Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan Berolahraga
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan Berolahraga
Namora Lumongga Lubis dan Martdaira Simanjuntak
Program Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis of Variance
(ANOVA). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang mengungkap mood
dan self report tentang kategori kebiasaan berolahraga.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari
kebiasaan berolahraga (dengan reliabilitas skala mood = 0,922), dimana subyek yang berolahraga
secara teratur selama enam bulan (lebih) mengalami mood yang lebih positif dari subyek lainnya.
Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini adalah adanya perbedaan mood yang
sangat signifikan ditinjau dari usia subyek penelitian dimana subyek yang berusia 31-40 tahun
memiliki mood yang lebih positif daripada subyek yang berusia 20-30 tahun. Hasil penelitian
selanjutnya yang juga mendukung adalah adanya perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari
pernikahan subyek penelitian dimana subyek yang menikah memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah. Namun, tidak ditemukan perbedaan mood
yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan lamanya bekerja dalam sehari.
Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi para pekerja agar memahami arti pentingnya
olahraga dalam kehidupan kerjanya. Dan bagi orang yang berolahraga agar mengetahui manfaat
dari olahraga yang sebenarnya.
Kata kunci: mood, olahraga, kebiasaan berolahraga
Abstract: The aim of this comparative quantitative research is to see the difference of mood
based on the stage of exercise. Mood refers to an affective state or process that has no object or
only feeling, shifting object, or that has the environment as applicants whole object. Mood can be
influenced by some factors. One of them is exercise. Exercise is a life style choice. There are five
stages of exercise. First, presently exercise on a regular basis and have been doing so for longer
than six months. Second, presently exercise on a regular basis, but only begun doing so within the
past six months. Third, presently get some exercise, but not regularly. Fourth, presently do not
exercise, but have been thinking about starting to exercise within the next six months. Fifth,
presently do not exercise and do not plan to start exercising in the next six months. Exercise and
90
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
fitness reduce the potential foe stress and its effects health. People who exercise or are physically
fit often report less anxiety, and tension in their lives than do people who do not exercise or are
less fit.
This research involved 120 early adults in Medan. The respondents participated in this research
were the ones who met the criteria: work man or woman, age 20-40 years old. The method used
the select the respondent was the non-probability incidental sampling. Data collected in this
research was tested by using Analysis of Variance. Measuring instrument used are mood scale and
stages of exercise self report.
Data analysis of this research shows that there is a significant difference of mood based on the
stage of exercise (reliability mood scale = 0,922). Respondents whoses presently exercise on a
regular basis and have been doing so for longer than six months had the most positive mood than
the respondent in other stages. Additional findings of this research shows that there is a
significant difference of mood between the 20-30 and 31-40 years old respondent and married
and unmarried respondent.
The implication of this research can be used for workers to know the advantages of exercise in
their lives and for the exercisers to know the main goal of exercise.
Keywords: mood, exercise, stage of exercises
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap orang pasti mempunyai masalah
dalam hidupnya, begitu juga dengan orangorang dewasa. masa dewasa dini merupakan
‘masa bermasalah’ dimana banyak masalah
baru yang harus mereka hadapi. Apabila orang
dewasa dini merasa tidak mampu mengatasi
masalah-masalah utama dalam kehidupan
mereka, mereka sering demikian terganggu
secara
emosional,
sehingga
mereka
1
memikirkan atau mencoba untuk bunuh diri .
Kejadian emosional yang signifikan seperti
yang diuraikan di atas adalah salah satu hal
yang dapat memicu munculnya mood
2
tertentu . Mood adalah keadaan emosional
3
yang predominan . Kita semua memiliki
mood. Kita bisa mengamati mood pada orang
lain dan melihat bahwa mood setiap orang
berbeda-beda. Mood bisa positif dan bisa juga
negatif dan keduanya memiliki banyak jenis,
baik yang positif maupun yang negatif.
Kadang-kadang kita merasa sedih, khawatir,
marah, merasa bersalah, energik, tidak
percaya, benci, antusias, frustasi, dan
4
merasakan perasaan yang lainnya .
Mood datang dan pergi, dan ketika hal itu
terjadi kita biasanya dapat mengatasinya.
Kadang-kadang ktia dikuasai oleh mood
tersebut. Suatu depresi yang sepertinya tidak
juga mau pergi, dan setiap kali kita berusaha
mengusirnya, keadaannya justru semakin
memburuk, semakin mencengkeram dalamdalam. Hal ini mulai mempengaruhi kita, baik
hubungan kita dengan orang lain maupun
3
dalam pekerjaan kita .
Mood berbeda dengan emosi. Emosi
biasanya berlangsung sementara. Emosi kita
terus-menerus menanggapi berbagai gagasan,
kegiatan dan keadaan sosial yang kita hadapi
sepanjang hari. Sebaliknya, mood adalah
perpanjangan dari emosi yang berlangsung
selama beberapa waktu, kadang-kadang
beberapa jam, beberapa hari kita akan
mewarnai pengalaman kita dan berpengaruh
kuat terhadap cara kita berinteraksi. Gejolak
naik-turun mood bukan hanya merusak
individu yang bersangkutan, namun juga
mengakibatkan ketegangan yang tidak lazim
3
pada orang lain yang dekat dengan orang itu .
Keadaan mood yang negatif seperti
depresi,
kecemasan
dan
kebingungan,
disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang
negatif pula. Ada banyak hal yang dapat
mempengaruhi mood kita, misalnya suhu,
2
bau, obat-obatan dan lain-lain . Mungkin
dengan menghilangkan sumber bau, mengatasi
suhu atau menggunakan obat-obatan, akan
memicu munculnya mood yang positif. Selain
itu, salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menghasilkan pikiran dan perasaan yang
positif yang dapat menghalangi munculnya
mood
yang
negatif
adalah
dengan
5
berolahraga .
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara91
Karangan Asli
Keadaan mood yang paling baik dianggap
6
berasal dari olahraga fisik . Bryant, psikolog
olahraga di ACE, mengatakan bahwa olahraga
dapat membantu individu mengatasi stres,
depresi ringan dan memperbaiki mood.
Olahraga berhubugan negatif dengan depresi
dan kecemasan. Artinya, dengan berolahraga
secara teratur maka depresi dan kecemasan
7
Sebagian
studi
semakin
menurun .
menunjukkan bahwa orang yang berolahraga
atau yang memiliki tubuh yang bugar
mengalami kecemasan, depresi dan tekanan
hidup yang lebih kecil daripada mereka yang
8
tidak berolahraga .
Peribahasa yang berbunyi ‘mens sana in
corpore sano’ yang menyatakan hubungan
antara tubuh yang sehat dan jiwa yang sehat
(didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang
sehat), yang sampai sekarang banyak dipakai
6
dalam literatur olahraga . Hubungan tersebut
juga diperkuat oleh pemberitaan di berbagai
media mengenai olahraga dan kebugaran fisik
yang dapat melindungi kita dari stres dan
8
bahaya yang ditimbulkan terhadap kesehatan .
Menurut Leonard olahraga merupakan
petualangan tubuh dan jiwa manusia (the
adventures of body and mind) menuju suatu
9
kesatuan yang harmonis . Latihan olahraga
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latihan
aerobik dan latihan anaerobik. Latihan
anaerobik dilakukan tanpa mengkonsumsi
oksigen yang tinggi dalam setiap detak
jantung. Contohnya, pada saat push-up ada
kalanya kita menahan nafas selama beberapa
detik sementara jantung kita terus berdetak.
Sementara itu, latihan aerobik (aerobic:
menggunakan oksigen) adalah latihan dengan
menggunakan oksigen. Artinya, bahwa
seseorang mengkonsumsi volume oksigen
(VO2) yang tinggi setiap detak jantung selama
melakukan kegiatan olahraga. Jadi, olahraga
aerobik bukan hanya senam aerobik, tetapi
banyak jenis olahraga lain seperti jogging,
bersepeda, berenang, jalan cepat dan lari lintas
alam yang merupakan bentuk-bentuk pilihan
olahraga yang dapat meningkatkan harapan
hidup yang lebih lama dan untuk hidup
10
sehat .
Olahraga (aerobik) memiliki kapasitas
untu mencegah berbagai masalah dan juga
mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan
dari depresi dan kecemasan. Olahraga itu
bersifat alami dan gaya hidup di abad 21 ini
92
tidak alami dengan udara yang kotor dan
pohon yang sedikit, gaya hidup merokok,
makanan yang tidak sehat serta gaya hidup
4
lainnya .
Olahraga merupakan suatu pilihan gaya
hidup. Sebagian orang mungkin memilih
untuk tidak berolahraga, namun sebagian
orang justru menganggap olahraga merupakan
kegiatan yang harus mereka lakukan.
Penelitian LaFontaine terhadap 58 persen
orang dewasa Amerika yang bekerja di kantor
(dimana pekerjaannya dilakukan dengan posisi
duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25
persen dari mereka mengalami depresi dan
kecemasan ringan sampai berat dan 50 persen
dari mereka yang melakukan olahraga secara
teratur mengalami penurunan depresi dan
5
kecemasan setelah enam bulan . Penelitian ini
didukung oleh penelitian Cardinal yang
membagi tahapan olahraga, dengan acuan
waktu selama enam bulan (Stage of Exercise
Scale) menjadi 5 bagian mulai dari orang yang
tidak berolahraga dan tidak berencana untuk
berolahraga selama enam bulan ke depan
sampai pada tahap yang teratas yaitu orang
yang sudah berolahraga secara teratur selama
5
lebih dari enam bulan .
Partisipai aktif dalam berbagai bentuk
olahraga semakin berkurang pada masa
dewasa ini. Hal ini bukan karena orang dewasa
dini kurang sehat, tetapi karena kurang
memungkinkan dari segi waktu dan dana
karena sibuk dengan pekerjaan dan keluarga
serta kedudukan dalam pekerjaan yang belum
memadai yang mempengaruhi penghasilan.
Karena
kurangnya
kesempatan
untuk
berolahraga, mereka umumnya menunjukkan
perhatian
pada
olahraga
dengan
mendengarkan radio, atau menyaksikan
pertandingan olahraga di televisi, membaca
berita olahraga atau membicarakan berbagai
1
olahraga .
Dari uraian diatas, dapat dikatakan orang
dewasa dini adalah kelompok orang yang
jarang
berolahraga
karena
kurang
memungkinkan dari segi waktu dan dana
dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan dan
penghasilan yang tidak besar. Padahal orang
yang bekerja rentan terhadap stres, rasa marah
dan depresi yang mengakibatkan munculnya
mood yang negatif. Olahraga adalah salah satu
cara yang dapat mengatasi mood negatif yang
dialami seseorang terutama jika dilakukan
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
secara teratur selama enam bulan (lebih).
Namun, bagaimana jika olahraga tersebut
dilakukan secara tidak teratur atau bahkan
tidak sama sekali? Apakah mood yang dialami
orang yang berolahrga secara teratur lebih baik
daripada orang yang berolahraga secara tidak
teratur dan orang yang tidak berolahraga?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “perbedaan mood ditinjau dari
kebiasaan berolahraga”.
METODE PENELITIAN
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung: Mood
2. Variabel bebas: Kebiasaan Berolahraga
a. Berolahraga secara teratur selama
enam bulan (lebih) dan masih
melanjutkannya.
b. Berolahraga secara teratur hanya
selama enam bulan.
c. Berolahraga secara tidak teratur
d. Tidak berolahraga tetapi berpikir
untuk berolahraga selama enam bulan
ke depan.
e. Tidak berolahraga dan tidak berpikir
untuk berolahraga selama enam bulan
ke depan.
Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 120 orang
dewasa dini yang bekerja di Kota Medan.
karakteristik sampel penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Laki-laki/perempuan yang bekerja
b. Berusia 20-40 tahun
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah incidental sampling.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan instrumen alat ukur berupa
skala dan self report/kuesioner untuk
mengetahui fakta.
1. Skala Mood
Skala yang digunakan untuk mengukur
mood dalam penelitian ini adalah skala Mood
dari McNair, Lorr, dan Droppleman yang
disusun berdasarkan enam dimensi utama dari
mood yakni Tension-Anxiety, Depression-
Dejection, Anger-Hostility, Vigor-Activity,
Fatigue-Inertia, dan Confusion-Bewilderment.
Skala
ini
diterjemahkan
kedalam
bahasa
Indonesia oleh peneliti dengan bantuan ahli.
Skala ini semula hanya berupa kata-kata sifat
yang harus direspon, kemudian dimodifikasi
dalam bentuk kalimat sehingga lebih mudah
11
dimengerti .
Skala tersebut terdiri dari aitem yang
favourable (mendukung) dan unfavourable
(tidak mendukung). Penilaian skala untuk
aitem favourable adalah nilai empat untuk
pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai tiga
untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai dua
untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan
nilai satu untuk pilihan jawaban Sangat Tidak
Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem
unfavourable adalah nilai satu untuk pilihan
jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai dua untuk
pilihan jawaban Sesuai (S), nilai tiga untuk
pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai
empat untuk pilihan jawaban Sangat Tidak
Sesuai (STS).
2. Self-report/Kuesioner Kebiasaan Berolahraga
Fakta-fakta yang ingin diungkap dalam
kuesioner ini adalah mengenai kebiasaan
berolahraga serta identitas diri lainnya dari
subyek penelitian. Adapun kategori kebiasaan
berolahraga dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan tahapan perilaku berolahraga
(Stage of Exercise Scale/SES) yang dibuat
oleh Cardinal (dalam Cox, 2002). Tahapan
tersebut terdiri dari lima bagian antara lain:
a. Saya sudah berolahraga secara teratur
dalam
enam
bulan
dan
masih
melanjutkannya.
b. Saya hanya berolahraga secara teratur
selama
enam
bulan
dan
tidak
melanjutkannya.
c. Saya berolahraga secara tidak teratur.
d. Saya tidak berolahraga tetapi berpikir
untuk mulai berolahraga selama enam
bulan ke depan.
e. Saya tidak berolahraga dan tidak
berencana untuk berolahraga selama enam
bulan ke depan.
Metode Analisa Data
Data dalam penelitian akan dianalisa
dengan analisa statistik. Analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
One-Way ANOVA untuk melihat perbedaan
mood ditinjau dari kebiasaan berolahraga
dengan bantuan aplikasi komputer SPSS versi
12 for windows. Sebelum dilakukan uji
ANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara93
Karangan Asli
asumsi penelitian yaitu: Uji normalitas sebaran
dianalisis dengan menggunakan One Sample
Kolmogorov
Smirnov
Test
dan
uji
homogenitas dianalisa dengan menggunakan
Anova melalui Levene’s Statistic.
HASIL PENELITIAN UTAMA
1. Uji Asumsi
1.1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran menggunakan
Kolmogorov-Smirnov test menunjukkan
sebaran normal. Hal ini ditunjukkan dari
nilai Z = 0.659 dengan p = 0,778 di
mana jika nilai p>0,05, maka subyek
adalah normal.
1.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas menggunakan Levene’s
Statistic menunjukkan populasi dan
sampel
dalam
penelitian
adalah
homogen. Hal ini ditunjukkan dari nilai
probabilitas 0.042 di mana nilai ini
berada di atas 0.05 yang berarti populasi
dan sampel dalam penelitian ini adalah
homogen.
2. Uji Hipotesa
Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga.
Hasil uji analisis statistik dengan menggunakan
Anova menunjukkan nilai Fhitung adalah 15,453
(Ftabel = 3,07) dengan nilai p 0.05).
2. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau usia subyek penelitian.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung
(12,562) > Ftabel (3.92) dan taraf
signifikansi p = 0.001 (p > 0.05).
3. Terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau
status
perkawinan
subyek
penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai hitung Fhitung (6,300) > Ftabel (3.92) dan
taraf signifikansi p = 0.013 (p > 0.05).
4. Tidak terdapat perbedaan mood yang
signifikan ditinjau dari lamanya subyek
penelitian bekerja dalam sehari. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai Fhitung (0,18) <
94
Ftabel (3.92) dan taraf signifikansi p = 0.94
(p > 0.05).
KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan
ditinjau
dari
kebiasaan
berolahraga. Subyek yang berolahraga
secara teratur selama enam bulan (lebih)
memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan
dengan
subyek
yang
berolahraga secara tidak teratur dan
subyek yang tidak berolahraga dan tidak
berpikir berolahraga selama enam bulan ke
depan.
2. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau
dari jenis kelamin subyek penelitian.
3. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari usia subjek
penelitian. Subyek yang berusia 31-40
tahun memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang berusia
20-30 tahun.
4. Terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau dari status pernikahan subyek
penelitian. Subyek yang menikah memiliki
mood yang lebih positif dibandingkan
dengan subyek yang tidak menikah.
5. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau
dari lamanya bekerja subyek penelitian
bekerja dalam sehari.
DISKUSI
Pada saat melakukan penelitian, peneliti
tidak mendapatkan subyek yang berada pada
tahapan hanya berolahraga secara teratur
selama enam bulan dan subyek yang tidak
berolahraga tetapi berpikir untuk berolahraga
selama enam bulan ke depan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan mood yang
sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan
berolahraga. Dimana, subyek yang berolahraga
secara teratur selama enam bulan (lebih)
mood
yang
lebih
positif
memiliki
dibandingkan dengan subyek yang berolahraga
secara tidak teratur dan subyek yang tidak
berolahraga dan tidak berpikir untuk
berolahraga selama enam bulan ke depan.
Kesimpulan ini diperoleh dari hasil analisa
varians yakni nilai Fhitung yang didapat sebesar
15,453 dan p = 0,000, dimana subyek yang
berolahraga secara teratur selama enam bulan
(lebih) mengalami mood yang lebih positif (M
= 140,58) dari subyek lainnya. Hasil
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Sarafino berdasarkan hasil dari sebagian studi
yang menunjukkan bahwa orang yang
berolahraga atau memiliki tubuh yang bugar
mengalami kecemasan, depresi dan tekanan
hidup yang lebih kecil daripada mereka yang
8
tidak berolahraga . Olahraga dan keadaan fisik
yang fit dapat melindungi seseorang dari stres
dan bahaya yang ditimbulkan stres terhadap
kesehatan. Keadaan mood yang paling baik
6
dianggap berasal dari olahraga fisik .
Olahraga berhubungan negatif dengan
depresi dan kecemasan, yang berarti bahwa
dengan berolahraga secara teratur maka
depresi dan kecemasan semakin menurun.
Aktivitas fisik kelihatannya berhubungan
dengan mood yang positif dadn dapat
mengurangi kecemasan dan depresi. Bryant,
psikolog olahraga di ACE (American Council
on Exercise), mengatakan bahwa olahraga
dapat membantu individu mengatasi stres,
7
depresi ringan dan mood yang dialaminya .
Seligman
yakin
bahwa
modernisasi
menghasilkan kepasifan dan perasaan tidak
berdaya, tidak punya harapan, putus asa dan
4
harga diri yang rendah . Penelitian yang
dilakukan LaFontaine dkk terhadap 58 persen
orang dewasa di Amerika yang bekerja di
kantor (pekerjaannya dilakukan dengan
duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25
persen dari mereka mengalami depresi dan
kecemasan ringan sampai yang berat dan 50
persen dari mereka yang melakukan olahraga
secara teratur selama enam bulan mengalami
penurunan depresi dan kecemasan. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa orang yang
berolahraga akan mengalami kepasifan dan
perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan
dan putus asa, serta depresi dan kecemasan
yang lebih kecil daripada mereka yang tidak
5
berolahraga .
McDowell-Larsen dalam penelitiannya
terhadap senior eksekutif, menemukan bahwa
mereka yang sering berolahraga secara teratur
tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga
efektif dalam bekerja daripada mereka yang
5
tidak berolahraga . Selain itu, hasil studi crosssectional dari Hassmen, Koivula dan Uutela
menunjukkan bahwa individu yang rajin
berolahraga, paling tidak dua kali seminggu
mengalami depresi, kemarahan, rasa tidak
percaya dan stres yang lebih kecil daripada
mereka yang berolahraga (tidak teratur) dan
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
yang tidak berolahraga sama sekali. Selain itu
mereka juga merasakan perasaan integrasi
sosial yang lebih kuat daripada mereka yang
12
jarang berolahraga .
Selain hasil penemuan utama di atas,
penelitian lain menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian
(F = 0,024 dan p = 0,876). Dimana, mood
yang dialami oleh laki-laki dan perempuan
adalah relatif sama. Hasil penemuan didukung
oleh hasil penemuan lain menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan depresi dan
kecemasan yang signifikan ditinjau dari jenis
13
kelamin . Hal ini mungkin disebabkan karena
pada masa dewasa dini merupakan ‘masa
bermasalah’ dimana banyak masalah baru
yang harus dihadapi seseorang, baik laki-laki
1
maupun perempuan . Oleh sebab itu mereka,
baik laki-laki maupun perempuan, masih
memiliki sifat umum yang relatif sama.
Hasil penelitian lainnya yang mendukung
penelitian ini adalah adanya perbedaan mood
yang sangat signifikan ditinjau dari usia subyek
penelitian (F = 12.562 dan p = 0,001) dimana
subyek yang berusia 31-40 tahun (M –
136,67) memiliki mood yang lebih positif
daripada subyek yang berusia 20-30 tahun (M
= 126,09). Sekitar awal atau pertengahan
umur tiga puluhan, kebanyakan orang muda
telah mampu memecahkan masalah-masalah
mereka dengan cukup baik yang mengarah
kepada tercapainya penyesuaian diri yang baik
terhadap
tugas
perkembangan
mereka
sehingga mereka menjadi stabil dan tenang
1
secara emosional .
Hasil penelitian selanjutnya yang juga
mendukung adalah adanya perbedaan mood
yang signifikan ditinjau dari status pernikahan
subyek penelitian (F = 6,300 dan p = 0,013)
dimana subyek yang menikah (M = 133,57)
mood
yang
lebih
positif
memiliki
dibandingkan dengan subyek yang tidak
menikah (M = 126,20). Hasil penelitian ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Cohen bahwa orang yang tidak pernah
menikah mengalami depresi yang lebih tinggi
daripada orang yang menikah, orang yang
bercerai dan juga orang yang berpisah.
Hasil penelitian terakhir menunjukkan
tidak terdapat perbedaan mood yang
signifikan ditinjau dari lamanya bekerja
subyek penelitian bekerja dalam sehari (F =
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara95
Karangan Asli
0,018 dan p = 0,894). Dimana, moodi yang
dialami subyek yang bekerja maksimal delapan
jam sehari dengan subyek yang bekerja
minimal delapan jam sehari adalah relatif
sama. Hasil ini berbeda dengan teori yang
diungkapkan oleh Luthans yang mengatakan
bahwa pekerja yang bekerja dengan jam kerja
yang lebih lama (umumnya orang bekerja 7-8
jam sehari) akan mengalami stres yang lebih
14
besar . Hal ini mungkin disebabkan karena
adanya pembiasaan dan penerimaan dari
pekerja sendiri terhadap jam kerja mereka
sejak mereka memilih untuk bekerja di bidang
tersebut.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan diskusi yang
telah
dipaparkan
sebelumnya,
peneliti
mencoba memberikan beberapa saran. Saransaran ini diharapkan dapat berguna bagi
perkembangan kelanjutan studi ilmiah
mengenai olahraga dan mood serta berguna
bagi pekerja dan ahli kesehatan.
Pegawai bank lebih mengalami konflik
dibandingkan pekerjaan lainnya. Kemudian
berturut-turut diikuti subjek yang memiliki
pekerjaan dokter, pengusaha, PNS, konsultan,
pedagang kecil, guru, dan terakhir guru privat.
Menurut O’Neil ketika suami merasa mampu
untuk membiayai kehidupan keluarganya ia
tidak bisa menerima isterinya yang bekerja
karena berdasarkan asumsi gender wilayah
mencari nafkah adalah hak mutlak bagi para
pria kecuali jika suami tidak mampu
membiayai keluarganya. Sehingga ketika
isterinya bekerja tidak dikarenakan kebutuhan
ekonomi melainkan karena aktualisasi diri
maka suami merasa tidak dapat menerimanya
6
sehingga timbul konflik dalam dirinya .
Dari penelitian yang telah dilakukan dan
kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti
mengemukakan beberapa saran:
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti
karakteristik sampel berdasarkan faktorfaktor lain seperti pekerjaan, jam kerja,
fleksibilitas waktu kerja, latar belakang
keluarga, yang dapat mempengaruhi
konflik peran ganda.
2. Penelitian
selanjutnya
hendaknya
memperhatikan proporsi sampel bila
hendak membandingkan sampel agar
kesimpulan yang diambil lebih tepat dan
dapat digeneralisasikan.
3. Peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan tinjauan konflik peran ganda
berdasarkan variabel-variabel lain yang
96
berkaitan dengan konflik peran ganda
seperti kepuasan pada pekerjaan, kepuasan
pada pernikahan, kepribadian, suku,
dikarenakan berkaitan dengan konflik
peran ganda.
4. Penelitian
selanjutnya
dapat
juga
dilakukan dalam bentuk kualitatif agar
dapat diketahui faktor-faktor apa yang
lebih banyak menyebabkan rendahnya
konflik peran ganda pada individu yang
mengalami konflik peran ganda.
5. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan
penelitian dengan memberikan skala
motivasi kerja untuk isteri yang dibedakan
dari suami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendytio, M.K., Moelyarto, V., Gaduh,
A.B., & Feridhahusetiawan, T. (1999).
Indonesia:
A
Gender
Review
of
Globalization, Legislation, Policies and
Institutional Framework. Manila; ILO
Manila.
2. Sekaran, U. (1986). Dual career family.
San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.
3. Katz, D., & Kahn, R.L., (1966). The social
psychology of organization. New York:
John Wiley and Sons, Inc.
4. Greenhaus. (1997). Work family conflict
[On-line]. http://www.bcfwp.org/conference_
papers/ greenhouse.pdf. Diakses tanggal 3
November, 2005.
5. Bailey, S.J. (2002, September). Weaving
together family and work. Montguide:
Montana State University, B10-B11.
http://www.montana.edu/wwwpb/pubs/
mt200211.html. Diakses tanggal 5 April,
2006.
6. Nauly, M. (2003). Fear of success wanita
bekerja. Studi banding perempuan batak,
minangkabau dan jawa. Yogyakarta: Arti
7. Wolfman, B.S. (1992). Peran kaum
wanita: Bagaimana menjadi cakap dan
seimbang dalam aneka peran. Yogyakarta:
Kanisius.
8. Djamal, C. (2000). Women in the
informal sector, a ‘forgotten’ workforce.
Dalam Oey-Gardiner, M., & Bianpoen, C.
(Eds), Indonesian Women The Journey
Continues, (pp. 172-178). Canberra:
Goanna Print.
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
9. Wikarta, L.S., (2005). Working women:
Kiat jitu mengatasi permasalahan diri,
keluarga, dan pekerjaan bagi wanita karir.
Yogyakarta: Quills Book Publisher.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
10. Hurlock
E.
(1980).
Psikologi
perkembangan:
suatu
pendekatan
sepanjang rentang kehidupan (Edisi
Kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara97
Namora Lumongga Lubis dan Martdaira Simanjuntak
Program Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis of Variance
(ANOVA). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang mengungkap mood
dan self report tentang kategori kebiasaan berolahraga.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari
kebiasaan berolahraga (dengan reliabilitas skala mood = 0,922), dimana subyek yang berolahraga
secara teratur selama enam bulan (lebih) mengalami mood yang lebih positif dari subyek lainnya.
Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini adalah adanya perbedaan mood yang
sangat signifikan ditinjau dari usia subyek penelitian dimana subyek yang berusia 31-40 tahun
memiliki mood yang lebih positif daripada subyek yang berusia 20-30 tahun. Hasil penelitian
selanjutnya yang juga mendukung adalah adanya perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari
pernikahan subyek penelitian dimana subyek yang menikah memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah. Namun, tidak ditemukan perbedaan mood
yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan lamanya bekerja dalam sehari.
Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi para pekerja agar memahami arti pentingnya
olahraga dalam kehidupan kerjanya. Dan bagi orang yang berolahraga agar mengetahui manfaat
dari olahraga yang sebenarnya.
Kata kunci: mood, olahraga, kebiasaan berolahraga
Abstract: The aim of this comparative quantitative research is to see the difference of mood
based on the stage of exercise. Mood refers to an affective state or process that has no object or
only feeling, shifting object, or that has the environment as applicants whole object. Mood can be
influenced by some factors. One of them is exercise. Exercise is a life style choice. There are five
stages of exercise. First, presently exercise on a regular basis and have been doing so for longer
than six months. Second, presently exercise on a regular basis, but only begun doing so within the
past six months. Third, presently get some exercise, but not regularly. Fourth, presently do not
exercise, but have been thinking about starting to exercise within the next six months. Fifth,
presently do not exercise and do not plan to start exercising in the next six months. Exercise and
90
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
fitness reduce the potential foe stress and its effects health. People who exercise or are physically
fit often report less anxiety, and tension in their lives than do people who do not exercise or are
less fit.
This research involved 120 early adults in Medan. The respondents participated in this research
were the ones who met the criteria: work man or woman, age 20-40 years old. The method used
the select the respondent was the non-probability incidental sampling. Data collected in this
research was tested by using Analysis of Variance. Measuring instrument used are mood scale and
stages of exercise self report.
Data analysis of this research shows that there is a significant difference of mood based on the
stage of exercise (reliability mood scale = 0,922). Respondents whoses presently exercise on a
regular basis and have been doing so for longer than six months had the most positive mood than
the respondent in other stages. Additional findings of this research shows that there is a
significant difference of mood between the 20-30 and 31-40 years old respondent and married
and unmarried respondent.
The implication of this research can be used for workers to know the advantages of exercise in
their lives and for the exercisers to know the main goal of exercise.
Keywords: mood, exercise, stage of exercises
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap orang pasti mempunyai masalah
dalam hidupnya, begitu juga dengan orangorang dewasa. masa dewasa dini merupakan
‘masa bermasalah’ dimana banyak masalah
baru yang harus mereka hadapi. Apabila orang
dewasa dini merasa tidak mampu mengatasi
masalah-masalah utama dalam kehidupan
mereka, mereka sering demikian terganggu
secara
emosional,
sehingga
mereka
1
memikirkan atau mencoba untuk bunuh diri .
Kejadian emosional yang signifikan seperti
yang diuraikan di atas adalah salah satu hal
yang dapat memicu munculnya mood
2
tertentu . Mood adalah keadaan emosional
3
yang predominan . Kita semua memiliki
mood. Kita bisa mengamati mood pada orang
lain dan melihat bahwa mood setiap orang
berbeda-beda. Mood bisa positif dan bisa juga
negatif dan keduanya memiliki banyak jenis,
baik yang positif maupun yang negatif.
Kadang-kadang kita merasa sedih, khawatir,
marah, merasa bersalah, energik, tidak
percaya, benci, antusias, frustasi, dan
4
merasakan perasaan yang lainnya .
Mood datang dan pergi, dan ketika hal itu
terjadi kita biasanya dapat mengatasinya.
Kadang-kadang ktia dikuasai oleh mood
tersebut. Suatu depresi yang sepertinya tidak
juga mau pergi, dan setiap kali kita berusaha
mengusirnya, keadaannya justru semakin
memburuk, semakin mencengkeram dalamdalam. Hal ini mulai mempengaruhi kita, baik
hubungan kita dengan orang lain maupun
3
dalam pekerjaan kita .
Mood berbeda dengan emosi. Emosi
biasanya berlangsung sementara. Emosi kita
terus-menerus menanggapi berbagai gagasan,
kegiatan dan keadaan sosial yang kita hadapi
sepanjang hari. Sebaliknya, mood adalah
perpanjangan dari emosi yang berlangsung
selama beberapa waktu, kadang-kadang
beberapa jam, beberapa hari kita akan
mewarnai pengalaman kita dan berpengaruh
kuat terhadap cara kita berinteraksi. Gejolak
naik-turun mood bukan hanya merusak
individu yang bersangkutan, namun juga
mengakibatkan ketegangan yang tidak lazim
3
pada orang lain yang dekat dengan orang itu .
Keadaan mood yang negatif seperti
depresi,
kecemasan
dan
kebingungan,
disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang
negatif pula. Ada banyak hal yang dapat
mempengaruhi mood kita, misalnya suhu,
2
bau, obat-obatan dan lain-lain . Mungkin
dengan menghilangkan sumber bau, mengatasi
suhu atau menggunakan obat-obatan, akan
memicu munculnya mood yang positif. Selain
itu, salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menghasilkan pikiran dan perasaan yang
positif yang dapat menghalangi munculnya
mood
yang
negatif
adalah
dengan
5
berolahraga .
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara91
Karangan Asli
Keadaan mood yang paling baik dianggap
6
berasal dari olahraga fisik . Bryant, psikolog
olahraga di ACE, mengatakan bahwa olahraga
dapat membantu individu mengatasi stres,
depresi ringan dan memperbaiki mood.
Olahraga berhubugan negatif dengan depresi
dan kecemasan. Artinya, dengan berolahraga
secara teratur maka depresi dan kecemasan
7
Sebagian
studi
semakin
menurun .
menunjukkan bahwa orang yang berolahraga
atau yang memiliki tubuh yang bugar
mengalami kecemasan, depresi dan tekanan
hidup yang lebih kecil daripada mereka yang
8
tidak berolahraga .
Peribahasa yang berbunyi ‘mens sana in
corpore sano’ yang menyatakan hubungan
antara tubuh yang sehat dan jiwa yang sehat
(didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang
sehat), yang sampai sekarang banyak dipakai
6
dalam literatur olahraga . Hubungan tersebut
juga diperkuat oleh pemberitaan di berbagai
media mengenai olahraga dan kebugaran fisik
yang dapat melindungi kita dari stres dan
8
bahaya yang ditimbulkan terhadap kesehatan .
Menurut Leonard olahraga merupakan
petualangan tubuh dan jiwa manusia (the
adventures of body and mind) menuju suatu
9
kesatuan yang harmonis . Latihan olahraga
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latihan
aerobik dan latihan anaerobik. Latihan
anaerobik dilakukan tanpa mengkonsumsi
oksigen yang tinggi dalam setiap detak
jantung. Contohnya, pada saat push-up ada
kalanya kita menahan nafas selama beberapa
detik sementara jantung kita terus berdetak.
Sementara itu, latihan aerobik (aerobic:
menggunakan oksigen) adalah latihan dengan
menggunakan oksigen. Artinya, bahwa
seseorang mengkonsumsi volume oksigen
(VO2) yang tinggi setiap detak jantung selama
melakukan kegiatan olahraga. Jadi, olahraga
aerobik bukan hanya senam aerobik, tetapi
banyak jenis olahraga lain seperti jogging,
bersepeda, berenang, jalan cepat dan lari lintas
alam yang merupakan bentuk-bentuk pilihan
olahraga yang dapat meningkatkan harapan
hidup yang lebih lama dan untuk hidup
10
sehat .
Olahraga (aerobik) memiliki kapasitas
untu mencegah berbagai masalah dan juga
mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan
dari depresi dan kecemasan. Olahraga itu
bersifat alami dan gaya hidup di abad 21 ini
92
tidak alami dengan udara yang kotor dan
pohon yang sedikit, gaya hidup merokok,
makanan yang tidak sehat serta gaya hidup
4
lainnya .
Olahraga merupakan suatu pilihan gaya
hidup. Sebagian orang mungkin memilih
untuk tidak berolahraga, namun sebagian
orang justru menganggap olahraga merupakan
kegiatan yang harus mereka lakukan.
Penelitian LaFontaine terhadap 58 persen
orang dewasa Amerika yang bekerja di kantor
(dimana pekerjaannya dilakukan dengan posisi
duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25
persen dari mereka mengalami depresi dan
kecemasan ringan sampai berat dan 50 persen
dari mereka yang melakukan olahraga secara
teratur mengalami penurunan depresi dan
5
kecemasan setelah enam bulan . Penelitian ini
didukung oleh penelitian Cardinal yang
membagi tahapan olahraga, dengan acuan
waktu selama enam bulan (Stage of Exercise
Scale) menjadi 5 bagian mulai dari orang yang
tidak berolahraga dan tidak berencana untuk
berolahraga selama enam bulan ke depan
sampai pada tahap yang teratas yaitu orang
yang sudah berolahraga secara teratur selama
5
lebih dari enam bulan .
Partisipai aktif dalam berbagai bentuk
olahraga semakin berkurang pada masa
dewasa ini. Hal ini bukan karena orang dewasa
dini kurang sehat, tetapi karena kurang
memungkinkan dari segi waktu dan dana
karena sibuk dengan pekerjaan dan keluarga
serta kedudukan dalam pekerjaan yang belum
memadai yang mempengaruhi penghasilan.
Karena
kurangnya
kesempatan
untuk
berolahraga, mereka umumnya menunjukkan
perhatian
pada
olahraga
dengan
mendengarkan radio, atau menyaksikan
pertandingan olahraga di televisi, membaca
berita olahraga atau membicarakan berbagai
1
olahraga .
Dari uraian diatas, dapat dikatakan orang
dewasa dini adalah kelompok orang yang
jarang
berolahraga
karena
kurang
memungkinkan dari segi waktu dan dana
dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan dan
penghasilan yang tidak besar. Padahal orang
yang bekerja rentan terhadap stres, rasa marah
dan depresi yang mengakibatkan munculnya
mood yang negatif. Olahraga adalah salah satu
cara yang dapat mengatasi mood negatif yang
dialami seseorang terutama jika dilakukan
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
secara teratur selama enam bulan (lebih).
Namun, bagaimana jika olahraga tersebut
dilakukan secara tidak teratur atau bahkan
tidak sama sekali? Apakah mood yang dialami
orang yang berolahrga secara teratur lebih baik
daripada orang yang berolahraga secara tidak
teratur dan orang yang tidak berolahraga?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “perbedaan mood ditinjau dari
kebiasaan berolahraga”.
METODE PENELITIAN
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung: Mood
2. Variabel bebas: Kebiasaan Berolahraga
a. Berolahraga secara teratur selama
enam bulan (lebih) dan masih
melanjutkannya.
b. Berolahraga secara teratur hanya
selama enam bulan.
c. Berolahraga secara tidak teratur
d. Tidak berolahraga tetapi berpikir
untuk berolahraga selama enam bulan
ke depan.
e. Tidak berolahraga dan tidak berpikir
untuk berolahraga selama enam bulan
ke depan.
Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 120 orang
dewasa dini yang bekerja di Kota Medan.
karakteristik sampel penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Laki-laki/perempuan yang bekerja
b. Berusia 20-40 tahun
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah incidental sampling.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan instrumen alat ukur berupa
skala dan self report/kuesioner untuk
mengetahui fakta.
1. Skala Mood
Skala yang digunakan untuk mengukur
mood dalam penelitian ini adalah skala Mood
dari McNair, Lorr, dan Droppleman yang
disusun berdasarkan enam dimensi utama dari
mood yakni Tension-Anxiety, Depression-
Dejection, Anger-Hostility, Vigor-Activity,
Fatigue-Inertia, dan Confusion-Bewilderment.
Skala
ini
diterjemahkan
kedalam
bahasa
Indonesia oleh peneliti dengan bantuan ahli.
Skala ini semula hanya berupa kata-kata sifat
yang harus direspon, kemudian dimodifikasi
dalam bentuk kalimat sehingga lebih mudah
11
dimengerti .
Skala tersebut terdiri dari aitem yang
favourable (mendukung) dan unfavourable
(tidak mendukung). Penilaian skala untuk
aitem favourable adalah nilai empat untuk
pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai tiga
untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai dua
untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan
nilai satu untuk pilihan jawaban Sangat Tidak
Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem
unfavourable adalah nilai satu untuk pilihan
jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai dua untuk
pilihan jawaban Sesuai (S), nilai tiga untuk
pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai
empat untuk pilihan jawaban Sangat Tidak
Sesuai (STS).
2. Self-report/Kuesioner Kebiasaan Berolahraga
Fakta-fakta yang ingin diungkap dalam
kuesioner ini adalah mengenai kebiasaan
berolahraga serta identitas diri lainnya dari
subyek penelitian. Adapun kategori kebiasaan
berolahraga dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan tahapan perilaku berolahraga
(Stage of Exercise Scale/SES) yang dibuat
oleh Cardinal (dalam Cox, 2002). Tahapan
tersebut terdiri dari lima bagian antara lain:
a. Saya sudah berolahraga secara teratur
dalam
enam
bulan
dan
masih
melanjutkannya.
b. Saya hanya berolahraga secara teratur
selama
enam
bulan
dan
tidak
melanjutkannya.
c. Saya berolahraga secara tidak teratur.
d. Saya tidak berolahraga tetapi berpikir
untuk mulai berolahraga selama enam
bulan ke depan.
e. Saya tidak berolahraga dan tidak
berencana untuk berolahraga selama enam
bulan ke depan.
Metode Analisa Data
Data dalam penelitian akan dianalisa
dengan analisa statistik. Analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
One-Way ANOVA untuk melihat perbedaan
mood ditinjau dari kebiasaan berolahraga
dengan bantuan aplikasi komputer SPSS versi
12 for windows. Sebelum dilakukan uji
ANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara93
Karangan Asli
asumsi penelitian yaitu: Uji normalitas sebaran
dianalisis dengan menggunakan One Sample
Kolmogorov
Smirnov
Test
dan
uji
homogenitas dianalisa dengan menggunakan
Anova melalui Levene’s Statistic.
HASIL PENELITIAN UTAMA
1. Uji Asumsi
1.1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran menggunakan
Kolmogorov-Smirnov test menunjukkan
sebaran normal. Hal ini ditunjukkan dari
nilai Z = 0.659 dengan p = 0,778 di
mana jika nilai p>0,05, maka subyek
adalah normal.
1.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas menggunakan Levene’s
Statistic menunjukkan populasi dan
sampel
dalam
penelitian
adalah
homogen. Hal ini ditunjukkan dari nilai
probabilitas 0.042 di mana nilai ini
berada di atas 0.05 yang berarti populasi
dan sampel dalam penelitian ini adalah
homogen.
2. Uji Hipotesa
Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga.
Hasil uji analisis statistik dengan menggunakan
Anova menunjukkan nilai Fhitung adalah 15,453
(Ftabel = 3,07) dengan nilai p 0.05).
2. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau usia subyek penelitian.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung
(12,562) > Ftabel (3.92) dan taraf
signifikansi p = 0.001 (p > 0.05).
3. Terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau
status
perkawinan
subyek
penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai hitung Fhitung (6,300) > Ftabel (3.92) dan
taraf signifikansi p = 0.013 (p > 0.05).
4. Tidak terdapat perbedaan mood yang
signifikan ditinjau dari lamanya subyek
penelitian bekerja dalam sehari. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai Fhitung (0,18) <
94
Ftabel (3.92) dan taraf signifikansi p = 0.94
(p > 0.05).
KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan
ditinjau
dari
kebiasaan
berolahraga. Subyek yang berolahraga
secara teratur selama enam bulan (lebih)
memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan
dengan
subyek
yang
berolahraga secara tidak teratur dan
subyek yang tidak berolahraga dan tidak
berpikir berolahraga selama enam bulan ke
depan.
2. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau
dari jenis kelamin subyek penelitian.
3. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari usia subjek
penelitian. Subyek yang berusia 31-40
tahun memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang berusia
20-30 tahun.
4. Terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau dari status pernikahan subyek
penelitian. Subyek yang menikah memiliki
mood yang lebih positif dibandingkan
dengan subyek yang tidak menikah.
5. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau
dari lamanya bekerja subyek penelitian
bekerja dalam sehari.
DISKUSI
Pada saat melakukan penelitian, peneliti
tidak mendapatkan subyek yang berada pada
tahapan hanya berolahraga secara teratur
selama enam bulan dan subyek yang tidak
berolahraga tetapi berpikir untuk berolahraga
selama enam bulan ke depan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan mood yang
sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan
berolahraga. Dimana, subyek yang berolahraga
secara teratur selama enam bulan (lebih)
mood
yang
lebih
positif
memiliki
dibandingkan dengan subyek yang berolahraga
secara tidak teratur dan subyek yang tidak
berolahraga dan tidak berpikir untuk
berolahraga selama enam bulan ke depan.
Kesimpulan ini diperoleh dari hasil analisa
varians yakni nilai Fhitung yang didapat sebesar
15,453 dan p = 0,000, dimana subyek yang
berolahraga secara teratur selama enam bulan
(lebih) mengalami mood yang lebih positif (M
= 140,58) dari subyek lainnya. Hasil
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Sarafino berdasarkan hasil dari sebagian studi
yang menunjukkan bahwa orang yang
berolahraga atau memiliki tubuh yang bugar
mengalami kecemasan, depresi dan tekanan
hidup yang lebih kecil daripada mereka yang
8
tidak berolahraga . Olahraga dan keadaan fisik
yang fit dapat melindungi seseorang dari stres
dan bahaya yang ditimbulkan stres terhadap
kesehatan. Keadaan mood yang paling baik
6
dianggap berasal dari olahraga fisik .
Olahraga berhubungan negatif dengan
depresi dan kecemasan, yang berarti bahwa
dengan berolahraga secara teratur maka
depresi dan kecemasan semakin menurun.
Aktivitas fisik kelihatannya berhubungan
dengan mood yang positif dadn dapat
mengurangi kecemasan dan depresi. Bryant,
psikolog olahraga di ACE (American Council
on Exercise), mengatakan bahwa olahraga
dapat membantu individu mengatasi stres,
7
depresi ringan dan mood yang dialaminya .
Seligman
yakin
bahwa
modernisasi
menghasilkan kepasifan dan perasaan tidak
berdaya, tidak punya harapan, putus asa dan
4
harga diri yang rendah . Penelitian yang
dilakukan LaFontaine dkk terhadap 58 persen
orang dewasa di Amerika yang bekerja di
kantor (pekerjaannya dilakukan dengan
duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25
persen dari mereka mengalami depresi dan
kecemasan ringan sampai yang berat dan 50
persen dari mereka yang melakukan olahraga
secara teratur selama enam bulan mengalami
penurunan depresi dan kecemasan. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa orang yang
berolahraga akan mengalami kepasifan dan
perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan
dan putus asa, serta depresi dan kecemasan
yang lebih kecil daripada mereka yang tidak
5
berolahraga .
McDowell-Larsen dalam penelitiannya
terhadap senior eksekutif, menemukan bahwa
mereka yang sering berolahraga secara teratur
tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga
efektif dalam bekerja daripada mereka yang
5
tidak berolahraga . Selain itu, hasil studi crosssectional dari Hassmen, Koivula dan Uutela
menunjukkan bahwa individu yang rajin
berolahraga, paling tidak dua kali seminggu
mengalami depresi, kemarahan, rasa tidak
percaya dan stres yang lebih kecil daripada
mereka yang berolahraga (tidak teratur) dan
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
yang tidak berolahraga sama sekali. Selain itu
mereka juga merasakan perasaan integrasi
sosial yang lebih kuat daripada mereka yang
12
jarang berolahraga .
Selain hasil penemuan utama di atas,
penelitian lain menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian
(F = 0,024 dan p = 0,876). Dimana, mood
yang dialami oleh laki-laki dan perempuan
adalah relatif sama. Hasil penemuan didukung
oleh hasil penemuan lain menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan depresi dan
kecemasan yang signifikan ditinjau dari jenis
13
kelamin . Hal ini mungkin disebabkan karena
pada masa dewasa dini merupakan ‘masa
bermasalah’ dimana banyak masalah baru
yang harus dihadapi seseorang, baik laki-laki
1
maupun perempuan . Oleh sebab itu mereka,
baik laki-laki maupun perempuan, masih
memiliki sifat umum yang relatif sama.
Hasil penelitian lainnya yang mendukung
penelitian ini adalah adanya perbedaan mood
yang sangat signifikan ditinjau dari usia subyek
penelitian (F = 12.562 dan p = 0,001) dimana
subyek yang berusia 31-40 tahun (M –
136,67) memiliki mood yang lebih positif
daripada subyek yang berusia 20-30 tahun (M
= 126,09). Sekitar awal atau pertengahan
umur tiga puluhan, kebanyakan orang muda
telah mampu memecahkan masalah-masalah
mereka dengan cukup baik yang mengarah
kepada tercapainya penyesuaian diri yang baik
terhadap
tugas
perkembangan
mereka
sehingga mereka menjadi stabil dan tenang
1
secara emosional .
Hasil penelitian selanjutnya yang juga
mendukung adalah adanya perbedaan mood
yang signifikan ditinjau dari status pernikahan
subyek penelitian (F = 6,300 dan p = 0,013)
dimana subyek yang menikah (M = 133,57)
mood
yang
lebih
positif
memiliki
dibandingkan dengan subyek yang tidak
menikah (M = 126,20). Hasil penelitian ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Cohen bahwa orang yang tidak pernah
menikah mengalami depresi yang lebih tinggi
daripada orang yang menikah, orang yang
bercerai dan juga orang yang berpisah.
Hasil penelitian terakhir menunjukkan
tidak terdapat perbedaan mood yang
signifikan ditinjau dari lamanya bekerja
subyek penelitian bekerja dalam sehari (F =
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara95
Karangan Asli
0,018 dan p = 0,894). Dimana, moodi yang
dialami subyek yang bekerja maksimal delapan
jam sehari dengan subyek yang bekerja
minimal delapan jam sehari adalah relatif
sama. Hasil ini berbeda dengan teori yang
diungkapkan oleh Luthans yang mengatakan
bahwa pekerja yang bekerja dengan jam kerja
yang lebih lama (umumnya orang bekerja 7-8
jam sehari) akan mengalami stres yang lebih
14
besar . Hal ini mungkin disebabkan karena
adanya pembiasaan dan penerimaan dari
pekerja sendiri terhadap jam kerja mereka
sejak mereka memilih untuk bekerja di bidang
tersebut.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan diskusi yang
telah
dipaparkan
sebelumnya,
peneliti
mencoba memberikan beberapa saran. Saransaran ini diharapkan dapat berguna bagi
perkembangan kelanjutan studi ilmiah
mengenai olahraga dan mood serta berguna
bagi pekerja dan ahli kesehatan.
Pegawai bank lebih mengalami konflik
dibandingkan pekerjaan lainnya. Kemudian
berturut-turut diikuti subjek yang memiliki
pekerjaan dokter, pengusaha, PNS, konsultan,
pedagang kecil, guru, dan terakhir guru privat.
Menurut O’Neil ketika suami merasa mampu
untuk membiayai kehidupan keluarganya ia
tidak bisa menerima isterinya yang bekerja
karena berdasarkan asumsi gender wilayah
mencari nafkah adalah hak mutlak bagi para
pria kecuali jika suami tidak mampu
membiayai keluarganya. Sehingga ketika
isterinya bekerja tidak dikarenakan kebutuhan
ekonomi melainkan karena aktualisasi diri
maka suami merasa tidak dapat menerimanya
6
sehingga timbul konflik dalam dirinya .
Dari penelitian yang telah dilakukan dan
kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti
mengemukakan beberapa saran:
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti
karakteristik sampel berdasarkan faktorfaktor lain seperti pekerjaan, jam kerja,
fleksibilitas waktu kerja, latar belakang
keluarga, yang dapat mempengaruhi
konflik peran ganda.
2. Penelitian
selanjutnya
hendaknya
memperhatikan proporsi sampel bila
hendak membandingkan sampel agar
kesimpulan yang diambil lebih tepat dan
dapat digeneralisasikan.
3. Peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan tinjauan konflik peran ganda
berdasarkan variabel-variabel lain yang
96
berkaitan dengan konflik peran ganda
seperti kepuasan pada pekerjaan, kepuasan
pada pernikahan, kepribadian, suku,
dikarenakan berkaitan dengan konflik
peran ganda.
4. Penelitian
selanjutnya
dapat
juga
dilakukan dalam bentuk kualitatif agar
dapat diketahui faktor-faktor apa yang
lebih banyak menyebabkan rendahnya
konflik peran ganda pada individu yang
mengalami konflik peran ganda.
5. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan
penelitian dengan memberikan skala
motivasi kerja untuk isteri yang dibedakan
dari suami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendytio, M.K., Moelyarto, V., Gaduh,
A.B., & Feridhahusetiawan, T. (1999).
Indonesia:
A
Gender
Review
of
Globalization, Legislation, Policies and
Institutional Framework. Manila; ILO
Manila.
2. Sekaran, U. (1986). Dual career family.
San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.
3. Katz, D., & Kahn, R.L., (1966). The social
psychology of organization. New York:
John Wiley and Sons, Inc.
4. Greenhaus. (1997). Work family conflict
[On-line]. http://www.bcfwp.org/conference_
papers/ greenhouse.pdf. Diakses tanggal 3
November, 2005.
5. Bailey, S.J. (2002, September). Weaving
together family and work. Montguide:
Montana State University, B10-B11.
http://www.montana.edu/wwwpb/pubs/
mt200211.html. Diakses tanggal 5 April,
2006.
6. Nauly, M. (2003). Fear of success wanita
bekerja. Studi banding perempuan batak,
minangkabau dan jawa. Yogyakarta: Arti
7. Wolfman, B.S. (1992). Peran kaum
wanita: Bagaimana menjadi cakap dan
seimbang dalam aneka peran. Yogyakarta:
Kanisius.
8. Djamal, C. (2000). Women in the
informal sector, a ‘forgotten’ workforce.
Dalam Oey-Gardiner, M., & Bianpoen, C.
(Eds), Indonesian Women The Journey
Continues, (pp. 172-178). Canberra:
Goanna Print.
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas
Volume 40 ySumatera
No. 2 y Juni
2007
Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
9. Wikarta, L.S., (2005). Working women:
Kiat jitu mengatasi permasalahan diri,
keluarga, dan pekerjaan bagi wanita karir.
Yogyakarta: Quills Book Publisher.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
10. Hurlock
E.
(1980).
Psikologi
perkembangan:
suatu
pendekatan
sepanjang rentang kehidupan (Edisi
Kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara97