ULUMUL QURAN (2)

(1)

Hikmah Diturunkannya al-Qur’an

Secara Bertahap

Dengan adanya pembagian al-Qur’an kepada Makkiy dan Madaniy diketahui bahwa ia diturunkan kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam secara bertahap. Turunnya ayat dengan cara ini memiliki hikmah yang banyak sekali, diantaranya:  Memantapkan hati Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam sebagaimana firman

Allah Ta’ala (artinya),

“Berkatalah orang-orang kafir, Mengapapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’, demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (Q.s.,al-Furqân:32)

Maksud “demikianlah” diatas adalah demikianlah kami menurunkannya secara bertahap.

 Memudahkan manusia untuk menghafal, memahami dan

mengamalkannya, sebab ia dibacakan kepada mereka sedikit demi sedikit. Hal ini sebagaimana firman Allah (artinya),

“Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.s.,al-Isrâ`:106)

 Memompa semangat untuk menerima ayat al-Qur’an yang diturunkan, sekaligus melaksanakannya sebab manusia jadi sangat merindukan turunnya ayat tersebut, apalagi bila memang kondisinya sangat

membutuhkan hal itu sebagaimana yang terjadi dengan ayat-ayat tentang kisah berita bohong (Hadîts al-Ifk) dan masalah Li’ân.

 Menggodok syari’at secara bertahap hingga mencapai kualitas yang sempurna sebagaimana yang terdapat di dalam ayat-ayat tentang Khamar dimana orang-orang sebelumnya dibesarkan dalam kondisi seperti itu dan sudah terbiasa dengannya. Tentunya, amat sulit bagi mereka untuk

menghadapi larangan secara tegas (total), karenanya pertama kali ayat yang turun tentangnya adalah firman-Nya (artinya),

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:”Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (Q.s.,al-Baqarah: 219) Kandungan ayat ini memberikan persiapan diri untuk menerima


(2)

pengharamannya sebab hal yang masuk akal adalah tidak mungkin melakukan sesuatu yang dosanya lebih besar ketimbang manfa’atnya. Kemudian barulah turun tahapan kedua, yaitu firman-Nya (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (Q.s.,an-Nisâ`:43)

Kandungan ayat ini memberikan latihan untuk meninggalkannya pada saat-saat tertentu (sebagian waktu), yaitu waktu-waktu shalat saja.

Kemudian turunlah tahapan terakhir (final), yaitu firman-Nya (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan,[90]. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu),[91]. Dan ta’atlah kamu kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”[92] (Q.s.,al-Mâ`idah:90-92)

Kandungan ke-tiga ayat ini adalah larangan secara tegas dan total terhadap khamar untuk setiap waktu, setelah sebelumnya jiwa dipersiapkan dahulu, lalu dilatih untuk untuk tidak melakukannya pada sebagian waktu.

(SUMBER: Ushûl Fi at-Tafsîr karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn, h.18-19)

HIKMAH DITURUNKANNYA AL-QUR’AN SECARA BERANGSUR-ANGSUR

Mar 25

Posted by ADMIN


(3)

Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sekaligus satu kitab. Tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat, ayat-perayat menurut tuntutan peristiwa yang melatarinya. Lantas apa hikmahnya? Hikmah atau tujuannya ialah:

1. Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam . Firman-Nya:

“Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Al-Furqaan: 32)

Kata Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya, tidak. Lantas apa rahasia dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam . Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu saat-saat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau dengan Jibril.

2.Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi) sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.

3.Supaya mudah dihapal dan dipahami. Memang, dengan turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang-orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu; Qur’an turun secara berangsur-angsur tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang, ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan langsung dalam


(4)

“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)

4.Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat

mengamalkannya. Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat Qur’an. Apalagi pada saat memerlukannya karena ada peristiwa yang sangat menuntut penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah bunda Aisyah, dan ayat-ayat tentang li’an.

5.Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur; yakni dimulai dari maslaah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah masalah Iman, maka pertama kali yang dipriorotaskan oleh Al-Qur’an ialah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitbnya, para rasulnya, iman kepdaa hari akhir, kebangkitan dari kubur, dan surga neraka. Hal itu didukung dengan dalil-dalil yang rasional yang tujuan untuk mencabut

kepercayaan-kepercayaan jahiliyah yang berpuluh-puluh tahun telah menancap di hati orang-orang musyrik untuk ditanami/diganti dengan benih-benih akidah Islamiyah.

Setelah akidah Islamiya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah

menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan, darah/pembunuh dan sebagainya.

Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam

perjuangan ini. Mari kita simak contoh-contoh di bawah ini:

1. Surat Al An’am adalah surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya

menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan apa yang halal dan haram, firman:

“Katakanlah: “Marilah saya bacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat


(5)

baiklah kepada kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang akan memberi rizki kamu dan mereka.” (Al An’am:152)

Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:

“Jangan kau mendekati zina. Karena sesungguhnya zina satu perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.” (Al Isra:32)

Tapi, ayat-ayat yang merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di Madinah kemudian.

2. Tentang undang-undang pengharaman khamer, yang pertama kali turun ialah ayat:

“Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik …” (An-Nahl:67)

Kemudian yang turun berikutnya ialah ayat:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari pada manfaatnya.” (Al-Baqarah:219)

Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal, pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat.

“Hai orang-ornag yang beriman, janganlah kalian shalat ketika kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-Nisaa':43)


(6)

Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi,

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Oleh kraena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maidah:90)

Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, ialah apa yang dikatakan Bunda Aisyah berikut:

“Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali/masuk Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyai: janganlah kamu minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan

meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari)

((Sumber: “Pemahaman Al Qur’an”, Syaikh Muhammad Ibnu Jamil Zainu.

Penerbit: Gema Risalah Press, Bandung; Cet. Pertama: September 1997, hal.47-51))

Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Berangsur-angsur

1. Untuk Meneguhkan Hati Nabi Dalam Melakukan Tugas Sucinya.

Meski Ia dalam melakukan tugasnya menghadapi beberapa hambatan dan tantangan yang beragam macam. Demikian pula untuk menghibur Nabi pada saat-saat sedang menghadapi kesulitan, kesedihan dan perlawanan dari orangorang kafir supaya bersabar seperti sabarna rasul sebelumnya yang mempunyai keteguhan iman dan semangat.

Didalam Al-Quran di surat Yasiin ayat 75 , Surat Yunus 65 yang melarang Nabi untuk susah dan sedih karena omongan orang-orang kafir. Di surat Al-An'am ayat 34 mengingatkan Nabi bahwa para Rasul sebelumnya juga menghadapi sikap


(7)

umatnya yang berkepala batu dan memusuhinya, tetapi mereka tetap sabar, hingga ahirnya datanglah pertolongan Tuhan.

2. Untuk memudahkan Nabi dalam menghafal Al-Quran, seba Ia Ummy (tidak pandai baca dann tulis)

3. Untuk meneguhkan dan menghibur hati umat Islam yang masih hidup di masa Nabi, sebab mereka pada permulaan sudah barang tentu mengalami kepahitan dan getirnya perjuangan menegakkan kebenaran Islam bersama-sama dengan Nabi (surat An-Nur ayat 55). Demikian pula untuk meringankan bagi ummat Islam menghaflkan Al-Quran.

4. Untuk memberi kesempatan sebaik-baiknya kepada ummat Islam dalam meninggalkan sikap mental dan tradisi Jahiliyyah secara berangsur-angsur, karena mereka dan menghayati dan mengamalkan ajaran AL-Quran serta ajaran Nabi secara Step By Step. Sekiranya Al-Quran terutama mengenai hukum-hukum kewajiban dan larangan diberikan sekaligus, pasti akan mendapakan tantangan atau perlawanan yang hebat dari masyarakat yang akibatnya bisa mengganggu berhasilnya misi Nabi Muhammad.

5. Bukti yang pasti bahwa AL-Quran diturunkan dari sisi yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.

Hikmah Turunnya

Hikmah diturunkan Qur'an secara berangsur-angsur dan proses penulisan Al-Qur'an

TUGAS TERSETRUKTUR 2

1. Jelaskan hikmah diturunkanya Al-qur’an secara berangsur-angsur ! 2. Mengapa Al-qur’an tidak diturunkan sekaligus !


(8)

3. Proses penulisan qur’an ada 3 periode. Jelaskan proses penulisan Al-qur’an pada masa Rasulullah, Abu Bakar, Utsman !

4. Jelaskan penyempurnaan pemeliharaan Al-qur’an setelah Khulafaur Rasyiddin !

(1)

Hikmah-hikamah Al-qur’an diturunkan secara berangsur-angsur : 1. Memantapkan dan menguatkan hati nabi.

Ketika menyampaikan dakwah, nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang maka turunlah wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan dorongan tersendiri bagi nabi untuk terus menyampaikan dakwah. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah SWT. :

tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿwöqs9 tAÌh“çR Ïmø‹n=tã

ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd Zoy‰Ïnºur 4 y7Ï9ºx‹Ÿ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?u‘ur Wx‹Ï?ös? ÇÌËÈ

32. berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[1066] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

[1066] Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati Nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap.

2. Menentang dan melemahkan orang-orang kafir yang mengingkari Al-qur’an.

Menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan berangsur-angsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang sebanding (tidak perlu melebihi) dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.

3. Memudahkan untuk dihafal dan difahami.

Nabi Muhammad SAW sangat merindukan turunnya wahyu. Karna kerinduannya itu, suatu ketika beliau mengikuti bacaan wahyu yang disampaikan Jibril sebelum wahyu itu selesai dibacakannya. Oleh karna itu Allah berfirman :

’n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ‘,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムš ø‹s9Î) ¼çmã‹ômur ( @è%ur Éb>§‘ ’ÎT÷ŠÎ— $VJù=Ï㠁 ÇÊÊÍÈ

114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."


(9)

[946] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.

Dengan turunnya Al-qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu dan tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya serta mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata :

“pelajarilah qu’an lima ayat - lima ayat, karena Jibril biasa turun membawa Al-qur’an kepada Nabi SAW lima ayat – lima ayat”

4. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-qur’an turun).

Mangikuti setiap kejadian dan melakukan penahapan dalam penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syari’at dan akhlak mulia. Hikmah ini diisyaratkan oleh firman Allah SWT. :

$ZR#uäöè%ur çm»oYø%tsù ¼çnr&tø)tGÏ9 ’n?tã Ĩ$¨Z9$# 4’n?tã ;]õ3ãB çm»oYø9¨“tRur WxƒÍ”\s? ÇÊÉÏÈ

106. dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

5. Supaya orang-orang mukmin antusias alam menerima Al-qur’an dan giat mengamalkannya.

Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunannya karena ada peristiwa yang sangat menuntut penyelesaian wahyu.

6. Untuk meringankan Nabi dalam menerima wahyu.

(2)

Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan secara

sekaligus

?

Ada hikmah besar di baliknya. Sebenarnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun mampu menurunkannya sekaligus, namun dengan kesempurnaan hikmah dan ilmu-Nya, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dalam beberapa waktu, seperti kalam Allah:


(10)

$ZR#uäöè%ur çm»oYø%tsù ¼çnr&tø)tGÏ9 ’n?tã Ĩ$¨Z9$# 4’n?tã ;]õ3ãB çm»oYø9¨“tRur WxƒÍ”\s? ÇÊÉÏÈ

106. dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

Dengan diturunkan secara berangsur-angsur, maka akan memudahkan Al-Qur’an untuk dihafal, difahami, dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat2nya. Orang2 Arab zaman dulu umumnya tidak bisa membaca dan menulis, sehingga mereka menyimpan ilmu mereka dengan hafalan.

Ayat lain yang menjelaskan hal ini adalah di Surat Al-Furqon berikut ini: tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿwöqs9 tAÌh“çR Ïmø‹n=tã

ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd Zoy‰Ïnºur 4 y7Ï9ºx‹Ÿ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?u‘ur Wx‹Ï?ös? ÇÌËÈ

32. berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[1066] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

[1066] Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati Nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap.

Dengan turun secara berangsur-angsur, maka dapat memperkuat/memperteguh hati Rasulullah karena dakwah itu berat dan penuh rintangan. Ada ayat yang isinya berisi hiburan untuk beliau sehingga menjadi lebih sabar dan teguh dalam berdakwah.. ada yang berisi berita gembira akan kemenangan yang akan

peroleh meski keadaan saat itu sangat sulit.. ada yang berupa kisah2 para Nabi yang ternyata mendapatkan berbagai cobaan2 yang berat juga, sehingga beliau bisa mengambil ibrah dari kisah tersebut.. ada juga yang menjawab pertanyaan2 kaum musyikin Mekkah, kaum Yahudi maupun menjawab pertanyaan para

muslimin tentang beberapa hukum saat di Madinah..

Jadi, betapa indahnya dan betapa besarnya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Intinya, dalam Surat Al-Furqon di atas, tujuan

diturunkan Al-Qur’an tidak sekaligus seperti kitab sebelumnya, tapi berangsur-angsur adalah untuk MEMPERKUAT/MEMPERTEGUH/ MEMPERKOKOH HATIMU.

(3)

- Penulisan Al-qur’an semasa hidup Rasulullah SAW

Al-qur’an diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW pada


(11)

waktu itu surat Al-‘alaq ayat 1-5, ketika Nabi sedang berada digua hira’. Wahyu terakhir yaitu surat Al-Maidah ayat 3, ketika Nabi sedang melakukan haji Wada’. Semasa Nabi Muhammad hidup, beliau telah memiliki beberapa pencatat wahyu, diantaranya adalah khulafaur Rasyiddin, muawiyah, Zaid Ibnu Tsabit, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’ab dan Tsabit bin Qies. Adapun yang pertama kali menuliskan wahyu bagi Rasulullah di Makkah adalah Abdullah Ibnu Sa’ad Ibnu Abi Sarh. Sedangkan yang pertama kali menuliskan di madinah adalah Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit.

Setiap kali wahyu turun, Rasulullah memanggil beberapa sahabat dan memerintahkan salah seorang diantara mereka untuk menuliskannya dan sekaligus memberitahukan kepada mereka dimana ayat-ayat Al-qur’an yang diturunkan itu harus diletakkan.

Untuk menghindari tercampurnya Al-qur’an dengan yang lainnya, maka Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk tidak menuliskan sesuatu selain Al-qur’an. Hal ini sebagaimana hadist yang diriwayatkan imam Muslim dari Abu Sa’in Al khudri RA, bahwasannya Rasulullah bersabda : “janganlah kalian tulis sesuatu dariku. Dan barang siapa yang telah manulis dariku selain Al-qur’an hendaklah dihapus”.

Pola pengumpulan Al-qur’an masa Rasulullah adalah masih sangat

sederhana. Adapun alat tulis yang dipergunakan para sahabat pada waktu itu, antara lain: Al-riqa Jama’ dari ruq’ah (lembaran kulit, lembaran daun, lembaran kain), Al Usb (pelepah kurma), Al-Likhaf (batu-batu yang tipis), Al-Karanif

(kumpulan pelepah kurma yang lebar), Al-Aktab (kayu yang diletakkan

dipunggung unta sebagai alas untuk ditunggangi), Al-Aktaf (tulang kambing atau tulang unta yang lebar), dsb.

Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat Al-qur’an pada masa Rasulullah masih berserakan dan belum terkumpul dalam satu mushaf seperti sekarang, namun demikian semuanya telah ditulis dan mencakup tujuh huruf.

Ada beberapa sebab mengapa pada masa Nabi SAW Al-qur’an belum ditulis dan dibukukan menjadi satu mushaf, diantaranya:

1. Para penghafal dikalangan sahabat masih banyak jumlahnya,

2. Nabi masih selalu menunggu akan turunnya wahyu dari waktu ke waktu, 3. Kemungkinan adanya ayat Al-qur’an yang manasakh beberapa ketentuan hukum yang telah turun sebelumnya.

Shuhuf Al-qur’an yang masih dalam keadaan demikian itu dikumpulkan di rumah Rasulullah SAW setelah wafatnya Rasulullah, jumlah salinan Al-qur’an semakin bertambah banyak.


(12)

Ada beberapa sebab yang mengharuskan keharusan pengumpulan Al-Qur’an di masa pemerintahan ABu Bakar ra antara lain:

· Wafatnya Nabi Saw

Pengumpulan Al-Qur’an di era kenabian belum dirasa perlu mengingat Nabi masih hidup dan ada di tengah sahabat. Sehingga setiap ada permasalahan para sahabat langsung bertanya kepada Nabi Saw. Begitu pula Nabi yang ketika itu masih terus menerima wahyu dan langsung menyampaikannya kepada sahabat. Dengan kapasitas beliau yang juga bertugas sebagai kepala Negara, banyak hukum-hukum (hadist-hadist) yang beliau perintahkan. Sehingga pengumpulan Qur’an setelah wafatnya beliau menjadi prioritas utama di era pemerintahan Abu Bakar.

· Wahyu Tidak Turun Lagi

Sebab utama Al-Qur’an belum disatukan menjadi satu buku utuh di masa Nabi, disebabkan wahyu belum terputus. Dan belum merasa perlu dibukukan

menginggat wahyu belum seluruhnya turun.

Namun ketika wafat, otomatis wahyu telah sempurna diturunkan dan Nabipun telah memberi arahan sebelumnya dari mulai penempatan surat-surat atau ayat-ayat. Maka keharusan mengumpulkan wahyu dalam satu buku harus segera dilakukan agar umat berikutnya, yang tidak menyaksikan wahyu terhindar dari kekeliruan.

· Banyak Para Qari (Hufaz/Penghafal Qur’an) Yang Wafat

Terjadinya perang Yamamah (11 H) yang banyak merenggut nyawa para Qari ini menjadi sebab pula keharusan pembentukan komisi pengumpul Al-Qur’an

secepat mungkin. Karena pembukuan A-Qur’an ini harus didasarkan pada hafalan dan naskah-naskah (manuskrip) di beberapa catatan sahabat. Umar bin Khatab ra ketika itu sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia

menghadap Abu Bakar ra. dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab

peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari’.

Setelah berdiskusi panjang antara Abu Bakar dan Umar bin Khatab, akhirnya Abu Bakar menerima pandangan Umar. Dan setuju untuk membetuk tim penyusunan Al-Qur’an dan memilih Zain bin Tsabit sebagai kepala tim.

Sebab Terpilihnya Zaid Sebagai Kepala Tim

· Ia masih muda dan penuh semangat sedangkan pengumpulan Al-Qur’an adalah pekerjaan berat. Yang memerlukan tenaga dari kalangan muda dengan disiplin tinggidan etos kerja yang baik. Dan tampaknya Zaid pantas menduduki jabatam ketua tim selain Ia dikenal cerdas, pintar dan jenius.

· Ia pun dikenal sebagai pemuda yang taat, baik agamanya, amanah,


(13)

· Ia dikenal pula sebagai salah seorang pencatat wahyu di masa Nabi Saw, bahkan beliau sendiri mendiktekan wahyu itu yang ditulis sendiri oleh Zaid bin Tsabit. Selain ia seorang hafiz dan menyaksikan sendiri wahyu terakhir. Sehingga Abu Bakar menjatuhkan pilihan kepala tim pengumpul Qur’an dipundak Zaid bin Tsabit.

Metode Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar

Setelah tim pengumpulan Qur’an dibentuk dengan Zaid sebagai ketua tim

dibantu 25 orang sahabat lainnya, maka bekerjalah tim ini dengan menggunakan metode yaitu:

· Semua sahabat baik yang pernah menulis secara pribadi harus diserahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk diteliti lebih lanjut

· Penyerahan buku catatan Al-Qur’an yang dimiliki sahabat ketika diserahkan diharuskan memiliki 2 saksi yang bersumpah bahwa memang catatan sahabat itu adalah Al-Qur’an. Bukti pertama adalah naskah tertulis itua adalah Qur’an, bukti kedua adalah hafalan Qur’an dengan saksi sahabat lainnya bahwa ia telah mendengarnya dari Nabi Saw.

Zaid sangat berhati-hati dalamm tugasnya seperti yang diceritakan dalam satu riwayat:

Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah Al-Anshari yang tidak aku dapatkan pada orang lain”,

Riwayat ini tidak menghilangkan arti hati-hati dan tidak pula berarti bahwa akhir surah At-Taubah itu tidak mutawatir. Tetapi yang dimaksud ialah bahwa ia tidak mendapat akhir surah Taubah tersebut dalam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah. Sedangkan Zaid sendiri hafal dan demikian pula banyak diantara para sahabat yang menghafalnya.

Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan, jadi akhir surah Taubah itu telah dihafal oleh banyak sahabat. Dan mereka menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi catatannya hanya terdapat pada Abu Khuzaimah al-Ansari.

Nasib Mushaf Abu Bakar

Setelah Zaid mengumpulkan naskah-naskah dan hafalan sahabat yang telah diseleksi ketat, ia mengumpulan setiap surat yang sudah sempurna dalam kotak kulit yang disebut Rab’ah. Setelah semuanya selesai catatan itu diserahkan kepada Abu Bakar.

Setelah Abu Bakar wafat, catatan Al-Qur’an ini berpindah ke tangan Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab wafat, catatan Qur’an ini disimpan putrinya Hafsah.

Ketika pembukuan Al-Qur’an di masa Utsman, buku ini dipinjam Utsman dari Hafsah untuk mencocokan isinya dan mengembalikannya kembali ke tangan


(14)

Hafsah ketika selesai. Ketika Hafsah wafat, Marwan, yang ketika menjabat Gubernur di Madinah dari dinasti Muawiyah, mengambilnya dan

memusnahkannya.

Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah maka banyak terjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan perpecahan dan meresahkan umat islam, seperti gerakan keluar dari agama Islam yang dipimpin Musailamah Alkadzab, maka terjadilah peperangan, yang umat Islam sendiri dipimpin oleh Khalid bin Walid. dalam perang itu menimbulkan banyak korban dari pihak Islam yaitu 70 orang sahabat yang hafal Alquran terbunuh kemudian setelah kejadian itu mendorong umat agar Abu Bakar membukukan alquran dan kemudian diutuslah Zaid bin Tsabit sebagai penulis penghimpun Alquran.

Dalam melaksanakan tugasnya Zaid bin Tsabit berpegang pada 2 hal yaitu: 1. Ayat ayat Alquran yang ditulis pada masa Nabi Muhammad SAW disimpan di rumah beliau.

2. Ayat ayat Alquran yang dihapal oleh para Sahabat lainnya yang hafidz Alquran

Zaid tidak mau menerima tulisan ayat ayat Alquran, kecuali disaksikan oleh 2 orang saksi yang adil dan meyakini bahwa ayat itu benar benar ditulis

dihadapan Nabi Muhammad dan atas perintah dan petunjuknya. Keistimewaan Mushaf Abu Bakar

· Mushaf ini disusun dengan sangat teliti dengan syarat yang ketat sehingga terhindar dari kekeliruan, kesalahan tulis, perubahan meskipun hanya satu huruf dan lainnya.

· Para sahabat dengan suara aklamasi menyepakati mushaf itu dan kesepakatan dianggap suara umat karena merekalah (para sahabat) yang sangat mengetahui wahyu dibanding generasi sesudahnya.

· Kesepakatan para sahabat ini atas mushaf yang telah disusun adalah mutawatir karena jumlah sahabat secara keseluruhan yang menyepakati kebenaran mushaf ini melebihi syarat mutawatir.

· Mushaf ini hanya mengatur letak ayat-ayat saja, namun surat-surat masih disusun berdasarkan wahyu (urutan surat masih berbeda dengan Qur’an pada saat ini.

- Penulisan Al-qur’an semasa Utsman bin Affan

Semakin meluasnya daerah kekuasaan islam pada masa Utsman membuat perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan dengan pada masa Abu Bakar Latar belakang pengumpulan Al-Qur'an di masa Utsman r.a. adalah karena beberapa faktor lain yang berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu


(15)

Bakar. Daerah kekuasaan Islam pada masa Utsman telah meluas, orang-orang Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka.

Penduduk Syam membaca Al-Qur'an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka'ab,

penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah Ibnu Mas'ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy'ari. Diantara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan sesamanya. Hampir satu sama lainnya saling kufur-mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan.

Diriwayatkan dari Abi Qilabah bahwasanya ia berkata: "Pada masa pemerintahan Utsman guru-pengajar menyampaikan kepada anak didiknya, guru yang lain juga menyampaikan kepada anak didiknya. Dua kelompok murid tersebut bertemu dan bacaannya berbeda, akhirnya masalah tersebut sampai kepada

guru/pengajar sehingga satu sama lain saling mengkufurkan. Berita tersebut sampai kepada Utsman. Utsman berpidato dan seraya mengatakan: "Kalian yang ada di hadapanku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dariku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya".

Karena latar belakang dari kejadian tersebut Utsman dengan kehebatan pendapatnya dan kebenaran pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan prefentip menambal pakaian yang sobek sebelum sobeknya meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat pengobatannya. Ia

mengumpulkan sahabat-sababat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan. Mereka semua sependapat agar Amirul Mu'minin menyalin dan memperbanyak mushhaf kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan

selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushhaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan Al-Qur'an.

Sahabat Utsman melaksanakan keputusan yang sungguh bijaksana tadi, ia menugaskan kepada empat orang sahabat pilihan, lagi pula hafalannya dapat diandalkan. Mereka tersebut adalab Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said Ibnu al-'Asb dan Abdurrahman Ibnu Hisyam. Mereka semua dari suku Quraisy golongan muhajirin kecuali Zaid Ibnu Tsabit, dimana ia adalah dari kaum Anshar. Pelaksanaan gagasan yang mulia ini adalah pada tahun kedua puluh empat hijrah.

Utsman mengatakan kepada mereka: "Bila anda sekalian ada perselisihan

pendapat tentang bacaan, maka tulislah berdasarkan bahasa Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy". Utsman meminta kepada Hafsah binti Umar agar ia sudi menyerahkan mushhaf yang ada padanya sebagai hasil dari jasa yang telah dikumpulkan Abu Bakar, untuk ditulis dan diperbanyak. Dan setelah selesai akan dikembalikan lagi, Hafsah mengabulkannya.


(16)

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Ibnu Malik bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya Hudzaifah Ibnu al-Yaman datang kepada Utsman, ketika itu, penduduk Syam bersama-sama dengan penduduk Irak sedang berperang menaklukkan daerah Armenia dan Adzerbaijan. Tiba-tiba Hudzaifah merasa tercengang karena penyebabnya adalah faktor perbedaan dalam bacaan. Hudzaifah berkata kepada Utsman: "Ya Amirul Mu'minin perhatikanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan dalam masalah Kitab sebagaimana perselisihan diantara kaum Yahudi dan Nasrani".

Selanjutnya Utsman mengirim surat kepada Hafsah yang isinya:

"Kirimlah kepada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur'an kami akan menyalinnya dalam bentuk mushhaf dan setelah selesai akan kami kembalikan lagi kepada anda". Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Utsman. Utsman memerintahkan kepada Zaid ibnu Tsabit, Abdullah ibnu Zubair, Said ibnu al-'Ash dan Abdurrahman ibnu al-Harits ibnu Hisyam lalu mereka menyalinnya dalam mushhaf.

Utsman berpesan kepada ketiga kaum Quraisy: "Bila anda bertiga dan Zaid ibnu Tsabit berbeda pendapat tentang hal Al-Qur'an maka tulislah dengan

ucapan/lisan Quraisy karena Al-Qur'an diturunkan dengan lisan Quraisy". Setelah mereka selesai menyalin ke dalam beberapa mushhaf, Utsman mengembalikan lembaran/mushhaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushhaf yang baru tersebut ke seluruh daerah dan ia

memerintahkan agar semua bentuk lembaran/mushhaf yang lain dibakar.(HR. al-Bukhari).

Perbedaan antara Mushhaf Abu Bakar dan Mushhaf Utsman

Perbedaan antara pengumpulan (mushhaf) Abu Bakar dan Utsman sebagaimana kami kemukakan di atas dapat kami ketahui dan kami tandai dari

masing-masingnya.

Pengumpulan mushhaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Al-Qur'an ke dalam satu mushhaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena banyaknya huffazh yang gugur. sedangkan pengumpulan mushhaf pada masa Utsman adalah menyalin kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh negara Islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Al-Qur'an.


(17)

Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Studi Al-Qur’an yang dibina Dr. Hj.Sulalah, M.Ag

Disusun oleh:

Nurani Rahmania (11140100) Rofiatun Nisa (11140111)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Oktober, 2012

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hikmah Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsur-Angsur”.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Studi Al-Qur’an dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan mahasiswa.

Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari petunjuk dan bimbingan serta masukan dari semua pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Dr. Hj. Sulalah, M.Ag selaku dosen matakuliah ini yang telah membantu


(18)

dan memberi pengarahan kepada kami dalam belajar dan mengerjakan tugas dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga dapat selesai tepat waktu.

Makalah ini kami susun selengkap-lengkapnya. Akan tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan dan kekurangan pengetahuan serta minimnya pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca kami harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumnya. Amin.

Malang, 10 Oktober 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang... 1 B. RumusanMasalah... 2

C. Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Turunnya Al-Qur’an... 3 B. Hikmah Al-Qur’an DiturunkanSecaraBerangsur-Angsur... 4 C. FaedahTurunnya Al-Qur’an SecaraBertahapdalamPendidikan


(19)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan... 18

B. Kritikdan Saran... 18

DAFTAR PUSTAKA... 19

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Turunnya Al-Qur’an ialah peristiwa besar yang sekaligus merupakan pernyataan kedudukan Al-Qur’an itu sendiri bagi langit dan penghuni bumi yang mana penyampaian wahyu dengan perantara Malaikat Jibril as. kepada Nabi akhir zaman berdasarkan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian.

Turunnya Al-Qur’an yang pertama kali pada malam lailatul qodar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi (samawi) yang dihuni oleh para malaikat tentang kemuliaan umat nabi Muhammad, sedangkan turunnya Al-Qur’an yang kedua kali secara bertahap berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya.

Al-Qur’am diturukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah dengan perantaraan Malaikat Jibril, dan caranya tidak sekali turun, tetapi

berangsur-angsur dari se-ayat, dua ayat dan tempo-tempo sampai sepuluh ayat. Bahkan kadang-kadang diturunkan hanya tiga perkataan, kadang-kadang hanya setengah ayat dan demikian selanjutnya, menurut kepentingannya sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.[1]

Lantas apa hikmahnya? Dalam makalah ini kita akan membahas tentang hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur agar kita tidak hanya mengerti proses turunnya saja. Dan kita juga akan membahas tentang faedah turunnya Alqur’an secara bertahap dalam pendidikan dan pengajaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana proses turunnya Al-Qur’an?


(20)

3. Apa faedah turunnya Al-Qur’an secara bertahap dalam pendidikan dan pengajaran?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk:

1. Memahami proses turunnya Al-Qur’an

2. Memahami hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur

3. Memahami faedah turunnya Al-Qur’an secara bertahap dalam pendidikan dan pengajaran

BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Turunnya Al-Qur’an

Dalam pembahasan proses turunnya Al-Qur’an kali ini, kita hanya akan mengulas sedikit materi sebelumnya, karena telah dibahas oleh kelompok sebelumnya. Proses turunnya ada 2 tahap, yaitu:

1. Dari Lauhil Mahfuz ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.

ررههشش نش اضش مشرش يذذللا

لش زذنأر هذيفذ نر اءشرهقرلها ىدد هر

سذ انلللل تت انشيلبشوش نش مذ ىدش هرلها Artinya:

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil) (Q.S. Al-Baqarah : 185). 2. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap

Al-Qur’an dalam satu riwayat diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu dari malam 17 Ramadhan tahun 41 Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.


(21)

Artinya :

Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui Malaikat Jibril, tidak secara langsung melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Sering pula wahyu turun untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau membenarkan tindakan Nabi SAW. Banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu. B. Hikmah Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsur-Angsur

Turunnya Al-Qur’an secara bertahap, tidak hanya disebabkan karena Al-Qur’an itu lebih besar dari kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya,

melainkan ada beberapa hikmah lainnya.[2]

Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu mengandung hikmah yang nyata serta rahasia mendalam yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim atau pandai.[3] Dari penjelasan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, diantaranya:

1. Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW

Ketika berdakwah, Nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang yang memiliki sikap dan watak begitu keras. Meraka senantiasa mengganggu dengan berbagai macam gangguan dan kekerasan. Mereka senantiasa melemparkan berbagai ancaman dan gangguan kepada Nabi.

Wahyu turun kepada Rasulullah dari waktu ke waktu sehingga dapat

meneguhkan hatinya terhadap kebenaran dan memperkokoh zamannya untuk tetap melangkahkan kaki dijalan dakwahnya tanpa ambil peduli akan perlakuan jahiliyah yang beliau hadapinya dari masyarakatnya sendiri, karena yang

demikian itu hanyalah kabut dimusim panas yang segera lenyap.[4]

Dalam surat Al-An’am Allah berfirman:


(22)

Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka

sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.(Al-An’am: 33-34)

Allah menjelaskan kepada Rasulullah tentang sunnah-Nya yang terjadi kepada para nabi terdahulu yang didustakan dan dianiaya oleh kaum mereka, tetapi mereka tetap bersabar sehingga datang pertolongan Allah. Kaum Rasulullah itu pada dasarnya, mendustakannya hanya karena kesombongan mereka. Disini beliau menemukan suatu “Sunnah Ilahi” dalam perjalanan para nabi sepanjang sejarah, yang dapat menjadi hiburan dan penerang baginya dalam menghadapi gangguan, cobaan, dan sikap mereka yang selalu mendustakan dan

menolaknya.

Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad agar bersabar seperti para rasul sebelumnya,

Artinya:

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Al-Ahqaf : 35)

Hati beliau menjadi tenang, sebab Allah telah menjamin akan melindunginya dari gangguan orang-orang yang mendustakannya, dan setiap kali penderitaan Rasulullah bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena penganiayaan mereka, maka Al-Qur’an turun untuk melepaskan derita dan menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa Allah mengetahui dan akan membalas apa yang mereka lakukan itu.

Contoh lain ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebagai penenang dan penghibur Rasulullah misalnya:

Artinya:

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak


(23)

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Maidah:67)

Artinya:

Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).(Q.S. Al-Fath: 3)

Artinya:

Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(Q.S.Al-Mujadilah: 21)

Demikianlah, ayat-ayat Al-Qur’an itu turun kepada Rasulullah secara

berkesinambungan sebagai penghibur dan pendukung sehingga beliau tidak dirundung kesedihan dan dihinggapi rasa putus asa. Didalam kisah para Nabi itu terdapat teladan baginya. Dalam nasib yang menimpa orang-orang yang

mendustakan terdapat hiburan baginya. Dan dalam janji akan memperoleh pertolongan Allah terdapat berita gembira baginya. Setiap kali ia merasa sedih sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaannya, ayat-ayat penghibur pun datang berulang kali, sehingga hatinya mantap untuk melanjutkan dakwah, dan merasa tentram dengan pertolongan Allah.

2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an

Dalam dakwahnya nabi seringkali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari orang-orang kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian Rasullullah. Maka turunlah Al-Qur’an yang menjelaskan kebenaran dan jawaban yang amat tegas.

Artinya:

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya ( Al-Furqan: 33)

Turunnya wahyu secara berangsur-angsur tidak hanya menjawab pertanyaan bahkan menentang mereka untuk membuat satu surat saja yang sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.

3. Meringankan Nabi dalam menerima wahyu


(24)

Artinya:

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (Q.S. Al-Muzzamil: 5)

Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah yang mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang

andaikata diturunkan kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena begitu hebat dan agungnya kitab tersebut.[5] Bagaimana dengan hati Nabi yang begitu lembut, mampukah beliau menerima Al-Qur’an secara langsung tanpa merasakan kebingungan dan keberatan.

4. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin

Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan

menghapalkannya.[6]

Artinya:

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S.Al-Jumu’ah: 2)

Umat yang ummi akan kesulitan menghafal jika Al-Qur’an

diturukan sekaligus dan tidak mudah bagi mereka untuk memahami maknanya. Jadi dengan diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka untuk menghafal dan memahaminya. Setiap turun satu atau beberapa ayat, para sahabat segera menghafalkannya,

merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-hukumnya.

5. Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi

Hikmah yang selanjutnya adalah tadarruj (berangsur-angsur) dalam penetapan hukum. Hikmah Allah memutuskan demikian ini dengan tujuan mengalihkan dari beberapa aqidah menjadi satu aqidah, mengeluarkan mereka dari berhala

kepada agama, dari sangkaan dan dugaan kepada kebenaran serta dari tidak iman menjadi keimanan.[7]


(25)

Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman diteruskan dengan ibadah. Ibadah yang mula-mula ditekankan adalah shalat, yaitu pada masa sebelum hijrah, kemudian diikuti dengan puasa dan zakat, yaitu pada tahun yang kedua hijrah dan yang terakhir adalah ibadah haji yaitu pada tahun keenam hijrah.[8]

Demikian pula halnya dengan kebiasaan yang sudah membudaya dikalangan mereka, Al-Qur’an pun menggunakan metode yang sama. Pertama-tama dititik beratkan kepada masalah dosa-dosa besar, kemudian menyusul dosa-dosa kecil (hal-hal yang disepelehkan). Selanjutnya selangkah demi selangkah,

mengharamkan perbuatan yang sudah mendarah daging bagi mereka seperti : khamar, judi, dan riba.

Sebagai contoh yaitu dalam penetapan dalam kasus pengharaman minuman keras,

a. Tahap pertama

Artinya:

Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (An- Nahl 67) Dalam ayat ini, menyebutkan tentang nikmat atau karunia Allah. Allah

menjelaskan bahwa Dia telah memberi kaunia dua jenis pohon kepada manusia, yaitu anggur dan kurma. Dan dari keduanya dapat diperoleh minuman keras dan rezeki yang baik bagi manusia yaitu berupa makanan dan minuman. Para Ulama sepakat bahwa pemberian predikat baik adalah pada rezeki bukan pada

mabuknya. Dengan demikian, pujian Allah hanya ditujukan pada rezeki bukan pada mabuknya. Dari perbandingan diatas, orang-orang yang befikir akan mengetahui perbedaannya dengan jelas.

b. Tahap kedua Turun firman Allah.

Artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada

keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan."

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (Q.S. Al-Baqarah: 219)


(26)

Dalam ayat ini, membadingkan antara manfaat khamr seperti kesenangan , kegairahan, atau keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya yang berupa dosa, bahaya kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan untuk berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara halus untuk menjauhkan khamr dengan menonjolkan bahayanya.

c. Tahap ketiga

Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa diharamkannya khamr terhadap mereka dalam waktu shalat saja agar mereka sadar dari mabuknya.

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S. An-Nisa: 43)

d. Tahap terakhir

Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam segala waktu.

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91)

Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara berangsur-angsur. Itulah langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang ditempuh oleh Islam.


(27)

6. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu

Al-Qur’an turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian turunnya Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang Islam untuk mengambil pelajaran secara praktis. Bila ada

peersoalan baru, maka turunlah ayat yang sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka turunlah ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut

dikerjakan. Contohnya ketika Perang Hunain, orang Islam bersikan sombong dan optimis karena jumlah pasukan mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat mengalahkan orang kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan mundur kocar-kacir. Pada peristiwa terbebut Allah menegaskan:

Artinya:

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mu'minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang

banyak itu tidak memberi manfa'at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.

Contoh lain dalam permasalahan pengambilan harta tebusan tawanan dalam perang badar, turunlah ayat pengarahan dari Allah yang begitu tajam.

Artinya:

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda

duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Al-Anfal: 67)

Dari dua kisah diatas, kita dapat menyimpulkan, jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus, maka umat Islam tidak akan mengetahui kesalahan dan menemukan jawaban yang tepat akan permasalahannya.

7. Petunjuk terhadap asal (sumber) Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji


(28)

Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu, orang-orang membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.

Artinya:

Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha

Bijaksana lagi Maha Tahu, (Q.S. Huud: 1)

Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan sesudah Al-Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi ucapan dan perkataan manusia biasa.[9]

“Katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian dari mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Israa’: 88)

Seperti yang telah dikemukakan oleh oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan, beliau mengemukakan secara tegas ”memberi petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalm Allah semata, dan bukan merupakan kata-kata nabi Muhammad atau makhluk lainnya” beliau menjelaskan bahwa: “Kami telah membaca Al-Qur’an hingga tamat ternyata rangkaian kata-katanya begitu teratur jalinannya, lembut susunan bahasanya, begitu kuat kaitannya. Satu sama lainnya saling

berhubungan, baik antara satu surat dengan yang lainnya, ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya mampu dilihat dari secara keseluruhan dari mulai alif sampai dengan ya’ mengalir darah kemukjizatannya, seolah-olah Al-Qur’an merupakan suatu gumpalan yang tidak dapat terpisahkan. Di antara bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah, Al-Qur’an tidak ubahnya bagaikan untaian mutiara atau sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-kata kalimatnya, dan ayat-ayatnya tersusun secara sistematis.

Semua makhluk termasuk Nabi Muhammad pun tidak akan dapat membuat sebuah kitab yang baik dan rapi antara satu dengan yang lainnya, kokoh rangkaian kalimatnya, saling berkaitan dari awal hingga akhir serta sesuai susunannya dengan berbagai faktor di luar Kemampuan manusia, yaitu

beberapa peristiwa dan kejadian, yang masing-masing dari uraian kitab ini bisa mengiringi dan menceritakan kejadian tersebut, sebab demi sebab, faktor demi faktor sejalan dengan berbagai faktor yang berbeda latar belakangnya padahal masa penyusunan ini berjauhan dan masa turunya cukup lama.


(29)

Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan Al-Qur’an tidak mungkin dapat berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat mendekati pola ini, baik sabda Rasulullah sendiri ataupun perkataan para sastrawan maupun lainnya. Hal itu tidak mungkin terjadi dan tidak akan terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu, ia akan sia-sia belaka. Oleh karena itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur karena merupakan Kalam Allah yang Maha Esa. Itulah hikmah yang sungguh agung yang secara tegas menunjukkan kepada makhluk-Nya tentang sumber Al-Qur’an.

C. Faedah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap dalam Pendidikan dan Pengajaran

Proses belajar mengajar itu berlandaskan dua asas: perhatian terhadap tingkat pemikiran sisiwa dan pengembangan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa yang dapat membawanya kearah kebaikan dan kebenaran.[10]

Dalam hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu kita melihat adanya suatu metode yang berfaedah bagi kita dalam mengaplikasikan perhatian terhadap tingkat pemikiran siswa dan pengembangan potensi akal, sebab turunnya Al-Qur’an itu telah meningkatkan pendidikan umat islam secara bertahap dan bersifat alami untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan perilakunya,

membentuk kepribadian dan menyempurnakan eksistensinya, sehingga jiwa itu tumbuh dengan tegak di atas pilar-pilar yang kokoh dan mendatangkan buah yang baik bagi kebaikan umat manusia seluruhnya dengan izin Tuhan.

Pentahapan turunnya Al-Qur’an itu merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa manusia dalam upaya mengahafal Al-Qur’an, memahami, mempelajari, memikirkan makna-maknanya da mengamalkan apa yang dikandungnya.

Petunjuk ilahi tentang huikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap merupakan contoh yang baik dalam menyusun kurikulum pengajaran, memilih metode yang baik dan menyusun buku pelajaran.

BAB III PENUTUP A. Simpulan

1. Al-Qur’an diturunkan dalam 2 tahap, yaitu :

a. Dari Lauhil Mahfuz ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.


(30)

b. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap

2. Ada banyak hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, diantaranya: Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW, menentang dan

melemahkan para penentang Al-Qur’an, meringankan Nabi dalam menerima wahyu, mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin, Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi, sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu, dan petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an

bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji. 3. Dengan mempelajari cara turunnya Al-Qur’an kita dapat mengetahui hikmah dan kita dapat menerapkan cara tersebut dalam proses pembelajaran.

B. Saran

Kita sudah mengetahui, betapa banyak dan luar biasanya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Maka tidak perlu diragukan lagi tentang kebijaksanaan Allah. Dan alangkah baiknya jika kita juga menerapkan cara-cara tersebut dalam pembelajaran. Karena dengan proses bertahap maka akan mempermudah kita dan juga anak didik kita.

DAFTAR PUSTAKA

Khalil, Manna al-Qattan. 2012. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Khalil, Manna al-Qattan. 2011. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Halim Jaya Anwar, Rosihon. 2010. Ulum Al-Quran. Bandung: CV. Pustaka Setia

__________. 2009. Pengantar Ulumul Quran. Bandung: CV. Pustaka Setia

Ash-Shaabuuniy, M. Ali. 2008. Studi Ilmu Al-Qur’an. Bandung: CV. Pustaka Setia Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’i. 2000. Ulumul Quran I. Bandung: CV. Pustaka Setia

Al-Abyari, Ibrahim. 1993. Sejarah Al-Qur’an. Semarang: Dina Utama

Chalil, Moenawar. 1952. Al-Qur’an dari Masa ke Masa. Semarang: C.V. Ramadhani http://www.alquran-indonesia.com


(31)

[1] H. Moenawar Chalil. Al-Qur’an dari masa ke masa. Hal. 9

[2] Drs. H. Ahmad Syadali, M. A. dan Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran I, hal. 59 [3] Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal 68

[4] Syaikh Manna’ Al-Qatthan diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, hal 134

[5]Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal. 73 [6]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ulumul Qur’an. Hal. 37

[7] Ibrahim Al-Abyari, Sejarah Al-Qur’an, hal. 64

[8] Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal. 74

[9] Syaikh Manna’ Al-Qatthan diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, hal. 147


(1)

Dalam ayat ini, membadingkan antara manfaat khamr seperti kesenangan , kegairahan, atau keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya yang berupa dosa, bahaya kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan untuk berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara halus untuk menjauhkan khamr dengan menonjolkan bahayanya.

c. Tahap ketiga

Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa diharamkannya khamr terhadap mereka dalam waktu shalat saja agar mereka sadar dari mabuknya.

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S. An-Nisa: 43)

d. Tahap terakhir

Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam segala waktu.

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91)

Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara berangsur-angsur. Itulah langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang ditempuh oleh Islam.


(2)

6. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu

Al-Qur’an turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian turunnya Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang Islam untuk mengambil pelajaran secara praktis. Bila ada

peersoalan baru, maka turunlah ayat yang sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka turunlah ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut

dikerjakan. Contohnya ketika Perang Hunain, orang Islam bersikan sombong dan optimis karena jumlah pasukan mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat mengalahkan orang kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan mundur kocar-kacir. Pada peristiwa terbebut Allah menegaskan:

Artinya:

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mu'minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang

banyak itu tidak memberi manfa'at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.

Contoh lain dalam permasalahan pengambilan harta tebusan tawanan dalam perang badar, turunlah ayat pengarahan dari Allah yang begitu tajam.

Artinya:

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda

duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Al-Anfal: 67)

Dari dua kisah diatas, kita dapat menyimpulkan, jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus, maka umat Islam tidak akan mengetahui kesalahan dan menemukan jawaban yang tepat akan permasalahannya.

7. Petunjuk terhadap asal (sumber) Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji


(3)

Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu, orang-orang membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.

Artinya:

Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha

Bijaksana lagi Maha Tahu, (Q.S. Huud: 1)

Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan sesudah Al-Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi ucapan dan perkataan manusia biasa.[9]

“Katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian dari mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Israa’: 88)

Seperti yang telah dikemukakan oleh oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan, beliau mengemukakan secara tegas ”memberi petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalm Allah semata, dan bukan merupakan kata-kata nabi Muhammad atau makhluk lainnya” beliau menjelaskan bahwa: “Kami telah membaca Al-Qur’an hingga tamat ternyata rangkaian kata-katanya begitu teratur jalinannya, lembut susunan bahasanya, begitu kuat kaitannya. Satu sama lainnya saling

berhubungan, baik antara satu surat dengan yang lainnya, ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya mampu dilihat dari secara keseluruhan dari mulai alif sampai dengan ya’ mengalir darah kemukjizatannya, seolah-olah Al-Qur’an merupakan suatu gumpalan yang tidak dapat terpisahkan. Di antara bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah, Al-Qur’an tidak ubahnya bagaikan untaian mutiara atau sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-kata kalimatnya, dan ayat-ayatnya tersusun secara sistematis.

Semua makhluk termasuk Nabi Muhammad pun tidak akan dapat membuat sebuah kitab yang baik dan rapi antara satu dengan yang lainnya, kokoh rangkaian kalimatnya, saling berkaitan dari awal hingga akhir serta sesuai susunannya dengan berbagai faktor di luar Kemampuan manusia, yaitu

beberapa peristiwa dan kejadian, yang masing-masing dari uraian kitab ini bisa mengiringi dan menceritakan kejadian tersebut, sebab demi sebab, faktor demi faktor sejalan dengan berbagai faktor yang berbeda latar belakangnya padahal masa penyusunan ini berjauhan dan masa turunya cukup lama.


(4)

Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan Al-Qur’an tidak mungkin dapat berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat mendekati pola ini, baik sabda Rasulullah sendiri ataupun perkataan para sastrawan maupun lainnya. Hal itu tidak mungkin terjadi dan tidak akan terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu, ia akan sia-sia belaka. Oleh karena itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur karena merupakan Kalam Allah yang Maha Esa. Itulah hikmah yang sungguh agung yang secara tegas menunjukkan kepada makhluk-Nya tentang sumber Al-Qur’an.

C. Faedah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap dalam Pendidikan dan Pengajaran

Proses belajar mengajar itu berlandaskan dua asas: perhatian terhadap tingkat pemikiran sisiwa dan pengembangan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa yang dapat membawanya kearah kebaikan dan kebenaran.[10]

Dalam hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu kita melihat adanya suatu metode yang berfaedah bagi kita dalam mengaplikasikan perhatian terhadap tingkat pemikiran siswa dan pengembangan potensi akal, sebab turunnya Al-Qur’an itu telah meningkatkan pendidikan umat islam secara bertahap dan bersifat alami untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan perilakunya,

membentuk kepribadian dan menyempurnakan eksistensinya, sehingga jiwa itu tumbuh dengan tegak di atas pilar-pilar yang kokoh dan mendatangkan buah yang baik bagi kebaikan umat manusia seluruhnya dengan izin Tuhan.

Pentahapan turunnya Al-Qur’an itu merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa manusia dalam upaya mengahafal Al-Qur’an, memahami, mempelajari, memikirkan makna-maknanya da mengamalkan apa yang dikandungnya.

Petunjuk ilahi tentang huikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap merupakan contoh yang baik dalam menyusun kurikulum pengajaran, memilih metode yang baik dan menyusun buku pelajaran.

BAB III PENUTUP A. Simpulan

1. Al-Qur’an diturunkan dalam 2 tahap, yaitu :

a. Dari Lauhil Mahfuz ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.


(5)

b. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap

2. Ada banyak hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, diantaranya: Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW, menentang dan

melemahkan para penentang Al-Qur’an, meringankan Nabi dalam menerima wahyu, mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin, Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi, sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu, dan petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an

bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji. 3. Dengan mempelajari cara turunnya Al-Qur’an kita dapat mengetahui hikmah dan kita dapat menerapkan cara tersebut dalam proses pembelajaran.

B. Saran

Kita sudah mengetahui, betapa banyak dan luar biasanya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Maka tidak perlu diragukan lagi tentang kebijaksanaan Allah. Dan alangkah baiknya jika kita juga menerapkan cara-cara tersebut dalam pembelajaran. Karena dengan proses bertahap maka akan mempermudah kita dan juga anak didik kita.

DAFTAR PUSTAKA

Khalil, Manna al-Qattan. 2012. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Khalil, Manna al-Qattan. 2011. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Halim Jaya Anwar, Rosihon. 2010. Ulum Al-Quran. Bandung: CV. Pustaka Setia

__________. 2009. Pengantar Ulumul Quran. Bandung: CV. Pustaka Setia

Ash-Shaabuuniy, M. Ali. 2008. Studi Ilmu Al-Qur’an. Bandung: CV. Pustaka Setia Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’i. 2000. Ulumul Quran I. Bandung: CV. Pustaka Setia

Al-Abyari, Ibrahim. 1993. Sejarah Al-Qur’an. Semarang: Dina Utama

Chalil, Moenawar. 1952. Al-Qur’an dari Masa ke Masa. Semarang: C.V. Ramadhani http://www.alquran-indonesia.com


(6)

[1] H. Moenawar Chalil. Al-Qur’an dari masa ke masa. Hal. 9

[2] Drs. H. Ahmad Syadali, M. A. dan Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran I, hal. 59 [3] Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal 68

[4] Syaikh Manna’ Al-Qatthan diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, hal 134

[5]Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal. 73 [6]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ulumul Qur’an. Hal. 37

[7] Ibrahim Al-Abyari, Sejarah Al-Qur’an, hal. 64

[8] Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal. 74

[9] Syaikh Manna’ Al-Qatthan diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, hal. 147