Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin B12 Terhadap Serum Vitamin B12 dan Hemoglobin Anak Prasekolah

H
HA
ASSIILL PPEEN
NEELLIITTIIA
AN
N

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN VITAMIN B12
TERHADAP SERUM VITAMIN B12 DAN HEMOGLOBIN
ANAK PRASEKOLAH
Zulhaida Lubis1, Hardinsyah2, Hidayat Syarief3, Fasli Jalal4, dan Muhilal5
1

Program Doktor PS GMK SPS IPB
Dept. Gizi Masyarakat FEMA IPB
3
Dept. Gizi Masyarakat FEMA IPB
4
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas dan Fak.
Kedokteran Univ. Andalas Padang
5

Fak. Kedokteran UNPAD Bandung
2

ABSTRACT
This research aimed to analyze prevalence of vitamin B12 deficiency and anemia,
and effects of vitamin B12 suplement on vitamin B12 serum and hemoglobin of
preschool children. A randomized controlled trial of 32 preschool children (4-6
year) for 6 months was appliad. Subjects divided in to 2 groups, treatment group
(received 10 μg vitamin B12 syrup daily) and control group (placebo).
Consentration of vitamin B12 serum and hemoglobin of children was measured
before and after their intervention. The results of research indicate that prevalence
of vitamin B12 deficiency and anemia among preschool children was 24,1% and
41.4% respectively. After getting vitamin B12 suplement, vitamin B12 deficiency
of treatment group decreased from 26.7% to 0.0%, while in the control group
increase from 21.4% to 28.6%. Vitamin B12 suplement influenced vitamin B12
serum level significantly ( p < 0.05). Vitamin B12 serum increase at the treatment
group148.4 ± 110.9 pg/ml and only 3.7 ± 12.8 pg/ml at control group. Hemoglobin
concentration was influenced vitamin B12 suplement especially to anemia
preschool children.
Keywords: Vitamin B12, Suplement, Hemoglobin, Preschool children

PENDAHULUAN
Usia prasekolah adalah bagian dari
periode usia dini yang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan pesat dalam
siklus kehidupan dan turut menentukan
kualitas manusia. Separuh perkembangan
kognitif berlangsung dalam kurun waktu
antara konsepsi sampai usia 4 tahun, dan
30% berlangsung pada usia 4-8 tahun.
Sehingga pada periode ini anak sangat
memerlukan gizi yang memadai agar
kapasitas otak yang terbentuk dapat
maksimum (Gutama 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak
erat kaitannya dengan kekurangan gizimikro.

Defisiensi vitamin B12 berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak
melalui perannya sebagai kofaktor dalam

beberapa reaksi enzim. Salah satu peran
vitamin B12 adalah dalam sintesis
hemoglobin dan sel-sel darah merah melalui
metabolisme lemak, protein dan asam folat
(Wardlaw et al 1992; Brody 1999). Peran
vitamin B12 dalam perkembangan anak
termasuk perkembangan kognitif diduga
melalui fungsinya sebagai kofaktor dalam
sistem syaraf pusat (Bryan 2002; Black
2003). Selain itu juga kemungkinan erat
kaitannya dengan fungsi vitamin B12 dalam
metabolisme asam lemak esensial untuk
pemeliharaan myelin. Defisiensi vitamin
B12 dalam waktu lama dapat menyebabkan

172
Universitas Sumatera Utara

kerusakan sistem syaraf yang tidak dapat
diperbaiki dan akhirnya dapat menyebabkan

kematian sel-sel syaraf. Beberapa penelitian
menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin
B12 cukup tinggi pada anak-anak. Penelitian
di Kenya menunjukkan bahwa 80,7% anak
sekolah mengalami defisiensi vitamin B12
tingktat berat dan sedang (Siekmann et al.
2003), dan di Guatemala 33% anak usia 5-12
tahun juga mmengalami defisiensi vitamin
B12 (Roger 2003).
Vitamin B12
hanya ditemukan
dalam pangan hewani seperti daging, susu,
dan telur, sehingga diperkirakan anak yang
jarang makan makanan tersebut akan
mengalami defisiensi vitamin B12. Sumber
pangan hewani umumnya relatif lebih mahal
dibandingkan dengan pangan nabati,
sehingga diperkirakan konsumsi pangan
hewani rendah pada keluarga ekonomi
rendah.

Menurut Hardinsyah (2001),
sebagian anak di Indonesia masih
mempunyai masalah ketidakcukupan zat gizi
mikro, terutama karena kekurangan pangan
hewani. Berdasarkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan di Indonesia (SDKI 1997)
hanya setengah dari jumlah anak yang
memperoleh pangan hewani, bahkan semakin
bertambah umur anak semakin sedikit
persentase yang memperoleh pangan hewani.
Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak sejak
usia dini sudah mempunyai resiko
kekurangan gizi mikro, yang akan
berpengaruh
pada
pertumbuhan
dan
perkembangan anak.
Sampai saat ini penelitian tentang
keterkaitan antara beberapa zat gizi mikro

dengan pertumbuhan dan perkembangan
anak sudah mulai banyak dilakukan, seperti
zat besi, iodium dan zink, dan beberapa
vitamin. Namun penelitian yang berkaitan
dengan defisiensi vitamin B12 dan
konsekuensi fungsionalnya masih sangat
terbatas. Oleh karena itu diperlukan kajiankajian lebih mendalam dan ’clinical trial’
terkait defisiensi vitamin B12. Berdasarkan
hal tersebut penelitian ini dirancang dengan
tujuan 1) Menganalisis prevalensi defisiensi
vitamin B12 dan anemia pada anak
prasekolah,
2) Menganalisis pengaruh
pemberian suplemen vitamin B12 terhadap
serum vitamin B12 pada anak prasekolah,
dan. 3) Menganalisis pengaruh pemberian
suplemen vitamin B12 terhadap kadar
hemoglobin pada anak prasekolah.

173


METODE
Disain, Contoh, dan Waktu
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan disain “Randomize
Control Trial” (RCT). Intervensi diberikan
kepada anak prasekolah (4-6 tahun) di
Taman Kanak-kanak Az-Zahra Kecamatan
Darmaga Bogor. Contoh dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok pelakuan (diberi
sirup vitamin B12), dan kelompok kontrol
(diberi plasebo).
Formula sirup vitamin B12 dan
plasebo diracik peneliti bersama pembimbing
dengan pertimbangan faktor kecukupan dan
bioavailabilitas vitamin B12, dibuat dan
dikemas atas bantuan PT. Kalbe Farma.
Dosis vitamin B12 diberikan sebesar 10
μg/hari dalam 2.5 ml sirup. Pemberian sirup
dilakukan setiap hari, 5 hari di sekolah

(Senin sampai Jumat) oleh peneliti dan 2 hari
di rumah (Sabtu dan Minggu) dititipkan
peneliti pada ibu selama 6 bulan.
Ukuran contoh ditentukan dengan
rumus
n
=
{(zα+zβ)2(σ12+σ22)}/(d)2.
Berdasarkan hasil penelitian anak sekolah di
Kenya (Siekmann et al. 2003), perubahan
plasma Vitamin B12 sebesar 89 ± 104 pg/ml
pada kelompok intervensi dan -18 ± 88 pg/ml
pada kelompok kontrol, dengan taraf nyata
(α) = 0,05 dan kekuatan uji (1-β) = 80%,
sehingga diperoleh contoh sebanyak 13
orang
per
kelompok.
Dengan
memperkirakan contoh drop out sekitar 20%

maka jumlah contoh ditambah menjadi 16
orang per kelompok.
Penelitian dilakukan selama 12 bulan
mulai bulan Juli 2006 sampai bulan Juni
2007, mulai dari pengurusan ijin penelitian,
pembuatan sirup, ethical clearance, dan
eksperimental berupa pemberian sirup
vitamin B12 selama 6 bulan (24 minggu).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder. Data sekunder diperlukan dalam
tahapan penentuan contoh, yang meliputi
data Taman Kanak-kanak dengan kondisi
sosial ekonomi orang tua menengah ke
bawah dan jumlah anak di TK agar dapat
memenuhi jumlah contoh yang diperlukan.
Data primer terdiri dari data sosial
ekonomi keluarga (pendapatan, pendidikan,
pekerjaan, dan pengeluaran pangan), kebiasaan


Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin B12 (172–180)
Zulhaida Lubis, Hardinsyah, Hidayat Syarief, Fasli Jalal, dan Muhilal
Universitas Sumatera Utara

makan, konsumsi gizi, status gizi, penyakit
infeksi, kadar serum vitamin B12 dan kadar Hb
(hemoglobin). Data sosial ekonomi diperoleh
dengan wawancara langsung dengan orang tua
menggunakan kuesioner. Kebiasaan makan
anak meliputi jenis dan perkiraan jumlah
pangan yang dikonsumsi diperoleh dengan
metode food frequency questionnaire, serta
konsumsi gizi diperoleh dengan metode recall
24 jam. Status gizi ditentukan dengan indeks
BB/U, TB/U dan BB/TB. Berat badan diukur
dengan timbangan injak dengan ketelitian 0,1
kg. Tinggi badan diukur dengan mikrotois
dengan ketelitian 0,1 cm. Penyakit infeksi
ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik

oleh dokter.
Serum vitamin B12 ditentukan dengan
metode AxSYM (Abbott Laboratories 2005),
dilakukan sebelum dan sesudah intervensi.
Demikian juga untuk kadar hemoglobin darah
diukur sebelum dan sesudah intervensi dengan
metode ‘cyanmethemoglobyn’.
Pengolahan dan Analisis Data
Status vitamin B12 ditentukan
berdasarkan kadar serum vitamin B12,
defisiensi bila serum vitamin B12 < 300
pg/ml, dan normal bila serum vitamin B12 ≥
300 pg/ml (Herbert 1996; Sauberlich 1999;
Siekmann 2003). Berdasarkan kadar Hb
ditentukan anemia bila kadar Hb < 11 g/dl
dan normal bila kadar Hb ≥ 11 g/dl.
Uji beda (t test) digunakan untuk
membandingkan karakteristik contoh dan
faktor-faktor yang diduga berpengaruh
terhadap serum vitamin B12 dan hemoglobin
pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol.
Untuk
mengetahui
dampak
pemberian suplemen vitamin B12 terhadap
kadar vitamin B12 dan kadar Hb anak
dilakukan analisis regresi linier.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Contoh
Selama 6 bulan pemberian intervensi
terdapat 3 orang drop out (1 orang kelompok
perlakuan dan 2 orang kelompok kontrol,
sehingga yang dapat dianalisis 15 contoh
perlakuan dan 14 contoh kontrol. Rata-rata
jumlah anggota keluarga 4, rata-rata umur
anak 61 bulan (5 tahun), dan merupakan
anak ke-2. Umur ayah rata-rata 37 tahun dan
umur ibu 31 tahun. Tingkat pendidikan

orangtua rata-rata SLTP atau lama sekolah
10,9 tahun untuk ayah dan 9,9 tahun untuk
ibu.
Pendapatan perkapita per bulan ratarata Rp 227.500,0 ± 95.908,4 digunakan
untuk pengeluaran pangan 66,76% dan untuk
pengeluaran nonpangan 33.24%. Pekerjaan
ayah sebagian besar karyawan swasta dan
dagang (55.2%), sedangka ibu sebagian besar
tidak bekerja (79.3%). Keadaan kesehatan
contoh umumnya baik, hanya ada sebagian
yang batuk, pilek dan dermatitis. Hasil uji
beda
terhadap
karakteristik
contoh
menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (p >0.05).
Konsumsi Pangan dan Status Gizi
Konsumsi pangan anak relatif sama
antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol baik pada awal maupun akhir
intervensi. Awal intervensi konsumsi pangan
hewani 48.2 ± 22.5 g/hr pada kelompok
perlakuan dan 47.7 ± 22.9 g/hr pada
kelompok kontrol. Akhir intervensi terdapat
sedikit peningkatan menjadi 50.8 ± 21.1 g/hr
dan 49.2 ± 23.3 g/hr masing-masing
kelompok perlakuan dan kontrol. Telur
merupakan penyumbang terbesar untuk
pangan hewani sementara daging sapi dan
ikan sangat kecil. Hal ini berkaitan dengan
harga telur yang relatif murah dibandingkan
daging sapi, ayam dan ikan.
Konsumsi energi lebih tinggi pada
kelompok perlakuan dan terjadi sedikit
kenaikan konsumsi pada kedua kelompok di
akhir intervensi. Konsumsi energi kedua
kelompok pada awal dan akhir intervensi
menunjukkan perbedaan yang signifikan,
namun hasil uji beda terhadap selisih
konsumsi
energi
tidak
menunjukkan
perbedaan
yang
signifikan
(p>0.05).
Sedangkan konsumsi protein, vitamin A,
vitamin B12, vitamin C, kalsium, phospor,
dan besi hampir sama pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol, dan hasil
uji beda menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan (p > 0.05). Ratarata kecukupan gizi masih rendah yaitu
sekitar 60 persen untuk energi, protein dan
besi. Demikian juga kecukupan vitamin C
dan kalsium masih kurang dari 50 persen.
Hal ini sesuai dengan kebiasaan makan anak
yang porsinya sedikit dan kurang bervariasi.

Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin B12 (172–180)
Zulhaida Lubis, Hardinsyah, Hidayat Syarief, Fasli Jalal, dan Muhilal

174
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Rata-rata konsumsi dan kecukupan gizi
Zat gizi

Perlakuan (n=15)

Kontrol (n=14)

Total (n=29)

Sig.

852.4±175.1
(54.9±11.3)
21.9±8.0
(56.0±20.5)
181.6±167.3
(40.4±37. 2)
0.78 ± 0.31
(64.9±26.2)
12.6±15.8
(28.1±35.0)
147.1±131.6
(29.4±26.3)
313.5±200.3
(78.4±50.1)
5.4±3.8
(60.3±41.7)

931.5±177.8
(60.1±11.5)
23.2±7.2
(59.6±18.4)
205.5±165.4
(45.7±36.8)
0.83±0.35
(69.5±29.1)
9.0±12.1
(20.1±26.9)
154.3±122.2
(30.9±24.4)
322.8±181.6
(80.7±45.4)
5.9±3.4
(65.9±37.2)

0.021a

965.1±134.7
(62.3±8. 7)
25.4±7.1
(65.2±18.2)
190.5±157.9
(42.3±35.1)
0.82±0.3
(68.2±27.8)
16.2±12.4
(36.0±27.5)
156.0±126.4
(31.2±25.3)
303.0±161.1
(75.8±40.3)
5.3±2.4
(58.7±26.7)

1026.7±163.1
(66.2±10.5)
27.1±6.6
(69.5±16.9)
210.3±156.1
(46.7±34.7)
0.88±0.3
(73.6±28.6)
13.2±9.9
(29.3±22.1)
168.5±128.3
(33.7±25.7)
320.5±159.0
(80.1±39.7)
6.1±2.6
(68.9±29.0)

0.025a

Awal
Energi (kkal)
Protein (gram)
Vitamin A (RE)
Vitamin B12
Vitamin C (mg)
Kalsium (mg)
Phospor (mg
Besi (mg)

1005.3±150.6
(64.8±9.7)
24.5±6.3
(62.9±16.2)
227.7±166.2
(50.6±36.9)
0.89±0.38
(73.8±31.8)
5.7±6.0
(12.5±13.4)
161.1±117.0
(32.2±23.4)
331.5±166.9
(82.9±42.2)
6.4±3.0
(71.1±33.0)

0.334
0.458
0.727
0.346
0.743
0.793
0.163

Akhir
Energi (kkal)
Protein (gram)
Vitamin A (RE)
Vitamin B12
Vitamin C (mg)
Kalsium (mg)
Phospor (mg)
Besi (mg)
a

1084.1±170.5
(69.9±10.9)
28.7±5.9
(73.5±15.1)
228.9±157.6
(50.9±35.0)
0.94±0.3
(78.6±29.4)
10.3±6.1
(22.9±13.5)
180.1±133.4
(36.0±26.7)
336.8±160.8
(84.2±40.2)
6.8±2.7
(78.5±28.6)

0.182
0.600
0.715
0.211
0.711
0.727
0.061

= berbeda nyata (p< 0.05)

Tabel 2. Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status Gizi

BB/U
TB/U
BB/TB

BB/U
TB/U
BB/TB

Perlakuan
n
%
Awal
5
33.3
10
66.7
8
53.3
7
46.7
0
0.0
15
100.0
Akhir
5
33.3
10
67.7
8
53.3
7
46.7
0
0.0
15
100.0

Kurus
Normal
Pendek
Normal
Kecil
Normal
Kurus
Normal
Pendek
Normal
Kecil
Normal

Kontrol

Total

n

%

n

%

4
10
6
8
0
14

28.6
71.4
42.9
57.1
0.0
100.0

9
20
14
15
0
29

31.0
69.0
48.3
51.7
0.0
100.0

5
9
6
8
0
14

35.7
64.3
42.9
57.1
0.0
100.0

10
19
14
15
0
29

34.5
65.5
48.3
51.7
0.0
100.0

Ket: Kurus, pendek, kecil (z-skor < -2)
Normal (-2 ≤ z-skor ≤ 2)

175

Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin B12 (172–180)
Zulhaida Lubis, Hardinsyah, Hidayat Syarief, Fasli Jalal, dan Muhilal
Universitas Sumatera Utara

Hasil penilaian status gizi pada awal
intervensi
berdasarkan
Z-skor
BB/U
menunjukkan bahwa anak yang tergolong
kurus 33.3% pada kelompok perlakuan dan
28.6% pada kelompok kontrol. Angka ini
berada diatas rata-rata nasional prevalensi
gizi kurang pada balita yaitu 27.3% (Untoro,
R. 2004). Berdasarkan TB/U anak yang
tergolong pendek 53.3% pada kelompok
perlakuan dan 42.9% pada kelompok kontrol.
Angka pada kelompok perlakuan sedikit
diatas rata-rata nasional yaitu 49.3% pada
balita dan 36.1% pada anak baru masuk
sekolah (Depkes RI 2003). Sedangkan untuk
indeks BB/TB semua anak tergolong normal
pada dua kelompok. Pada akhir intervensi
tidak terdapat perbaikan status gizi pada
kedua kelompok, bahkan pada kelompok
kontrol terjadi peningkatan persentase anak
kurus menjadi 35.7%. Walaupun kecukupan
gizi khususnya energi dan protein meningkat
pada kedua kelompok namun belum dapat
memperbaiki status gizi anak. Hal ini karena
kecukupan energi dan protein di awal
intervensi cukup rendah yaitu sekitar 60
persen sementara peningkatannya hanya
sedikit yaitu sekitar 5% dan 7% masingmasing untuk energi dan protein. Hasil uji
beda z-skor untuk BB/U, TB/U dan BB/TB
menunjukkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol baik awal
maupun akhir intervensi (p> 0.05).

Pengaruh
Suplemen
Vitamin
B12
terhadap Kadar Vitamin B12
Rata-rata kadar serum vitamin B12
kelompok perlakuan meningkat 148.4±110.9
pg/ml, sedangkan pada kelompok kontrol
hanya meningkat sedikit (3.7±12.8 pg/ml).
Pada akhir intervensi hasil uji beda
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan kadar vitamin B12 antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Perbedaan tersebut lebih diperjelas dengan
hasil uji beda terhadap selisih kadar serum
vitamin B12 yang juga menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p0.05).
Demikian juga hasil uji regresi
terhadap kadar Hb menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh yang signifikan pemberian

Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin B12 (172–180)
Zulhaida Lubis, Hardinsyah, Hidayat Syarief, Fasli Jalal, dan Muhilal
Universitas Sumatera Utara

suplemen vitamin B12 terhadap kadar Hb (p
> 0.05). Hasil yang sama diperoleh Siekman
(2003) pada penelitian anak sekolah di
Kenya, yang menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan peningkatan kadar
hemoglobin antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol dengan intervensi pangan
hewani berupa daging dan susu selama satu
tahun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
vitamin B12 yang berperan sebagai kofaktor
dalam pembentukan energi dari protein dan
lemak melalui pembentukan sucsinyl-CoA
yang dibutuhkan dalam sintesis hemoglobin
(Gibson 2005; Herbert 1996). Kecukupan
protein dalam penelitian ini hanya sekitar 60%
dari kecukupan yang dianjurkan sehingga
kemungkinan terjadi gangguan pembentukan
sucsinyl-CoA yang sekaligus juga mengganggu
sintesis hemoglobin. Selain itu vitamin B12
juga berperan dalam metabolisme asam folat
yang merupakan komponen penting dalam
pembentukan hemoglobin disamping zat besi.
Dengan demikian keterkaitan antara vitamin
B12 dengan hemoglobin juga tergantung
pada keberadaan zat-zat gizi lain seperti
asam folat, besi dan protein (Wardlaw et al.
1992; Brody 1999).
Namun bila dilakukan uji beda pada
anak yang menderita anemia saja, ternyata
terdapat perbedaan kadar Hb yang signifikan
antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol setelah diberi suplemen vitamin B12
(p< 0.05). Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa kadar hemoglobin lebih menunjukkan
respon yang positif terhadap pemberian
suplemen vitamin B12 bila anak menderita
anemia (Tabel 8). Hasil ini sekaligus
menunjukkan bahwa vitamin B12 berperan
dalam pembentukan hemoglobin dengan
asumsi keberadaan zat-zat gizi lain
pembentuk hemoglobin sama pada kedua
kelompok. Sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 1 bahwa asupan zat-zat gizi seperti
protein dan besi tidak berbeda nyata antara
kelompok perlakuan dan kontrol baik di awal
maupun akhir intervensi, sehingga pemberian
vitamin B12 pada kelompok perlakuan
mampu meningkatkan kadar Hb lebih besar
dibandingkan pada kelompok kontrol.
SIMPULAN DAN SARAN
1. Sebesar 24.1% contoh mengalami
defisiensi vitamin B12, dan 41.4%
menderita anemia.

2. Pemberian suplemen vitamin B12
berpengaruh nyata terhadap kadar serum
vitamin B12 (p < 0.05). Pemberian
suplemen vitamin B12 selama 6 bulan
mampu meningkatkan kadar vitamin B12
sebesar 148.4 ± 110.9 pg/ml, sedangkan
kelompok kontrol peningkatannya sangat
kecil (3.1 ± 12.8 pg/ml).
3. Khusus pada anak
yang menderita
anemia, setelah diberi suplemen vitamin
B12 terdapat perbedaan kadar Hb yang
signifikan antara kelompok yang diberi
suplemen
dan
kelompok kontrol
(p