Hubungan antara Dukungan Sosial Orangtua dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA

DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA

SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi prasyaratan Ujian sarjana Psikologi

Oleh

ADE RIZA RAHMA RAMBE

051301136

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2009/2010


(2)

Hubungan antara Dukungan Sosial Orangtua dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas

Ade Riza Rahma Rambe dan Tarmidi ABSTRAK

Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Menurut Hasbullah (2005) penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internalnya adalah kurangnya kemandirian belajar pada siswa. Kemandirian belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya. Salah satu karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar pada diri siswa adalah motivasi pada diri siswa. Dalam meningkatkan motivasi berprestasi bagi diri siswa, peran atau dukungan sosial dari orangtua adalah hal yang sangat diperlukan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas.

Populasi di dalam penelitian ini adalah siswa/i pada SMA Negeri 1 Medan dan sampel penelitian ini adalah 195 siswa di SMA Negeri 1 Medan. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Kemandirian Belajar dan Skala Dukungan Sosial Orangtua yang disusun sendiri oleh peneliti dalam bentuk Skala Likert berdasarkan dimensi-dimensi dukungan Sosial Orangtua (Sarafino, 1998) dan komponen kemandirian belajar (Candy, 1991). Skala Dukungan Sosial Orangtua nilai reliabilitas (rxx)=0.950 dan terdiri dari 50 aitem, sedangkan Skala Kemandirian Belajar nilai reliabilitas (rxx)=0.917 dan terdiri dari 50 aitem.

Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil analisa menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial orangtua dan kemandirian belajar. Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas dengan nilai r – 0.477, ρ (0,05). Artinya semakin tinggi dukungan sosial orangtua maka akan semakin tinggi kemandirian belajar pada siswa dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial orangtua maka akan semakin rendah kemandirian belajar pada siswa.


(3)

The Correlation Between Parental Social Support and Self Direction in Learning on Highschool Students

Ade Riza Rahma Rambe dan Tarmidi ABSTRACT

The quality of education is decreasing in Indonesia. According to Hasbullah (2005), the low quality of education in Indonesia is caused by two factors, internal and external. One of the internal factor is the lack of self direction in learning. Self direction in learning is a process where individual takes an initiative in planning, administering, and evaluating the learning system. One of the characteristics in a student that affects the self direction in learning is motivation. Parental social support play an active role in increasing motivation in a student. The purpose of this correlational research was to discover the relationship between parental social support and self direction in learning on highschool students.

The population of this research was the students of SMA Negeri 1 Medan, and a sample of 195 students was recruited from the 10th grade, the 11th grade, and the 12th grade. The researcher used a set of two Likert scales, including Self Directed Learning Scale, which was designed according to the components of self direction in learning by Candy (1991), and Parental Social Support Scale, which was designed based on the dimensions of social support by Sarafino (1998). The Parental Social Support Scale consists of 50 items, and the reliability of the scale is (rxx)=0.950. The Self Directed Learning Scale consists of 50 items, and the reliability of the scale is (rxx)=0.917.

To analyze the result, the researcher used Pearson Product Moment Coefficient Correlation. Outcome of data analysis shows there is significant correlation between parental social support and self direction in learning. The results showed a positive correlation between parental social support and self direction in learning on highschool students (r = 0.477, ρ (0,05)). It indicated that the higher the parental social support is given, the higher the self direction in learning is shown, and vice versa.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah ”Hubungan Antara Dukungan Sosial Orangtua dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat disangkal butuh usaha yang keras, kegigihan dan kesabaran untuk menyelesaikannya. Namun disadari, karya ini tidak akan selesai tanpa orang-orang tercinta di sekeliling penulis yang telah mendukung dan membantu.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

 Keluarga penulis (Papa, Mama, B’Ijol, K’ivo, K’Yuni) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

 Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi

 Bang Tarmidi, M.Psi, Psi, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis

 Bapak Ferry Novliadi M,Si, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas kesabaran dan bimbingan, serta dukungannya selama ini.


(5)

ii

 Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si., Psi, Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd., Ibu Sri Supriyantini, S.Psi., Psi, kak Fasti Rola, M.Psi, Psi, dan Kak Dian Ulfa Sari, M.Psi, Psi, selaku dosen Departemen Psikologi Pendidikan.

 Untuk dosen-dosen Psikologi USU atas semua ilmu yang telah diberikan, mudah-mudahan ilmu ini dapat berguna dan dapat diterapkan dengan baik.

 Untuk Dedel, Fani, Sita, Tia, Mia, Nidya, Dini, Dinda yang selalu menemani, memberikan support, masukan, dan memberikan semangat.

 Untuk Teman-teman angkatan 2005 yang selalu memberikan dukungan dan semangat dan teman-teman satu seminar departemen Psikologi Pendidikan.

 Kepada Kepala Sekolah, para Guru dan Siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Allah SWT. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan penelitian ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan, serta para pembaca pada umumnya.

Medan, November 2009


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Perumusan masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penelitian... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar ... 12

1. Pengertian Kemandirian Belajar ... 12

2. Ciri-ciri dari Kemandirian Belajar ... 15

3. Sumber-sumber dari Sistem Belajar Mandiri ... 18

4. Dimensi dari Kemandirian Belajar... 19


(7)

7. Karakteristik Kemandirian Belajar ...22

8. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar ...23

B. Dukungan Sosial Orangtua ... 25

1. Pengertian dukungan sosial... 25

2. Aspek-aspek Dukungan sosial ... 26

3. Sumber dukungan sosial ... 28

4. Dukungan sosial keluarga ... 29

5. Dukungan sosial orangtua ...32

6. Fungsi Keluarga ... 35

7. Persepsi Anak terhadap dukungan orangtua ... 38

C. Siswa SMA ... 38

D. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orangtua dan Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas ... 39

E. Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian... 45

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 45

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 47

1. Populasi ...47

2. Metode Pengambilan Sampel ...48

D. Metode pengambilan data ... 50


(8)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 58

F.1. Tahap Persiapan ... 58

F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 59

H. Metoda Analisis Data ... 60

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 62

A.1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 62

A.2. Usia Subjek Penelitian ... 62

A.3. Kelas Subjek Penelitian... 63

B. Hasil Penelitian... 63

B.1. Uji Asumsi... 63

B.2. Hasil Analisa Data... 65

C. Hasil Tambahan... 71

C.1. Perbedaan Kemandirian Belajar ditinjau dari Jenis Kelamin 71 C.2. Perbedaan Kemandirian Belajar ditinjau dari Kelas ... 72

C.3. Hubungan Variabel Dukungan Sosial Orangtua Berdasarkan tiap dimensi dengan Kemandirian Belajar ... 72

D. Pembahasan... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80


(9)

vi

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Kemandirian Belajar 51 Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Dukungan Sosial Orangtua 52 Tabel 3 Distribusi Aitem-aitem Skala Kemandirian Belajar

pada saat penelitian 55

Tabel 4 Distribusi Aitem-aitem Skala Dukungan Sosial

Orangtua pada saat Penelitian 56

Tabel 5 Reliabilitas Sakala Dukungan Sosial Orangtua 57 Tabel 6 Reliabilitas Skala Kemandirian Belajar 57 Tabel 7 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 61 Tabel 8 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia 62 Tabel 9 Gambaran Subjek Berdasarkan Kelas 62 Tabel 10 Normalitas Sebaran Variabel Kemandirian Belajar

dan Dukungan Sosial Orangtua 63

Tabel 11 Linearitas Hubungan Kedua Variabel 64

Tabel 12 Korelasi Pearson 65

Tabel 13 Hasil Model Summary pada Analisa Regresi 66 Tabel 14 Gambaran Skor Empirik Kemandirian Belajar 67 Tabel 15 Gambaran Skor Hipotetik Kemandirian Belajar 67 Tabel 16 Kategorisasi Data Hipotetik Kemandirian Belajar 68 Tabel 17 Gambaran Skor Empirik Dukungan Sosial Orangtua 68 Tabel 18 Gambaran Skor Hipotetik Dukungan Sosial Orangtua 69


(11)

viii

Tabel 19 Kategorisasi Data hipotetik Dukungan Sosial Orangtua 69 Tabel 20 Gambaran Skor Kemandirian Belajar ditinjau dari

Jenis Kelamin 70

Tabel 21 Perbedaan Kemandirian Belajar ditinjau dari Jenis Kelamin 70 Tabel 22 Gambaran Skor Kemandirian Belajar ditinjau dari kelas 71 Tabel 23 Perbedaan Skor Kemandirian Belajar ditinjau dari kelas 71 Tabel 24 Hubungan Dukungan Sosial Orangtua tiap


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Model Personal Responsibility Orientation (PRO) 41


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Validitas dan Reliabilitas Skala Dukungan Sosial Orangtua LAMPIRAN B Validitas dan Reliabilitas Skala Kemandirian Belajar LAMPIRAN C Skala kemandirian belajar dan dukungan sosial orangtua LAMPIRAN D Data Mentah kemandirian belajar Pada Saat Penelitian LAMPIRAN E Data Mentah Dukungan Sosial Orangtua

LAMPIRAN F Hasil Pengolahan Data LAMPIRAN G Hasil-hasil Tambahan


(14)

Hubungan antara Dukungan Sosial Orangtua dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas

Ade Riza Rahma Rambe dan Tarmidi ABSTRAK

Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Menurut Hasbullah (2005) penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internalnya adalah kurangnya kemandirian belajar pada siswa. Kemandirian belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya. Salah satu karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar pada diri siswa adalah motivasi pada diri siswa. Dalam meningkatkan motivasi berprestasi bagi diri siswa, peran atau dukungan sosial dari orangtua adalah hal yang sangat diperlukan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas.

Populasi di dalam penelitian ini adalah siswa/i pada SMA Negeri 1 Medan dan sampel penelitian ini adalah 195 siswa di SMA Negeri 1 Medan. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Kemandirian Belajar dan Skala Dukungan Sosial Orangtua yang disusun sendiri oleh peneliti dalam bentuk Skala Likert berdasarkan dimensi-dimensi dukungan Sosial Orangtua (Sarafino, 1998) dan komponen kemandirian belajar (Candy, 1991). Skala Dukungan Sosial Orangtua nilai reliabilitas (rxx)=0.950 dan terdiri dari 50 aitem, sedangkan Skala Kemandirian Belajar nilai reliabilitas (rxx)=0.917 dan terdiri dari 50 aitem.

Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil analisa menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial orangtua dan kemandirian belajar. Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas dengan nilai r – 0.477, ρ (0,05). Artinya semakin tinggi dukungan sosial orangtua maka akan semakin tinggi kemandirian belajar pada siswa dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial orangtua maka akan semakin rendah kemandirian belajar pada siswa.


(15)

The Correlation Between Parental Social Support and Self Direction in Learning on Highschool Students

Ade Riza Rahma Rambe dan Tarmidi ABSTRACT

The quality of education is decreasing in Indonesia. According to Hasbullah (2005), the low quality of education in Indonesia is caused by two factors, internal and external. One of the internal factor is the lack of self direction in learning. Self direction in learning is a process where individual takes an initiative in planning, administering, and evaluating the learning system. One of the characteristics in a student that affects the self direction in learning is motivation. Parental social support play an active role in increasing motivation in a student. The purpose of this correlational research was to discover the relationship between parental social support and self direction in learning on highschool students.

The population of this research was the students of SMA Negeri 1 Medan, and a sample of 195 students was recruited from the 10th grade, the 11th grade, and the 12th grade. The researcher used a set of two Likert scales, including Self Directed Learning Scale, which was designed according to the components of self direction in learning by Candy (1991), and Parental Social Support Scale, which was designed based on the dimensions of social support by Sarafino (1998). The Parental Social Support Scale consists of 50 items, and the reliability of the scale is (rxx)=0.950. The Self Directed Learning Scale consists of 50 items, and the reliability of the scale is (rxx)=0.917.

To analyze the result, the researcher used Pearson Product Moment Coefficient Correlation. Outcome of data analysis shows there is significant correlation between parental social support and self direction in learning. The results showed a positive correlation between parental social support and self direction in learning on highschool students (r = 0.477, ρ (0,05)). It indicated that the higher the parental social support is given, the higher the self direction in learning is shown, and vice versa.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbincangan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari survei

Political and Economic Risk Consultant (PERC) bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Data yang dilaporkan

The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Bila dilihat dari data di atas, kondisi pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Menurut survei yang dilakukan The World Economic Forum Swedia (2000) penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Sedangkan menurut Hasbullah (2005) bahwa penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti motivasi, konsep diri, minat, kemandirian belajar. Sedangkan faktor eksternal seperti sarana prasarana, guru, orangtua, dan lain-lain.


(17)

Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah kurangnya kemandirian belajar yang dimiliki siswa. Menurut Carrol (2000) siswa yang memuliki kemandirian belajar adalah siswa yang aktif dalam proses pembelajarannya. Menurut Johnson (2009) rata-rata siswa di sekolah dalam belajar bersikap pasif. Siswa hanya mau bertanya ketika disuruh oleh guru, dan proses belajar yang terjadi hanya terpusat pada guru. Hal ini terus berkembang sehingga mutu pendidikan pun menjadi menurun. Potensi dan bakat dari siswa juga tidak akan dapat ditingkatkan jika siswa hanya menjadi pelajar yang pasif.

Menurut Santrock (2003), potensi dan bakat di dalam diri siswa dapat tercapai dengan menerapkan kemandirian belajar, tidak tergantung dengan pengajar ataupun sekolah. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Kemandirian belajar atau belajar mandiri dapat membebaskan sisiwa dalam menggambarkan gagasan, minat dan bakat mereka. Para siswa dari segala usia dengan bersemangat mengajukan pertanyaan, mengadakan penyelidikan dan melakukan berbagai percobaan untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya (Brooks & Brooks, 1993). Selain itu proses belajar mandiri membebaskan siswa untuk menggunakan gaya belajar mereka sendiri, maju dalam kecepatan mereka sendiri, menggali minat pribadi, dan mengembangkan bakat mereka dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka sukai (Johnson, 2009).

Menurut Gibbons (2002), belajar mandiri merupakan peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan, atau perkembangan individu dimana individu memilih


(18)

dan menentukan sendiri tujuan dalam pembelajaran, serta berusaha menggunakan metode – metode yang mendukung kegiatannya. Baumgartner (2003) juga menyatakan bahwa belajar mandiri adalah sistem belajar dimana individu mengambil langkah untuk memutuskan apa, kapan dan bagaimana cara belajar. Dalam sistem belajar mandiri, siswa tidak harus selalu belajar sendiri-sendiri atau sendirian, siswa bisa melakukannya secara berkelompok.

Belajar mandiri sering juga disebut dengan self direction in learning atau kemandirian belajar. Kemandirian belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya (Merriam & Caffarella, 1999). Senada dengan hal itu, Grieve (2003) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah atribut personal, kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol atau bertanggung jawab dalam proses belajarnya.

Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yg smakin pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri, khususnya dalam mengakses informasi–informasi pendidikan. Siswa harus dapat mengetahui bagaimana belajar yang baik, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif secara mandiri ketika kesempatan tersedia. Belajar mandiri dapat mempersiapkan siswa ke dalam dunia baru dimana pelajar aktif merupakan pelajar yang terbaik (Gibbons, 2002).

Di dalam proses pembelajarannya, siswa – siswa remaja, khususnya siswa SMA bukan hanya melibatkan intelektual dalam belajar tetapi juga menggunakan emosi dan penampilan dalam membuat strategi agar hasil belajar dapat menjadi


(19)

lebih baik (Gibbons, 2002). Oleh karena itu siswa – siswa SMA, yang berada pada tahap remaja dituntut untuk dapat menerapkan kemandirian belajar agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan datang dan agar tidak ketinggalan dengan yang lain. Selain itu siswa remaja juga mempunyai lebih banyak waktu untuk belajar secara mandiri (Candy, 1991).

Gibbons (2002) juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menjadi awal kedewasaan. Tugas pada masa remaja banyak melibatkan perkembangan kepribadian, karakter dan bakat dalam kemampuan akademis. Hal itulah yang mengarahkan remaja pada tujuannya dan mengarahkan pada rasa percaya diri remaja. Ketika remaja menjadi individu yang dewasa, mereka dapat menemukan lingkungan sosial yang tepat, dan bersikap mandiri. Kemandirian yang dimaksud bukan hanya kemandirian dalam segi sosial tetapi juga kemandirian dalam proses pembelajarannya.

Eccles (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa usia remaja merupakan usia kritis, khususnya ketika usia 15 – 17 tahun yaitu usia ketika memasuki Sekolah Menengah Atas. Remaja mulai memikirkan tentang prestasi yang dihasilkannya, dan prestasi ini terkait dengan bidang akademis mereka. Para remaja bahkan sudah mampu membuat perkiraan kesuksesan dan kegagalan mereka ketika mereka memasuki usia dewasa. Untuk mencapai prestasi akademik yang baik, remaja dituntut untuk bersikap mandiri dalam belajar.

Jadi dapat dilihat bahwa kemandirian belajar merupakan hal yang penting bagi remaja, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas. Pernyataan ini juga sesuai


(20)

dengan pernyatan salah satu siswa Sekolah Menengah Atas di sekolah swasta di bawah ini

“Sekarang kan ilmu pengetahuan semakin tinggi, teknologi pun canggih, apalagi sekarang udah KBK, kalau murid hanya tergantung dengan guru di sekolah, yah bisa ketinggalan. Murid harus rajin – rajin menambah ilmunya yah ke perpustakaan, baca buku, liat internet, nonton tv. (komunikasi personal, 1 April, 2009).

Pembentukan kemandirian belajar pada siswa (Biemiller, 1998) ditentukan oleh 2 hal. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orangtua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya.

Menurut Johnson (2009), kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa melibatkan studi akademik dalam kehidupan sehari – hari yang diterapkan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Hal ini melibatkan kerja sama dengan orang lain. Kerja sama ini meliputi kerjasama antara individu dengan individu lain, baik sesama siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan keluarganya.

Menurut Santrock (2003), keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang paling besar di dalam lingkungan rumah adalah bersumber dari orang tua. Orangtua diharapkan dapat


(21)

dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Hal ini dapat membentuk anak mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri.

Apabila diberikan suasana yang penuh perlindungan, penghargaan, cukup kasih sayang dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, tersaingi, maka hal ini akan mendorong dan memberikan anak untuk bersifat lebih mandiri, mempunyai keberanian untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, serta dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, baik dalam bidang akademis maupun non akademis (Shochib, 1998). Sears (2004), mengungkapkan bahwa orangtua hendaknya memberi dukungan yang bersifat positif dan menghargai anak, serta memelihara dan tidak memberi stimulus-stimulus palsu bagi putra-putri mereka.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Swan & Shea, 2005; Garton, Haythornthwaite, & Wellman, 1997; Haythornthwaite, 1996; Haythornthwaite, 1998 (dalam Corey, 2007) bahwa salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar adalah perkembangan komunitas tempat siswa belajar dan berkembang. Selain itu menurut Bandura (1997), selain faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kemandirian dalam belajar, ada lagi faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor kepribadian siswa, atribut personal (seperti pengetahuan, kesiapan, nilai, locus of control) dan atribut perilaku seperti ketrampilan serta motivasi pada diri siswa.


(22)

Dalam mengembangkan motivasi pada diri siswa, peran orangtua merupakan hal yang penting. Persepsi anak terhadap dukungan orangtua dan harapan anak terhadap orangtua dapat berfungsi sebagai motivator positif bagi pelajar (Ethington, 1991). Rasa percaya orangtua terhadap kemampuan akademis anak, mengarahkan anak agar mandiri, memberikan penguat bagi perilaku berprestasi, serta keterlibatan di dalam pembelajaran anak dapat memunculkan persepsi diri positif dan motivasi akademis (Eccles, Wigfiled &, 1998 ; Gonzalez-DeHass, Wiwms, & Holbein, 2005). Selain itu menurut Lamborn dan Steinberg (1993) dukungan yang suportif dari orangtua dapat dihubungkan dengan motivasi anak dalam proses pembelajarannya.

Hal ini didukung dengan pernyataan dari orang tua siswa sekolah menengah atas di bawah ini :

“Kalau mau prestasi bagus yah lingkungannya juga harus bagus la. Tingkatkan motivasi belajar si anak dulu. Kalau dia sudah ada motivasi belajar, prosesnya yah bisa jadi lancar. Kita berikan dia dukungan berupa kesempatan bagi anak untuk belajar, bukan mengontrol anak dalam belajarnya. Kalau semua – semuanya orangtua yang ngerjain dan nentuin, anak juga tidak akan jadi mandiri.” (Mb, dalam komunikasi personal pada tanggal 20 April 2009). Monks, dkk (1998) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian perlu didukung oleh disiplin, dan ketelitian, karena tidak ada sesuatu pengetahuan dan keterampilan yang dapat berkembang dengan baik tanpa diiringi oleh kedisiplinan, serta didukung oleh sikap yang terbuka, dalam konteks menumbuhkan rasa kedisiplinan ini peran dan dukungan sosial orangtua sangat diperlukan.


(23)

dukungan penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok. Menurut Canavan dan Dolan (2000), dukungan sosial dapat diaplikasikan ke dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua. Jadi dukungan sosial orang tua adalah dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik secara emosional, penghargaan, instrumental, informasi ataupun kelompok.

Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa remaja. Dibandingkan dengan sistem dukungan sosial lainnya, dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi dan kesehatan mental. Keterlibatan orangtua dihubungkan dengan prestasi sekolah dan emosional serta penyesuaian selama sekolah pada remaja (Corviile-Smith, Ryan, Adam & Dalicandro, 1998; Greenwood & Miller, 1995 ; Seidman et al., 1999). Menurut Lee & Detels (2007), dukungan sosial orangtua dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu dukungan yang bersifat positif dan dukungan yang bersifat negatif. Dukungan positif adalah perilaku positif yang ditunjukkan oleh orangtua. Sedangkan dukungan yang bersifat negatif adalah perilaku yang dinilai negatif yang dapat mengarahkan pada perilaku negatif anak. Dukungan keluarga bersifat optimal ketika dukungan tersebut sesuai dengan harapan umur anak sehingga anak dapat mencapai kemandirian dan kedekatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orang tua terhadap kemandirian belajar di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas.


(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu bagaimana hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan kemandirian belajar di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya literatur mengenai kemandirian belajar dan hubungan antara kemandirian belajar dengan dukungan sosial orang tua.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar siswa, sehingga orangtua dapat


(25)

menentukan sikap untuk membantu remaja mencapai tujuan hidup dalam proses pembelajarannya.

2. Bagi pihak pendidik, khususnya pemerintah diharapkan agar dapat lebih meningkatkan hal-hal yang dihubungkan dengan kemandirian belajar seperti sikap pendidik, metode belajar di dalam sekolah, serta alat bantu berupa perpustakaan, media internet serta media pembelajaran lainnya yang mendukung kemandirian belajar siswa agar peserta didik lebih mudah dalam mengakses pengetahuan.

3. Menambah wawasan masyarakat tentang hubungan dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas dan pentingnya proses kemandirian belajar di dalam kehidupan.

E. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang kemandirian belajar (self direction in learning), dukungan sosial orangtua, siswa sekolah menengah atas.


(26)

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori yang relevan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran-saran yang diperlukan baik untuk penyempurnaan penelitian atau untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemandirian Belajar

1. Pengertian kemandirian belajar

Kemandirian belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya (Merriam & Caffarella, 1999). Sedangkan menurut Grieve (2003) kemandirian belajar adalah atribut personal, kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol atau bertanggung jawab dalam proses belajarnya.

Knowles (1989) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai suatu proses belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam hal mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar (baik berupa orang maupun bahan), memilih dan menerapkan strategi belajar yang sesuai bagi dirinya, serta mengevaluasi hasil belajarnya. Pendapat senada dikemukakan oleh Kozma, Belle dan Williams (1978), yang menyatakan belajar mandiri sebagai suatu bentuk belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan: tujuan belajar, sumber-sumber belajar dan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Sedangkan menurut Mocker & Spear (1984) kemandirian belajar adalah suatu proses dimana pelajar mengontrol sendiri proses pembelajarannya dan tujuan dari pembelajaran tersebut.


(28)

Menurut Gibbons (2002), belajar mandiri merupakan peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan, atau perkembangan individu dimana individu memilih dan menentukan sendiri tujuan dalam pembelajaran, serta berusaha menggunakan metode – metode yang mendukung kegiatannya. Sementara itu, Cyril Kesten (1992), mendefinisikan belajar mandiri sebagai suatu bentuk belajar dimana pebelajar (dalam hubungannnya dengan orang lain) dapat membuat keputusan-keputusan penting yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya sendiri. Baumgartner (2003) juga menyatakan bahwa belajar mandiri adalah sistem belajar mandiri dimana individu mengambil langkah untuk memutuskan apa, kapan dan bagaimana cara belajar.

Pannen dkk (2000) menegaskan bahwa ciri utama dalam belajar mandiri bukanlah ketiadaan guru atau teman sesama siswa, atau tidak adanya pertemuan tatap muka di kelas. Menurutnya, yang menjadi ciri utama dalam belajar mandiri adalah adanya pengembangan kemampuan siswa untuk melakukan proses belajar yang tidak tergantung pada faktor guru, teman, kelas dan lain-lain.

Menurut Merriam dan Caffarella (1999), kemandirian belajar merupakan proses pembelajaran dimana pelajar membuat inisiatif sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari pengalaman pembelajarannya, yang diambil dari berbagai sumber atau literatur.

Menurut Gibbons (2002), metacognition merupakan konsep dari kemandirian belajar. Metacognition adalah pemikiran seorang individu tentang pikirannya, memikirkan apa yang diketahui, apa yang dilakukan dan apa yang dipikirkan. Menurut Hacker, Dunlosky, dan Graesser (1998), metacognition fokus terhadap


(29)

pemahaman individu mengenai regulasi dirinya, yang menjadi hal penting dalam pemikirannya. Di dalam kemandirian belajar, individu belajar tentang pemikirannya, membuat rencana dan mengambil tindakan. Individu memikirkan ide untuk dapat mengambil keputusan yang baik dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan. Individu juga memikirkan proses – proses yang akan mereka jalani, solusi dari masalah yang dihadapi dan strategi untuk mengembangkan kemampuannya. Kemandirian belajar dapat mengembangkan kompetensi dari metacognitive.

Menurut Deming (1994), proses yang harus diikuti siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah rencanakan, kerjakan, pelajari, lakukan tindakan (plan, do, study, act). Proses belajar mandiri adalah suatu metode yang melibatkan siswa dalam tindakan – tindakan yang meliputi beberapa langkah, dan menghasilkan baik hasil yang tampak maupun yang tidak tampak. Proses ini disebut dengan pembelajaran mandiri.

Menurut Johnson (2009), pembelajaran mandiri memberi kebebasan kepada siswa untuk menemukan bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan mereka sehari – hari. Pelajar mengambil keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab untuk itu. Pelajar juga mengatur, menyesuaikan tindakna mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Proses belajar mandiri ini memberikan siswa kesempatan yang luar biasa untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka. Pembelajaran mandiri memungkinkan siswa untuk membuat pilihan – pilihan positif tentang bagaimana pelajar akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan


(30)

sehari – hari. Pola ini memungkinkan siswa bertindak berdasarkan inisiatis mereka sendiri untuk membentuk lingkungan (Johnson, 2009).

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam hal menentukan kegiatan belajarnya seperti merumuskan tujuan belajar, sumber belajar (baik berupa orang ataupun bahan), mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol sendiri proses pembelajarannya.

2. Ciri – ciri dari kemandirian belajar

Menurut Hiemstra (1991), ada beberapa ciri – ciri dari kemandirian belajar. Ciri – ciri tersebut seperti :

a. Pelajar mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan usaha pembelajaran

b. Belajar mandiri merupakan karakteristik yang dapat digunakan setiap individu dalam setiap situasi

c. Belajar mandiri bukan mengisolasi diri individu dengan orang lain

d. Individu yang mempunyai kemandirian belajar mampu untuk “transfer learning”, baik pengetahuan maupun keahlian (skill) dari satu situasi ke situasi yang lain seperti berpartisipasi dalam grup, latihan – latihan, dialog secara elektronik, dan aktifitas – aktifitas menulis.


(31)

e. Peran efektif dari guru di dalam belajar mandiri terjadi, seperti melakukan dialog dengan pelajar, melihat sumber pengetahuan yang aman, mengevaluasi hasil yang ada, dan berpikir secara kritis.

f. Beberapa institusi pendidikan menemukan cara yang dapat mendukung kemandirian belajar seperti program pendidikan terbuka, pemilihan pendidikan bagi individu, dan program inovasi lainnya.

Menurut Thoha (1996), ciri kemandirian belajar dapat dibagi dalam delapan jenis, yaitu:

a. Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif. b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. c. Tidak lari atau menghindari masalah.

d. Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam.

e. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.

f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain. g. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan. h. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Sementara itu Babari (2002) membagi ciri-ciri kemandirian dalam lima jenis, yaitu :

a. Percaya diri

b. Mampu bekerja sendiri

c. Menguasai keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan kerjanya d. Menghargai waktu


(32)

e. Bertanggung jawab

Sedangkan Johnson (2009), membagi langkah – langkah yang diambil siswa untuk menguasai kemandirian belajar, yaitu :

a. Mengambil tindakan

Mencari dan menggabungkan informasi secara aktif dari tempat kerja, masyarakat, maupun ruang kelas, lalu menggunakannya untuk alasan tertentu akan meningkatkan informasi yang ada di dalam ingatan (Souders & Prescott, 1999). Kemandirian belajar menekankan pada tindakan, memberi otak kesempatan untuk merasakan dunia uar dengan cara – cara tertentu (Sizer, 1992).

b. Mengajukan pertanyaan

Pola belajar mandiri juga bergantung pada pengetahuan dan keahlian yang menghasilkan perilaku dan proses berpikir mandiri. Untuk memupuk kemandirian belajar, siswa harus mampu mengajukan pertanyaan menarik, membuat pilihan yang bertanggung jawab, berpikir kritis dan kreatif, memiliki pengetahuan tentang diri sendiri dan bekerja sama. Menurut Brooks dan Brooks (1993), untuk mencari sebuah makna siswa harus mempunyai kesempatan untuk membentuk dan mengajukan pertanyaan.

c. Membuat pilihan

Selain mengajukan pertanyaan, para siswa dengan belajar mandiri harus dapat membuat pilihan – pikihan cerdas. Menurut Lewis dan Tsuchida (1998), berangkat dari pilihan – pilihan, siswa dapat memilih tujuan tertentu untuk dapat mengarahkan diri mereka.


(33)

d. Membangun kesadaran diri

Kesadaran diri yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan saat perasaan tersebut muncul yang merupakan kemampuan khusus manusia. Kemampuan ini membuat kendali diri menjadi sesuatu yang mungkin. Pilihan bijaksana dan tindakan yang cerdas dibentuk oleh pengetahuan tentang diri atau kesadaran diri.

e. Kerja sama

Kerja sama merupakan hal yang penting dalam memupuk kemandirian belajar. Kerjasama mencakup kerjasama antar sekolah, antar siswa dan orangtua. Melalui kerjasama, hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit dapat dihilangkan.

3. Sumber – sumber dari sistem belajar mandiri

Menurut Brockett dan Hiemstra (1991), ada berbagai sumber – sumber pembelajaran yang termasuk dalam belajar mandiri. Sumber – sumber tersebut seperti

a. Sumber mediasi (Mediated Resources)

Sumber mediasi seperti jurnal, majalah dan modul – modul belajar. b. Sumber dari individu (Individual Resources)

Merupakan sumber yang berasal dari individu itu sendiri, seperti dari observasi ataupun kepribadian personal.

c. Sumber dari grup ataupun agen (Agency or Group Resources) Sumber dari grup seperti perpustakaan, museum dan galeri – galeri.


(34)

d. Sumber dari mentor (Mentored Resources)

Sumber ini seperti partner dalam belajar, teman sebaya, dan sebagainya.

4. Dimensi dari kemandirian belajar

Menurut Candy (1991) kemandirian belajar memiliki empat dimensi, yaitu : a. Otonomi pribadi (personal autonomy)

Dimensi otonomi pribadi menunjukkan karakteristik individual dari orang yang mampu belajar mandiri. Individu yang memiliki kemandirian adalah individu yang bebas dari tekanan baik eksternal maupun internal, memiliki sekumpulan nilai-nilai dan kepercayaan pribadi yang memberikan konsistensi dalam kehidupannya. Hal ini berarti orang tersebut mampu membuat rencana atau tujuan hidup, bebas dalam membuat pilihan, menggunakan kapasitas dirinya untuk refleksi secara rasional, mempunyai kekuatan kemauan, berdisiplin diri dan melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mandiri.

b. Manajemen diri dalam belajar (self-management in learning)

Dimensi manajemen diri menjelaskan adanya kemauan dan kapasitas dalam diri seseorang untuk mengelola dirinya. Kapasitas tersebut ditunjukkan dengan adanya keterampilan atau kompetensi dalam diri orang yang mandiri. c. Meraih kebebasan untuk belajar (the independent pursuit of learning)

Dimensi meraih kebebasan dalam belajar menggambarkan tentang adanya kebutuhan individu untuk memperoleh kesempatan belajar. Dimensi ini menjelaskan bahwa orang dewasa memiliki kebutuhan untuk meningkatkan diri melalui belajar berbagai hal dalam kehidupan.


(35)

d. Kendali / penguasaan pebelajar terhadap pembelajaran (learner-control of instruction).

Dimensi kontrol pebelajar terhadap pembelajaran, menjelaskan tentang peran siswa pada situasi belajar formal yang melibatkan cara mengorganisasi tujuan pembelajaran. Penjelasan dimensi ini dihubungkan dengan hal-hal yang dianggap menjadi porsi pengawasan guru, yaitu pengorganisasian tujuan belajar, materi belajar, kecepatan belajar, langkah-langkah belajar, metodologi belajar serta evaluasi belajar.

5. Tujuan dari kemandirian belajar

Menurut Baumgartner (2003), ada 3 tujuan utama dari belajar secara mandiri. Tujuan tersebut terdiri dari ;

a. Meningkatkan kemampuan dari pelajar untuk menjadi siswa yang dapat belajar secara mandiri

b. Mengembangkan system belajar tranformasional sebagai komponen utama dalam kemandirian belajar

c. Mengarahkan pembelajaran emansipatoris dan perilaku sosial sebagai bagian intergral dari kemandirian belajar

6. Bentuk dari kemandirian belajar

Menurut Valente (2005), ada tiga bentuk kemandirian belajar. Bentuk – bentuk kemandirian belajar adalah :


(36)

Pada tahap ini, menurut Tough dan Knowles (1971), siswa belajar dengan membuat tahap – tahap untuk meraih tujuan dari pembelajaran secara mandiri. Pelajar memilih apa yang akan mereka pelajari, dimana mereka akan belajar dan bagaimana proses pembelajaran akan terjadi. Tahap pertama adalah memutuskan pengetahuan dan ketrampilan yang akan dipelajari, dan memutuskan aktifitas spesifik, metode, sumber, atau peralatan yang akan digunakan dalam belajar. Setelah keputusan pertama dilakukan, pelajar memutuskan dimana mereka akan melakukan proses pembelajaran, mengatur waktu dan target, dan bagaimana memulai belajar. Ketika proses pembelajaran dimulai, pelajar berhati – hati dalam menganalisis proses untuk melihat faktor – faktor seperti mengadaptasi ruangan untuk pembelajaran yang efektif, tahap penyesuain juga penting dan melihat sumber yang dibutuhkan untuk belajar. Menurut Knowles (1975), karakteristik dari proses kemandirian belajar dapat dilihat dari enam tahap seperti mengatur tempat atau lingkungan, mendiagnosa kebutuhan dalam belajar, melihat tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber materi untuk belajar, memilih dan mengimplementasikan strategi belajar dan mengevaluasi hasil belajar.

b. Interaktif

Di dalam bentuk interaktif, terdapat beberapa faktor pembentuk seperti kesempatan dalam menemukan lingkungan yang tepat, karakteristik kepribadian dari pelajar, proses kognitif, dan kontek belajar seperti interaksi kolektif dalam membentuk kemandirian belajar.


(37)

Adanya instruktor dari lingkungan formal digunakan dalam model kemandirian belajar ini yang berarti mengintegrasikan metode kemandirian belajar ke dalam program dan aktifitas – aktifitas. Pada model ini, terdapat kontrol pembelajaran dan adanya kemandirian dalam lingkungan formal.

7. Karakteristik kemandirian belajar

Menurut Brockett & Hiemstra, (1991); Candy, (1991); Gibbons, (2002), beberapa karakteristik yang dihubungkan dengan kemandirian belajar pada siswa adalah:

a. Independence

Siswa yang belajar secara mandiri bertanggung jawab secara mandiri terhadap analisa, rencana, pelaksanaan dan mengevaluasi sendiri aktivitas pembelajarannya.

b. Self Management

Siswa yang belajar secara mandiri dapat mengidentifikasikan apa yang mereka butuhkan selama proses pembelajaran, mengatur tujuan belajar, mengontrol waktu mereka sendiri dan berusaha untuk belajar dan membuat ataupun mengatur feedback dari pekerjaan mereka.

c. Desire for learning

Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengetahuan, siswa yang belajar secara mandiri harus memiliki motivasi yang kuat.


(38)

d. Problem-solving.

Untuk mencapai hasil belajar yang terbaik, pelajar menggunakan sumber pembelajaran dari lingkungan eksternal dan menggunakan strategi belajar yang memungkinkan yang terjadi selama proses pembelajaran

8. Faktor – faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar

Menurut Meichenbaum Biemiller, (1998), ada 2 kondisi yang menentukan dalam pembentukan kemandirian belajar pada siswa, yaitu :

a. Sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orang tua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan.

b. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orang tua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya. Sedangkan menurut Cross (1977) ada beberapa faktor yang menghalangi aktifitas pengorganisasian belajar atau kemandirian belajar. Hal itu terdiri dari : a. Faktor situasional

Faktor situasional yang dapat menghalangi belajar secara mandiri adalah situasi lingkungan yang terjadi, seperti kurangnya waktu dalam tanggung jawab di rumah, masalah transportasi, kurangnya kepedulian terhadap anak. b. Faktor Dispositional


(39)

Faktor dispositional seperti kurangnya kepercayaan diri, perasaan bosan dengan belajar.

c. Faktor Institusional.

Faktor institusional yang dapat menghalangi seperti jadwal yang tidak nyaman, lokasi yang membatasi siswa.

Menurut Basri (1994:54) kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen)

Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang, seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya, serta jenis kelamin. b. Faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen).

Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal kemandiriannya.


(40)

B. Dukungan Sosial

1. Pengertian dukungan sosial

Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Rice (1987) mengartikan dukungan sosial sebagai bantuan yang diberikan oleh pasangan (suami/istri), orang tua dan teman-teman.

Sedangkan menurut Sarafino (2002), dukungan sosial adalah berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan pernghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Baron & Byrne (2000), bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman dan keluarga individu tersebut. Cobb (dalam Sarafino, 1998) mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian,


(41)

penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok.

Menurut Ordford (1992) dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada orang tersebut. DiMatteo (1991) juga menyatakan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson & Johnson (dalam Farhati & Rosyid, 1996) yang menyatakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu yang mampu membuat individu merasa nyaman, baik secara fisik maupun psikologis sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.

2. Aspek – aspek dukungan sosial

Aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino (1998) adalah sebagai berikut: a. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada orang lain, mendorong dan memberikan persetujuan atas ide-ide individu atau perasaannya, memberikan semangat, dan membandingkan orang tersebut secara positif. Individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah


(42)

mereka. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini ditandai dengan pernyataan terhadap individu bahwa dia dihargai dan diterima apa adanya.

b. Dukungan emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga kedaan emosi, afeksi atau ekspresi. Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. Menurut Tolsdorf (dalam Orford, 1992) tipe dukungan ini lebih mengacu pada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi. Selain itu dukungan ini melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati sehingga individu merasa berharga. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

c. Dukungan istrumental

Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti menyediakan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga, menjaga anak-anak, meminjamkan atau mendermakan uang, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda seperti perabot, alat-alat kerja dan buku-buku Dukungan ini sangat diperlukan dalam menghadapi keadaan yang dianggap dapat dikontrol.


(43)

d. Dukungan informasi

Dukungan informasi berarti memberi solusi pada suatu masalah (House dalam Orford, 1992). Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan informasi, memberikan saran secara langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu dan apa yang harus ia lakukan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali masalah yang sebenarnya. Dukungan informasi antara lain memberikan solusi terhadap suatu masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau feedback mengenai apa yang telah dilakukan seseorang.

e. Dukungan jaringan

Merupakan perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional di waktu senggang. serta Dukungan ini juga dapat diberikan dalam bentuk menemani seseorang beristirahat atau rekreasi. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif.

3. Sumber-sumber dukungan sosial

Kahn & Antonucci (dalam Ordford, 1992) menyatakan bahwa seorang individu dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung atau menyertai individu tersebut sepanjang masa hidupnya, dimana orang-orang tersebut dapat datang dan pergi seiring dengan berjalannya waktu. Dan peran anggota yang pergi


(44)

tersebut dapat digantikan oleh orang lain. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi tiga kategori yaitu : a. Sumber dukungan sosial yang stabil sepanjang waktu perannya, yaitu yang

selalu ada sepanjang hidupnya, yang menyertai dan mendukung individu tersebut. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/isteri) atau teman dekat. b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan

dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai sepanjang waktu. Misalnya teman kerja, tetangga, sanak kelaurga dan teman sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber dukungan ini misalnya tenaga ahli/ professional dan keluarga jauh dan sesama pekerja.

Menurut Canavan dan Dolan (2000), dukungan sosial dapat diaplikasikan ke dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua.

4. Dukungan sosial keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah dukungan atau aktifitas yang memberikan penguatan positif pada jaringan sosial informal di dalam suatu strategi atau bentuk yang terintegrasi. Strategi itu adalah kombinasi dari hal yang tidak melanggar undang – undang, sukarela, ada komunitas dan bentuk dukungan yang terdapat di dalam komunitas rumah. Fokus di dalam dukungan sosial keluarga ini adalah melindungi kesehatan, kesejahteraan, hak – hak individu di dalam keluarga, serta menjamin anak agar mendapatkan proses pendidikan yang baik. Fokus dari


(45)

dukungan keluarga adalah mendukung kehidupan anak baik dalam bidang sosial, psikologis, perkembangan pendidikan (Gilligan, 1995).

Menurut Audit Commission (dalam Canavan & Dolan, 2000), dukungan keluarga adalah segala macam aktifitas maupun fasilitas yang diterima dari komunitas grup atau individu lain, dimana di dalamnya terdapat arahan dan dukungan orangtua untuk meningkatkan pengembangan anak. Dukungan keluarga dapat meningkatkan perkembangan keamanan yaitu dengan mengurangi sumber stres pada anak di dalam kehidupan keluarga, meningkatkan sikap kompetensi, dan merupakan penghubung dengan lingkungan luar yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.

Menurut Cutrona (2000), dukungan sosial di dalam keluarga dapat dibagi menjadi beberapa hal, sebagai berikut :

a. Concrete Support

Berhubungan dengan perilaku praktik atau nyata untuk membantu individu.

b. Emotional Support

Terdiri dari empaty, mendengarkan dan ada ketika dibutuhkan oleh seseorang (Cutrona, 2000).

c. Advice Support

Dukungan ini penting di dalam keluarga agar memberikan rasa kenyamanan dan ketentraman. Dukungan ini berupa pemberian saran kepada individu.


(46)

d. Esteem Support

Dukungan ini berupa dukungan yang dapat meningkatkan harga diri seseorang. Bagi keluarga, dukungan ini merupakan fondasi di dalam sistem

personal (Burleson, 1999).

Menurut Gilligan (1995) kualitas dukungan sosial di dalam keluarga dapat dibagi menjadi :

a. Closeness

Dukungan di dalam keluarga dan orang lain, dimana seseorang mendukung orang lain, bersikap responsif kepada individu lain.

b. Reciprocity

Merupakan perilaku dimana bantuan yang diberikan kepada orang lain bersifat

reciprocity. Perilaku ini terjadi secara otomatis di dalam keluarga, dimana dukungan terjadi ketika dibutuhkan oleh seseorang.

c. Durability

Berhubungan dengan tingkat atau waktu seberapa sering individu mendukung. Menurut Gilligan (1995), sumber dukungan kelurga (family support) dapat dibagi menjadi :

a. Parent support

Merupakan dukungan yang berasal dari orangtua. Dukungan orangtua ini merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan remaja. Menurut Wills dan Clearly (1996) menyatakan bahwa dukungan orangtua tidak hanya mencegah atau mengurangi stres remaja, tetapi juga dapat meningkatkan efek


(47)

dari faktor – faktor protektif yang membangun seperti akademis, kompetensi dan coping behaviour.

b. Sibling support

Dukungan dari saudara juga merupakan hal yang penting. Di dalam keluarga, anggota – anggota keluarga haruslah saling mendukung.

Prinsip penting dari dukungan keluarga adalah harus dapat meningkatkan pengidentifikasian dari sumber dalam lingkungan dengan memberikan kesempatan bagi anak yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Jadi pendidikan orang dewasa, perkembangan komunitas, pekerjaan, memegang peranan penting dalam membangun hubungan yang kuat di antara orangtua dan anak (Canavan & Dolan, 2000).

5. Dukungan sosial orangtua

Menurut Santrock (2003), dukungan orangtua merupakan dukungan dimana orangtua memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orangtua menjadi mandiri.

Sedangkan menurut Amstrong (1981) orangtua hendaknya memberi dukungan positif dan menghargai anak, serta memelihara dan tidak memberi rangsangan palsu bagi putra-putri mereka. Dengan adanya perhatian dan dukungan dari orangtua, anak akan lebih giat dan lebih bersemangat dalam belajar karena ia tahu


(48)

bahwa bukan dirinya sendiri saja yang berkeinginan untuk maju, akan tetapi orangtuanya pun demikian. Totalitas sikap orangtua dalam memperhatikan segala aktivitas anak selama menjalani rutinitasnya sebagai pelajar sangat diperlukan agar si anak mudah dalam mentransfer ilmu selama menjalani proses belajar (dalam Orang Tua sebagai Sahabat Remaja, 2002).

Sikap dukungan sosial yang dapat diberikan orang tua yang dapat mendorong perkembangan intelektual anak dalam berprilaku mandiri adalah sikap responsif, interaktif terhadap anak, dan pemberian perhatian atau dukungan kepada anak serta tersedianya lingkungan rumah yang kondusif untuk belajar anak. Selain itu orang tua juga dapat menggunakan bahasa dan cara mengajar yang baik, sehingga dapat mendorong kemandirian dan kreativitas anak. Hasilnya anak akan menunjukkan hasrat ingin tahu, kreatif, mengeksplorasi situasi baru yang berkaitan dengan pendidikan (Stewart dan Koch, 1983).

Bentuk dukungan sosial orangtua terhadap anak dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut (dalam Orangtua sebagai sahabat remaja, 2002) :

a. Pemberian bimbingan dan nasihat b. Pengawasan terhadap belajar

c. Pemberian motivasi dan penghargaan d. Pemenuhan kebutuhan belajar

Sedangkan menurut Ihsan (1996), tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak dapat dibagi menjadi sebagai berikut : :


(49)

a. Memelihara dan membesarkan anak

Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan agar anak dapat hidup secara berkelanjutan.

b. Melindungi dan menjamin kesehatannya baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang membahayakan dirinya.

c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi hidupnya.

d. Membahagiakan anak untuk hidup di dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim.

Grolnick, Ryan (1989), membagi sikap orangtua yang berhubungan dengan pendidikan menjadi 2 hal, yaitu :

a. Autonomy support

Derajat dimana orangtua memberikan nilai (menghargai anak) dan menggunakan teknik dimana orangtua mendorong anak agar menyelesaikan masalah secara mandiri, memilih suatu hal, dan berpartisipasi dalam membuat keputusan, tidak memaksa anak dalam membuat suatu keputusan, dan meningkatkan motivasi berprestasi anak.

b. Structure support

Merupakan kebalikan dari autonomy support. Yaitu kecenderungan dimana orangtua memiliki arahan yang konsisten, harapan, dan peranan atau aturan bagi perilaku anak.


(50)

Gunarsa (1981) menyatakan bahwa keluarga memegang peranan penting bagi perkembangan remaja. Hal itu karena beberapa hal, yaitu :

a. Keluarga dapat memenuhi kebutuhan remaja dalam hal keakraban dan kehangatan, yang memang diperlukan bagi remaja

b. Keluarga dapat memupuk kepercayaan diri anak dan perasaan aman untuk dapat berpikir dan bertindak mandiri dan juga untuk dapat bergaul dengan orang lain.

6. Fungsi keluarga

Bila ditinjau berdasarkan Peraturan Pemerintah RI. no 21 tahun 1994 mengenai penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, telah dirumuskan delapan fungsi keluarga sebagai jembatan menuju terbentuknya sumberdaya pembangunan yang handal dengan ketahanan keluarga yang kuat dan mandiri, yaitu:

a. Fungsi Keagamaan

Dalam keluarga dan anggotanya fungsi ini perlu didorong dan dikembangkan agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan agamis yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Fungsi Sosial Budaya

Fungsi ini memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan, sehingga dalam hal ini diharapkan ayah dan ibu untuk dapat


(51)

mengajarkan dan meneruskan tradisi, kebudayaan dan sistem nilai moral kepada anaknya.

c. Fungsi Cinta kasih

Hal ini berguna untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orangtua dengan anaknya serta hubungan kekerabatan antar generasi, sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. Cinta menjadi pengarah dari perbuatan-perbuatan dan sikap-sikap yang bijaksana. d. Fungsi Melindungi

Fungsi ini dimaksudkan untuk menambahkan rasa aman dan kehangatan pada setiap anggota keluarga.

e. Fungsi Reproduksi

Fungsi yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa.

f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Fungsi yang memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa yang akan datang.

g. Fungsi Ekonomi

Sebagai unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. h. Fungsi Pembinaan Lingkungan


(52)

Memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

Selain itu menurut Gerald (1983), keluarga menyediakan 3 fungsi dasar sebelum, selama dan setelah masa remaja. 3 fungsi ini tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh peer groups / struktur sosial yang lain sepanjang hidup. 3 fungsi tersebut adalah:

a. Keluarga menyediakan sense of cohesion

Kohesi atau ikatan emosi membuat kondisi untuk mengidentifikasi kelompok dasar yang utama dan meningkat secara emosional, intelektual dan kedekatan fisik

b. Keluarga menyediakan model kemampuan adaptasi.

Keluarga mengilustrasikan melalui fungsi dasar bagaimana sebuah struktur kekuatan dapat berubah, bgaimana peran hubungan dapat berkembang dan begaimana peraturan hubungan dapat terbentuk. Remaja yang memiliki pengalaman tipe keluarga yang rigid (rendah tingkat adaptasinya) cenderung terinternalisasi gaya interaksi yang rigid. Keseimbangan penting untuk fungsi ini, hal yang sama juga dengan kohesi.

c. Keluarga menyediakan sebuah jaringan komunikasi

Melalui pengalaman dimana individu belajar seni dari pembicaraan, interaksi, mendengarkan dan negosiasi.


(53)

7. Persepsi Anak terhadap Dukungan Orangtua

Menurut Wilson (2000), persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut. Sedangkan menurut Maramis (1998) persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memahami informasi tentang lingkungan baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasinya.

Adapun dukungan keluarga menurut Friedman (1998) adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap klien. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Salah satu sumber dukungan keluarga adalah dukungan orangtua. Jadi persepsi anak terhadap dukungan orangtua adalah interpretasi anak terhadap kualitas antara hubungannya dengan orangtua.

Menurut Santrock (2003) persepsi anak mengenai profil orang tua yang ideal adalah gambaran sosok orang tua yang baik dalam pandangan anak, diantaranya bersikap pengertian, adil, jujur, toleransi, perhatian, pengertian, dan menghargai.

C. Siswa SMA

Siswa SMA umumnya berada pada rentang usia 15 – 16 tahun sampai dengan 18 – 19 tahun. Peserta didik SMA dapat dikatakan belum meninggalkan masa remaja awal mereka dengan berbagai masalahnya. Dengan demikian dapat


(54)

dikatakan bahwa baru setelah tamat SMA individu mengalami kematangan fisik, psikis dan sosial, sehingga pada masa ini individu cenderung mengalami berbagai masalah terkait dengan tuntutan lingkungan, diri sendirii, maupun hal – hal yang terkait dengan dunia pendidikan, keterbatasan kemampuan yg dimiliki siswa untuk mengatasi berbagai masalah yg dihadapinya serta berbagai aturan yg harus dipatuhi oleh siswa (Ahmadi dan Rohani, 1991).

Siswa SMA adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah atas. Peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa memasuki tahap awal dari perkembangan remaja (Erickson, 1999). Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992).

D. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas

Kemandirian belajar merupakan hal yang dibutuhkan bagi siswa – siswa sekolah menengah atas sebagai persiapan mereka untuk memasuki universitas. Selain itu seiring dengan perkembang ilmu pengetahuan dan teknologi, para siswa dituntut untuk dapat menerapkan kemandirian belajar (Gibbons, 2002).

Menurut Meichenbaum (1998), ada 2 kondisi yang menentukan dalam pembentukan kemandirian belajar pada siswa. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian


(55)

belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orangtua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya.

Penelitian (Swan & Shea, 2005; Garton, Haythornthwaite, & Wellman, 1997; Haythornthwaite, 1996; Haythornthwaite, 1998) menyatakan bahwa salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar adalah perkembangan komunitas tempat siswa belajar dan berkembang. Komunitas tempat siswa berkembang ini terdiri dari lingkungan ataupun komunitas di sekitar siswa baik itu lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Proses pembelajaran remaja dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitar remaja tersebut (Massey, 1979 ; Schooler, 1990 ; Bandura, 1986 ; and Rodin, 1990). Lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan rumah dan sekolah.

Senada dengan hal yang di atas, Corey Brouse (2007) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan penting dalam proses pembelajaran anak, karena iklim psikologis yang lebih baik akan mengarahkan pada perubahan yang lebih baik pada siswa. Anak dimana orangtuanya memberikan dukungan sosial seperti dengan memberikan kesempatan pada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya akan menjadi anak yang termotivasi dalam proses belajarnya. Dan


(56)

motivasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam meningkatkan kemandirian belajar (Santrock, 2003).

Hubungan antara dukungan sosial orangtua terhadap kemandirian belajar siswa juga dapat dilihat dari karakteristik kemandirian belajar yang digambarkan oleh Heimstra (1998) yang dapat dilihat dari bagan di bawah ini :

Gambar 1: Model Personal Responsibility Orientation (PRO)

(Sumber: Roger Hiemstra:1998:25)

Belajar Mandiri (Self-directed learning) yang ada di sisi sebelah kiri dari model, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar, atau dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan tempat belajar siswa, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan di dalam keluarga. Di sini mengacu pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Siswa mandiri (LearnerSelf-Direction) yang ada di sebelah kanan dari model, mengacu pada individu yang melakukan kegiatan belajar. Termasuk di dalamnya yaitu karakteristik kepribadian siswa, motivasi siswa atau sering disebut dengan faktor internal dari individu yang bersangkutan. Dalam menciptakan karakteristik

Tanggung jawab Personal

Pelajar yang mandiri Belajar

Mandiri

Kemandirian Belajar

Karakteristik dari proses belajar mengajar

Karakteristik dari siswa

FAKTOR DI DALAM KONTEKS SOSIAL


(57)

kepribadian yang baik dan menumbuhkan motivasi anak, peranan orangtua merupakan hal yang sangatlah penting. Jika kedua hal tersebut (Self-directed learning dan Learner Self-Direction) dapat tercipta dalam proses pembelajaran, maka individu dapat memiliki kemandirian dalam belajar (self-direction in learning). Hal itu dipengaruhi juga oleh konteks sosial dimana siswa berada. Konteks sosial yang dimaksud adalah lingkungan sekitar siswa baik keluarga ataupun sekolah yang dapat mendukung perkembangan fisik dan psikis siswa yang nantinya berdampak pada kemandirian belajar.

Selain itu menurut Redding (1997), kerangka yang dilakukan untuk dapat mengembangkan kemandirian belajar, adalah :

a. Process of aging (atau perkembangan, aspek – aspek yang berhubungan

dengan pertumbuhan ataupun perkembangan baik secara biologis, psikologis dan sosial). Perkembangan anak dipengaruhi oleh proses – proses yang terjadi di sepanjang terjadinya pertumbuhan. Proses – proses tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan pertama tempat anak lahir.

b. Age, berhubungan dengan struktur sosial dan perubahan sosial. Umur memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan kemandirian belajar siswa. Yang termasuk dalam hal ini adalah peranan (pekerjaan, peranan, peran politik) yang dihubungkan dengan pengharapan, fasilitas dan hadiah maupun hukuman. Kedua, nilai – nilai yang dihubungkan dalam struktur (standard yang baik, buruk, benar atau salah), dan yang ketiga adalah individu – individu yang berhubungan dengan kondisi atau struktur ini. Menurut


(1)

Perbedaan Skor Kemandirian Belajar Berdasarkan Jenis Kelamin

Group Statistics

VAR00002

N

Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

kemandirian

belajar

perempuan

108

151,03

13,734

1,322

laki-laki 87 144,80 16,843 1,806

Independent Sample T –Test

Levene’s Test

for Equality of

Variance

t-test for equality of means

F Sig T Df Sig

(2-

tailed)

Kemandirian

Belajar

Equal

variance

assumed

Equal

variance not

assumed

1,374 .243

2.842

2,781

193

164,798

,005

.006

Perbedaan Kemandirian Belajar Berdasarkan Tiap Kelas

Descriptives

95% Confidence Interval for Mean N Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper

Bound Min Max kelas 10 66 145,85 16,524 2,034 141,79 149,91 110 185 kelas 11 80 149,24 13,791 1,542 146,17 152,31 111 177 kelas 12 49 149,88 16,511 2,359 145,14 154,62 82 179 Total 195 148,25 15,473 1,108 146,07 150,44 82 185

ANOVA

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Between

Groups

588,450

2

294,225

1,232

,294

Within Groups 45858,23

8

192

238,845

Total

46446,68


(2)

Hubungan Antara Dukungan Sosial Orangtua dengan Kemandirian Belajar

berdasarkan Dimensi dari Dukungan Sosial Orangtua

1.

Hubungan Dukungan Sosial Penghargaan dengan Kemandirian Belajar

Measures of association

R

R Squared

Eta

Eta Squared

kemandirian belajar *

duk.sos.penghargaan

,470

,221

,544

,296

2.

Hubungan Dukungan Sosial Emosional dengan Kemandirian Belajar

Measures of association

R

R

Squared

Eta

Eta

Squared

kemandirian

belajar * duk sos

emosional

,427

,182

,561

,315

3.

Hubungan Dukungan Sosial Instrumental dengan Kemandirian Belajar

Measures of association

R

R

Squared

Eta

Eta

Squared

kemandirian belajar

* duk sos

instrumental

,470

,221

,548

,300

4.

Hubungan Dukungan Sosial Informasi dengan Kemandirian Belajar

Measures of association

R

R

Squared

Eta

Eta

Squared

kemandirian

belajar * duk sos

informasi

,397

,158

,454

,206

5.

Hubungan Dukungan Sosial Jaringan dengan Kemandirian Belajar

Measures of association

R

R

Squared

Eta

Eta

Squared

kemandirian


(3)

belajar * duk sos

jaringan

Penyebaran skor kemandirian belajar dan dukungan orangtua

No

Jenis

Kelamin Umur

Skor Kemandirian

Belajar Kategori

Skor Dukungan

Sosial Orangtua Kategori

1 L 16 137 Sedang 155 Tinggi

2 P 16 147 Sedang 157 Tinggi

3 P 15 168 Tinggi 142 Sedang

4 P 16 159 Tinggi 182 Tinggi

5 P 17 140 Sedang 161 Tinggi

6 L 17 130 Sedang 199 Tinggi

7 P 16 152 Tinggi 188 Tinggi

8 P 17 149 Sedang 136 Sedang

9 L 17 140 Sedang 151 Tinggi

10 P 17 151 Tinggi 178 Tinggi

11 P 17 160 Tinggi 184 Tinggi

12 L 17 169 Tinggi 180 Tinggi

13 L 17 165 Tinggi 173 Tinggi

14 P 17 162 Tinggi 146 Sedang

15 P 17 179 Tinggi 196 Tinggi

16 P 17 148 Sedang 177 Tinggi

17 P 17 155 Tinggi 188 Tinggi

18 P 17 164 Tinggi 172 Tinggi

19 P 17 163 Tinggi 165 Tinggi

20 P 17 176 Tinggi 192 Tinggi

21 P 17 160 Tinggi 158 Tinggi

22 L 17 155 Tinggi 116 Sedang

23 L 16 129 Sedang 141 Sedang

24 L 17 146 Sedang 149 Sedang

25 P 16 169 Tinggi 191 Tinggi

26 P 17 154 Tinggi 184 Tinggi

27 P 17 155 Tinggi 160 Tinggi

28 L 17 149 Sedang 147 Sedang

29 P 17 160 Tinggi 177 Tinggi

30 P 17 143 Sedang 164 Tinggi

31 P 17 148 Sedang 133 Sedang

32 P 17 148 Sedang 168 Tinggi

33 P 17 131 Sedang 171 Tinggi

34 P 17 153 Tinggi 168 Tinggi

35 P 17 149 Sedang 189 Tinggi

36 P 17 160 Tinggi 195 Tinggi

37 L 17 139 Sedang 159 Tinggi

38 P 16 159 Tinggi 181 Tinggi

39 L 17 138 Sedang 144 Sedang

40 L 16 151 Tinggi 161 Tinggi

41 L 17 132 Sedang 105 Sedang


(4)

43 L 17 150 Tinggi 151 Tinggi

44 L 17 147 Sedang 161 Tinggi

45 L 16 82 Rendah 186 Tinggi

46 L 17 139 Sedang 150 Tinggi

47 L 16 107 Sedang 108 Sedang

48 P 16 162 Tinggi 193 Tinggi

49 L 17 155 Tinggi 152 Tinggi

50 P 16 160 Tinggi 177 Tinggi

51 P 15 146 Sedang 163 Tinggi

52 P 16 117 Sedang 117 Sedang

53 P 15 140 Sedang 149 Sedang

54 P 15 145 Sedang 169 Tinggi

55 L 16 156 Tinggi 183 Tinggi

56 L 16 162 Tinggi 192 Tinggi

57 L 16 151 Tinggi 158 Tinggi

58 P 16 156 Tinggi 152 Tinggi

59 L 16 163 Tinggi 183 Tinggi

60 P 15 173 Tinggi 183 Tinggi

61 P 16 135 Sedang 146 Sedang

62 P 16 141 Sedang 155 Tinggi

63 P 16 147 Sedang 140 Sedang

64 P 16 151 Tinggi 117 Sedang

65 P 16 175 Tinggi 185 Tinggi

66 P 16 153 Tinggi 192 Tinggi

67 L 16 142 Sedang 145 Sedang

68 P 15 172 Tinggi 183 Tinggi

69 L 16 159 Tinggi 176 Tinggi

70 L 16 146 Sedang 176 Tinggi

71 L 16 145 Sedang 174 Tinggi

72 L 15 162 Tinggi 184 Tinggi

73 L 16 140 Sedang 175 Tinggi

74 L 15 162 Tinggi 186 Tinggi

75 P 16 141 Sedang 156 Tinggi

76 P 16 158 Tinggi 195 Tinggi

77 P 15 155 Tinggi 179 Tinggi

78 P 16 149 Sedang 179 Tinggi

79 P 16 157 Tinggi 192 Tinggi

80 P 15 135 Sedang 164 Tinggi

81 L 16 172 Tinggi 189 Tinggi

82 P 16 168 Tinggi 190 Tinggi

83 P 15 138 Sedang 155 Tinggi

84 P 16 123 Sedang 129 Sedang

85 P 15 155 Tinggi 161 Tinggi

86 P 16 140 Sedang 162 Tinggi

87 P 16 152 Tinggi 175 Tinggi

88 L 16 145 Sedang 149 Sedang

89 L 16 169 Tinggi 190 Tinggi

90 L 15 169 Tinggi 191 Tinggi

91 L 16 137 Sedang 168 Tinggi

92 L 16 145 Sedang 174 Tinggi

93 L 15 154 Tinggi 156 Tinggi


(5)

95 L 16 145 Sedang 194 Tinggi

96 L 16 111 Sedang 164 Tinggi

97 L 15 140 Sedang 158 Tinggi

98 L 16 142 Sedang 182 Tinggi

99 L 16 149 Sedang 180 Tinggi

100 L 16 155 Tinggi 187 Tinggi

101 L 16 124 Sedang 134 Sedang

102 L 16 122 Sedang 141 Sedang

103 P 16 157 Tinggi 163 Tinggi

104 L 16 144 Sedang 168 Tinggi

105 L 16 144 Sedang 167 Tinggi

106 L 15 152 Tinggi 160 Tinggi

107 P 16 164 Tinggi 171 Tinggi

108 P 16 137 Sedang 162 Tinggi

109 P 14 155 Tinggi 189 Tinggi

110 P 16 146 Sedang 176 Tinggi

111 P 14 167 Tinggi 156 Tinggi

112 P 15 144 Sedang 184 Tinggi

113 P 16 130 Sedang 141 Sedang

114 P 16 170 Tinggi 185 Tinggi

115 P 16 154 Tinggi 169 Tinggi

116 P 14 138 Sedang 155 Tinggi

117 P 15 161 Tinggi 190 Tinggi

118 P 16 130 Sedang 157 Tinggi

119 L 15 158 Tinggi 181 Tinggi

120 P 16 148 Sedang 137 Sedang

121 L 16 161 Tinggi 181 Tinggi

122 L 16 157 Tinggi 192 Tinggi

123 P 16 153 Tinggi 155 Tinggi

124 P 16 137 Sedang 143 Sedang

125 P 16 161 Tinggi 181 Tinggi

126 L 16 141 Sedang 159 Tinggi

127 P 16 177 Tinggi 194 Tinggi

128 P 16 137 Sedang 156 Tinggi

129 P 16 136 Sedang 133 Sedang

130 L 16 132 Sedang 167 Tinggi

131 L 16 119 Sedang 139 Sedang

132 P 16 136 Sedang 139 Sedang

133 P 16 140 Sedang 130 Sedang

134 P 16 141 Sedang 169 Tinggi

135 L 15 162 Tinggi 173 Tinggi

136 L 14 110 Sedang 160 Tinggi

137 P 15 114 Sedang 122 Sedang

138 L 15 158 Tinggi 172 Tinggi

139 L 15 136 Sedang 179 Tinggi

140 P 14 151 Tinggi 181 Tinggi

141 L 15 131 Sedang 144 Sedang

142 P 15 139 Sedang 156 Tinggi

143 P 15 136 Sedang 185 Tinggi

144 P 15 132 Sedang 180 Tinggi

145 P 14 141 Sedang 174 Tinggi


(6)

10

147 P 14 136 Sedang 132 Sedang

148 L 15 160 Tinggi 175 Tinggi

149 P 15 163 Tinggi 142 Sedang

150 P 15 142 Sedang 147 Sedang

151 P 15 140 Sedang 170 Tinggi

152 L 14 166 Tinggi 194 Tinggi

153 L 14 128 Sedang 153 Tinggi

154 P 15 143 Sedang 141 Sedang

155 L 15 147 Sedang 180 Tinggi

156 L 14 119 Sedang 124 Sedang

157 L 15 134 Sedang 161 Tinggi

158 P 15 171 Tinggi 175 Tinggi

159 P 15 167 Tinggi 169 Tinggi

160 L 15 124 Sedang 163 Tinggi

161 L 15 158 Tinggi 185 Tinggi

162 L 15 140 Sedang 152 Tinggi

163 L 15 143 Sedang 156 Tinggi

164 L 15 118 Sedang 153 Tinggi

165 P 13 145 Sedang 183 Tinggi

166 P 14 145 Sedang 193 Tinggi

167 P 15 175 Tinggi 193 Tinggi

168 P 14 150 Tinggi 178 Tinggi

169 P 13 139 Sedang 199 Tinggi

170 P 14 174 Tinggi 200 Tinggi

171 L 15 158 Tinggi 185 Tinggi

172 L 15 124 Sedang 168 Tinggi

173 P 14 144 Sedang 163 Tinggi

174 P 14 153 Tinggi 166 Tinggi

175 L 15 137 Sedang 172 Tinggi

176 P 15 156 Tinggi 195 Tinggi

177 P 15 178 Tinggi 180 Tinggi

178 P 14 167 Tinggi 168 Tinggi

179 P 14 126 Sedang 172 Tinggi

180 P 15 139 Sedang 153 Tinggi

181 L 15 146 Sedang 149 Sedang

182 L 13 134 Sedang 149 Sedang

183 L 15 158 Tinggi 197 Tinggi

184 P 15 160 Tinggi 173 Tinggi

185 L 15 140 Sedang 155 Tinggi

186 L 15 146 Sedang 160 Tinggi

187 L 14 178 Tinggi 152 Tinggi

188 P 14 149 Sedang 145 Sedang

189 L 15 185 Tinggi 172 Tinggi

190 P 14 170 Tinggi 163 Tinggi

191 L 14 155 Tinggi 158 Tinggi

192 L 14 144 Sedang 159 Tinggi

193 L 15 155 Tinggi 164 Tinggi

194 L 14 144 Sedang 163 Tinggi