Ulumul Quran

(1)

باتك

ثحابملا

يف

مولع

نآرقلا

فيلأت

خيشلا

عانم


(2)

ILMU-ILMU QUR'AN

Pengertian pertumbuhan dan perkembangannya.

Mushaf pada zaman khallifah Ustman bin Affan dinamakan Mushaf imam (mushaf yang pertama kali ). Sedangkan penulisan mushaf tersebut dinamakan Ar- Rasmu Al Utsmani yaitu yang dinisbatkan pada shohabat Utsman, dan ini dianggap sebagai permulaaan ilmu rasmi Al quran.

Pada masa khalifah Ali-lah, awal mula diletakkan kaidah-kaidah nahwu, yang ini juga dianggap sebagai permulaaan ilmu irabrabil quran. Para sahabat melanjutkan usaha itu sampai pada zaman Tabin, Tabiut tabiin. Ibnu Taimiyah berkata: "Ilmu tafsir, yang paling tahu tentang pembahasan ini adalah mereka Ulama' tafsir dari penduduk makkah, kufah, madinah (mereka memiliki kelebihan dari ahli tafsir lainnya).

 Bahwa tafsir mulanya dinukil

 Dan diriwayatkan dari mereka semua meliputi Ilmu Garib, Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makkki wa Madani, ilmu Naskh dan Mansukh berdasarkan riwayat yang didektekan.

 Pada abad 2 H, dibukukannya hadist yang itu ada sangkut pautnya dengan tafsir, sehingga para ulama membukukan tafsir. Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin harun ( w.117H), Syu'bah bin Hajjaj( w.160H), Waki' bin Jarrah (w.197H), Sufyan bin uyainah (w.198H), Abdurrazaq bin Hammam (w.112H). mereka pakar hadist dan tafsir namun tafsir mereka tidak sampai ke tangan kita.

 Ditulis secara bebas dan independen.

Kemudian langkah mereka diikuti oleh Ibnu Jarrir At Thabari (w.310H), tafsirnya sempurna berdassrkan susunan ayat. Maka dengan inilah lahirlah Tafisr bil ma'sur lalu diikuti tafsir birra'yi.

Disamping ilmu tafsir, lahir pula pokok bahasan berhubungan dengan Al Qur'an, yang ini sangat diperlukan bagi Mufassir. Diantara mereka:

Asbabun Nuzul oleh Ibnu Qutaibah, gurunya Imam Bukhari (234H).

Nasikh Mansukh dan Qiraat oleh Abu 'ubaid Al Qasim (224 H).

Problematika Al Quran oleh Ibnu Qutaibah (276 H)

Al Hawa Wal Ulumul Quran oleh Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (w.309H).

Ilmu - ilmu Qur'an oleh Abu Muhammad bin Qasim Al Anbari ( w. 751H).

Garibul Quran oleh Abu Bakar as Sajistani (w. 330H).

Al Istighna' fi ulumil Qur'an oleh Muhammad bin Ali Al Adawi(388H).

I'jazul quran oleh Abu Bakar Al Baqalani 403

I'rabul Quran oleh Ali bin Ibrahim bin Said Al Hufi 430

Amsalul Quran oleh Al Mawaerdi 450

Majas dalam Al Quran oleh Al Izz bin Abdussalam 660

Ilmu Qiraat dan Aqsamu Quran mengenai cara membaca Al Quran oleh Alamudin Asshahawi 643

Berkata Syaikh Muhammad Abdul Adzim Az Zarqani bahwa ia tidak menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Said ( Al Hufi, w.330 H ) dengan judul "Al Burhan fi Ulumil Quran" terdiri 30 jilid ( 15 tidak tersusun dan tidak berurutan). Dengan metode yang begitu bagus sehingga ia dianggap sebagai orang yang pertama kali membukukan ulumul quran.


(3)

Fununun Afnan fi 'Ajaibi Ullumul Quran oleh Ibnu Jauzi 597

Kemudian Al Burhan fi 'Ulumi Quran oleh Badruddin Az Zarkasyi 794H

Jalaludin Al Balqani 824 H memeberikan tambahan dari Al burhan.

Al itqan oleh Jalaludin As Suyithi ( 991).

Pembahasan itu semua dikenal dengan nama ulumul Quran yang menjadi kata istilah dalam Mabahis ulumul Quran.

Kata "uluum" jamak dari kata ilmu yang berarti Al Fahmu wal idrak ( paham dan menguasai).

Yang dimaksud ulumul Quran ialah ilmu membahas masalah yang ada

kaitannya dengan Al Quran dari segi aasbabun Nuzul, pengumpulan dan penertiban Quran, pengetahuan surat-surat Makkah dan Madinah, Nasikh Mansukh, Al

Mukhkam dan Mutasyabih dll ( yang merupakan ilmu yang harus dikuasai oleh mufassir).

Terkadang ilmu ini dinamakan dengan ilmu Ushulut Tafsir. Karena didalamnya ada pembahasan yang harus diketahui oleh seorang mufassir.

AL QUR'AN AL-KARIM

Al Qur'an adalah risalah Allah kepada manusia seluruhnya: Al A'raf : 158: Al Furqan :1, Al Ahzab : 40, Asy Syura: 13. Jibril membawa Al Quran ( Asy Syu'ara' : 193) . dan Sifat Sifat Al Quran : At Takwir: 19-24 Al Waqiah: 77-79. Al Quran digunakan beberapa kurun ( AL Hijr: 90). Risalah ini juga ditujukan kepada jin ( Al Akqaf :29-31). Tinggal bagaimakakah kita ? Thaha : 123-124.

Para ulama menyebutkan bahwa definisi Al Quran adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, berpahala bagi yang membacanya. ( Al Kahfi:109 )dan ( Luqman:27 ) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang pembacanya merupakan suatu ibadah.

Nama diantaarnya; Quran ( Al Isra': 9) dan (Al Anbiya' :10), Furqan (Al Furqan : 1), Zikr ( Al Hijr: 9), Tanzil ( As Syuara' : 192).

Sifatnya diantaranya: Nur ( An Nisa': 174), Huda, Syifa', Rahmah ( yunus: 57 ), Mubin ( Al Maidah:57), Mubarak ( Al Anam: 92), Busyra ( Al Baqarah: 97), Aziz ( Fussilat: 41), Majid ( Al Buruj: 21), Basyir ( Fussilat : 3-4).

Perbedaaan antara hadist Qudsi dengan nabawi: Hadist Nabawi ada dua yaitu:

1) Tauqifi, kandungannya diterima Rasulullah dari Wahyu lalu beliau menjelaskan dengan kata katanya, dan kandungannya ini dinisbahkan kepada Allah

sedangkan dari segi pembicaraaan dinisbatkan kepada Rasululah.

2) Taufiqi, Apa yang disimpulkan Rasulullah menurut pemahaman beliau terhadap Al Quran, bersifat ijtihadi. Seperti apa yang turun mengenai tawanan perang Badar Rasulullah mengambil pendapat Abu Bakar dengan menerima tebusan kepada mereka ( Al Anfal: 67).

Subhat subhat masalah ini :

Bahwa H. Nabawi adalah wahyu secara makna, lafadznya dari Rasulullah . Mengapa H. Nabawi tidak dinamakan H. Qudsi ?


(4)

Bahwa lafadz H. Qudsi dari Rasulullah, dengan alasan apakah H. Qudsi dinisbatkan kepada Allah melalui kata nabi Allah ta'ala berfirman ?

WAHYU ILAHI

Secara bahasa: Wahyu adalah isyarat yang tersembunyi dan cepat. Dibagi menjadi 5 pengertian bahasa :

1. Ilham sebagai bawaaan dasar manusia, seperti : Wahyu kepada ibu Musa ( Al Qashash :7).

2. Ilham berupa Naluri pada binatang, kepada lebah ( An Nahl: 68).

3. Isyarat cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria( Maryam: 11). 4. Bisiskan dan tipu daya syaithan, menjadikan buruk kelihatan indah, Al

An'am:112 dan 121).

5. Apa yang disampaikan Allah kepada Malaikat.( Al Anfal: 12).

Secara syar'I: Kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi baik melalui perantara atau tidak yang pertama melalui suara terjelma atau tanpa suara.

Perbedaaan antara wahyu dan ilham: Ilham adalah suatu perasaan yang diyakin jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti yang diminta tanpa mengetahui dari mana datangnya ( seperti perasaaan lapar, haus, sedih, senang).

Cara wahyu turun kepada malaikat:

1. Kalam Allah kepada malaikat ( Al Baqarah: 30), wahyu Allah kepada mereka ( Al Anfal: 12), malaikat mengurus urusan dunia ( Adz Dzariyat: 4 dan An Naziat: 5).

2. Al Quran telah ditulis dilaufudz mahfudz ( Al Buruj: 21-22), diturunkan sekaligus ke Baitul Izzah yang berada dilangit dunia pada malam lailatul qadar Ramadhan.( Al Qadr: 1), ( Ad dhukan : 1), ( Al Baqarah: 175).

Para ulama berbeda pendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah ( Al Quran ) kepada jibril, antara lain:

1. Bahwa jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah, dengan lafadz khusus.( benar).

2. Jibril menghafalkannya dari lauful mahfudz.( salah ).

3. Maknanya disaampaikan kepada jibril sedangkan lafadznya adaalah dari Jibril atau dari Muhammad.( H. Qudsi).

Keistimewaaan wahyu adalah ia adalah mukjiat, kepastiannya mutlak, membaca dianggap ibadah, wajib disampaikan dengan lafadznya.

Cara Wahyu oleh Allah kepada kepada Para Rasul ( Asy Syura:51): 1. Perantara jibril.

2. Tanpa perantara darinya, seperti

 Rukyah Shadiqah( mimpi yang benar dalam tidur).

نع

ةشئاع

لوأ :تلاق

ئدبام

هب

،

يؤرلا

ةحلاصلا

يف

مونلا

ناكف

يرايل

اايؤر

لإ

تءاج

لثم

قلف

حبصلا

)

قفتم

(هيلع

 Kalam ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara. Al A'raf: 143), An Nisa': 164).


(5)

Cara penyampaian wahyu oleh malaiakat kepada Rasul.

1. Datang kepadanya dengan suara seperti gemerincing lonceng dan suara yang amat kuat yang memepengaruhi faktor kesadaran( cara yang paling berat ). 2. Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki laki dalam bentuk

manusia. Bukan bereti Jibril melepaskan sifat kerohaniannya atau dzatnya telah berubah menjadi seorang laki lakai tetapi yang dimaksud adalah dia nampak diri dalam bentuk manisia adalah untuk menyenagkan Rasulullah.

Dalil tentang keadaan Rasulullah :

تور

ةشئاع

يضر

هللا

اهنع

نأ

ثراح

بن

ماشه

لأس ,

يبنلا

لاقف

انايحأ

ينيتأاي

لثم

ةصلص

سرجلا

وهو

هدشأ

يلع

مصفيف

ينع

دقو

تيعو

هنع

لاقام

أو .

انايحأ

لثمتاي

يل

كلملا

لجر

ينملكيف

يعأف

هنع

.لوقاي

Hikmah diturunkannya Al Quran secara berangsur angsur.

1. Memudahkan cara penghafalan dan kepemahaman sedangkan ketika itu orang orang Arab adalam kaum yang ummi.

2. Menetapkan hati Rasulullah ( Al Furqan: 32).

3. Sesuai dengan kejadian dan berangsurnya dalam segi pensyatiatan. 4. Sebagai bantahan dan mukjiat.

5. Merupakan dalil yang sudah tetap bahwa Al Quran adalah dari sisi Allah 6. Mentarbiyah Rasulullah dalam kesabaran atas cacian Musyrikin dan

memantapkan hati orang orang mukmin dan sebagai tasliyah bagi mereka dengan sabar dan yakin.

AL MAKKI WA MADANI

Mengetahui makki dan madani dengan dua cara yaitu:

1. Manhaj sima'I an Naqli.disandarkan pada hadist yang shahih dari para

shahabat yang hihup pada saat menyaksikan turunnya wahyu, dari para tabien yang menerima dan mendengan rkan dari para shakhabat.( sebagian besar manhaj ini digunkan ).

2. Manhaj Qiyasi ijtihadi bersandar pada ciri makki dan madani. Perbedaaan antara Makki dan Madani:

1. Dari segi waktu turunnya. 2. Dari segi tempat turunnya. 3. Dari segi sasarannya.

Ciri khas ketentuan dari maki dan madani: A. Makki

a) Setiap surah yang didalamnya mengandung "Sajadah".

b) Setiap surat yang mengandung lafadz kalla, lafadz ini hanya ada pada separuh terakhir dari Al Quran, sedangkan ini disebutkan dalam alquran hanya 33x dalam lima belas surat.

c) Setiap surat yang ada lafadz " Ya Ayuhannas" dan tidak ada surat mengandung " Ya Ayuhalladzi Naaamanu", Kecuali surat Al Hajj.

d) Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat umat terdahulu, kecuali Surat al baqarah.

e) Setiap surat yang dibuka dengan huruf singkatan seperti alif laaam miiim kecuali Al Baqarah dan Al Imran, sedangkan Ar Ra'du masih diperselisihkan. f) Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis kecuali surat Al Baqarah. Dari segi ciri khas:


(6)

1. Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepad Allah.

2. Peletakan dasar umum bagi perundangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat.

3. Menyebutkan kisah para Nabi dan umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib bagi yang mendustakannya.

4. Suku katanya pendek disertai kata-kata yang mengesankan. B. Madani

1. Setiap surat berisi kewajiban, had.

2. Yang disebutkan orang munafik adalah Madani kecuali Al Ankabut. 3. Yang didalamnya ada dialog dengan Ahli Kitab.

Dari segi ciri khas:

1. Menjelaskan ibadah dan muamalah had kelaurga, warisan, jihad, hubungan sosila, internasional.

2. Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani dan ajakan kepada mereka untuk masuk islam.

3. Menyingkap perilaku orang munafik suku kata dan yatnya panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuannya.

Yang terpenting dipelajari para ulama dalam pembahasan ini adalah : 1. Yang diturnkan dimakkah.

2. Di Madinah.

3. Yang diperselisihkan.

4. Ayat makiyah dalam surat madaniyah. 5. Ayat madaniyah dalam surat makiyah

6. Yang diturunkan dimakkah sedangkan hukumnya madani 7. Di madinah diturunkan dimakkah

8. Yang serupa dengan yang yang diturunkan di Makkah dalam kelompok Madani.

9. Di Madinah dalam kelompok Makki. 10. Yang dibawa dari makkah ke Madinah. 11. Yang dibawa dari madinah ke Makkah.

12. Yang turun di musim panas dan di musim dingin. 13. Di waktu siang dan di waktu malam.

14. Yang turun waktu menetap dan waktu dalam perjalanan. Pendapat tentang :

 Bilangan surah makki ( 82).

 Madani ( 20: Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa', Al Maidah, Al Anfal, At Taubah, Annur Al Ahzab, Muhammad, Al Fath, Al Hujurat, Al Hadid, Al Mujadalah, Al Hasyr, Al Mumtahanah, Al Jumuah, Al Munafiqin, At Talaq, At Tahrim, An Nashr ) dan,

 Yang diperselisihkan ( 12 yaitu: Al Fatihah, Ar Ra'du, Ar Rahman, As Saff, At Taghabun, At Tatfif, Al Qadar, Al Bayyinah, Az Zalzalah, Al Ikhlas, Al Falaq, An Nass).

PENGETAHUAN MENGENAI YANG TURUN PERTAMA DAN YANG TURUN TERAKHIR.

a) YANG TURUN PERTAMA KALI :


(7)

2. Al Mudtdatsir : 1 ( ayat yang turun pertama kali secara lengkap) awal kerasulan).

3. Al Fatihah (didukung oleh hadist mursal). Surat yang pertama kali turun. 4. Bismilah (didukung oleh hadist mursal).

b) YANG TERAKHIR TURUN KALI:

1. Ayat yang terakhir turun mengenai riba, Al Baqarah: 278. 2. Ayat yang terakhir turun mengenai kalalah, An Nisa': 176. 3. Ayat yag terakhir turun mengenai hutang, Al Baqarah: 282. 4. Ayat yang paling terakhir turun adalah Al Baqarah: 281. 5. Ayat terakhir kali diturunkan adalah At Taubah: 128-129. 6. Bahwa yang tearakhir turun adalah Surat Al Maidah. 7. Bahwa tyang terakhir turun adalah Ali Imran: 195.

8. Dikatakan adalah yang paling terakhir turun adalah An Nisa': 93.

9. Dikatakan menurut Ibnu Abas surat yang paling terakhir turun adalah An Nashr.

Catatan : Pendapat ini semua tidak mengandung sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah masing-masing merupakan ijtihad dan dugaan.

Yang mula-mula diturunkan menurut persoalannya.

1. Yang pertama kali uturn mengenai makanan adalah Al 'An'am: 145, An Nahl: 114-115, Al Baqarah: 173, Al Maidah: 3.

2. Yang pertama kali diturunkan dalam hal minuman adalah ayat pertama mengenai khamr (Al Baqarah: 219, An Nisa': 43, Al Maidah: 90-91. 3. Yang pertama kali diturunkan mengenai perang adalah Al Hajj :39. Faedah pembahasan ini :

A. Menjelaskan perhatian yang diperoleh quran guna menjaganya dan menentukan ayat-ayatnya.

B. Mengetahui rahasia perundangan Islam menurut sejarah sumbernya yang pokok.

C. Membedakan yang nasikh dengan yang mansukh.

ASBABUN NUZUL

.

Perhatian ulama akan ilmu ini sangatlah penting diantaranya, guru Imam Bukhari ( Ali bin Madani ), Al Wahidi 1. Al Jabari ( meringkas bukunya Al Wahidi).

Pedoman mengetahui asbabunnuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Muhammad sirin mengatakan : "Ketika kutanyakan kepada Ubaidah mengenai satu ayat Quran, dijawabnya: Bertakwalah kepada Allah dan berkata benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Quran itu diturunkan telah meninggal". Menandakan kehati-hatian beliau dalam mengambil riwayat yang shahih, Asbabu Nuzul dari ucapan para shahabat yang bentuknya seperti musnad yang pasti menununjukkan Asbabun Nuzul. Imam syuyuthi menyatakan bahwa boleh ucapan Tabiin yang menunjukan Asbabun Nuzul diterima bila ucapan itu jelas. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabiin itu benar dan dari


(8)

seorang Mufassir yang mengambil dari para shahabat, serta didukung oleh hadist mursal lainnya.

Definisi Asbabun Nuzul adalah berkisar pada dua hal yaitu:

1. Bila terjadi pada suatu peristiwa maka turunlah ayat Quran mengenai peristiwa itu hal seperti ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa ketika turun ayat 214: Rasulullah pergi naik ke bukit shafa lalu berseru.

2. Bila Rasulullah ditanya sesuatu hal maka turunlah ayat Quran menerangkan hukum menerangkan hukumnya. Sebagaimana Khaulah binti Tsa'labah dikenakan Zihar oleh suaminya, Aus bin Shamit.

Diantara ayat Al Quran yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab

mengenai akidah iman, kewajiban islam, dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al Ja'bari berkata : "Quran diturunkan dalam dua katagori: turun tanpa sebab dan turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan".

Definisi Asbabun Nuzul: Sesuatu hal yang karenanya Qur'an diturunkan pada kejadian itu, baik berupa peristiwa ataupun pertanyaan.

Manfaat mengetahui Asbabun Nuzul adalah:

1. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara' terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa karena sayangnya kepada umat.

2. Mengkhususkan dan membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.

3. Apabila yang diturunkan itu lafazd umum dan terdapat dalil atas penghususannya maka pengetahuan mengenai Asbabun Nuzul itu membatasi penghususan hanya terhadap yang selain bentuk sebab.

4. Cara terbaik untuk memahami makna Al Qur'an dan mengungkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak ditafsiri tanpa mengetahui Asbabun Nuzul.

5. Dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisian.

Lafadz umum menjadi pegangan, bukan sebab khusus.

Apabila ayat yang diturnkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesiau dengan sebab secara khusus maka yang umum diterapkan pad akeumuman dan yang khusus pada ke khususannya.

Contoh : QS. Al Baqarah: 222, anas berkata:" Bila istri-istri orang Yahudi haid, mereka keluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum dan didalam rumah tidak boleh bersama. Lalu Rasulullah ditanya tentang hal itu maka Allah menurunkan: mereka bertanya kepadamu tentang haid.

Contoh kedua: Al Lail: 17-21, diturunkan mengenai Abu Bakar. Kata Atqa adalah dari ismun tafdil artinya superlatif, maka bila tafdil itu disertai Al 'Adiyah ( kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasuki itu telah diketahui maksudnya), sehingga ini dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat ini diturunkan. Kata sandang "Al" menunjukan umum bila ia berfungsi sebagai kata sambung (maushul) atau ma'rifatkan kata jamak. Sedangkan Al Atqa pada bukan kata ganti penghubung / kata jamak, melainkan tunggal. Sehingga menurut Al Wahidi: Al Atqa adalah Abu Bakar menurut pendapat para ahli tafsir.


(9)

Abu Bakar memerdekan budak sebanyak 7: Bilal, Amir bin Fuhairah, Nahdiyah dan anak perempuannya, Ummu 'isa, dan budak perempuan Bani Mau'il.

Jika sebab itu khusus, sedangkan ayat yang diturunkan berbentuk umum maka para ahli usul berselisis pendapat: antara yang dijadikan pegangan itu lafdz yang umum atau sebab yang khusus?

1. Jumhur ulama ( pendapat yang paling shahih ) berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah adalah lafadz umum bukan sebab khusus. Misalnya ayat lian yang diturnkan kepada mengenai tudukan Hilal bin Umayyah kepda Istrinya, yag harus mendatangkan bukti walaupun terhadap istrinya sehingga datang Jibril dan menurunkan ayat An Nur: 6-9.

Hukum yang diambil dari lafadz umum ini ( dan orang orang yang menuduh istrinya) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain.

2. Segolongna ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab khusus alasannya lafadz umum menunjukkan bentuk sebab yang khusus. Redaksi Asbabun Nuzul.

 Terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab, jika perawi mengatakan: "Sebab Nuzul ayat ini adalah begini", mengunakan fa' ta'qibiyah ( kira-kira "maka". Yang menujukkan urutan peristiwa yang dirangkai dengan kata

"turunlah ayat". Seperti sabda Rasulullah: "Rasulullah ditanya tentang hal begini maka turunlah ayat ini "

.

ةايلا

تلزنق

اذك

نع

هللا

لوسر

لئس

 Terkadang berupa pernyataan tegas.

 Terkadang berupa pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya.

Turunnya Qur'an

Al Qur'an turun kepada Rasulullah saw selama dua puluh tiga tahun. Dalam hal ini para ulama memiliki dua madzhab pokok.

Madzhab pertama

Yaitu pendapat Ibnu Abas dan sejumlah ulama yang di jadikan pegangan

umumnya ulama. Yaitu bahwa Al Qur'an turun sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian di turunkan kepada Rasulullah secara bertahab selama 23 tahun sesuai dengan kejadian dan peristiwa sejak di utus hingga wafatnya.

Madzhab kedua

Yaitu yang diriwayatkan oleh As sya'bi bahwa permulaan turunya Al Qur'an di mulai pada malam lailatul qadar pada bulan ramadlan yang merupakan malam yang di berkahi. Kemudian turun secara bertahab sesuai dengan kejadian dan peristiwa selama kurang lebih 23 tahun.

Madzhab ketiga

Bahwa Al Qur'an di turunkan kelangit dunia selama 23 malam lailatul qadar, yang pada setiap malamnya selama malam-malam lailatul qadar di tentukan oleh Allah untuk diturunkan setiap tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan ke langit dunia pada malam lailatul qadar, untuk masa satu tahun penuh itu kemudian


(10)

diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah saw sepanjang tahun. Ini ijtihad sebagian mufasir. Pendapat ini tidak memiliki dalil.

Maka pendapat yang kuat adalah

Pertama, diturunkan secara sekaligus pada malam lailatul qadar ke Baitul Izzah di langit dunia.

Kedua, diturunkan dari langit dunia kebumi secara berangsur-angsur selama 23 tahun. 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah.

Sedangkan kitab-kitab samawi sebelumnya seperti taurat, injil, dan zabur turun sekaligus (secara lengkap).

Hikmah turunnya Al Qur'an secara bertahab

1. Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam. 2. Tantangan dan mukjizat.

3. Mempermudah hafalan dan pemahamana.

4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahaban dalam pentahaban hukum.

5. Bukti yang pasti bahwa Al Qur'an diturunkan dari sisi yang Maha Bijaksana dan Maha terpuji.

Faidah turunnya Al Qur'an berangsur-angsur dalam pendidikan dan pengajaran

Faidah turunnya Al Qur'an secara berangsur-angsur merupakan metode untuk mengaplikasikan proses belajar mengajar yang berlandaskan dua asas : perhatian terhadap tingkat pengetahuan siswa dan pengembangan potensi akal, jiwa dan jasmaninya dengan apa yang dapat membawanya kearah kebaikan dan kebenaran. Ia juga merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa manusia dalam upaya menghafal Qur'an,memahami, mempelajari memikirkan makna-maknanya dan mengamalkan apa yang dikandungnya.

PENGUMPULAN DAN PENERTIBAN AL QUR'AN

Para ulama membagi Jam'ul Qur'an menjadi dua :

Pertama: Pengumpulan dalam arti Hifdzuhu ( menghafalnya di dalam hati )

Kedua : Pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi ( penulisannya secara sempurna )

 Pengumpulan Al Qur'an dalam arti menghafal pada masa nabi shalallahu 'alaihi wassalam.

Beliau adalah hafidz pertama. Setiap kali satu ayat turun beliau menghafal dalam dada dan menempatkannya di dalam hati. Sebab bangsa arab secara kodratu mempunyai daya hafal yang kuat dan pada umumnya mereka buta huruf.

Pada masa ini terdapat tujuh Hufadz yang masyhur sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari. Mereka adalah Abdullah bin mas'ud, Salim bin Ma'qal bekas budak Abu Hudzaifah, Mu'az bin Jabal, Ubai bin Kaab, Zaid bin Tsabit,Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda.

 Pengumpulan Al Qur'an pada masa nabi dalam arti penulisan.

Rasulullah mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, Ubai bin Kaab dan Zaid bin Tsabit. Bila ayat turun beliau memerintahkan mereka untuk menulisnya dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan dengan lembaran itu membantu


(11)

penghafalan di dalam hati. Disamping itu para sahabat lainnya pun menulis tanpa di perintahkan oleh nabi.

Pada masa ini penulisan masih pada pelepah kurma, lempengan batu, lontar, kulit atau daun kayu, pelana dan potongan tulang-belulang binatang. Dan apa yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lainnya.

Pada saat Rasulullah wafat, Al Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam bentuk diatas, ayat-ayat dan surah dipisah-pisahkan, atau di tertibkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran yang terpisah dan dalam tujuh huruf. Tetapi Al Qur'an belum terkumpul dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap).

 Pengumpulan A Qur'an pada masa Abu Bakar.

Pada perang Yamamah tahun 12 H. terjadi peperangan melawan kaum murtad. Pada peperangan ini 70 sahabat yang hafal Al Qur'an gugur. Umar bin Khatab merasa khawatir melihat kenyataan ini lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukaan usul agar mengumpulkan Al Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah.

Pada awalnya Abu Bakar menolak usulan ini karena hal ini belum pernah dilakukan oleh Rasulullah, namun pada akhirnya iapun menerima usulan umar tersebut. Lalu ia memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan tugas ini mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, kecerdasan dan kehadirannya dalam pembacaan yang terakhir kali.

Zaid memulai tugasnya dengan sangat teliti dengan bersandar pada hafalan yang ada didalam hati para qura dan catatan yang ada pada para penulis. Ia menuturkan: "kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat Taubah berada pada Abu Huzaimah Al Anshary, yang tidak kudapatkan dari orang lain". Hal ini bukan berarti tidak mutawatir, Zaid sendiri hafal dan demikian pula para sahabat lainnya. Tapi ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatiannya.

Diriwayatkan bahwa ia tidak mau menerima dari seseorang mengenai hafalan Al Qur'an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.

Kemudian hasil penulisan ini disimpan di tangan Abu Bakar sampai beliau wafat. Setelah beliau wafat lembaran-lembaran itu berpindah ketangan umar dan tetap berada ditagannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafshah,putri Umar. Pada permulaan khalifah Usman, Usman memintanya dari tangan hafshah.

 Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Ustman

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk irak, Abu Hudzaifah melihat banyak perbedaan dalam caara-cara mambaca Al Qur'an. Sebagian bacaan bercampur dengan kesalahan. Tapi masing-masing

mempertahankan dan memegangi bacaannya, hingga mereka saling mengkafirkan. Melihat kejadian ini ia menghadap khalifah Usman dan melaporkan apa yang dilihatnya.

Utsman kemudian mengirimkan utusan ke Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya). Kemudian Utsman memanggil Zaid bin tsabit Al nshary, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam, ketiga orang terakhir adalah suku Quraisy; lalu memerintahkan mereka untuk menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memrintahkan pula agar apa yang diperselisihkan oleh Zaid dan ketiga Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Al Quran turun dengan logat mereka.


(12)

Setelah selesai menyalinnya, Utsman mengembalikan lembaran-lembaran aslinya kepada Hafshah. Selanjutnya Usman mengirimkan kesetiap wilayah mushaf yang baru tersebut dan memerintahkan agar semua Mushaf / Qur'an lain di bakar.

 Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dengan Utsman

 Pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar bermotif kehawatiran beliau akan hilangnya Al Qur'an karena banyaknya hufadz yang gugur dalam peperangan. Sedangkan pada priode Utsman bermotif karena banyaknya perbedaan bacaan Al Qur'an yang disaksikannya sendiri di daerah yang saling menyalahkan satu dengan yang lainnya.

 Pada masa Abu Bakar pengumpulan dalam bentuk memindahkan semua tulisan atau catatan aslinya kemudian di kumpulkan dalam satu mushaf, dengan surah-surah dan ayatnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan-bacaan yang tidak mansukh dan masih mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Al Qur'an diturunkan. Sedangkan pada masa Utsman menyalinya dari tujuh huruf menjadi satu mushaf dan satu huruf diantara tujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa

keenam yang lainnya.

 Syubhat dan bantahannya

Meraka mengatakan bahwa dalam Al Qur'an terdapat sesuatu yang bukan dari Al Qur'an ? mereka berdalail dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud mengingkari An ns dan Al Falq termasuk dari Al Quran.

Jawab, riwayat ini tidaklah benar karena bertentangan dengan kesepakatan umat. An nawawi mengatakan dalam Syarhul Muhadzab, "Kaum muslimin sepakat bahwa kedua surah (An Naas dan Al falq) itu dan surat fatihah termasuk Al Qur'an dan siapa saja yang mengingkarinya, sedikitpun ia telah kafir.

Ibnu Haazm berpendapat: "riwayat tersebut merupakan pendustaan dan pemalsuan atas nama Ibnu Mas'ud.

TERTIB AYAT DAN SURAT

Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surat dalam Al Qur'an:

 Dikatakan bahwa tertib surat itu tauqifi dan di tangani langsung oleh nabi sebagaimana di beritaukan oleh jibril kepadanya atas perintah Allah.

 Dikatakan pula bahwa tertib surat itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan dalam mushaf mereka

 Dikatakan pula sebagian surat tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad sahabat, hal ini karena adanya tedapat dalil yang menunjukan adanya penertiban sebagian surah pada masa Nabi saw.

Ibnu hajar mengatakan, "Tertib sebagian surah atau sebagian besarnya itu tidak dapat di tolak sebagai bersifat tauqifi. Rasulullah saw bersabda : "Rasulullah berkata kepada kami, telah dating kepadaku waktu untuk mencari hizb (bagian) Al Qur'an, maka aku tidak ingin keluar sebelum aku selesai. Lalu kami tanyakan kepada sahabat-sahabat Rasulullah: “bagaimana kalian membuat pembagian Al Qur'an? Mereka menjawab: kami


(13)

membaginya menjadi 3 surah, 5 surah, 7 surah, 9 surah, 11 surah, 13 surah, dan bagian Al Mufashal dari Qaaf sampai khatam.

Ini menunjukan bahwa tertib surah seperti dalam mushaf sekarang adalah tertib surah pada masa Rasulullah. "

Pembagian Surah-surah dan ayat Al qur'an

1) At Tiwal, ada tujuh yaitu : AL Baqarah, Ali Imran , Al maidah , al an'am , Al A'raf dan Al Anfal.

2) Al Miun. Yaitu surah-surah yang ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu, seperti Al Kahfi, dan Al Isra'

3) Al Matsani, yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al Miun, karena surah ini diulang-ulang bacaannya lebih banyak dari At Tiwal dan Al Miun. 4) Al Mufashal, terbagi menjadi tiga yaitu: tiwal, aushat dan Qishar.

Rasm utsmani

Para ulama berbeda pendapat tentang setatus hukumnya, apakah dia tauqifi atau bukan. Berikut perinciannya:

1) Merupakan tauqifi, dan wajib untuk jadi pegangan.

2) Ada yang berpendapat Rasmu Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik. Sehingga menjadi suatu yang wajib untuk dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. Ini merupakan pendapat yang paling rajih.

3) Ada yang berpendapat rasm usmani hanyalah sebuah istilah, tatacara dan tidak ada salahnya menyalahi bila orang telah menggunakan satu rasm tertentu untuk itu dan rasm itu tersirat luas dikalangan mereka.

Fasilah dan ra'sul ayat

Ra'sul ayat adalah akhir ayat yang padanya diletakan tanda fashl (pemisah) antara satu ayat dengan ayat lain.

Fashilah adalah kalam (pembicaraan ) yang terputus dengan kalam sesudahnya, jadi setiap ra'sul ayat adalah fashilah, tetapi tidak setiap fashilah itu ra'sul ayat. Pembagian fashilah di dalam Al Qur'an :

1) Fashilah Muthamatsilah Qs : Ath Thur :1-3

2) Fasilah Mutaqaribah. Qs : Al Fathihah: 1-4 3) Fasilah Muthawaziyah. Al Ghasiyah : 13-14 4) Fasilah Mutawazin. Al Ghasiyah : 15-16

TURUNNYA AL QUR'AN DENGAN TUJUH HURUF Perbedaan pendapat tentang pengertian tujuh huruf

Para ulama berbada pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan bermacam-macam:

1) sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang ia adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna.

Dikatakan bahwa tujuh bahasa tersebut adalah Quraisy, Huzail, saqif,

Hawazin, Kinanah dan Yaman. Namun dalam riwayat lain yang menyebutkan berbeda.


(14)

2) Suatu kaum berpendapat bahwa bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan nama Al Qur'an diturunkan.

Maksudnya adalah bahwa tujuh huruf yang betebaaran di berbagai macam surat Al Qur'an, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.

3) Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud tujuh huruf yaitu : Amr (perintah), Nahyu (larangan), Wa’ad (janji), Wa'id ( ancaman), jadal

(perdebatan), Qashas ( cerita ) dan Masal (perumpamaan). Atau Amr, nahyu, halal, haram, muhkam,mutsyabih dan masal.

4) Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud tujuh huruf yaitu: a. Ikhtilaful Asma' ( perbedaan kata benda)

b. Perbedaan dalam tashrif. c. Perbedaan taqdim dan ta'hir

d. Perbedaan dalam segi ibdal (pengantian )

e. Perbedaan karena penambahan dan pengurangan

f. Perbedaan lajah, seperti idzhar dan idham, fathah dan imalah dll.

5). Menurut sebagian ulam yaitu tujuh itu tidak diarikan harfiyah (bukan bilangan enam sampai delapan) tetapi bilangan tersebut hanya lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab.

6). Segolongan ulama berpendat bahwa yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh qiraah.

Pendapat terkuat dari semua pendapat tersebut adalah pendapat pertama.

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf

Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur'an dengan tujuh huruf

1) Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, setiap kabilah yang mempunyai dialek masing-masing, namun tidak biasa menghafal sya’ir, aplagi mentradisikannya.

2) Bukti kemukjizatan Al Qur'an terhadap fitroh kebahasaan orang arab. 3) Kemukjizatan Al Qur'an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf

Mempermudah ummat Islam khususnya bangsa Arab yang dituruni Al-Qur'an sedangkan mereka memiliki beberapa dialeks (lahjah) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat ke-arabannya. Kami ambil hikmah ini dengan alasan sabda Rasulullah saw: "Agar mempermudah ummatku, bahwa ummatku tidak mampu melaksanakannya", dan lain-lain.

Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazry berkata: "Adapun sebabnya Al-Qur'an didatangkan dengan tujuh huruf, tujuannya adalah untuk memberikan keringanan kepada ummat, serta memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasan, rahmat dan spesialisasi yang diberikan kepada ummat utama disamping untuk

memenuhi tujuan Nabinya sebagai makhluk yang paling utama dan kekasih Allah v ". Dimana Jibril datang kepadanya sambil berkata: "Bahwa Allah Swt telah memerintahkan kamu untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan satu huruf". Kemudian Nabi n menjawab: "Saya akan minta 'afiyah (kesehatan) dan pertolongan dulu kepada Allah karena ummatku tidak mampu". Beliau terus mengulang-ulang pertanyaan sampai dengan tujuh huruf.


(15)

Menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa Arab yang berkunjung ke Makkah pada musim haji dan lainnya.

QIRAAT QUR'AN DAN PARA AHLINYA.

Qira'ah secara bahasa adalah jamak dan masdar dari qira'ah yang artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah ia adalah suatu madzhab aliran bacaan Al Qur'an yang dipilih oleh salah satu imam Qura' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab yang lainnya.

Adz Dzahabi menyerebutkan, sahabat yang terkenal dengan Ahli Qiraat ada tujuh: Utsman, Ubai, Ali, Zaid bin tsabit, Abu Darda ( dalam redaksi hadits yang lain bukan Abu darda, tetapi Abdullah bin mas'ud ) dan Abu musa Al Asy'ari.

Ketujuh Qiraah yang masyhur

Sedangkan ulama pada masa berikutnya pada abad ketiga hijriyah yang terkenal dari qura’ sab'ah adalah:

1. Abu 'Amr bin A'la ( Zabban bin"A'la bin Ammar al Mazani al Basri ) 2. Nafi' al Madani ( Abu Ruwaih Nafi' bin Abdurrahman )

3. 'Asim al Kufi ( 'Asim bin Aun Najud )

4. Hamzah Al Kufi ( Hamzah bin Habib bin Imarah Az Zayyat Al Fardli At Tamimi. Kunyahnya Abu Imarah).

5. Al Kisa'i al Kufi ( 'Ali bin Hamzah kunyahnya Abu Hasan ). 6. Ibnu Amir asy Syami (Abdullah bin 'Amir Al Yahshabi). 7. Ibnu Karsir ( Abdulah bin Kasir Al Maliki).

Sedangkan tiga imam qiraah yang menyempurnakan imam yang tujuh :

1. Abu Ja'far Al Madani (Yazid bin Qa'qa)

2. Ya'qub Al Basri (Abu Muhamad Ya'qub bin Ishaq bin Yazid al Hsrami). 3. Khalaf (Abu Muhamad khlaf bin Hasyim bin sa'lab al Bazzar al baghdadi).

Macam-macam qira'at.

1) Mutawatir, yaitu qira'at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga perngahabisannya.

2) Masyhur, yaiut qira'at yang sahahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.

3) Ahad, yaitu qira'at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm utsmani, menyalahi kaidah bahas aarab atau tidak terkenal.

4) Syadz, yaitu qira'at yang tidak shahih sanadnya. 5) Maudhu', yaitu qira'at yang tidak ada asalnya.

6) Mudraj, yaitu yang ditambahkan dalam qira'ah sebagai penafsiran.

Faidah beraneka ragam Qiraah yang shahih

1) Menunjukan betapa terjaga dan terpeliharanya kutab Allah dari perubahan dan penyimpangan padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.

2) Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca Al Qur'an.


(16)

3) Bukti kemukjizatan Al Qur'an dari segi kepadatan maknanya, karena setiap Qira’ah menunjukan hukum syara' tertentu tanpa ada pengulangan lafadz. 4) Penjelasan apa yang mungkin masih global dalam qira’ah lain.

Al waqaf dan Al Ibtida'

Waqaf dan ibtida mempunyai peranan sangat penting dalam pengucapan Al Qur'an untuk menjaga keselamatan makna ayat dan meghindari kesalahan.

Macam-macam waqaf :

1) Tamm. Yaitu waqaf pada lafadz yang berhubungan sediktpun dengan lafad sesudahnya.

2) Kafin ja'iz. Yaitu waqaf pada suatu lafadz yang dari segi lafadz terputus dari lafadz sesudahnya.

3) Hasan. Yaitu lafadz yang dipandang baik pada lafadz itu tetapi tidak memulai dengan lafaz yang sesudahnya karena masih berhubungan dengan lafaz dan maknanya.

4) Qabih. Yaitu lafadz yang tidak dapat difahami maksud sibenarnya.

Tajwid dan adab tilawah.

Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya disamping pula harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan yang sesudahnya dalam cara pengucapan.

Kaidah tajwid berkisar pada waqaf, imalah, tarqiq, tafhim,idham, penguasaan hamzah dan makharijul huruf.

Adab membaca Al Qur'an

 Membaca Al Qur'an sesudah berwudlu.

 Membacanya ditempat yang bersih dan suci, untuk membaca keagungan membaca Al Qur'an.

 Membacanya dengan khusyu tenang dan poenuh hormat

 Bersiwak sebelum membaca.

 Membaca taawudz pada permulaanya

 Membaca basmalah pada permulaan setiap surah kecuali surah Al Baraah

 Membacanya dengan tartil

 Memikirkan ayat-ayat yang dibacanya.

 Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Al Qur'an yang berhubungan dengan janji dan ancaman.

 Membaguskan suara

 Mengeraskan bacaan Al Qur'an karena membacanya dengan suara jahr lebih utama.

Ulama' berbeda pendapat tentang membaca Al Qur'an dengan mushaf atau tidak ?

 Membacanya dengan mushaf lebih utama. Sebab melihat mushafpun merupakan ibadah.

 Membaca diluar kepala lebih utama, karena dapat mendorong untuk melakukan tadabur terhadap maknanya.


(17)

 Bergantung pada situasi indifidu masing –masing.

Qawaid yang dibutuhkan oleh Mufassir

1. Damir (kata benda).

2. Tarif dan Tankir ( isim makrifat dan Nakirah ). 3. Pengulangan kata benda (isim).

4. Mufrad dan jamak.

5. Membagi jamak dengan jamak atu dengan mufrad. 6. Kata-kata yang dikira mutaradif (sinonim), tetapi bukan. 7. Pertanyaan dan jawaban.

8. Jumlah isim dan jumlah fi'liyah. 9. Athaf.

10. Perbedaan antara al ilata dengan al I'lata.

11. Lafadz fa'ala. 12. Lafadz kana. 13. Lafadz kada. 14. Lafadz ja'ala.

15. Lafadz la'alla dan 'Asa.

MUHKAM DAN MUTSYABIH

Muhkam dan Mutsyabih dalam artian umum

Muhkam bearti (sesuatu) yang dikokohkan. Ihkam Al Kalam berati mangokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat.

Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh. Dan syubhah ialah keadaan diaman salah satu dari dua hal itu tidak dapat di bedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara kongkrit maupun abstrak.

Muhkam dan mutsyabih dalam arti khusus

Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Yang terpenting adalah sebagaimana berikut :

1) Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutayabih hanyalah dapat di ketahui maksudnya oleh Allah sendiri.

2) Muhkan hanyalah ayat-ayat yang mangadung satu wajah, sedangkan mutsyabih mengandung banyak wajah.

3) Muhkam adalah ayat-ayat yang maksudnya dapat di ketahui secara langsung , tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan mutyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan merujuk kepada ayat-ayat lain.

Ulama memberikan contoh ayat-ayat yang muhkam dalam Al Qur'an dengan ayat-ayat nasih, ayat-ayat tentang halal, haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman. Semantara itu ayat-ayat mutasyabih mereka mencontohkan ayat- ayat manskuh dan ayat tentang asma Allah dan surat sifatnya.

Perbedaan pendapat tentang kemngkinan mengetahui yang mufasyabih

Sumber perbedaan pendapat ini berpangkal pada masalah waqaf dalam ayat

نوخسارلاو

يف


(18)

Pendapat pertama di ikuti oleh sejumlah ulama, seperti ubai, ibnu mas'ud dan sejumlah sahabat, tabiin dan lainnya. Bahwa wawu disitu diperlakukan sebagai isti'naf.

Ibnu ma'sud menyatakan celaan terhadap orang-orang yang mengikuti mutsyabih dan mensifatinya sebagai orang-orang yang hatinya "condong kepada kesesatan dan berusaha menimbulkan fitnah "

Pendapat kedua menyatakan bahwa "wawu" sebagai huruf athaf bukan isti'naf.Pendapat ini anut oleh sebagian ulama yang dipelopori oleh Mujahid.

Pendapat ini dipilih juga oleh Imam Nawawi. Ia mengatakan dalam shahih muslim " ini pendapat yang paling shahih"

Amm dan khas

Pengertian amm dan sighat umum.

Amm adalah lafadz yang menghabiskan makna atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada ada pembatasan.

Am mempunyai sihgat-sighat tertentu yang menunjukannya. Diantaranya: a) Kull, sebagaimana dalam firman Allah Ali inran : 185

b) Lafadz-lafadz yang dimakrifahkan dengan “Al” yang bukan al 'ahdiyah Al Asr : 1-2.

c) Isim nakirah dalam konteks nafyi dan nahyi. Al Baqarah: 197. d) Al lati dan al lazi serta cabang-cabangnya. At thalaq : 4. e) Semua jenis isim isyarat. Al baqarah : 197.

f) Ismul jinsi (kata jenis ) yang di idafatkan. An nisa' : 11

Macam-macam amm

a) Amm yang tetap dalam keumumannya.

هللاو

يلع

لك

ءيش

ميلع

:ةرقبلا )

176

(

b). Amm yang dimaksud khusus

نايذاا

لاق

مهل

ساناا

نا

سانلا

دق

وعمج

ا

مكلا

مهوشخاف

لا)

نارمع

:

173

(

c). Amm yang di khususkan

ولكو

وبرشاو

يتح

نيبتاي

مكل

طيخلا

ضيبلا

نم

طييخلا

دوسلا

نم

رجفلا

ةرقبلا )

:

187

(

Perbedaan antara amm al murad bihil khusus dengan al amm al makhsus'

1) Dimaksudkan untuk mencakup semua satuan atau indifidu yang dicakup sejak semula, baik dari segi cangkupan makna maupun lafaz maupun hukumnya.

2) Yang pertama adalah majaz secara pasti, karena ia telah beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk sebagai satuan-satuannya saja.

3) Qarinah yang pertama pada umumnya bersifat 'aqliyah dan tidak pernah terpisah, sedangkan qarinah bagi yang kedua bersifat lafdziyah dan terkadang terpisah.

Pengertian khass dan mukhasis

Khas adalah lawan kata dari Amm. Sedangkan takhsis adalah mengeluarkan bagian yang dicangkup lafadz Amm. Dan mukhasis adalah ada kalanya ia muttasil,


(19)

yaitu yang antara amm dengan mukhasis tidak dipisahkan oleh suatu hal, dan ada kalanya ia munfasil yaitu kebaikan dari muthasil.

Mukhasis muttasil ada lima:

1) Istisna (pengecualian ). Al maidah : 33-34 2) Sifat . An nisa : 23

3) Syarat. An nur: 33

4) Gayah (batasan sesuatu). Al baqarah : 196 5) Badal ba'dmin kull. Ali imran : 97

Sedangkan mukhasis munfasil adalah mukhasis yang di tempat lain, baik ayat, hadist maupun qiyas.

Tahsis sunnah dengan Qur'an

Separti hadist tentang " apa saja yang dipotong dari binatang terak sedang ia masih hidup, maka ia adalah bangkai.( Abu daud dan tirmidzi)

Hadist ini di tahsis oleh ayat ( an nahl : 80 ).

Para ulama berbeda pendapat tentang sah tidaknya berhujah dengan lafad amm yang sudah di tahsis, juga terhadap sisanya.

Pendapat yang dipilih Ahli Ilmu menyatakan "sah berhujah dengan amm terhadap apa (makna yang termasuk dalam ruang lingkupnya) yang diluar katagori yang di khususkan.

Cakupan khitab

Ulama berselisih pendapat tentang khitab yang ditujukan khusus untuk nabi apakah ia mencakup seluruh umat atau tidak?

1) Segolongan ulama berpendapat, mencakup seluruh umat karena Rasulullah adalah panutan (qudwah) mereka.

2) Golongan lain berpendapat, tidak mencakup mereka, karena sighatnya menunjukan kehususan bagi Rasulullah.

Sama halnya tentang lafadz ya ayuhannas atau ya ayuhalladzina amanu. Maka pndapat yang shahih khitab itu mencakup rasulullah juga mengingat maknanya yang umum.

NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR'AN

A. Definisi Dan Syarat-Syaratnya

Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan) atau memindahkan sesuatu dan mengalihkannya dari satu kondisi ke kondisi lain. Sementara ia sendiri tetap seperti sedia kala. Sedang secara istilah adalah seruan pembuat syari'at yang menghalangi keberlangsungan hukum seruan pembuat syari'at sebelumnya yang telah ditetapkan. Adapun nasikh

(penghapus), kadang digunakan untuk menyebut Allah.

Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan. Seperti hukum iddah setahun penuh bagi wanita yang ditingggal mati suaminya. Dalam naskh, hukum yang dinaskh secara syar'I wajib ditunjukkkan oleh dalil yang menjelaskan dihilangkannya hukum secara syar'I, yang datangnya setelah khitab yang hukumnya dinaskh.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut:


(20)

1) Hukum yang dimansukh adalah hukum syara'.

2) Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar'I yang datang lebih kemmudian dari khitab yang hukumnya mansukh.

3) Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh.2

B. Dalil-dalil Mengenai Keberadaan Naskh Allah swt berfirman:

"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." Qs. Al-Baqarah: 106

"Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai

penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui." (Qs. An-Nahl: 101)

C. Proses Terjadinya Naskh Dan Pembagian Naskh 1) Naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an

Bagian ini disepakati kebolehannya dan telah terjadi dalam pandangan mereka yang mengatakan adanya naskh. Misalnya, naskh hukum iddah selama satu tahun, telah dinaswkh dengan hukum iddah selama empat bulan 10 hari.

"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. Al-Baqarah: 240)

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri-isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (Qs. Al-Baqarah: 234)

2) Naskh Al-Qur'an dengan hadits a. Naskh Al-Qur'an dengan hadist ahad.

Jumhur berpendapat hal ini tidak boleh, sebab Al-Qur'an adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadits ahad dzanniy, bersifat dugaan, disamping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang maklum dengan yang dugaan.

b. Naskh Al-Qur'an dengan hadits mutawatir.

Hal ini diperbolehkan oleh Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Allah berfirman:

"Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang 2


(21)

telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Qs. An-Nahl: 44)

Sedang Imam Syafi'I, Ahli Dhahir dan Ahmad dalam riwayat yang lain menolak menolak naskh seperti ini, berdasarkan firman Allah:

"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang

sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." (Qs. Al-Baqarah: 106)

Sedang hadits tidak lebih baik dari atau sebanding dengan Al-Qur'an. 3) Naskh sunnah dengan Al-Qur'an

Jumhur ulama' membolehkannya. Seperti, masalah menghadap ke Baitul Makdis yang ditetapkan dengan sunnah dan didalam Al-Qur'an tidak terdapat dalil yang menunjukkkannya. Kemudian dinaskh oleh Al-Qur'an dengan firman Allah:

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari

Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (Qs. Al-Baqarah: 144)

Naskh yang pertama kali dalam Al-qur'an adalah naskh tentang qiblat. 4) Naskh sunnah dengan sunnah

Dalam katagori seperti ini terdapat empat bentuk. Naskh mutawatir dengan mutawatir, naskh ahad dengan ahad, naskh mutawatir dengan ahad. Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sedangkan pada bentuk keempat terjadi silang pendapat seperti halnya naskh Al-Quran dengan hadits ahad, yang tidak diperbolehkan oleh jumhur.

Hikmah Adanya Naskh Dalam Al-Qur'an 1. Memelihara kepentingan hamba.

2. Perkembangan tasyri' menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat manusia.

3. Cobaaan dan ujian bagi mukallaf untuk mengikutinya atau tidak. 4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu

beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

MUTLAQ DAN MUQAYYAD

1. DEFINISI

Mutlaq adalah lafadz yang menunjukkan sesuatu hakekat tanpa sesuatu qayyid (pembatas). Jadi ia hanya menunjukkan kepada satu indifidu tidak tertentu dari hakekat tersebut.

Muqayy ad adalah lafazh yang telah di hilangkan cakupan jenisnya, baik secara kulli maupun juz'I, atau Muqayyad adalah lafazh yang menunjukan suatu hakekat


(22)

dengan qayyid (batasan), seperti kata "raqabah" (budak) yang dibatasi dengan iman dalam ayat:

"(hendaklah) ia memerdekakan budak beriman." {Qs. An-Nisa': 92}

2. MACAM-MACAM MUTLAQ DAN MUQAYYAD DAN STATUS HUKUMNYA MASING-MASING

Mutlaq dan muqayyad mempunyai bentuk-bentuk aqliyyah dan sebagian realitas bentuknya kami kemukakan sebagai berikut:

a) Sebab dan hukumnya sama.

Misalnya "puasa" untuk kafarah sumpah. Lafazh itu dalam qira'ah mutawatir yang terdapat dalam mushaf di ungkapkan secara mutlaq:

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah-sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)." {Qs. Al-Ma'idah: 89}

Dan ia muqayyad atau dibatasi dengan tatabu' (berturut-turut) dalam qira'ah Ibnu Mas'ud :

مايصف

ةاثلاث

ملايأ

تاعباتتم

"Maka kafarahnya puasa selama tiga hari berturut-turut." Dalam hal seperti ini, pengertian lafazh yang mutlaq dibawa kepada yang muqayyad (dengan arti, bahwa yang dimakdus oleh lafazh mutlaq adalah sam yang dimaksud oleh muqayyad), karena "sebab" yang satu tidak akan menghendaki dua hal yang bertentangan. Oleh karena itu segolongan berpendapat bahwa puasa tiga hari tersebut harus dilakukan secara berturut-turut. Dalam pada itu golongan yang memandang qira'ah tidak mutawatir, sekalipun masyhur, tidak dapat dijadikan hujjah, tidak sependapat golongan yang pertama. Maka dalam kasus ini di pandang tidak ada muqayyad yang karenanya lafazh mutlaq dibawa kepadanya.

b) Sebabnya sama namun hukum berbeda.

Seperti lafazh "tangan" dalam wudhu dan tayamum. Membasuh tangan dalam berwudhu dibatasi sampai dengan siku-siku. Allah berfirtman:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku." {Qs. Al-Ma'idah: 6 }

Sedang menyapu tangan dalam bertayamum tidak dibatasi, mutlaq, sebagaimana di jelaskan dalam firman-Nya:

"Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu." {Qs. Al-Ma'idah: 6 }

Dalam hal ini ada yang berpendapat, lafazh yang mutlaq tidak dibawa kepada yang muqayyad karena berlainan hukumnya. Namun al-Ghayali menukil dari ulama' Syafi'I bahwa mutlaq di sini dibawa kepada muqayyad mengingat "sebab"nya sama sekalipun berbeda hukumnya.


(23)

Dalam hal ini ada dua bentuk:

Pertama, taqyid atau batasannya hanya satu. Misalnya, pembebasan budak dalam hal kafarah. Budak yang dibebaskan disyaratkan harus budak "beriman" dalam kafarah pembunuhan tak senganja. Allah berfirman:

"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah (dengan memberi maaf). Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman." {Qs. An-Nisa': 92}

Sedangkan dalam kafarah dhihar ia diungkapkan secara mutlaq:

"Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." {Qs. Al-Mujadalah: 3}

Kedua, taqyidnya berbeda-beda. Misalnya, "puasa kafarah" ia ditaqyidkan dengan berturut-turut dalam kafarah pembunuhan. Firman Allah:

"Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." {Qs. An-Nisa': 92} Demikian juga dalam kafarah dhihar, sebagaiman dalam firman-Nya:

"Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur." {Qs. Al-Mujadalah: 4} d) Sebab berbeda dan hukumpun berlainan

Seperti, "tangan" dalam berwudhu dan dalam kasus pencurian. Dalam berwudhu, ia dibatasi sampai dengan siku, sedang dalam pencurian di mutlaqkan, tidak dibatasi. Firman Allah:

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." {Qs. Al-Ma'idah: 38}

Dalam keadaan seperti ini, mutlaq tidak boleh dibawa kepada muqayyad karena "sebab" dan "hukum"nya belainan. Dalam hali ini tidak ada kontradiksi (ta'arud) sedikitpun.

MANTUQ DAN MAFHUM

Definisi Mantuq. 1. Secara bahasa.

Secara bahasa manthuq diambil dari kata An Nathq (قطنلا), yaitu berbicara. Maka manthuq adalah sesuatu yang dibicarakan.


(24)

Secara istilah mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafadz menurut ucapannya, yakni penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan.

Macam-Macamnya.

a) Dzahir.

Secara bahasa: Al-Wadih (jelas). Adapun secara istilah dzahir adalah yang jelas maksudnya dengan sendirinya, tanpa memperhatikan unsur dari luar, dan apa yang dimaksud bukan maksud asli dari siyaq kalamya.

Sebagaimana firman Allah swt:

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa': 3)

Ayat ini dari Dzohir lafadznya bermakna jelas yang langsung bisa dipahami yaitu memperbolehkan kawin dengan wanita yang dihalalalkan. Dengan konteks kalimat; "Fankihu maa thaaba lakum minannisa(maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ) . tetapi makna ini bukan menjadi maksud asal dari susunan kata-katanya(siyakul kalam), karena maksud asalnya adalah membatasi jumlah istri maksimal empat atau hanya satu .

Hukum dzahir.

1. Dzahir memungkinkan untuk ditakwikan, atau merubah dari makna dzahir kepada makan yang lain. Seperti mengkhususkan yang umum, atau membatasi yang mutlak. Begitu juga memungkinkan bermakna majazi atau selainnya.

2.

Wajib di amalkan sesuai dengan makna Dzahirnya selama tidak ada dalil yang menyelisihinya, atau mentakwikan dari makna dzahirnya. Karena tidak ada perubahan lafadz dari dzahirnya kecuali dengan dalil.menuntut untuk mengamalkan dengan selain yang dzahir.

3. Nash.

Nash adalah lafadz yamg bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas(sarih) tidak mengandung makna lain.

Sebagaimana Firman Allah :

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera ( Qs.An-Nuur:2)

Penyifatan "seratus jilidan" menunjukan lafadz yang berbentuk nash yang tidak menerima kemungkinan makna lain.

Hukum nash.

Nash sama dengan zhahir. Artinya ia wajib diamalkan sesuai dengan nashnya dan para fuqoha' mengatakan: "Setiap nash di dalam Al-Qur'an dan As-sunnah selalu berbentuk ijma' maksudnya tidak di ragukan lagi akan wajibnya beramal dengannya .


(25)

Isyarah adalah lafadz yang menunjukkan makna yang tidak dimaksud pada mulanya.

Menurut Dr. Sulaiman Al Asyqar, isyarah adalah lafadz yang dipahami diluar apa yang dimaksudkan oleh mutakalim(yang berbicara), siyaq kalam tidak dimaksudkan untuk, tapi mengikuti maksud dari perkataan.

Misalnya dalam firman Allah:





















































































: )   

(

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur denga istri-istri kamu, mereka adalah pakaian bagi kamu dan kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepada kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapka Allah untukmu, dan makan dan minumlahhingga jelas bagi kamu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…" ( Al-Baqarah: 187)

Maksudnya ayat ini menunjukan syahnya puasa bagi orangyang pagi-pagi masih daklam keadaan junub sebab ayat ini membolehkan bercampur sampai dengan terbit fajar, sehingga tidak ada kesempatan untuk mandi. Keadaan demikian menuntut atau memaksa kita pagi-pagi dalam keadaan junub. Membolehkan malakukan penyebab sesuatau berarti membolehkan pula meklakukan sesuatu itu. Maka membplehkan bersetubuh sampai pada bagian waktu terakhir dari mlam yang tidak ada lagi kesempatan untuk mandi sebelum terbit fajar, berarti membolehkan pula pagi-pagi dalam keadaan junub.

Hukum isyarah.

Al Mulakhusru berkata:"Penunjukkan dalil dengan isyarah adalah qath'i(tegas) secara mutlak."

Mafhum

A. Definisi Mafhum

Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafal tidak berdasarkan pada bunyi ucapan.

B. Mafhum Muwafaqah

Dan mafhum terbagi menjadi dua bagian, pertama; Mafhum Muwafaqah. Adalah mafhum yang hukumnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak disebutkan sama dengan hukum yang disebutkan dalam lafal.

C. Pembagian Mafhum Muwafaqah

Mafhum muwafaqah terbagi menjadi dua. Pertama; Fahwal Khithab; Yaitu apabila makna yang dipahami itu lebih harus diambil hukumnya daripada mantuq. Misalnya seperti terdapat pada sebuah ayat,


(26)

 … 

"… Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"…"

Mantuqnya ayat di atas adalah haramnya mengatakan "ah", oleh karena itu keharaman mencaci maki dan memukul lebih pantas diambil karena keduanya lebih berat.

Kedua; Lahnul Khithab; Yaitu apabila hukum mafhum sama dengan hukum mantuq. Misalnya dalam firman Allah,

 

"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."

Ayat di atas menunjukkan pula keharaman membakar harta anak yatim atau menyia-nyiakannya dengan cara pengrusakan yang bagaimanapun juga. Dalalah demikian disebut lahnul khithab karena ia sama nilainya dengan memakannya sampai habis.

Kedua mafhum ini disebut mafhum muwafaqah karena makna yang tidak disebutkan itu hukumnya sesuai dengan hukum yang diucapkan, meskipun hukum itu memiliki nilaitambah pada yang pertama dan sama pada yang kedua.

D. Mafhum Mukhalafah

Kedua; Mafhum Mukhalafah. Mafhum yang lafalnyamenunjukkan bahwa hukum yang tidak disebutkan berbeda dengan hukum yang disebutkan. Atau bisa juga diartikan hukum yang berlaku berdasarkan mafhum yang berlawanan dengan hukum yang berlaku pada manthuq.3 Allah Taala berfirman,

  ..

"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir."4

Bunyinya adalah haramnya darah yang mengalir. Sedangkan halalnya darah yang tidak mengalir adalah mafhum mukhalafah (pengertian kabalikan) dari bunyi nash dan untuk ini tidak ada petunjuk dari ayat, tetapi diketahui dari hukum asal mubah atau dengan dalil syara' yang lain. Seperti sabda Rasulullah Saw,

ت

ت للححأ

أ

م

ت ك

كأ لل

ن

ح اتلتليتمل

،ن

ح املدلول

اممأل

ن

ح اتلتليتمللات

ك

أ املس

م لافل

دأرلجللتاول

اممألول

ن

ح املدملا

دأبحك

ل لتافل

أ احلط

ط لاول

"Dihalalkan bagimu dua bangkaidan dua darah; Dua bangkai adalah ikan dan belalang, sedang dua darah adalah hati dan limpa."

E. Pembagian Mafhum Mukhalafah

Pembagian yang bisa digunakan sebagai hujah adalah konotasi terbalik dari hal berikut ini.

1. Mafhum Washfy (pemahaman dengan sifat)

Misalnya firman Allah Ta'ala dalam menjelaskan wanita yang haram untuk dinikahi;

3


(27)

....

 .... 

"… (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)…"5

Mafhum mukhalafahnya adalah istri anak-anak yang bukan kandung, seperti anak sesusuan. Sabda Rasulullah saw.

ي

ت فح

ةحملئحاس

م لا

.ةةاكلزل

"Pada binatang yang digembalakan itu ada kewajiban zakat.

Mafhum mukhalafahnya ialah binatang yang diberi makan, bukan digembalakan yang tidak perlu dibayar zakat.

2. Mafhum ghayah (pemahaman dengan batas akhir) Misalnya Allah Ta'ala berfirman,

 .

"… Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar..." 6

Mafhum mukhalafahnya adalah bila benang putih itu sudah nampak maka tidak boleh untuk makan dan minum yang berarti sudah muncul fajar.

3. Mafhum syarat (pemahaman dengan syarat) Seperti firman Allah,

... 

"… Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."7

Mafhum mukhalafahnyayaitu apabila isteri itu tidak dengan senang hati menyerahkan sebagian maskawinnya.

4. Mafhum 'Adad (pemahaan dengan bilangan) Seperti firman Allah,

 .... 

"…Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari…" 8

Mafhum mukhalafahnya adalah kurang atau lebih dari tiga hari. 5. Mafhum laqab (pemahaman dengan julukan

Seperti firman Allah Ta'ala:

دأممحلمأ

ل

أ وتس

أ رل

هحللا

"Muhammad adalah utusan Allah."

Mafhum mukholafahnya adalah selain muhammad. seperti sabda Nabi yang berbunyi:

ي

ت فح

رطبألتا

ةةقلدلص

ل

"Pada gandum itu ada kewajiban zakat.”

Mafhum mukholafahnya adalah selain gandum.

Para ulaman ushul fikih sepakat untuk tidak menggunakan mafhum mukholafah nash bukan sebagai dalil pada suatu contoh dan sebagai dalil pada contoh yang

5 (Qs. An-Nisa, 4:23)

6 (Qs. Al-Baqarah, 2:187) 7.(Qs. An-Nisa, 4:4) 8 (Qs. Al-Baqarah, 2:196)


(28)

lain. Tetapi mereka berbeda pendapat bila menggunakan mafhum mukholafah nash sebagai dalil satu contoh saja.

6. Mafhumul Hashr (Pemahaman dengan pembatasan). Allah Ta'al berfirman,



"Hanya Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan."9

Mafhumnya ialah bahwa selain Allah tidak disembah dan tidak dimintai

pertolongan, oleh karena itu ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Dia lah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan.

7. Mafhumul Hashr bi illa (Pemahaman untuk membatasi dengan kata Illa).

Contoh, kalimat







 

bentuk dari kalimat ini adalah meniadakan

tuhan-tuhan dari berhala dan selainnya dan mafhumnya adalah menetapkan ketuhan-tuhanan Allah. Inilah pembagian pemahaman yang paling kuat dari yang lainnya.10

F. Kehujahan Mafhum

Berhujjah dengan mafhum masih diperselisihkan. Menurut pendapat paling shahih, mafhum-mafhum tadi dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil/argumentasi) dengan beberapa syarat.

G. Syarat Kehujahan Mafhum

A. Apa yang disebutkan bukan dalam kerangka kebiasaan yang umum maka kata-kata yang ada dalam dalam pemeliharaan yang terdapat dalam ayat ;



"Dan anak-anak perempuan dari isteri-isterimu yang ada dalam

pemeliharaanmu."11 tidak ada mafhumnya, (maksudnya ayat ini tidak dapat

difahami bahwa anak tiri yang tidak dalam pemeliharaan ayah tirinya boleh dinikahi) sebab pada umumnya anak-anak perempuan isteri itu berada dalam pemeliharaan suami.

B. Apa yang disebutkan itu tidak untuk menjelaskan suatu realita. Maka tidak ada mafhum bagi firman Allah:

 … 

"Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya

perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.”12

Sebab dalam kenyataan tuhan manapun selain dari Alalh tidak ada dalilnya, Jadi kata-kata "padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang hal itu" adalah suatu sifat yang pastiyang didatangkan untuk memperkuat realita dan untuk menghinakan orang yang menyembah tuhan selain Allah, bukan untuk pengertian bahwa

menyembah tuhan-tuhan itu boleh asal dapat ditegakkan dengannya dalil.

9 (Qs. Al-Fatihah, 1:5)

10

11 (Qs. An-Nisa, 4:23)


(1)

Ta'wil secara bahasa: kembali ke asal Secara istilah memiliki dua makna :

a. Suatu makna yang padanya mutakalim mengembalikan perkataanya atau suatu makna yang kepadanya suatu kalam di kembalikan.

b. Menafsirkan dan manjelaskan maknanya. Perbedaan antara tafsir dan ta'wil

a. Bila kita berpendapat "ta'wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelasakan maknanya. "Maka ta'wil dan tafsir adalah dua kata yang berdekatan dan satu sama maknanya.

b. Bila kita berpendapat "ta'wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan. "Maka taa'wil dari thalab adalah esensi dari perbuatan yang dituntut itu sendiri dan ta'wil khabar adalah esensi dari suatu yang dimaksud.

c. Tafsir adalah apa yang jelas dalam kitabullah atau pasti dalam sunah shahih karena maknanya yang gamblang dan jelas. Dan takwil lebih banyak dipakai dalam menjelaskan makna dan susunan kalimat.

Keutamaan tafsir

Tafsir merupakan ulmu syariat yang paling agung dan tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obyek pembahasan dan tujuannya serta dibutuhkan.

Syarat-syarat dan adab mufasir

a. Aqidah yang benar. b. Bersih dari hawa nafsu.

c. Lebih mendahuluka tafsir Qur'an dengan Qur'an dalam mentafsirkan. d. Mencari penafsiran dari sunnah.

e. Bila tidak di dapatkan dari sunnah maka dengan pendapat para sahabat.

f. Menggunakan pendapat tabiin bila tidak mendapatkan dari tiga sumber diatas. g. Pengetahuan bahasa arab dan cabangnya.

h. Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Qur'an. i. Pemahaman yang cermat.

Adab-adab mufaasir

a. Berniat baik dan bertujuan benar. b. Berakhlaq baik.

c. Taat dan beramal.

d. Berlaku jujur dan teliti dalam penukilan. e. Tawadu' dan lemah-lembut.

f. Berjiwa mulia.

g. Vokal (lugas ) dalam menyampaikan kebenaran. h. Berpenampilan baik.

i. Bersikap tenang dan mantap.

j. Mendahulukan yang lebih utam darinya.

k. Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara baik.


(2)

Anjuran untuk membaca Al Qur'an

Membaca Al Qur'an adalah salah satu sunnah dalam Islam dan dianjurkan memperbanyaknya agar setiap Muslim hidup kalbunya dan cemerlang akalnya karena mendapat siraman cahaya Kitab Allah yang dibancanya. Tentang hal ini Ibnu 'Umar telah meriwayatkan sebuah hadits Rasulllah :

"Tidak diperbolehkan iri (kepada seseorang) kecuali dalam dua hal, yaitu orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta lalu digunakannya (di jalan yang diridhai Allah) di waktu malam maupun siang. Dan orang yang diberi Allah Kitab Suci lalu ia membacanya di waktu malam dan siang”. HR. Bukhari dan Muslim.

Membaca Al Qur'an dengan niat ikhlas dan maksud baik adalah suatu ibadah yang karenanya seorang Muslim mendapatkan pahala. Ibnu Mas'ud meriwayatkan : "Bahwa Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat." HR. At Tirmidzi.

Dalam sebuah hadits Abu Umamah, ditegaskan :

"Bacalah Al Qur'an ! Karena pada hari Kiamat ia akan datang sebagai penolong bagi pembacanya." HR. Muslim.

Adab dalam membaca Al Qur'an

Dianjurkan bagi orang yang membaca Al Qur'an memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Membaca Al Qur'an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadats.

2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Al Qur'an.

3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat. 4. Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membacanya.

5. Membaca ta'awwudz pada permulaannya, berdasarkan firman Allah, "Apabila kamu membaca Al Qur'an hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." QS. An Nahl : 98. Bahkan sebagian Ulama

mewajibkan membaca ta'awwudz ini.

6. Membaca basmalah pada permulaan setiap surat, kecuali surat Al Bara'ah, sebab basmalah termasuk salah satu ayat Al Qur'an menurut pendapat yang kuar.

7. Membacanya dengan tartil yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang serta memberikan kepada setiap huruf akan haknya seperti panjang dan idgham. Allah berfirman, "Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (QS. Al Muzammil : 4.

8. Memikirkan ayat-ayat yang dibacanya. Cara pembacaan seperti inilah yang sangat dikehendaki dan dianjurkan, yaitu dengan mengkonsentrasikan hati untuk memikirkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya dan berinteraksi kepada setiap ayat dengan segenap perasaan dan

kesadarannya baik ayat itu berisikan do'a, istighfar, rahmat maupun adzab. 9. Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Al Qur'an, yang berhubungan dengan

janji maupun ancaman, sehingga merasa sedih dan menangis ketika membaca ayat-ayat yang berkenaan dengan ancaman karena takut dan ngeri. Allah berfirman : "Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." QS. Al Isra' : 109.


(3)

10. Membaguskan suara dengan membaca AL Qur'an, karena al Qur'an adalah hiasan bagi suara dan suara yang bagus lagi merdu akan lebih berpengaruh dan meresap dalam jiwa. Dalam sebuah hadits dinyatakan : "Hiasilah Al Qur'an dengan suaramu yang merdu." HR. Ibnu Hibban dan lain-lain.

11. Mengeraskan bacaan Al Qur'an karena membacanya dengan suara jahar lebih utama. Di samping itu, juga dapat membangkitkan semangat dan gelora jiwa untuk lebih banyak beraktivitas, memalingkan pendengaran kepada bacaan Al Qur'an dan membawa manfaat bagi para pendengar serta mengkonsentrasikan segenap perasaan untuk lebih jauh memikirkan, memperhatikan dan

merenungkan ayat-ayat yang dibaca itu. Tetapi bila dengan suara jahar itu dikhawatirkan timbul rasa riya', atau akan menggangu orang lain, seperti mengganggu orang yang shalat, maka membaca Al Qur'an dengan suara rendah adalah lebih utama. Bersabda Rasulullah, "Allah tidak mendengarkan sesuatu selain suara merdu Nabi yang membacakan Al Qur'an dengan suara jahar." HR. Bukhari dan Muslim.

12. Para Ulama berbeda pendapat tentang membaca Al Qur'an dengan melihat langsung pada Mushaf dan membacanya dengan hafalan. Manakah yang lebih utama?

Perkembangan tafsir

Tafsir pada masa Nabi saw dan Sahabat:

Para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an pada masa ini berpegang pada: 1. Al-Qur'an karim

2. Nabi saw beliaulah yang bertugas sebagai penjelas tentang Al-Qur'an. 3. Pemahaman dan ijtihat.

Penafsiran pada masa tabiin Pada masa ini berberpegang pada:

a. Al Qur'an

b. Keterangan sahabat yang bersumber dari nabi

c. Penafsiran sahabat yang berupa penafsiran mereka sendiri

d. Keterangan tabiin dari ahli kitab yang bersumber dari isi kitab mereka e. Ijtihad dan pertimbangan nalar mereka

Syekh Muhammad Husain Adz-Dzahabi berkata: "Dalam memahami kitabullah para tabi'in berpegang pada apa yang ada dalam Al-Qur'an itu sendiri, keterangan yang mereka riwayatkan dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah saw, penafsiran yang mereka terima dari parasahabat yang berupa penafsirang mereka sendiri, keterangan yang diterima dari para tabi'in dari ahli kitabyang bersumber dari isi kitab mereka dan ijtihad seerta pertimbangan nalar mereka terhadap kitabbullah sebagaimana yang telah di anugrahkan Allah kepada mereka."

Tafsir pada masa perubahan

a. Penulisan tafsir belum dipisahka secara khusus dan hanya memuat tafsir Qur'an, sunah dari sunah, ayat demi ayat dari awal Qur'an sampai akhir. b. Penulisan tafsir secara khusus dan idepanden serta menjadaikanya terpisah

dari hadist. Qur'an mereka tafsirkan secara sistimatis sesuai tertibmushaf. Dan terkadang disebutkan pentarjihnya, penyimpulan suatu hukum dan penjelasan I'rab yang dibutuhkan.


(4)

c. Muncul sejumlah mufasir yang aktifitasnya tidak lebih dari batas-batas tafsir bil ma'sur. Tetapi dengan meringkas sanad dan menghimpun bebagai pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya.

d. Masing-masing mufasir memenuhi tafsirnya hanya dengan ilmu yang paling mereka kuasai tanpa memperhatikan ilmu-ilmu yang lain.

e. Penulisan tafsir dengan cara meringkasnya di suatu saat dan memberikan komentar disaat yang lain. Keadaan demikian terus berlanjut hingga lahirnya metode tafsir modern yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan kontemporer disamping berupaya menyingkap asas-asas kehidupa, prinsip-prinsip tasyri dan pengetahuan ilmiyah.

Tafsir tematik

Yaitu tafsir yang mengkaji masalah-masalah kehusus berjalan beriringan dengannya. Seperti Tibyan Fi Aqsamil Qur'an karya Ibnu Qayim dll.

Tabaqat mufasirin

1. Mufasir dari kalangan sahabat. 2. Mufasir dari kalangan tabiin.

3. Generasi berikutnya yang menghimpun pendapat para sahabat dan tabiin.

4. Generasi berikutnya yang memuat dalam tafsir-tafsir mereka riwayat yang disandarkan pada tiga generasi.

5. Generasi berikutnya yang menyusun kitab-kitab tafsir dengan keterangan-keterangan berguna yang di nukil dari para pendahulu nya.

6. Mufasir mutakhirin mereka meringkas sanad-sanad riwayat dan mengutip pendapat secara khusus

7. Setiap mufasir memasukan begitu saja kedalam tafsir pendapat yang diterima dan apa saja yang terlintas dalam pikiran yang dipercayainya.

8. Banyak para mufasir yang mempunyai berbagai keahlian dalam berbagai disiplin ilmu . mereka memenuhinya dengan cabang ilmu tertentu dan hanya membatasi pada ilmu yang dikuasainya.

9. Mufasir menempuh cara-cara modern dengan memperhatikan uslub dan kehalusan ungkapan serta dengan menitik beratkan kepada aspek-aspek sosial, pemikiran kontemporer dan aliran-aliran modern, sehingga lahirlah tafsir bercorak sosial sastra.

Tafsir Bil Ma’tsur Dan Bir Ro’yi

Tafsir bil ma'tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah, al-Qur'an dengan perkataan para sahabat, dan penafsiran Al-Qur'an dengan perkataan para tabi'in.

Status tafsir bil ma'tsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani karena ia adalah jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan yang paling aman untuk menjaga diri dari ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami kitabullah.

Tafsir bil Ra'yi adalah tafsir yang di dalamnya menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan yang di dasarkan pada ra'yu saja.


(5)

Status tafsir ini adalah haram dan tidak boleh dilakukan.

Tafsir isyari adalah tafsir yang setiap ayat mempunyai makna dhahir dan bathin. Tafsir yang dilakukan kelompok sufi yang mendakwakan bahwa riyadhah

(latihan) rohani yang dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan menyampaikannya ke suatu tingkatan dimana dia dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus yang terletak di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an dan akan tercurah pula ke dalam hatinya dari limpahan ghaib.

Ibnu Qayyim berkata: "Penafsiran yang gdilakukan orang-orang berkisar pada tiga hal pokok:

1. Tafsir mengenai lafadz, yaitu yang diakukan para mutaakhirin 2. Tafsir tentang makna, yaitu yang di kemukakan kaum salaf

3. Tafsir tentang isyarah, yaitu yang ditempuh oleh ahli sufi dan lain-lainnya. Tafsir terakhir ini tidak dilarang asalkan memenuhi empat syarat:

a. Tidak bertentangan dengan dhahir ayat b. Maknanya shahih

c. Pada lafadz yang ditafsirkan terdapat indikasi bagi (makan isyari) tersebut d. Antara makna isyari dengan makna ayat terdapat hubungan yang eraat. Apabila keempat syarat ini terpenuhi maka tafsir mengenai isyarat itu merupakan istinbat yang baik.

Gharaibu Tafsir (tafsir yang janggal).

Para mufasir macam ini mereka tampil dengan membawa kesesatan yang dipandang hina oleh akal. Berikut ini sejumlah keanehan tersebut:

1. Pendapat tentang alif lam min. Alif (ialah Allah sangat menyayangi) lam (Muhamad dicela ) dan lam di ingkari oleh orang-orang yang menentang. 2. Pendapat tentang ha mim 'ain shad. Ha adalah pertempuran antara Ali dan

Muawiyah, mim kekuasaan Marwan bin Umayah. “ain” kekuasan Abasiyah “Sin” kekuasaan golongan sufyaniyah dan Qaf adalah kepemimpinan Al Mahdi. Dll

Kitab-Kitab Tafsir Yang Terkenal

Kitab tafsir bil ma'tsur

a) Tafsir Ibnu Abbas b) Tafsir Ibnu Uyainah

c) Tafsir Abu Syaih bin hibban d) Tafsir Ibnu Atiyah

e) Tafsir Abu Lais As-Samarqandi (bahrul ulum)

f) Tafsir Abu Ishaq ((al-Kasfu wal bayan an tafsiril qur'an) g) Tafsir Ibnu jarir at-Tahbari (jamiul bayan fie tafsiril qur'an) h) Tafsir Ibnu Abi Syaibah

i) Tafsir Al-Baaghawi (ma'alimul tanzil)

j) Tafsir Abil fida' Al-Hafidz Ibnu katsir (tafsir qur'an adzim) k) Tafsir As-Sya'labi (al-Jawahirul hisan fi tafsiril qur'an)

l) Tafsir Jalaluddin asy-Syuyuti ( ad-Durrul mansur fi tafsiril bil mantsur) m) Tafsir Asy-Syaukani (fathul qadir)


(6)

Kitab tafsir bil ra'yi

a) Tafsir Abdurrahman bin Kisan Al-aslam. b) Tafsir Abu Ali Al-Juba'i.

c) Tafsir Abdul Jabbar. d) Tafsir Az-Zamakhsyari.

e) Tafsir Fakhruddin Ar-Razi (mafatihul ghaib). f) Tafsir Ibnu Furaq.

g) Tafsir An-nasafi (madarikut tanzil wa haqa'iqut ta'wil). h) Tafsir Al-Khazin (lubabut ta;wil fi ma'ani tanzil). i) Tafsir Abu Hayyan (al-Bahrul muhid).

j) Tafsir Al-Baidhawi (anwarul tanzil wa asrarut takwil). k) Tafsir Al-Qurtubi (al-jami li ahkamil qur'an).

l) Tafsir Abus su'ud (irsyadul aqlis salim ila mazayal kitabil karim). m) Tafsir Al-Alusi (ruhul ma'ani fi tafsiril qur'anil adzim was sab'ii matsni). Kitab-kitab yang terkenal di abad modern:

1. Al Jawahir fi tafsiril Qur'an, oleh syaikh At Thantawi Jauhari. 2. Tafsir Al Manar, oleh Sayid Muhamad Rasid Ridha.

3. Fi zilalil Qur'an.

4. Tafsir al bayani lil Qur'anil karim, oleh a'isyah Abdurrahman binti Asy syati'. Tafsri Fuqaha

1. Ahkamul qur'an oleh al jasas

2. Ahkamul qur'an oleh al kaya al haris (manuskrip)

3. Ahkamul qur'an oleh ibnu a'rabi

4. Al jamil li ahkamil qur'an

5. Al iklil fi istinbati tanzil oleh al qurtubi

6. At tafsiraratul ahmadiyah fi bayanil ayatisi syariyah oleh maula geon

7. Tafsiru ayatil ahkam oleh syaikh mana al aqathan 8. Adwul bayan, oleh syaikh muhammad asy syanqiti

دمحلا

هلل

بر

نيملاعلا

دق

ىهتنا

ثحبلا