Rumusan Masalah Pengertian ’Ulum al-Qur’an

lainnya. Hasbi Ash-Shiddieqy menekankan untuk dapat memahami al-Qur’an dengan sempurna diperlukan benar-benar adanya ilmu-ilmu al-Qur’an”. [2] Itulah sebabnya diperlukan penyelam yang terjun ke dalamnya untuk mempelajari al-Qur’an agar dapat mengambil mutiara permata al-Qur’an dari dasarnya. Jika telah jelas bahwa Alquran dan hadis Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlaqul karimah dalam ajaran Islam. Alquran dan sunnah Rasul adalah ajaran yang paling muliah dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan manusia. Sehinga telah menjadi keyakinan aqidah Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan Alquran dan As-Sunnah. Dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. [3] Dengan demikian ketidaktahuan dan kesalapahaman terhadap makna-makna al-Qur’an dan pemahaman tentang ayat-ayat yang kontroversi dapat dihindari. Karena biasanya kontroversi timbul sebab ketidakmampuan memahami makna ayat-ayat al-Qur’an. Berdasarkan hal-hal tersebut, kemunculan dan pembahasan tentang ilmu-ilmu al-Qur’an secara luas dan mendalam sangatlah diperlukan. Ilmu-ilmu al-Qur’an ini diharapkan menjadi suatu kebutuhan ummat manusia agar dapat menyingkap pesan-pesan ayat-ayat Allah swt. Menjabarkan dan mendiskusikannya sebagai suatu kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu : 1. Apa Pengertian ’Ulum al-Qur’an ? 2. Bagaimana perkembangan ’Ulum al-Qur’an ? 3. Apa Ruang lingkup pembahasan’Ulum al-Qur’an ? 4. Sejauhmana Urgensi Ulumul Alquran dalam menafsirkan Alquran? PEMBAHASAN

A. Pengertian ’Ulum al-Qur’an

Ungkapan ”Ulum al-Qur’an” berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu ”Ulum” dan ”al-Qur’an”. Kata ”Ulum” merupakan bentuk jamak dari kata ”ilmu”, yang berarti ilmu-ilmu [4] . Dan juga bentuk masdhar yang artinya pemahaman dan pengetahuan. ’Ilm itu sendiri maknanya al-fahmu wa al-idrak pemahaman dan pengetahuan . Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah. Kata ’Ilm juga berarti idrakus syai’ bihaqiqatihi mengetahui sesuatu dengan sebenarnya. [5] Kata ’Ulum adalah bentuk jamak dari kata ’ilm, sebagai bentuk verbal –noun dari bahasa arab dengan akar kata ’alima- ya’lamu-’ilman, yang beraarti ’mendapatkan atau mengetahui sesuatu dengan jelas’ atau ”menjangakau sesuatu denggan keadaannya yang sebenarnya.” Ia berasal dari akar kata dengan huruf-huruf ’a, l, m, yang berarti asrun bi al-syai’ yatamayyazu bihi ’an gairihi, keunggulan yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang lainnya, atau sesuatu yang jelas”, bekas hati, pikiran, pekerjaan, tingkah laku dan karya-karya sehingga sesuatu itu terlihat dan diketahui sedemikian jelas, tanpa menimbulkan sedikitpun keraguan. [6] Ulum Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi asbab an-nuzul sebab-sebab turunnya Al-Qur’an, pengumpulan dan penerbitan Alquran, pengetahuan tentang surat-surat Makkiyyah dan dan Madaniyyah, an-nasikh wal mansukh dan sebagainya. Ilmu ini dinamakan juga dengan Usul At-Tafsir dasar-dasar tafsir, karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Alquran. [7] Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah ilmu-ilmu pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al- Qur’an. [8] Adapun definisi ’Ulum al-Qur’an secara istilah para ulama memberikan redaksi yang berbeda-beda, sebagai berikut : 1. Menurut Manna’ Al-Qaththan ”Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an dari sisi inforsmasi tentang Azbab An-Nuzul, kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Qur’an.” [9] 2. Menurut Az-Zarqani”. ”Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an, dari sisi turunnya, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, Nasikh, Manzukh, dan penolakan hal-hal yang biasa menimbulkan keraguan terhadapnya serta hal-hal lain”. [10] 3. Menurut Abu Syahbah ; ”Sebuah ilmu yang memiliki banyak obyek pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, Nasikh – mansukh, muhkam-muntasyabih, sampai pembahasan – pembahasan lain”. [11] 4. Menurut Al-Suyuhti : ’ Ulum al-Qur’an ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya”. [12] Para Mutakallimin menetapkan, bahwa hakikat Al-Qur-an ialah : ”makna yang berarti pada zat Allah”. [13] Ulama-ulama Mu’tazilah berpendapat, bahwa hakikat Al-Qur’an ialah ;huruf-huruf dan suara yang dijadikan Allah yang setelah berwujud lalu hilang dan lenyap. [14] Kata Al-Ghazaly dalam Al-Mustashfa : ”Hakikat Al Qur’an ialah : Kalam yang berdiri pada dzat Allah, suatu sifat yang qadim dari antara sifat-sifat-Nya. Dan kalam itu lafadh mustarak, dipergunakan untuk lafadh yang menunjuk kepada makna, sebagaimana untuk makna yang ditunjuk oleh lafadh. [15] Dari definisi-definisi ’Ulum al-Qur’an tersebut di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ’Ulum al-Qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua bidang ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu ahasa Arab seperti ilmu I’rabil Qur’an dan sebagainya. ’Ulum al-Qur’an adalah berbeda dengan suatu ilmu yang merupakan cabang dari ’Ulum al-Qur’an, misalnya ilmu Tafsir yang menitikberatkan pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Ilmu Qiraat menitikberatkan pembahasannya pada cara membaca lafal-lafal al-Qur’an khusus dalam ilmu tajwid seperti, akharijulhuruf, ikhfa, izhar, idgam, iklab, mad dan sebagainya. Sedangkan ’Ulum al-Qur’an membahas al-Qur’an dari segala segi yang ada relevansinya dengan al-Qur’an. Artinya semua pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an di sebut ’Ulum al- Qur’an. Oleh karena itu diberi nama ’Ulum al-Qur’an dengan menggunakan bentuk jama’ bukan ilmu Qur’an dengan bentuk mufrad. B. Perkembangan Ulumul Qur’an Jika berbicara perkembangan ulumul Qur’an, tentu bahasannya sangat luas dan paling tidak memerlukan referensi yang lengkap. Untuk itu, Penulis membahasnya pada bagian-bagian yang dianggap terkait langsung dengan perkembangan ulumul Qur’an. Al-Qura’anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizat selalu diperkkuat oleh kemajuan ilmu pengetahun. Ia ditirunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad s.a.w untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka kejalan lurus. Rasulullah s.a.w. menyampaikan Quran kepada para sahabatnya- orang-orang Arab asli – sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Apabila mereke mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakannya kepada Rasulullah s.a.w. [16] Nabi saw. Bagi para sahabat adalah sebagai mahaguru dan sumber ilmu. Hanya kepada Nabi, mereka menanyakan segala sesuatu yang tidak mereka pahami termasuk makna atau pengertian ayat-ayat Alquran. Sebagai ilustrasi, berikut ini dikemuakakan beberapa contoh : - Sahabat bertanya kepada Nabi saw. Mengenai makna gayrul magdhubi ’alaihim wa ladhdhallin yang terdapat dalam surat Al-Fatihah, Nabi saw menjawab : Nabi saw. Menjawab ; magdhubi ’alaihim adalah orang-orang Yahudi sedangkan dhallin adalah orang-orang Nasrani.” - Setelah turun Surah Al-An’am ayat 82; al-ladziina aamanu walam yalbisu imaahum bidzulmin ula’ika lahumul amnu walahum muhtadin. Para sahabat bertanya kepada Nabi: ”Ya Rasul, siapa di anata kami yang tidak menzalimi adz-dzulm dirinya?” Maka Rasul menjawab dengan menafsirkan kata adz-dzulm dalam ayat itu kepada Asy syirik, Nabi menunjuk kepada ayat yang terdapat dalam surah Luqman, yaitu ”inna Asy-Syirika ladzulmun ’adzim.” - Abdullah bin Umar mengatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi saw kemudian bertanya tentang makna as-sabil yang terdapat QS. Ali Imran 3 : 93. Maka Rasulullah saw. Menjawab, as-sabil artinya bekal az-zad dan kedatangan ar-rihlah. [17] Wahyu Allah kepada Nabi-NabiNya, ialah : pengetahuan-pengetahuan yang ”Allah tuangkan ke dalam jiwa Nabi, yang Allah kehendaki agar mereka sampaikan kepada manusia untuk menujuki mereka dan memperbaiki mereka di dalam dunia serta membahagiakan mereka di dalam akhirat”. Nabi, sesudah menerima wahyu itu, mempunyai kepercayaan yang penuh, bahwa yang diterimanya itu adalah dari pada Allah. [18] Manusia sebagai makhluk yang sempurna sekaligus sebagai makhluk yang memiliki banyak permasalahan sangat pantas mendapat petunjuk berupa Al-Qur’an dari Allah swt. untuk dijadikan sebagai pedoman dalam mengelola dan mengatur alam semesta beserta isinya. Untuk lebih teratur dan terkoordinir, Allah mengutus Rasulullah saw. menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada manusia. Selain itu, agar Al-Qur’an tetap terjaga dan terpelihara dalam setiap waktu dan kesempatan. Karena sebagai petunjuk bagi manusia untuk membuka serta menggali rahasia ilmu pengetahuan dan teknologi baik yang terkandung dalam perut bumi maun yang terdapat di jagat raya yang sangat luas. Sebagai bukti dari kebenaran Al-Qur’an, telah ditemukan berbagai kebenaran ilmiah yang digali dari Al-Quran. Nabi mengetahui dan memahami semua ayat Alquran, karena Allah telah mengajarkan kepadanya. Allah swt. berfirman : Ÿwöqs9ur ãôÒsù « y7ø‹n=tã ¼çmçGuH÷qu‘ur M£Jolm; ×pxÿͬ ©Û óOßg÷YÏiB cr x8q=ÅÒムtBur šcq=ÅÒムHwÎ öNåk|¦àÿRr tBur štRr•ŽÛØo„ `ÏB äóÓx« 4 tAt“Rrur ª šø‹n=tã |=»tGÅ3ø9 spyJõ3Ïtø: ur šyJ©=tãur tB öNs9 `ä3s? ãNn=÷ès? 4 šcx.ur ãôÒsù « y7ø‹n=tã VJŠÏàtã ÇÊÊÌÈ Terjemahannya :Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan juga karena Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.QS. An-Nisa’ 4 : 113. [19] Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ulumul quran mulai tumbuh semenjak masa Nabi. Rasul adalah mufasir awwal. Akan tetapi, penafsiran Nabi terhadap ayar-ayat tersebut tidak ditulis – secara resmi – oleh para sahabat. Penafsiran Nabi hanya disampaikan kepada sahabat yang lain dan tabi’in dengan periwayatan dari mulut ke mulut. Ada beberapa sebab kenapa panfsiran Nabi, sebagai bagian dari ulumul quran, tidak ditulis para sahabat, yaitu : a. Ada larangan dari Rasul menulis sesuatu selain Alquran, karena dikhawatirkan perhatian para sahabat menjadi terbagi ; tidak sepenuhnya kepada Alquran, padahal penurunan Alquran masih berlangsung. Atau khawatir tercampurnya dengan sesuatu yang bukan Alquran. b. Para sahabat tidak merasa perlu menulisnya, sebab mereka orang-orang yang dhabit, dan jika ada prblem mereka bisa langsung bertanya kepada Nabi saw. c. Banyak para sahabat yang tidak pandai menulis. [20] Tercatat dalam sejarah bahwa ternyata Ulumul Quran telah ada pada masa Nabi Muhammad saw. namun ketika itu belum ditulis seperti sekarang ini, karena dikhawatirkan bercampur baur dengan hadis. Lagi pula ketika itu komunikasi dan koordinasi dengan Nabi saw. berjalan secara efektif serta terorganisir dengan baik di bawah bimbingan langsung oleh Rasulullah saw. Pada masa khalifa Usman bin Affan wilayah Islam sudah semakin luas, banyak non Arab memeluk Islam. Terjadi interaksi dan asimilasi antara orang-orang arab dengan orang ajam. Mereka yang telah memeluk Islam, ingin mempelajari Alquran sebagai sumber utama ajaran Islam. Padahal Alquran pada masa itu ditulis dalam berbagai naskah yang berbeda penulisan dan bacaannya antara yang satu dengan yang lain. Maka untuk menghindari perbedaan itu dan menjaga agar Alquran tetap utuh serta bisa dipelajari, Usman memerintahkan agar Alquran ditulis dalam suatu mushaf dan selainnya harus dimusnahkan. Pekerjaan ini melahirkan suatu ilmu yang dikenal dengan ilmu rasm al-qur’an atau ilmu rasmi al-usmani, yang selanjutnya menjadi salah satu kajian dalam ulumul quran. [21] Pada masa usman atau abad pertama hijiriyah ulmul quran belum dibukukan, baru diajarkan secara lisan atau dari mulut ke mulut para sahabat. Pada abad ketiga mulailah ditulis kajian khusus ulumul quran yang terasing dari buku hadis. Di antara tokoh dan karya yang dihasilkan pada abad III adalah sebagai berikut : 1. Ali bin Madini 234 H guru Al-Bukhari denga karyanya ilmu Asbab An-Nuzul. 2. Abi Ubaidillah bin Al-Qasim bin Salam dengan karyanya An-Nasikh wa Al-Mansukh dan Al- Qiraa’at wa Fadha’il Qur’an. 3. Al-Haris bin Asad Al-Muhasabi 165-243 H dengan karyanya Fahm Al-Qur’an wa Ma’anihi. Buku ini memperbicangkan An-Nasikh wa Al-Mansukh, Uslub Al-Qur’an, Al-Muhkam wa Al- Mutasyabih dan Fadha’il Al- Qur’an. 4. Muhammad bin Ayyub 294 H. Karyanya ialah Maa Nuzila bi Makkah wa Maa Nuzila bi Al- Madinah. 5. Muhammad bin Khalaf bin Al-Marzaban 309 H Al-Hawi fi Ulumul Al-Qur’an. 6. Dalam bidang tafsir ditulis pula buku Al-Jami’ Al-Bayan, yang dianggap buku tafsir menumental Ajjal At-Tafsir. Buku ini dikarang oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari 310 H. [22] Pada abad ke-4 kajian ulumul quran semakin pesat. Pada abad ini ditulis pula buku Ajaa’ib ’Ulumul Qur’an oleh Al-Anbari 328 H, yang berisi tentang keutamaan Al-Qur’an, turunya Alquran dengan tujuh huruf, penulisan mushaf dan bilangan surah, ayat dan kalimat Alquran. Pada abad ini juga ditulis buku tentang gharib al-qur’an oleh As-Jastani 330 H. [23] Al-Qur’an pada hakekatnya menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman, di samping berfungsi sebagai petunjuk Al-Qur’an juga berfungsi sebagai pembeda antara yang haq dengan yang bathil. Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan atau penolakan dalam setiap berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. [24] Kenyataan di atas mengundang ulama membahas aspek metode yang terbaik guna memahami atau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Salah satu jawaban yang disepakati adalah perlunya disusun ilmu-ilmu pengetahuan yang dengannya dapat ditafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan baik, serta dapat mengeksplorasi kandungannya yang berfungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan umat manusia. Ilmu yang demikian ini disebut ilmu tafsir atau ’Ulumul al-Qur’an. [25] Sejarah perkembangan ulumul al-Qur’an dapat dipetik beberapa makna yang terkandung di dalamnya, antara lain ; Pertama, dengan kerja keras menggali ilmu-ilmu al-Qur’an yang dilakukan oleh para fuqaha dapat memberi motifasi pada generasi sekarang dan mendatang agar lebih fokus mengembangkan ilmu-ilmu al-Qur’an. Kedua, bahwa ternyata al-Qur’an adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, menggali ilmu-ilmu al-Qur’an harus memiliki tiga kecerdasan, yakni ; IQ, EQ dan SQ. C. Ruang Lingkup Pembahasan ”Ulumul Qur’an. Kitab suci Alquran memuat dua hal yang berbeda ; pertama, memuat keaslian pernyataan yang tertuju pada waktu tertentu karakter bumi, kedua, memuat penjelasan tentang tawaran informasi yang bersifat transenden dan bernilai abadi bagi para pemeluknya kapanpun waktunya aspekkarakter surga. Konsekuensinya di satu sisi, manakala seseorang mufassir berbicara mengenai paradigma penafsiran Alquran, maka secara inheren ia tidak dapat melepaskan diri dari status Alquran yang merupakan ungkapan-ungkapan wahyu Tuhan yang memiliki kemampuan serba Maha transenden. Walaupun di sisi lain, para pakar tafsir sepakat untuk menjadikan setiap hasil penafsiran bersifat zhanni ad-dilalah. Yakni, penafsiran memiliki kekuatan kebenaran yang relatif lebih besar dengan tetap memegang asumsi tentang masih adanya kekeliruan yang mungkin saja terjadi akibat keterbatasan wawasan sang mufassir. Itu mengindikasikan setiap hasil penafsiran bisa saja memenrima autokritik sepanjang didasari atas frame-frame penafsiran Alquran yang kuat. [26] Pembahasan ‘Ulum al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan fi ‘ Ulum al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 empat komponen : 1 Pengenalan Terhadap al- Qur’an, 2 Kaidah-kaidah tafsir, 3 Metode-metode tafsir, 4 Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir. [27] Komponen pertama Pengenalan terhadap al-Qur’an mencakup : a Sejarah al- Qur’an, b Rasm al-Qur’an, c I’jaz al-Qur’an, d Munasabah al-Qur’an, e qushah al-Qur’an, f jadal al-Qur’an, g aqsam al-Qur’an, h amtsal al-Qur’an,i nasikh dan mansukh, j muhkam dan mutasyabih, k al-qiraat, dan sebagainya. [28] Komponen kedua Kaida-kaidah tafsir mencakup : a ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an, b sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran, dan c patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an,baik dari ilmu-ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-Qur,an. Sebagai contoh, dapat dikemukakan kaidah-kaidah berikut : a kaidah ism dan fi’il, b kaidah ta’rif dan tankir, c kaidah istifham dan macam- macamnya, d ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in, iza; dan lain-lain, e kaidah su’al dan jawab, f kaidah pengulangan, g kaidah perintah sesudah larangan, h kaidah penyebutan nama dalam kishah, j kaidah penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan lain-lain. [29] Komponen ketiga metode-metode tafsir mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-ra’yu, al-ma’tsur, al-isyariy, disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya, dan juga mencakup juga metode mutaakhir dengan keempat macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy. [30] Komponen keempat kitab tafsir dan para mufassir mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggeris, atau indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya, metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, srta keistimewaan dan kelemahannya. [31] Sedang pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau aliran tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi, bayan, falsafi, adabi, ijtima’iy, dan lain-lain.” [32] Dari uraian diatas menggambarkan bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan yang sangat luas, antara lain ilmu nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa al-mansukh dan ilmu fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya. Karena begitu luasnya cakupan kajian ulumul quran, maka para ulama harus mengakhiri definisi yang mereka buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan ini menunjukkan, kajian ulumul quran tidak hanya hal-hal yang disebutkan dalam definisi itu saja, tetapi banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin disebutkan dalam definisi. Ibnu Arabi w 544 H, seperti yang dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan, ulumul quran mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya. Hal itu sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata dalam al-Quran mempunyai makna lahir dan bathin, selain itu terdapat pula hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Maka dengan demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan Allah sajalah yang mengetahuinya secara pasti. Dari sekian banyak cakupan ulumul quran, maka yang menjadi induk atau focus utamanya adalah tauhid, tadzkir peringatan, dan hokum. Tauhid mencakup banyak hal, antara lain pengetahuan tentang mahluk, sang pencipta, dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Yang termasuk dalam tadzkir adalah al-wa’d janji balasan kebajikan, al-wa’id janji ancaman,surge dan neraka serta penyucian lahir dan bathin. Sedangkan hukum mencakup beban takalif berupa perintah, larangan, hal yang bermanfaat, dan hal-hal yang dapat mendatangkan kemudharatan. Secara garis besar ulumul quran itu dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu ilmu-ilmu yang yang diistimbatkan dari al-Quran, yang kemudian dapat dipedomani oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini. Termasuk dalam kategori ini, misalnya ilmu fiqh, ushul, tafsir, balaghah, kaidah-kaidah bahasa, akidah, akhlak, dan sejarah. Dan yang kedua, ilmu-ilmu yang menjadi syarat atau alat untuk memahami al-quran. Yang dimaksud dengan istilah ulumul Quran dalam kajian ini adalah yang terakhir ini. Hal tersebut mencakup antara lain sebagai berikut : a. Ilmu Nuzul al-Qur’an” Kajian ini mencakup penyampaian al- quran dari Allah kepada Nabi Muhammad, Al-makki wa Al- madani, ayat paling awal dan paling akhir diturunkan, ayat yang turun dimalam hari al-layliyah, yang turun diwaktu siang al-nahariyah, ayat yang turun dalam perjalanan, ayat yang turun ketika Nabi berada ditempat tinggalnya, ayat yang turun ketika Nabi berada dalam perjalanan dan ayat yang berulang kali turunnya. b. Ilmu Qira’ah, Hal ini mencakup cara memulai bacaan, membaca wakaf, mad, idgam, dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam kajian ini perbedaan para ulama dalam membacanya, ada bacaan mutawatir, ahad, masyhur, dan syazz c. Kajian tentang makna alquran yang berhubungan dengan hukum, seperti lafal ‘am yang tetap dalam keumumannya, ‘am yang telah ditakhsiskan, Manthiq, mafkhum, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya. d. Kajian tentang makna alquran yang berkaitan dengan lafal, seperti ijaz, ithnab, musawa, qashar, dan lain-lain.” [33] Dengan demikian, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Ulumul quran itu mencakup ilmu-ilmu bahasa arab dan segala kajian Yang berkaitan dengan ajaran islam. Bahwa As-Sayuti berpendapat,bahwa ilmu jiwa, ilmu falaq, ilmu astronomi, dan lain sebagainya juga termasuk ulumul quran. Hal itu didasarkan pada firman Allah swt : tPöqtƒur ß]yèö7tR ’Îû Èeä. 7p¨Bé ´‰‹Îgx© OÎgøŠn=tæ ô`ÏiB öNÍkŦàÿRr uZø¤Å_ur šÎ ´‰‹Íky 4’n?tã ÏäIwàs¯»yd 4 uZø9¨“tRur šø‹n=tã |=»tGÅ3ø9 YZ»u‹ö;Ï? Èeä3Ïj9 äóÓx« “Y‰èdur ZpyJômu‘ur 3“uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ dan ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu Muhammad menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab Al Quran untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”QS. An-Nahl : 16 : 89 [34] . Dengan demikian, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ulumul quran itu mencakup ilmu-ilmu bahasa Arab dan segala kajian yang berkaitan dengan ajaran Islam. Bahkan As-Suyuti berpendapat, bahwa ilmu jiwa, ilmu falak, ilmu astronomi dan lain sebagainya juga termasuk ulumul quran. Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt : tPöqtƒur ß]yèö7tR ’Îû Èeä. 7p¨Bé ´‰‹Îgx© OÎgøŠn=tæ ô`ÏiB öNÍkŦàÿRr uZø¤Å_ur šÎ ´‰‹Íky 4’n?tã ÏäIwàs¯»yd 4 uZø9¨“tRur šø‹n=tã |=»tGÅ3ø9 YZ»u‹ö;Ï? Èeä3Ïj9 äóÓx« “Y‰èdur ZpyJômu‘ur 3“uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ Terjemahannya : dan ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu Muhammad menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab Al Quran untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.QS. An-Nahl 16 : 89. [35]

D. Urgensi Ulumul Alquran Dalam menafsirkan Alquran.