Keterlibatan Ibu Bekerja Dalam Perkembangan Pendidikan Anak

Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1

KETERLIBATAN IBU BEKERJA
DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK
Mastauli Siregar
Abstract: Woman growth in various hemisphere is true indicate that the woman
participation in family, society and state in the reality do not less important from men. It
is true non new phenomenon, but woman problem work likely still become the debate
hitherto. However, society still look into the ideal family is husband work outdoors and
wife at home by doing various homework. Strong negativity ascription in society still
assume ideally personating husband which wage earner, and loving leader, while wife run
the function of child mothering. Only, along epoch growth, of course the role not quite
the ticket setled
Keywords: woman, worker, education
PENDAHULUAN
Fenomena
wanita
(ibu)
bekerja
sebenarnya bukan barang baru di tengah
masyarakat. Sejak zaman purba ketika manusia

masih mencari penghidupan dengan cara berburu
dan meramu, seorang istri sesungguhnya sudah
bekerja. Sementara suami pergi untuk berburu, di
rumah ia bekerja menyiapkan makanan dan hasil
buruan untuk ditukarkan dengan bahan lain.
Kemudian, ketika masyarakat mulai berkembang,
dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
industri, keterlibatan perempuan pun sangat
besar. Bahkan dalam masyarakat berladang di
berbagai suku dunia, yang banyak menjaga
ternak dan mengelola ladang dengan baik itu
adalah perempuan bukan laki-laki. Hal ini jelas
menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan
memang bukan baru-baru saja tetapi sudah sejak
zaman dulu (www.gender.com).
Perkembangan perempuan di berbagai
belahan bumi memang menunjukkan bahwa
partisipasi
perempuan
dalam

keluarga,
masyarakat dan negara ternyata tidak kalah
penting dari laki-laki. Bukan hanya dalam
aktivitas reproduksi dan domestik, perempuan
juga mampu melakukan kegiatan di sektor publik
yang menghasilkan uang untuk menambah
pendapatan keluarga (Baso, 2000: 3).
Dalam konteks Indonesia sebagai negara
berkembang, sebenarnya tidak ada perempuan
yang benar-benar menganggur. Biasanya para
perempuan memiliki pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya entah itu mengelola
sawah, mengreditkan pakaian, membuka warung
di rumah, dan lain-lain. Mungkin sebagian besar
masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa

perempuan dengan pekerjaan-pekerjaan di atas
bukan termasuk kategori perempuan bekerja. Hal
ini karena perempuan bekerja identik dengan
wanita karir atau wanita kantoran (yang bekerja

di kantor). Padahal, dimanapun atau kapanpun
perempuan itu bekerja, seharusnya tetap dihargai
pekerjaannya. Dengan demikian, tidak semata
dengan ukuran gaji atau waktu bekerja saja.
Anggapan ini bisa jadi terkait dengan arti
bekerja yang berbeda antara Indonesia dengan
negara-negara di Barat yang tergolong sebagai
negara maju. Konsep bekerja menurut
masyarakat di negara-negara Barat (negara maju)
biasanya sudah terpengaruh dengan ideologi
kapitalisme yang menganggap seorang bekerja
jika memenuhi kriteria tertentu misalnya, adanya
penghasilan tetap dan jumlah jam kerja yang
pasti. Sedangkan dengan kebanyakan perempuan
di Indonesia yang disebutkan tadi, pekerjaan
mereka belum menghasilkan penghasilan tetap
dan tidak terbatas waktu, bahkan baru dapat
dilakukan hanya sebatas kapasitas mereka.
Meskipun bukan fenomena baru, namun
masalah perempuan bekerja masih terus menjadi

perdebatan hingga saat ini. Bagaimanapun,
masyarakat masih memandang keluarga yang
ideal adalah suami bekerja pada sektor publik dan
istri bekerja pada sektor domestik dengan
berbagai pekerjaan rumah.
Anggapan negatif (stereotype) yang kuat
di masyarakat masih menganggap idealnya suami
berperan sebagai yang pencari nafkah, dan
pemimpin yang penuh kasih, sedangkan istri
menjalankan fungsi pengasuhan anak. Hanya saja
seiring perkembangan zaman, peran-peran
tersebut tidak semestinya dibakukan. Terlebih
kondisi ekonomi yang membuat kita tidak bisa

Mastauli Siregar adalah Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU Medan
8

Universitas Sumatera Utara

Mastauli Siregar, Keterlibatan Ibu Bekerja...


menutup mata bahwa kadang-kadang istri juga
dituntut harus mampu berperan sebagai pencari
nafkah. Meskipun demikian, jika seorang lakilaki atau suami ditanya, maka akan muncul
jawaban “seandainya gaji saya cukup, saya lebih
suka istri saya di rumah merawat anak-anak”.
Sebuah studi tentang buruh perempuan
pada industri sepatu di Tangerang menemukan
bahwa biaya tenaga kerja (upah) buruh laki-laki
adalah 10-15% dari total biaya produksi.
Sementara bila mempekerjakan perempuan, biaya
tenaga kerja dapat ditekan hingga 5-8% dari total
biaya produksi (Tjandraningsih, 1991: 18).
Dalam kasus tersebut, persentase buruh
perempuan adalah 90% dari total buruh.
Kasus lain dengan substansi yang sama
ditemukan pula di sektor pertanian pedesaan.
Sebuah penelitian tentang buruh perempuan pada
sektor agro industri (tembakau ekspor) di Jember
menggambarkan bahwa untuk pekerjaan di kebun

tembakau, buruh perempuan mendapat upah Rp.
18.500 per hari (Indraswari, 1994:52).
Persentase buruh perempuan pada kasus
tembakau adalah 80%. Paling tidak pada kedua
kasus telah terjadi penggunaan tenaga kerja
perempuan untuk sektor-sektor produktif tertentu
dan pemisahan kegiatan-kegiatan tertentu atas
dasar jenis kelamin. Dua hal ini dapat dilihat juga
melalui peningkatan atau penurunan rasio
perempuan di setiap jabatan. Jika perempuan
pada strata menengah ke bawah bekerja di sektor
publik didasarkan atas dorongan kebutuhan
ekonomi, maka bagi perempuan di kelas
menengah ke atas, bekerja adalah bagian dari
aktualisasi diri. Hal ini terkait dengan semakin
terbukanya peluang bagi perempuan untuk
memasuki sektor-sektor yang pada awalnya
diperuntukkan hanya untuk laki-laki. Semakin
banyak perempuan berpendidikan yang ingin
berperan aktif pada sektor publik merupakan

konsekuensi logis dari terbukanya peluang yang
lebih besar bagi anak perempuan untuk sekolah.
(www.info.balitacerdas.com).
Semakin meningkat jumlah ibu bekerja
(terutama di kota besar), semakin kompleks pula
dinamika kehidupan seperti tuntutan finansial dan
biaya pendidikan anak. Para ibu menjadi pekerja
keras untuk dapat membantu memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Data dari “The
Institute of Science and Technology Journal’s”
menunjukkan bahwa perempuan Indonesia telah
bekerja saat berusia 22 tahun (belum menikah).
Hanya sebagian kecil dari mereka yang berhenti

bekerja setelah menikah dan memiliki anak.
Situasi keluarga dimana ibu bekerja menurut data
dari International Institute of Population Science,
di Indonesia terdapat lebih dari 40% perempuan
menjalankan fungsi ganda, yaitu membesarkan
anak sambil bekerja (www.sinarharapan.co.id).

Para ibu yang bekerja bukan hanya
melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga,
tetapi sudah melakukan kegiatan-kegiatan di
sektor publik. Mereka dihadapkan pada situasi
dimana partisipasi mereka dalam ekonomi rumah
tangga menjadi lebih berarti. Pada saat yang
sama, ibu memperoleh kesempatan pendidikan
formal yang lebih tinggi. Pendidikan ini memberi
kemungkinan ibu untuk memasuki lapangan kerja
yang kompetitif. Keadaan mereka sebagai wanita
karir, tentu saja akan mengurangi waktu bersama
anak-anaknya.
Berangkat dari kondisi tersebut, peneliti
tertarik mengangkat kehidupan ibu bekerja yang
memiliki anak. Sebab anak adalah generasi muda
yang diharapkan menjadi penerus bangsa dan
cita-cita pembangunan nasional.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
suatu prosedur pemecahan masalah yang di

selidiki dengan menggambarkan keadaan subjek
atau obek penelitian (seseorang, lembaga,
masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 63).
Penelitian ini memberikan gambaran
tentang keadaan atau fenomena secara sistematis
dan akurat mengenai fakta-fakta pada saat
penelitian dilakukan (masalah-masalah yang
bersifat aktual), serta menggambarkan bagaimana
keterlibatan
ibu
yang
bekerja
dalam
perkembangan pendidikan anak.
Penelitian dilakukan di perumahan Graha
Tanjung Sari Pasar II Medan. Alasan pemilihan
lokasi ini karena di perumahan ini banyak ibu
yang bekerja dengan jenis pekerjaan yang

beragam. Selain sebagai istri, mereka juga
bekerja di sektor publik. Selain itu tingkat
pendidikan anak-anaknya juga beragam.
Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah para ibu rumah tangga yang memiliki
keluarga masih utuh dalam arti memiliki suami
yang syah dan anak. Disamping berperan sebagai
istri (domestik), ia juga berperan sebagai pekerja
di luar rumah tangganya. Populasi di kompleks

9
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1

tersebut terdiri dari 120 KK, dan jumlah ibu yang
bekerja berjumlah 25 orang. Karena populasi
kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan
sampel.
Teknik

pengumpulan
data
yang
digunakan
adalah
wawancara
dengan
menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan
terlebih dahulu di tabulasi secara sederhana untuk
kemudian dianalisis secara deskriptif.
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Sebelum melakukan analisis data,
terlebih dahulu digambarkan secara umum
identitas dari responden yang disajikan dalam
bentuk tabel.
Tabel 1.
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
No.
1
2
3

Usia
35 – 39 tahun
40 – 44 tahun
45 – 49 tahun
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
4
18
3
25

%
16.0
72.0
12.0
100.0

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas
responden berusia 40-44 tahun, dengan jumlah 18
orang (72%), 35-39 tahun berjumlah 4 orang
(16%), dan 45-49 tahun sebanyak 3 orang (12%).
Hal ini menggambarkan usia yang produktif dan
adanya semangat yang tinggi untuk bekerja,
meningkatkan karir dan kemampuan yang
dimiliki.
Tabel 2.
Distribusi Responden Berdasarkan Suku
No.
1
2
3
4
5
6

Suku
Minang
Batak Toba
Batak Simalungun
Batak Karo
Jawa
Melayu
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
2
10
1
1
10
1
25

%
8.0
40.0
4.0
4.0
40.0
4.0
100.0

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa
mayoritas ibu bekerja berasal dari etnis Batak dan
Jawa yang terkenal dengan kegigihan, serta
kemampuan mengaktualisasi diri dengan kaum
pria dalam masyarakat modern.
Ditinjau dari segi mentalitas dan budaya,
umumnya diketahui bahwa kedua etnis ini paling
banyak menguasai dunia pekerjaan, karena

10

mereka memiliki etos kerja yang tinggi. Selain
itu, emansipasi wanita Batak khususnya terhadap
pendidikan cukup tinggi.
Tabel 3.
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No.
1
2

Pendidikan
Ahli Madya
Sarjana
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
3
22
25

%
12.0
88.0
100.0

Pendidikan dapat mempengaruhi pola
pikir dan kepribadian seseorang. Berdasarkan
Tabel 3 diketahui bahwa 22 orang responden
(88%) berpendidikan sarjana. Kondisi ini
menunjukkan bahwa para ibu mempunyai
pendidikan yang lebih maju dan luas untuk
membimbing anak-anaknya, sehingga mereka
lebih mudah menerima perubahan atau kemajuan.
Tabel 4.
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No.
1
2
3

Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Swasta
Wiraswasta/Dagang
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
7
17
1
25

%
28.0
68.0
4.0
100.0

Tabel 4 menunjukkan bahwa 17 orang
(68%) responden bekerja sebagai pegawai
swasta. Hal ini menunjukkan bahwa responden
sangat gigih dan ulet. Profesi sebagai pegawai
swasta tidak menjadi halangan. Akan sangat
disayangkan jika dengan pendidikan yang tinggi
mereka hanya sebagai ibu rumah tangga saja.
Tabel 5.
Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Per
Bulan
No
1
2
3

Pendapatan
500.000-1.500.000
1.600.000-2.600.000
>2.700.000
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
1
10
14
25

%
4.0
40.0
56.0
100.0

Tabel 5 menunjukkan sebanyak 14 orang
(56%) responden berpendapatan >Rp. 2.700.000
per bulan, 10 orang (40%) antara Rp. 1.600.000 Rp. 2.600.000 dan hanya 1 orang (4%)
berpendapatan diantara Rp. 500.000 - Rp.
1.500.000. Jika merujuk pada tingkat pendidikan
yang responden, pendapatan yang mereka terima
dapat dikatakan sesuai dan memadai.

Universitas Sumatera Utara

Mastauli Siregar, Keterlibatan Ibu Bekerja...

Tabel 6.
Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
No
1
2
3
4

Jumlah Anak
2
3
4
5

Jumlah
Sumber: Data Primer

F
5
16
3
1
25

%
20.0
64.0
12.0
4.0
100.0

Tabel 6 menunjukkan 16 orang (64%)
responden memiliki 3 orang anak, sedangkan
yang memiliki 5 orang anak hanya 1 orang (4%).
Hal ini menunjukkan bahwa pola keluarga kecil
dan berencana sudah menjadi panutan dalam
kehidupan berkeluarga responden.
Tabel 7.
Distribusi Responden Berdasarkan Usia Anak
No
1
2
3
4

Usia Anak
0–5
6 – 12
13 – 15
> 15

Jumlah
Sumber: Data Primer

F
3
9
5
8
25

%
12.0
36.0
20.0
32.0
100.0

Tabel 8.
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Anak
No
1
2
3
4
5
6

Pendidikan Anak
TK
SD
SMP
SMA
PT
Tamat PT
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
3
9
5
3
3
2
25

%
12.0
36.0
20.0
12.0
12.0
8.0
100.0

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui
sebanyak 5 orang (20%) responden mempunyai
anak berusia antara 6 – 12 tahun. Usia tersebut
merupakan masa transisi, dimana anak mulai
menganggap dirinya cukup dewasa dan mampu
mandiri. Melihat kondisi ini, maka dibutuhkan
perhatian dan bimbingan responden yang mampu
memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa
sebanyak 2 orang responden (8%) telah berhasil
membiayai pendidikan anaknya hingga bangku
perguruan tinggi. Melihat kondisi tersebut terlihat
jelas bahwa responden sangat memperhatikan
pendidikan anak-anak mereka. Selain itu,
kemampuan responden dalam membiayai
penddikan anak hingga ke jenjang perguruan

tinggi juga tidak terhambat
perekonomian keluarga.

oleh

faktor

Tabel 9.
Alasan Bekerja
No
1
2

Alasan
Memanfaatkan pendidikan
Ekonomi
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
19
6
25

%
76.0
24.0
100.0

Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas
responden yakni 19 orang (76%) mengatakan
alasan utama mereka bekerja adalah karena ingin
memanfaatkan pendidikan mereka. Dengan
demikian, ekonomi bukan menjadi alasan utama
kenapa kaum ibu bekerja.
Tabel 10.
Lama Bekerja Per Hari
No
1
2
3
4

Lama Bekerja
6 jam
7 jam
8 jam
> 8 jam

Jumlah
Sumber: Data Primer

F
1
1
20
3
25

%
4.0
4.0
80.0
12.0
100.0

Standar kerja yang ada di Indonesia
adalah 8 jam, begitu juga ibu bekerja yang
menjadi responden. Berdasarkan data pada Tabel
10, diketahui sebanyak 3 orang responden (12%)
bekerja di atas 8 jam setiap harinya. Para
responden tersebut bekerja di perusahaanperusahaan milik swasta. Sebagaimana yang
diketahui, jumlah jam kerja pada perusahaan
swata lebih lama dan lebih ketat dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah.
Pagi hari merupakan saat yang paling
sibuk bagi para ibu, terutama bagi mereka yang
bekerja.
Tabel 11.
Distribusi Responden Berdasarkan yang
Mempersiapkan Sarapan
No
1
2
3
4

Mempersiapkan Makanan
Pembantu
Ibu dan pembantu
Ibu, anak dan pembantu
Ibu
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
2
12
6
5
25

%
8.0
40.0
24.0
20.0
100.0

11
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1

Disamping mempersiapkan diri untuk
berangkat kerja, ia juga harus mengatur rumah
tangganya seperti; mempersiapkan keperluan
suami yang akan pergi bekerja, memperhatikan
anak-anak yang akan pergi ke sekolah, adalah
tugas seorang istri sebagai ibu rumah tangga.
Mempersiapkan sarapan pagi juga merupakan
tugas rutin seorang ibu rumah tangga, tanpa
terkecuali apakah ia seorang pekerja atau tidak.
Bagi ibu yang tidak bekerja, tentu tidak
merepotkan karena ia mempunyai banyak waktu
di rumah, akan tetapi berbeda halnya dengan ibu
yang bekerja.
Dari Tabel 11 diketahui hanya 8%
responden yang menyerahkan sepenuhnya
persiapan sarapan pagi dan makan siang kepada
pembantu. Hal ini terjadi karena ibu
mempersiapkan segala keperluan suami dan anak
sebelum berangkat.
Tabel 12.
Kebersamaan Sarapan Pagi
No
1
2

Kebersamaan Sarapan Pagi
Masing-masing
Bersama-sama
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
7
18
25

%
28.0
72.0
100.0

Sering kita mendengar dalam keluargakeluarga yang ibunya adalah seorang pekerja,
hampir tidak sempat untuk sarapan pagi bersamasama dengan seluruh anggota keluarga. Alasan
yang sering dikemukakan adalah memburu waktu
untuk masuk kerja atau pun agar suami dan anakanaknya tidak terlambat di tempat tujuan. Begitu
juga dengan responden di perumahan Graha
Tanjung Sari. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat
bahwa 28% responden melakukan kegiatan
sarapan pagi masing-masing.
Tabel 13.
Frekuensi Sarapan Pagi di Rumah
No
1
2

Sarapan Pagi
Sekali-sekali
Setiap pagi
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
1
24
25

%
4.0
96.0
100.0

Seorang ibu yang bekerja tentu
mempunyai waktu yang sangat terbatas.
Disamping ia bekerja di sektor publik, ia harus
menyisihkan waktu untuk mengurus rumah
tangganya. Sarapan merupakan hal yang harus
dilakukan bagi setiap orang. Karena jika kita

12

kekurangan makanan, oksigen yang akan masuk
ke otak juga berkurang. Jika otak kekurangan
oksigen, tubuh akan menjadi sakit. Tabel 13
menunjukkan bahwa 96% responden sebelum
berangkat bekerja menyempatkan diri untuk
sarapan. Hal ini juga dapat membuat keakraban
diantara anggota keluarga.
Tabel 14.
Bersantap Makan di Luar
No
1
2
3

Makan Di Luar
Sering
Sering sekali
Sekali-sekali
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
1
8
16
25

%
4.0
32.0
64.0
100.0

Kecenderungan
untuk
menikmati
makanan yang cepat saji merupakan hal yang
lumrah. Apalagi sekarang, dengan mudah kita
menemukan tempat makan yang menawarkan
hidangan cepat saji dengan harga yang ekonomis.
Padahal tidak selamanya menikmati makanan di
luar baik bagi keharmonisan keluarga. Suatu
kebahagiaan sendiri bagi suami dan anak-anak
bila ibu mereka dapat menyediakan hidangan,
dan si ibu pun tentu akan merasa puas bila hasil
kreasinya dinikmati oleh keluarganya. Bila
kondisi ini terjadi berarti jalinan kasih sayang
antara sesama anggota keluarga akan semakin
dekat.
Tabel 14 menunjukkan bahwa mayoritas
responden (64%) hanya sekali-sekali saja
menikmati hidangan di luar rumah. Hal ini
mungkin terjadi pada hari-hari libur atau saat-saat
tidak sempat masak di rumah.
Tabel 15.
Saat Bila Menikmati Hidangan di Luar
No

Saat Menikmati Hidangan Di
Luar
1
Bila ada anggota keluarga
berulang tahun
2
Pada malam libur
3
Hampir setiap hari
Jumlah
Sumber: Data Primer

F

%

1

4.0

23
1
25

92.0
4.0
100.0

Pergi sekali-sekali menikmati hidangan
di rumah makan dengan seluruh anggota keluarga
adalah cara yang tepat untuk lebih mengeratkan
tali kasih antara sesama anggota keluarga. Pergi
bersama-sama adalah saat-saat yang mahal dan
tidak dapat dilakukan kapan saja bagi keluarga
dimana istri atau ibu berperan ganda. Penyebab

Universitas Sumatera Utara

Mastauli Siregar, Keterlibatan Ibu Bekerja...

utamanya adalah waktu. Akan tetapi walaupun
kelihatannya sepele, ini merupakan suatu
alternatif yang paling tepat untuk menciptakan
lingkungan harmonis di dalam keluarga. Hal ini
tidak dapat diingkari karena pada saat kita pergi,
segala kejenuhan di rumah dapat terlupakan.
Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa
mayoritas responden (92%) menikmati hidangan
di luar rumah hanya pada saat malam libur.
Tabel 16.
Mengisi Hari Libur
No
1

Kegiatan
Berkumpul di rumah dan
menyiapkan hidangan istimewa
2
Wisata dengan keluarga
3
Pergi mengunjungi kerabat
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
12

%
48.0

10
3
25

40.0
12.0
100.0

Hari libur adalah hari yang sangat berarti
bagi setiap orang, terutama bagi mereka yang
bekerja, karena pada hari libur mereka memiliki
waktu yang cukup banyak di tengah-tengah
keluarganya. Lebih lanjut, banyak rencana
keluarga yang dapat dilakukan pada hari ini.
Tabel 16 menunjukkan bahwa 48%
responden mengisi hari libur mereka dengan
berkumpul dengan sesama anggota keluarga
sambil menyiapkan hidangan istimewa. Hal ini
dapat dimaklumi karena pada hari kerja,
kesempatan ini mungkin tidak pernah ada.
Disamping itu, tinggal di rumah sambil
menikmati hidangan istimewa justru dapat
mengurangi pengeluaran dibandingkan dengan
pergi berwisata atau mengunjungi kerabat.
Keterlibatan Ibu yang Bekerja Dalam
Perkembangan Pendidikan Anak
Perhatian yang diberikan ibu di pagi hari
sangat berpengaruh terhadap emosional anak.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan ibu untuk
hal ini. Salah satunya dengan mengantar anak
setiap pagi berangkat ke sekolah.
Tabel 17.
Mengantar Anak ke Sekolah
No
1
2
3
4

Mengantar Anak Ke Sekolah
Setiap pagi
Tidak pernah
Jika ibu cuti
Jika hari libur kerja
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
1
2
4
18
25

%
4.0
8.0
16.0
72.0
100.0

Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa
8% ibu tidak pernah mengantar anaknya ke
sekolah. Seperti yang dituturkan oleh ibu Masana
berikut:
“Anak-anak pergi ke sekolah naik
mobil jemputan. Jadi saya tidak
perlu mengantar mereka ke
sekolah setiap pagi. Pulang
sekolah juga diantar oleh mobil
jemputan itu.”
Tabel 17 juga memperlihatkan bahwa 4%
responden mengantarkan anaknya ke sekolah
setiap pagi. Seperti pengakuan ibu Enni berikut:
“Setiap pagi saya yang mengantar
putri pertama saya ke sekolah.
Karena jam masuk kantor saya
yang agak lama, makanya saya
sempat mengantar dia ke sekolah.
Selain itu dapat menghemat
uang.”
Dari semua jawaban responden jelas
terlihat bahwa sesibuk apapun mereka, mereka
tetap berusaha untuk dapat mengantarkan
anaknya ke sekolah walaupun tidak dapat
dilakukan setiap pagi.
Tabel 18.
Urusan Datang ke Sekolah
No
1
2
3

Urusan
Mengambil raport
Prestasi anak
Mengetahui keadaan anak di
sekolah
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
19
3
3

%
76.0
12.0
12.0

25

100.0

Berdasarkan Tabel 18, 76% responden
mengatakan bahwa mereka datang ke sekolah
hanya untuk mengambil raport anaknya. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu kurang memberikan
waktunya untuk mengetahui perkembangan anak
di sekolah. Kalau bukan karena mengambil raport
mereka tidak datang ke sekolah si anak.
Tabel 19.
Dipanggil Pihak Sekolah karena Prestasi Anak
No
1
2

Uraian
Pernah
Tidak pernah
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
9
16
25

%
36.0
64.0
100.0

13
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1

Anak yang mengukir prestasi merupakan
sesuatu hal yang dapat dibanggakan. Apalagi
bagi mereka yang kedua orangtuanya bekerja,
jerih payah mereka dianggap tidak sia-sia.
Berdasarkan Tabel 19 hanya 36%
responden yang pernah di panggil pihak sekolah
karena prestasi anaknya. Kemampuan mereka
dalam mengukir prestasi tidak terlepas dari
perhatian dan kasih sayang diberikan responden
kepada anak.
Tabel 20.
Sikap Jika Anak Membuat Prestasi
No
1

Sikap
Membanggakan anak pada
setiap orang
2
Memberi uang/barang sebagai
imbalan
3
Memberi selamat dan
merayakan bersama
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
3

%
12.0

5

20.0

17

68.0

25

100.0

Setiap orang tua akan sangat bangga jika
anaknya berprestasi. Jika anak berprestasi,
banyak cara yang dapat dilakukan untuk
membuat anak gembira. Dengan demikian, anak
akan menjadi lebih bersemangat untuk mengukir
prestasi dikemudian hari.
Berdasarkan Tabel 20, sebanyak 17
orang responden (68%) memberikan ucapan
selamat dan merayakannya secara bersama-sama
jika anaknya berprestasi. Ini merupakan cara
yang wajar dan sangat efektif dalam memberikan
motivasi, baik bagi anak sendiri, juga bagi anak
yang lain agar dapat lebih berprestasi lagi di
masa yang akan datang.
Tabel 21.
Dipanggil Pihak Sekolah karena Kenakalan Anak
No
1
2

Uraian
Pernah
Tidak pernah
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
5
20
25

%
20.0
80.0
100.0

Apabila anak yang berprestasi menjadi
kebanggaan orang tua, lain halnya dengan anak
yang nakal. Anak seperti ini dianggap hanya akan
membuat malu orang tua. Apalagi jika orang tua
sampai di panggil pihak sekolah.
Berdasarkan data pada Tabel 21,
sebanyak 20 orang responden (80%) pernah
dipanggil oleh pihak sekolah karena kenakalan

14

anak. Hal ini mungkin karena beberapa anak
masih duduk di bangku SMP dan SMA. Dimana
pada masa-masa ini, setiap anak sedang
mengalami masa-masa peralihan dari anak-anak
ke remaja. Dengan demikian, mereka ingin
bebas, dan tidak mau terikat dengan peraturan.
Melihat kondisi seperti ini, seharusnya
orang tua (terutama ibu) lebih memperhatikan
tindakan anaknya. Hal ini dikarenakan tindakan
yang mereka lakukan biasanya belum dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, untuk
menghindari anak dari hal-hal yang tidak
diinginkan, ibu dapat mengurangi kegiatannya di
luar rumah.
Setiap orang pasti pernah membuat
kesalahan. Oleh sebab itu ketika anak membuat
kesalahan, disinilah kesabaran seorang ibu diuji.
Dari Tabel 22 dapat diketahui bahwa mayoritas
responden (64%) menasehati jika anaknya
membuat kesalahan apabila kesalahan yang
dibuat masih dapat ditolerir oleh responden.
Selain itu, anak yang dinasehati karena
melakukan kesalahan biasanya tidak mengulangi
kesalahan yang sama. Dari Tabel 22, dapat
disimpulkan bahwa ibu masih memberikan
perhatian kepada anak yang melakukan
kesalahan.
Tabel 22.
Sikap Responden Bila Anak Membuat Kesalahan
No
1
2
3

Sikap
Memarahi
Memukul
Menasehati
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
8
1
16
25

%
32.0
4.0
64.0
100.0

Tabel 23.
Memberikan Kegiatan Anak Sepulang Sekolah
No
1
2

Kegiatan
Mengikuti kursus
Perkumpulan/klub olahraga
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
20
5
25

%
80.0
20.0
100.0

Untuk meningkatkan prestasi belajar
seorang anak, selain dibekali dengan pendidikan
sekolah sebagai lembaga formal, anak juga
diberikan pendidikan di luar sekolah. Dari Tabel
23 dapat dilihat bahwa 20 orang responden (80%)
memasukkan anak untuk mengikuti kursus.

Universitas Sumatera Utara

Mastauli Siregar, Keterlibatan Ibu Bekerja...

Tabel 24.
Menanyakan Keadaan Anak Via Telepon
No
1
2

Menanyakan
Ya
Tidak

Jumlah
Sumber: Data Primer

F
16
9
25

%
64.0
36.0
100.0

Hampir setiap hari ibu bekerja pagi
hingga petang. Bagi mereka yang anak-anaknya
telah dewasa tentu tidak begitu menjadi
persoalan. Akan tetapi jika anak masih
memerlukan perhatian penuh dari orang tua
khususnya ibu, tentu akan menimbulkan masalah
jika tidak dengan segera diantisipasi. Oleh karena
itu walaupun pekerjaannya cukup menyita waktu
dan perhatian,ibu yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan jiwa anak harus dapat
menyisihkan sebagian dari waktunya untuk
memberikan perhatian kepada anak-anaknya.
Tabel 24 memperlihatkan bahwa
mayoritas responden (64%) menanyakan keadaan
anak via telepon. Tentu saja hal ini mudah
dilakukan karena telepon merupakan kebutuhan
primer bagi masyarakat perkotaan.
Tabel 25.
Membantu Anak Mengerjakan Tugas Sekolah
No
1
2

Membantu anak
Sering
Jarang

Jumlah
Sumber: Data Primer

F
23
2
25

%
92.0
8.0
100.0

Membantu anak mengerjakan tugas
sekolah yang diberikan merupakan kewajiban
dari orang tua. Begitu juga halnya dengan
responden. Seperti terlihat pada Tabel 25 bahwa
92% responden sering membantu anak dalam
mengerjakan tugas dari sekolah. Hal ini
dilakukan agar responden dapat mengetahui
kemampuan anak dalam menyerap pelajaran dan
lebih mendekatkan diri kepada anak setelah
ditinggal bekerja oleh ibu.
Tabel 26.
Menanyakan Cita-Cita Anak
No
1
2

Menanyakan
Pernah
Tidak pernah
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
21
4
25

%
84.0
16.0
100.0

Cita-cita merupakan keinginan seseorang
untuk mencapai masa depannya. Meskipun citacita itu ditanyakan ketika seseorang belum

sekolah atau masih duduk di bangku sekolah
dasar. Orang tua adalah orang yang pertama
sekali menanyakan apa yang menjadi cita-cita
anak
mereka.
Berdasarkan
Tabel
26,
diungkapkan bahwa hampir semua responden
pernah menanyakan apa yang menjadi cita-cita
anaknya. Ibu masih orang yang paling dekat
dengan mereka.
Tabel 27.
Distribusi Responden Menanyakan Masalah Anak
No
1
2

Menanyakan
Sering
Tidak pernah
Jumlah
Sumber: Data Primer

F
23
2
25

%
92.0
8.0
100.0

Setiap orang mempunyai masalah, tidak
terkecuali anak. Disela-sela aktivitasnya, seorang
ibu dituntut untuk peka terhadap perubahan yang
terjadi dengan anaknya. Jawaban pada Tabel 27
menyatakan bahwa mayoritas responden (92%)
sering menanyakan masalah anaknya. Hanya 2
orang (8%) yang tidak pernah menanyakan apa
yang menjadi masalah si anak. Hal ini
disebabkan oleh banyak hal, salah satunya seperti
yang diutarakan oleh seorang responden sebagai
berikut:
“Anakku
sangat
pintar
menyembunyikan masalah yang
sedang dihadapinya. Jadi kadang
sulit untuk mengetahui apakah dia
sedang bermasalah atau tidak.
Kalaupun ada, dia lebih sering
cerita kepada sahabatnya. Karena
dia tahu kalau diceritakan ke saya,
pasti semakin banyak beban
pikiran ibunya. Bisa dibilang dia
berusaha
memutuskan
segala
sesuatunya sendiri, dan tentu saja
ini
adalah
proses
menuju
pendewasaan”.
Hal ini seharusnya dapat dihindari jika
ibu dapat lebih intens berkomunikasi dengan
anak dan memperhatikan segala perubahan sikap
si anak.
Tabel 28.
Mendiskusikan Masalah yang Dihadapi Anak
No
1
2

Berdiskusi
Ya
Tidak

Jumlah
Sumber: Data Primer

F
25
0
25

%
100.0
0.0
100.0

15
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1

Seorang ibu harus selalu membantu
mencari jalan keluar yang sedang dihadapi setiap
anggota keluarganya, terutama anak. Anak sangat
membutuhkan kasih sayang dan perhatian.
Berdasarkan Tabel 28 dapat diutarakan bahwa
seluruh responden selalu mendiskusikan masalah
yang dihadapi anak. Karena dengan diskusi,
dapat mempercepat anak dalam menyelesaikan
masalah tersebut. Selain itu dengan diskusi, dapat
menghindarkan orang luar mengetahui masalah
yang sedang dihadapi. Hal ini tentu saja juga
akan semakin mempererat hubungan antara ibu
yang bekerja dengan anaknya.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan
yang telah dilakukan terhadap ibu bekerja, dapat
diambil kesimpulan:
1. Alasan utama yang menjadi penyebab ibu
bekerja adalah memanfaatkan pendidikan
yang dimiliki.
2. Ibu bekerja juga tetap dapat mengurus rumah
tangganya dan memenuhi kebutuhan sekolah
anak sehari-hari.
3. Keterlibatan ibu yang bekerja tidak membuat
perkembangan pendidikan anak terbengkalai.

16

4. Aktivitas ibu yang bekerja tidak membuat
hubungan antara anak dan ibu menjadi
renggang.
SARAN
Hasil penelitian ini pada akhirnya
mencoba memberikan masukan atau saran yang
ditujukan
kepada
semua
pihak
yang
berkepentingan, antara lain:
1. Bagi pasangan yang istrinya bekerja,
seharusnya suami aktif untuk menjembatani
kesenjangan yang mungkin tercipta antara
ibu dan anak seperti menggantikan peran istri
yang mungkin dapat dilakukan oleh suami.
2. Bagi ibu yang bekerja tetap harus
menanyakan perkembangan belajar anak di
sekolah. Hal ini bukan berarti bahwa
pengawasan yang diberikan berlebihan.
Semakin seringnya ibu meluangkan waktu
untuk anak, hubungan keduanya semakin
erat, sehingga masalah yang dihadapi anak
dapat diketahui oleh ibu.
3. Anak perlu mengikuti kegiatan positif yang
dapat menambah pengetahuan, seperti les,
kursus atau kegiatan organisasi. Organisasi
bersifat keagamaan baik untuk diikuti, sebab
disamping bakat anak berkembang, juga
dapat mengokohkan agama sebagai dasar
hidupnya.

Universitas Sumatera Utara

Mastauli Siregar, Keterlibatan Ibu Bekerja...

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Aryatmi, 1990. Peran Kaum Wanita, Yogyakarta: Kanisius.
Barnadib, Sutari Imam. 1981. Pengantar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Yogyakarta: Press
IKIP.
Baso, Zohra Andi. 2000. Langkah Perempuan, Sulawesi Selatan: Yayasan Lembaga Konsumen.
Budiman, Afif. 2002. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia.
Djojohadikusumo, Soemitro. 1997. Wanita Indonesia Dalam Pembangunan Jangka Pangjang,
Jakarta: Prasarana Dalam Ultah Perwari ke-32.
Goode, William J. Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bina Aksara.
Haditono, Siti Rahayu. 2002. Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: UGM Pres.
Ihromi, Tapi Omas. 2000. Para Ibu Yang Berperan Tunggal Dan Yang Berperan Ganda. Jakarta: FEUI.
Jacqualine, Chabaud. 1985. Mendidik dan Memajukan Wanita, Jakarta: Gunung Agung.
Kartono, Kartini. 1998. Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju.
Mahmud, Dimyati M. 1990. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia, Jakarta: FE-UI Press.
Nawawi, Hadari H. 1998. Metode Peneltian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press.
Notopuro, Hardjito. 1999. Peran Wanita Dalam Masa Pembangunan Di Indonesia, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nurdin, Fadhil M. 1999. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial, Bandung: Angkasa.
Pratikto, Riyono. 1987. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sajogyo, Pudjiwati. 1985. Peranan Wanita Dalam Masyarakat Pembangunan Desa, Jakarta: Rajawali
Press.

17
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1

Sumber-Sumber lain:
Anonimous. 2006. Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung?, (online), (http://www.gender.com/
genderl.htm). Diakses tanggal.
BPS. Medan Dalam Angka Tahun 2006.
Handayani, Ninik. 2003. Ibu Bekerja dan Dampaknya Pada Perkembangan Anak, (online),
(http://info.balitacerdas.com ). Diakses tanggal..
John.

2002.
Perempuan
Indonesia
Membantu
Perekonomian
(http://www.sinarharapan.co.id/berita.html). Diakses tanggal..

Keluarga,

(Online),

Lita. 2006. Bukan Salah Ibu Bekerja, (online), (http://www.lita.inirumahku.com/) . Diakses tanggal..

18

Universitas Sumatera Utara