1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan manusia menuju kedewasaan KH. Dewantara
dalam Djumali dkk, 2011: 2. Perkembangan yang harus dilakukan adalah potensi atau kemampuan anak agar bermanfaat untuk kepentingan hidupnya,
baik bagi diri sendiri atau sebagai warga masyarakat dan negara. Dari sudut perkembangan anak maka usaha yang disengaja dan terencana tersebut
pendidikan ditujukan untuk membantu melaksanakan tugas perkembangan yang dialami setiap periode perkembangan seseorang.
Dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang tanggap akan perubahan perkembangan zaman diperlukan kualitas pendidikan yang baik
supaya tercipta Sumber Daya Manusia SDM yang cerdas. Dengan demikian, cukup beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian
yang cukup serius, terlebih bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal
3 menyebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Proses pendidikan dikatakan baik apabila pendidikan berjalan sesuai
dengan aturan dan sejalan dengan tujuan yang dicapai dari pelaksanaannya, dari proses pendidikan yang telah dilalui diharapkan dapat menciptakan
generasi yang cerdas dan berkualitas serta dapat menguasai ilmu yang dipelajari dan menerapkan pada kehidupan sehari-hari. Tentu saja dalam
proses pendidikan terdapat hambatan yang terjadi. Salah satunya yaitu
keaktifan siswa yang rendah saat mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial.
Menurut Sardiman 2001: 40 menyatakan bahwa di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental, sebagai suatu
wujud reaksi. Belajar harus aktif, tidak sekedar apa adanya, menyerah pada lingkungan, tetapi semua itu harus dipandang sebagai tantangan yang
memerlukan reaksi. Jadi kecepatan jiwa seseorang dalam memberikan respon pada suatu pelajaran merupakan faktor yang penting dalam belajar. Proses
pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Sardiman 2001: 98
, “Keaktifan merupakan kegiatan bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir
sebagai suatu hubun gan yang tidak dapat dipisahkan”. Belajar yang berhasil
harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktivitas fisik adalah siswa giat aktif dengan anggota badan, membuat
sesuatu, bermain dan bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis kejiwaan
adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri. Siswa aktif membangun
pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 23
,“Aktif berarti giat bekerja, berusaha. Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan
dimana siswa dapat aktif”. Maka, keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses
kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif.
Kegiatan dalam proses pembelajaran seharusnya terjadi dengan adanya keaktifan belajar antara siswa dengan guru mata pelajaran agar
kondisi kelas lebih hidup, siswa yang belum paham bertanya atau berperan aktif agar lebih paham tentang apa yang dijelaskan oleh guru karena
kemampuan belajar dan pemahaman materi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang
lainnya. Siswa-siswi SMP Negeri 1 Jiken Blora mempunyai karakter dan potensi yang berbeda, baik intelegensi, motivasi belajar, kemandirian belajar
dan sebagainya. Menurut pengamatan penulis di SMP Negeri 1 Jiken Blora dalam hal keaktifan belajar sekitar 35. Hal tersebut dapat dilihat saat
peneliti melaksanakan obervasi di dalam kelas dan wawancara kepada Guru Mata Pelajaran yang menyatakan bahwa keaktifan siswa rendah dapat
dipengaruhi oleh kemandirian belajar, motivasi belajar, fasilitas belajar, perhatian orang tua dan sebagainya. Dari sekian banyak faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar, peneliti menitik beratkan pada kemandirian belajar dan perhatian orang tua. Menurut Ahmadi 2008:78 mengatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni: 1 Faktor internal dalam diri
siswa meliputi minat, kemandirian belajar, motivasi diri, respon yang dipelajari. Serta 2 Faktor eksternal dari luar siswa yang meliputi suasana
belajar, fasilitas dan media pembelajaran, perhatian orang tua dan proses mengajar guru.
Penjelasan dari berbagai faktor tersebut kemandirian belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar. Hal ini
sesuai dengan penelitian Giri 2016 berjudul “Pengaruh Cara Mengajar
Guru, Kemandirian Belajar Siswa, Dan Suasana Belajar Terhadap Keaktifan Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran PLC Di SMK Muda Patria Kalasan”. Menjelaskan bahwa kemandirian belajar memiliki kontribusi sebesar 33,09
terhadap keaktifan belajar siswa. Menurut Mujiman 2007 : 1, “Belajar
mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motivasi mengenai suatu kompetensi ya
ng dimiliki”. Sedangkan menurut Salim 2001: 32, “Kemandirian belajar bagi seorang siswa menyangkut kemampuan
berinisiatif, progresif, ulet, bertindak bebas tetapi bertanggung jawab serta
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dari hal-hal yang menghambat proses bel
ajarnya”. Sikap mandiri yang dimiliki seseorang akan nampak pada dirinya dan mencerminkan bahwa orang tersebut memiliki
kemandirian. Ciri-ciri kemandirian belajar ada lima jenis Djamarah, 2002: 145, yaitu: percaya diri, mampu belajar sendiri, menguasai keahlian dan
ketrampilan yang sesuai, menghargai waktu dan bertanggungjawab. Adanya sikap kemandirian belajar maka siswa akan selalu berusaha meningkatkan
ilmunya, menyelesaikan masalah-masalah belajar yang dihadapi dan senantiasa mau mengerjakan tugas-tugas yang diembannya dengan kesadaran
sendiri tanpa harus diperintah serta tidak selalu tergantung orang lain. Faktor lain yang mempengaruhi keaktifan belajar adalah perhatian
orang tua. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Isaroh 2014 berjudul, “Pengaruh Perhatian Orang Tua terhadap Keaktifan Belajar Peserta Didik
Kelas V dan VI Sekolah Dasar Negeri 1 Semarang Tahun Ajaran 20132014 ”.
Menjelaskan bahwa Perhatian Orang Tua memberikan kontribusi sebesar 50 terhadap keaktifan belajar siswa. Orang tua keluarga mempunyai
peranan dan tanggungjawab utama atas perawatan dan perlindungan anak sejak bayi hingga remaja. Pengenalan anak kepada kebudayaan, pendidikan,
nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat dimulai dalam lingkungan keluarga. Menurut Helmawati 2014: 3 menyatakan bahwa pendidikan
manusia di mulai dari keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak. Jika ingin membentuk anak yang
shaleh dan shalehah, cerdas serta terampil maka harus di mulai dari keluarga. Agar terbentuk keluarga yang sehat dan bahagiapun para orang tua perlu
pengetahuan yang cukup sehingga mampu membimbing dan mengarahkan setiap anggota keluarga menuju tujuan yang diharapkan.
Perwujudan dari peran orang tua terhadap anak terdiri dari 4 aspek yaitu orang tua sebagai fasilitator, informator, motivator dan penasehat.
Namun pada dewasa ini, banyak orang tua yang menganggap bahwa pendidikan anak cukup diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dan kurang
mempertimbangkan bahwa waktu di sekolah lebih sedikit dari pada waktu di
r umah. Menurut Syafei 2002: 2, “Orang tua yang beranggapan bahwa
pendidikan adalah urusan guru di sekolah, hal itu memang dapat di benarkan namun yang membuat hal tersebut menjadi salah karena orang tua lepas dari
tanggunjawabnya mendidik anak dengan memberikan alasan anak itu telah disekolahkan dan telah memenuhi kewajiban materi yang telah dipenuhi
”. Bentuk perhatian orang tua terhadap anaknya dalam pendidikan tidak
hanya bentuk materi saja, akan tetapi harus diimbangi dengan perhatian orangtua yang diberikan secara langsung bukan hanya pemberian fasilitas
yang menunjang pendidikan saja. Namun juga, memotivasi anak dalam belajar, mendampinginya, menanyakan, membantu memecahkan masalah
yang dihadapi dan lain sebagainya. Kadang-kadang orang tua perlu memberikan hadiah ketika anak mendapat nilai baik ataupun memberikan
semangat dan motivasi ketika nilai anak kurang baik. Dengan begitu anak akan merasa diperhatikan sehingga mereka termotivasi dan dapat
menumbuhkan minat anak dalam belajar sehingga anak aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh kemandirian belajar dan
perhatian orang tua terhadap keaktifan belajar siswa. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR
DAN PERHATIAN
ORANG TUA
TERHADAP KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL TERPADU KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 JIKEN BLORA TAHUN
AJARAN 20152016”.
B. Identifikasi Masalah