mekanisme pengembangan tersebut menyebabkan kerupuk
'goreng' yang dihasilkan melengkung.
2. Suhu Pada Pemanasan Dengan Oven Gelombang Mikro
Burner (1993) menyatakan bahwa pada microwave yang portabel,
suhu ditunjukkan oleh output power yang terdiri dari enam skala yaitu high,
medium high, niediuni defrost, n~ediunilow dull low.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarman (1996),
'penggorengan' kerupuk dengan microwave oven diiakukan
pada suhu
meditrm high.
3. Peranan Air
Dalam Mudgett (1986) dinyatakan bahwa status air dalam bahan
pangan menyebabkan dampak yang berbeda terhadap dielektrik bahan
karena ada perbedaan efek kadar air dengan aktivitas air terhadap perilaku
dielektrik.
Menurut Bufler (1993), interaksi gelombang mikro dengan materi
yang dapat menimbulkan panas adalah interaksi ionik dan dipolar. Kadar air
dalam bahan pangan berperan penting dalam kedua ienis interaksi tersebut.
Pada interaksi ionik, mekanisme pemanasan berasal dari perpindahan energi
dari rnedan listrik ke agitasi partikel. Pada mekanisme tersebut, energi
oslcilasi medan Iistrik yang dihasilkan oven gelombang mikro menyebabkan
agitasi pertikel naik dan menyebabkan partikel berinteraksi dengan partikel
disekitamya sehingga partikel-partikel tersebut mengalami kenaikan suhu.
Selanjutnya peningkatan energi panas dipindahkan ke bagian lain dari
material.
Bahan pangan pada urnumnya mengandung air yang terlarut
didalamnya garam-garam seperti sodium, potasium dan kalsium klorida.
Pada saat garam-garam tersebut larut maka akan terbentuk 2 kelompok
partikel atau ion. Garam sodium, potasium menjadi partikel bermuatan
positif (kation) yang tertarik oleb katoda sedangkan klorida menjadi partikel
bermuatan negatif janionj yang tertarik oien anoda. ion-ion bermuatan
tersebut mampu berinteraksi dengan medan listrik yang terdapat pada oven
geloiiibang iiiikio. Cdain poses iiiekiinisim
ijaiitij
oleh oven gekombailg
mikro energi ditransfer ke ion-ion tersebut sehingga terjadi agitasi yang
berkelanjutan yang dapat menaikkan suliu bahan pangan.
Pada interaksi dipolar, panas tejadi karena ada tabrakan secara acak
dari molekul polar akibat dari usaha molehul-molekul polar tersebut sesuai
dengan arah perputarm medan listrik yang ada pada oven gelombang mikro.
Gelombang mikro hanya berinteraksi dengan molekul yang bersifat
polar seperti air dalam pemanasan bahan.
Interaksi dipolar ini mempakan
mekanisme utama dari interaksi gelonlbang mikro dengan partikel air urltuk
menimbulkan panas.
D. KEMAS AN PRODUK PANGAN
Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu
bahan. Pada saat ini proses pengemasan dianggap sebagai bagian integral dari
proses produksi dipabrik-pabrik pengolahan pmgan (Syarief, 1993).
1. Fungsi Kemasan
Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu
bahan. Pada saat ini proses pengemasan dianggap sebagai bagian integral dari
proses produksi di pabrik-pabrik dan menurut kngsinya kemasan berhngsi
sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga
memudahkan
penyimpanan,
pengangkctan
dan
distribusi,
memberi
perlindungan terhadap mutu produk dari kontarninasi luar dan kerusakan dan
menarnbah daya tariic produic (Syarief dan irawaty, 1588).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan
dengan kemasan yang digunakan menurut Winamo dan Jenie (1583) dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu perfama, kerusakan yang ditentukan oleh
sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misal
kerusakan kimia, biokimia, fisik dan mikrobiologi. Kedtta, kerusakan yang
..
ditentukan oleh linghngan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan
pengemasan yang digunakan, misal kerusakan mekanis, perubahan kadar air
bahan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen serta kehilangan dan
penambahan citarasa yang diinginkan.
2. Jenis Kemasan
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak
variasi dan serba 'guna seperti melindungi, mengawetkan, menyimpan dan
memamerkan hasil.
Penekanan fungsi tergantung dari komoditi yang
bersangkutan (Hall et.al, 1986).
Kemasan dari bahan film saat ini menempati kedudukan yang culc~p
penting diantara bahan-bahan kemasan yang lain. Film didefinisikan sebagai
lembaran yang fleksibel yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan
metalik dengan ketebalan lebih kecil dari 0,01 inchi atau 250 mikron. Film
terbuat dari turunan selulosa dan sejumlah resin termoplastik. Terdapat dalam
bent& roll lembaran dan tabtng yang dapat digunakan sebagai ?embufig'nus,
kantong, tas dan sampul (Hambali et.al, 1990).
Polietilen dan polipropilen adalah plastik yang umum digunakan untuk
membuat kantong plastik (Hambali, 1990).
Sacharow et.al (1970)
rnenyatakan bahwa polipropilen memiliki titik leleh yang tinggi, karenanya
sulit untuk dikelim panas. Sebaliknya polietilen mempunyai sifat mudah untu
dikelim panas (Syarief, 1989).
Sifat umum polietilen menurut Sacharow et.al (1970) dan Syarief (1989)
adalah transparan, lemas, mudah ditarik dengan daya rentang tinggi tanpa
sobek, mudah dikelim dan kedap air dan uap air. Berdasarkan densitasnya
polietilen dibagi dalam tiga jenis yaitu densitas rendah (LDPE), densitas
sedang (MDPE) dan densitas tinggi (HDPE) (Sacharow et.al, 1970).
Hambali et.al (1990) mengutarakan sifat polipropilen sebagai berikut
yaitu n~empunyai densitas yang sangat rendah, mempunyai kekuatan tarik
yang tinggi, kekakuan dan ketahanan kikis yang lebih besar dari PE, lebih
transparan dengan permukaan halus, tahan terhadap minyak, lemak, basa h a t
dan pelarut pada suhu normal kecuali oleh karbon terklorinasi.
Dalam menghadapi tuntutan pasar yang semakin maju, pada tahun 1962
industri pengemasan pangan mengembangkan penggabungan dua polimer
yaitu PE dan PP dengan proses ekstrusi (Sacarow dan Griffin, 1970).
Menurut Hambali et.al (1990) penggabungan dua polimer PE dan PP dapat
dilakukan dengan cara laminasi ekstrusi yang merupakan cara penggabungan
bahan dalam kondisi kering.
Laminasi film akan memberikan ketahanan
kemasan terhadap uap air lebih baik.
Ketahanan dapat d i u h r dengan
menghitung jumlah uap air persatuan luas (luster vapozir transmissio~l)dalam
selang waktu tertentu (Syarief, 1989).
Dalam
perdagangan
permeabilitas terhadap
0 2
dikenal
bermacam-macam
plastik
dengan
dan densitas yang berbeda-beda seperti disajikan
dalam Tabel 4. dan Tabel 5
Tabel 4. Permeabilitas Beberapa Jenis Film Plastik*
Jenis
Plastik
Nylon 66
Nylon 6
Polypropilene
PET
Polyvynil chloride
HDPE
MDPE
LDPE
Polystyrene
*Paine (1987)
1
Permeabilitas 0 2
(cc/mi1/100 in2/24 jam pada 1 atm)
2.0
2.6
1SO
4.8 - 9.0
5-20
I SO
250
420
350
Tabel 5. Nilai Densitas Beberapa Jenis Film Plastik*
Jenis Film
Jenis Film
Densitas @r/cn13)
Dsnsitas
(_gr/c~n3)
0.96
Alumunium foil
2.70
HDPE
cellophane
1.50
PoIypropiIene
0.90
Cellulose acetate
1.40
Polyester
1.38
Methyl cellulose
1.23
Poljvinyl chloride
1.28
Nylon 66
1.14
Saran
1.70
LDPE
0.92
Styrene
1.05
*Hanlon (1986)
3. Kemasan Kerupuk
Syarief (1989) menyataican bahwa dalam pemiiihan jenis kemasan
produk pengan hams dihindari adanya pembahan fisik dan kimia karena
migrasi dari bahan kemas stperti nlononler plastik, timah putih datl korosi.
Kemasan yang baik untuk kerupuk adalah kemasan yang tertutup rapat,
tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan
pengangkutan (Dept.Perindustrian, 1989)
Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan
pangan.
Penyimpanan berhngsi sebagai pengendali persediaan makanan
(Syarief, 1993).
Suatu produk dikatakan msak setelah penyimpanan bila telah tejadi
penyinlpangan mutu terhadap produk dan tidak dapat diterima oleh konsumen
(Soekarto, 1990). Salah saiu faktor yang mempengaruhi penyimpanan adalah
kadar air. Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari
makanan, karena faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan
kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia (browning
non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis temtama pada
makanan yang tidak diolah (Winamo dan Jennie, 1983).
Selanjutnya Winarno (1988) menyatakan bahwa pengamatan terhadap
kadar air selama penyimpanan sangat penting karena kandungan air di dalam
111.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan yzzg ddlg~ozksr.untuk n?err.huzt d m xeRgg0rer.g ker~pu.4adalah
tepung tapioka cap 'Kupu Satu Hijau', tepung terigu cap 'Kunci Biru' produksi
PT. Bogasari, garam cap 'Jempol' produksi PT. Susanti Megah, soda Lwe cap
'Kupu-kupu', dan minyak goreng cap 'Bimoli' produksi PT. Inti Boga Sejahtera.
Bahan kimia yang digunakan untuk keseimbangan adalah larutan garam
jenuh Natrium Klorida (NaC1) untuk mengatur keseimbangan kadar air. Bahan
kimia ini diperoleh dari Lab. Kimia Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Bahan kemasan plastik yang digunakan adalah kantong plastik dua lapis
yaitu OPP (orie11/edpobpropiIe11,
bagian dalam) lapis PP @obp~'opile/~,
bagian
luar), yang merupakan jenis pengemas pada produk 'Es Mony' dengan sifat
transparan dan terprinting serta dalam kondisi baik. Kemudian kantong plastik
dua lapis yaitu OPP (oriel~/edpo/rpropiIe~~,
bagian dalam) lapis LLDPE ( / i ~ ~ e a ~ bagian luar) yang merupakan jenis pengemas pada produk
low de/lsippolyerile/~,
'B29' dengan sifat pada satu sisi kantong transparan terprinting dan pada sisi
lainnya terprinting penuh. Kemasan ketiga yang digunakan adalah kantong
plastik jenis tiga lapis VMS (villpl nletalized sealable) yang merupakan kernasan
laminasi
OPP
(ketebalan
30
mikron)/alumunium
(ketebalan
10
mikron)/PP(ketebalan 20 mikron). Bahan-bahan plastik ini diperoleh dari PT.
Samudera Montaz, Klender, Jakarla Timur.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan
pe~igoiahanpangan dan penearnittaxi
r"e~alatanpengoiahan yang digu~lakatl
meliputi oven gelombang mikro buatan Tens It&hesia, wadah, neraca analitik
merek 'Sar%rius', ge!as u h r 'PJ~exy,shccter h a t = Valmade:a,
narnpan
pisal: da::
Juga dibutuhkan sealer untuk menutup kemasan yang tersedia pada
Lab. Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA.
Keterangan: A. OPP/PP, B. OPPLLDPE, C. VMS
Gambar 1. Jenis Kemasan yang Digunakan dalam Penelitian
Peralatan untuk kesetimbangan produk adalah desrkator box dengan
\.olume 50 cm3 Sedangkan alat untuk pengamatan dibutuhkan neraca analitik
merek 'Sartorius', oven, cawan porselen, gelas ukur dan manik-manlk plastik
berdiameter 2 mm
1. Penlbuatan Kerupuk Mentah (Sya'bani 1996)
Kerupuk tapioka mental] dibuat dengan teknologi modern.
Skema
proses pembuaran disajiican pada Gambar 2. Fonauiasi bahan dasar yans
digunakan untuk membuat adonan kerupuk dgajikan pada Tabel 6 .
"
Tabel 6. F o m l a s i Dasar Sahan yaag b.g~a&?tanua%k Xembua: Xerupuk
Bahar
Tepung 1 aplOKa
Tepung Terigu
I
Garam
Mirnyak goreng
Soda Kue
an total tepung
80,O
20,O
3,O
3,O
0,s
Bahan-bahan tersebut diatas dicampur dan diaduk hingga merata dan liat
serta tidak menempel di tangan. Adonan dimasukkan kedalam mesin sheeler
untuk mendapatkan lembaran-lembran dengan tebal 4-5 rnnl.
adonan dikukus hingga bening, didinginkan
kemudian
Lenibaran
dicetak dan
dikeringkan dengan menggunakan panas matahari selanla 7 hari.
2. Penyeimbangan Kadar Air Kerupuk Mentah
Kerupuk ditimbang dalam cawan alumunium kernudian diletakkan
dalam desikator yang berisi lamtan garam NaCl jenuh kemudian diinkubasi
pada
~o'c,selama 24 hari hingga diperoleh berat contoh yang konstan.
Berat
yang konstan dapat tercapai jika pada saat penirnbangac tidak tejadi
perubahan berat kurang dari 0,005 sram (Syarief,
U , i c ~ N
--'/
I
113 bagian
tepung tapioka,
garam,soda kue & air
b
Pemanasan
Pembuatan adonan
213 bagian
sisa tepung & terigu
'7
Pembentukan lembaran
ril
Pengukusan
'3
Pencetakan
Q
Pengeringan
Kerupuk Mentah
Tapioka
Gambar 2. Diagram Alur Pembuatan kerupuk Mentah (Djumali et.al, 1982)
Kerupuk yang telah mencapai kesetimbangan
ditentukan kadar
air
kesetimbangannya dengan metode oven (AOAC, 1984).
3. Perlakuan Jenis Bahan Kemasan
Kerupuk mentah yang teiah mencapai kesetimbangan dikemas dalam 3
jenis pengemas yaitu 1). Pengemas plastik jenis dua iapis OPP lapis PP (Merk
Es Mony), 2). Pengemas plastik jenis dua lapis OPP lapis LLDPE (Merk
B29) dan 3). Pengemas plastik jenis tiga lapis VMS (berlapis alumunium).
Tiap kemasan berisi 25 gr - 30 gr kerupuk mentah. Pengemas ditutup rapat
deggan menggunakan sealer.
-
4. Perlakuan Penyimpanan
Kerupuk yang telah dikernas selanjutnya dilakukan penyimpanan
dengan suhu ruang 2 6 ' ~ dengan RH SO % selama 18 minggu kemudian
dilakukan pengamatan dan analisa. Produk yang telah dikemas disusun rapi
diatas rak buku dalam ruang penyimpanan yang merupakan ruang tertutup
berukuran 2 x 4 m2 dan hanya mendapatkan sedikit cahaya luar.
5. 'Penggorengan' Kerupuk
Setelah melalui tahapan penyin~panan, kerupuk mentah di'goreng'
dengan menggunakan oven gelombang rnikro buatan Tens pada suhu /ow
dengan frekuensi 2450 MHZ.
C. METODE ANALISA
Pengamatan dilakukan tiap 2 minggu mulai minggu ke-0 hingga minggu
lie-18. Parameter pengamaian yang perlu diamati adalah :
1. Kadar Air (AOAC, 1984)
Sebanyak 3-5 gram contoh kerupuk ditimbang dengan teliti dalam
wadah alumunium dirnana berat total wadah kering sudah diketahui terlebih
dahulu. Wadah beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 1 0 5 ' ~
hingga diperoleh berat contoh yang tetap, kadar air contoh dapat dihitung
i
dengan rumus :
Kadar Air (%bk) = berat air yang menguap (gr) x 100%
berat kering contoh (9)
2. Volume Pengembangan (Muliawan, 199!)
Setiap kali pengukuran digunakan dua keping kerupuk dengan berat
sekitar 3 gram. Contoh ditimbang dan dimasukkan dalam posisi vertikal
dalam wadah gelas yang '/4 bagiannpa telah terisi manik-manik, kemudian
pengisian manik-manik dilanjutkan sampai penuh membentuk permukaan
yang rata. Selanjutnya volume manik-manik yang digunakan, baik dengan
atau tanpa contoh diukur dengan gelas ukur.
Volume jenis ditentukan dengan rumus
Dimana :
v1- v o l u t ~ ~manik-man2
e
ianpa contoh (mi)
T 7
Vz = volume manik-manik dengan contoh (rnl)
W = berat contoh kerupuk (gr)
Volun~epengembangan kerupuk ditentukan dengan rurnus:
Volume pengembangan (%) =
\It,
-
V, x 100%
va
Dimana :
V,= volume jenis kerupuk mentah (rnllgr)
Vt, = volume jenis kerupuk rnatang (rnltgr)
3. Uji Kerenyahan
Uji kerenyahan kerupuk rnatang dilakukan oleh peneliti dengan cara
rnematahkan batang kerupuk goreng dan mencicipinya setiap pengamatan 2
m i n g y sekali.
4. Uji Ketengikan
Uji ketengikan kerupuk rnatang dilakukan oleh peneiiti den,Oan cara
mencicipi kerupuk goreng setiap pengamatan 2 rninggu sekali.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KONDISI KEMASAN DAN PEWIMPANAN
Kemasan yang digunakan adalah 2 jenis kemasan plastik dua lapis yaitu
kemasan 'Es Mony' yang merupakan jenis OPPIPP dan kemasan 'B29' yang
merupakan jenis OPPLLDPE. Kemasan ketiga yang digunakan adalah kernasan
J'i~rylMeialized Sealable (VMS) yang merupakan kemasan jenis tiga lapis yaitu
OPP/alumunium (tebal 10 rnikron)/PP.
Kelembaban relatif ruangan yang temLxr menulijukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu sekitar SO% - 93%, ha1 ini memungkinkan produk pangan yang disinipan
dalani kondisi tersebut menyerap air dari ruangan.
Namun penyerapan air
berlangsung lambat karena produk dalam kemasan yang tertutup.
Dalarn pengemasan pangan, karakteristik hidratasi sangat penting khususnpa
yang menyangkut uap air. Faktor hidratasi dapat dinyatakan dengan aLcivitas air
(a,\), kadar air dan kelembaban relatif (RH) (Syarief, 1989).
Oleh karena itu
pensuLxran RH dan suhu mang dilakukan beberapa kali pada waktu yang berlainan
untuk mengetahui adanya fluktuasi RH dalam mang simpan. Untuk pengukvran
kelembaban relatif digunakan metoda pengukuran suhu bola kering dan suhu bola
basah kemudian memplotkannya pada Phsyconietric Chart guna mendapatkan nilai
RH. Data hasil pengukuran disajikan pada Tabel 7.
Kondisi ruangan penyimpanan dengan kelembaban relatif dan suhu yang
berbeda-beda (Gambar, 3) mempengaruhi transmisi oksigen melalui bahan pengemas
terliadap produk kemasan. Dalam kemasan &an tejadi penyeimbangan kadar air
antara produk dengan lingkungan.
Tabel 7. Data Pengukuran RH Pada Beberapa W&u Penyimpanan Kerupuk Mentah
Kemasan.
Gambar 3 . Grafik Perubahan RH pada Beberapa Waktu Penyimpanan
B. PERLBAHAN KADAR MR SELAMA PENYI\ll'ANAN
Selama 18 minggu penyimpanan, kerupuk mentah kemasan diberi perlakuan
perhitungan kadar air menurut berat keringnpa dengan menggunakan metode AOAC
(1984).
Berdasarkan hasil penelitian perubahan kadar air terkecil terjadi pada
kemasan jenis lyilil nlefalized sealable dengan kenaikan nilai kadar air rata-rata
menjadi 14.8 % dari kadar air awal sebesar 14.1%. Kemudian disusul dengan
kemasan jenis OPPLLDPE yaitu menjadi 15.3 % dan jenis kemasan OPPRP dengan
kenaikan kadar air rata-rata menjadi
15. 5%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
kemasan iyiiil ii~eializedsealable lebih baik dalam rnempertahankan kadar air
produk yang dikernas karena hanya terjadi penambahan kadar air sebesar 0.7 %.
Perubahan kadar air pada produk kerupuk mentah kernasan disebabkan oleh
berubahnya suliu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan dan pengukuran.
0.0 I
0
2
4
6
8
10
12
14
16
iS
W aktu
Simpan ( m i n g g u )
Ganibar 3. Grafik Perubahan Kadar Air Selama Penyimpanan pada 3 Jenis Kemasan
Dalam Tabel 8. disajikan liilai kadar air rata-rata pada tiap 2 minggu
pengamatan.
Perubahan kadar air pada tiap jenis kemasan selama penyimpanan
juga ditampilkan pada Gambar 4.
Menurut Syarief dan Hariyadi (1991), produk pangan (bahan padat) dalam
lingkungan udara akan mengalami perubahan kadar air, menjadi naik atau turun.
Apabila kelembaban relatif udara lebih tinggi dari bahan, bahan akan menyerap air
(adsorpsi). Sebaiiknya jika kelembaban relatif udara lebih rendah maka bahan &an
menguapkan air (desorpsi) (Henderson dan Perry, 1976).
Tabel 8.
Data Pengukuran Kadar Air Kerupuk Mentah Tapioka Kemasan Selama
Penyimpanan.
Waktu
Simpan
(htinggu ke-)
0
Kemasan Es Money
(OPPPP)
14.1
Kemasan Sabun B29
(GPPLLDPE)
14.1
Kemasan Vinyl
Metalized Sealable
14.1
Nilai regresi antara waLTu simpan dan kadar air yang didapat dari data
tersebut diatas untuk jenis kemasan 'Es Mony', 'B29' dan VMS berturut turut adalah
sebagai beriLwt:
Din~ana,
y = kadar air (%bk)
x = waktu simpan (minggu-ke-)
Sernua persamaan tersebut diatas aenunjukkan nilai slope (koefisien regresi)
positif yang relatif kecil, ha1 ini berarti adanya peningkatan kadar air tetapi sangat
kecil sekali.
A4enurut Steel dan Tonie (1993) untuk r yang kecil menunjukkan keragaman
peubah tak bebas yang dapat dijelaskail oleh peubah bebasnya relatif kecil pula.
Dalam ha1 ini nilai koefisien korelasi yang kecil pada hasil regresi yang dilakukan
menunjukkan bahwa pengaruh w a h simpan terhadap perubahan kadar air yang
terukwr relatif kecil. Adanya fakcor lain yang rnempengaruhi kadar air selain waktu
simpan adalah kondisi ruang penyimpanan terutama suhu dar~kelcn~baban relatif
ruangan dimana produk disimpan.
h4enurut Syarief dan Hariyadi (1991), pengukuran yravinietri yang dilakukarl
dapat menimbulkan kesalahan dalam perhitungan. Salah satu kesalahan perhitungan
yang umum adalah terbentuhya suatu lapisan luar yang keras (kerak), atau cnse
17nrdeliillg yang tejadi pada bahan pangan, sehingga menghalangi rnenguapnya
kanduangan air bahan dari bagian dalam. Suatu kemungkinan kesalahan penentuan
kadar air yang lain, yaitu adanya bahan lain yang mudah menguap dan ikut n~enguap
bersama-sama dengan air sexvaL?u dipanaskan. Hal ini menyebabkan selisih berat
yang dicari rnenjadi terlalu besar, yaitu lebih besar dari berat air yang hilang. Berat
yang konstan rnungkin saja tidak tercapai, karena air dapat dihasilkan dari reaksi
Maillard. Seharusnya untuk menjamin bahwa pengerinyan conoth sudah rnencukupi,
dipnakan oven vakum.
Selain itu pula kondisi pengemasan diasumsikan masill dapat menyerap uap
air dari linghwngan (walaupun Iambat), meskipun berdasarkan analisa anova yang
dilakukan tidak ditemukan adanya pengaruh yang nyata dan jenis kemasan terhadap
kadar air.
Pengolahan data hasil pengukuran kadar air juga dilakukan dengan
menggunakan program statistika seperti ditampilkan pada Tabel 9.
Secara analisa statistik perlakuan perbedaan jenis kemasan ridak rlieriiberika~i
pengaruh yang nyata terhadap perubahan kadar air.
Sedangkan lamanya
penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat npata terhadap perubahan kadar air
yang teqadi
Semakin lama bahan pangan mengalami peliyirnpar;aii Lecerider~~nan
adanya peningkatan kadar air semakin besar (Syarief dan Hariyad~.1991)
Tabel 9. Nilai F Analisis Sidik Ragzrn Kadz: Air Kerupuk klentah Tapioka dan Volume
Pengembangan Keruk "Goreng" dengan Microwave
Kadar Air (% bk)
Sumber Keragaman
db
F liitung
7
2
14
24
31.3S*
1.46
1.02
\~oluniePensembangan (%)
F tabel
-
Perlakuan
Waktu sinipan (.4)
Jenis keniasan (B)
Interaksi rlB
Galat
3.31
2.92
3.44
S
2
16
54
-.
3.61*
0.36
1.05
2.84
3.29
3.43
C. PERUBAHAN VOLUME PENGEMBANGAN SELAMA PENYIMPANAN
Sebelum dilakukan pengemasan dan penyimpanan, terlebih dahuiu kerupuk
mentah diberi perlakuan penyetirnbangan kadar air karena kadar air berpengaruh
teriiadap voluiiie pengembangan kerupuk goiengaa.
Kerupuk mentah disetimbangkan kadar airnya dengan menggunakan garam
Natrium Klorida jenuh dalam desikaforbox. Menurut Sparief dan Hariyadi (1991),
berbagai jenis larutan garam jenuh seperti garam-garan] lithium klorida, potassium
asetat. magnesium klorida, potassium karbonat dan sodium klorida mempunyai
keuntungan dalam mempertahankan
garam niasih diatas tingkat jenuh.
suatu kelembaban konstan, selama juriilah
Nilai kadar air kesetimbangan kerupuk yang
terukur adalah 14.1% (bk).
\lulia\van (1991) rneliyatakan bahwa kadar air diba\\.ah kapasitas air ikatan
prinier dan diatas ikatan sekunder menyebabkan terjadinya penumuan volume
pengeniban~ankerupuk. Daerah pengembangan kerupuk tapioka yang maksimum
terjadi pada daerah ikatan sekunder de~igankadar air antara 6.06 % b.k sampai
I I.SS 96 bk (S~~a'bani,1996). Meskipun kadar air kesetimbangan yang didapat
berada di daerah air ikatarl tersier, keseragaman kadar air kadar yang telah dilakukan
pada saat penpetimbangan ~nemberikankeuntungan tersendiri. Pengamh keragaman
kadar air terhadap \rolume pengembangan dapat diabaikan sehingga perbedaan
volume pengenibangan yang ~nungkiriterjadi hanya dipensamhi oleh periakuan
'pensgorengan' yang diberikan (Sya'bani, 1996).
Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan mutu kerupuk mentah yang telah
disimpan pada tenggang waktu 18 minggu, dilakukan pengamatan dengan mengukur
33
.
volume pengembangan kerupuk gorengnya.
Pengukurali volume pengembangan
kerupuk digunakan tiletode seperti pang telah dilakukan oleh Muliawan (1991).
Pada Tabel 10 disajikan data volume pengembangan kempuk tapioka mentah
dengan menggunakan 3 jenis kemasan yaitu kemasan es money (OPPIPP), kemasati
sabun B29 (OPPILLDPE) dari kemasan i,711yl Metalized Sealable, dengan lama
penyimpanan 18 minggu.
Nilai regresi yang t e r u h r dari data \~olumepengembangan yang tersedia antara
waktu simpan dan volume pen
Pada titian ihtiu yat~gta[6cmju1g
Dahnz titian fiidup y a ~ g'biz Gcn~l~iara
Sctiap wa@u sku ttersenyzinz d i n n~ertn~~gis
Nernancar&alz serlzz~aasa
Bersatu delzga/z lautalz doh
,fi&u hanya ilzgilz
S e g a h q a nzclqadi h6ifi 6erarti
Nenuai yang tcrirzdali
Cinta @66ul'Izzati
3
Kupersemblhkan Untuk Yang Kukasihi
Mama. Pana. Mas Doris. Andi
SKRIPSI
KAJIAN PENGEMASAN KERUPUK MENTAH SIAP 'GORENG'
SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
ANNA AMELIA
F 3 1.0555
2000
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN PENGEMASAN KERUPUK MENTAH SIAP "GORENG'
SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
ANNA AMELIA
F 31.0555
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTAh11.4h'
Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Tenologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2000
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAY DAN GLZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKIJLTAS TEICNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENGEMAS AN KERUPUK MENTAH S I N "GORENG"
SELAMA PENYIMPANAN
SICRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEICNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ANNA AMELIA
F 31.0555
Tanggal lulus: 3 1 Januari 2000
Dosen Pembiinbing
" KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala pttji dan squhwr penulis persembahkan hanya bagi Ailah SWT
yang telah menganugerahkan berbagai kenikmatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul KAJIAN PENGEMASAN KERUPUK MENTAH TAPIOKA
SIAP GORENG SELAMA PENYIMPANAN ini penulis susun berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sejak bulan Desember 1998 hingga April 1999.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan kepada :
1.
Mama, papa, kakak-kakak tercinta yang telah memberikan bantuan moril dan n~ateril
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi ini.
2.
Prof Dr. Soewar?o T. Soekano, hl.Sc selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
nlemberikan arahan dan binlbingan selama penulis menjalani studi di TPG.
3.
Project Grant QUE yang telah membiayai penelitian ini hingga selesai.
4.
Pak Nur, Pak Ilyas, Pak Gatot, Pak Yahya, Pak Rojak serta laboran lainnya yang
telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.
5.
Suamiku fillah , Maulana Abdullah, S.E, yang telah menjadi motivator penulis
disaat terakhir penulis menyelesaikan tugas-tugas akhir ini.
6.
Sahabat-sahabatku yang membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya M'Indar,
Elly, Elfi, warga AROFAH dan rekan-rekan TPG'3 1.
Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2000
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
KATA PENGANT
1
. ........................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................... . . . .,. . ,. , iv
DAFTAR IS1
DAFTAR GAMBAR ...................................
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
I.
P E N D m U A N .............
1
11.
TINJAUAN PUSTAKA
3
A. KERUPUK
3
1. Pengertian Kerupu
4
2. Pembuatan Kerupuk Mentall
5
3. Penggorengan Kerupuk
7
4. Mutu Kerupuk
8
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU KERUPUK 9
1. Kadar Air ...... ....... ............ ....... ............. ..... .......... ............. ............. . 10
2. Volume Pngembangan
10
3. Kemasan
11
C. PEMANASAN DENGAN OVEN GELOMBANG MIKRO ........ ... ..... 11
1. 'Penggorengan' dengan Oven Gelombang Mikro
... 11
2. Suhu Pada Pemanasan dengan Oven Gelombang Mikro .................
12
3. Peranan Air
13
D. KEMASAN PRODUK PANG
14
1. Fungsi Kemasan ....................................................................
2. Jenis Kemasan .... .... ... ... ... ... ...... ..... .. . . . . . . . .
14
. . . . . . . . . . . 15
3. Kemasan Kerupuk ....... ... ... ... ........ ........ . . . .. . . . . . . . ,. . . . . . . . . . . . 18
E. PENYIMPANM .. .... ............. ...... ..... ... ..... ... . .
Dl.
.. .
.
... ..
.. .. 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAAi
19
A. BAHANDAN ALAT
19
B. METODE PENELITI
20
1. Pembuatan Kerupuk Mentah
20
2. Penyeirnbangan Kadar Air Kerupuk Mentah
21
3 . Perlakuan Jenis Bahan Kemasa
4. Perlakuan Penyirnpanan ..........
5. 'Penggorengan Kerupuk
C. METODE ANALISA
24
1 . Kadar Ai
2. Volume Pengembangan
..
3. UJI Kerenyahan
24
. ................................ 24
..................................................... 25
..
4. UJI Ketengikan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
25
26
A. KONDISI KEMASAN DAN P E N W A N A N ............ ... ........,,......... 26
B. PERUBAHAN KADAR AIR SELAMA PENYIMPANAN ................. 27
C. PERUBAHAN VOLUME PENGEMBANGAN SELAMA
PENYIMJ?ANAN
D. WAKTU SlMP
32
36
V. KESIMPULAN
3S
DAFTAR PUSTAKA
40
Halaman
Tabel 1. Perbandingan Produksi. Luas Panen dan Hasel Per-Ha . Tanaman Ubi
Kayu Tahun 1995 dan Tahun 1996........................................................... 3
Tabel 2 . Statistik Perdagangan Kerupuk Luar Negeri Indonesia Tahun 1996 .......... 4
Tabel 3 . Standar Mutu Kerupuk Mentah SII. 0272-90 ............................................ 9
Tabel 4 . Perrneabilitas Beberapa Jenis Film Plastik ................................................ 17
17
Tabel 5 . Nilai Densitas Beberapa Jenis Film Plastik ..............................................
Tabel 6 . Formulasi Dasar Bahan yang digunakan untuk Membuat Kerupuk ........... 21
Tabel 7 . Data Pengukuran RH pada beberapa Waktu Penyimpanan Kerupuk Mentah
Kemasan ................................................................................................... 17
Tabel 8. Data Pengukuran Kadar Air Kerupuk Mentali Tapioka Kemasan Selama
Penyimpanan ............................................................................................
29
Tabel 9 . Nilai F Analisis Sidik Ragam Kadar Air Kerupuk Mentah Tapioka dan
Volume Pengembangan Kerupuk "Goreng" dengan Microwave ............... 31
Tabel 10. Data Pengghwran Volume Pengembangan Rata-rata Kerupuk Tapioka
Kemasan Selama Penyimpanan .........................................................
34
DAFTAR GAMB AR
iialaman
Gambar 1. Jenis Kemasan yang digunakan dalam Penelitian ..........................
20
Garnbv 2. Fizzram Alur Pembuztzn K e r p ~ kMentah ..................................
22
Gambar 3 . Grafik Perubahan RH pada Beberapa WaktuPenyimpanan .................
27
Gambar 4 . Grafik Perubahan Kadar Air Selama Penyimpanan pada 3 Jenis
Kemasan ............................
28
Gambar 5. Grafik Volume Pengembangan Selan~aPenyimpanan pada 3 Jenis
Kemasan ............................................................................................
35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Data Penyimpanan kerupuk mentah Kemasan Siap "Goreng"
dengan Microwave. .........................................................................
43
.
Lampiran 2a. Hasil Analisis Keragaman Pengaruh Perlakuan terhadap
Kadar Air Kerupuk Mentah Tapioka Siap "Goreng" dengan
Microwave ....................................................................................
Lampiran 2b. Hasil
Volume
"
Analisis
Keragaman
Pengembangan
Pengaruh
Kerupuk
Perlakuan
Mentah
44
terhadap
Tapioka
Goreng" dengan Microwave ..........................................................
Siap
44
.
Anna Amelia, Nrp, F 31.0555.
'Goreng'
Kajian Pengemasan Kenlpuk Mentah Tapioka Siap
Selama Penyimpanan. Di bawah binibingan Prof Dr. Soewarno Tjokro
Soeka~to,MSc.
Kerupuk biasa dikonsumsi sebagai lauk-pauk ataupun 'inakanan kecil'. I'...
Pelliil:kat>n tersebut disebnbkan olcli nniknya luns pnnen di luar Ja\\.n >,ni:u sebes?;
I S.24
?c,'
(BPS, 1996)
Tabel I . Perbandingn~rIJroduksi, Luns I'anei~ d3n I-insii per I-in. Tznnnian Chi !iz>ir
cal~unI995 d-11 Tnhul~19?6.
I
- Prnduksi (000 ton)
- Luas Panen (000 ha)
1I
HasilAia (kuintal)
r~.Iiun1096
S960
732
122 1
1
1
592- '
li;
,500
i ^OD:
/ kei;aikan!penurunal:
taliun
1996 terhadap taliuii 1995
- I'i~oduksi
- Luas Panen
-*Su:nbel. : Bf'S, Jakar-ir~(1996)
i0.i l
2.16
Tabcl. 2 Statistik Perdagansan Kenrpuk Luar Negeri Indonesia Tahun 1996.'
~ o r n o d i t i Negnra xiitinn
Gc!.upuk Udang klongkong
Korea
Netl~erland
Bel ia dari Luxemburg
Total
Kerupuk lain
I
I
I
iiongkong
Malaysia
Saudi Ambin
Netlrerlands
Luxe111bt:rr
I
I
Jumlah (kg)
lS3.176
879.896
2 15.57 1
2.5S2.Sj4 I
1.157109
G.O56..iSO
124.014
S62.104
279.441
307.612
220.0SS
2.293.73s 1
1
-
Nilni US S
i
-142.-?>>
_ _ _
!
2.367.737
564.161 i
-i.436.040 i
2.167.325 i
l - - '
-..I.-\>
i
602.267
> > > . I -I>
2.440632
_ . _ I -
/I
I
*S~imber: BPS (1?90')
Produksi kerupuk di Indonesia urnuninya dilakukan secara tradisioanal dengan
peralatan yang sederhar!a, narnun untuk komoditi ekspor banyak prrusaalian besar
yang turut andil d a l m penerapan teknologi iiiodel-n. Hanipir ditiap daerali terdapzt
per~jirikerupuk. 'Ceruta~iakerupuk tapioka.
arau s a g deligan atau tanpa penaiiibahnii bnlinrl raniballn~i nink:i!.?:i
diijinkan, harue disiapkan densan cara niensgoreng atau
menianszzi:_c
l2i11 ~ . 2 ; ; 5
s2beSeiu;::
disajikarl (Revisi SI1.02?2-85).
\Siriallo (19SA) rnendefiiilsikan kerupuk sebagai jenis rnzkanz? keriiir;- ! z n z
rerhua! dari bahan-ballan yang m e n g a n d u l l ~pzli cuktip tiiigsi. Sednngk.11 n!enu:ui
Siaw et.al (1985) k e ~ u p u k rnerupakan salali satu jellis nlakanan kriil !.%;_e
niengalanli p e n g e m b a ~ g a n volunle d a r ~ rneinbentuk produk y a n s porus
n~;ir~il~tuly;ti
densitas y:il~grerldall.
:
stria
Berdasarkan revisi SIL0272-85 kerupuk dapat diklasifikasikan menjadi
2 golongan atau kelompok, yaitu kerupuk tidak bersumber protein dan
kerupuk bersumber protein.
Selanjutnya dijelaskan pula dalam revisi
SII.0272-85 tersebut kerupuk tidak bersumber protein adalah kerupuk yang
pada pembuatannya tidak menggunakan sumber protein baik hewani maupun
nabati dan kerupuk yang bersumber protein adalah kerupuk yang pada
pembuatannya menggunakan sumber protein hewani atau nabati seperti jenis
kerupuk ikan dan kerupuk udang.
2. Pembuatan Kerupuk Mentah
Terdapat tiga tahapan penting dalam proses pembuatan kerupuk, yaitu
pembuatan adonan, pencetakan adonan dan pengeringan (Djumali et.al, 1982).
Tahapan pengolahan kerupuk menurut Basuki et.al (1985) meliputi
persiapan bahan, pembuatan bubur adonan, pembuatan dodolan, pengukusan,
pengirisan dan penjemuran.
Wijandi et a1 (1975) menyatakan bahwa
membuat bubur adonan kerupuk tapioka dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan semua bahan yang digunakan dan diaduk sampai rata,
kemudian diuleni sampai terbentuk adonan yang liat dan homogen.
Anwar eta1 (1992) membuat adonan dengan cara lain, yaitu membagi
dua bagian tepung dan pada masing-masing tepung dibuat adonan yang
terpisah dan setelah terbentuk adonan yang liat adonan dicampur menjadi
satu. Lain halnya dengan cara yang dilakukan oleh Djumali et.al (1982) dan
Sya'bani (1996), pembuatan adonan dilakukan dengan cara melarutkan
sepertiga bagian tepuiig tapioka sehingga dipexleh cai-;rpuran s e p e d bubur.
Bubur yang telah dibuat dicampur dengan sisa tepung sedikit demi sedikit
sampai terbentuk adonan yang hornogen.
Adonan siep jike sudah tidak
lengket ditangan. Pencampuran sisa tepung dilakukan dalam keadanan diatas
tungku dengan api kecil dengan maksud pemasakan adonan, agar diperoleh
dodolan yang homogen dan tidak pecah sebelum dikukus (Basuki et.al, 1985).
Pencetakan
adonan
dapat dilakukan
secara tradisional
dengan
membentuk dodolan adonan dengan tangan hingga berukuran panjang 25-30
cm dan berdiameter 4-5 cm pjumali et.al 1982) atau dengan menggunakan
sheter untuk mernbentuk lembaran-lembaran adonan (Suwarman, 1996).
Setelah
proses
pembentukan
adonan
dilahvkan
pengukusan.
Pengukusan dapat dilakukan dengan menggunakan dandang yang berisi air
mendidih selama 2 - 2,5 jam tergantung dari jumlah dodolan (Basuki et.al,
1985). Atau dapat pula dengan n~enggunakanexhauster pada suhu 9 0 ' ~
selama 2 menit seperti yang dilakukan oleh Suwarman (1996) terhadap
,
lembaran-lembaran adonan.
Selanjutnya diterangkan oleh Basuki et.al (1985) sebelum dodolan
diiris, setelah dikukus dodolan disimpan di atas rak bambu selama 1-2 malam
agar dodolan mengeras dan mempermudah pengirisan.
Menurut Siahaan
(1988) penyimpanan tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar air dodolan
setelah pengukusan.
Setelah dodolan benar-benar dingin, dilakukan pengirisan (Djumali,
1982). Pe2girisan dodo!an dilakukan dengan meagguaakan pisau dengan
ketebalan 2 - 5 rnrn (Sya'bani, 1996) atau dengan cara mekanis menggunakan
mesin pengiris (Siaw et.al, 1985).
Kemudian irisan dodolan siap dikeringkan dengan oven pada suhu 5 0 ' ~
selama 12 jam (Anwar et.al, 1992) atau pada suhu 60' - 70°c selama 7 - 8
jam hingga diperoleh produk yang kering dan mudah patah (Sya'bani, 1996).
Pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu 2 hari bila cuaca
cerah dan 4 - 5 hari bila cuaca h a n g cerah (Setiawan, 1988).
3 . Penggorengan Kerupuk
Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng
yang mengembang dan renyah (Sya'bani, 1996). Penggorengan merupakan
proses pemasakan bahan pangan mentah sehingga dihasilkan makanan yang
siap saji (Anonim, 1998).
Pada
proses
penggorengan
konvensional,
Ketaren
(1986)
mengelompokkan proses penggorengan menjadi 2 yaitu proses pan frying dan
deep frying. Anonim (1998) menyatakan perbedaan deepJiyi~~g
dengan pat1
frying terletak pada jumlah minyak yang digunakan. Pada proses deep frying
minyak yang digunakan dalam jumlah banyak sehingga bahan terendam
dalam minyak panas.
Sedangkan pada pan f-ying bahan pangan yang
digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak panas.
Pada proses
penggorengan konvensional ini terjadi penyerapan pada bahan pangan karena
air pada bagian iuar bahan pangan aican hiiang akibat penpapan air dan diisi
oleh rninyak (Ketaren, 1986).
'Penggo:engan'
kerupuk d q x t juga dilakukan dengan mefigg~nakan
oven gelombang mikro, hanya saja memakan wak~u lebih lama dari
penggorengan konvensional (Sya'bani, 1996).
Menurut Yustica (1994)
penggorengan kenovensional deep frying rnembutuhkan waktu antara 25 - 30
detik pada suhu 160 - 180'~.
Sedangkan 'penggorengan' dengan oven
gelombang mikro membutuhkan waktu antara 48 - 75 detik pada suhu
medium high dengan kadar air kerupuk mentah yang sama (Sya'bani, 1996).
4. Mutu Kerupuk
Menurut Sofiah dan Sutrisniati (1991), mutu kerupuk dapat dinilai
dengan menggunakan parameter-parameter baik terhadap sifat yang dapat
dilihat, misalnya keutuhan, keseragaman pencetakan dan daya kembang,
maupun sifat-sifat yang tersembunyi seperti nilai gizi dan rasa. Standar mutu
kerupuk mentah yang berlaku di Indonesia adalah standar mutu yang
dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian 1990, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar Mutu Kerupuk Mentah SII.0272-90*
/
1
Persyaratan
Kerupuk I Kerupuk
Non ~"mber 1 ~ersumber1
Protein
1 protein 1
Normal
Normal
Normal
Min. 95
Normal
Normal
Normal
Min. 95
Tidak nyata
Maks.12
Maks. 1
Tidak nyata
Maks.12
Maks. 1Min.5
-
Sesuai SN1022-1987-M
No.722/MenkeslPER/IX/88
Tidak nyata
I Tidak nyata
*Sumber : Departemen Perindustrian (1990)
Sya'bani (1996) menyatakan bahwa kerupuk hasil 'penggorengan'
dengan oven gelombang mikro memiliki mutu yang lebih baik dari pada
kerupuk hasil penggorengan konvensional, dengan penampakan luar yang
lebih mulus, struktur dalam berongga dengan ukuran seragam, volume
pengembangan dan kerenyahan yang lebih tinggi serta kadar lemak yang lebih
rendah,
B. F.4KTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU KERUPUK
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu kerupuk mentah
ataupun matang, diantaranya adalah sebagai berikut :
I . Kadar Air
Kadar air yang terikat dalam kerupuk sebelum digoreng sangat
menentukan volume pengembangan kerupuk matang (Muliawan , 1991).
Menurut Lavlinesia (1995) dalam Sya'bani (1996), jumlah eir yang terikat
dalam bahan pangan akan menentukan banyaknya lertusan yang menguap
selama penggorengan. Jumlah uap air yang terdapat di dalam bahan pangan
ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran
udara, kondisi bahan dan cara penumpukan serta penambahan air sewaktu
pembuatan adonan pada proses gelatinisasi pati.
2. Volume Pengembangan
Menurut Muliawan (1991), salah satu parameter mutu kerupuk goreng
adalah volume pengembangan.
Sedangksn volume pengembangan
dipengaruhi oleh kadar air kerupuk mentah dan suhu penggorengan (Zulviani,
1992).
Sya'bani (1996) menyatakan bahwa kadar air 9,4 % kerupuk mentah
dapat menghasilkan volume pengembangan yang baik sebesar 852% setelah
di'goreng' dengan oven gelombang mikro dengan menggunakan suhu
'penggorengan' n7edilrnl high.
Volume pengembangan kerupuk juga dipengaruhi oleh adanya
penambahan jenis pengembang makanan pada adonan kerupuk mentah. Dari
hasil penelitian penggunan soda kue, soda abu dan amoniak kue dapat
meningkatkan volume pengembangan kempuk sekitar 20 persen (Tahir,
1985).
3.
Kemasan
Peagemasan berfbngsi untuk inelindungi produk dari pengaruh
lingkungan dan untuk memberi pengaruh visual. Selain itu pengemasan juga
untuk mempermudah penanganan serta distribusi dan memperpanjang masa
simpan produk yang dikemas (Nelson dalam Jackson, 1990).
Syarief (1989) menerangkan bahwa terdapat hubungan antara kemasan
dengan mutu produk yang dikemas. Pengemas akan menjaga produk dari
perubahan aroma, wama tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air
dan oksigen.
C. PEMANASAN DENGAN OVEN GELOMBANG MIKRO
,
Menurut Sya'bani (1996), pemanasan dengan oven gelombang mikro dapat
mengurangi atau menghindarkan pemakaian minyak sehingga diperoleh produk
yang tidak berminyak dan berkalori rendah.
1. 'Penggorengan ' Dengan Oven Gelombang Mikro
Gelombang mikro merupakan suatu frekuensi tinggi, tidak berionisasi
dan merupakan
gelombang elektromagnetik,
hampir
sama dengan
gelombang radio dan signal pengendali jarak jauh televisi (Decareau, 1967).
Gelombang elektromagnet yang lebih panjang seperti untuk radio dapat
digunakan untuk menghasilkan panas pada bahan yang dapat menyerap
panjang gelombang tersebut. Bahan yang mengandung air dan bersifat polar
dapat menyerap fiekuensi radio, oieh karena iiu pemanasan dengan fiekuensi
radio dapat dipakai untuk makanan (Wirakartakusurnah, 1985).
Pernanggangzn dengan micrvxavz umum:.ya di!&-&an
pada 915 dan
2450 MHz, tetapi disarankan menggunakan fiekuensi rendah jika obyeknya
tebal (Mudgett, 1986).
Sya'bani (1996) mengungkapkan bahwa 'penggorengan' kerupuk
dengan oven gelombang mikro dimuiai pada saat kerupuk berada diatas
piring pemanggang di dalam oven dan dikenai oleh gelombang mikro. Pada
fase I saat mengenai kerupuk gelombang mikro berinteraksi dengan air yang
terkandung didalam kerupuk yang mengakibatkan timbulnya panas. Pada
fase 11, panas yang dihasilkan dari dalam bahan pangan mengakibatkan
bagian tengah kerupuk menjadi lentur atau fleksibel dan fase 111 terjadi
sekitar 12 detik kemudian dimana kerupuk mulai mengalami perubahan
bentuk dan pengembangan kerupuk dibagian temgah yang diikuti bagian
pinggir kerupuk. Mekanisme pengembangan tersebut menyebabkan kerupuk
'goreng' yang dihasilkan melengkung.
2. Suhu Pada Pemanasan Dengan Oven Gelombang Mikro
Burner (1993) menyatakan bahwa pada microwave yang portabel,
suhu ditunjukkan oleh output power yang terdiri dari enam skala yaitu high,
medium high, niediuni defrost, n~ediunilow dull low.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarman (1996),
'penggorengan' kerupuk dengan microwave oven diiakukan
pada suhu
meditrm high.
3. Peranan Air
Dalam Mudgett (1986) dinyatakan bahwa status air dalam bahan
pangan menyebabkan dampak yang berbeda terhadap dielektrik bahan
karena ada perbedaan efek kadar air dengan aktivitas air terhadap perilaku
dielektrik.
Menurut Bufler (1993), interaksi gelombang mikro dengan materi
yang dapat menimbulkan panas adalah interaksi ionik dan dipolar. Kadar air
dalam bahan pangan berperan penting dalam kedua ienis interaksi tersebut.
Pada interaksi ionik, mekanisme pemanasan berasal dari perpindahan energi
dari rnedan listrik ke agitasi partikel. Pada mekanisme tersebut, energi
oslcilasi medan Iistrik yang dihasilkan oven gelombang mikro menyebabkan
agitasi pertikel naik dan menyebabkan partikel berinteraksi dengan partikel
disekitamya sehingga partikel-partikel tersebut mengalami kenaikan suhu.
Selanjutnya peningkatan energi panas dipindahkan ke bagian lain dari
material.
Bahan pangan pada urnumnya mengandung air yang terlarut
didalamnya garam-garam seperti sodium, potasium dan kalsium klorida.
Pada saat garam-garam tersebut larut maka akan terbentuk 2 kelompok
partikel atau ion. Garam sodium, potasium menjadi partikel bermuatan
positif (kation) yang tertarik oleb katoda sedangkan klorida menjadi partikel
bermuatan negatif janionj yang tertarik oien anoda. ion-ion bermuatan
tersebut mampu berinteraksi dengan medan listrik yang terdapat pada oven
geloiiibang iiiikio. Cdain poses iiiekiinisim
ijaiitij
oleh oven gekombailg
mikro energi ditransfer ke ion-ion tersebut sehingga terjadi agitasi yang
berkelanjutan yang dapat menaikkan suliu bahan pangan.
Pada interaksi dipolar, panas tejadi karena ada tabrakan secara acak
dari molekul polar akibat dari usaha molehul-molekul polar tersebut sesuai
dengan arah perputarm medan listrik yang ada pada oven gelombang mikro.
Gelombang mikro hanya berinteraksi dengan molekul yang bersifat
polar seperti air dalam pemanasan bahan.
Interaksi dipolar ini mempakan
mekanisme utama dari interaksi gelonlbang mikro dengan partikel air urltuk
menimbulkan panas.
D. KEMAS AN PRODUK PANGAN
Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu
bahan. Pada saat ini proses pengemasan dianggap sebagai bagian integral dari
proses produksi dipabrik-pabrik pengolahan pmgan (Syarief, 1993).
1. Fungsi Kemasan
Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu
bahan. Pada saat ini proses pengemasan dianggap sebagai bagian integral dari
proses produksi di pabrik-pabrik dan menurut kngsinya kemasan berhngsi
sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga
memudahkan
penyimpanan,
pengangkctan
dan
distribusi,
memberi
perlindungan terhadap mutu produk dari kontarninasi luar dan kerusakan dan
menarnbah daya tariic produic (Syarief dan irawaty, 1588).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan
dengan kemasan yang digunakan menurut Winamo dan Jenie (1583) dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu perfama, kerusakan yang ditentukan oleh
sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misal
kerusakan kimia, biokimia, fisik dan mikrobiologi. Kedtta, kerusakan yang
..
ditentukan oleh linghngan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan
pengemasan yang digunakan, misal kerusakan mekanis, perubahan kadar air
bahan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen serta kehilangan dan
penambahan citarasa yang diinginkan.
2. Jenis Kemasan
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak
variasi dan serba 'guna seperti melindungi, mengawetkan, menyimpan dan
memamerkan hasil.
Penekanan fungsi tergantung dari komoditi yang
bersangkutan (Hall et.al, 1986).
Kemasan dari bahan film saat ini menempati kedudukan yang culc~p
penting diantara bahan-bahan kemasan yang lain. Film didefinisikan sebagai
lembaran yang fleksibel yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan
metalik dengan ketebalan lebih kecil dari 0,01 inchi atau 250 mikron. Film
terbuat dari turunan selulosa dan sejumlah resin termoplastik. Terdapat dalam
bent& roll lembaran dan tabtng yang dapat digunakan sebagai ?embufig'nus,
kantong, tas dan sampul (Hambali et.al, 1990).
Polietilen dan polipropilen adalah plastik yang umum digunakan untuk
membuat kantong plastik (Hambali, 1990).
Sacharow et.al (1970)
rnenyatakan bahwa polipropilen memiliki titik leleh yang tinggi, karenanya
sulit untuk dikelim panas. Sebaliknya polietilen mempunyai sifat mudah untu
dikelim panas (Syarief, 1989).
Sifat umum polietilen menurut Sacharow et.al (1970) dan Syarief (1989)
adalah transparan, lemas, mudah ditarik dengan daya rentang tinggi tanpa
sobek, mudah dikelim dan kedap air dan uap air. Berdasarkan densitasnya
polietilen dibagi dalam tiga jenis yaitu densitas rendah (LDPE), densitas
sedang (MDPE) dan densitas tinggi (HDPE) (Sacharow et.al, 1970).
Hambali et.al (1990) mengutarakan sifat polipropilen sebagai berikut
yaitu n~empunyai densitas yang sangat rendah, mempunyai kekuatan tarik
yang tinggi, kekakuan dan ketahanan kikis yang lebih besar dari PE, lebih
transparan dengan permukaan halus, tahan terhadap minyak, lemak, basa h a t
dan pelarut pada suhu normal kecuali oleh karbon terklorinasi.
Dalam menghadapi tuntutan pasar yang semakin maju, pada tahun 1962
industri pengemasan pangan mengembangkan penggabungan dua polimer
yaitu PE dan PP dengan proses ekstrusi (Sacarow dan Griffin, 1970).
Menurut Hambali et.al (1990) penggabungan dua polimer PE dan PP dapat
dilakukan dengan cara laminasi ekstrusi yang merupakan cara penggabungan
bahan dalam kondisi kering.
Laminasi film akan memberikan ketahanan
kemasan terhadap uap air lebih baik.
Ketahanan dapat d i u h r dengan
menghitung jumlah uap air persatuan luas (luster vapozir transmissio~l)dalam
selang waktu tertentu (Syarief, 1989).
Dalam
perdagangan
permeabilitas terhadap
0 2
dikenal
bermacam-macam
plastik
dengan
dan densitas yang berbeda-beda seperti disajikan
dalam Tabel 4. dan Tabel 5
Tabel 4. Permeabilitas Beberapa Jenis Film Plastik*
Jenis
Plastik
Nylon 66
Nylon 6
Polypropilene
PET
Polyvynil chloride
HDPE
MDPE
LDPE
Polystyrene
*Paine (1987)
1
Permeabilitas 0 2
(cc/mi1/100 in2/24 jam pada 1 atm)
2.0
2.6
1SO
4.8 - 9.0
5-20
I SO
250
420
350
Tabel 5. Nilai Densitas Beberapa Jenis Film Plastik*
Jenis Film
Jenis Film
Densitas @r/cn13)
Dsnsitas
(_gr/c~n3)
0.96
Alumunium foil
2.70
HDPE
cellophane
1.50
PoIypropiIene
0.90
Cellulose acetate
1.40
Polyester
1.38
Methyl cellulose
1.23
Poljvinyl chloride
1.28
Nylon 66
1.14
Saran
1.70
LDPE
0.92
Styrene
1.05
*Hanlon (1986)
3. Kemasan Kerupuk
Syarief (1989) menyataican bahwa dalam pemiiihan jenis kemasan
produk pengan hams dihindari adanya pembahan fisik dan kimia karena
migrasi dari bahan kemas stperti nlononler plastik, timah putih datl korosi.
Kemasan yang baik untuk kerupuk adalah kemasan yang tertutup rapat,
tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan
pengangkutan (Dept.Perindustrian, 1989)
Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan
pangan.
Penyimpanan berhngsi sebagai pengendali persediaan makanan
(Syarief, 1993).
Suatu produk dikatakan msak setelah penyimpanan bila telah tejadi
penyinlpangan mutu terhadap produk dan tidak dapat diterima oleh konsumen
(Soekarto, 1990). Salah saiu faktor yang mempengaruhi penyimpanan adalah
kadar air. Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari
makanan, karena faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan
kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia (browning
non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis temtama pada
makanan yang tidak diolah (Winamo dan Jennie, 1983).
Selanjutnya Winarno (1988) menyatakan bahwa pengamatan terhadap
kadar air selama penyimpanan sangat penting karena kandungan air di dalam
111.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan yzzg ddlg~ozksr.untuk n?err.huzt d m xeRgg0rer.g ker~pu.4adalah
tepung tapioka cap 'Kupu Satu Hijau', tepung terigu cap 'Kunci Biru' produksi
PT. Bogasari, garam cap 'Jempol' produksi PT. Susanti Megah, soda Lwe cap
'Kupu-kupu', dan minyak goreng cap 'Bimoli' produksi PT. Inti Boga Sejahtera.
Bahan kimia yang digunakan untuk keseimbangan adalah larutan garam
jenuh Natrium Klorida (NaC1) untuk mengatur keseimbangan kadar air. Bahan
kimia ini diperoleh dari Lab. Kimia Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Bahan kemasan plastik yang digunakan adalah kantong plastik dua lapis
yaitu OPP (orie11/edpobpropiIe11,
bagian dalam) lapis PP @obp~'opile/~,
bagian
luar), yang merupakan jenis pengemas pada produk 'Es Mony' dengan sifat
transparan dan terprinting serta dalam kondisi baik. Kemudian kantong plastik
dua lapis yaitu OPP (oriel~/edpo/rpropiIe~~,
bagian dalam) lapis LLDPE ( / i ~ ~ e a ~ bagian luar) yang merupakan jenis pengemas pada produk
low de/lsippolyerile/~,
'B29' dengan sifat pada satu sisi kantong transparan terprinting dan pada sisi
lainnya terprinting penuh. Kemasan ketiga yang digunakan adalah kantong
plastik jenis tiga lapis VMS (villpl nletalized sealable) yang merupakan kernasan
laminasi
OPP
(ketebalan
30
mikron)/alumunium
(ketebalan
10
mikron)/PP(ketebalan 20 mikron). Bahan-bahan plastik ini diperoleh dari PT.
Samudera Montaz, Klender, Jakarla Timur.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan
pe~igoiahanpangan dan penearnittaxi
r"e~alatanpengoiahan yang digu~lakatl
meliputi oven gelombang mikro buatan Tens It&hesia, wadah, neraca analitik
merek 'Sar%rius', ge!as u h r 'PJ~exy,shccter h a t = Valmade:a,
narnpan
pisal: da::
Juga dibutuhkan sealer untuk menutup kemasan yang tersedia pada
Lab. Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA.
Keterangan: A. OPP/PP, B. OPPLLDPE, C. VMS
Gambar 1. Jenis Kemasan yang Digunakan dalam Penelitian
Peralatan untuk kesetimbangan produk adalah desrkator box dengan
\.olume 50 cm3 Sedangkan alat untuk pengamatan dibutuhkan neraca analitik
merek 'Sartorius', oven, cawan porselen, gelas ukur dan manik-manlk plastik
berdiameter 2 mm
1. Penlbuatan Kerupuk Mentah (Sya'bani 1996)
Kerupuk tapioka mental] dibuat dengan teknologi modern.
Skema
proses pembuaran disajiican pada Gambar 2. Fonauiasi bahan dasar yans
digunakan untuk membuat adonan kerupuk dgajikan pada Tabel 6 .
"
Tabel 6. F o m l a s i Dasar Sahan yaag b.g~a&?tanua%k Xembua: Xerupuk
Bahar
Tepung 1 aplOKa
Tepung Terigu
I
Garam
Mirnyak goreng
Soda Kue
an total tepung
80,O
20,O
3,O
3,O
0,s
Bahan-bahan tersebut diatas dicampur dan diaduk hingga merata dan liat
serta tidak menempel di tangan. Adonan dimasukkan kedalam mesin sheeler
untuk mendapatkan lembaran-lembran dengan tebal 4-5 rnnl.
adonan dikukus hingga bening, didinginkan
kemudian
Lenibaran
dicetak dan
dikeringkan dengan menggunakan panas matahari selanla 7 hari.
2. Penyeimbangan Kadar Air Kerupuk Mentah
Kerupuk ditimbang dalam cawan alumunium kernudian diletakkan
dalam desikator yang berisi lamtan garam NaCl jenuh kemudian diinkubasi
pada
~o'c,selama 24 hari hingga diperoleh berat contoh yang konstan.
Berat
yang konstan dapat tercapai jika pada saat penirnbangac tidak tejadi
perubahan berat kurang dari 0,005 sram (Syarief,
U , i c ~ N
--'/
I
113 bagian
tepung tapioka,
garam,soda kue & air
b
Pemanasan
Pembuatan adonan
213 bagian
sisa tepung & terigu
'7
Pembentukan lembaran
ril
Pengukusan
'3
Pencetakan
Q
Pengeringan
Kerupuk Mentah
Tapioka
Gambar 2. Diagram Alur Pembuatan kerupuk Mentah (Djumali et.al, 1982)
Kerupuk yang telah mencapai kesetimbangan
ditentukan kadar
air
kesetimbangannya dengan metode oven (AOAC, 1984).
3. Perlakuan Jenis Bahan Kemasan
Kerupuk mentah yang teiah mencapai kesetimbangan dikemas dalam 3
jenis pengemas yaitu 1). Pengemas plastik jenis dua iapis OPP lapis PP (Merk
Es Mony), 2). Pengemas plastik jenis dua lapis OPP lapis LLDPE (Merk
B29) dan 3). Pengemas plastik jenis tiga lapis VMS (berlapis alumunium).
Tiap kemasan berisi 25 gr - 30 gr kerupuk mentah. Pengemas ditutup rapat
deggan menggunakan sealer.
-
4. Perlakuan Penyimpanan
Kerupuk yang telah dikernas selanjutnya dilakukan penyimpanan
dengan suhu ruang 2 6 ' ~ dengan RH SO % selama 18 minggu kemudian
dilakukan pengamatan dan analisa. Produk yang telah dikemas disusun rapi
diatas rak buku dalam ruang penyimpanan yang merupakan ruang tertutup
berukuran 2 x 4 m2 dan hanya mendapatkan sedikit cahaya luar.
5. 'Penggorengan' Kerupuk
Setelah melalui tahapan penyin~panan, kerupuk mentah di'goreng'
dengan menggunakan oven gelombang rnikro buatan Tens pada suhu /ow
dengan frekuensi 2450 MHZ.
C. METODE ANALISA
Pengamatan dilakukan tiap 2 minggu mulai minggu ke-0 hingga minggu
lie-18. Parameter pengamaian yang perlu diamati adalah :
1. Kadar Air (AOAC, 1984)
Sebanyak 3-5 gram contoh kerupuk ditimbang dengan teliti dalam
wadah alumunium dirnana berat total wadah kering sudah diketahui terlebih
dahulu. Wadah beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 1 0 5 ' ~
hingga diperoleh berat contoh yang tetap, kadar air contoh dapat dihitung
i
dengan rumus :
Kadar Air (%bk) = berat air yang menguap (gr) x 100%
berat kering contoh (9)
2. Volume Pengembangan (Muliawan, 199!)
Setiap kali pengukuran digunakan dua keping kerupuk dengan berat
sekitar 3 gram. Contoh ditimbang dan dimasukkan dalam posisi vertikal
dalam wadah gelas yang '/4 bagiannpa telah terisi manik-manik, kemudian
pengisian manik-manik dilanjutkan sampai penuh membentuk permukaan
yang rata. Selanjutnya volume manik-manik yang digunakan, baik dengan
atau tanpa contoh diukur dengan gelas ukur.
Volume jenis ditentukan dengan rumus
Dimana :
v1- v o l u t ~ ~manik-man2
e
ianpa contoh (mi)
T 7
Vz = volume manik-manik dengan contoh (rnl)
W = berat contoh kerupuk (gr)
Volun~epengembangan kerupuk ditentukan dengan rurnus:
Volume pengembangan (%) =
\It,
-
V, x 100%
va
Dimana :
V,= volume jenis kerupuk mentah (rnllgr)
Vt, = volume jenis kerupuk rnatang (rnltgr)
3. Uji Kerenyahan
Uji kerenyahan kerupuk rnatang dilakukan oleh peneliti dengan cara
rnematahkan batang kerupuk goreng dan mencicipinya setiap pengamatan 2
m i n g y sekali.
4. Uji Ketengikan
Uji ketengikan kerupuk rnatang dilakukan oleh peneiiti den,Oan cara
mencicipi kerupuk goreng setiap pengamatan 2 rninggu sekali.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KONDISI KEMASAN DAN PEWIMPANAN
Kemasan yang digunakan adalah 2 jenis kemasan plastik dua lapis yaitu
kemasan 'Es Mony' yang merupakan jenis OPPIPP dan kemasan 'B29' yang
merupakan jenis OPPLLDPE. Kemasan ketiga yang digunakan adalah kernasan
J'i~rylMeialized Sealable (VMS) yang merupakan kemasan jenis tiga lapis yaitu
OPP/alumunium (tebal 10 rnikron)/PP.
Kelembaban relatif ruangan yang temLxr menulijukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu sekitar SO% - 93%, ha1 ini memungkinkan produk pangan yang disinipan
dalani kondisi tersebut menyerap air dari ruangan.
Namun penyerapan air
berlangsung lambat karena produk dalam kemasan yang tertutup.
Dalarn pengemasan pangan, karakteristik hidratasi sangat penting khususnpa
yang menyangkut uap air. Faktor hidratasi dapat dinyatakan dengan aLcivitas air
(a,\), kadar air dan kelembaban relatif (RH) (Syarief, 1989).
Oleh karena itu
pensuLxran RH dan suhu mang dilakukan beberapa kali pada waktu yang berlainan
untuk mengetahui adanya fluktuasi RH dalam mang simpan. Untuk pengukvran
kelembaban relatif digunakan metoda pengukuran suhu bola kering dan suhu bola
basah kemudian memplotkannya pada Phsyconietric Chart guna mendapatkan nilai
RH. Data hasil pengukuran disajikan pada Tabel 7.
Kondisi ruangan penyimpanan dengan kelembaban relatif dan suhu yang
berbeda-beda (Gambar, 3) mempengaruhi transmisi oksigen melalui bahan pengemas
terliadap produk kemasan. Dalam kemasan &an tejadi penyeimbangan kadar air
antara produk dengan lingkungan.
Tabel 7. Data Pengukuran RH Pada Beberapa W&u Penyimpanan Kerupuk Mentah
Kemasan.
Gambar 3 . Grafik Perubahan RH pada Beberapa Waktu Penyimpanan
B. PERLBAHAN KADAR MR SELAMA PENYI\ll'ANAN
Selama 18 minggu penyimpanan, kerupuk mentah kemasan diberi perlakuan
perhitungan kadar air menurut berat keringnpa dengan menggunakan metode AOAC
(1984).
Berdasarkan hasil penelitian perubahan kadar air terkecil terjadi pada
kemasan jenis lyilil nlefalized sealable dengan kenaikan nilai kadar air rata-rata
menjadi 14.8 % dari kadar air awal sebesar 14.1%. Kemudian disusul dengan
kemasan jenis OPPLLDPE yaitu menjadi 15.3 % dan jenis kemasan OPPRP dengan
kenaikan kadar air rata-rata menjadi
15. 5%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
kemasan iyiiil ii~eializedsealable lebih baik dalam rnempertahankan kadar air
produk yang dikernas karena hanya terjadi penambahan kadar air sebesar 0.7 %.
Perubahan kadar air pada produk kerupuk mentah kernasan disebabkan oleh
berubahnya suliu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan dan pengukuran.
0.0 I
0
2
4
6
8
10
12
14
16
iS
W aktu
Simpan ( m i n g g u )
Ganibar 3. Grafik Perubahan Kadar Air Selama Penyimpanan pada 3 Jenis Kemasan
Dalam Tabel 8. disajikan liilai kadar air rata-rata pada tiap 2 minggu
pengamatan.
Perubahan kadar air pada tiap jenis kemasan selama penyimpanan
juga ditampilkan pada Gambar 4.
Menurut Syarief dan Hariyadi (1991), produk pangan (bahan padat) dalam
lingkungan udara akan mengalami perubahan kadar air, menjadi naik atau turun.
Apabila kelembaban relatif udara lebih tinggi dari bahan, bahan akan menyerap air
(adsorpsi). Sebaiiknya jika kelembaban relatif udara lebih rendah maka bahan &an
menguapkan air (desorpsi) (Henderson dan Perry, 1976).
Tabel 8.
Data Pengukuran Kadar Air Kerupuk Mentah Tapioka Kemasan Selama
Penyimpanan.
Waktu
Simpan
(htinggu ke-)
0
Kemasan Es Money
(OPPPP)
14.1
Kemasan Sabun B29
(GPPLLDPE)
14.1
Kemasan Vinyl
Metalized Sealable
14.1
Nilai regresi antara waLTu simpan dan kadar air yang didapat dari data
tersebut diatas untuk jenis kemasan 'Es Mony', 'B29' dan VMS berturut turut adalah
sebagai beriLwt:
Din~ana,
y = kadar air (%bk)
x = waktu simpan (minggu-ke-)
Sernua persamaan tersebut diatas aenunjukkan nilai slope (koefisien regresi)
positif yang relatif kecil, ha1 ini berarti adanya peningkatan kadar air tetapi sangat
kecil sekali.
A4enurut Steel dan Tonie (1993) untuk r yang kecil menunjukkan keragaman
peubah tak bebas yang dapat dijelaskail oleh peubah bebasnya relatif kecil pula.
Dalam ha1 ini nilai koefisien korelasi yang kecil pada hasil regresi yang dilakukan
menunjukkan bahwa pengaruh w a h simpan terhadap perubahan kadar air yang
terukwr relatif kecil. Adanya fakcor lain yang rnempengaruhi kadar air selain waktu
simpan adalah kondisi ruang penyimpanan terutama suhu dar~kelcn~baban relatif
ruangan dimana produk disimpan.
h4enurut Syarief dan Hariyadi (1991), pengukuran yravinietri yang dilakukarl
dapat menimbulkan kesalahan dalam perhitungan. Salah satu kesalahan perhitungan
yang umum adalah terbentuhya suatu lapisan luar yang keras (kerak), atau cnse
17nrdeliillg yang tejadi pada bahan pangan, sehingga menghalangi rnenguapnya
kanduangan air bahan dari bagian dalam. Suatu kemungkinan kesalahan penentuan
kadar air yang lain, yaitu adanya bahan lain yang mudah menguap dan ikut n~enguap
bersama-sama dengan air sexvaL?u dipanaskan. Hal ini menyebabkan selisih berat
yang dicari rnenjadi terlalu besar, yaitu lebih besar dari berat air yang hilang. Berat
yang konstan rnungkin saja tidak tercapai, karena air dapat dihasilkan dari reaksi
Maillard. Seharusnya untuk menjamin bahwa pengerinyan conoth sudah rnencukupi,
dipnakan oven vakum.
Selain itu pula kondisi pengemasan diasumsikan masill dapat menyerap uap
air dari linghwngan (walaupun Iambat), meskipun berdasarkan analisa anova yang
dilakukan tidak ditemukan adanya pengaruh yang nyata dan jenis kemasan terhadap
kadar air.
Pengolahan data hasil pengukuran kadar air juga dilakukan dengan
menggunakan program statistika seperti ditampilkan pada Tabel 9.
Secara analisa statistik perlakuan perbedaan jenis kemasan ridak rlieriiberika~i
pengaruh yang nyata terhadap perubahan kadar air.
Sedangkan lamanya
penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat npata terhadap perubahan kadar air
yang teqadi
Semakin lama bahan pangan mengalami peliyirnpar;aii Lecerider~~nan
adanya peningkatan kadar air semakin besar (Syarief dan Hariyad~.1991)
Tabel 9. Nilai F Analisis Sidik Ragzrn Kadz: Air Kerupuk klentah Tapioka dan Volume
Pengembangan Keruk "Goreng" dengan Microwave
Kadar Air (% bk)
Sumber Keragaman
db
F liitung
7
2
14
24
31.3S*
1.46
1.02
\~oluniePensembangan (%)
F tabel
-
Perlakuan
Waktu sinipan (.4)
Jenis keniasan (B)
Interaksi rlB
Galat
3.31
2.92
3.44
S
2
16
54
-.
3.61*
0.36
1.05
2.84
3.29
3.43
C. PERUBAHAN VOLUME PENGEMBANGAN SELAMA PENYIMPANAN
Sebelum dilakukan pengemasan dan penyimpanan, terlebih dahuiu kerupuk
mentah diberi perlakuan penyetirnbangan kadar air karena kadar air berpengaruh
teriiadap voluiiie pengembangan kerupuk goiengaa.
Kerupuk mentah disetimbangkan kadar airnya dengan menggunakan garam
Natrium Klorida jenuh dalam desikaforbox. Menurut Sparief dan Hariyadi (1991),
berbagai jenis larutan garam jenuh seperti garam-garan] lithium klorida, potassium
asetat. magnesium klorida, potassium karbonat dan sodium klorida mempunyai
keuntungan dalam mempertahankan
garam niasih diatas tingkat jenuh.
suatu kelembaban konstan, selama juriilah
Nilai kadar air kesetimbangan kerupuk yang
terukur adalah 14.1% (bk).
\lulia\van (1991) rneliyatakan bahwa kadar air diba\\.ah kapasitas air ikatan
prinier dan diatas ikatan sekunder menyebabkan terjadinya penumuan volume
pengeniban~ankerupuk. Daerah pengembangan kerupuk tapioka yang maksimum
terjadi pada daerah ikatan sekunder de~igankadar air antara 6.06 % b.k sampai
I I.SS 96 bk (S~~a'bani,1996). Meskipun kadar air kesetimbangan yang didapat
berada di daerah air ikatarl tersier, keseragaman kadar air kadar yang telah dilakukan
pada saat penpetimbangan ~nemberikankeuntungan tersendiri. Pengamh keragaman
kadar air terhadap \rolume pengembangan dapat diabaikan sehingga perbedaan
volume pengenibangan yang ~nungkiriterjadi hanya dipensamhi oleh periakuan
'pensgorengan' yang diberikan (Sya'bani, 1996).
Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan mutu kerupuk mentah yang telah
disimpan pada tenggang waktu 18 minggu, dilakukan pengamatan dengan mengukur
33
.
volume pengembangan kerupuk gorengnya.
Pengukurali volume pengembangan
kerupuk digunakan tiletode seperti pang telah dilakukan oleh Muliawan (1991).
Pada Tabel 10 disajikan data volume pengembangan kempuk tapioka mentah
dengan menggunakan 3 jenis kemasan yaitu kemasan es money (OPPIPP), kemasati
sabun B29 (OPPILLDPE) dari kemasan i,711yl Metalized Sealable, dengan lama
penyimpanan 18 minggu.
Nilai regresi yang t e r u h r dari data \~olumepengembangan yang tersedia antara
waktu simpan dan volume pen